Gambaran Demografi, Klinis, Faktor Risiko, dan Terapi Pasien Anak dengan ADHD di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Tahun 2010 – 2012
DI RSJ Dr. SOEHARTO HEERDJAN TAHUN 2010 - 2012
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH:
Ayu Wilda Ainusyifa
NIM: 109103000040
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433 H/2012 M
(2)
ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 12 September 2012
(3)
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
GAMBARAN DEMOGRAFI, KLINIS, FAKTOR RISIKO, DAN TERAPI PASIEN ANAK DENGAN ADHD
DI RSJ Dr. SOEHARTO HEERDJAN TAHUN 2010 - 2012 Laporan Penelitian
Diajukan Kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)
Oleh :
Ayu Wilda Ainusyifa NIM: 109103000040
Pembimbing 1 Pembimbing 2
dr. Yanti Susianti, Sp.A dr. Isa Multazam Noor, Sp.KJ
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1432 H/2011 M
(4)
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Laporan Penelitian berjudul GAMBARAN DEMOGRAFI, KLINIS, FAKTOR RISIKO, DAN TERAPI PASIEN ANAK DENGAN ADHD DI RSJ Dr. SOEHARTO HEERDJAN TAHUN 2010 – 2012 yang diajukan oleh Ayu Wilda Ainusyifa (NIM: 109103000040), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 18 September 2012. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.
Jakarta, 18 September 2012 DEWAN PENGUJI
KETUA SIDANG
dr. Isa Multazam Noor, Sp.KJ PEMBIMBING 1
dr. Yanti Susianti, Sp.A
PEMBIMBING 2
dr. Isa Multazam Noor, Sp.KJ
PENGUJI 1
Dr. dr. Syarief Hasan Luthfie, Sp.KFR
PENGUJI 2
dr. Riva Auda, Sp.A.M.Kes
PIMPINAN FAKULTAS DEKAN FKIK UIN
Prof. Dr. dr. MK. Tadjudin, Sp.And
KAPRODI PSPD FKIK UIN
(5)
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan Barokah-Nya
kami dapat menyelesaikan penelitian kami yang berjudul “Gambaran Demografi, Klinis, Faktor Risiko, dan Terapi Pasien Anak dengan ADHD di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Tahun 2010 – 2012”. Shalawat dan salam kami junjungkan kehadirat baginda Rasulullah SAW beserta para ummatnya yang istiqamah hingga akhir zaman.
Saya menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dukungan, dan do’a dari
berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan kali ini saya ingin menyampaikan penghargaan dan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada :
1. Prof. Dr (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp.And, dr. Djauhari Widjaja Kusumah ,AIF,PFK, Dr. Arif Soemantri, S.KM, M.Kes, Dra. Farida Hamid, M.Pd selaku dekan dan pembantu dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. dr. Syarief Hasan Luthfie, Sp.KFR selaku ketua Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah.
3. dr. Yanti Susianti, Sp.A dan dr. Isa Multazam Noor, Sp.KJ selaku dosen pembimbing yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing saya dalam pelaksanaan penelitian ini.
4. drg. Laifa Annisa H, Ph.D selaku penanggung jawab modul riset yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam pelaksanaan penelitian ini.
5. Staff Litbang, semua petugas Instalasi Anak dan Remaja, dan semua petugas Bagian Rekam Medis RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta yang telah mengizinkan, membantu, dan mempermudah penggunaan rekam medis pasien ADHD untuk penelitian ini.
6. Kementrian Agama RI yang telah memberikan beasiswa sehingga penulis diberikan kesempatan untuk menyelesaikan studi di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
(6)
vi
7. Orang tua penulis, Ayahanda Drs. H. Aminudin dan Ibunda Wiwin Mintarsih yang telah memberikan kasih sayang, do’a, dan dukungan baik moril maupun materil sepanjang hidup peneliti.
8. Adik-adik Zaki Abdurakhim, Ata Rahma K, Giva Oktasyiami, dan keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan dan do’a dalam penyelesaian penelitian ini.
9. Sahabat seperjuangan kelompok riset, Salwa, Nur Afida F, Ayu Indriyani M, dan Alvin Rifqy yang telah memberikan masukan, bantuan, dan dukungan dalam penyelesaian penelitian ini.
10.Seluruh civitas akademika Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah yang memberikan masukan, dukungan, do’a, serta turut membantu dalam proses penyelesaian penelitian ini.
Ciputat, 12 September 2012
(7)
vii ABSTRAK
Ayu Wilda Ainusyifa. Program Studi Pendidikan Dokter. Gambaran Demografi, Klinis, Faktor Risiko, dan Terapi Pasien Anak dengan ADHD di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Tahun 2010 – 2012.
Attention Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan gangguan yang paling umum terjadi pada anak usia sekolah di bidang psikiatri anak dan bisa berlanjut sampai dewasa. Penelitian ini menggunakan studi cross sectional yang dilakukan secara observasional dengan pendekatan deskriptif. Populasi terjangkau adalah rekam medis pasien dengan diagnosis ADHD semua tipe, dengan jumlah sampel yang digunakan sebanyak 63 rekam medik. Didapatkan distribusi berdasarkan jenis kelamin, laki-laki 47 orang (74,6%) dan perempuan 16 orang (26,4%), dengan rasio 3:1. Distribusi usia diagnosis tertinggi adalah kelompok usia 7-12 tahun 35 orang (55,6%). Tipe ADHD tertinggi adalah tipe campuran 43 orang (68,3%) dan keluhan penyerta tertinggi adalah emosi tinggi 11 orang (17,5%). Faktor predisposisi tertinggi adalah kejang 15 orang (23,8%). Terapi farmakologis yang sering diberikan adalah
methylphenidate HCl kepada 33 orang (52,4%) dan suplemen asam folat dan vitamin B6 kepada 33 orang (52,4%). Terapi psikososial yang sering diberikan adalah terapi remedial kepada 31 orang (49,2%).
Kata kunci : Gambaran, ADHD, Anak, RSJ Dr. Soeharto Heerdjan ABSTRACT
Ayu Wilda Ainusyifa. Medical Study. Overview of Demographics, Clinical, Risk Factors, and Treatment in Pediatric Patients with ADHD at RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Years 2010 to 2012.
Attention Deficit / Hyperactivity Disorder (ADHD) is a most common disorder in school-age children in pediatric psychiatric and can continue into adulthood. This study used a descriptive method with cross sectional design conducted observational study. The population used are medical records of patients with a diagnosis of ADHD all types, and the number of samples used are 63 medical records. We found that distribution of sex is males 47 people (74.6%) and females 16 people (26.4%), with a ratio of 3 : 1. Distribution of age is the highest in the age range 7-12 years 35 people (55.6%). The highest type of ADHD is ADHD mixed type 43 people (68.3%) and the highest comorbid symptom is high emotion in 11 people (17.5%). The highest predispose factor is seizures in 15 people (23.8%). Pharmacological therapy who often given is methylphenidate HCl to 33 people (52.4%) and folic acid and vitamin B6 supplements to 33 people (52.4%). Psychosocial therapy who often given is remedial treatment to 31 people (49.2%).
(8)
viii DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………. ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN………... iv
KATA PENGANTAR………...………... v
ABSTRAK………...vii
DAFTAR ISI………..………...viii
DAFTAR TABEL……….………... x
DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK………... x
BAB 1 PENDAHULUAN……… 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.3.1 Tujuan Umum ... 3
1.3.2 Tujuan Khusus ... 3
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……….………... 6
2.1 Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas ... 6
2.1.1 Pengantar... 6
2.1.2 Epidemiologi ... 7
2.1.3 Etiologi ... 7
2.1.4 Gambaran Klinis dan Diagnosis ... 10
2.1.5 Pemeriksaan ... 12
2.1.6 Diagnosis Banding ... 12
2.1.7 Prognosis ... 13
2.1.8 Tata Laksana ... 13
2.2 Kerangka Konsep ... 16
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN………... 17
3.1 Desain Penelitian ... 17
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 17
(9)
ix
3.3.1 Populasi dan sampel yang diteliti ... 17
3.3.2 Metode dan jumlah sampel. ... 17
3.3.3 Kriteria Sampel ... 18
3.4 Cara Kerja Penelitian ... 19
3.5 Managemen Data ... 19
3.5.1 Pengumpulan Data ... 19
3.5.2 Pengolahan, analisis dan penyajian data ... 20
3.6 Definisi Operasional ... 20
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN………... 22
4.1 Pola distribusi demografi pasien anak dengan ADHD ... 22
4.1.1 Jenis Kelamin ... 23
4.2.2 Usia diagnosis ... 24
4.2 Distribusi tipe ADHD berdasarkan gejala klinis pada pasien anak dengan ADHD. ... 25
4.3 Distribusi pasien anak dengan ADHDberdasarkan keluhan penyerta. ... 25
4.4 Faktor Predisposisi pada Pasien Anak dengan ADHD ... 26
4.4 Terapi Farmakologi pada Pasien Anak dengan ADHD... 27
4.5 Terapi Psikososial pada anak dengan ADHD... 29
4.2 Pembahasan Metodologi Penelitian ... 22
BAB 5 PENUTUP………... 31
5.1 Simpulan ... 31
5.2 Saran ... 32
DAFTAR PUSTAKA………..33
(10)
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Kriteria Diagnostik Attention Deficit/Hyperactivity Disorders……... 10
Tabel 3. 1 Tabel Definisi Operasional Penelitian...20 Tabel 4. 1 Distribusi Demografi Pasien Anak dengan ADHD Berdasarkan Jenis
Kelamin……… ... 23 Tabel 4. 2 Distribusi Demografi Pasien Anak dengan ADHDBerdasarkan Usia
Diagnosis……….. 24
Tabel 4. 3 Distribusi tipe ADHD berdasarkan gejala klinis pada pasien anak
dengan ADHD……… ... 25 Tabel 4. 4 Distribusi Pasien Anak dengan ADHDBerdasarkan Keluhan
Penyerta... 25 Tabel 4. 5 Distribusi Pasien Anak dengan ADHDBerdasarkan Faktor
Predisposisi ... 26
DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK
Gambar 2. 1 Mekanisme Kerja Anti Depresan Golongan SSRI ... 14 Grafik 4. 1 Distribusi Terapi Farmakologi yang Digunakan Pada Pasien Anak
dengan ADHD………... 27
Grafik 4. 2 Distribusi terapi psikososial yang digunakan pada pada anak dengan ADHD. ... 29
(11)
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak merupakan generasi penerus agama, negara, dan bangsa. Karena itu, tiap orang tua pasti menginginkan anak-anaknya tumbuh dan berkembang secara sempurna baik secara fisik maupun psikis. Tumbuh dan berkembangnya anak dipengaruhi juga oleh perhatian orang tua terhadap kemajuan, keterlambatan, ataupun gangguan dalam tumbuh dan kembang anak tersebut. Seperti dalam surat An-Nisa ayat sembilan yang berbunyi :
Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”( QS.An-Nisa :09)
Gangguan dalam perkembangan seringkali menganggu fungsi belajar anak secara umum. Diperkirakan sekitar 5-15% anak mengalami gangguan perkembangan yang disertai dengan menurunnya prestasi akademis, kesulitan menyesuaikan perilaku, ataupun masalah sosial lainya.1 Gangguan yang paling umum pada anak usia sekolah di bidang psikiatri anak adalah Attention Deficit/Hyperactivity Disorder
(ADHD).2 Anak dengan ADHD atau dalam bahasa Indonesia disebut Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) berisiko 25% mengalami gangguan psikomotor dan gangguan konsentrasi yang secara tidak langsung mempengaruhi
(12)
2
prestasi belajarnya di sekolah dan mempengaruhi kualitas hidupnya di kemudian hari.3,4,5
Attention Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perilaku yang ditandai kesulitan memusatkan perhatian, perilaku yang impulsif, dan aktivitas berlebihan yang tidak sesuai dengan umurnya.4 Gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas merupakan kelainan psikiatrik dan gangguan perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak.2 Gangguan ini muncul sebelum usia 7 tahun tetapi sering kali baru terdiagnosis setelah anak berusia 7 tahun. Pada usia 7 tahun anak baru dituntut untuk mentaati peraturan sekolah. Gejala biasanya muncul pada beberapa situasi, misalnya di rumah, di sekolah, atau tempat sosial lainnya.2,4
Prevalensi ADHD di dunia diperkirakan berkisar 2 - 9,5% pada anak usia sekolah. Kejadian ADHD di Amerika Serikat dilaporkan bervariasi dari 2%-20% pada anak usia sekolah dan 3%-5% pada anak prapubertas.4 Di Inggris didapatkan angka kejadian ADHD kurang dari 1% dan di Swedia sekitar 2,1 – 8%.6 Menurut Walker (2007) pada negara berkembang estimasi prevalensi ADHD sebesar 3-11% dan cenderung menurun pada kasus remaja hingga dewasa.7 Perbedaan dari prevalensi ini dapat disebabkan karena perbedaan budaya, kriteria diagnostik, atau alat operasional yang digunakan.6 Saat ini, beberapa angka yang ada masih mewakili beberapa daerah atau angka kejadian di beberapa rumah sakit saja.
Penyebab pasti dari ADHD sampai saat ini belum ditemukan, diduga adanya interaksi antara neuroanatomi dan neurokimia secara kompleks. Banyak teori yang dianggap sebagai faktor penyebab ADHD, seperti faktor genetik, faktor disfungsi serebri, faktor neurotransmiter, faktor psikososial, dan lain sebagainya. Adapun kondisi yang diduga sebagai faktor predisposisi ADHD antara lain, terpaparnya alkohol, timbal, atau kokain saat kehamilan, adanya trauma neurologis saat persalinan, kelahiran prematur, bayi dengan berat badan lahir rendah, adanya infeksi otak, trauma kepala, keadaan kejang, sindrom tourette, riwayat retardasi mental, dan beberapa kondisi lainya.5,6,8
Tata laksana kasus ADHD yang terbaik adalah dengan pendekatan berdasarkan prinsip Multi Treatment Approach (MTA). Pendekatan ini memiliki 3
(13)
aspek pendekatan terapi, yaitu terapi dengan menggunakan obat, terapi psikososial, dan pemberian psikoedukasi kepada orang tua, pengasuh, maupun guru.4
Berdasarkan berbagai perkembangan teori yang ada tentang ADHD pada anak, peneliti ingin mengetahui gambaran kasus ADHD yang terdapat di Instalasi Jiwa anak dan remaja RSJ Dr. Soeharto Heerdjan. Hasil penelitian yang didapat, diharapkan bisa menjadi data baru bagi instansi terkait serta menjadi langkah awal dan inspirasi bagi penelitian selanjutnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
Gambaran demografi, klinis, faktor risiko, dan terapi pasien anak dengan ADHD di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Tahun 2010 – 2012.
Pertanyaan penelitian yang kami pilih pada kasus :
Bagaimana gambaran demografi, klinis, faktor risiko, dan terapi pasien anak dengan ADHD di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Tahun 2010 – 2012?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran demografi, klinis, faktor risiko, dan terapi pasien anak dengan ADHD di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Tahun 2010 – 2012.
1.3.2 Tujuan Khusus
Mengetahui distribusi demografi pasien anak dengan ADHD berdasarkan jenis kelamin dan usia terdiagnosis.
Mengetahui distribusi tipe ADHD berdasarkan gejala klinis pada pasien anak dengan ADHD.
Mengetahui distribusi keluhan penyerta yang terjadi pada pasien anak dengan ADHD.
(14)
4
Mengetahui distribusi pasien anak dengan ADHD yang memiliki faktor predisposisi riwayat berat badan lahir ringan, riwayat trauma kepala, dan riwayat kejang.
Mengetahui terapi farmakologis dan terapi psikososial yang diberikan pada pasien anak dengan ADHD di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan tahun 2010 – 2012. 1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Masyarakat
Meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam mendeteksi gangguan ADHD pada anak secara dini melalui sajian data penelitian gambaran pasien anak dengan ADHD di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan tahun 2010 – 2012.
2. Instalasi Jiwa anak dan remaja RSJ Dr. Soeharto Heerdjan
Mendapatkan data mengenai gambaran pasien anak dengan ADHD di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan tahun 2010 – 2012. Gambaran tersebut meliputi demografi jenis kelamin dan usia terdiagnosis, tipe ADHD berdasarkan gejala klinis, keluhan penyerta, faktor predisposisi, terapi psikofarmakologi, dan terapi psikososial.
3. Perguruan Tinggi
Mewujudkan Tri Dharma perguruan tinggi dalam melaksanakan fungsi dan tugas perguruan tinggi sebagiai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Mewujudkan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah sebagai universitas riset dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan.
Mendapatkan data awal mengenai gambaran demografi, klinis, faktor risiko dan terapi pasien anak dengan ADHD di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Tahun 2010 – 2012.
(15)
4. Peneliti
Menambah pengetahuan tentang masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat. Khususnya masalah gangguan perkembangan pada anak dan remaja yaitu Attention Deficit/Hyperactivity Disorder.
Menambah keterampilan peneliti dalam melakukan penelitian,
Mengaplikasikan ilmu yang didapat selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah.
(16)
6 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas 2.1.1 Pengantar
Attention Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) atau yang dalam bahasa Indonesia disebut Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) sudah banyak diidentifikasi dalam literatur dalam berbagai istilah.8 Pada abad sembilan belas Heinrich Hofmann mendiskripsikan gejala berkurangnya perhatian, hiperaktivitas, dan impulsivitas sebagai kasus Fidgety Phill.6 Menurut American Psychiatric Association (2000), ADHD/GPPH adalah gangguan neurobehavioral yang ditandai dengan kurangnya tingkat perhatian dan hiperaktivitas yang mengakibatkan gangguan fungsional di bidang akademik, keluarga, dan sosial yang biasanya dimulai pada masa anak-anak dan sering berlanjut sampai dewasa.9
Pada beberapa anak gejala yang muncul dapat mendominasi gejala lainnya, salah satu dari hiperaktivitas atau kurangnya perhatian.2 Gejala-gejala ini akan timbul lebih sering, menetap, dan lebih berat dibanding anak seusianya. Gejala ini pada umumnya muncul sebelum anak berusia tujuh tahun, tetapi kebanyakan orang tua menganggap gejala yang muncul pada anak mereka adalah suatu hal yang wajar sesuai perkembangannya. Terlebih jika gejala ini muncul pada usia di bawah 4 tahun, karena hiperaktivitas, impulsivitas, ataupun defisit perhatian seringkali dianggap sebagai hal yang wajar di usianya.4,8
Seringkali orang tua baru menyadari adanya gejala saat anak memasuki usia sekolah formal, saat perilaku mereka menyebabkan masalah di sekolah atau tempat lain.8 Pada keadaan itu anak dituntut untuk mulai bisa mengikuti peraturan yang berlaku di sekolah dengan menjaga sikap dan perilaku mereka.4 Sejalan dengan berkembangnya teknologi dan penelitian tentang kasus ADHD, orang tua dan para
(17)
pengajar semakin sering melaporkan gejala yang dinilai berlebih pada anak yang pada umumnya disertai dengan masalah kesulitan belajar dan perilaku lainnya.3 2.1.2 Epidemiologi
Laporan yang didapat untuk angka prevalensi ADHD sangat beragam. Prevalensi ADHD di dunia diperkirakan berkisar 2-9,5% pada anak usia sekolah.4 Dikutip dari laporan penelitian Varaone (2003) mengenai prevalensi ADHD, bahwa penelitian Wolraich dkk di US pada usia 4-12 tahun mendapatkan angka sebesar 11,4% pada tahun 1996 dan 16,1% pada tahun 1998. Penelitian Graetz dkk di Australia pada usia 6-17 tahun mendapatkan angka sebesar 7,5%.10
Dikutip dari laporan pertemuan WHO regional Timur Tengah, bahwa menurut Walker SP (2007) pada negara berkembang diestimasikan prevalensi sebesar 3-11% dan cenderung menurun pada kasus remaja hingga dewasa.7 Wihartono dkk, (2007) dalam penelitiannya pada tujuh sekolah dasar di Kabupaten Bantul Yogyakarta didapatkan angka 5,37% dengan rasio laki-laki banding perempuan 10:1.11 Pada laporan sepuluh macam kasus terbanyak di klinik tumbuh kembang anak dan remaja RSU Dr. Soetomo (2005) didapatkan kasus ADHD 3% dari jumlah penderita baru rawat jalan.12 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tanjung IS pada beberapa sekolah dasar di delapan kecamatan Jakarta Pusat dari tahun 2000-2001 didapatkan angka 4,2% dengan rasio laki-laki banding perempuan 5:1.13
Prevalensi yang berbeda dapat disebabkan oleh berbagai hal. Adanya perbedaan budaya, perbedaan kriteria diagnosis yang digunakan, perbedaan operasional yang digunakan, dan faktor lainnya.6
2.1.3 Etiologi
Pada awal tahun 1900 gejala impulsif, disinhibisi, dan hiperaktif pada anak dikelompokkan dalam sindrom hiperaktif yang sebagian besar diidentifikasi mengalami kerusakan neurologis yaitu ensefalitis. Pada tahun 1950an sekelompok anak-anak dengan koordinasi buruk, ketidakmampuan belajar, dan emosi yang labil
(18)
8
Banyak teori yang menunjukan faktor penyebab dari ADHD antara lain faktor genetik, faktor disfungsi serebri, faktor neurotransmiter, faktor psikososial, dan faktor-faktor lainnya.2,8
Faktor Genetik
Genetik diduga sangat berpengaruh dan menjadi penyebab tersering ADHD, dengan estimasi heritabilitas sekitar 60-80%.2 Pada anak dengan kembar monozigot, didapatkan sekitar 55-92% anak dengan ADHD dibandingkan dizigot. Anak dengan saudara kandung yang mengalami ADHD juga diduga memiliki risiko dua kali lebih besar mengalami ADHD daripada populasi umum. ADHD juga kemungkinan lebih besar didapatkan dari orang tua biologis yang memiliki riwayat ADHD daripada orang tua angkat, dengan kemungkinan 50%. Risiko ADHD juga lebih tinggi pada anak yang memiliki orang tua yang mengkonsumsi alkohol ataupun riwayat gangguan kepribadian antisosial.4,8
Kasus ADHD diduga memiliki hubungan dengan aktivitas Dopamin (DA). Sistem gen DA yang berkaitan antara lain, gen reseptor DA D2, DA D4, dan DA D5, serta gen transporter DA (DAT-1) yang berhubungan dengan peningkatan pengambilan kembali DA.2 Pada sistem gen lain diduga adanya penyimpangan pada katekolamin serta metabolisme serotonin.6
Faktor Disfungsi Serebri
Beberapa peneliti menggunakan teknik neuroimaging untuk mempelajari otak anak dengan ADHD. Teknik pertama adalah MRI (Magnetic Resonance Imagine) dengan volume analisis untuk mengetahui ukuran tiap lobusnya secara spesifik. Pada anak dengan ADHD ditemukan ukuran pada lobus prefrontal kanan, nucleus caudatus kanan, globus pallidus kanan, dan vermis serebelum yang lebih kecil dibandingkan dengan anak tanpa ADHD.4,5 Fungsi utama dari lobus prefrontal adalah kognisi dan kontrol perilaku, pasien dengan lesi pada daerah ini sulit untuk berkonsentrasi pada satu aktivitas dan sangat mudah teralihkan oleh stimulus baru. Fungsi dari nucleus caudatus dan globus pallidus sebagai nuklei utama ganglia basalis berperan dalam inisiasi dan modulasi pergerakan, jika terdapat lesi akan menimbulkan impuls yang berkaitan dengan pergerakan yang lebih atau berkurang.
(19)
Fungsi vermis serebelum adalah mengontrol dan mengkordinasikan otot serta mengontrol kekuatan gaya yang diinduksi oleh gerakan, dan lesi pada bagian ini dapat menyebabkan kelainan cara berjalan.14
Teknik kedua untuk menganalisis secara fungsional adalah PET (Positron
Emission Tomography). Pada ADHD didapatkan penurunan aliran darah dan
metabolisme di beberapa bagian otak termasuk lobus prefrontal dan ganglia basal.2,5 Faktor Neurotransmiter
Disebutkan beberapa neurotransmiter dikaitkan dengan keadaan ADHD diantaranya dopamin, norepinefrin, dan serotonin.2,5 Dikutip dari buku ajar psikiatri FKUI, Barkley dkk, menyatakan adanya peningkatan ambilan kembali dopamin ke dalam sel neuron akibat perubahan hipersensitivitas transporter dopamin di daerah limbik dan lobus prefrontal pada kasus ADHD.4 Dikutip dari buku Essentials of Psychiatry Willey J, pada penelitian Markowitz dan Coccaro (1995) menyatakan defisit serotonin dikaitkan dengan keadaan agresif dan afek labil.2 Beberapa pengobatan ADHD mengarah pada hipotesis tentang gangguan adrenergik dan sistem dopaminergik ini. Secara keseluruhan tidak ada bukti yang jelas tentang pengaruh neurotransmiter tunggal, namun banyak neurotransmiter yang saling berpengaruh dalam ADHD.8
Faktor Psikososial
Anak-anak yang berada di lembaga yang hiperaktif dan memiliki perhatian yang buruk cenderung mengalami gejala ADHD.8 Dalam laporan Bowlby J. Forty Juvenile Thieves, kemungkinan ada pengaruh dari perasaan kehilangan khususnya kehilangan ibu yang menyebabkan adanya rasa kehilangan yang berkepanjangan sehingga timbulnya gangguan antisosial. 6,8 Kejadian gangguan keharmonisan keluarga, stress psikis, anak yang ditelantarkan orang tua, atau bahkan praktek kedisiplinan yang berlebih bisa menjadi faktor predisposisi.2
Saat ini belum ditemukan penyebab pasti dari ADHD, diduga adanya interaksi kompleks antara neuroanatomi dan neurokimia. Beberapa kondisi diduga sebagai faktor predisposisi ADHD antara lain, terpaparnya alkohol, timbal, atau kokain saat kehamilan, adanya trauma neurologis saat persalinan, kelahiran prematur, bayi
(20)
10
dengan berat badan lahir rendah, adanya infeksi otak, trauma kepala, kejang,
sindrom tourette, riwayat retardasi mental, dan lain sebagainya.6,8 2.1.4 Gambaran Klinis dan Diagnosis
Perilaku yang ditunjukan oleh anak ADHD tampak berlebihan dibandingkan anak lainnya. Tanda-tanda utama dari kurangnya perhatian, impulsivitas, hiperaktivitas, dan sulitnya interaksi dengan lingkungan sangat bergantung dengan usia anak, semakin kecil usianya maka semakin sulit anak tersebut mengendalikan perilakunya.4,8
ADHD pada bayi ditandai dengan terlalu sensitifnya bayi terhadap rangsang dan mudah marah yang disebabkan oleh kebisingan, cahaya, suhu, dan perubahan lingkungan lainnya. Dapat juga tanda tidur yang sedikit, menangis banyak, tidak mau diam dalam gendongan.8 Pada anak usia pra sekolah dengan ADHD akan bergerak aktif di dalam ruangan, sering melompat-lompat, berlari, atau memanjat tanpa kontrol. Sering menyentuh dan memanipulasi benda sesuka hati, berisik, dan sulit dikendalikan saat berinteraksi dengan teman sebayanya.
Anak dengan usia sekolah mungkin menunjukan perilaku yang lebih ringan, seperti sulit memusatkan perhatian dalam kelas, tampak melamun, atau tampak gelisah di sekolah. Di rumah, orang tua mengeluhkan sikap anak yang tidak patuh.4 Terkadang ADHD melibatkan gangguan membaca, aritmatika, bahasa, dan berkoordinasi.8
Diagnosis ADHD dapat ditegakan dengan menggunakan kriteria diagnosis berdasarkan Diagnosis and Stastitical Manual of Mental Disorders IV-Text Revition
(DSM-IV TR), maka kriterianya sebagai berikut :4
Tabel 2. 1 Kriteria Diagnostik Attention Deficit/Hyperactivity Disorders
A. Salah satu dari (1) atau (2):
(1) Enam (atau lebih) gejala-gejala kurangnya perhatian telah berlangsung selama minimal 6 bulan sampai tingkat yang maladaptif dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan anak : (a) Sering gagal untuk memberikan perhatian yang baik terhadap hal yang rinci atau membuat
kesalahan/ceroboh terhadap pekerjaan sekolah atau kegiatan lainnya.
(b) Sering memiliki kesulitan mempertahankan perhatian dalam tugas atau kegiatan bermain.
(21)
Tabel 2. 2 Kriteria Diagnostik Attention Deficit/Hyperactivity Disorders (lanjutan)
(d) Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelasaikan tugas sekolah atau tugas di tempat
kerja (bukan karena gangguan perilaku menentang atau kesulitan memahami instruksi). (e) Sering memiliki kesulitan mengorganisasikan tugas dan aktivitas lainnya.
(f) Sering menghindar, tidak suka, atau enggan terlibat dalam kegiatan yang memerlukan konsentrasi lebih (seperti pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah).
(g) Sering kehilangan hal-hal yang diperlukan untuk tugas-tugas atau kegiatan (seperti mainan, pensil, buku, atau alat lainnya).
(h) Sering kali mudah terganggu oleh stimulus luar.
(i) Mudah lupa dalam kegiatan sehari-hari.
(2) Enam (atau lebih) gejala hiperaktif-impulsif telah berlangsung selama minimal 6 bulan sampai tingkat yang maladaptif dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan:
Hiperaktif
(a) Sering gelisah dengan tangan atau kaki yang menggeliat atau tidak bisa duduk diam.
(b) Sering meninggalkan tempat duduk dalam kelas atau dalam situasi lain yang diharapkan duduk diam.
(c) Sering berlari atau memanjat secara berlebihan pada situasi yang tidak sesuai (misalnya pada remaja atau orang dewasa, mungkin terbatas pada perasaan kegelisahan subjektif).
(d) Sering mengalami kesulitan bermain atau terlibat dalam kegiatan bersama yang memerlukan
ketenangan.
(e) Sering “bergerak” atau sering bertindak seolah-olah “digerakan oleh mesin”. (f) Sering berbicara berlebihan.
Impulsif
(a) Sering memberikan jawaban sebelum pertanyaan selesai diajukan.
(b) Sering kesulitan menunggu giliran.
(c) Sering menyela atau mencampuri orang lain (seperti memotong percakapan atau permainan).
B. Beberapa gejala hiperaktif-impulsif atau inatensi hadir sebelum anak berusia 7 tahun.
C. Beberapa gejala hadir dalam dua atau lebih situasi/tempat yang berbeda (misalnya di sekolah,
tempat kerja atau di rumah).
D. Harus ada bukti yang jelas penurunan klinis yang signifikan dalam sosial, akademik, atau fungsi pekerjaan lain.
E. Gejala tidak muncul secara eksklusif selama perjalanan gangguan perkembangan, skizofrenia,
atau gangguan psikotik lainnya dan tidak dapat dijelaskan dengan gangguan mental lain (misalnya, gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan disosiatif, atau gangguan kepribadian).
Sumber : Wiguna T. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (2010)
Berdasarkan tipe gangguan, penulisan kode ADHD adalah sebagai berikut :4
314.01 ADHD, Tipe Kombinasi: bila terdapat baik kriteria A(1) maupun A(2) dalam 6 bulan terakhir;
314.00 ADHD, Tipe Inatensi: bila terdapat kriteria A(1), tetapi tidak terdapat kriteria A(2) dalam 6 bulan terakhir;
(22)
12
314.01 ADHD, Tipe Hiperaktif-Impulsif bila terdapat kriteria A(2) tetapi tidak terdapat kriteria A(1) dalam 6 bulan terakhir.
Catatan pengkodean: Untuk individu (terutama remaja dan dewasa) yang saat ini mempunyai gejala-gejala, yang tidak lagi memenuhi kriteria secara utuh, sebaiknya dimasukkan “Dalam Remisi Parsial”.
2.1.5 Pemeriksaan
Beberapa hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan adanya hasil PET atau EEG yang tidak teratur dan mungkin adanya penurunan aliran darah, tidak spesifik menunjukan keadaan abnormal pada ADHD.8 Ada beberapa evaluasi psikologis dan psikometri yang dapat digunakan untuk mendiagnosis ADHD, seperti Continous Performance Test (CPT) untuk memeriksa atensi dan kewaspadaan, Reaction Time Test, Matching Familiar Figures, Paired Associate Learning, subtest dari Wechsler Intelligance Scale for Children Revised or III, dan tes lainnya. Beberapa tes ini digunakan untuk memantau keefektifan pengobatan ADHD.2,6
2.1.6 Diagnosis Banding
Beberapa gangguan dijadikan sebagai diagnosis banding ADHD. Gangguan medis yang sering menyerupai adalah epilepsi, sindrom tourette, penyakit tiroid, postinfeksi, ensefalopati pasca trauma, gangguan gerakan, gangguan penglihatan/pendengaran, atau gangguan tidur. Gangguan psikiatri yang sering menyerupai adalah gangguan disosiasi, gangguan cemas, gangguan depresi, gangguan bipolar, dan keadaan retardasi mental.2,4 Gangguan cemas dianggap menyerupai karena adanya gejala hiperaktif dan mudah mengalihkan perhatian. Gangguan depresi yang dianggap menyerupai adalah gangguan dengan frustasi persisten yang menyebabkan kesulitan belajar dan kepribadian depresif. Gangguan bipolar yang menyerupai ADHD yaitu manik dengan adanya gejala banyak bicara, hiperaktif motorik, dan mudah mengalihkan perhatian, tetapi gejala tersebut mudah timbul dan hilang.8
(23)
Gangguan lain yang biasa menyertai adalah gangguan belajar, gangguan tingkah laku, gangguan perilaku menentang dengan persentase 35% kasus, gangguan suasana perasaan dengan persentase 25-75% kasus, dan gangguan obsesif kompulsif.4 Pada gangguan belajar mungkin anak tidak dapat membaca, menulis, atau berhitung matematika dengan benar.8
2.1.7 Prognosis
Prognosis untuk anak dengan kasus ADHD akan baik jika didiagnosis secara awal dan mendapat terapi secara komprehensif.5 Gejala yang ada pada 50% kasus dapat bertahan sampai dewasa, sedangkan kasus 50% lainnya menunjukan perbaikan gejala pada masa pubertas, atau awal dewasa. Biasanya gejala yang menghilang lebih dulu adalah hiperaktivitas dan defisit perhatian menghilang setelahnya atau menetap salah satu gejalanya.8
2.1.8 Tata Laksana
Tujuan dari terapi yang dilakukan pada anak ADHD adalah memperbaiki sikap dan perilaku dalam menjalani kegiatan sehari-hari secara fungsional dan optimal sesuai dengan usinya.4 Tata laksana kasus ADHD yang terbaik adalah dengan pendekatan berdasarkan prinsip Multi Treatment Approach (MTA). MTA memiliki 3 aspek pendekatan terapi, yaitu terapi dengan menggunakan obat, terapi psikososial, dan pemberian psikoedukasi kepada orang tua, pengasuh, maupun guru.
Terapi Psikofarmakologi
Dari berbagai penelitian pengobatan ADHD, terapi psikofarmakologi pilihan pertama adalah golongan stimulan yang terbukti memiliki efek terapi baik dengan efek samping ringan. Stimulan yang dapat ditemukan di Indonesia adalah golongan
methylphenidate yang memiliki kefektifan 60-70% mengurangi gejala hiperaktivitas, impulsivitas, dan inatensi. Mekanisme kerja methylphenidate adalah merangsang secara ringan sistem saraf pusat dengan menghambat ambilan dopamin dan norepinefrin, yang efeknya lebih terlihat kepada aktivitas mental dibanding aktivitas motorik.15 Jenis methylphenidate intermediate release (IR) dengan sediaan tablet 10 mg dan 20 mg diberikan dengan dosis 5 mg di pagi hari dan 0,3-0,7/kgBB/hari
(24)
14
dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Jenis methylphenidate slow release (SR) dengan sediaan tablet 20 mg diberikan dengan dosis 20 mg pada pagi hari dilanjutkan 0,3-0,7/kgBB/hari dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Methylphenidate osmotic release oral system (OROS) dengan sediaan 18 mg, 36 mg, 54 mg diberikan dengan dosis 18 mg di pagi 1 kali sehari dan ditingkatkan 0,3-0,7/kgBB/hari. Efek samping yang sering timbul dari golongan ini adalah insomnia, sakit kepala, sakit perut, mual, cemas, penurunan nafsu makan, timbulnya tik. Efek samping ini biasanya timbul pada pemakaian pertama atau jika terjadi peningkatan dosis obat.4,8
Obat golongan anti depresan juga dikatakan memiliki efek untuk anak ADHD. Golongan SSRI (Serotonin Spesific Reuptake Inhibitor), misalnya fluoxetine
yang diberikan dengan dosis 0,6mg/kgBB memberikan respon sekitar 58% pada anak ADHD usia 7-15 tahun. Golongan MAOI (Monoamin Oksidase Inhibitor) seperti moclobemide dengan dosis 3-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam dua dosis pemberian.4
Gambar 2. 1 Mekanisme Kerja Anti Depresan Golongan SSRI
Sumber : Katzung B. Basic & Clinical Pharmacology (2006)
Obat baru yang secara struktural berbeda dengan psikostimulan dan antidepresan trisiklik adalah atomoxetine. Mekanisme kerja obat ini adalah memblokir transporter noradrenergik dengan sangat selektif. Pemakain dosis 1,8
(25)
mg/kg terbukti efektif dalam mengurangi gejala inatensi dan hiperaktif/impulsif pada anak dan remaja dalam pemakaian 1 minggu. Efek samping atomoxetine seperti nafsu makan menurun dan peningkatan tekanan darah relatif lebih ringan.
Obat golongan antipsikotik atipikal seperti risperidone dapat digunakan untuk menurunkan perilaku hiperaktivitas dan agresivitas. Penelitian untuk obat ini masih belum banyak dilakukan.4 Pemberian obat antikonvulsan juga sering dilakukan untuk mengurangi gejala pada ADHD. Karbamazepin dianggap sebagai pengobatan yang efektif untuk agresi pada anak-anak, sedangkan sodium divalproat terbukti efektif dalam mengobati gangguan mood.2
Terapi Psikososial
Terapi psikososial dilakukan secara sistematis meliputi berbagai macam terapi seperti perilaku berbasis kelas dengan pendekatan CBT (Cogntive Behaviour Treatment), pelatihan orang tua, konsultasi dan pelatihan guru, remedial edukasi, serta terapi vestibular/keseimbangan.2,6
Pendekatan CBT didasari dengan kemungkinan bahwa gangguan yang terjadi pada anak ADHD disebabkan dari keadaan kesulitan mengontrol diri dan kesulitan menyelesaikan masalahnya sendiri. Beberapa tindakan yang diberikan meliputi pelatihan mengendalikan diri, mengontrol emosi, dan penguatan diri. Keberhasilan terapi ini juga didukung oleh keaktifan orang tua dan guru dalam menjalankan program. Seperti pada behavioral therapy atau terapi perilaku yang mengandalkan peran orang tua dan guru dalam mengatur sikap anak yang bermasalah menggunakan
contingency management. Program contingency management ini menggunakan
pendekatan penghargaan dan hukuman pada anak. Tetapi pada pelaksanaannya pendekatan hukuman dianggap lebih baik dalam memperbaiki sikap anak.2
Pemberian terapi remedial edukasi didasari dari keadaan menurunnya prestasi akademik anak disekolah tanpa kelainan gangguan belajar pada anak tersebut. Mata pelajaran yang diberikan pada terapi ini disesuaikan dengan kesulitan yang dialami anak dengan cara interaksi perindividu dengan seorang terapis khusus didalam sebuah kelas.6
(26)
16
2.2 Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Demografi: Usia
Jenis Kelamin
Attention
Deficit/Hyperactivity Disorder
(berkurangnya perhatian,
hiperaktivitas, dan impulsivitas) Faktor Predisposisi :
Berat Badan Lahir Ringan Trauma Kepala
Kejang
Keluhan penyerta lain
Terapi yang digunakan : Psikofarmako
Terapi psikososial Tipe berdasarkan dominasi gejala
(27)
17
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian deskriptif menggunakan studi cross sectional yang dilakukan secara observasional terhadap rekam medis.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini dilakukan di Instalasi Jiwa anak dan remaja RSJ Dr. Soeharto Heerdjan, Grogol, Jakarta Barat. Dengan waktu penelitian, dilakukan pada bulan Mei – Juli 2012.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi dan sampel yang diteliti
o Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah rekam medis pasien dengan ADHD semua tipe di Instalasi Jiwa anak dan remaja RSJ Dr. Soeharto Heerdjan pada 2010 - Juli 2012.
o Sampel adalah seluruh rekam medis pasien dengan ADHD di Instalasi Jiwa anak dan remaja RSJ Dr. Soeharto Heerdjan pada 2010 - Juli 2012 yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
3.3.2 Metode dan jumlah sampel.
Metode Sampling pada penelitian ini adalah total sampling. Estimasi Besar Sampling
Keterangan :
n = jumlah sample minimum
n = (Zα)2 . P(1-P) d2
(28)
18
Zα = deviat baku normal untuk α ditentukan dari tingkat kemaknaan dua arah
α = 0,05. Zα bernilai 1,96.
P = proporsi penyakit atau keadaan yang dicari yaitu 5% d = tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki yaitu 5%
3.3.3 Kriteria Sampel Kriteria Inklusi
- Rekam medis dengan data yang terisi lengkap dan terbaca jelas
- Rekam medis dengan diagnosis kerja utama maupun kunjungan F.90 (ADHD) semua tipe.
Kriteria Eksklusi
- Rekam medis dengan keadaan rusak. - Rekam medis dengan data yang minimal.
- Rekam medis yang menggunakan format pengisian rekam medis pada Instalasi dewasa.
n = (1,96)2 . 5% .95% (5%)2
n = 3,8416 . 0,05 . 0,95 = 73 (0,0025)
(29)
3.4 Cara Kerja Penelitian
Meminta izin dari bagian penelitian dan pengembangan RSJ Dr. Soeharto Heerdjan
Instalasi Jiwa anak dan remaja RSJ Dr. Soeharto Heerdjan
Mendapatkan 75 nama pasien dan nomor rekam medis berdasarkan diagnosis kerja F.90 dari buku kunjungan pasien secara total sampling
Melihat 75 rekam medis di Instalasi Rekam Medis RSJ Dr. Soeharto Heerdjan
Mencatat 63 data sampel sesuai variable penelitian
Data siap diinput ke dalam program SPSS versi 16.0for window
3.5 Managemen Data 3.5.1 Pengumpulan Data
Data didapatkan dengan pengambilan data sekunder dari rekam medis pasien dengan ADHD di Instalasi Jiwa anak dan remaja RSJ Dr. Soeharto Heerdjan pada tahun 2010 – Juli 2012 berdasarkan kriteria inklusi.
(30)
20
3.5.2 Pengolahan, analisis dan penyajian data
Semua data dicatat dalam status penelitian, dikumpulkan, dan kemudian diolah dengan menggunakan program SPSS versi 16.0 for window. Dimulai dengan
editing, coding, data entry, dan dilanjutkan dengan tabulasi. Untuk mengetahui frekuensi dan proporsi dari tiap variabel yang diteliti, akan digunakan analisis univariat. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tekstular dan tubular.
3.6 Definisi Operasional
Tabel 3. 1 Tabel Definisi Operasional Penelitian.
No. Variabel Definisi Alat Ukur Skala
Pengukuran
1. Rekam Medis Berkas yang berisikan
catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.16
- -
2. Attention
Deficit/Hyperactivity
Disorder (ADHD)
Gangguan neurobehavioral yang ditandai dengan kurangnya tingkat perhatian dan hiperaktivitas.9 Diagnosis psikiater anak yang ditulis pada form anamnesis poin assesment dalam rekam medis.
Ordinal
3. Jenis Kelamin Diklasifikasikan atas
laki-laki dan perempuan.
Form identitas pasien pada rekam medis.
Nominal
4. Usia Terdiagnosis Usia pasien saat
didiagnosis ADHD terhitung dari tanggal pasien pertama kali berkunjung dan terdiagnosis ADHD.
Form identitas pasien pada rekam medis. Dengan
pengelompokan usia < 4 tahun, 4 - 6 tahun, 7 – 12 tahun, dan > 12 tahun.
Ordinal
5. Tipe ADHD Pembagian ADHD
sesuai dengan DSM-IV 314.01 ADHD, Tipe Kombinasi. 314.00 ADHD, Tipe Inatensi.
314.01 ADHD, Tipe Hiperaktif-Impulsif.4
Diagnosis psikiater anak yang ditulis pada form anamnesis poin assesment dalam rekam medis
(31)
Tabel 3. 2 Tabel Definisi Operasional Penelitian. (lanjutan)
6. Keluhan penyerta Gejala yang muncul
pada pasien yang dikeluhkan keluarga dan lingkungan sekitar selain gejala inatensi, hiperaktivitas, dan impulsivitas.
Form keluhan utama dan anamnesis poin subjectivity pada rekam medis.
Ordinal
7. Riwayat BBLR Riwayat anak dengan
berat badan lahir rendah < 2.500 kg.
Form riwayat kelahiran pada rekam medis.
Dengan
pengelompokan iya = < 2.500 kg tidak = > 2.500 kg
Ordinal
8. Riwayat Trauma Kepala Riwayat terjadinya
benturan keras atau luka berat pada kepala anak
Form keluhan utama pada rekam medis
Ordinal
9. Riwayat Kejang Riwayat kejang yang
tampak sebagai gangguan kesadaran, aktivitas motorik abnormal, kelainan perilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi autonom.17
Form keluhan utama pada rekam medis
Ordinal
10. Terapi psikofarmakologi Pemberian zat kimia
pada pasien yang bertujuan untuk mengurangi gejala kelainan psikis.
Form anamnesis poin assesment dalam
rekam medisyang
diisi oleh psikiater anak
Ordinal
11. Terapi psikososial Terapi yang fokus
kepada tingkah laku, psikologis, dan masalah sekolah.
Form anamnesis poin assesment dalam
rekam medisyang
diisi oleh psikiater anak
(32)
22 BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rekam Medis RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta pada bulan Mei - Juli 2012. Pada penelitian ini, data yang digunakan sejumlah 63 rekam medis pasien anak dengan diagnosis ADHD semua tipe di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta pada tahun 2010 – Juli 2012 dari 75 rekam medis yang didapat.
Pada BAB ini akan dipaparkan pembahasan metodologi penelitian dan hasil penelitian dalam bentuk tabel atau grafik distribusi serta pembahasannya berdasarkan beberapa variabel. Variabel yang dibahas yaitu demografi berdasarkan usia terdiagnosis dan jenis kelamin, tipe ADHD berdasarkan gejala klinis, gejala penyerta,
faktor predisposisi, pemberian terapi farmakologi, dan terapi psikososial. 4.1 Pembahasan Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian studi cross sectional yang bersifat deskriptif untuk menggambarkan pasien anak dengan diagnosis ADHD di RSJ Dr. Soeharto heerdjan dalam beberapa variabel.
Jumlah sampel dalam penelitian ini tidak mencapai target minimal 73 rekam medis. Keterbatasan jumlah sampel disebabkan oleh keterbatasan jumlah pasien ADHD, data yang didapatkan dalam buku registrasi tahun 2010 - Juli 2012 hanya 75 pasien dengan diagnosis ADHD (F.90) semua tipe dan didapatkan 12 rekam medis tereksklusi karena data yang tidak lengkap dan penulisan diagnosis yang tidak sesuai. Peneliti tidak melakukan perpanjangan rentang tahun pada sampel dikarenakan tidak adanya pendataan pasien sebelum tahun 2010 di Instalasi Jiwa anak dan remaja RSJ Dr. Soeharto Heerdjan. Keterbatasan tersebut berkaitan juga dengan jenis sampel yang digunakan yaitu rekam medis, menyebabkan eksplorasi terhadap data yang dibutuhkan terbatas hanya pada data yang tercantum dalam rekam medis.
(33)
4.2 Pola distribusi demografi pasien anak dengan ADHD 4.2.1 Jenis Kelamin
Tabel 4. 1 Distribusi Demografi Pasien Anak dengan ADHD Berdasarkan Jenis Kelamin.
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Laki - laki 47 74,6 %
Perempuan 16 25,4 %
Total 63 100 %
Pada tabel 4.1, didapatkan jumlah pasien jenis kelamin laki-laki sebesar 47 orang (74,6%) lebih banyak dari perempuan sebesar 16 orang (25,4%). Dari hasil ini dapat dikatakan rasio perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 3:1. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Barkley (2001) bahwa rasio anak laki-laki dibandingkan anak perempuan pada berbagai penelitian yaitu berkisar 2:1 sampai 10:1.18
Pada anak laki-laki keluhan gangguan sikap dan perilaku lebih tampak sehingga lebih banyak orang tua pasien yang membawa anaknya ke tempat rujukan terapi. Keluhan ini lebih terlihat menyebabkan masalah di sekolah maupun lingkungan sekitar dibandingkan dengan keluhan inatensi ataupun impulsivitas yang lebih sering dikeluhkan anak perempuan.6,19 Pada penelitian Martel didapatkan testosteron mempengaruhi keadaan inatensi pada anak ADHD.20 Cosgrove KP dkk (2007) menyebutkan bahwa perempuan memiliki kadar serotonin dalam darah lebih tinggi dengan sintesis yang lebih lambat.21 Keadaan ini dihubungkan dengan perilaku agresi anak termasuk labilitas afek yang dipengaruhi oleh kurangnya jumlah serotonin dalam celah sinaps.2 Faktor-faktor tersebut yang kemungkinan mempengaruhi hasil penelitian kami.
(34)
24
4.2.2 Usia diagnosis
Tabel 4. 2 Distribusi Demografi Pasien Anak dengan ADHD Berdasarkan Usia Diagnosis.
Usia Jumlah Persentase
<4 tahun 3 4,8 %
4- 6 tahun 23 36,5 %
7 - 12 tahun 35 55,6 %
>12 tahun 2 3,2 %
Total 63 100 %
Pada penelitian kami, kelompok usia pasien saat diagnosis banyak ditemukan pada kelompok usia 7-12 tahun sebesar 35 orang (55,6%) dan usia 4-6 tahun sebesar 23 orang (36,5%). Pada penelitian yang dilakukan oleh Limoa dkk (2005) di RS Dadi dan RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, didapatkan hasil bahwa penderita yang mengalami ADHD paling banyak pada kelompok usia 0-5 tahun sebanyak 37 pasien (56,06%), kemudian yang berusia 6-10 tahun sebanyak 26 pasien (39,39%), yang berusia 11-15 tahun sebanyak 2 pasien (3,03%), dan hanya 1 pasien (1,52%) yang berusia 16-20 tahun.22 Pengelompokan usia yang digunakan peneliti disesuaikan dengan tingkatan sekolah pada umumnya di Indonesia. Di Indonesia usia sekolah formal jenjang pertama yaitu Sekolah Dasar dimulai pada rentang usia 6 – 7 tahun, walaupun di beberapa tempat dengan ekonomi menengah anak dengan rentang usia 4
– 6 tahun sudah mengikuti sekolah semiformal yaitu Taman Kanak-Kanak. Dalam berbagai penelitian tentang ADHD tidak ditemukan pengelompokan usia yang sesuai dengan penelitian kami, sehingga perbandingan hasil penelitian secara jelas tidak dapat dilakukan.
Hasil kami didukung dengan teori bahwa sebagian besar orang tua baru membawa anaknya untuk berkonsultasi saat anaknya mulai bersekolah formal. Pada saat itu, anak sudah mulai diminta untuk mematuhi aturan-aturan sekolah sehingga gejala ADHD yang muncul mulai menjadi masalah anak di sekolah atau di lingkungan sekitar.7,8
(35)
4.3 Distribusi tipe ADHD berdasarkan gejala klinis pada pasien anak dengan ADHD.
Tabel 4. 3 Distribusi tipe ADHD berdasarkan gejala klinis pada pasien anak dengan ADHD
Tipe ADHD Jumlah Persentase
ADHD Tipe Inatensi 9 14,3%
ADHD Tipe Hiperaktif-Impulsiv 11 17,5%
ADHD Tipe Campuran 43 68,3%
Pada tabel 4.3 didapatkan tipe ADHD terbanyak adalah tipe campuran sebesar 43 orang (68,3%). Sedangkan tipe hiperaktif-impulsif sebesar 11 orang (17,5%) dan tipe inatensi sebesar 9 orang (14,3%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Reynolds F dan Chu S (2006) pada 20 anak, yang mendapatkan tipe ADHD terbanyak adalah tipe campuran sebesar 9 orang (45%).23 Pada penelitian pasien dengan tipe gabungan menunjukkan bahwa mereka mengalami gejala hiperaktif dan/atau impulsif lebih awal dan biasanya selama tahun-tahun prasekolah. Pada usia ini, mereka dapat didiagnosis dengan tipe hiperaktif-impulsif. Namun, dalam sebagian besar kasus gangguan tersebut ditambah dengan pengalihan perhatian dan ketekunan dalam beberapa tahun masuk sekolah sehingga mereka akan didiagnosis dengan tipe gabungan.24
4.4 Distribusi pasien anak dengan ADHD berdasarkan keluhan penyerta. Tabel 4. 4 Distribusi Pasien Anak dengan ADHD Berdasarkan Keluhan
Penyerta.
Keluhan Jumlah Persentase
Emosi Tinggi 11 17.5 %
Malas Belajar 4 6.3 %
(36)
26
Urutan keluhan penyerta pada penelitian kami yang diurutkan berdasarkan persentase pada tabel 4.2.2 yaitu emosi tinggi sebesar 11 orang (17,5%), mudah lupa sebesar 9 orang (14,3%), dan malas belajar sebesar 4 orang (6,3%). Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Reynolds F dan Chu S (2006) pada 20 anak didapatkan 13 anak (65%) memiliki keluhan sensation seeking dengan emosi tinggi sebagai salah satu karakteristiknya. 23
Karakteristik ADHD yang lebih spesifik yang dinyatakan dalam urutan frekuensi tersering yaitu hiperaktivitas, gangguan motorik perseptual, labilitas emosional, defisit koordinasi menyeluruh, gangguan perhatian (rentang perhatian yang pendek, distraktibilitas, gagal dalam menyelesaikan tugas, inatensi, buruknya konsentrasi), impulsivitas (bertindak sebelum berpikir, perilaku yang berubah tiba-tiba, kurang memiliki organisasi, melompat-lompat di kelas), gangguan daya ingat dan daya pikir, ketidak mampuan belajar spesifik, gangguan bicara, dan pendengaran.8
4.5 Faktor Predisposisi pada Pasien Anak dengan ADHD
Tabel 4. 5 Distribusi Pasien Anak dengan ADHD Berdasarkan Faktor Predisposisi.
Faktor Predisposisi Jumlah Persentase
BBLR 8 12.7 %
Trauma Kepala 8 12.7 %
Kejang 15 23.8 %
Pada hasil penelitian kami (tabel 4.5) faktor predisposisi yang ditemukan adalah kejang 15 orang (23,8%), BBLR 8 orang (12,7%), dan trauma kepala 8 orang (12,7%).
Penelitian Wihartono (2007) mengenai faktor risiko ADHD, faktor trauma kepala tidak didapatkan data (0%) sedangkan faktor BBLR didapatkan pada 13 anak (25,5%) dan menjadi faktor risiko yang sangat bermakna mempengaruhi terjadinya ADHD.11 Penelitian ini menyokong hasil penelitian kami pada variabel faktor risiko
(37)
BBLR. Keadaan berat badan bayi lahir rendah < 2.500 kg disebabkan asupan nutrisi yang didapatkan oleh janin tidak adekuat. Adapun faktor yang terkait dengan keadaan ini adalah penyakit pada ibu, asuhan prenatal yang tidak adekuat, obat-obatan, faktor ekonomi dan lain-lain. Asupan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan pertumbuhan janin dalam rahim terganggu.25 Dapat disimpulkan keadaan tersebut turut mengganggu pertumbuhan sel-sel neuron ataupun massa otak pada janin yang sesuai dengan teori disfungsi serebri pada ADHD.
Didapatkan 25-30% anak dengan riwayat diagnosis epilepsi memperlihatkan gejala ADHD. Fokus pada kejadian kejang epilepsi adalah otak bagian frontal, bagian ini juga menjadi bagian yang berpengaruh pada munculnya gejala sulit berkonsentrasi dan sulit fokus pada anak dengan ADHD.26,14 Tetapi data yang kami dapatkan tidak secara jelas menuliskan riwayat tipe kejang pada pasien. Sehingga hasil penelitian yang kami dapat belum bisa disesuaikan dengan teori di atas.
4.6 Terapi Farmakologi pada Pasien Anak dengan ADHD
Grafik 4. 1 Distribusi Terapi Farmakologi yang Digunakan Pada Pasien Anak dengan ADHD.
(38)
28
Pada grafik 4.2 didapatkan distribusi terapi yang terbanyak diberikan adalah
methylphenidate HCl dan suplemen asam folat dan vitamin B6 masing-masing sebanyak 33 orang (52,4%). Setelah itu pemberian fluoxetine sebanyak 13 orang (20,63%), atomoxetine sebanyak 11 orang (17,46%), aripiprazole sebanyak 11 orang (17,46%), piracetam sebanyak 9 orang (14,3%), risperidone sebanyak 9 orang (14,3%), asam valproat sebanyak 3 orang (4,8%), dan natrium divalproat sebanyak 2 orang (3,2%).
Pada studi populasi oleh Castle dkk (2007) menyatakan obat metylphenidate
diberikan kepada 46,9% sampel dan obat atomoxetine diberikan kepada 16,7% sampel.27 Dikutip dari artikel kedokteran megenai ADHD, bahwa Abikoff dkk, dalam penelitiannya menyatakan kefektifan obat methylphenidate adalah sebesar 68-80% dalam mengurangi gejala hiperaktif, inatensi, agresivitas, dan impulsivitas.2,28 Obat antidepresan golongan penghambat ambilan serotonin secara spesifik seperti
fluoxetine, juga dianggap bermanfaat mengurangi gejala, dengan keefektifan sebesar 58% pada anak dengan ADHD usia 7-15 tahun.4
Dikutip dari artikel kedokteran megenai ADHD, bahwa Kelsey dkk, menyatakan dari 1000 sampel yang diberikan atomoxetine, 58-64% anak memperlihatkan perbaikan gejala sebesar 25-30% dengan lama pemberian 6-12 minggu.28 Obat antipsikosis atipikal seperti aripiprazole dan risperidone juga dijadikan terapi pilihan untuk ADHD walaupun belum banyak penelitian yang membahasnya.7 Findling RL dkk, dalam penelitian kohort menyimpulkan bahwa pemberian aripiprazole memberikan kemajuan yang signifikan dalam menurunkan gejala ADHD walaupun tidak signifikan pada gejala gangguan kognitifnya.29 Dalam penelitian Biederman dkk, menyimpulkan pemakaian risperidone yang diberikan pada 21 subjek menunjukan 30% penurunan gejala ADHD.30
Obat nootropik seperti piracetam pada ADHD belum banyak digunakan sebagai pilihan terapi. Dikutip dari landasan teori penelitian Petkov V. menuliskan bahwa pada penelitian Vaglenova J. menyebutkan piracetam dapat meningkatkan kinerja anak dengan gangguan kognisi.31 Pemberian beberapa suplemen juga
(39)
diindikasikan dengan dasar memperbaiki perkursor beberapa neurotransmitter pada otak.6 Vitamin B6 atau piridoksin bekerja sebagai koenzim dalam pembentukan serotonin dan asam folat adalah esensial bagi pembentukan DNA dan produksi sel baru.18
4.7 Terapi Psikososial pada anak dengan ADHD
Grafik 4. 2 Distribusi terapi psikososial yang digunakan pada pada anak dengan ADHD.
Hasil penelitian terapi psikososial yang diberikan di Instalasi Jiwa anak dan remaja RSJ Dr. Soeharto Heerdjan bersesuaian dengan teori yang ada. Terapi tersebut meliputi terapi remedial 31 orang (49,2%), terapi sensori integrasi 24 orang (38,10%), terapi wicara 18 orang (28,6%), dan terapi keluarga 8 orang (12,69), dan terapi perilaku 8 orang (12,69%). Hasil penelitian kami didukung oleh penelitian Georgia S. tahun 2009, yang menyatakan pemberian terapi sensori integrasi diberikan kepada 37 orang (88%), dan terapi perilaku diberikan kepada 22 orang (52%).32
Terapi remedial merupakan terapi yang tersering diberikan karena banyak orang tua yang mengeluhkan kesulitan belajar pada anaknya. Hasil ini sesuai dengan
(40)
30
tujuan terapi remedial yaitu meningkatkan kualitas anak dalam menangkap dan memahami pelajaran yang diberikan di sekolah.6
(41)
31 PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut :
1. Pasien yang didiagnosis ADHD berjumlah 63 orang, dengan laki-laki 47 orang (74,6%) dan perempuan 16 orang (26,4%).
2. Usia saat diagnosis ADHD tertinggi ditemukan pada kelompok usia 7-12 tahun sebanyak 35 orang (55,6%) sedangkan kelompok usia terendah > 12 tahun sebanyak 2 orang (3,2%).
3. Tipe ADHD terbanyak adalah tipe campuran sebesar 43 orang (68,3%), tipe hiperaktif-impulsif sebesar 11 orang (17,5%), dan tipe inatensi sebesar 9 orang (14,3%).
4. Keluhan penyerta pada pasien anak dengan ADHD yaitu emosi tinggi sebesar 11 orang (17,5%), mudah lupa sebesar 9 orang (14,3%), dan malas belajar sebesar 4 orang (6,3%).
5. Faktor predisposisi pada pasien anak dengan ADHD adalah kejang 15 orang (23,8%), BBLR 8 orang (12,7%), dan trauma kepala 8 orang (12,7%)
6. Terapi farmakologis yang terbanyak diberikan adalah methylphenidate HCl
sebanyak 33 orang (52,4%) dan suplemen asam folat dan vitamin B6 masing-masing sebanyak 33 orang (52,4%). Setelah itu pemberian fluoxetine sebanyak 13 orang (20,63%), atomoxetine sebanyak 11 orang (17,46%), aripiprazole sebanyak 11 orang (17,46%), piracetam sebanyak 9 orang (14,3%), risperidone sebanyak 9 orang (14,3%), asam valproat sebanyak 3 orang (4,8%), dan natrium divalproat sebanyak 2 orang (3,2%).
(42)
32
7. Terapi psikososial yang terbanyak diberikan meliputi terapi remedial 31 orang (49,2%), terapi sensori integrasi 24 orang (38,10%), terapi wicara 18 orang (28,6%), dan terapi keluarga 8 orang (12,69), dan terapi perilaku 8 orang (12,69%).
5.2 Saran
1. Pada penelitian ini sampel terbatas hanya pada satu rumah sakit rujukan saja dan belum mencerminkan keadaan ADHD sebenarnya di komunitas. Untuk itu dianjurkan untuk membuat penelitian lain dengan jangkauan sampel yang lebih luas.
2. Diharapkan peneliti selanjutnya mencari secara spesifik hubungan bermakna antara kejadian ADHD dengan jenis kelamin serta faktor predisposisi ADHD. Serta mencari nilai keefektifan pengobatan yang diberikan kepada pasien, baik terapi farmakologis maupun psikososial.
3. Perlunya edukasi lebih luas kepada masyarakat khususnya orang tua yang memiliki anak usia dini dan guru mengenai gejala spesifik pada anak dan remaja dengan ADHD. Supaya anak dengan ADHD bisa ditangani secara cepat dan tepat juga meminimalisir kejadian ADHD pada dewasa.
(43)
33
1) Levine MD. Disfungsi Perkembangan Saraf pada anak usia sekolah. Dalam Wahab AS., editor. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol.1. Edisi 15. Jakarta: EGC, 1999;h.126.
2) Kay J & Tasman A. Childhood Disorders: Attention deficit and Disruptive Behavior Disorders. Dalam Essentials of Psychiatry. West Sussex: John Wiley & Sons, Ltd, 2006;p.321-30.
3) Hidayat LL. Jika Anak-Anak Mengalami Gangguan Belajar. Dalam J. I. C. M. Drost SJ, Wnci GK, Ekowani E, dkk. Perilaku Anak Usia Dini: Kasus & Pemecahaanya. Yogyakarta: Kanisius, 2003;h.54
4) Wiguna T. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas. Dalam Elvira S & Haadisukanto G, editor. Buku Ajar Psikiatri. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2010;h.441-54.
5) Blum MJ & Mercugliano M. Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder. Dalam: L. Mark. Children with Disability. VIth ed. Maryland: Brookes Publishing, 1995;p.449-70.
6) Arnold LE & Jensen PS. Attention Deficit Disorder. Dalam Kaplan HI. & Sadock BJ, editor. Comprehensive text book of psychiatry. VI th ed. Maryland: William & Willkins, 1995;p.2295-310.
7) Regional Office for the Eastern Mediterranean. Maternal, child and adolescent mental health: challenges and strategic directions for the Eastern Mediterranean Region / World Health Organization. Cairo: WHO Regional Office for the Eastern Mediterranean, 2011;p.13.
8) Kaplan HI & Sadock BJ, Attention Deficit Disorder. Dalam Kaplan HI & Sadock BJ, editor. Synopsis of psychiatry. 8 th ed. Maryland: William & Willkins, 1998;p.1063-8.
9) SN Visser, RH Bitsko, ML Danielson, & R Perou. Increasing Prevalence of Parent-Reported Attention Deficit/Hyperactivity Disorder Among Children --- United States. Didapatkan dari:
(44)
34
http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/mm5944a3.htm Diunduh 7 Februari 2012.
10) Varaone SV, J.Sergent, C.Gillberg, & J.Biederman. The worldwide prevalence of ADHD: is it an American condition?. World Psychiatry; 2003;2(2):104-13.
11) Wihartono W, Sri S, & Indarwati S. Faktor Risiko Attention Deficit/Hyperactivity Disorder pada murid sekolah SD di Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul D.I. Yogyakarta: Artikel Penelitian. Berkala Kesehatan Klinik. 2007;VIII(2):73-81.
12) Irwanto, dkk. Penyimpangan Tumbuh Kembang. Naskah lengkap Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak XXXVI Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak VI. Surabaya, 29-30 Juli 2006.
13) Tanjung IS. Prevalensi Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas pada murid SD kelas I-III di wilayah Jakarta Pusat. Bagian Psikiatri. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.
14) Baehr M & Frotscher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Edisi 4. Jakarta: EGC, 2010;h.219,293.
15) Louisa M & Dewoto HR. Perangsang Susunan Saraf Pusat. Dalam Gunawan S.G, editor. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta: FKUI, 2009;h.250. 16) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. No.
269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis. Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2008.
17) Haslam RHA. Kejang-Kejang pada Masa Anak. Dalam Behrman, Kliergman & Arvin, editor. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol.3. Ed.15. Jakarta: EGC, 2000;h.2053.
18) Barkley RA. The executive function and self regulation: An evolutionary neuropsychological perspective. Neuropsychology Review, 2001;1-29.
19) Zametkin AJ & Ernst M. Problem in management of Attention Deficit/Hyperactivity Disorder. N Engl J Med. 1999;340:40-6.
(45)
20) Martel M. Conscientiousness as a mediator of the association between masculinized finger-length ratios and attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD). Journal of Child Psychology and Psychiatry. 2009;50(7):790–8. 21) Cosgrove KP, Mazure CM., & Staley JK. Evolving Knowledge of Sex
Differences in Brain Structure, Function, and Chemistry. Biological Psychiatry. 2007;62(8):847–55.
22) Limoa E, Nur Aeni MA, & A.Jayalangkara T. Profil Pasien Gangguan Pemusatan Perhatian Dan Hiperaktifitas Di Rumah Sakit Dadi Dan Rumah Sakit DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar 2003-2004. Jurnal Media Nusantara. 2005;26(3):56-9.
23) Chu S & Reynolds F. Occupational Therapy for Children with Attention Deficit Hyperactivity Disorder, Part 2: a Multicentre Evaluation of an Assesment and Treatment Package. British Journal of Occupational Therapy. 2007 Oct;70(10):439-48.
24) Anonymous. Fact Sheet: Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) Topics. Adapted from R. A. Barkley & K. R. Murphy. Attention deficit hyperactivity disorder: A clinical workbook. New York: Guilford Publications, 2006.
25) Kliegman MR. Prematuritas dan Retardasi Pertumbuhan Intrauteri. Dalam Wahab AS, editor. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol.1. Edisi 15. Jakarta: EGC, 1999;h.562.
26) Akdag Sare. Epilepsy and ADHD. Fall 2011 BC Epilepsy Society Newsletter. Didapatkan dari www.bcepilepsy.com. Diunduh 17 September 2012.
27) Castle L, Ronald E,Robert R, Mona K, & Robert S. Trends in Medication Treatment for ADHD. J Atten Disord. 2007;10(4):335-42.
28) Marsha D & Rappley M.D. Attention Deficit- Hyperactivity Disorder. Clinical Practice.N Engl J Med. 2005;352:165-73.
29) Findling R.L, Elizabeth JS, Thomas L, Lisa DT, Christine AD, Nora KM, dkk. Aripiprazole in children with attention-deficit/hyperactivity disorder. J
(46)
36
30) Biederman J, Paul H, Robert D, Gagan J, Megan A, & Eric M. Risperidone treatment for ADHD in childrean and adolescent with bipolar disorder. Original Research Neuropsychiatric Disease and Treatment. 2008;4(1):203-7. 31) Petkov V. Can nootropic drugs be effective againts the impact of ethanol
teratogenicity on cognitive performance?. Europian Neuropsychopharmacology. 2001;11(1):33-40.
32) Spiliotopoulou G. Management of Children with Attention Deficit/Hyperactivity Disorder and Learning Disabilities: A Survey of Paediactric Occupational Therapist In the United Kingdom. Mental Health and Learning Disabilities Research and Practice. 2009;6:5 -19.
(47)
37 Data Asli Rekam Medis 1
(48)
38
(49)
Data Output SPSS 16.0 for Window - Jenis Kelamin
- Usia Terdiagnosis
(1 = <3 tahun, 2 = 4-6 tahun, 3 = 7-12 tahun, 3 = >12 tahun)
- Tipe ADHD
(50)
40
- Faktor Predisposisi
(51)
(52)
(53)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PERSONAL DATA
Nama : Ayu Wilda Ainusyifa
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir: Jakarta, 1 November 1991
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Alamat : Jl. Talas I No.15 B RT01/010 Pd.Cabe Ilir, Pamulang, Tangerang 15418
Nomor Telepon/HP : 08567659662
Email : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
1995 – 1997 : Taman Kanak-Kanak Pondok Hijau 1997 – 2003 : Madrasah Pembangunan IAIN Jakarta
2003 – 2006 : Madrasah Tsanawiyah Negeri 3, Pondok Pinang 2006 – 2009 : Sekolah Menengah Atas Darunnajah, Ulujami 2009 – Sekarang : Program Studi Pendidikan Dokter,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
(1)
(2)
Data Output SPSS 16.0 for Window
- Jenis Kelamin
- Usia Terdiagnosis
(1 = <3 tahun, 2 = 4-6 tahun, 3 = 7-12 tahun, 3 = >12 tahun)
- Tipe ADHD
(3)
- Faktor Predisposisi
(4)
(5)
(6)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
PERSONAL DATA
Nama : Ayu Wilda Ainusyifa
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir: Jakarta, 1 November 1991
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Alamat : Jl. Talas I No.15 B RT01/010 Pd.Cabe Ilir, Pamulang, Tangerang 15418
Nomor Telepon/HP : 08567659662
Email : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
1995 – 1997 : Taman Kanak-Kanak Pondok Hijau 1997 – 2003 : Madrasah Pembangunan IAIN Jakarta
2003 – 2006 : Madrasah Tsanawiyah Negeri 3, Pondok Pinang 2006 – 2009 : Sekolah Menengah Atas Darunnajah, Ulujami 2009 – Sekarang : Program Studi Pendidikan Dokter,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.