BAB 1 Skrining ADHD pada mahasiswa pendidikan dokter smt 7

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) sering tidak terdiagnosis
ketika masa kanak-kanak. Hal ini sangat umum di masa lalu, ketika sangat sedikit
orang yang menyadari ADHD. Alih-alih mengenali gejala dan mengidentifikasi
masalah yang sebenarnya, keluarga, guru, atau orang tua lainnya mungkin
melabeli sesesorang dengan ADHD sebagai seorang pemimpi, sebuah kesalahan,
pemalas, pengacau, atau hanya seorang siswa yang nakal (Smith, 2013).
Anecdotal account tentang orang dewasa dengan AttentionDeficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) telah berulang kali menampilkan
kesulitan dalam berbagai domain kegiatan besar dalam hidup, termasuk perilaku
dalam pekerjaan dan fungsi dalam pekerjaan, pengaturan pendidikan, fungsi
sosial, kencan atau hubungan perkawinan, dan perilaku dalam kegiatan
masyarakat (Adler, 2006; Hallowell & Ratey, 1994; Wender, 1995).
Dokter juga telah mendapati penurunan dari domain-domain tersebut serta
adanya keluhan masalah dalam mengelola uang mereka, mengemudi, mematuhi
hukum-hukum (perilaku antisosial), penggunaan narkoba atau ketergantungan
langsung dan pelecehan, membesarkan anak dan manajemen perilaku,

menjalankan rumah tangga, menjaga kesehatan mereka, dan bahkan fungsi
seksual. (Goldstein & Ellison, 2002; Triolo, 1999;. Weiss et al, 1999).
Orang dewasa yang didiagnosis dengan ADHD tampaknya memiliki risiko
lebih tinggi untuk mendapat hasil pendidikan dan fungsi akademik rendah
beberapa kali selama mereka sekolah, seperti yang ditemukan pada anak-anak
1

dengan ADHD dan diikuti selama perkembangan. Antara 16% dan 40% orang
dewasa pernah mengulang kelas (Barkley et al., 1996; Biederman et al., 1993;
Murphy & Barkley,1996).
Seiring anak-anak dengan ADHD memasuki masa dewasa dan mendapat
pekerjaan purna waktu yang membutuhkan tenaga kerja terampil, kemampuan
mengawasi, mengemban tanggung jawab, dan pelatihan berkala untuk
pengetahuan baru atau keterampilan baru. Defisit dalam perhatian, kontrol
impuls, dan mengatur tingkat kegiatan serta kemampuan organisasi dan
pengendalian diri mereka yang buruk bisa mulai merugikan mereka dalam
pekerjaan (Mannuzza et al., 1993; Weiss & Hechtman, 1993).
The Milwaukee studi menemukan bahwa subyek hiperaktif dinilai
memiliki kinerja yang secara signifikan kurang baik dalam dunia kerja dibanding
dengan subyek kontrol (Barkley, Fischer et al., 2006).

Atasan

menilai orang dewasa dengan ADHD kurang adekuat dalam

memenuhi tuntutan pekerjaan, kurang mungkin untuk dapat bekerja secara
independen dan menyelesaikan tugas, dan lebih kecil kemungkinannya untuk
bergaul dengan baik dengan supervisor. Mereka juga kurang baik dalam
wawancara kerja daripada orang dewasa tanpa ADHD (Weiss & Hechtman,
1993).
ADHD lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan pada
populasi umum, dengan rasio sekitar 2: 1 pada anak-anak dan 1,6: 1 pada orang
dewasa. Dibandingkan laki-laki,

wanita

menunjukkan gejala inattention (DSM-5, 2013)
2

dengan


ADHD

lebih banyak

Terbukti dari beberapa penelitian di atas, kerugian individu dengan ADHD
saat dewasa sangatlah banyak. Oleh karena itu, penting bagi individu dengan
ADHD untuk menyadari keadaan mereka sehingga individu itu bisa belajar
mengatasi. Karena seperti yang tertulis dalam buku The Gift of Adult ADD yang
ditulis oleh Lara Honos-Webb, deficit pada ADHD tidak harus menjadi petaka
akan tetapi bisa disikapi sebagai sebuah gift (kelebihan) apabila yang
bersangkutan bisa mengelola dengan baik.
Bagaimanapun, gangguan dari Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder
dapat diatasi. Dengan pendidikan, dukungan, dan sedikit kreativitas, seseorang
dengan ADHD dapat belajar untuk mengelola gejala ADHD saat dewasa, bahkan
dapat mengubah beberapa kelemahannya menjadi kekuatan. Tidak pernah terlalu
terlambat untuk memutar balikkan gangguan dari ADHD dan mulai berhasil
dengan cara yang berbeda (Smith, 2013).
Selain itu, belum ada angka kejadian ADHD pada dewasa yang pasti di
Indonesia, sehingga mendorong penulis untuk melakukan penelitian ini
walaupun dari skala kecil. Penulis memilih status pendidikan mahasiswa

pendidikan dokter sebagai sampel dikarenakan mahasiswa pendidikan dokter
adalah generasi muda yang nantinya akan mengemban tugas melayani
masyarakat dalam bidang kesehatan di masa depan, dan sebagai Sumber Daya
Manusia untuk Indonesia.
Selain itu, penelitian ini menggunakan intrumen asli dalam bahasa Inggris.
Oleh karena itu, sampel penelitian ini harus memahami bahasa Inggris. Sehingga
3

penelitian ini dilakukan sekaligus untuk mempersiapkan calon tenaga medis agar
dapat melakukan yang terbaik dalam pekerjaannya demi kemajuan pelayanan
kesehatan di Indonesia nantinya, dan agar bisa dilakukan penatalaksanaan yang
tepat apabila perlu diambil tindakan secepatnya.
1.2

Rumusan Masalah
Berapa proporsi mahasiswa Pendidikan Dokter Semester VII Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga yang kemungkinan mengalami AttentionDeficit/Hyperactivity Disorder (ADHD)?

1.3


Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui proporsi mahasiswa Pendidikan Dokter Semester VII Fakultas
Kedokteran
1.3.2

Universitas Airlangga

yang

kemungkinan

Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD).
Tujuan Khusus
1. Mengetahui perbandingan jenis kelamin

pada

mengalami


mahasiswa

Pendidikan Dokter Semester VII Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga yang kemungkinan ADHD
2. Mengetahui sebaran umur dari kemungkinan ADHD pada

mahasiswa Pendidikan Dokter Semester VII Fakultas Kedokteran
1.4

Universitas Airlangga
Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Melalui hasil yang diperoleh dapat digunakan sebagai studi pendahuluan
untuk
1.4.2

penelitian

lebih


lanjut

mengenai

prevalensi

Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) pada dewasa.
Manfaat Praktis
Dengan
mengetahui
prevalensi
kemungkinan

Attention-

Attention-

Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) pada dewasa, dapat ditelaah lebih
lanjut mengenai penatalaksanaan yang tepat untuk kasus tersebut, serta
4


berbagai intervensi yang kemungkinan dapat dilakukan untuk mengatasi
keluhan dan mencegah kesalahan diagnosis.

5