BAHAN AKTIF SPONGE (Geodia sp) (Literature Review Mata Kuliah Bahan Aktif Dalam Akuakultur

BAHAN AKTIF SPONGE (Geodia sp)
(Literature Review Mata Kuliah Bahan Aktif Dalam Akuakultur)

Oleh
Syohibahttul Islamiyah Bahar
1214111063

JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015

BAHAN AKTIF SPONGE (Geodia sp)
(Mata Kuliah Bahan Aktif Dalam Akuakultur)
Literatur Review
I.

PENDAHULUAN
Perairan laut sangat kaya dengan keanekaragaman hayati, mulai dari

avertebrata, vertebrata, hingga tumbuhan. Tidak jarang dari berbagai jenis

ekosistem perairan tersebut memiliki potensi untuk dimanfaatkan untuk
kepentingan mahluk hidup lainnya, contohnya seperti penawar racun (obat).
Sponge merupakan salah satu komponen biota penyusun terumbu karang
yang mempunyai potensi bioaktif, seperti antibakteri, antijamur, antitumor,
antivirus, antifouling, dan menghambat aktivitas enzim. Jumlah struktur senyawa
yang telah diteliti mencapai 3500 jenis Senyawa (Soest & Braekman, 1999), yang
diambil dari dua kelas (Calcarea dan Demospongiae). Sebagai sumber senyawa
bahan alam, spons juga memiliki manfaat lain, seperti; digunakan seebagai
indikator biologi untuk pemantauan pencemaran laut (Amir,1991), indikator
dalam interaksi komunitas (Bergquist, 1978), dan sebagai hewan penting untuk
akuarium laut (Riseley, 1971; Warren, 1982).
Maka dari itu, perlu adanya pengkajian mengenai pemanfaatan spons laut
sekarang ini, terutama untuk mencari senyawa bioaktif baru dan memproduksi
senyawa bioaktif tertentu.
II.

ISI
Spons adalah hewan yang termasuk Filum Porifera. Filum Porifera terdiri dari

tiga kelas, yaitu: Calcarea, Demospongiae, dan Hexactinellida (Amir dan

Budiyanto,1996; Rachmaniar, 1996; Romimohtarto dan Juwana,1999), sedangkan
menurut Warren (1982),Ruppert dan Barnes (1991), filum Porifera terdiri dari
empat kelas, yaitu: Calcarea, Demospongiae, Hexactinellida, dan Sclerospongia.
Kelas Calcarea adalah kelas spons yang semuanya hidup di laut. Spons ini
mempunyai struktur sederhana dibandingkan yang lainnya. Spikulanya terdiri dari
kalsium karbonat dalam bentuk calcite. Kelas Demospongiae adalah kelompok
spons yang terdominan di antara Porifera masa kini. Mereka tersebar luas di alam,

serta jumlah jenis maupun organismenya sangat banyak. Mereka sering berbentuk
masif dan berwarna cerah dengan sistem saluran yang rumit, dihubungkan dengan
kamar-kamar bercambuk kecil yang bundar. Spikulanya ada yang terdiri dari
silikat dan ada beberapa (Dictyoceratida, Dendroceratida dan Verongida)
spikulanya hanya terdiri serat spongin, serat kollagen atau spikulanya tidak ada.
Kelas Hexactinellida merupakan spons gelas. Mereka kebanyakan hidup di laut
dalam dan tersebar luas. Spikulanya terdiri dari silikat dan tidak mengandung
spongin (Warren, 1982, Ruppert dan Barnes, 1991; Amir dan Budiyanto, 1996;
Romihmohtarto dan Juwana, 1999).
Kelas Sclerospongia merupakan spons yang kebanyakan hidup pada perairan
dalam di terumbu karang atau pada gua-gua, celah-celah batuan bawah laut atau
terowongan diterumbu karang. Semua jenis ini adalah bertipe leuconoid yang

kompleks yang mempunyai spikula silikat dan serat spongin. Elemenelemen ini
dikelilingi oleh jaringan hidup yang terdapat pada rangka basal kalsium karbonat
yang kokoh atau pada rongga yang ditutupi oleh kalsium karbonat (Warren,1982;
Harrison dan De Vos,1991; Ruppert dan Barnes,1991). Morfologi luar spons laut
sangat dipengaruhi oleh faktor fisik, kimiawi, dan biologis lingkungannya.
Spesimen yang berada di lingkungan yang terbuka dan berombak besar cenderung
pendek pertumbuhannya atau juga merambat. Sebaliknya spesimen dari jenis yang
sama pada lingkungan yang terlindung atau pada perairan yang lebih dalam dan
berarus tenang, pertumbuhannya cenderung tegak dan tinggi. Pada perairan yang
lebih dalam spons cenderung memiliki tubuh yang lebih simetris dan lebih besar
sebagai akibat lingkungan dari lingkungan yang lebih stabil apabila dibandingkan
dengan jenis yang sama yang hidup pada perairan yang dangkal.
Spons dapat berbentuk sederhana seperti tabung dengan dinding tipis, atau
masif bentuknya dan agak tidak teratur. Banyak spons juga terdiri dari segumpal
jaringan yang tak tentu bentuknya, menempel dan membuat kerak pada batu,
cangkang, tonggak, atau tumbuh-tumbuhan. Kelompok spons lain mempunyai
bentuk lebih teratur dan melekat pada dasar perairan melalui sekumpulan spikula.
Bentuk-bentuk yang dimiliki spons dapat beragam. Beberapa jenis bercabang
seperti pohon, lainnya berbentuk seperti sarung tinju, seperti cawan atau seperti


kubah. Ukuran spons juga beragam, mulai dari jenis berukuran sebesar kepala
jarum pentul, sampai ke jenis yang ukuran garis tengahnya 0.9 m dan tebalnya
30.5 cm. Jenis-jenis spons tertentu nampak berbulu getar karena spikulanya
menyembul keluar dari badannya.
Di lautan sponge tidak jarang dijumpai, termasuk juga dengan bahan aktif yang
terkandung di dalam spons. Faikoh,. et.al (2013) menyatakan bahwa ekstrak kasar
dari karang lunak Geodia sp. segar memiliki aktivitas bakteri terhadap E.colli dan
V.parahaemolyticus, bahan aktifnya diperoleh dari analisis GC-MS, diidentifikasi
terdapat 16 metabolit sekunder yang terdapat pada karang lunak Geodia sp, dua
yang paling dominan yaitu Androst-4-en-3-one sebesar 34,06% dan 1,5-di-tertbutyl-1,3-cyclohexadine sebanyak 17,96% dan keduanya merupakan turunan
senyawa dari senyawa terpenoid. Faikoh., et.al (2013) beranggapan apabila bahan
aktif spons ini dimanfaatkan maka akan mengurangi dampak dari infeksi E.colli
dan V.parahaemolyticus, yang diketahui kedua bakteri itu tidak hanya
menginfeksi hewan, tetapi juga manusia. Dalam pembuatan ekstrak spons, yaitu
Sponge (Geodia sp.) segar diperoleh Faikoh., et.al (2013) dari perairan pulau Gili,
Probolinggo, Jawa Timur. Sponge dicuci dan dibersihkan dari kotoran yang
menempel dan kemudian diangin-anginkan. Sampel sponge kemudian dihaluskan.
Sponge yang telah dihaluskan dimaserasi dengan mengunakan pelarut heksan,
kloroform, dan etanol dengan perbandingan 1:1 selama 3x24 jam pada suhu 5 0C,
10 0C dan suhu kamar. Sponge kemudian disaring dengan menggunakan kertas

saring dan filtrat ditampung dalam erlenmayer sehingga diperoleh ekstrak
heksana, kloroform dan etanol yang bebas dari kotoran. Ekstrak-ekstrak yang
terkumpul kemudian dievaporasi dengan menggunakan rotari evaporator pada
suhu 45 ºC sampai tidak terjadi lagi pengembunan pelarut pada kondensor
(menunjukkan semua pelarut telah menguap). Analisis GCMS dilakukan terhadap
hasil ekstrak yang positif menunjukkan daya anti bakteri terhadap bakteri E. coli
dan Vibrio parahaemolyticus. Analisis GCMS dilakukan berdasarkan metode
Putra (2007). Gas pembawa yang digunakan adalah helium dengan laju aliran
diatur sebagai berikut. Suhu injektor 320 ºC, suhu awal oven 70 ºC. laju kenaikan

suhu 10 ºC/menit, dan suhu akhir oven 310 ºC. identifikasi senyawa dilakukan
dengan bantuan perangkat lunak PC
Nursyam., et.al (2013) juga menyatakan bahwa hasil ekstrak dari Geodia sp
segar, memiliki efektivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus
aureus, dan Escherchia coli, kandungan yang dimiliki yaitu, Androst-4-en-3-one,
17-hydroxy-, (17 beta-(CAS) dari testosteron, sebesar 34,06%, kemudia 1,5-ditert-butyl-1,3-cyclohexadine dengan total sebesar 17,96% dan 4-(2 ‘, 2’-1’Dimethylliden-cyclohexyliden) sebesar 8,39%. Pembuatan ekstrak Nursyam
menggunakan sponge yang segar dan kondisi kering, kemudian spons ini
dibersihkan dari kotoran, dikeringkan, dan dipotong kecil-kecil. Selanjutnya yang
kedua, sampel spons diekstrak menggunakan ethanol, methanol, hexan,
chlorofrom, dan air (akuades) dengan rasio 1:1 untuk 3x24 jam. Proses maserasi

sampel dilakukan di wadah bejana di dalam laboratorium. Selanjutnya penyaring
digunakan menggunakan kertas saring setelah itu di campurkan. Campuran
kemudia di evavorasi menggunakan rotary evaporator, dengan temperatur
tergantung dengan zat pelarutnya, dihentikan proses evaporasi hingga larutan
terkondensasi oleh kondensor.

Gambar 1. Hasil chromatografi Geodia sp (Nursyam, 2013)
Test GC-MS menunjukan bahwa Androst-4-en-3-one, 17-hydroxy-, (17 beta-(CAS)

dari testosteron, sebesar 34,06%, kemudia 1,5-di-tert-butyl-1,3-cyclohexadine
dengan total sebesar 17,96% dan 4-(2 ‘, 2’-1’-Dimethylliden-cyclohexyliden)

sebesar 8,39%. Nursyam (2013)

menyatakan bahwa secara umum, spons

ditemukan di sebagian kecil dari senyawa non-polar seperti senyawa terpenoide,
steroid dan lemak asam.
III.


KRITIK
Review jurnal tersebut, diketahui bahwa bahan aktif yang dihasilkan oleh Geodia

sp

yaitu

Androst-4-en-3-one

cyclohexadine

sebanyak

sebesar

17,96%,

34,06%
yang


dan

dapat

1,5-di-tert-butyl-1,3digunakan

sebagai

antibakteri,antijamur, antivirus, dll. Kelemahannya terdapat pada aplikasi
perlakuan bahan aktif, yang hanya secara invitro dan belum diaplikasikan pada
hewan maupun organisme lainnya. Sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut
bahwa bahan aktif ini selain dapat membunuh bakteri maupun virus, tetapi juga
tidak toksik pada hewan atau organisme lainnya, sehingga dapat bermanfaat bagi
kesehetan hewan ataupun organisme lain.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, I. 1991. Fauna Sepon (Porifera) dari Terumbu Karang Genteng Besar,
Pulau-Pulau Seribu. Oseanologi di Indonesia 24: 41 – 54.
Amir, I dan Budiyanto. 1996. Mengenal Spons Laut (Demospongiae) Secara
Umum. Oseana, 21(2): 15 – 31
Bergquist, P.R. 1978. Sponges. Hutchinson. London.

Faikoh, E.N., Y.E, Denok., Suhendri.S., H.Q.Aini.2013. Studies of antibacterials
effect of fresh soft coral (Geodia sp) Extract agains escherichia coli and
Vibrio parahaemolyticus and the content of active compunds. Jurnal
Teknologi Pertanian. 14 (3):201-208
Harrison FW, and De Vos L. 1991. Porifera. Di dalam: Harrison FW, Westfall JA
(ed.). Microscopic Anatomy of Invertebrates. Volume 2. Placozoa, Porifera,
Cnidaria, and Ctenophora. Wiley-Liss. A John Wiley & Sons, Inc.,
Publication. New York, Chicester, Brisbane, Toronto, Singapore. 28 – 89
Nursyam.H., Andayani.S., Hefti.S,. 2013. Antibacterial activities of sponge
extracts (Geodia sp) againts Staphylococcus aureus and Escherichia coli.
Global Jurnal Of Medicinal Plant Research. 1(1):88-92

Rachmaniar R. 1996. Penelitian Produk Alam Laut Skreening Substansi Bioaktif.
Laporan Penelitian Tahun Anggaran 1995/1996. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. Puslitbang Oseanologi
Riseley RA. 1971. Tropical Marine Aquaria. The Natural System. George Allen &
Unwin Ltd. Ruskin Hause Museum Street. London. 164 – 165.
Romihmohtarto, K. dan Juwana S. 1999. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan tentang
Biota Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI. Jakarta.
115 – 128

Ruppert EE, and Barnes RD. 1991. Invertebrates Zoology. Sixth Edition. Saunders
College Publishing. Philadelphia, New York, Chicago, San Fransisco,
Montreal, Toronto, London, Sidney, Tokyo. 68 – 91.
Soest ,RWM Van, and Braekman JC. 1999. Chemosystematics of Porifera: A
Review. Memoir of the Queensland Museum 44: 569 -589
Warren L. 1982. Encyclopedia of Marine Invertebrates. Di dalam: Walls JG (ed.).
15 – 28.