Pengertian Penyertaan Dalam Tindak Pidana

Syarat penganjuran yang dapat dipidana: a. Ada kesengajaan menggerakkan orang lain b. Menggerakkan dengan saranaupaya seperti tersebut limitatif dalam KUHP c. Putusan kehendak pembuat materiel ditimbulkan karena upaya-upaya tersebut. d. Pembuat materiil melakukan mencoba melakukan tindak pidana yang dianjurkan e. Pembuat materiel dapat dipertanggungjawabkan Penganjuran yang gagal tetap dipidana berdasarkan Pasal 163 bis KUHP. 5. Pembantuan Medeplichtige Sebagaimana disebutkan alam Pasal 56 KUHP, pembantuan ada dua jenis: a. Pembantuan pada saat kejahatan dilakukan. Cara bagaimana pembantuannya tidak disebutkan dalam KUHP. Ini mirip dengan medeplegen turut serta, namun perbedaannya terletak pada: 1. pada pembantuan perbuatannya hanya bersifat membantumenunjang, sedang pada turut serta merupakan perbuatan pelaksanaan. 2. pada pembantuan, pembantu hanya sengaja memberi bantuan tanpa disyaratkan harus kerja sama dan tidak bertujuanberkepentingan sendiri, sedangkan dalam turut serta, orang yang turut serta sengaja melakukan tindak pidana, dengan cara bekerja sama dan mempunyai tujuan sendiri. 3. pembantuan dalam pelanggaran tidak dipidana Pasal 60 KUHP, sedangkan turut serta dalam pelanggaran tetap dipidana. 4. Maksimum pidana pembantu adalah maksimum pidana yang bersangkutan dikurangi sepertiga, sedangkan turut serta dipidana sama. b. Pembantuan sebelum kejahatan dilakukan, yang dilakukan dengan cara memberi kesempatan, sarana atau keterangan. Ini mirip dengan penganjuran uitlokking. Perbedaannya pad niatkehendak, pada pembantuan kehendak jahat pembuat materiel sudah ada sejak semulatidak ditimbulkan oleh pembantu, sedangkan dalam penganjuran, kehendak melakukan kejahatan pada pembuat materiel ditimbulkan oleh si penganjur. Setiap tindak pidana yang terjadi dilakukan oleh beberapa orang jadi pada setiap tindak pidana itu terlibat lebih dari seorang pelaku yang berarti terdapat beberapa orang yang turut serta dalam pelaksanaan tindak pidana itu diluar seorang pelaku. Dapat dikatakan bahwa deelneming pada suatu straafbaarfeit atau delicti terdapat: “ apabila dalam suatu delik tersangkut beberapa orang atau lebih dari seorang. Prof. Van Hamel mengatakan ajaran mengenai deelneming itu sebagai suatu ajaran mengenai pertanggungjawaban yakni dalam hal dimana suatu delik yang menurut rumusan undang-undang dapat dilakukan oleh seorang secar sendirian, akan tetapi dalam kenyataannya telah dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam suatu kerja sama yang terpadu baik secara psikis maupun materiial ”. 31 Istilah deelneming adalah istilah yang digunakan oleh negara Belanda. Oleh karena Negara kita adalah bekas jajahan Negara Belanda, maka kita juga menggunakan istilah deelneming seperti yang terdapat dalam “Wetboek van Strafrecht WvS” yang diterjemahkan menjadi “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana”. Didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP, Pasal-pasal 31 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bhakti, 1984, hlm. 566. mengenai penyertaan terdapat pada Buku I dan Buku V yaitu Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Penyertaan diartikan sebagai perbarengan kejahatan dimana terdapat beberapa pihak yang menjalankan suatu kejahatan yang memiliki pertanggungjawaban pidana yang berbeda. Harus dibedakan antara seseorang yang menyuruh dan orang yang disuruh, dengan hubungan seseorang yang menggerakkan uitlokker terhadap yang digerakkan uitgelokte : hubungan antara seseorang dengan orang lain yang bersama-sama berbarengan melakukan tindak pidana, dengan seseorang yang dibantu dengan orang lain yang melakukan kejahatan. Pasal 55 KUHP menentukan : a Dipidana sebagai pembuat dader sesuatu perbuatan pidana: 1. Mereka yang melakukan, menyuruh lakukan yang turut serta melakukan perbuatan; 2. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman, penyesatan atau dengan memberi kesempatan, keterangan, sengaja menganjurkan orang lain agar melakukan perbuatan. b Terhadap penganjur hanya perbuatan yang disengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan beserta akibat-akibatnya. Pasal 56 KUHP menentukan: Dipidana sebagai pembantu medelictgheid sesuatu kejahatan : 1. Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan. 2. Mereka sengaja memberikan sarana untuk melakukan kejahatan. Pasal 56 KUHP pembantu terdiri dari : 1. Membantu saat melakukan kejahatan 2. Membantu sebelum kejahatan dilakukan Perbedaan antara hubungan para pelaku peserta tersebut adalah sangat penting karena akibat hukum atau pertanggungjawaban yang dikaitkan pada para pelaku peserta diperbedakan secara jelas tergantung erat tidaknya hubungan-hubungan itu. Pertanggungjawaban pidana dari dua orang atau lebih yang bersama sama melakukan suatu tindak pidana adalah sama tapi sanksi pidana yang dijatuhkan antara pelaku utama dengan yang membantunya tidak sama. III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penulisan ini menggunakan dua macam pendekatan masalah yaitu: 1. Pendekatan Yuridis Normatif Merupakan pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep serta peraturan perundang- undangan yang berhubungan dengan skripsi ini. 2. Pendekatan Yuridis Empiris Merupakan pendekatan dengan melakukan penelitian lapangan field research, yaitu dengan melihat fakta-fakta yang ada dalam praktik yang ada di lapangan dengan tujuan melihat kenyataan atau fakta-fakta yang konkrit mengenai peran kepolisian dalam penegakan pidana pencurian sepeda motor yang dilakukan oleh sindikat di Bandar Lampung.

B. Sumber dan Jenis Data

Penulis menggunakan dua sumber data dalam rangka penyelesaian skripsi ini, yaitu data primer dan data skunder. 1. Data primer adalah data yang diperoleh penulis melalui studi dengan mengadakan wawancara dan pertanyaan kepada pihak yang terkait. 2. Data skunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan. Data skunder diperoleh dengan cara membaca, mengutip, mencatat serta menelaah bahan hukum primer, bahan hukum skunder dan bahan hukum tersier. a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, dalam hal ini yaitu : 1 Undang-undang Nomor 73 Tahun 1978 jo. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 2 Undang- undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP. 3 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian b. Bahan hukum skunder, yaitu : Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer. c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang fungsinya melengkapi dari bahan hukum primer dan skunder agar dapat menjadi lebih jelas, seperti kamus literatur-literatur, media masa dan sebagainya serta hasil-hasil penelitian dan petujuk-petunjuk yang berkaitan dengan peran Kepolisian dalam penegakan hukum tindak pidana pencurian sepeda motor yang dilakukan oleh Sindikat di Bandar lampung.

C. Penentuan Responden

Berdasarkan pokok permasalahan, maka yang menjadi responden dalam penelitian ini terdiri dari anggota Kepolisian Sektor Kedaton, dan Dosen Fakultas Hukum Unila, Adapun responden dalam penelitian ini adalah : a. Anggota Kepolisian Sektor Kedaton Bandarlampung : 2 orang b. Perwakilan Masyarakat : 1 orang b. Dosen bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila : 1 orang + Jumlah : 4 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur pengumpulan data

Prosedur pengumpulan data, baik data primer maupun data skunder penulis menggunakan alat-alat pengumpulan data sebagai berikut : a. Studi Kepustakaan library Research Dilakukan untuk memperoleh data skunder dilakukan melalui serangkaian kegiatan studi kepustakaan dan dokumentasi dengan cara antara membaca, mencatat, mengutip serta menelaah peraturan perundang-undangan, dokumen dan informasi lainnya yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan b. Studi Lapangan Field Research Studi lapangan dilakukan dengan mewawancarai para narasumber dan wawancara yang dilakukan secara mendalam dengan sistem jawaban terbuka yang dilakukan secara lisan dan pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya terlebih dahulu.

2. Prosedur pengolahan data

Metode yang digunakan dalam prosedur pengolahan data ini yaitu : a. Editing, yaitu data yang diperoleh, diperiksa dan diteliti kembali mengenai kelengkapan, kejelasan dan kebenarannya, sehingga terhindar dari kekurangan dan kesalahan. b. Klasifikasi, yaitu mengelompokkan data yang telah dievaluasi menurut kerangka yang telah ditetapkan. c. Sistematisasi data, yaitu data yang telah dievaluasi dan diklasifikasikan disusun yang bertujuan menciptakan keteraturan dalam menjawab permasalahan sehingga mudah untuk dibahas.

E. Analisis Data

Analisis data adalah menguraikan data dalam bentuk kalimat yang tersusun secara sistematis, jelas dan terperinci yang kemudian diinterpretasikan untuk memperoleh suatu kesimpulan. Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induktif, yaitu menguraikan hal-hal yang bersifat khusus lalu menarik kesimpulan yang bersifat umum sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian. 32 32 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum Cetakan 3, Jakarta, Universitas Indonesia pres, 2007, hlm. 95.

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN (Studi Pada Poltabes Bandar Lampung)

0 6 15

DISKRESI KEPOLISIAN TERHADAP TINDAK PIDANA PERKELAHIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Studi di Polresta Bandar Lampung) Oleh

0 6 57

JUDUL INDONESIA: UPAYA KEPOLISIAN DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA TRAFFICKING STUDI KASUS POLRESTA BANDAR LAMPUNG)

0 6 56

UPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DI KOTA BANDAR LAMPUNG (Studi di polresta Bandar Lampung)

0 12 70

PERAN TIM PENANGGULANGAN KEJAHATAN DENGAN KEKERASAN KEPOLISIAN DAERAH LAMPUNG DALAM MENGATASI TINDAK PIDANA PENCURIAN SEPEDA MOTOR DENGAN KEKERASAN (Studi pada Kepolisian Daerah Lampung)

0 15 50

UPAYA POLISI DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN SEPEDA MOTOR DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESORT SLEMAN.

1 4 13

PENDAHULUAN UPAYA POLISI DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN SEPEDA MOTOR DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESORT SLEMAN.

0 2 13

PENUTUP UPAYA POLISI DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN SEPEDA MOTOR DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESORT SLEMAN.

0 3 4

PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN Penegakan Hukum Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anggota Kepolisian (Study Kasus di Wilayah Hukum Boyolali).

0 2 22

PERAN KEPOLISIAN DALAM MENANGANI KASUS PENCURIAN SEPEDA MOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK(Studi Kasus di Polrestabes Semarang) - Unika Repository

0 0 12