PREDIKSI UMUR SIMPAN KERUPUK KEMPLANG DALAM KEMASAN PLASTIK POLIPROPILEN KETEBALAN 0,3 mm, 0,5 mm, DAN 0,7 mm

PREDIKSI UMUR SIMPAN KERUPUK KEMPLANG DALAM
KEMASAN PLASTIK POLIPROPILEN KETEBALAN 0,3 mm, 0,5 mm,
DAN 0,7 mm

Oleh
ASTRID WULANDARI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada
Jurusan Teknik Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013

ABSTRAK
PREDIKSI UMUR SIMPAN KERUPUK KEMPLANG DALAM
KEMASAN PLASTIK POLIPROPILEN KETEBALAN 0,3 mm, 0,5 mm,

DAN 0,7 mm
Oleh
ASTRID WULANDARI
Kerupuk kemplang memiliki sifat mudah menyerap uap air dari udara sekitar.
Hal tersebut membuat kerupuk kemplang mudah melempem dan teksturnya
menjadi lebih alot. Oleh karena itu pengemasan menjadi faktor penting dalam
mempertahankan kualitas dan umur simpan kerupuk kemplang. Pada penelitian
ini kerupuk kemplang disimpan pada plastik polipropilen (PP) dengan tiga
ketebalan yang berbeda: 0,3 mm, 0,5 mm, dan 0,7 mm dan perbedaan RH yaitu
RH lingkungan (± 63%) dan RH stoples penyimpanan (± 53%). Tujuan penelitian
ini adalah untuk memprediksi umur simpan kerupuk kemplang yang dikemas
dalam plastik PP dan disimpan dalam lingkungan penyimpanan yang berbeda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerupuk kemplang yang disimpan pada RH
yang lebih rendah dan dalam plastik yang lebih tebal memiliki umur simpan yang
lebih panjang. Umur simpan kerupuk kemplang pada RH lingkungan dan
ketebalan kemasan PP 0,3 mm, 0,5 mm, dan 0,7 mm berturut-turut adalah 12 hari,
14 hari, dan 33 hari, sedangkan umur simpan kerupuk kemplang pada RH ± 53%
dengan ketebalan kemasan PP 0,3 mm diprediksi selama 185 hari, pada ketebalan
kemasan PP 0,5 mm dan 0,7 mm diprediksi selama >365 hari.
Kata Kunci : Kerupuk kemplang, plastik polipropilen, umur simpan


I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemplang merupakan salah satu makanan ringan yang digemari masyarakat
Indonesia khususnya Sumatra bagian Selatan. Bahan baku kerupuk kemplang
adalah semua jenis ikan segar yang dapat ditangani atau diolah untuk dijadikan
produk. Jenis bahan baku yang umumnya digunakan sebagai bahan baku kerupuk
kemplang adalah ikan tenggiri, ikan gabus, ikan kakap, ikan gurame, dan ikan nila
(Ambasari, 2000).

Priyanto, dkk.(2012), melaporkan bahwa hasil pengukuran kadar air kerupuk
kemplang matang berkisar antara 1,42% sampai dengan 2,56%. Kemplang yang
melempem, teksturnya lebih alot sehingga kurang nikmat untuk dikonsumsi.
Kemplang merupakan produk pangan kering yang cenderung menyerap uap air
dari udara sekitar. Penyerapan uap air mengakibatkan kenaikan kadar air bahan
makanan yang dapat menyebabkan bahan makanan tidak renyah dan mendorong
pertumbuhan jamur. Oleh karena itu diperlukan kemasan yang berfungsi untuk
menjaga kualitas dan memperpanjang umur simpan produk


.

2

Pengemasan merupakan salah satu cara pengawetan karena dapat memperpanjang
umur simpan dan tidak menurunkan kualitas bahan. Kemasan dapat membantu
mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan yang ada di dalamnya
dari pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan, benturan dan getaran
(Triyanto, dkk., 2013). Menurut Mareta (2011), pengemasan merupakan sistem
yang terkoordinasi untuk menyiapkan barang menjadi siap untuk
ditransportasikan, didistribusikan, disimpan, dijual, dan dipakai. Dari segi
promosi wadah atau pembungkus berfungsi sebagai perangsang atau daya tarik.

Plastik merupakan salah satu jenis bahan kemas yang sering digunakan (Mareta,
2011). Selain itu plastik sebagai bahan pengemas memiliki keunggulan dibanding
bahan pengemas lain karena sifatnya yang kuat, termoplastis dan selektif dalam
permeabilitasnya terhadap uap air, O₂, dan CO₂ (Amna, 2012).
Beberapa jenis plastik yang sering digunakan dalam kemasan bahan pangan dan
mudah diperoleh diantaranya polipropilen dan polietilen (Surhaini dan Indriyani,

2009). Pengemasan kerupuk kemplang yang ada dipasaran umumnya
menggunakan jenis plastik Polipropilen (PP), karena murah, mudah didapat, kuat
dan bersifat transparan.
Pengemasan yang tepat untuk produk bahan makanan kering sangat berpengaruh
terhadap umur simpannya. Umur simpan merupakan suatu parameter produk
selama penyimpanan. Salah satu kendala yang dijumpai oleh industri dalam
pendugaan umur simpan suatu produk adalah masalah waktu, oleh karena itu
diperlukan metode pendugaan umur simpan yang paling cepat, mudah,
memberikan hasil yang tepat, dan sesuai dengan karakteristik produk pangan yang

3

bersangkutan (Hutasoit, 2009). Metode penentuan umur simpan terdiri dari
metode konvensional dan metode akselerasi. Penentuan umur simpan dengan
metode konvensional dilakukan dengan cara menganalisis kadar air suatu bahan,
memplot kadar air tersebut pada grafik. Dalam pelaksanaan metode ini
memerlukan waktu yang lama karena kinetika reaksi yang berjalan lambat
(Nugroho, 2007). Metode akselerasi atau Accelerated Storage Studies (ASS)
adalah konsep studi peyimpanan untuk menentukan umur simpan produk yang
menggunakan suatu kondisi lingkungan yang dapat mempercepat reaksi

deteriorasi (penurunan mutu) produk. Keuntungan dari metode ini membutuhkan
waktu yang relatif lebih singkat, namun tetap memilki ketepatan dan akurasi yang
tinggi (Maulana, 2011).
Keterangan umur simpan (masa kadaluarsa) produk pangan merupakan salah satu
informasi yang wajib dicantumkan oleh produsen pangan sebagai jaminan mutu
pada saat produk sampai ke tangan konsumen. Kewajiban pencantuman masa
umur simpan pada label pangan diatur dalam Undang-undang Pangan no. 7/1996
serta Peraturan Pemerintah No. 69/1999 (Kusnandar, 2010). Menurut Herawati
(2008), faktor yang sangat berpengaruh terhadap penurunan mutu produk pangan
adalah perubahan kadar air dalam produk. Penambahan kadar air pada bahan juga
dipengaruhi oleh kelembaban udara ruang penyimpanan.

1.2 Rumusan Masalah
Pengemasan merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan dalam proses
penyimpanan bahan olahan makanan kering. Penanganan yang kurang tepat dapat
mengakibatkan kerusakan pada produk. Bahan makanan kering cenderung

4

menyerap uap air di udara sekitar. Hal ini dapat mengakibatkan produk mudah

melempem dan mendorong pertumbuhan jamur sehingga tidak memenuhi selera
konsumen.
Memilih ketebalan kemasan yang tepat menjadikan produk bertahan dalam rentan
waktu maksimal. Memilih ketebalan plastik dapat menjadi acuan dalam
penentuan umur simpan melalui kegiatan penelitian ini.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menghitung nilai konstanta laju penambahan air (k)
dan memprediksi umur simpan kerupuk kemplang dalam plastik polipropilen (PP)
pada ketebalan 0,3 mm, 0,5 mm, dan 0,7 mm, yang disimpan pada RH lingkungan
(±63%), RH stoples penyimpanan (±53%) dan suhu lingkungan (±30˚C).
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan mengetahui umur simpan kemplang dalam kemasan plastik PP dapat
digunakan sebagai acuan dalam metode penanganan dan pengemasan produk
sehingga dapat menentukan waktu maksimal penyimpanan kemplang sehingga
pengontrolan kualitas produk dapat dilakukan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aktifitas Air (Aw)


Aktivitas air atau water activity (aw) sering disebut juga air bebas, karena mampu
membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi
pada bahan pangan. Bahan pangan yang mempunyai kandungan atau nilai aw
tinggi pada umumnya cepat mengalami kerusakan, baik akibat pertumbuhan
mikroba maupun akibat reaksi kimia tertentu seperti oksidasi dan reaksi
enzimatik. Aktivitas air pada bahan pangan pada umumnya sangat mudah untuk
dibekukan maupun diuapkan.

Hubungan kadar air dengan aktivitas air (aw) ditunjukkan dengan kecenderungan
bahwa semakin tinggi kadar air maka semakin tinggi pula nilai aw nya. Kadarair
dinyatakan dalam persen (%) pada kisaran skala 0-100, sedangkan nilai aw
dinyatakan dalam angka desimal pada kisaran skala 0-1,0 (Legowo dan
Nurmanto, 2004).

Aktivitas air juga dinyatakan sebagai potensi kimia dari air yang nilainya
bervariasi dari 0 sampai 1. Pada nilai aktivitas air sama dengan 0 berarti molekul
air yang bersangkutan sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas dalam proses

6


kimia. Sedangkan nilai aktivitas air sama dengan 1 berarti potensi air dalam
proses kimia pada kondisi maksimal (Waluyo, 2001).
2.2 Kadar Air (moisture content)
Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukkan
banyaknya air yang terkandung di dalam bahan. Kadar air suatu bahan dapat
dinyatakan berdasarkan bobot basah (wet basis) atau berdasarkan bobot kering
(dry basis). Kadar air bobot basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar
100 persen, sedangkan kadar air berdasarkan bobot kering dapat lebih dari 100
persen, karena pada kadar air basis kering jumlah air pada bahan dibagi dengan
berat kering bahan (Refli, 2011).
Persamaan perubahan kadar air selama penyimpanan dikemukakan dengan
persamaan sebagai berikut:

Dari persamaan di atas, nilai kadar air pada waktu tertentu (Mt) dapat ditentukan
dengan menurunkan persamaan di atas sebagai berikut:

2.3 Kelembaban Relatif Udara (RH)
Kelembaban relatif (RH) adalah batasan umum yang digunakan untuk
menggambarkan jumlah uap air di dalam udara. Jumlah maksimum air yang
dapat ditahan udara tergantung pada suhu. Jika udara mengandung uap air


7

maksimumpada suhu tertentu, maka uap air dikatakan dalam kondisi uap air
jenuh. Jika suhu udara meningkat atau menurun, dan mengandung jumlah uap air
yang sama, RH-nya akan berubah juga, sebaliknya jika suhu udara menurun maka
kondisi RH-nya meningkat (Utama, 2006).
Larutan garam jenuh memiliki keuntungan dalam mempertahankan suatu
kelembaban yang konstan selama jumlah garam yang ada masih diatas tingkat
kejenuhannya. Namun demikian, kemurnian garam, luas permukaan cairan, dan
volume larutan garam jenuh juga penting sekali jika pengukuran yang tepat
dikehendaki (Somala, 2002).
Tabel 1. Kelembaban Nisbi Larutan Garam Jenuh
Kelembaban Nisbi (%)
Suhu (°C)
20
25
30
35
Lithium klorida

LiCl
12
11
11
11
Potassium asetat
CH3COOK
23
23
23
23
Magnesium klorida
MgCl2.6H2O
33
33
32
32
Potassium karbonat
K2CO3
44

43
42
41
Magnesium nitrat
Mg(NO3)2
53
52
52
51
Sodium Nitrit
NaNO2
65
64
63
62
Sodium klorida
NaCl
75
75
75
75
Ammonium sulfat
(NH4)2SO4
80
80
79
79
Potassium klorida
KCl
85
85
84
84
Barium klorida
BaCl2.2H2O
91
90
89
88
Potassium nitrat
KNO3
94
93
92
91
Potassium sulfat
K2SO4
97
97
97
96
Sumber : Buckle et al., (1987 dalam Somala, 2002)
Garam

Rumus Bangun

2.4 Bahan Kemas Plastik
Komponen utama plastik sebelum membentuk polimer adalah monomer, yakni
rantai yang paling pendek. Polimer merupakan gabungan dari beberapa monomer
yang akan membentuk rantai yang sangat panjang. Bila rantai tersebut

8

dikelompokkan bersama-sama dalam suatu pola acak, menyerupai tumpukan
jerami maka disebut amorp, jika teratur hampir sejajar disebut kristalin dengan
sifat yang lebih keras dan tegar (Julianti dan Nurminah, 2006).
Untuk membuat barang-barang plastik agar memiliki sifat-sifat seperti yang
dikehendaki, maka dalam proses pembuatannya selain bahan baku utama
diperlukan juga bahan tambahan atau aditif. Penggunaan bahan tambahan
tergantung pada bahan baku yang digunakan dan mutu produk yang dihasilkan
(Mujiarto, 2005).
Plastik sebagai bahan kemasan dapat dilihat dari karakteristiknya. Karakteristik
yang diuji dalam menentukan bahan kemasan yang tepat meliputi karakteristik
mekanik dan permeabilitas plastik. Karakteristik mekanik suatu film kemasan
terdiri dari, kuat tarik (tensile strength), kuat tusuk (puncture strength), persen
pemanjangan (elongation to break) dan elastisitas (elastic/young modulus). Kuat
tarik adalah gaya tarik maksimum yang dapat ditahan oleh film selama
pengukuran berlangsung. Kuat tarik dipengaruhi oleh bahan pemlastis yang
ditambahkan dalam proses pembuatan film. Sedangkan kuat tusuk
menggambarkan tusukan maksimum yang dapat ditahan oleh film. Film dengan
struktur yang kaku akan menghasilkan nilai kuat tusuk yang tinggi atau tahan
terhadap tusukan. Adapun persen pemanjangan merupakan perubahan panjang
maksimum film sebelum terputus. Berlawanan dengan itu, adalah elastisitas akan
semakin menurun jika seiring dengan meningkatnya jumlah bahan pemlastis
dalam film. Elastisitas merupakan ukuran dari kekuatan film yang dihasilkan
(Amna, 2012).

9

Perubahan kadar air bahan di dalam kemasan juga dipengaruhi oleh permeabilitas
kemasan. Permeabilitas uap air kemasan turut mempengaruhi umur simpan
bahan. Kemampuan permeabilitas tiap kemasan berbeda-beda dan akan
berpengaruh terhadap laju transmisi uap air. Semakin rendah laju transmisi uap
air suatu kemasan, semakin sedikit jumlah uap air yang mampu menembus
kemasan (Sembiring, 2012). Menurut Gunasoraya (2001), permeabilitas uap air
kemasan adalah kemampuan uap air untuk menembus suatu kemasan pada kondisi
suhu dan RH tertentu, sehingga semakin kecil permeabilitas air kemasan maka
daya tembus uap air semakin kecil begitupun sebaliknya. Selain ketebalan, suhu
lingkungan penyimpanan juga berpengaruh terhadap daya simpan produk.
Semakin tinggi suhu, maka pori-pori plastik akan semakin membesar sehingga
permeabilitas plastik meningkat.
2.3.1 Plastik Polipropilen (PP)
Polipropilen merupakan polimer kristalin yang dihasilkan dari proses polimerisasi
gas propilena. Polipropilen mempunyai titik leleh yang cukup tinggi (190-200
ºC), sedangkan titik kristalisasinya antara 130-135 ºC. Polipropilen mempunyai
ketahanan terhadap bahan kimia (hemical resistance) yang tinggi, tetapi
ketahanan pukul (impact strength)nya rendah (Mujiarto,2005).
Menurut Rahimah (2011), polipropilen memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a. Ringan (densitas 0,9 g/cm3), mudah dibentuk, tembus pandang, dan jernih.
b. Kekuatan tarik lebih besar dibandingkan polietilen.
c. Suhu rendah rapuh, bukan untuk kemasan beku.

10

d. Permeabilitas air rendah, tidak baik untuk makanan yang mudah
teroksidasi.
e. Tahan sampai suhu 150 ºC.
f. Tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak.
2.3.2 Plastik Polietilen (PE)
Polietilen adalah polimer dari monomer etilen yang dibuat dengan proses
polimerisasi adisidari gas etilen yang diperoleh dari hasil samping industri minyak
dan batubara. Proses polimerisasidapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
polimerisasi dalam bejana bertekanan tinggi (1000-300 atm) menghasilkan
molekul makro dengan banyak percabangan yakni campuran dari rantai lurus dan
bercabang.
Plastik jenis PE ini sering digunakan sebagai pengemas aneka produk olahan,
sayuran, buah-buahan, mentega dan margarin. Berdasarkan sifat permeabilitasnya
yang rendah serta sifat-sifat mekaniknya yang baik, polietilen mempunyai
ketebalan 0.001 sampai 0.01 inchi, yang banyak digunakan sebagai pengemas
makanan, karena sifatnya yang thermoplastik, polietilen mudah dibuat kantung
dengan derajat kerapatan yang baik. Konversi etilen menjadi polietilen (PE)
secara komersial semula dilakukan dengan tekanan tinggi, namun ditemukan cara
tanpa tekanan tinggi (Julianti dan Nurminah, 2006).
Selain itu, terdapat keburukan dari jenis plastik ini, diantaranya adalah jika
digunakan produk-produk berminyak, minyak akan merembes keluar dan dalam
jangka waktu yang lama akan melekat dengan produk. Perlakuan khusus yang

11

dapat diberikan yaitu dengan perbedaan suhu yang besar, dengan pemberian aliran
listrik tegangan tinggi dan dengan kloronasi (Ceritadise, 2011).
2.5 Umur Simpan
Umur simpan adalah waktu yang dibutuhkan suatu produk pangan hingga menjadi
tidak layak dikonsumsi lagi jika dilihat dari segi keamanan, nutrisi, sifat fisik dan
organoleptik setelah disimpan dalam kondisi yang direkomendasikan
(Gunasoraya, 2011). Dalam penentuan umur simpan, hal yang harus diperhatikan
adalah faktor-faktor masa simpan dari suatu produk pangan. Menurut Waluyo
(2001), umur simpan produk pangan adalah periode waktu dimana produk
tersebut masih layak dan aman untuk dikonsumsi.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan mutu produk pangan.
Faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu produk, kemasan, dan
kondisi lingkungan. Beberapa sifat produk yang banyak menentukan umur
simpan adalah kenampakan, tekstur, cita rasa, kandungan zat tertentu, dan
populasi mikroba dalam bahan. Kondisi lingkungan yang berperan diantaranya
adalah suhu, gas, dan kelembaban udara. Sedangkan, kemasan adalah bahan yang
sangat berperan memberikan proteksi terhadap produk dari kondisi lingkungan
dalam menentukan umur simpan produk (Waluyo, 2001).

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen
Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada
bulan November 2012 - Maret 2013.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital Ohaus, stoples,
gunting, kawat kassa, wadah plastik kedap uap air, spidol, dan oven. Sedangkan
bahan yang digunakan adalah kemplang yang diperoleh dari produsen Ango yang
berada di Kecamatan Teluk Betung Selatan, garam jenuh Magnesium Nitrat
(Mg(NO₃)) dan plastik Polipropilen (PP) dengan ketebalan 0,3 mm, 0,5 mm, dan
0,7 mm yang diperoleh dari toko plastik Sinar Dunia yang berada di Teluk
Betung, Bandar Lampung.

13

3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Persiapan Alat dan Bahan
Tahap pertama dimulai dengan membeli dan memilih kemplang yang
diperoleh dari produsen kemplang dengan merk Ango yang berada di
Kecamatan Teluk Betung Selatan. Kemplang yang dipilih umumnya
memiliki penampakan tekstur yang seragam, bentuk yang relatif bulat dan
rata.
Menyiapkan wadah plastik kedap uap air yang memiliki ukuran sedikit
lebih besar dibandingkan sampel.
Menyiapkan plastik PP dan memotongnya menyesuaikan ukuran wadah
plastik.
Menyediakan bahan-bahan pendukung seperti gunting, label, dan lain-lain.
Menyiapkan wadah (stoples) penyimpanan.
Menyiapkan garam jenuh (Magnesium Nitrat) sebanyak 30 gram pada
masing-masing stoples untuk mengkondisikan RH dalam stoples
penyimpanan. Garam jenuh diletakkan di dasar stoples menyimpanan dan
dibiarkan menguap dalam kondisi stoples tertutup rapat.
3.3.2 Pelaksanaan Penelitian
Setelah semua alat dan bahan tersedia, dilakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:
Sampel yang akan digunakan ditimbang menggunakan timbangan analitis
untuk mengetahui bobot awal kemplang.
Sampel dimasukkan ke dalam wadah plastik kedap uap air.

14

Wadah plastik yang telah berisi sampel, kemudian ditutup menggunakan
plastik Polipropilen dengan ketebalan tertentu (0,3 mm, 0,5 mm, dan 0,7
mm). Setiap tingkat ketebalan plastik, dilakukan tiga kali sebagai ulangan.
Wadah yang telah ditutup plastik dengan rapat, selanjutnya disimpan pada
suhu lingkungan dan dua tingkat RH (lingkungan dan stoples
penyimpanan). Ilustrasi penyimpanan kerupuk kemplang ditunjukkan
sebagaimana Gambar 1, sedangkan matrik perlakuan penelitian dapat
dilihat pada Tabel 2.

Gambar 1. Ilustrasi penyimpanan sampel pada penelitian
Keterangan:
1. Penutup stoples (ruang penyimpanan)
2. Wadah plastik kedap uap air
3. Plastik polipropilen
4. Saringan atau penyanggah
5. Dasar stoples untuk tempat meletakkan garam jenuh.

15

Tabel 1. Matrik perlakuan penelitian dan jumlah ulangan.
RH (%)
Stoples penyimpanan (± 53%)
Lingkungan (± 63%)

3
3x
3x

Ketebalan (mm)
5
3x
3x

7
3x
3x

Selama penyimpanan sampel ditimbang setiap harinya untuk mengetahui
perubahan bobot sampel hingga tercapai Me (kadar air kesetimbangan).
Setelah Me tercapai, sampel dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105°C
selama 24 jam untuk mengetahui bobot kering sampel.
Melakukan pengolahan dan analisis data-data yang diperoleh.

16

Prosedur penelitian dapat digambarkan sebagai diagram alir berikut:

Mulai
Sampel dihitung bobot awal
Sampel dimasukkan ke dalam wadah plastik
kedap uap air.
Wadah ditutup
plastik PP dengan
ketebalan 0,3
mm. (3 buah
sebagai ulangan)

Wadah ditutup
plastik PP dengan
ketebalan 0,5 mm
. (3 buah sebagai
ulangan)

Wadah plastik berisi
sampel diletakkan dalam
ruangan dengan suhu dan
RH lingkungan

Wadah ditutup
plastik PP dengan
ketebalan 0,7
mm. (3 buah
sebagai ulangan)

Wadah plastik berisi sampel
dimasukkan ke dalam stoples
yang kondisi RH-nya telah
direkayasa menggunakan
Magnesium Nitrat

Bobot sampel dihitung setiap hari sampai Me (kadar air kesetimbangan)
tercapai.
Sampel dikeluarkan dari stoples, kemudian dimasukkan ke dalam
oven dengan suhu 105°C selama 24 jam.
Sampel dikeluarkan, dihitung bobot akhir untuk mengetahui
kadar air.
Analisis Data
Selesai

Gambar 2. Diagram alir penelitian

17

3.3.3 Pengukuran Bobot Sampel (kerupuk kemplang)
Selama penyimpanan bobot sampel diukur perubahannya. Pengukuran bobot
sampel dilakukan setiap hari (dari hari ke-1 hingga hari ke-34) menggunakan
timbangan digital. Untuk masing-masing perlakuan, tiga buah sampel dilakukan
hal yang sama sebagai ulangan.
3.4 Analisis Data
Data-data hasil pengukuran kadar air dan perubahan bobot kerupuk kemplang
dianalisis dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
3.4.1 Menentukan Kadar Air
Dengan menggunakan data bobot sampel yang diukur setiap hari selama
penyimpanan maka kadar air bahan dapat dihitung menggunakan rumus:

Bobot sampel ditimbang setiap harinya selama penyimpanan sedangkan bobot
sampel kering diperoleh setelah sampeldikeringkan dalam oven selama 24 jam
dan bobotnya ditimbang.
3.4.2 Uji Organoleptik
Uji organoleptik kerenyahan kerupuk kemplang dilakukan dengan cara pemberian
skor yaitu pemberian nilai mutu sensorik terhadap sampel yang diuji.
Sebanyak 5 orang penelis diminta untuk memberikan penilaian terhadap
perubahan sifat fisik kerupuk kemplang yang disimpan pada suhu

18

lingkungantanpa kemasan sampai perubahan kadar air kemplang tercapai.
Peningkatan kadar air kerupuk kemplang dilakukan dengan cara meletakkan
sampel diatas air yang sedang dimasak menggunakan saringan kasa. Data-data
atau nilai hasil yang diberikan oleh seluruh panelis mengenai kerenyahan kerupuk
kemplang akan dianalisis secara statistik. Skor uji kerenyahan kerupuk kemplang
setelah penyimpanan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 2. Skor uji organoleptik kriteria kerenyahan kerupuk kemplang
No.
1
2
3
4

Kriteria kerenyahan
Sangat tidak renyah
Tidak renyah
Agak renyah
Renyah

Skor
1
2
3
4

3.4.3 Menentukan Umur Simpan (t)
Umur simpan kerupuk kemplang diprediksi dengan cara menghubungkan hasil uji
organoleptik dengan kadar air kerupuk kemplang selama penyimpanan. Kadar air
yang didapatkan dari hasil uji organoleptik dipakai sebagai acuan menentukan
umur simpan kerupuk kemplang. Kadar air kerupuk kemplang pada skor 2 (tidak
renyah) menjadi kriteria yang digunakan menentukan umur simpan kerupuk
kemplang dengan menghubungkan pada grafik hubungan kadar air dan umur
simpan selama penyimpanan atau kadar air kerupuk kemplang pada waktu
tertentu.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Nilai konstanta laju penambahan air (k) kerupuk kemplang pada RH
lingkungan dalam ketebalan plastik PP 0,3 mm, 0,5 mm, dan 0,7 mm
sebesar 0,0516, 0,0485, dan 0,0365 sedangkan nilai k kerupuk kemplang
pada RH stoples penyimpanan dalam ketebalan plastik PP 0,3 mm, 0,5
mm, dan 0,7 mm sebesar 0,0376, 0,0280, dan 0,0276.
2. Umur simpan kerupuk kemplang pada RH lingkungan dengan ketebalan
kemasan plastikPP 0,3 mm, 0,5 mm, dan 0,7 mm diprediksi dapat bertahan
selama 12 hari, 14 hari, dan 33 hari, sedangkan umur simpan kerupuk
kemplang pada RH stoples penyimpanan dengan ketebalan kemasan
plastik PP 0,3 mm diprediksi dapat bertahan selama 185 hari dan pada
ketebalan kemasan plastik PP 0,5 mm dan 0,7 mm diprediksi dapat
bertahan selama >365 hari.
5.2 Saran
1. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan disarankan untuk
menggunakan plastik polipropilen dengan ketebalan 0,3mm, 0,5 mm, dan
0,7 mm direkomendasi sebagai bahan pengemas kerupuk kemplang agar
bertahan pada rentan waktu maksimal.

30

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai komposisi kimia kerupuk
kemplang karena penelitian ini hanya membahas pada segi fisik.

DAFTAR PUSTAKA

Ambasari, D.N. 2000. Analisis Optimalisasi Penggunaan Faktor-faktor Produksi
Industri Kecil Kerupuk Ikan (Kemplang). [Skripsi]. Program Studi Sosial
Ekonomi Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.
80 hlm.
Amna. 2012. Mengukur Permeabilitas Uap Air. http://amnaika.blogspot.com/2012/03/mengukur-permeabilitas-uap-air-dari.html.
[Diunduh pada 8 Juli 2013].
Ceritadise. 2011. Kemasan Plastik.http://ceritadise.wordpress.com/2011/03/09/
kemasan-plastik/. [Diakses pada 9 Maret 2011].
Gunasoraya. 2011. Penentuan Umur Simpan Produk Terkemas. http://
gunasoraya.blogspot.com/2011/01/alpukat-persea-americana.html.
[Diakses pada 13 Januari 2011].
Herawati, H. 2008. Penentuan Umur Simpan pada Produk Pangan. Jurnal Litbang
Pertanian, 27(4) : 124-130.
Hutasoid, N. 2009. Penentuan Umur Simpan Fish Snack (Produksi Ekstrusi)
Menggunakan Metode Akselerasi dengan Pendekatan Kadar Air Keritis
dan Metode Konvensional. [Skripsi]. Departemen Teknologi Hasil
Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor. 127 hlm.
Julianti, E dan M. Nurminah. 2006. Teknologi Pengemasan. Buku Ajar.
Departemen Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian, USU. Sumatera
Utara. 163 hlm.
Kusnandar, F., D. R. Adawiyah, dan M. Fitria. 2010. Pendugaan Umur Simpan
Produk Biskuit dengan Metode Akselerasi berdasarkan Pendekatan
Kadar Air Kritis. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, XXI (2) : 117122.
Legowo, A. M. dan Nurwanto. 2004. Analisis Pangan. Diktat Kuliah. Program
Studi Teknologi Ternak. Fakultas Peternakan, UNDIP. Semarang. 54
hlm.

33

Mareta, D.T. dan Sofia N. A. 2011. Pengemasan Produk Sayuran dengan Bahan
Kemas Plastik pada Penyimpanan Suhu Ruang dan Suhu Dingin. Jurnal
Ilmu-ilmu Pertanian, 7 (1) : 26-40.
Maulana, F. 2011. Pendugaan Umur Simpan Keripik Salak. [Skripsi]. Departemen
Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
21 hlm.
Mujiarto, I. 2005. Sifat dan Karakteristik Material Plastik dan Bahan Aditif.
Traksi. 3 (2) : 1-9. AMNI Semarang.
Nugroho, A. 2007. Kajian Metode Penentuan Umur Simpan Produk Flat Wafer
dengan Metode Akselerasi berdasarkan Pendekatan Model Kadar Air
Kritis. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. 133 hlm.
Priyanto, G., N. Sari, dan B. Hamzah. 2012. Hubungan Sifat Fisik dan
Karakteristik Sensori Kemplang Panggang dalam Kaitannya dengan
Substitusi Penggunaan Buah Aren. Prosiding Seminar Nasional
PERTETA. Malang. Jawa Timur. 58-77.
Rahimah, S. 2011. http://blogs.unpad.ac.id/souvia/files/2011/03/kemasan-plastikCompatibility-Mode.pdf. [Diakses pada 7 September 2012].
Refli. 2011. Air dalam Bahan Pangan.http://reflitepe08 .blogspot.com /2011/03/
air-dalam-bahan-pangan.html. [Diakses pada 28 Maret 2011].
Sembiring, B.S. dan T. Hidayat. 2012. Perubahan Mutu Lada Hijau Kering
Selama Penyimpanan Pada Tiga Macam Kemasan dan Tingkatan Suhu.
Jurnal Littri 18(3): 115-124.
Somala, W. 2002. Pengaruh Kelembaban Udara terhadap Mutu Rumput Laut
Kering Tawar Jenis Eucheuma cottonii selama Penyimpanan. [Skripsi].
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor. 69 hlm.
Surhaini dan Indriyani. 2009. Pengaruh Jenis Plastik dan Cara Kemas terhadap
Mutu Tomat Selama dalam Pemasaran. Jurnal Agronomi, 13 (2) : 44-50.
Triyanto E., B.W.H.E. Prasetiyono, dan S. Mukodiningsih. 2013.Pengaruh Bahan
Pengemas dan Lama Simpan terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Wafer
Pakan komplit Berbasis limbah Agroindustri. Animal Agriculture
Journal, 2. (1) : 400-409.
Utomo, B. 2006. Ekologi Benih. Karya Ilmiah. Departemen Kehutanan. Fakultas
Pertanian, USU. Sumatera Utara. 41 hlm.
Waluyo, S. 2001. Teknik Pengolahan Hasil Pertanian 1. Penuntun Praktikum.
Fakultas Pertanian, UNILA. Lampung. 128 hlm.