JUDUL INDONESIA: ANALISIS KUALITAS SEMEN BEKU SAPI SIMMENTAL MENGGUNAKAN PENGENCER ANDROMED® DENGAN VARIASI WAKTU PRE FREEZING JUDUL INGGRIS: ANALYSIS QUALITY OF SIMMENTAL SEMEN USING ANDROMED® EXTENDER WITH VARIATIONS OF PRE FREEZING TIME

(1)

ABSTRAK

ANALISIS KUALITAS SEMEN BEKU SAPI SIMMENTAL

MENGGUNAKAN PENGENCER ANDROMED®DENGAN VARIASI

WAKTU PRE FREEZING Oleh

Rizki Indah Pratiwi

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui pengaruh waktu pre freezing terhadap kualitas semen beku Sapi Simmental yang menggunakan pengencer Andromed®; 2) mencari waktu pre freezing terbaik yang dapat mempertahankan kualitas semen beku Sapi Simmental. Rancangan yang digunakan adalah

Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan waktu pre freezing (5 menit, 6 menit, 7 menit, 8 menit, 9 menit) dan 4 kali ulangan. Peubah yang diamati adalah persentase motilitas spermatozoa dan persentase spermatozoa hidup. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam pada taraf nyata 5 atau 1% dan dilanjutkan dengan uji Polinomial Ortogonal pada taraf nyata 5 atau 1%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi waktu pre freezing tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap persentase motilitas spermatozoa dan persentase spermatozoa hidup setelah pre freezing, tetapi memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap persentase motilitas spermatozoa dan persentase spermatozoa hidup post thawing. Uji polinomial ortogonal juga menunjukkan bahwa variasi waktu pre freezing memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap persentase motilitas spermatozoa dan persentase spermatozoa hidup post thawing. Pengaruh variasi waktu pre freezing terhadap persentase motilitas spermatozoa dan persentase spermatozoa hidup post thawing berpola linier dengan persamaan masing-masing adalah Ŷ = -28,88 + 7,38X dan Ŷ = -24,97 + 8,09X. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pre freezing selama 9 menit merupakan waktu terbaik dalam mempertahankan persentase motilitas dan persentase spermatozoa hidup setelah thawing.


(2)

ABSTRACT

ANALYSIS QUALITY OF SIMMENTAL SEMEN USING ANDROMED® EXTENDER WITH VARIATIONS OF PRE FREEZING TIME

By

Rizki Indah Pratiwi

The goals of research were to know: 1) the effect of pre freezing time to the frozen semen quality of Simmental; 2) the best time of pre freezing that can preserve the frozen semen quality of Simmental. The completely randomized design was used in this research with 5 treatments (5 minutes; 6 minutes; 7 minutes; 8 minutes; 9 minutes) and 4 times of replication. Parameters measured were percentage of sperm motility and percentage of life sperm. The data were analyzed using analysis of variance at significance level of 1% or 5% and then continued with orthogonal polynomial test at significance level of 1% or 5%.

The results showed that the time of pre freezing did not affect significantly (P> 0.05) on the percentage of sperm motility and the percentage of life sperm after pre freezing, but the effect was significant (P <0.01) on percentage of sperm motility and percentage of life sperm post thawing. Orthogonal polynomial test also showed that the time of pre freezing did affect significantly (P< 0.01) on the percentage of sperm motility and the percentage of life sperm after thawing. The effect of pre freezing time on the percentage of sperm motility and percentage of life sperm after thawing had linear pattern with each equation those were Y = -28,88+7,38X and Y = -24,97+8,09X. Pre freezing for 9 minutes was able to show the best percentage of sperm motility and percentage of life sperm after thawing.


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Way Jepara, Lampung Timur pada tanggal 19 Maret 1993 sebagai anak pertama dari lima bersaudara pasangan Bapak Muhammad Ihsan dan Ibu Nurhidayah.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di Madrasah Ibtidaiyah Mamba’ul Ulum (MIMU) Sumberejo pada 2004, pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 1 Way Jepara pada 2007, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 1 Way Jepara pada 2010.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada 2010 melalui jalur PKAB. Penulis melakukan Praktik Umum (PU) pada Juli 2013 di Balai Inseminasi Buatan (BIB) Ungaran, Jawa Tengah. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum Biologi Ternak, aktif sebagai anggota bidang Pendidikan dan Pelatihan di Himpunan Mahasiswa Peternakan (HIMAPET) Fakultas Pertanian Universitas Lampung periode 2012 – 2013, dan sebagai sekretaris Duta Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Lampung periode 2012 − 2013.


(7)

Dengan segala rasa syukur kupersembahkan skripsi ini

untuk kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda M. Ihsan dan

Ibunda Nurhidayah yang telah membesarkan dan

mendidikku dengan penuh kasih dan keikhlasan hati, semoga Allah SWT senantiasa menganugerahkan rahmat dan

hidayah-Nya kepada kalian.

Adik-adikku tersayang Fajar Burhanudin, Ahmad Habib

Ismail, Amirul Luthfia, dan M. Faisal Ro’uf, kalianlah

motivasi masa depanku.

Kakanda yang terkasih Kurniawan Hidayah Mahmud, kaulah yang telah membuatku bersemangat terus melangkah.


(8)

“Tidak semua yang kita inginkan harus terjadi seketika. Kita

tidak hidup di dunia dongeng”

(Tere Liye, Eliana)

Sesungguhnya bersama kesulitan ada

kemudahan“

(Alam Nashrah: 6)

“Tidak masalah ketika orang lain meragukanmu, tetapi

jangan pernah meragukan dirimu sendiri”

“Filosofi padi, semakin berisi maka padi akan semakin merunduk, maknanya semakin kita merasa bisa maka kita

harus bisa semakin merasa”


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 4

C. Kegunaan Penelitian ... 4

D. Kerangka Pemikiran ... 4

E. Hipotesis ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Sapi Simmental ... 8

B. Semen ... 9

C. Parameter Kualitas Semen ... 10

1. Volume ... 10

2. Warna ... 11

3. Bau ... 12

4. pH ... 12

5. Konsistensi ... 12


(10)

7. Motilitas spermatozoa ... 13

8. Spermatozoa hidup ... 15

D. Semen Beku ... 16

E. Pengenceran Semen ... 18

F. Pengencer Andromed® ... 19

G. Pembekuan Semen ... 20

III.METODE PENELITIAN ... 24

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 24

B. Alat Penelitian ... 24

C. Bahan Penelitian ... 24

D. Rancangan Penelitian ... 25

E. Pelaksanaan Penelitian ... 25

F. Peubah yang Diamati ... 29

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Penilaian Kualitas Semen Segar ... 30

B. Penilaian Kualitas Semen setelah Ekuilibrasi ... 32

C. Pengaruh Variasi Waktu Pre Freezing terhadap Persentase Motilitas Spermatozoa ... 34

1. Pengaruh variasi waktu pre freezing terhadap persentase motilitas spermatozoa setelah pre freezing ... 34

2. Pengaruh variasi waktu pre freezing terhadap persentase motilitas spermatozoa setelah thawing ... 35

D. Pengaruh Variasi Waktu Pre Freezing terhadap Persentase Spermatozoa Hidup ... 39

1. Pengaruh variasi waktu pre freezing terhadap persentase spermatozoa hidup setelah pre freezing ... 39


(11)

2. Pengaruh variasi waktu pre freezing terhadap persentase

spermatozoa hidup setelah thawing ... 40

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 44

A. Simpulan ... 44

B. Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hasil evaluasi kualitas semen segar Sapi Simmental ... 30 2. Kualitas semen Sapi Simmental setelah ekuilibrasi ... 32 3. Rataan persentase motilitas spermatozoa semen beku Sapi Simmental

setelah pre freezing ... 34 4. Rataan persentase motilitas spermatozoa semen beku Sapi Simmental

setelah thawing ... 36 5. Rataan persentase spermatozoa hidup setelah pre freezing ... 39 6. Rataan persentase spermatozoa hidup setelah thawing ... 40 7. Hasil analisis ragam persentase motilitas spermatozoa setelah pre-

freezing ... 50 8. Analisis ragam persentase motilitas spermatozoa setelah pre freezing

pada uji polinomial ortogonal ... 50 9. Analisis ragam persentase motilitas spermatozoa setelah thawing

pada uji polinomial ortogonal ... 50 10.Sidik regresi sederhana persentase motilitas spermatozoa setelah

thawing ... 51 11.Hasil analisis ragam persentase spermatozoa hidup setelah

pre-freezing ... 51 12.Hasil analisis ragam persentase spermatozoa hidup setelah

thawing ... 51 13.Analisis ragam persentase spermatozoa hidup setelah thawing pada


(13)

14.Sidik regresi sederhana persentase spermatozoa hidup setelah


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bagan pelaksanaan penelitian ... 26 2. Hubungan antara variasi waktu pre freezing dengan persentase

motilitas spermatozoa setelah thawing ... 37 3. Hubungan antara variasi waktu pre freezing dengan persentase


(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Sapi Simmental merupakan salah satu bangsa sapi potong yang mempunyai pertumbuhan cepat. Sapi jenis ini merupakan sapi dwiguna, yaitu sapi yang menghasilkan susu dan daging. Secara morfologi, Sapi Simmental memiliki ciri fisik tidak berpunuk dan tidak bergelambir. Warna bulunya cokelat kemerahan (merah bata). Bagian wajah dan lutut ke bawah sampai ujung ekor berwarna putih. Betina dewasa dapat mencapai 800 kg, sedangkan pejantan dewasa mencapai berat sekitar 1150 kg. Berdasarkan keunggulan tersebut, banyak peternak di Indonesia yang memelihara Sapi Simmental untuk memenuhi tingginya

kebutuhan daging sapi untuk masyarakat. Bibit Sapi Simmental yang unggul dapat diperoleh dengan melakukan program pemuliabiakan ternak melalui Inseminasi Buatan (IB). Menurut Toelihere (1993), teknologi IB dapat mempercepat perkembangan populasi dan meningkatkan mutu genetik ternak.

IB adalah suatu proses mengawinkan ternak dengan cara buatan yang melibatkan prosedur kompleks dan petugas pelaksana yang terlatih. Teknologi ini telah lama diterapkan dengan maksud untuk mempertinggi penggunaan pejantan-pejantan unggul dan menghindari penyebaran penyakit melalui saluran reproduksi.


(16)

2

sehingga semen atau sperma yang dihasilkan oleh seekor pejantan unggul dalam satu kali ejakulasi dapat digunakan untuk melayani lebih banyak betina setelah semen tersebut diproses menjadi semen beku.

Semen beku merupakan semen yang berasal dari pejantan sapi terpilih yang telah melalui proses pengenceran sesuai prosedur produksi sehingga menjadi semen beku dan disimpan di dalam nitrogen cair pada suhu -196oC pada kontainer. Mutu semen beku sapi merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan

keberhasilan program IB, meskipun masih banyak faktor lain yang ikut memengaruhi seperti keterampilan inseminator, ketepatan deteksi birahi, kesehatan reproduksi ternak betina, dan tatalaksana pemeliharaan ternak betina. Oleh sebab itu, mutu semen beku harus selalu terjaga agar fertilitasnya tetap baik. Untuk menjamin mutu semen beku sapi yang beredar, perlu ditetapkan standar semen beku sapi yang didukung oleh penanganan yang baik dan benar agar mutu semen beku sapi dapat dipertahankan hingga siap untuk diinseminasikan.

Tingkat keberhasilan pembuatan semen beku dapat dilihat dari kualitas semen beku yang dihasilkan. Semen beku yang berkualitas baik mempunyai persentase motilitas dan spermatozoa hidup yang tinggi. Namun, terdapat banyak faktor yang dapat menurunkan kualitas semen mulai dari proses pengolahan, penyimpanan dalam kontainer, dan distribusi semen beku itu sendiri.

Bahan pengencer untuk semen beku harus mengandung zat krioprotektan guna melindungi spermatozoa. Krioprotektan yang sering digunakan untuk pengencer semen beku adalah krioprotektan ekstraseluler seperti kuning telur dan intraseluler seperti gliserol. Salah satu jenis bahan pengencer semen sapi yang mengandung


(17)

3

krioprotektan ekstraselular adalah Andromed®. Media pengencer ini memiliki komposisi kimia yang lebih lengkap dan akan memberikan fungsi yang baik bagi spermatozoa yang diencerkan. Pengencer komersial ini telah digunakan di beberapa Balai Inseminasi Buatan dengan hasil yang memuaskan.

Masalah yang sering menyebabkan penurunan kualitas semen adalah pada proses pembekuan semen. Menurut Parrish (2003), semen akan mengalami penurunan

kualitas sekitar 10 − 40% pada saat pembekuan. Toelihere (1993) menambahkan

bahwa kerusakan spermatozoa sebanyak 20% pada saat pembekuan masih dianggap memuaskan.

Derajat kecepatan pendinginan untuk mempertahankan fertilitas spermatozoa belum diketahui dengan pasti. Berbagai percobaan telah dikemukakan, misalnya pendinginan cepat dalam waktu 2 menit dari -15oC ke -25oC, pendinginan dari 5oC ke -20oC dengan kecepatan 1 sampai 4 derajat per menit. Kecepatan

pendinginan yang sering digunakan saat pembekuan yaitu 1 derajat per menit dari 5oC ke -15oC (Toelihere, 1981). Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal

Peternakan Nomor: 12207/Hk.060/F/12/2007 tentang Petunjuk Teknis Produksi dan Distribusi Semen Beku, proses pembekuan pada tahap pra pembekuan

(pre freezing) dilakukan selama 5 − 9 menit di atas N2 cair.

Waktu pre freezing yang umumnya diterapkan di berbagai Balai Inseminasi Buatan seperti BIB Ungaran dan BIB Lembang yaitu selama 9 menit.


(18)

4

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. mengetahui pengaruh variasi waktu pre freezing terhadap kualitas semen beku Sapi Simmental menggunakan pengencer Andromed®;

2. mengetahui waktu pre freezing terbaik yang dapat mempertahankan kualitas semen beku Sapi Simmental menggunakan pengencer Andromed®.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat kepada petugas laboratorium Semen Beku di berbagai Balai Inseminasi Buatan untuk menjadi pedoman pembekuan semen yang baik dalam proses pembuatan semen beku. Teridentifikasinya waktu pre freezing yang terbaik dalam proses pembekuan semen dapat memperkecil penurunan kualitas semen beku.

D. Kerangka Pemikiran

Sapi Simmental adalah sapi bangsa Bos taurus yang berasal dari daerah Simme di Switzerland (Yulianto dan Saparinto, 2010). Namun, sapi ini berkembang lebih cepat di Benua Eropa dan Benua Amerika. Sapi Simmental merupakan tipe sapi perah dan pedaging. Sapi Simmental adalah sapi pedaging yang memiliki daging lunak, sedikit mengandung lemak dan produktivitas daging yang cukup tinggi. Sapi ini banyak disukai oleh peternak di seluruh dunia termasuk Indonesia karena berbagai keunggulan tersebut.


(19)

5

Untuk meningkatkan populasi Sapi Simmental diperlukan teknologi tepat yang mudah dan efisien melalui Inseminasi Buatan. IB merupakan salah satu teknologi pemuliabiakan yang digunakan untuk meningkatkan mutu dan jumlah ternak yang memanfaatkan penggunaan bibit pejantan unggul dalam upaya perbaikan mutu genetik ternak. Program IB dilakukan menggunakan semen beku yang diencerkan dan dibekukan dengan suhu -196oC dalam N2 cair.

Semen beku yang berkualitas baik mempunyai angka konsepsi yang tinggi.

Kualitas semen beku dipengaruhi oleh jenis pengencer yang digunakan dan proses pembuatan semen beku terutama pada tahap pembekuan. Jenis bahan pengencer yang banyak digunakan adalah Andromed®. Media pengencer ini memiliki komposisi yang lengkap dan dapat memberikan perlindungan terhadap

spermatozoa sehingga dapat meningkatkan kualitas semen beku yang dihasilkan.

Pembekuan merupakan proses pengeringan fisik yang meliputi dua tahap, yaitu

pre freezing (pembekuan awal) dan freezing (pembekuan). Pada tahap pre-

freezing, straw yang berisi semen diatur pada rak straw dan ditempatkan sekitar

4 cm di atas permukaan N2 cair dengan suhu -110 oC sampai -120oC, kemudian

straw dibekukan pada suhu -196oC dengan cara dimasukkan langsung ke dalam

N2 cair.

Pada proses pembekuan semen akan mengakibatkan terjadinya cold shock dan perubahan intraseluler yang berkaitan dengan pembentukan kristal-kristal es. Jika suatu larutan dibekukan maka air sebagai pelarut membeku menjadi kristal-kristal es, sedangkan bahan terlarut berakumulasi dalam larutan yang masih ada. Pada saat terbentuk kristal-kristal es tersebut, terjadi penumpukan elektrolit dan bahan


(20)

6

terlarut lainnya baik di dalam larutan maupun di dalam sel-sel. Konsentrasi elektrolit yang berlebihan akan melarutkan selubung lipoprotein dinding sel spermatozoa sehingga pada waktu thawing, permeabilitas membran sel akan berubah dan menyebabkan kematian sel. Masalah pembekuan ini sebagian dapat diatasi dengan menggunakan zat-zat pelindung di dalam media pengencer dan penurunan suhu secara gradual.

Derajat pendinginan merupakan problem penting dalam proses pembekuan semen. Sperma sapi banyak mengalami kerusakan pada suhu kritik antara -1,5oC dan -30oC, rata-rata pada suhu -17oC. Derajat kecepatan pendinginan pada tahap pembekuan belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Peternakan Nomor: 12207/Hk.060/F/12/2007, proses pre freezing

dilakukan selama 5 − 9 menit. Menurut Nilna (2010), pembekuan berlangsung selama 9 menit.

Kualitas semen beku dapat dilihat dari besarnya persentase motilitas dan

spermatozoa hidup setelah pembekuan. Motilitas spermatozoa sangat menentukan keberhasilan spermatozoa dalam menembus cumulus oophorus dan zona pelusida, yang merupakan lapisan sel telur. Dengan demikian motilitas merupakan faktor penting yang berperan sebagai penentu keberhasilan proses fertilisasi pada saat dilakukan IB. Menurut Hunter (1995), gerakan maju yang kuat merupakan indeks daya hidup yang penting dalam suatu populasi spermatozoa.

Selain motilitas, proses pembekuan semen juga berpengaruh terhadap daya tahan hidup spermatozoa. Persentase spermatozoa hidup yang tinggi dengan gerakan progresif kuat pada saat pemeriksaan post freezing menunjukan bahwa semen


(21)

7

beku yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik. Sebaliknya, apabila persentase spermatozoa hidup dan motilitas rendah maka semen beku tersebut memiliki kualitas yang rendah dan tidak layak untuk diinseminasikan.

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. terdapat perbedaan kualitas semen beku Sapi Simmental yang menggunakan pengencer Andromed® dengan variasi waktu pre freezing yang berbeda; 2. terdapat salah satu waktu pre freezing terbaik yang dapat mempertahankan


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sapi Simmental

Sapi Simmental adalah bangsa Bos taurus yang berasal dari daerah Simme di Switzerland tetapi sekarang perkembangannya lebih cepat di benua Eropa dan benua Amerika. Sapi Simmental merupakan tipe sapi dwiguna yaitu perah dan pedaging (Yulianto dan Saparinto, 2010). Sapi Simmental mempunyai sifat jinak, tenang, dan mudah dikendalikan (Susilorini, 2008). Sapi Simmental memiliki badan panjang dan padat, serta dapat menyusui anaknya dengan baik. Sapi Simmental berukuran besar, baik pada kelahiran, penyapihan maupun saat mencapai dewasa (Blakely dan Bade, 1991). Berat sapih Sapi Simmental cukup tinggi demikian pula pertambahan berat badan setelah sapih (Pane, 1993).

Sapi Simmental memiliki ciri-ciri bulu berwarna coklat kemerahan (merah bata), bagian muka dan lutut ke bawah serta ujung ekor berwarna putih, ukuran tubuh besar, pertumbuhan otot bagus, penimbunan lemak di bawah kulit rendah dan ukuran tanduk kecil. Sapi jantan dewasa mampu mencapai berat badan 1150 kg dan betina dewasa mencapai 800 kg. Sapi Simmental memiliki persentase karkas yang tinggi. Sapi jenis ini sangat cocok dipelihara di daerah beriklim sedang (Sugeng, 1998).


(23)

9

B. Semen

Semen adalah sekresi kelamin jantan yang diejakulasikan ke dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari spermatozoa yang berada dalam cairan yang disebut plasma semen (Salisbury dan VanDermark, 1985). Semen merupakan cairan yang terdiri dari hasil sekresi kelenjar kelamin aksesoris dan spermatozoa yang sudah masak dari epididimis seekor sapi pejantan dewasa (Srigandono, 1996). Semen terdiri atas campuran spermatozoa yang dihasilkan oleh jaringan testis di dalam tubulus seminiferus dan plasma semen yang berasal dari kelenjar kelamin pelengkap (Hafez, 1993).

Spermatozoa normal memiliki bagian-bagian yang terdiri atas kepala, leher, badan, dan ekor. Sekitar 2/3 bagian dari dinding depan kepala spermatozoa tampak tertutup oleh akrosom. Tempat sambungan dasar akrosom dan kepala disebut cincin nukleus. Di antara kepala dan badan terdapat sambungan pendek yaitu leher yang berisi sentriol proksimal, terkadang dinyatakan sebagai pusat kinetik aktifitas spermatozoa. Bagian badan dimulai dari leher dan berlanjut ke cincin sentriol. Bagian badan dan ekor mampu bergerak bebas meskipun tanpa kepala. Ekor yang menyerupai cambuk membantu mendorong spermatozoa untuk bergerak maju (Salisbury dan VanDemark (1985).

Plasma semen merupakan sekresi dari epididimis, vas deferens, kelenjar prostat, dan vesika seminalis, serta kelenjar cowper, sehingga seminal plasma sangat berpengaruh terhadap sifat fisik dan kimia semen. Di dalam plasma semen terdapat berbagai macam zat organik, zat inorganik, dan air. Zat organik tersebut seperti phosphorylcholine, glycerylphosphorylcholine, asam sitrat, fruktosa,


(24)

10

inositol, sorbitol, ergothionine, dan spremine. Zat inorganik meliputi kalium, kalsium, dan bikarbonat yang relatif tinggi kadarnya dibandingkan dengan yang terdapat dalam tubuh (Partodihardjo, 1992). Plasma semen berguna sebagai buffer

dan medium bagi spermatozoa agar dapat bertahan lama setelah ejakulasi (Toelihere, 1993).

C. Parameter Kualitas Semen

Parameter yang digunakan untuk menilai kualitas semen secara umum meliputi: volume, warna, bau, pH, konsistensi, konsentrasi, motilitas, dan viabilitas.

1. Volume

Volume merupakan salah satu standar minimum untuk evaluasi kualitas semen yang akan digunakan untuk Inseminasi Buatan (Garner dan Hafez, 2000). Volume semen dapat diketahui dengan membaca skala yang terdapat pada tabung

penampungan. Volume semen per ejakulat berbeda menurut bangsa, umur, berat badan, tingkatan makanan, dan frekuensi penampungan. Volume semen akan menurun sesudah mencapai puncak dewasa (Toelihere, 1993).

Garner dan Hafez (2000) menyatakan bahwa volume semen sapi berkisar antara 5 – 8 ml/ejakulasi. Toelihere (1993) menambahkan bahwa volume semen sapi jantan berkisar 1 – 15 ml. Menurut Salisbury dan VanDermark (1985), volume semen yang dihasilkan sapi jantan muda sekitar 1 − 2 ml atau lebih rendah dari itu, sedangkan sapi jantan yang telah dewasa dapat menghasilkan semen lebih banyak yaitu 10 − 15 ml tiap ejakulasi.


(25)

11

Menurut Feradis (2010), frekuensi ejakulasi sering menyebabkan penurunan volume dan apabila dua ejakulat diperoleh berturut-turut dalam waktu singkat maka umumnya ejakulat yang kedua mempunyai volume yang lebih rendah. Volume semen yang rendah tidak merugikan tetapi apabila disertai dengan konsentrasi yang rendah pula maka akan membatasi jumlah spermatozoa yang tersedia.

2. Warna

Semen sapi normal berwarna seperti susu atau krem keputih-putihan dan keruh. Derajat kekeruhannya tergantung pada konsentrasi spermatozoa. Sekitar 10% sapi-sapi jantan menghasilkan semen yang normal berwarna kekuning-kuningan yang disebabkan oleh pigmen riboflavin yang dibawakan oleh satu gen autosom resesif dan tidak mempunyai pengaruh terhadap fertilitas (Toelihere, 1993).

Adanya kuman-kuman Pseudomonas aeruginosa di dalam semen sapi dapat menyebabkan warna hijau kekuning-kuningan apabila semen dibiarkan pada suhu kamar. Gumpalan-gumpalan, bekuan dan kepingan-kepingan di dalam semen menunjukkan adanya nanah yang umumnya berasal dari kelenjar-kelenjar pelengkap dari ampula. Semen yang berwarna gelap sampai merah muda menandakan adanya darah segar dalam jumlah yang berbeda dan berasal dari saluran kelamin uretra atau penis. Warna kecoklatan menunjukkan adanya darah yang telah mengalami dekomposisi. Warna coklat muda atau warna kehijau-hijauan menunjukkan kemungkinan adanya kontaminasi dengan feses (Toelihere, 1993).


(26)

12

3. Bau

Variabel pemeriksaan bau pada semen jarang dilakukan karena tidak berhubungan dengan kualitas spermatozoa. Umumnya bau semen dikategorikan sebagai bau khas (Rizal dan Herdis, 2008).

4. pH

Nilai pH dapat dilihat dengan cara mencocokkan warna dari kertas lakmus yang telah ditetesi semen dengan warna pada tabung kemasan kertas lakmus

(Garner dan Hafez, 2000). Pada umumnya sperma sangat aktif dan tahan hidup lama pada pH sekitar 7,0. Motilitas partial dapat dipertahankan pada pH antara 5 sampai 10 (Toelihere, 1985).

Feradis (2010) menyatakan bahwa setiap bangsa sapi mempunyai nilai pH semen segar yang berbeda-beda. Menurut Peraturan Direktur Jendral Peternakan nomor 12207/hk.060/f/12/2007, pH semen segar yang digunakan sebagai semen beku berkisar antara 6,2 – 6,8. Menurut Garner dan Hafez (2000), pH semen segar adalah 6,4 – 7,8.

5. Konsistensi

Konsistensi dapat diperiksa dengan menggoyangkan tabung berisi semen secara perlahan-lahan. Semen sapi mempunyai konsistensi kental krem. Pada sapi, semen dengan konsistensi krem mempunyai konsentrasi 1000 – 2000 juta atau lebih sel per ml; konsistensi seperti susu encer memiliki konsentrasi 500 – 600 juta sel per ml; semen yang cair berawan atau hanya sedikit kekeruhan konsentrasinya sekitar


(27)

13

100 juta sel per ml dan yang jernih seperti air kurang dari 50 juta sel per ml (Toelihere, 1993).

6. Konsentrasi

Penilaian konsentrasi sangat penting karena faktor inilah yang menggambarkan sifat-sifat semen dan dipakai sebagai salah satu kriteria penentuan kualitas semen (Toelihere, 1993). Jumlah sel spermatozoa setiap unit volume semen sapi

bervariasi dari nol sampai tiga miliyar (3000×106) sel spermatozoa setiap ml. Konsentrasi spermatozoa yang berderajat tinggi biasanya berkisar dari 2000×106 sampai 2200 × 106 sel spermatozoa (Salisbury dan VanDenmark, 1985).

7. Motilitas spermatozoa

Motilitas umumnya digunakan sebagai parameter kesanggupan spermatozoa untuk membuahi sel telur (Toelihere, 1985). Sesuai dengan bentuk morfologinya,

spermatozoa hidup dapat mendorong dirinya sendiri maju ke depan di dalam lingkungan zat cair. Terdapat 3 tipe motilitas spermatozoa mamalia yaitu gerak progresif, gerak berputar, dan gerak oscillatoris di tempat (Walton dalam Salisbury dan VanDermark, 1985). Motilitas spermatozoa dipengaruhi oleh kemampuan metabolisme spermatozoa yang ditunjang oleh lingkungan yaitu suhu dan komponen-komponen di dalam medium pengencer (Toelihere, 1993).

Tipe gerak normal spermatozoa secara individual bervariasi dari gerakan maju yang sangat cepat pada spermatozoa yang baru diejakulasikan, ke gerakan maju yang lebih pelan (gerakan kepala menyerupai baling-baling pada sumbu


(28)

14

gerakan sangat lemah dan terkadang tampak ayunan ekor tanpa berpindah tempat (Salisbury dan VanDermark, 1985).

Menurut Toelihere (1993), penilaian gerakan individu spermatozoa yang terlihat pada mikroskop adalah sebagai berikut:

0% : spermatozoa tidak bergerak;

0 − 30% : gerakan berputar ditempat, pergerakan progresif; 30 − 50% : gerakan berayun atau melingkar, pergerakan progresif; 50 − 80% : ada gerakan massa, pergerakan progresif;

80 − 90% : ada gelombang, pergerakan progresif;

90 − 100% : gelombang sangat cepat, pergerakan sangat progresif;

Persentase motilitas spermatozoa sapi dibawah 40% menunjukkan nilai semen yang kurang baik dan sering berhubungan dengan infertilitas. Kebanyakan

pejantan yang fertil mempunyai 50 – 80% spermatozoa yang motil aktif progresif (Toelihere, 1993).

Menurut Toelihere (1993), pemeriksaan motilitas sperma merupakan satu-satunya cara penentuan kualitas semen sesudah pengenceran. Penilaian gerakan individual spermatozoa yang terbaik dilakukan dengan melihat pola pergerakan progresif atau gerakan aktif maju ke depan. Gerakan melingkar atau gerakan mundur merupakan tanda bahwa spermatozoa mengalami coldshock. Gerakan berayun dan berputar-putar di tempat biasanya terlihat pada semen yang sudah tua dan apabila kebanyakan spermatozoa berhenti bergerak dan dianggap mati.

Menurut Direktorat Jenderal Peternakann (2007), penilaian untuk semen beku sapi harus sesuai SNI 01.4869.1-2005. Motilitas spermatozoa pada pemeriksaan


(29)

15

mikroskopis minimal 70%. Syarat minimal spermatozoa yang motil progresif setelah pengenceran adalah 55%. Pada pengujian post thawing motility, spermatozoa sapi yang motil progresif minimal 40% dan gerak maju individu spermatozoa minimal 2 (dua).

Menurut Pane (1993), daya gerak spermatozoa sangat penting karena diperlukan untuk bergerak maju dalam saluran kelamin betina yang selanjutnya membuahi ovum. Susilawati et al. (2003) menyatakan bahwa proses fertilisasi membutuhkan spermatozoa motil sekitar sepuluh juta sel, maka syarat spermatozoa sebagai standar inseminasi adalah 2,5×107 sel spermatozoa per straw dengan motilitas sebesar 40%. Menurut Garner dan Hafez (2000), syarat minimal motilitas individu spermatozoa postthawing agar dapat digunakan dalam IB adalah 40%.

8. Spermatozoa hidup

Salisbury and VanDemark (1985) menyatakan bahwa persentase hidup spermatozoa dapat dihitung dengan melihat reaksi spermatozoa terhadap zat warna tertentu. Spermatozoa yang hidup tidak berwarna sedangkan spermatozoa yang mati akan menyerap warna. Menurut Hunter (1995), zat warna eosin tidak dapat menyusup ke dalam sel spermatozoa hidup karena membran plasmanya masih utuh dan tidak mengalami kerusakan. Menurut Partodihardjo (1992), sel-sel spermatozoa yang hidup akan sedikit sekali menghisap warna sedangkan sel-sel yang mati akan mengambil warna karena permeabilitas dinding sel menjadi lebih tinggi setelah mati.

Suyadi dan Susilawati (1992) mengatakan bahwa kadang-kadang spermatozoa yang masih hidup akan mengambil sebagian zat warna dari ekor sampai setengah


(30)

16

badan. Pengambilan zat warna oleh spermatozoa dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti sekresi kelenjar assesoris, pH, suhu, kesalahan teknik pada waktu pembuatan preparat dan umur semen sesudah pengambilan semen.

Menurut Hafez (2000), persentase hidup semen sapi segar sebesar 60 − 80%. Toelihere (1993) menyatakan bahwa semen yang baik memiliki persentase viabilitas diatas 50%. Bearden and Fuquay (2000) menyatakan bahwa persentase spermatozoa hidup akan selalu lebih tinggi daripada motilitas spermatozoa.

Menurut Partodiharjo (1992), spermatozoa yang tidak bergerak belum tentu mati sehingga tidak menghisap warna, sedangkan pada penafsiran dengan dasar

bergerak dan tidak bergerak dianggap immotil. Spermatozoa yang hidup dan tidak bergerak, diiringi defect pada dinding selnya dapat menghisap warna sehingga di bawah mikroskop dianggap mati, sedangkan penafsiran yang lain dianggap hidup.

Menurut Pangestu (2002), 50% sperma mamalia akan mati setelah pembekuan

dan thawing. Menurut Yudhaningsih (2004), suhu yang rendah akan

mengakibatkan bocornya substansi vital dalam spermatozoa sehingga enzim intraseluler, lipoprotein, ATP, kalium intraseluler dan lemak berfosfor berkurang dan menyebabkan kerusakan membran plasma. Menurut Kusuma (1990), matinya sperma disebabkan berkurangnya cadangan makanan dan tidak seimbangnya elektrolit larutan akibat metabolisme sperma.

D. Semen Beku

Semen beku adalah semen yang telah diencerkan kemudian dibekukan di bawah titik beku air. Pembekuan semen merupakan usaha untuk menjamin daya tahan


(31)

17

spermatozoa dalam waktu yang lama. Pembekuan semen meliputi proses

pengolahan, pengawetan, dan penyimpanan semen sehingga dapat digunakan pada waktu tertentu sesuai kebutuhan (Graha dalam Wahyu, 2008). Tahapan produksi semen beku adalah: penampungan semen segar, pemeriksaan semen segar, pengenceran semen segar, pengujian semen setelah pengenceran, ekuilibrasi, identifikasi straw, pengemasan (filling dan sealing), proses pembekuan, pengujian

post thawing motility, penyimpanan dan pengujian semen beku setelah

penyimpanan (Direktorat Jenderal Peternakan, 2007).

Menurut Hafez (1993), model pengemasan semen beku yang biasa digunakan yaitu:

1. straw yang terbuat dari polivinil klorida dengan dua ukuran yaitu ministraw

berisi 0,25 ml dan midistraw berisi 0,5 ml semen; 2. ampul gelas berisi 0,5 − 1 ml semen;

3. pellet berisi 0,1 − 0,2 ml semen.

Toelihere (1985) menyatakan bahwa penyimpanan dalam bentuk straw dapat menghemat tempat, ringan, dan praktis untuk dibawa kemana-mana sertadapat dibuat berbagai warna dimana setiap warnanya untuk mengidentifikasipejantan tertentu.

Menurut Toelihere (1993), penggunaan semen beku memberikan beberapa keuntungan diantaranya: semen pejantan-pejantan unggul, baik yang masih sehat maupun yang terluka, cacat, pincang, atau tua, dapat dipakai secara efisien sepanjang tahun; mengatasi hambatan waktu dan jarak; memungkinkan


(32)

18

yang lebih luas; biaya pengangkutan semen dari pusat inseminasi buatan ke pelaksana inseminasi di daerah sangat dikurangi karena penyediaan semen dan nitrogen cair hanya dilakukan sekali sebulan dimana semen beku dapat dikirimkan dengan mobil, kereta api, atau bus ekspres, atau sebagai barang kiriman pos melalui kapal udara atau kapal laut; pembekuan semen memungkinkan

pengawetan semen pejantan-pejantan muda sebelum mencapai umur yang lebih tua dimana semennya menjadi relatif infertil.

E. Pengenceran Semen

Salisbury dan VanDenmark (1985) menyatakan bahwa pengenceran semen memungkinkan IB sapi betina lebih banyak dan mempertahankan daya fertilisasi sebelum semen disemprotkan ke dalam alat kelamin betina waktu birahi. Menurut Lindsay et al. (1982), pengenceran semen berfungsi untuk memperbanyak volume semen, memberi media yang cocok untuk spermatozoa, menjaga pH, tekanan osmotik, dan sebagai krioprotektan. Dalam melakukan pengenceran semen perlu menghindari adanya panas yang berlebihan, bahan kimia toxic, berhubungan dengan udara luar, sinar matahari langsung, dan guncangan.

Menurut Toelihere (1993), syarat-syarat pengencer yang baik sebagai berikut: 1. bahan pengencer hendaknya murah, sederhana dan praktis dibuat, tetapi daya

preservasinya tinggi;

2. pengencer harus mengandung unsur-unsur (fisik dan kimiawi) yang hampir sama dengan semen dan tidak boleh mengandung zat-zat yang bersifat toksik terhadap sperma maupun terhadap saluran kelamin hewan betina;


(33)

19

3. pengencer harus tetap mempertahankan dan tidak membatasi daya fertilisasi sperma;

4. pengencer harus memberi kemungkinan penilaian sperma sesudah pengenceran.

Menurut Ridwan (2008), larutan pengencer semen yang memiliki komposisi kimia lebih lengkap akan memberikan fungsi yang baik bagi spermatozoa yang diencerkan. Subtrat-subtrat nutrisi dalam bahan pengencer diperlukan

spermatozoa untuk mempertahankan hidupnya, terutama bagi spermatozoa yang disimpan terlebih dahulu sebelum diinseminasikan.

F. Pengencer Andromed®

Andromed® adalah pengencer komersial dengan bahan dasar bebas protein hewani. Andromed® merupakan bahan pengencer instan berupa cairan yang dapat digunakan dalam proses pembekuan semen. Pengencer Andromed® mengandung gliserolyang berfungsi untuk menghasilkan energi dan membentuk fruktosa, sehingga menunjukkan spermatozoa yang optimum. Pengencer semen komersial ini juga mudah digunakan karena telah tersedia dalam paket siap pakai (Herdis et al., 2008).

Andromed® adalah pengencer yang dapat memberikan pengaruh terbaik terhadap persentase motilitas dan persentase hidup spermatozoa dibandingkan dengan susu skim (Kuswanto et al., 2007), Andromed® terdiri dari fosfolipid,

tris-(hidroksimetil)-aminometan, asam sitrat, fruktosa, gliserol, tilosin tartrat, gentamisin sulfat, spektinomisin,dan linkomisin (Minitub, 2001).


(34)

20

Menurut Minitub (2001), komposisi kimia bahan pengencer Andromed® tersusun dari beberapa bahan yang dibutuhkan oleh spermatozoa selama proses

pembekuan, diantaranya natrium dan kalium. Kedua bahan tersebut berperan dalam menjaga integritas fungsional membran plasma spermatozoa. Kalium juga perperan dalam menginduksi motilitas dan hiperaktivasi spermatozoa, serta dapat memengaruhi daya tahan hidup spermatozoa.

G. Pembekuan Semen

Menurut Toelihere (1993), pembekuan adalah suatu proses sperma yang telah mengalami ekuilibrasi dan kemudian dimasukkan dalam kontainer berisi nitrogen cair dengan suhu -196oC, sehingga sel spermatozoa dapat bertahan hidup dalam waktu yang lama. Menurut Partodiharjo (1992), pembekuan dapat dilakukan dengan menggunakan es kering, cairan udara, O2 cair, dan N2 cair. N2 cair yang

paling banyak digunakan sebab dapat membekukan pada suhu yang paling rendah dan dapat menyimpan semen dalam waktu yang lama. Kombinasi es kering dan kristal CO2 dapat mencapai titik -70oC, cairan N2 suhunya -196oC, sedangkan CO2

cair dan udara cair suhunya -190oC.

Proses pembekuan dilakukan di atas permukaan N2 cair di dalam storage

container dengan suhu -110oC sampai dengan -120oC selama 9 menit. Suhu

tersebut diperoleh bila straw yang disusun di atas rak yang ditempatkan kurang lebih 4 cm di atas permukaan N2 cair. Setelah pembekuan, semen beku disimpan

di dalam storage container yang berisi N2 cair (Nilna, 2010).

Proses pembekuan semen meliputi tiga tahap yaitu pendinginan (cooling),


(35)

21

pendinginan semen setelah diencerkan, dimasukkan dalam gelas ukur tertutup dan ditempatkan pada beaker glass berisi air (water jacket). Tabung-tabung yang berisi semen yang telah diencerkan tersebut kemudian dimasukkan dalam

refrigerator (Lindsay et al., 1982).

Proses pendinginan pada suhu 5°C akan menyebabkan penurunan motilitas spermatozoa akibat adanya asam laktat sisa metabolisme sel yang menyebabkan kondisi medium menjadi semakin asam karena penurunan pH. Kondisi ini dapat bersifat racun terhadap spermatozoa yang akhirnya menyebabkan kematian spermatozoa (Sugiarti et al., 2004).

Pada proses pre freezing, straw yang telah berisi semen diatur pada rak straw dan ditempatkan sekitar 4,5 cm diatas permukaan nitrogen cair (Toelihere, 1985).

Freezing merupakan proses penghentian sementara kegiatan hidup sel tanpa

mematikan fungsi sel dan proses hidup dapat berlanjut setelah pembekuan dihentikan (Partodiharjo, 1992).

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Peternakan

Nomor:1220/HK.060/F/12/2007 tentang Petunjuk Teknis Produksi dan Distribusi Semen Beku, proses pembekuan semen dilakukan melalui dua tahap yaitu pra pembekuan dan pembekuan.

1. Pra pembekuan (pre freezing)

Pre freezing dilakukan di dalam storage container, straw disusun di atas rak


(36)

22

2. Pembekuan (freezing)

Freezing dilakukan setelah pre freezing, straw diletakkan pada kontainer

dalam goblet dan canister, kemudian direndam dalam N2 cair dengan suhu

-196oC.

Proses pembekuan dapat menyebabkan perubahan kualitas semen beku yang dihasilkan. Perubahan kualitas yang sering dihadapi umumnya berkisar pada dua fenomena yaitu pengaruh cold shock terhadap sel yang dibekukan dan perubahan-perubahan intraseluler akibat pengeluaran air saat pembentukkan kristal-kristal es. Kristal-kristal es yang terbentuk saat proses pembekuan semen dapat merusak spermatozoa. Konsentrasi elektrolit yang berlebihan akan melarutkan selubung lipoprotein pada dinding sel spermatozoa sehingga permeabilitas membran sel akan berubah dan menyebabkan kematian sel. Spermatozoa sapi banyak

mengalami kerusakan pada suhu-suhu kritik antara -1,5oC dan -30oC. Kerusakan spermatozoa rata-rata terjadi pada suhu -17oC. Kerusakan sebanyak 20% dari seluruh spermatozoa pada waktu pembekuan masih dianggap memuaskan (Toelihere, 1993).

Menurut Maxwell dan Watson (1996), pada saat proses pembekuan semen terjadi kerusakan membran plasma spermatozoa akibat terbentuknya peroksidasi lipid. Keadaan ini terjadi karena membran plasma spermatozoa banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang sangat rentan terhadap kerusakan peroksidasi tersebut.

Menurut Situmorang (2002), penurunan motilitas spermatozoa setelah


(37)

23

masing-masing bangsa dan pejantan. Kedua senyawa tersebut merupakan komponen membran. Phospolipid berfungsi untuk melindungi sel spermatozoa dari cold shock. Sedangkan kolesterol berperan penting dalam menjaga integritas sel spermatozoa dari variasi sistem membran yang bertambah selama proses pendinginan.


(38)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) Lampung, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung.

B. Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peralatan freezing (box

freezing lengkap, kontainer nitrogen cair, rak hitung, timer, pinset panjang),

peralatan thawing (pemanas air, pinset, beaker glass 1000 ml, thermometer,

timer), dan peralatan pemeriksaan kualitas (gunting, kertas label, mikroskop, pipet

tetes, object glass, cover glass, hair dryer, counter number).

C. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen Sapi Simmental; NaCl fisiologis; media pengencer Andromed®; aqua bidestilata; nitrogen cair untuk pembekuan dan penyimpanan semen beku; air hangat (suhu 37oC) untuk thawing; eosin 2% untuk membuat preparat apus dalam menentukan persentase


(39)

25

D. Rancangan Penelitian

Rancangan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan taraf waktu pre freezing dan setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali. Pengambilan sampel straw dilakukan secara acak. Semen yang berasal dari satu ekor Sapi Simmental dibagi menjadi lima kelompok

perlakuan waktu pre freezing (5 menit, 6 menit, 7 menit, 8 menit, 9 menit). Data yang diperoleh dari hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel dan kemudian dilakukan analisis secara statistik. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis sidik ragam dengan taraf nyata 5% atau 1%. Apabila hasilnya berbeda nyata maka akan dilanjutkan dengan uji polinomial ortogonal pada taraf 5% atau 1% menurut Steel dan Torrie (1991).

E. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dimulai dengan menampung semen dari pejantan Sapi Simmental menggunakan vagina buatan (artificial vagina), selanjutnya dilakukan evaluasi semen segar secara makroskopis (volume, konsistensi, warna, bau) dan mikroskopis (gerakan massa, gerakan individu, konsentrasi). Semen segar yang memenuhi syarat kemudian diencerkan dengan pengencer Andromed® secara merata. Selanjutnya dilakukan ekuilibrasi terhadap semen yang telah diencerkan. Pemeriksaan post ekuilibrasi dilakukan setelah ekuilibrasi selesai. Semen yang memenuhi standar akan dilanjutkan proses filling, sealing, dan printing. Langkah selanjutnya yaitu melaksanakan sampling terhadap straw berisi semen sapi Simmental yang akan dibekukan. Sampel dibagi sesuai perlakuan waktu


(40)

26

pre freezing yang direncanakan (5 menit, 6 menit, 7 menit, 8 menit, dan 9 menit).

Bagan pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Bagan pelaksanaan penelitian

Proses pembuatan semen beku sebagai berikut:

1. melakukan penampungan semen menggunakan vagina buatan;

2. melakukan evaluasi terhadap semen segar (makroskopis dan mikroskopis); Ekuilibrasi

Sapi Simmental

Koleksi semen

Pengenceran

Filling, sealing, dan printing

Pemeriksaan post ekuilibrasi

Pre freezing sesuai perlakuan

(5 menit, 6 menit, 7 menit, 8 menit, 9 menit)

Pemeriksan semen segar (makroskopis dan mikroskopis)

Pemeriksaan setelah pre freezing

Pembekuan (freezing)


(41)

27

3. mencampurkan semen yang memenuhi syarat dengan pengencer Andromed® ke dalam beaker glass;

4. menutup beaker glass yang berisi semen yang telah diencerkan menggunakan

alumunium foil dan memasukkannya ke dalam cool top bersuhu 3 − 5 oC;

5. melakukan proses ekuilibrasi selama 4 jam di dalam cool top;

6. setelah ekuilibrasi selesai dilanjutkan dengan pemeriksaan post ekuilibrasi; 7. proses filling,sealing, dan printing;

8. meletakkan straw yang berisi semen cair di atas rak hitung yang telah diberi label sesuai perlakuan;

9. memasukkan N2 cair sebanyak 7,5 liter ke dalam box freezing dengan ukuran

panjang 43 cm dan lebar 27 cm;

10.melakukan pre freezing dengan cara memasukkan rak hitung yang berisi straw

semen cair di atas permukaan N2 cair dalam box freezing selama perlakuan

waktu yang diberikan (5 menit, 6 menit, 7 menit, 8 menit, 9 menit); 11.setelah pre freezing selesai dilanjutkan dengan pemeriksaan setelah

pre freezing;

12.mengambil straw menggunakan pinset dan mencelupkannya ke dalam nitrogen cair sampai terendam;

13.setelah pembekuan selesai, dilanjutkan dengan pemeriksaan post thawing motility;

14.melakukan pengumpulan data parameter yang diamati yaitu persentase motilitas spermatozoa dan persentase spermatozoa hidup pada setiap pemeriksaan kualitas.


(42)

28

Prosedur yang dilakukan untuk melihat motilitas individu spermatozoa sebagai berikut:

1. meneteskan sampel semen diatas object glass kemudian ditutup dengan cover glass;

2. mengamati motilitas spermatozoa menggunakan mikroskop dengan perbesaran lemah (10 × 10) atau perbesaran sedang (10 × 40);

3. menentukan persentase motilitas spermatozoa sesuai dengan kriteria penilaian gerakan individu spermatozoa menurut Toelihere (1981) sebagai berikut: 0% : spermatozoa tidak bergerak;

0 − 30% : gerakan berputar ditempat, pergerakan progresif; 30 − 50% : gerakan berayun atau melingkar, pergerakan progresif; 50 − 80% : ada gerakan massa, pergerakan progresif;

80 − 90% : ada gelombang, pergerakan progresif;

90 − 100% : gelombang sangat cepat, pergerakan sangat progresif;

Prosedur yang dilakukan untuk menghitung persentase spermatozoa hidup sebagai berikut:

1. melakukan thawing;

2. meneteskan semen beku pada salah satu ujung gelas obyek; 3. menambahkan satu tetes eosin 2% pada bagian yang sama;

4. menempelkan ujung gelas obyek yang lain pada kedua cairan sehingga keduanya bercampur, kemudian didorong ke ujung gelas obyek; 5. mengeringkan preparat ulas tersebut menggunakan hair dryer;

6. setelah kering, melakukan pemeriksaan spermatozoa yang hidup dan mati dengan menggunakan mikroskop pada perbesaran sedang (10 × 40) atau kuat


(43)

29

(10 × 100), spermatozoa yang hidup tetap tidak berwarna sedangkan spermatozoa yang mati akan berwarna merah atau merah muda. 7. menghitung persentase spermatozoa hidup dengan rumus berikut.

Spermatozoa hidup (%) =

F. Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah persentase motilitas spermatozoa dan persentase spermatozoa hidup.


(44)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan: 1. variasi waktu pre freezing tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap

persentase motilitas spermatozoa dan persentase spermatozoa hidup setelah

pre freezing, tetapi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap

persentase motilitas spermatozoa dan persentase spermatozoa hidup post

thawing;

2. waktu pre freezing terbaik yang dapat mempertahankan motilitas individu spermatozoa dan persentase spermatozoa hidup semen beku Sapi Simmental yang menggunakan pengencer Andromed® terdapat pada perlakuan pre-

freezing selama 9 menit.

B. Saran

Saran yang diberikan adalah:

1. perlu dilakukan penelitian yang serupa dengan waktu pre freezing yang lebih lama dari 9 menit sehingga dapat diketahui kualitas spermatozoa maksimum yang dapat meningkatkan keberhasilan IB;

2. melakukan proses pre freezing selama 9 menit agar diperoleh kualitas terbaik dari semen beku Sapi Simmental yang menggunakan pengencer Andromed®.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Bearden, H. J., and J. W. Fuquay. 2000. Applied Animal Reproduction 5th Ed. Prentice Hall. Upper Saddle River. New Jersey

Blakely, J. dan D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan Edisi ke-4. Terjemahan: B. Srigandono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Direktorat Jenderal Peternakan. 2007. Petunjuk Teknis Produksi dan Distribusi Semen Beku. Direktorat Jenderal Peternakan. Jakarta

Feradis. 2010. Bioteknologi Reproduksi pada Ternak. Alfabeta. Bandung Garner, D. L. and E. S. E. Hafez. 2000. Spermatozoa and Seminal Plasma in

Reproduction in Farm Animals Edited by E. S. E. Hafez. 7th Ed. Lippincott Wiliams and Wilkins. Philadelphia

Hafez, E. S. E. 1993. Reproduction in Farm Animal 5th Ed. Lea and Febiger, Philadelphia

Hafez, E. S. E. 2000. Semen Evaluation in Reproduction In Farm Animals 7th Ed. Lippincott Wiliams and Wilkins. Philadelphia

Herdis, M. Surachman, Yulnawati, M. Rizal dan H. Maheshwari. 2008. Viabilitas dan keutuhan membran plasma spermatozoa epididimis kerbau belang pada penambahan maltosa dalam pengencer andromed®. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. http://eprints.undip.ac.id/18998/1/33%282%292008p101-106.pdf. Diakses 14 September 2013. 33(2): 101 – 106

Hunter, R. H. F. 1995. Fisiologi dan Teknologi Reproduksi Hewan Betina Domestik. Alih bahasa oleh D. K. Harya Putra. Institut Teknologi Bandung. Bandung

Kusuma, D. L. 1990. Pengaruh Berbagai Pengencer Susu dan Lahan

Penyimpanan Terhadap Daya Hidup Sperma Domba (Oris Aries). Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan


(46)

46

Kuswanto, S. Suharyati dan P. E. Santoso. 2007. Pengaruh Penggunaan Andromed®, Stock Solution, dan Susu Skim Sebagai Bahan Pengencer Terhadap Kualitas Semen Cair Sapi Limousin Selama Penyimpanan. Kumpulan Abstrak Skripsi. Jurusan Peternakan. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Lindsay, K. W., Entwistle dan A. Winantea. 1982. Reproduksi Ternak di Indonesia. Fakultas Peternakan dan Perikanan. Universitas Brawijaya. Malang

Maxwell, W. M. C. and P. F. Watson. 1996. Recent progress in the preservation of ram semen. J. Anim. Reprod. Sci. 42: 55 − 65

Minitub. 2001. Certificate Andromed. Minitub Abfullund Labortechnik GmbH and Co KG. Germany

Nilna. 2010. Standar Operasional Pekerjaan Prosesing Semen. Pengawas Mutu Bibit Ternak pada Dinas peternakan. Sumatera Barat

Pane, I. 1993. Pemuliabiakan Ternak Sapi. PT. Gramedia Utama. Jakarta Pangestu, M. 2002. Preservation of spermatozoa: methods and applications.

Indonesian Forum on Reproduction. Journal on Reproduction. 1(2): 55 − 56 Parrish, J. 2003. Techniques in domestic animal reproduction-evaluation and

freezing of semen. http://www.wisc.edu/ansci_repro/. Diakses 14 September 2013

Partodiharjo, S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara. Jakarta

Ridwan, 2008. Pengaruh jenis pengecer semen terhadap motilitas, abnormalitas dan daya tahan hidup spermatozoa ayam buras pada penyimpanan suhu 5oC. Jurnal Agroland. 15(3): 229 − 235

Rizal, M. dan Herdis. 2008. Inseminasi Buatan pada Domba. Rineka Cipta. Jakarta

Salisbury, G. W. dan N. L. VanDenmark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan

Inseminasi Buatan pada Sapi. Penerjemah R. Januar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Samsudewa, D. 2006. Pengaruh Jumlah Spermatozoa Per Inseminasi Terhadap Kualitas Semen Beku dan Penampilan Kesuburan Pada Kambing Peranakan Etawa. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang


(47)

47

Samsudewa, D. dan A. Suryawijaya. 2008. Pengaruh Berbagai Metode Thawing

Terhadap Kualitas Semen Beku Sapi. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks semnaspro08-13.pdf. Diakses 14 September 2013. 1: 88 – 92

Situmorang, P. 2002. Pengaruh penambahan eksogenous phospholipid ke dalam pengencer tris dengan tingkat kuning telur yang berbeda pada daya hidup spermatozoa sapi. http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/jitv/jitv73-7.pdf. Diakses 14 September 2013. JITV 7(3): 181 − 187

Srianto, P., S. Fatimah, R. B. Utomo dan I. N. Triana. 2013. Motilitas dan persentase hidup spermatozoa sapi friesian holstein post thawingdalam pengencer skim kuning telur, tris kuning telur dan andromed®.

http://journal.unair.ac.id/filerPDFVETMED%20EDISI%20%2016%202013-10.pdf. Diakses 14 September 2013. 6(1): 51 – 54

Srigandono, B. 1996. Kamus Istilah Peternakan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1991 . Prinsip dan Prosedur Statistika. Penerjemah B. Sumantri. PT. Gramedia Utama. Jakarta

Sugeng, Y. B. 1998. Beternak Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta Sugiarti, T., E. Triwulanningsih, P. Situmorang, R. G. Sianturi dan D. A.

Kusumaningrum. 2004. Penggunaan Katalase dalam Produksi Semen Dingin Sapi. Puslitbang Peternakan. Bogor

Susilawati, T., P. Srianto, Hermanto dan E. Yuliani. 2003. Inseminasi Buatan dengan Spermatozoa Beku Hasil Sexing pada Sapi Untuk Mendapatkan Anak dengan Jenis Kelamin Sesuai Harapan. Laporan Penelitian. Fakultas

Peternakan Universitas Brawijaya. Malang

Susilorini, E. T. 2008. Budi Daya 22 Ternak Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta

Suyadi dan Susilawati. 1992. Pengantar Fisiologi Reproduksi. LUW Animal Husbandry Project Universitas Brawijaya. Malang

Toelihere, M. R. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung Toelihere, M. R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa. Bandung Umar, S. dan M. Maharani. 2005. Pengaruh berbagai waktu ekuilibrasi terhadap

daya tahan sperma sapi limousin dan uji kebuntingan. Jurnal Agribisnis Peternakan. http://repository.usu.ac.id/bitstream123456789208971agp-apr2005-4.pdf. Diakses 14 September 2013. 1(1): 17 – 21


(48)

48

Wahyu, J. 2008. Manajemen Mutu Semen Beku Sapi di Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang Bandung. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Yudhaningsih, H. 2004. Kualitas dan Integritas Membran Spermatozoa Sapi Madura Menggunakan Motilitas dan Pengencer yang Berbeda Selama Proses Pembekuan Semen. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang

Yulianto, P. dan C. Saparinto. 2010. Pembesaran Sapi Potong Secara Intensif. Penebar Swadaya. Jakarta


(1)

29

(10 × 100), spermatozoa yang hidup tetap tidak berwarna sedangkan spermatozoa yang mati akan berwarna merah atau merah muda. 7. menghitung persentase spermatozoa hidup dengan rumus berikut.

Spermatozoa hidup (%) =

F. Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah persentase motilitas spermatozoa dan persentase spermatozoa hidup.


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan: 1. variasi waktu pre freezing tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap

persentase motilitas spermatozoa dan persentase spermatozoa hidup setelah pre freezing, tetapi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap persentase motilitas spermatozoa dan persentase spermatozoa hidup post thawing;

2. waktu pre freezing terbaik yang dapat mempertahankan motilitas individu spermatozoa dan persentase spermatozoa hidup semen beku Sapi Simmental yang menggunakan pengencer Andromed® terdapat pada perlakuan pre- freezing selama 9 menit.

B. Saran

Saran yang diberikan adalah:

1. perlu dilakukan penelitian yang serupa dengan waktu pre freezing yang lebih lama dari 9 menit sehingga dapat diketahui kualitas spermatozoa maksimum yang dapat meningkatkan keberhasilan IB;

2. melakukan proses pre freezing selama 9 menit agar diperoleh kualitas terbaik dari semen beku Sapi Simmental yang menggunakan pengencer Andromed®.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Bearden, H. J., and J. W. Fuquay. 2000. Applied Animal Reproduction 5th Ed. Prentice Hall. Upper Saddle River. New Jersey

Blakely, J. dan D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan Edisi ke-4. Terjemahan: B. Srigandono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Direktorat Jenderal Peternakan. 2007. Petunjuk Teknis Produksi dan Distribusi Semen Beku. Direktorat Jenderal Peternakan. Jakarta

Feradis. 2010. Bioteknologi Reproduksi pada Ternak. Alfabeta. Bandung Garner, D. L. and E. S. E. Hafez. 2000. Spermatozoa and Seminal Plasma in

Reproduction in Farm Animals Edited by E. S. E. Hafez. 7th Ed. Lippincott Wiliams and Wilkins. Philadelphia

Hafez, E. S. E. 1993. Reproduction in Farm Animal 5th Ed. Lea and Febiger, Philadelphia

Hafez, E. S. E. 2000. Semen Evaluation in Reproduction In Farm Animals 7th Ed. Lippincott Wiliams and Wilkins. Philadelphia

Herdis, M. Surachman, Yulnawati, M. Rizal dan H. Maheshwari. 2008. Viabilitas dan keutuhan membran plasma spermatozoa epididimis kerbau belang pada penambahan maltosa dalam pengencer andromed®. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. http://eprints.undip.ac.id/18998/1/33%282%292008p101-106.pdf. Diakses 14 September 2013. 33(2): 101 – 106

Hunter, R. H. F. 1995. Fisiologi dan Teknologi Reproduksi Hewan Betina Domestik. Alih bahasa oleh D. K. Harya Putra. Institut Teknologi Bandung. Bandung

Kusuma, D. L. 1990. Pengaruh Berbagai Pengencer Susu dan Lahan

Penyimpanan Terhadap Daya Hidup Sperma Domba (Oris Aries). Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan


(4)

46

Kuswanto, S. Suharyati dan P. E. Santoso. 2007. Pengaruh Penggunaan Andromed®, Stock Solution, dan Susu Skim Sebagai Bahan Pengencer Terhadap Kualitas Semen Cair Sapi Limousin Selama Penyimpanan. Kumpulan Abstrak Skripsi. Jurusan Peternakan. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Lindsay, K. W., Entwistle dan A. Winantea. 1982. Reproduksi Ternak di Indonesia. Fakultas Peternakan dan Perikanan. Universitas Brawijaya. Malang

Maxwell, W. M. C. and P. F. Watson. 1996. Recent progress in the preservation of ram semen. J. Anim. Reprod. Sci. 42: 55 − 65

Minitub. 2001. Certificate Andromed. Minitub Abfullund Labortechnik GmbH and Co KG. Germany

Nilna. 2010. Standar Operasional Pekerjaan Prosesing Semen. Pengawas Mutu Bibit Ternak pada Dinas peternakan. Sumatera Barat

Pane, I. 1993. Pemuliabiakan Ternak Sapi. PT. Gramedia Utama. Jakarta Pangestu, M. 2002. Preservation of spermatozoa: methods and applications.

Indonesian Forum on Reproduction. Journal on Reproduction. 1(2): 55 − 56 Parrish, J. 2003. Techniques in domestic animal reproduction-evaluation and

freezing of semen. http://www.wisc.edu/ansci_repro/. Diakses 14 September 2013

Partodiharjo, S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara. Jakarta

Ridwan, 2008. Pengaruh jenis pengecer semen terhadap motilitas, abnormalitas dan daya tahan hidup spermatozoa ayam buras pada penyimpanan suhu 5oC. Jurnal Agroland. 15(3): 229 − 235

Rizal, M. dan Herdis. 2008. Inseminasi Buatan pada Domba. Rineka Cipta. Jakarta

Salisbury, G. W. dan N. L. VanDenmark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan

Inseminasi Buatan pada Sapi. Penerjemah R. Januar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Samsudewa, D. 2006. Pengaruh Jumlah Spermatozoa Per Inseminasi Terhadap Kualitas Semen Beku dan Penampilan Kesuburan Pada Kambing Peranakan Etawa. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang


(5)

47

Samsudewa, D. dan A. Suryawijaya. 2008. Pengaruh Berbagai Metode Thawing Terhadap Kualitas Semen Beku Sapi. Seminar Nasional Teknologi

Peternakan dan Veteriner. http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks semnaspro08-13.pdf. Diakses 14 September 2013. 1: 88 – 92

Situmorang, P. 2002. Pengaruh penambahan eksogenous phospholipid ke dalam pengencer tris dengan tingkat kuning telur yang berbeda pada daya hidup spermatozoa sapi. http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/jitv/jitv73-7.pdf. Diakses 14 September 2013. JITV 7(3): 181 − 187

Srianto, P., S. Fatimah, R. B. Utomo dan I. N. Triana. 2013. Motilitas dan persentase hidup spermatozoa sapi friesian holstein post thawingdalam pengencer skim kuning telur, tris kuning telur dan andromed®.

http://journal.unair.ac.id/filerPDFVETMED%20EDISI%20%2016%202013-10.pdf. Diakses 14 September 2013. 6(1): 51 – 54

Srigandono, B. 1996. Kamus Istilah Peternakan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1991 . Prinsip dan Prosedur Statistika. Penerjemah B. Sumantri. PT. Gramedia Utama. Jakarta

Sugeng, Y. B. 1998. Beternak Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta Sugiarti, T., E. Triwulanningsih, P. Situmorang, R. G. Sianturi dan D. A.

Kusumaningrum. 2004. Penggunaan Katalase dalam Produksi Semen Dingin Sapi. Puslitbang Peternakan. Bogor

Susilawati, T., P. Srianto, Hermanto dan E. Yuliani. 2003. Inseminasi Buatan dengan Spermatozoa Beku Hasil Sexing pada Sapi Untuk Mendapatkan Anak dengan Jenis Kelamin Sesuai Harapan. Laporan Penelitian. Fakultas

Peternakan Universitas Brawijaya. Malang

Susilorini, E. T. 2008. Budi Daya 22 Ternak Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta

Suyadi dan Susilawati. 1992. Pengantar Fisiologi Reproduksi. LUW Animal Husbandry Project Universitas Brawijaya. Malang

Toelihere, M. R. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung Toelihere, M. R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa. Bandung Umar, S. dan M. Maharani. 2005. Pengaruh berbagai waktu ekuilibrasi terhadap

daya tahan sperma sapi limousin dan uji kebuntingan. Jurnal Agribisnis Peternakan. http://repository.usu.ac.id/bitstream123456789208971agp-apr2005-4.pdf. Diakses 14 September 2013. 1(1): 17 – 21


(6)

48

Wahyu, J. 2008. Manajemen Mutu Semen Beku Sapi di Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang Bandung. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Yudhaningsih, H. 2004. Kualitas dan Integritas Membran Spermatozoa Sapi Madura Menggunakan Motilitas dan Pengencer yang Berbeda Selama Proses Pembekuan Semen. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang

Yulianto, P. dan C. Saparinto. 2010. Pembesaran Sapi Potong Secara Intensif. Penebar Swadaya. Jakarta