DESKRIPSI PENGATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP IKLAN PENGOBATAN TRADISIONAL YANG MENGGUNAKAN TESTIMONI PASIEN

ABSTRAK
DESKRIPSI PENGATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
TERHADAP IKLAN PENGOBATAN TRADISIONAL YANG
MENGGUNAKAN TESTIMONI PASIEN
Oleh
PIMAL IBRAHIM
Iklan merupakan unsur penting dalam menyampaikan informasi layanan
masyarakat tentang tersedianya barang/jasa kepada konsumen. Kondisi tersebut
memungkinkan pelaku usaha pengobatan tradisional untuk melakukan publikasi
melalui iklan demi tersampainya informasi dan keuntungan dalam produksi.
Penulisan ini melakukan penelitian terhadap iklan pengobatan tradisional yang
menggunakan testimoni pasien. Penelitian ini menganalisis berdasarkan aspek
pengaturan perlindungan konsumen dan upaya perlindungan hukum terhadap
iklan pengobatan tradisional yang menggunakan testimoni pasien.
Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif,
dengan berdasarkan aturan hukum yang bersumber dari substansi peraturan
perundang-undangan. Penelitian ini menganalisis secara deskriptif-analitis dengan
melakukan kajian secara komprehensif terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, pengaturan tentang iklan pengobatan
tradisional yang menggunakan testimoni secara umum terdapat dalam UndangUndang Perlindungan Konsumen yaitu Pasal 10 hingga Pasal 20, dan UndangUndang Penyiaran pada Pasal 36. Secara khusus iklan testimoni pengobatan

tradisional diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1787 Tahun 2010
yaitu Pasal 5 huruf n yaitu iklan yang mengunakan testimoni pasien dilarang
karena penggunakan kata-kata berlebihan akan menjurus pada iklan yang
menyesatkan. Sedangkan, Etika Pariwara Indonesia (EPI) yaitu Bab III tentang
Ketentuan testimoni butir 1.17 menyebutkan bahwa iklan testimoni diperbolehkan
tetapi harus mengacu pada syarat dan ketentuan berlaku bahwa kesaksian
(testimoni) konsumen harus merupakan kejadian yang benar-benar dialami tanpa
maksud melebih-lebihkan dan dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang
ditandatangani konsumen tersebut. Upaya perlindungan hukum oleh pemerintah
adalah melalui fungsi pengawasan oleh KPI dan upaya hukum jika terjadi
kerugian akibat iklan. Konsumen dapat melindungi diri terhadap iklan pengobatan
tradisonal yang menggunakan testimoni dengan cara menganalisis siaran iklan
(sadar media). Upaya hukum konsumen jika dirugikan sebuah iklan yaitu, dengan
mengajukan permohonan penyelesaian sengketa konsumen (litigasi dan nonlitigasi) kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), atau
melakukan pengaduan kepada KPI baik secara tertulis maupun lisan.
Kata kunci : Perlindungan Konsumen, Pengobatan Tradisional, Pengaturan
Iklan Testimoni

i


DESKRIPSI PENGATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
TERHADAP IKLAN PENGOBATAN TRADISIONAL YANG
MENGGUNAKAN TESTIMONI PASIEN

Oleh
PIMAL IBRAHIM
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Perdata
Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013

RIWAYAT HIDUP PENULIS


Pimal Ibrahim, lahir di Bandar Lampung, 13 Juli 1991.
Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara yang
dilahirkan dari pasangan Drs. Martinus dan Dra. Jamilah.
Penulis mulai mengenyam pendidikan pada tahun 1996 di
TK Xaverius Way Halim, kemudian melanjutkan Sekolah
Dasar di SD Xaverius 3 Bandar Lampung, SMP Negeri 1
Bandar Lampung, SMA Negeri 10 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2009.
Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dan
alhamdulillah diterima menjadi mahasiswa Fakultas Hukum di Universitas
Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk PTN (SNMPTN).
Selama menempuh pendidikan di Universitas Lampung, penulis yang awalnya
menjadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang) ini aktif di beberapa
organisasi kemahasiswaan ditingkat fakultas maupun universitas. Di tingkat
fakultas, penulis pernah menjadi Mujahid Muda FOSSI FH (2009-2010), Kepala
Badan Pengurus Harian (BPH) Mushola At-Taubah Fakultas Hukum (20102011), dan Kepala Biro Pengembangan Potensi Akademik FOSSI FH (20112012). Sedangkan di tingkat universitas, penulis yang mempunyai hobby aksi
demonstrasi ini pernah menjadi Staf Ahli deputi Aksi & Propaganda Kementerian
Sosial Politik BEM U KBM Unila Kabinet Kritis dan Melayani (2011-2012),
kemudian sempat terdaftar menjadi anggota DPM U KBM Unila tetapi amanah
lain menghapiri untuk mengisi posisi Menteri Aksi dan Propaganda BEM U KBM
Unila Kabinet Cerdas dan Progresif (2012-2013).

Penulis yang tidak mempunyai prestasi di bidang akademik ini, pernah mengikuti
beberapa pelatihan terkait pengembangan potensi kemahasiswaan. Diantaranya,
Latihan Kepemimpinan Manajemen Islam Tingkat Dasar (LKMI-TD) oleh FOSSI
FH (2011), Latihan Kepemimpinan Manajemen Islam Tingkat Menengah (LKMITM) oleh BIROHMAH (2011), Latihan Kepemimpinan Manajemen Mahasiswa
Tingkat Mahasiswa Seluruh Indonesia (LKMM-TM SI) oleh BEM U KBM Unila.

MOTO

“Maka Nikmat Tuhanmu Yang Manakah Yang Kamu Dustakan”
(Al-Quran Surat Ar-Rahman)
“Barangsiapa yang menginginkan kehidupan dunia, maka ia harus memiliki ilmu,
dan barang siapa yang menginginkan kehidupan akhirat maka itupun harus
dengan ilmu, dan barang siapa yang menginginkan keduanya maka itupun harus
dengan ilmu”
(HR. Thabrani)
“Demonstrasi... Dialah batu tapal perjuangan mahasiswa Indonesia, batu tapal
revolusi Indonesia, dan batu tapal sejarah Indonesia”
(Soe Hok Gie)
“Bulatkan Tekad, Kuatkan Hati, Luruskan Niat”
(Pimal Ibrahim)


SANWACANA

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Puji syukur ke hadirat Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan
nikmat, rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
penulisan skripsi yang berjudul “Deskripsi Pengaturan Perlindungan Konsumen
Terhadap Iklan Pengobatan Tradisional yang Menggunakan Testimoni Pasien”
sebagai salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Hukum di Bagian Keperdataan
Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Selama menjadi mahasiswa, penulis telah banyak menerima bantuan, motivasi
dan bimbingan dari berbagai pihak dalam sehari-hari perkuliahan maupun dalam
penulisan skripsi ini. Oleh sebab itu, sebagai wujud rasa hormat, penulis
menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak berikut ini:
1.

Ibu Ratna Syamsiar, S.H., M.Hum selaku pembimbing I yang telah
menularkan semangat keteladanan serta memberikan masukan untuk
terselesainya penulisan skripsi ini.


2.

Ibu Dianne Eka Rusmawati, S.H., M.H. selaku pembimbing II yang dengan
sabar mengarahkan dan memberikan ide-ide untuk kesempurnaan penulisan
skripsi ini.

3.

Ibu Lindati Dwiatin, S.H., M.Hum sebagai pembahas I yang memberikan
motivasi, kritik dan saran terkait substansi penulisan skripsi ini.

4.

Bapak Dita Febrianto, S.H.,M.H. sebagai pembahas II yang telah
membagikan ilmu terkait pentingnya keotentikan penulisan sebuah skripsi.

5.

Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H.,M.H. selaku Ketua Bagian Keperdataan

Fakultas Hukum Universitas Lampung, yang telah mendukung serta memberi
masukan untuk judul skrpsi yang diangkat oleh penulis.

6.

Bapak Dr. Heryandi, S.H.,M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung.

7.

Ibu Hj. Wati Rahmi Ria, S.H.,M.H. selaku Pembimbing Akademik penulis.

8.

Seluruh Dosen maupun Karyawan Civitas Akademika di lingkungan Fakultas
Hukum Universitas Lampung yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas
ilmu dan bantuan yang berikan selama penulis kuliah.

9.


Saudara-saudaraku seperjuangan dikampus “MABES Crew” kita sambut...
Muhammad Amin Putra, Sofyan Jailani, Saputro Prayitno, Roni Septian
Maulana, SM Munawar Harun Al-Rasyid, Gigih Suci Prayudi, Riki Indra,
Muhammad Yudho Safe’i, Hidayat Fadillah, Muhammad Gribaldi, Syukri
Ramadhan, Andika Prayoga, Raden Permata, Ridho Abdillah Husin,
Muhammad Faisal SF, Handi Alifta Mahendra, Adam Tiansyah, M. Tajuddin,
Rafly Pramudya, Garda Arian Gunawan. Terima Kasih atas kebersamaan dan
kekeluargaannya; semua perasaan, kondisi dan momen sudah kita lewati
bersama-sama dari sedih, senang, kecewa, susah, gila-gilaan hingga
perkelahian. Akan tetapi, jika aku harus mengulang hidupku lagi dikampus,
maka aku akan tetap memilih kalian sebagai sahabat. Pokoknya kalian The
Best Friend Forever...

10. Saudaraku di FOSSI FH Unila, para senior yang telah sabar membimbing dan
mendidik penulis hingga “tersesat di jalan kebenaran”, kak Ampria Bukhori,
kak Dody, kak Muchtar Hadi Saputra, kak Jhon Iwan Kurniawan, kak Eko
Primananda, kak Ikang Fitrah Baskoro, mbak Yessi Siregar, mbak Ida
Widyawati. Tak lupa pula, adik-adik alias junior 2010 Agung Wahyudi, Echo
Wardoyo, Afrizal, Andika Nafka, Yomy, Andi Kusnadi, Ruhly, Yoga, serta
adik-adik 2011 dan 2012 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Maaf atas

tindakan dan perilaku kakak yang belum bisa menjadi panutan bagi kalian.
11. Rekan-rekan Fakultas Hukum angkatan 2009 yang mengambil bagian
keperdataan, terima kasih atas kerjasama selama kuliah jurusan bersama.
12. Rekan-rekan seperjuangan di Kementerian Sosial Politik BEM U KBM Unila
Kabinet Kritis dan Melayani. Terima kasih telah mengajarkan “arti
perjuangan aktivis Mahasiswa” Kak Basrin, Kak Azam, Davina, Anggun,
Listi dan kolega sejak SMA bung Sarwo Edy.
13. Rekan kerja sekaligus saudara seperjuangan di BEM U KBM Unila Kabinet
Cerdas dan Progresif 2012-2013 baik presidium, pimpinan, staf-staf dan adikadik Korps Muda BEM VIII. Thanks for all, Kak Arjun Fatahillah, Nanda
Satriana IP, Komala Sari, Mbak Aprilia Fitriningsih, Liyana, Mbak Rian
Diasti, Wulan Okta Briyantina, Mbak Rita Zahra, Mbak Rina Agustia, Yogi
El Anwar, bung Aan Sapri B, Raisa Erlin Karina, M. Luthfi Ari, Ari
Setiawan, Mbak Firda Aziza, bung Hendi Renaldo, Ezed Qyoko WP, Mbak
Serly Susanti, Zahrah Meiliana, Kak Agung Wahyudi, Roni Febri K, Mbak
Wina Halimah, Cicha Deswari, Ervan Heppyda dan Muhammad Amin Putra.
Untuk “Akspro Crew” yang telah itu mengajarkan diri ini untuk lebih dewasa

dan sabar, yang selama ini belum saya dapatkan diorganisasi manapun. Tetap
semangat untuk menjadi aktivis mahasiswa yang sebenarnya.. terima kasih
untuk semuanya.

14. Rekan-rekan Kuliah Kerja Nyata periode I Januari-Februari 2012, Desa
Simpang Asam, Kabupaten Way Kanan. Yulitamina, Dinarti Andarini,
Gandhi Chaniago, M. Syurahman Toha, Agil Nahar Mubarok, Aulia Fithria
Izatin, Budi Mulyono, Nurul Hidayah Marfiatin.
15. Kawan-kawan seperjuangan XII IPA 3 SMA Negeri 10 Bandar Lampung,
yang tetap setia menemani dan membantu dalam segala hal jika penulis
berada diluar kampus, Siectio Dicko P, Lucky Aldiyano, Yasa Palaguna U,
Sarwo Edy, Brahmsyah, Andantino, dan lain-lain.
16. Semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak
bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih atas do’a, dukungan dan
semangatnya.
Penulis berharap Allah SWT membalas kebaikan dan pengorbanan mereka.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.
Amin ya rabbalalamin...
Billahi Taufiq Walhidayah.
Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Bandar Lampung,
Penulis


Pimal Ibrahim

November 2013

DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK .............................................................................................. ....... i
DAFTAR ISI ........................................................................................... ...... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.......................................................... ...... 1
B. RUMUSAN MASALAH ..................................................... ...... 8
C. TUJUAN DAN KEGUNAAN
1. Tujuan penelitian ............................................................. ...... 9
2. Kegunaan Penelitian........................................................ ...... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. PERLINDUNGAN KONSUMEN ....................................... .... 11
B. PIHAK-PIHAK TERKAIT DALAM PERLINDUNGAN
KONSUMEN ....................................................................... .... 18
C. IKLAN dan PENGOBATAN TRADISIONAL ................... .... 20
D. TESTIMONI ........................................................................ .... 34
E. TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA ......................... .... 35
F. UPAYA HUKUM ................................................................ .... 39
BAB III METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN ........................................................... .... 41
B. TIPE PENELITIAN ............................................................. .... 42
C. PENDEKATAN MASALAH .............................................. .... 42
D. DATA DAN SUMBER DATA ........................................... .... 42
E. PENGUMPULAN DATA.................................................... .... 43
F. PENGOLAHAN DATA ...................................................... .... 44
G. ANALISIS DATA................................................................ .... 45
BAB IV PEMBAHASAN
A. PENGATURAN TENTANG IKLAN PENGOBATAN
TRADISIONAL
1. Undang-Undang Perlindungan Konsumen ...................... .... 45
2. Undang-Undang Penyiaran ............................................. .... 63
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI ..................................... .... 67
4. Tata Cara dan Tata Cara Periklanan Indonesia
(Etika Pariwara Indonesia) .............................................. .... 72
B. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI
KONSUMEN TERHADAP IKLAN TESTIMONI
PENGOBATAN TRADISIONAL
1. Aspek Pengawasan .......................................................... .... 78
a. Pengawasan oleh Komisi Penyiaran Indonesia .......... .... 79

ii

b. Pengawasan oleh Peraturan perundang-undangan ...... .... 82
2. Aspek Upaya Hukum ...................................................... .... 92
a. Upaya Hukum melalui litigasi dan non-litigasi .......... .... 94
b. Pencerdasan Masyarakat melalui Sadar Media .......... .... 99
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN .................................................................... .. 102
B. SARAN ................................................................................ .. 104
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ .. 105

iii

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Permasalahan konsumen begitu rumit seiring dengan pesatnya peradaban
manusia. Dampak yang muncul dapat bersifat positif dan negatif. Walaupan ada
dampak positif yang dirasakan, akan berkurang maknanya adanya dampak negatif.
Walaupun semua pihak dapat merasakan kerugian dari dampak negatif, namun
pihak yang paling terkena dari dampak negatif adalah konsumen. Sedangkan,
pihak yang lebih diuntungkan adalah para pelaku usaha yang terdiri dari beragam
status seperti industrialis, produsen, pedagang, dan pengusaha, atau pebisnis.1
Dalam hal ini pemerintah bertanggung jawab atas perlindungan bagi konsumen,
Karena sudah menjadi kewajiban pemerintah sebagaimana jelas dikatakan
Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan2 “Melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial”. Kedudukan konsumen yang terlindung merupakan kesejahteraan yang
1

Wahyu Sasongko, Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, UNILA,
Bandar Lampung, 2007, hlm. 11
2
Lihat alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

1

nyata, karena konsumen merupakan keseluruhan rakyat Indonesia, siapapun
mereka bila menggunakan suatu produk barang atau jasa adalah konsumen.3
Sebagai konsumen, maka setiap saat dapat mengalami musibah dan menghadapi
permasalahan yang sama (senasib) dengan sesama konsumen lainnya. Apalagi,
jika mengkonsumsi produk yang sama. Oleh karena itu, perlindungan terhadap
kepentingan dan hak-hak konsumen semakin penting untuk diketahui, khususnya
berkenaan dengan keadaan dan posisi konsumen di hadapan pelaku usaha.
Konsumen senantiasa berada pada posisi yang lemah dihadapan pelaku usaha.
Lemahnya posisi konsumen banyak dipengaruhi oleh berbagai aspek dan faktor.
Posisi konsumen yang lemah itu berpengaruh terhadap perilaku konsumen, baik
secara langsung maupun tidak langsung, yang pada akhirnya akan menyadarkan
kita bahwa kepentingan dan hak-hak konsumen perlu diberikan perlindungan
hukum.4
Sangat disadari bahwa tiada satupun manusia yang bisa lepas dari predikat
sebagai konsumen, baik itu dalam hal mengkonsumsi atau menggunakan barang
ataupun jasa. Semua ini telah berlangsung sejak manusia hidup dalam kandungan
sampai akhir hidupnya. Namun sangat disayangkan keberadaan serta penegakan
dari pada hak-hak konsumen di Indonesia belum sepenuhnya dapat diterapkan
dengan baik. Dengan telah banyaknya terjadi kasus-kasus yang merugikan
kepentingan konsumen yang disebabkan karena lemahnya posisi konsumen dalam
menuntut hak- haknya. Konsumen sebagai pihak terakhir dalam menggunakan
barang/jasa dari pelaku usaha telah banyak dirugikan. Maka dari itu perlu adanya

3

Muhamad Djumhana, Hukum Ekonomi Sosial Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994,
hlm. 336
4
Wahyu Sasongko, op.cit hlm 12

2

keseimbangan antara hak dan kewajiban antar pihak. Keseimbangan perlindungan
hukum terhadap pelaku usaha dan konsumen tidak terlepas dari adanya
pengaturan tentang hubungan-hubungan hukum yang terjadi antara para pihak.5
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, telah berkembang
dengan pesat dan didukung oleh sarana kesehatan yang semakin baik,
perkembangan ini turut mempengaruhi jasa profesional di bidang kesehatan yang
dari waktu ke waktu semakin berkembang pula. Berbagai cara perawatan serta
model pengobatan dikembangkan sehingga akibatnya juga bertambah besar, dan
kemungkinan untuk melakukan kesalahan semakin besar pula. Dalam banyak hal
yang berhubungan dengan masalah kesehatan sering ditemui kasus- kasus yang
merugikan pasien. Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila profesi kesehatan
serta perlindungan terhadap pasien sebagai konsumen diperbincangkan baik di
kalangan intelektual maupun masyarakat awam dan kalangan pemerhati
kesehatan.
Masyarakat pada umumnya melihat kesehatan adalah hal yang sangat penting
dalam kehidupannya, maka dari itu jika kesehatan terganggu maka akan
mempengaruhi semua kegiatan yang akan mereka lakukan. Masyarakat
merupakan konsumen yang akan menggunakan barang atau jasa dari para pelaku
usaha. Konsumen kesehatan atau pasien, biasanya melakukan konsultasi atau
menyatakan keluhan kesehatannya ke rumah sakit atau puskesmas. Akan tetapi,
terkadang pelayanan atau hasil dari pengobatan yang diberikan rumah sakit atau
puskesmas tidak memberikan kesembuhan terhadap penyakit yang diderita pasien.
Terlebih, penggunaan obat-obatan yang digunakan dokter mempunyai efek
5

Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2007, hlm. 29

3

samping yang berbahaya bagi pasien, karena obat-obat tersebut terbuat dari
bahan-bahan kimia. Faktor-faktor tersebut, banyak konsumen beralih ke
pengobatan tradisional.
Sejak tahun 2008 angka persentase penduduk Indonesia yang mengalami keluhan
kesehatan hingga selama sebulan terakhir pada tahun 2011 menunjukan angka
penurunan dari 33,24 % pada tahun 2008, 33,68% pada tahun 2009, 30,90% pada
tahun 2010 dan 29,31% pada tahun 2011. Penurunan data tesebut, juga tidak jauh
berbeda dengan persentase penduduk yang mengobati sendiri dan yang
menggunakan pengobatan tradisional. Penduduk yang mengobati sendiri
(termasuk berobat ke pengobatan tradisional) pada tahun 2011 yaitu 66,82 % dan
penduduk yang memang lebih percaya daripada pelayanan kesehatan langsung
berobat pada pengobatan tradisional yakni pada tahun 2011 dalam angka 23,63%.
Data diatas menunjukan bahwa penduduk Indonesia yang memilih pengobatan
tradisional masih cukup tinggi.6
Pengetahuan masyarakat tentang kesehatan berpengaruh terhadap tindakan yang
dilakukannya. Selain usaha menghindari penyakit, usaha mengetahui cara
penyembuhan juga merupakan salah satu pedoman tingkah laku manusia demi
mencapai kesejahteraan hidupnya. Terbukti bahwa ada masyarakat yang
menggunakan jasa sistem medis moderen dan ada juga yang menggunakan sistem
medis tradisional. Atas pengetahuan yang dimiliki itulah yang mendasari mengapa
mereka memilih pengobatan moderen atau tradisional.
Oleh sebab itu manusia juga dapat merubah alam dan lingkungannya tersebut, dan
menjadikannya sesuatu yang berarti dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
6

www.bps.go.id diakses pada Tanggal 13 Juli 2013 Pada Pukul 12.02

4

disebabkan karena pengetahuan kebudayaan yang dimiliki setiap manusia antara
yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Sehingga dalam pemilihan
pengobatan yang mereka pilih berbeda-beda pula. Setiap manusia pasti
menginginkan kesehatan dan terhindar dari segala penyakit, karena itulah manusia
menggunakan pengetahuan yang dimiliki demi mencapai kesehatan.
Sistem medis tradisional juga merupakan pengobatan yang digunakan untuk
memperoleh kesembuhan. Pengobatan ini menggunakan bahan-bahan yang
terbuat dari tumbuh-tumbuhan yang masih ada disekitar lingkungan masyarakat.
Ada yang menggunakan daun, batang, akar dan sebagainya. Sudah sejak zaman
dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan menggunakan tanaman obat
berkhasiat sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi berbagai masalah
kesehatan, jauh sebelum pelayanan kesehatan formal dan obat-obatan modern
menyentuh lapisan masyarakat. Yang menjadi alasan lain masyarakat lebih
memilih pengobatan tradisional karena mahalnya harga obat modern.
Di Indonesia pengobatan tradisional cukup digemari dan sering menjadi pilihan
utama masyarakat. Pengaturan tentang pengobatan tradisional tidak luput dari
peraturan perundang-undangan. Pada saat ini pengobatan ini sudah mulai
menggunakan iklan sebagai media promosi. Sebagaimana dikatakan dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, tujuan
perlindungan konsumen yaitu menciptakan sistem perlindungan konsumen yang
mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi.7 Selain informasi merupakan hak konsumen, ketiadaan
informasi atau informasi yang tidak memadai dari pelaku usaha merupakan salah

7

Lihat Pasal 3 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen

5

satu jenis cacat produk (cacat informasi), yang akan sangat merugikan konsumen.8
Dalam hal ini memungkinkan pelaku usaha pengobatan tradisional untuk
melakukan publikasi melalui berbagai media demi tercapainya informasi dan
keuntungan dalam produksi. Salah satu media informasi atau promosi barang atau
jasa yaitu melalui media iklan.
Sebebas apapun paham sebuah negara, sendi-sendi kehidupan masyarakat di
dalamnya pasti ada batas-batas atau aturannya. Begitu juga di Indonesia, yang
meski dikatakan sebagai negara yang demokratis, yang menjamin kebebasan
setiap orang untuk berpendapat, tentu tak membiarkan begitu saja, kehidupan
bermasyarakatnya berjalan tanpa aturan. Tak terkecuali di dunia periklanan.
Bagaimanapun, iklan adalah salah satu bentuk gagasan yang disampaikan oleh
sebagian kecil kelompok masyarakat, yang disampaikan kepada anggota
masyarakat lain (dalam lingkup yang lebih luas) dengan tujuan untuk
mempengaruhi, agar bertindak sesuai yang diharapkan oleh pembuat iklan. Jika
informasi yang disebarkan tidak disampaikan dengan benar, mengandung hal-hal
yang menyesatkan, bisa menggiring orang lain menuju kepada hal yang salah,
bahkan dapat merugikan orang lain.
Iklan merupakan sebuah sarana informasi bagi masyarakat konsumen mengenai
suatu produk tertentu. Bagi para produsen, iklan merupakan sebuah alat untuk
memperkenalkan produk mereka kepada konsumen. Oleh karena iklan dikenal
pula sebagai sebuah sarana yang mempertemukan konsumen dengan produsen. Di
lain sisi, iklan tidak selalu memberikan keuntungan, khususnya bagi para
konsumen. Hal ini terjadi apabila iklan memberikan sebuah pernyataan yang
8

Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, op. Cit., hlm. 55

6

menyesatkan dan tidak benar atau memberikan pernyataan yang tidak sesuai
dengan fakta atas produk yang diiklankan, Iklan yang menyesatkan dan tidak
benar tersebut dapat mengakibatkan kerugian bagi para konsumen mengingat
televisi merupakan sebuah media massa yang ditujukan untuk khalayak umum.
Perkembangan di bidang teknologi, ekonomi dan ilmu pengetahuan telah
mendorong perkembangan duaia periklanan hingga menjadi sebuah sistem yang
kompleks. Dalam sistem yang kompleks tersebut, kegiatan periklanan melibatkan
beberapa pihak, antara lain pengiklan (produsen produk), ages (perusahaan
periklanan) dan media.
Dalam tatakrama dan tatacara periklanan Indonesia9, terdapat tiga hal pokok
sebagai asas umum, yaitu: Iklan harus jujur, bertanggung jawab dan tidak
bertentangan dengan hukum yang berlaku; Iklan tidak boleh menyinggung
perasaan dan/atau merendahkan martabat agama, tatasusila, adat, budaya, suku
dan golongan. Iklan harus dijiwai oleh asas persaingan yang sehat. Kalau
dikaitkan ketentuan yang merupakan asas umum tatakrama periklanan itu dengan
promosi niaga, maka selayaknya promosi niaga lewat iklan tidak dibenarkan
memuat janji kosong yang membohongi masyarakat. Isi iklan yang memuat
pernyataan dan janji produk harus dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Oleh karena itu iklan, tidak boleh menyalahgunakan kepercayaan dan merugikan
masyarakat (konsumen).
Dalam konteks perlindungan konsumen payung hukum yang digunakan adalah
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen. Peraturan
pelaksana yang mengatur lebih khusus yaitu Peraturan Menteri Kesehatan tentang
9

Dalam tatakrama dan tatacara periklanan Indonesia yang disusun dan disahkan pada tahun 1978

7

Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan. Peraturan-peraturan lain yang berkaitan
langsung mengatur iklan testimoni yang nanti akan di infentarisir satu persatu
dalam penulisan ini.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
terhadap “Deskripsi Pengaturan Perlindungan Konsumen Terhadap Iklan
Pengobatan Tradisional Yang Menggunakan Testimoni Pasien”.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas, konsumen menjadi lemah terhadap

pihak yang

memberikan barang atau jasa. Dalam hal ini pengobatan tradisional sebagai
pelaku usaha menggunakan media iklan sebagai metode promosi dengan
menampilkan testimoni pasien, maka penulis merumuskan beberapa hal yang
menjadi titik permasalahan dalam penulisan ini, yaitu :
1. Bagaimana pengaturan tentang iklan pengobatan tradisional?
2. Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen terhadap iklan testimoni
pengobatan tradisional?

C. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dituliskan diatas, tujuan dari penelitian
adalah memperoleh gambaran secara lengkap dan jelas tentang :
a.

Pengaturan

tentang

iklan

pengobatan

tradisional

khsusnya

yang

menggunakan testimoni pasien.

8

b.

Perlindungan hukum bagi konsumen, dalam hal ini Pengawasan dari
pemerintah dan upaya hukum yang dapat ditempuh konsumen terkait praktik
periklanan pengobatan tradisional yang menggunakan testimoni pasien.

2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dalam penelitian ini, adalah :
a.

Kegunaan Teoritis, yaitu penelitian ini diharapkan dapat memberikan bantuan
pemikiran dalam pengembangan

ilmu pengetahuan hukum khususnya

mengenai periklanan dalam lingkup perlindungan konsumen.
b.

Kegunaan Praktis dari penulisan ini antara lain:

(1) Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya mengenai hukum
perlindungan konsumen khususnya aspek periklanan.
(2) Sebagai sumber bacaan dan informasi bagi mahasiswa dan dosen yang
tertarik dengan penelitian ini.

9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PERLINDUNGAN KONSUMEN
1.

Sejarah Perlindungan Konsumen

Tumbuhnya sistem perlindungan konsumen seiring dengan tumbuh dan
berkembangnya pola perekonomian yang makin lama makin pesat.10 Perhatian
terhadap perlindungan konsumen, terutama di Amerika Serikat (1960-1970-an)
mengalami perkembangan yang sangat signifikan dan menjadi objek kajian
bidang ekonomi, sosial, politik dan hukum. Banyak sekali artikel dan buku ditulis
berkenaan dengan gerakan ini. Di Amerika Serikat bahkan pada era tahun-tahun
tersebut berhasil diundangkan banyak peraturan dan dijatuhkan putusan-putusan
hakim yang memperkuat kedudukan konsumen.11
Secara umum, sejarah gerakan perlindungan konsumen dapat dibagi dalam empat
tahapan:12
a. Tahapan I (1881-1914)

10

N.H.T Siahaan, Hukum Perlindungan Konsumen, Panta Rei, Jakarta, 2005 hlm. 289
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, PT. Sinar Grafika, Jakarta, 2009,
hlm. 1
12
Ibid., hlm. 2-3
11

10

Kurun waktu ini titik awal munculnya kesadaran masyarakat untuk melakukan
gerakan perlindungan konsumen. Pemicunya, histeria massal akibat novel karya
Upton Sinclair berjudul The Jungle, yang menggambarkan cara kerja pabrik
pengolahan daging di Amerika Serikat yang sangat tidak memenuhi syarat-syarat
kesehatan.
b. Tahapan II ( 1920-1940)
Pada kurun waktu ini pula muncul buku berjudul Your Money’s Worth karya
Chase dan Schlink. Karya ini mampu menggugah konsumen atas hak-hak mereka
dalam jual beli. Pada kurun waktu ini muncul slogan: fair deal, best buy.
c. Tahapan III (1950-1960)
Pada dekade 1950-an muncul keinginan untuk mempersatuakan gerakan
perlindungan konsumen dalam lingkup internasional. Dengan diprakarsai oleh
wakil-wakil gerakan konsumen di Amerika Serikat. Inggris, Belanda, Australia
dan Belgia, pada 1 April 1960 berdirilah International Organization of Consumer
Union. Semula organisasi ini berpusat di Den Haag, Belanda, lalu pindah ke
London, Inggris, pada 1993. Dua tahun kemudian IOCU mengubah namanya
menjadi Consumen International (CI).
d. Tahapan IV (pasca-1965)
Pasca 1965 sebagai masa pemantapan gerakan perlindungan konsumen, baik
tingkat regional maupun tingkat internasional. Sampai saat ini dibentuk lima
kantor regional, yakni Amerika Latin dan Karibia berpusat di Cile, Asia Fasifik
berpusat di Malasyia, Afrika Berpusat di Zimbabwe, Eropa Timur dan Tengah
berpusat di inggris dan negara-negara maju juga berpusat di London, Inggris.

11

Titik awal sejarah perlindungan konsumen di Indonesia belum dapat ditentukan
dengan jelas. Demikian juga tentang pentahapan sejarah. Pergerakan perlindungan
konsumen dari sejak awalnya hingga saat ini belum ada pihak yang
melakukannya. Dalam rangka mengkaji perkembangan mengenai perlindungan di
negara kita, NHT Siahaan merangkaikan kurun perkembangan tersebut. Tentu
tidak semata-mata dari sudut reaktivitas masyarakat konsumen, seperti yang
terjadi di negara Amerika atau Eropa.13 Berikut ini rangkai waktu perlindungan
konsumen di negara kita, lebih banyak didekati dari aspek perkembangan produk
hukum yang ada, termasuk pada fase Hindia Belanda. Tentunya fase-fase
perkembangan demikian, tidak disangkal akan adanya pengaruh perkembangan
kehidupan konsumen diluar negeri, yaitu:14
1. Masa zaman Hindia Belanda
Pada masa zaman Hindia Belanda, upaya perlindungan konsumen telah tampak
melalui rumusan pasal-pasal dari berbagai peraturan perundang-undangan yang
ada. Meskipun misalnya rumusan-rumusan tersebut tidak secara eksplisit
menyebut istilah konsumen, produsen atau pelaku usaha, namun secara hakiki
objek pengaturannya adalah berkaitan pula terhadap konsumen atau pihak pelaku
usaha. Pengatura pada perlindungan konsumen pada zaman ini dapat kita lihat
antara lain pada:
a. Burjelijk Wetboek (BW), yakni Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
b. Wetboek van Strafsrecht (WvS), yakni Kitab Undang-undang Hukum
Pidana.
a. Wetboek van Koophandel (WvK), yakni Kitab Undang-undang Hukum
13
14

N.H.T. Siahaan, op. cit. hlm. 290
Ibid., hlm. 297

12

Dagang.
2. Masa Kemerdekaan Sampai Tahun 1967
Dari sudut peraturan perundang-undangan dapat dilihat beberapa produk
perundangan yang sudah dibuat antara lain:
a. Undang-undang No. 10 tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti. Undang-undang No.1 tentang Barang menjadi Undang-undang.
Undang-undang ini maksunya untuk menguasai dan mengatur barangbarang apapun yang diperdagangkan di Indonesia.
b. PP No. 9 Tahun 1964 tentang Standart Industri.
c. Undang-undang No. 1 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang No. 6 tahun 1962 tentang Pokok Perumahan. UU ini sudah
diperbaharui setelah diundangkan UU No.16 Tahun 1985 tentang Rumah
Susun, beserta PP No. 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun sebagai
peraturan oraganiknya.
d. Undang-undang No. 2 Tahun 1966 tentang Hygiene.
3. Masa Tahun 1967 hingga 1974
Ditandai dengan hadirnya investasi yang amat pesat di Indonesia, baik dilakukan
secara joint venture maupun investasi dalam negeri. Keran investasi secara pesat
dibuka setelah dikeluarkannya Undang-undang tentang Penanaman Modal Asing
(PMA) bendasarkan UU N0 1 tahun 1967 dan UU tentang Penanaman Modal
dalam Negeri (PMDN) berdasarkan UU No 11 tahun 1968. Pada periode inilah
Orde Baru lebih menitikberatkan ekonomi sebagai sektor utama dalam merintis
pembangunan.

13

4. Masa Tahun 1974 Hingga Sekarang15
Sejak tahun 1980-an, YLKI memperjuangkan hadirnya legislasi perlindungan
konsumen di Indonesia. Kala itu pemerintah tidak peduli dan malah mengganggap
bahwa penegakan hak-hak konsumen akan menghambat laju pertumbuhan
ekonomi. Tahun 1981, YLKI dan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN)
menyusun RUU Perlindungan Konsumen dan mensosialisasikan ke sejumlah
kekuatan politik, tak terkecuali DPR, namun hasilnya nihil. Tahun 1990-an,
Departemen Perdagangan RI mulai memiliki kesadaran tentang pentingnya
sebuah produk hukum tentang perlindungan hak konsumen. Namun dua draf RUU
Perlindungan Konsumen yang disusun bersama Fakultas Hukum Universitas
Gadjah Mada dan Lembaga Penelitian (Lemlit) Universitas Indonesia tidak
pernah dibahas di DPR RI. Pasca-reformasi, pemerintahan BJ Habibie
mengesahkan Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(UUPK) pada tanggal 20 April 1999. Tepat setahun kemudian, UUPK secara
resmi dinyatakan berlaku.
2.

Definisi Perlindungan Konsumen

Setelah proses yang begitu panjang dari masa ke masa dalam perkembangannya,
perlindungan konsumen di Indonesia secara resmi diatur dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999. Undang-undang tersebut memberikan pengertian
perlindungan konsumen sebagai berikut:16
Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

GPKI, “Sekilas Sejarah Perlindungan Konsumen”, diakses dari:
http://www.facebook.com/groups/69341349214/ Pada Tanggal 25 Januari 2013 pukul 23.46
16
Lihat Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen
15

14

Pengertian

tersebut

memberikan

tekanan

bahwa

konsumen

diberikan

perlindungan hukum yang dijamin oleh undang-undang. Menurut Mochtar
Kusumaatmaja batasan atau definisi perlindungan konsumen adalah keseluruhan
asas-asas dan kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara
berbagai pihak satu sama lain, berkaitan dengan barang atau jasa konsumen, di
dalam pergaulan hidup.17 Hal ini menegaskan eksistensi dari konsumen sebagai
pihak yang akan menggunakan produk dari pelaku usaha perlu dilindungi hak-hak
konstitusionalnya.
3.

Asas Perlindungan Konsumen

Asas atau prinsip hukum berlakunya lebih bersifat umum dan luas dari pada
Undang-Undang.

Karena,

asas

hukum

dalam

operasionalisasinya

atau

implementasinya dapat dirumuskan atau diatur dalam berbagai peraturan
perundang-undangan, atau dalam pasal-pasal dalam suatu Undang-Undang. Asas
atau prinsip hukum berada pada tingkat atau hirarki lebih tinggi dari peraturan
perundang-undangan.18 Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha
bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional,
yaitu:19
a. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

17

Az Nasution, Hukum perlindungan Konsumen (Suatu Pengantar), Cetakan kedua, Diadit Media,
Jakarta, 2006, hlm. 37
18
Wahyu Sasongko, op. cit., hlm. 36
19
Lihat Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen

15

b.

Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan
secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku
usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara
adil.

c.

Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil
ataupun spiritual.

d.

Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan
jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
dikonsumsi atau digunakan.

e.

Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun
konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Memperhatikan substansi Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen
demikian pula penjelasannya, tampak bahwa perumusannya mengacu pada
filosofi pembangunan nasional yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya
yang berlandaskan pada falsafah negara Republik Indonesia.20
4.

Tujuan Perlindungan Konsumen

Perlindungan Konsumen merupakan tujuan dan sekaligus usaha yang akan dicapai
atau keadaan yang akan diwujudkan. Oleh karena itu, tujuan perlindungan
konsumen perlu dirancang dan dibangun secara berencana dan dipersiapkan sejak
dini. Tujuan perlindungan konsumen meliputi atau mencakup aktivitas-aktivitas
20

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, op. cit., hlm. 26

16

penciptaan dan penyelenggaraan sistem perlindungan konsumen.21 Perlindungan
konsumen bertujuan untuk:22
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri.
b.

Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya
dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.

c.

Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

d.

Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi.

e.

Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam
berusaha.

f.

Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan konsumen.

B. PIHAK-PIHAK TERKAIT DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN
1.

Konsumen

Istilah Konsumen berasal dan alih bahasa dari kata consumer (Inggris-Amerika)
atau consument/konsument (Belanda) secara harfiah arti kata consumer (lawan

21
22

Wahyu Sasongko, op. cit., hlm. 40
Lihat pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

17

dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang.23 Terdapat beberapa
pengertian dan batasan mengenai konsumen, yaitu menurut:
a.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsumen diartikan sebagai:24 pemakai
barang-barang hasil industri (bahan pakaian, makanan, dan sebagainya).
Didefinisikan juga sebagai penerima pesan iklan.

b.

Tata Krama dan Tata cara Periklanan Indonesia, konsumen didefinisikan
sebagai pengguna produk atau penerima pesan iklan.

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, pengertian konsumen:25
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Dalam KUHPerdata tidak pernah disebut kata “konsumen”. Istilah lain yang
sepadan dengan itu adalah seperti pembeli, penyewa, dan si berutang (debitur).
Pasal-pasal yang dimaksud adalah sebagai berikut:26
a. Pasal 1235 (Jo. Pasal 1033, 1157, 1236, 1236, 1365, 1444, 1473, 1474, 1482,
1550, 1560, 1706, 1744), yaitu:
“Dalam tiap-tiap perikatan untuk memberikan suatu termaktub kewajiban si
berutang untuk menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan untuk
merawatnya sebagai seorang bapak rumah yang baik, sampai saat
penyerahan”.
b. Pasal 1236 (jo. Pasal-pasal 1235, 1243, 1264, 1275, 1391, 1444, 1480) yaitu:

23

AZ. Nasution, op. cit., hlm. 3
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Balai Pustaka, Cetakan IV, Jakarta, 1990, hlm. 458.
25
Lihat Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
26
Lihat Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

24

18

“ Si berutang adalah berwajib memberikan ganti biaya, rugi dan bunga kepada
si berpiutang, jika dia membawa dirinya dalam keadaan tak mampu untuk
menyerahkan kebendaannya, atau tidak merawatnya sepatutnya guna
menyelamatkannya”.
c. Pasal 1504 (Jo. Pasal-pasal 1322, 1473, 1474, 1491, 1504, s.d 1511), yaitu:
“Si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat tersembunyi pada barang
yang dijual, yang membuat barang itu tak sanggup untuk pemakaian yang
dimaksud itu, sehingga seandainya si pembeli mengetahui cacat itu, ia sama
sekali tidak akan selain dengan harga yang kurang”.
Menurut pengertian diatas, konsumen meliputi tiga unsur, yaitu; Orang yang
memakai barang atau jasa, memakai barang dan/atau jasa untuk keperluan seharihari, dan tidak untuk diperdagangkan atau sebagai pemakai terakhir.
Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu
kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingan tersebut.
Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur dalam arti, ditentukan
keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut
sebagai hak dengan unsurnya berupa perlindungan, kepentingan dan juga
kehendak. Keberadaan hak sangat erat hubungannya kewajiban, yang satu
mencerminkan adanya yang lain. Disinilah pengakuan hak pada pihak-pihak yang
terkait dalam hubungan kewajiban.27 Secara umum dikenal adanya empat hak
dasar konsumen yaitu hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety), hak
untuk mendapatkan informasi (the right to be informed), hak untuk memilih (the

27

Muhamad Djumhana, op. cit., hlm. 338

19

right to choose), dan akhirnya hak untuk didengar (the right to be heard ).28
Adapun hak hak konsumen menurut undang-undang yaitu:29
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa.
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan.
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa.
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan.
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya.
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Disamping hak-hak yang dimiliki konsumen tersebut di atas, juga terdapat
kewajiban yang harus diperhatikan. Karena undang-undang menginginkan agar
masyarakat dapat menjadi konsumen yang baik. Kewajiban konsumen yaitu:30
28
29

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta, 2006, hlm. 19
Lihat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

20

1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut.

Kewajiban-kewajiban tersebut sangat berguna bagi konsumen agar selalu berhati-hati
dalam melakukan transaksi ekonomi dan hubungan dagang. Dengan cara seperti itu,
setidaknya konsumen dapat terlindungi dari kemungkinan-kemungkinan masalah
yang bakal menimpanya. Untuk itulah, perhatian terhadap kewajiban sama
pentingnya terhadap hak-haknya sebagai konsumen.31

2.

Pelaku Usaha

Istilah pelaku usaha telah ditetapkan sebagai ketentuan umun dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 agar dapat dijadikan pedoman untuk menyamakan persepsi
dimasyarakat. Dalam undang-undang ini tidak menggunakan istilah produsen tetapi
menggunakan istilah pelaku usaha. Menurut undang-undang ini pengertian pelaku
usaha adalah:32

Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Berdasarkan pengertian tersebut, pelaku usaha bisa orang perseorangan atau badan
usaha yang menyelenggarakan kegiatan usaha dalam bidang ekonomi. Pelaku usaha
30

Lihat Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Happy Susanto, Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan, Visimedia, Jakarta, 2008, hlm. 28
32
Lihat Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

31

21

yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi,
Importir, pedagang, distributor, dan lain-lain.33 Kalangan ekonomi (Ikatan Sarjana

Ekonomi Indonesia), menetapkan bahwa pelaku ekonomi bersama dengan pelaku
usaha, terdiri dari tiga kelompok besar, yaitu kelompok penyedia dana (investor),
kelompok pembuat barang atau jasa (produsen), kelompok pengedar barang atau
jasa (distributor).
Untuk memberi kepastian hukum sebagai bagian dari tujuan hukum perlindungan
konsumen dan untuk memperjelas hak-hak dan kewajiban-kewajiban masingmasing pihak yang saling berinteraksi, penjelasan dan penjabaran hak dan
kewajiban pelaku usaha tak kalah pentingnya dibandingkan dengan hak dan
kewajiban konsumen itu sendiri.34 Hak pelaku usaha dalam undang-undang
perlindungan konsumen meliputi lima aspek yang sesungguhnya merupakan hakhak yang bersifat umum dan sudah menjadi standar.35 Hak-hak pelaku usaha
yaitu:36
1.

Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai
kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

2.

Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikad tidak baik.

3.

Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen.

33

Rachmadi Usman, Hukum Ekonomi Dalam Dinamika, Djambatan, Jakarta, 2000, hlm. 207
Ibid. hlm. 207
35
Wahyu Sasongko, op. cit., hlm. 64
36
Lihat Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
34

22

4.

Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.

5.

Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Selain hak pelaku usaha yang telah disebutkan di atas, maka pelaku usaha juga
dibebankan beberapa kewajiban, yang meliputi pemenuhan hak-hak yang dimiliki
oleh konsumen, ditambah dengan kewajiban lainnya yang pada dasarnya untuk
melindungi kepentingan konsumen. Adapun kewajiban konsumen yaitu:37

1.

Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

2.

Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan.

3.

Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.

4.

Menjamin

mutu

barang

dan/atau

jasa

yang

diproduksi

dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa
yang berlaku.
5.

Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba
barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas
barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.

6.

Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.

37

Lihat Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

23

7.

Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Hak dan kewajiban tersebut dimaksudkan untuk menciptakan kenyamanan dalam
berusaha bagi pelaku usaha dan untuk menciptakan pola hubungan yang seimbang
antara pelaku usaha dan konsumen. Kedudukan yang sederajat dengan konsumen
ini merupakan posisi yang ideal menurut hukum.
3.

Pemerintah

Pemerintah dalam permasalahan konsumen tidak bisa lepas tangan, telah menjadi
kewajiban pemerintah untuk memperhatikannya sesuai dengan tujuan negara yang
tercantum dalam konstitusi Undang-Undang Dasar 1945. Negara wajib
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
memajukan kesejahteraan umum. Perlindungan konsumen dan penanganan
masalah konsumen merupakan bagian tugas dari memajukan kesejahteraan umum
secara luas.38 Pemerintah sebagai pengayom masyarakatnya bertindak dalam
menjaga hubungan antar masyarakat dan pelaku usaha dengan jalan menciptakan
hukum dengan menyediakan peraturan dan perangkat hukumnya demi penegakan
hukum. Dalam undang-undang perlindungan konsumen, yaitu: 39
Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan
perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan
pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha.
Adanya keterlibatan pemerintah dalam pembinaan penyelenggaraan perlindungan
konsumen berdasarkan ketentuan pasal diatas, merupakan cara pemerintah
mensejahterakan rakyatnya. Oleh karena itu, undang-undang perlindungan
konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan
38
39

Muhamad Djumhana, op. cit., hlm. 345
Lihat