BAB III DASAR TEORI

(1)

BAB III

DASAR TEORI AGGLOMERASI

3.1. Agglomerasi

Dalam proses agglomerasi terdapat empat metode dasar agglomerasi yaitu metode kompresi, metode agitasi, metode panas dan metode liquid (Tabel 3.1). Proses agglomerasi minyak termasuk dalam metode agitasi.

Proses agglomerasi dalam hal ini mempergunakan minyak pada batubara merupakan suatu proses guna mendapatkan ukuran partikel batubara yang lebih besar dengan kualitas yang lebih baik, dilanjutkan dengan proses pemisahan antara partikel batubara bersih dan cairan dengan proses filtrasi.

Proses agglomerasi minyak sangat dipengaruhi oleh perbedaan sifat hidropobik antara permukaan batubara dan sifat hidropilik permukaan material pengotornya. Permukaan suatu material yang memiliki sifat hidropobik akan sulit dibasahi oleh air dan akan lebih mudah untuk dibasahi oleh minyak, demikian pula sebaliknya dengan permukaan material yang memiliki sifat hidropilik akan mudah dibasahi oleh air dan lebih sulit untuk dibasahi oleh minyak.

Tahap-tahap suatu proses agglomerasi minyak adalah melakukan pencampuran antara air dan minyak (dapat pula ditambahkan bahan aditif) dengan berat/jumlah tertentu, mencampurnya kembali dengan batubara halus, diaduk dengan menggunakan mixer agglomeration dan pada saat partikel-partikel batubara saling bertumbukan satu dengan lainnya (akibat proses kerja mixer agglomeration) tetesan minyak kecil (droplet) akan menempel pada partikel-partikel yang bersifat hidropobik. Tetesan kecil minyak yang telah menempel pada partikel hidropobik akan saling menggabungkan diri dan berfungsi sebagai “jembatan” antar partikel sehingga membentuk agglomerat yang lebih besar, selanjutnya dilakukan filtrasi guna memisahkan agglomerat dan cairan. (Gambar 3.1)


(2)

Tabel 3.1

Jenis-Jenis Metode Dalam Proses Agglomerasi dan Peralatannya

PROSES SUB-PROSES ALAT

Kompresi

(Compreesion)

Kompaksi (Compaction)

Extrusion

Roll Briquetter Roll compactor Tablet press Roll (gear) Pelleter Ring Die Pellet Mill Screw Extruder Ram Extruder Agitasi (Agitation) Mechanical mixing Pneumatic Mixing

High Speed Continuous Mixer Low Speed Batch/Continuous Mixer Fluid Bed, Batch

Spouting Bed, Batch

Panas (Thermal) Sintering Nodulizing Travelling Grate Rotary Dryer Spinning Disc Metode Liqiud (Liquid System) Spray Drying Flocculation or Coagulation

Spray Dryer with &without Fluid Bed Spray Chiller

Prilling Tower Flaking Drum Rotary Drum Filter Belts


(3)

Batubara

Preparasi Percontoh

Pembuatan larutan

Pengadukan

Filtrasi

Tailing (cairan) Batubara Halus

Secara umum diagram alir pelaksanaan proses agglomerasi minyak adalah sebagai berikut :

-Pembuatan pulp

Gambar 3.1

Diagram Alir Proses Agglomerasi Minyak Screening


(4)

3.1.1. Proses Pembentukkan Tetesan kecil Minyak (droplet)

Pembentukkan droplet terjadi pada saat pengadukan pulp menggunakan mixer agglomeration berkecepatan tinggi. Ukuran droplet yang dihasilkan adalah sebesar 20  m, selanjutnya jika pada pulp tersebut ditambahkan aditif maka ukuran droplet dapat lebih kecil hingga mencapai 2 m. Ukuran droplet yang lebih kecil membuat proses agglomerasi minyak menjadi lebih baik. (J.S. Laskowski dan Z. Yu). 6)

3.1.2. Proses Penempelan Droplet Pada Permukaan Butiran

Penempelan droplet pada permukaan butiran dapat terjadi dengan bantuan zat aditif maupun tanpa zat aditif, tergantung pada sifat permukaan dari mineral (tingkat hidropobiksitas).

Permukaan batubara bersifat hidropobik sehingga tidak suka terhadap air dan lebih suka terhadap minyak, sebaliknya permukaan mineral pengotor bersifat hidropilik yang suka terhadap air.

Ilustrasi permukaan mineral yang bersifat hidropobik maupun yang bersifat hidropilik pada kesetimbangan tiga fasa (fasa air, fasa minyak dan fasa butiran mineral/fasa padat) dapat digambarkan sebagai berikut (Gambar 3.2a dan Gambar 3.2b) :

 = sudut kontak antara air-minyak-padatan/butiran Gambar 3.2a

Ilustrasi yang memperlihatkan perilaku mineral hidropobik (1) dan Mineral hidropilik (2) pada fasa air/minyak


(5)

Pada gambar 3.2a memperlihatkan perilaku mineral hidropobik (1) dimana butiran/partikel mengalami kontak antara minyak dengan partikel dan juga kontak antara butiran dengan air dengan sudut kontak yang relatif besar sehingga partikel padatan akan cenderung terapung dan terangkat keatas. Untuk gambar 3.2a no 2 memperlihatkan perilaku mineral hidropilik dimana butiran/partikel mengalami kontak antara minyak dengan partikel dan juga kontak antara butiran dengan air dengan sudut kontak yang relatif kecil sehingga partikel akan cenderung tenggelam/terendapkan.

Keterangan :

 = sudut kontak butiran dengan minyak dan air ma

= kontak antara minyak dan air

pa

= kontak antara padatan dan air

pm

= kontak antara padatan dan minyak

Gambar 3.2b

Ilustrasi yang memperlihatkan sudut kontak pada kontak tiga fasa (fasa air, fasa minyak dan fasa butiran mineral/fasa padat)


(6)

Keterangan :

p = padatan

m = minyak

Apm = air sebagai media kontak antara padatan dan minyak

ma

= kontak antara minyak dan air

pa

= kontak antara padatan dan air

pm

= kontak antara padatan dan minyak

Gambar 3.3

Mekanisme penempelan droplet pada permukaan mineral dalam air

Pembentukan film minyak pada permukaan mineral harus terjadi secara spontanitas tanpa adanya energi dari luar. Mekanisme penempelan droplet pada permukaan mineral dapat dimodelkan sebagai berikut :

Batubara merupakan zat padat (solid) yang sangat heterogen dan bersifat mozaik baik dalam bentuk molekuler maupun makroskopi. Struktur mozaik ini terbentuk karena batubara disamping sebagian besar terdiri dari matriks organik yang bersifat hidropobik, juga terdapat bagian kecil grup hidropilik polar yang berasosiasi dengan berbagai mineral pengotornya yang bersifat hidropilik. Pori-pori pada permukaan batubara juga merupakan bagian yang penting dalam pembentukan struktur mozaik ini. 6)


(7)

Keterangan :

ma

= kontak antara permukaan minyak dan air

pa

= kontak antara permukaan padatan dan air

pm

= kontak antara permukaan padatan dan minyak

Gambar 3.4

Penyebaran droplet pada antar permukaan air/mineral dalam air

Pada bagian partikel batubara yang bersifat hidropobik, pori-pori dipermukaannya tidak dimasuki oleh air tetapi akan dimasuki oleh udara, sebaliknya pada bagian yang bersifat hidropilik akan diisi oleh air. Kondisi ini akan memudahkan pemisahan antara kedua jenis partikel batubara tersebut, (J.S. Laskowski). 6)

Batubara dengan pori-pori yang telah dimasuki udara akan lebih mudah untuk dimasuki minyak, sehingga pada saat batubara dimasukkan kedalam larutan untuk dijadikan pulp, minyak akan segera kedalam pori-pori batubara tersebut. (Gambar 3.5).


(8)

Keterangan :

p = padatan

m = droplet minyak

a = air

Gambar 3.5

Penempelan droplet pada permukaan batubara dalam air

3.2. Kontak Antar Butiran

Secara umum pada suatu pulp akan terjadi kontak antar butiran yang dipengaruhi oleh beberapa gaya, diantaranya gaya Van der Walls, gaya elektrostatik, gerakan Brownian, gaya gravitasi dan gaya inersia sebagai hasil dari gerakan fluida (Gambar 3.6). Pada proses agglomerasi minyak, gaya yang bekerja lebih dominan adalah gaya elektrostatik dan gaya Van der Walls.

Proses agglomerasi minyak sangat tergantung pada perbedaan sifat permukaan butiran batubara dan sifat permukaan mineral pengotornya terhadap air. Pada butiran mineral yang bersifat hidropilik permukaan butirannya akan terbasahi oleh air sehingga pada permukaan butiran akan terjadi hidrasi, selanjutnya terbentuk lapisan rangkap dengan sekelilingnya.


(9)

Gambar 3.6

Gaya yang bekerja pada kontak antar butiran dalam suatu pulp

Pada butiran yang memiliki jenis muatan yang sama akan terjadi kondisi yang lebih kompleks, yaitu selain pada butiran partikel halus akan terjadi gaya tolak antar butiran (electro static repultion), pada butiran tersebut juga akan terjadi gaya tarik Van der Walls. Gaya Van der Walls akan terjadi pada saat butiran memiliki jarak antar butir tertentu. Untuk gaya yang terjadi pada proses agglomerasi minyak merupakan resultan dari kedua gaya tersebut.

Dalam proses pembasahan dan pembuatan jembatan (bridging) antara dua partikel butiran dengan menggunakan larutan air-minyak terdapat kecenderungan bahwa minyak akan terlebih dahulu membasahi butiran (hidropobik) dan selanjutnya membentuk jembatan diantara dua partikel butiran.


(10)

berikut :

Gambar 3.7

(a) Model skematik penyebaran minyak, (b) Pembentukan jembatan minyak antara partikel hidropobik dalam air

3.3. Proses Agglomerasi

Hadirnya minyak yang merupakan hidrokarbon dengan rantai panjang, dapat pula ditambahkan zat aditif, menyebabkan terbentuknya lapisan pada butiran batubara secara spontanitas. Terbentuknya lapisan ini menyebabkan partikel butiran akan memiliki derajat hidrasi sangat rendah. Hal ini dapat terjadi karena derajat hidrasi merupakan fungsi dari rantai karbon dan konsentrasi reagent non-polar.


(11)

Penurunan derajat hidrasi yang tajam dapat menaikkan energi tarik antar butiran akibat hilangnya energi tolak pada lapisan rangkap, sehingga apabila butiran mempunyai jarak tertentu maka akan saling tarik dan terjadi proses agglomerasi yang disebabkan oleh gaya Van der Walls.

Secara umum, nilai spesifik graviti suatu minyak juga dapat mempengaruhi suatu proses agglomerasi minyak. Dalam proses agglomerasi minyak pada batubara rank rendah, minyak yang memiliki nilai spesifik graviti yang lebih tinggi akan menghasilkan proses agglomerasi minyak yang lebih baik.

Proses pembentukkan agglomerat dapat dijelaskan melalui teori jembatan

(bridging theory) seperti terdapat pada Gambar 3.8, dengan penjelasan sebagai berikut : 6)

a. Penyerapan awal pada pulp (larutan air-minyak atau larutan air-minyak-aditif), dimana butiran diselubungi oleh minyak.

b. Penyerapan lanjut pada pulp, minyak menyelubungi seluruh permukaan butiran.

c. Penyerapan kembali karena adanya sisa minyak d. Perpecahan agglomerat terjadi pada saat agitasi. e. Penyerapan lanjut pada pulp.

f. Mechanical sysneresis, yaitu pembentukkan agglomerat yang lebih stabil.

3.4. Pengaruh Zat Aditif

Pada suatu larutan air-minyak jika dimasukkan sejumlah zat aditif maka pada saat dilakukan proses pengadukan dengan menggunakan mixer agglomerasi, tetesan butiran minyak (droplet) yang terbentuk akan dapat memiliki ukuran droplet yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan tanpa zat aditif hal ini akan membuat proses agglomerasi minyak menjadi lebih baik.


(12)

Gambar 3.8


(13)

Menurut Melik – Gaykazian et al, menyatakan bahwa zat aditif yang hadir akan terserap pada permukaan antar air-minyak (oil water interface) dan menyebabkan terjadinya proses emulsi minyak-air, selanjutnya zat aditif yang telah terserap pada permukaan antar air-minyak segera menempel pada permukaan butiran batubara. Hal ini mendorong terjadinya proses penempelan droplet pada permukaan batubara dan menyebabkan seolah-olah sifat hidropobik batubara menjadi bertambah besar.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa secara teori hadirnya zat aditif pada proses agglomerasi minyak, akan memberikan pengaruh pada proses agglomerasi. 5)

3.5. Pengaruh pH

Seperti diketahui bahwa proses agglomerasi, batubara dapat mengapung pada pH tertentu, sehingga di sini ada pH yang disebut pH kritis yaitu suatu harga pH tertentu dimana ada penurunan atau kenaikan pH maka tidak terjadi pengapungan dengan baik, sehingga merugikan proses agglomerasi. Besarnya pH kritis itu tergantung pada jenis minyak yang dipakai.

Adapun besarnya pH yang ada pada cairan (tangki), dipengaruhi juga oleh :

a. Macam dan jenis mineral pengotor. b. Macam dan jumlah reagent yang dipakai .

Reagen kimia / aditif berfungsi merubah sifat tegangan permukaan batubara sehingga menjadi suka terhadap minyak dan terhadap mineral yang tidak diinginkan melekat dengan air. Untuk proses aglomerasi pH yang digunakan biasanya sebesar 5,4 –6,1.


(1)

Keterangan :

p = padatan

m = droplet minyak

a = air

Gambar 3.5

Penempelan droplet pada permukaan batubara dalam air

3.2. Kontak Antar Butiran

Secara umum pada suatu pulp akan terjadi kontak antar butiran yang dipengaruhi oleh beberapa gaya, diantaranya gaya Van der Walls, gaya elektrostatik, gerakan Brownian, gaya gravitasi dan gaya inersia sebagai hasil dari gerakan fluida (Gambar 3.6). Pada proses agglomerasi minyak, gaya yang bekerja lebih dominan adalah gaya elektrostatik dan gaya Van der Walls.

Proses agglomerasi minyak sangat tergantung pada perbedaan sifat permukaan butiran batubara dan sifat permukaan mineral pengotornya terhadap air. Pada butiran mineral yang bersifat hidropilik permukaan butirannya akan terbasahi oleh air sehingga pada permukaan butiran akan terjadi hidrasi, selanjutnya terbentuk lapisan rangkap dengan sekelilingnya.


(2)

Gambar 3.6

Gaya yang bekerja pada kontak antar butiran dalam suatu pulp

Pada butiran yang memiliki jenis muatan yang sama akan terjadi kondisi yang lebih kompleks, yaitu selain pada butiran partikel halus akan terjadi gaya

tolak antar butiran (electro static repultion), pada butiran tersebut juga akan

terjadi gaya tarik Van der Walls. Gaya Van der Walls akan terjadi pada saat butiran memiliki jarak antar butir tertentu. Untuk gaya yang terjadi pada proses agglomerasi minyak merupakan resultan dari kedua gaya tersebut.

Dalam proses pembasahan dan pembuatan jembatan (bridging) antara dua

partikel butiran dengan menggunakan larutan air-minyak terdapat kecenderungan bahwa minyak akan terlebih dahulu membasahi butiran (hidropobik) dan selanjutnya membentuk jembatan diantara dua partikel butiran.


(3)

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.7 model skematik berikut :

Gambar 3.7

(a) Model skematik penyebaran minyak, (b) Pembentukan jembatan minyak antara partikel hidropobik dalam air

3.3. Proses Agglomerasi

Hadirnya minyak yang merupakan hidrokarbon dengan rantai panjang, dapat pula ditambahkan zat aditif, menyebabkan terbentuknya lapisan pada butiran batubara secara spontanitas. Terbentuknya lapisan ini menyebabkan partikel butiran akan memiliki derajat hidrasi sangat rendah. Hal ini dapat terjadi karena derajat hidrasi merupakan fungsi dari rantai karbon dan konsentrasi reagent non-polar.


(4)

Penurunan derajat hidrasi yang tajam dapat menaikkan energi tarik antar butiran akibat hilangnya energi tolak pada lapisan rangkap, sehingga apabila butiran mempunyai jarak tertentu maka akan saling tarik dan terjadi proses agglomerasi yang disebabkan oleh gaya Van der Walls.

Secara umum, nilai spesifik graviti suatu minyak juga dapat mempengaruhi suatu proses agglomerasi minyak. Dalam proses agglomerasi minyak pada batubara rank rendah, minyak yang memiliki nilai spesifik graviti yang lebih tinggi akan menghasilkan proses agglomerasi minyak yang lebih baik.

Proses pembentukkan agglomerat dapat dijelaskan melalui teori jembatan

(bridging theory) seperti terdapat pada Gambar 3.8, dengan penjelasan sebagai berikut : 6)

a. Penyerapan awal pada pulp (larutan air-minyak atau larutan air-minyak-aditif), dimana butiran diselubungi oleh minyak.

b. Penyerapan lanjut pada pulp, minyak menyelubungi seluruh permukaan butiran.

c. Penyerapan kembali karena adanya sisa minyak d. Perpecahan agglomerat terjadi pada saat agitasi. e. Penyerapan lanjut pada pulp.

f. Mechanical sysneresis, yaitu pembentukkan agglomerat yang lebih stabil.

3.4. Pengaruh Zat Aditif

Pada suatu larutan air-minyak jika dimasukkan sejumlah zat aditif maka pada saat dilakukan proses pengadukan dengan menggunakan mixer agglomerasi, tetesan butiran minyak (droplet) yang terbentuk akan dapat memiliki ukuran droplet yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan tanpa zat aditif hal ini akan membuat proses agglomerasi minyak menjadi lebih baik.


(5)

Gambar 3.8


(6)

Menurut Melik – Gaykazian et al, menyatakan bahwa zat aditif yang hadir

akan terserap pada permukaan antar air-minyak (oil water interface) dan

menyebabkan terjadinya proses emulsi minyak-air, selanjutnya zat aditif yang telah terserap pada permukaan antar air-minyak segera menempel pada permukaan butiran batubara. Hal ini mendorong terjadinya proses penempelan droplet pada permukaan batubara dan menyebabkan seolah-olah sifat hidropobik batubara menjadi bertambah besar.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa secara teori hadirnya zat aditif pada proses agglomerasi minyak, akan memberikan pengaruh

pada proses agglomerasi. 5)

3.5. Pengaruh pH

Seperti diketahui bahwa proses agglomerasi, batubara dapat mengapung pada pH tertentu, sehingga di sini ada pH yang disebut pH kritis yaitu suatu harga pH tertentu dimana ada penurunan atau kenaikan pH maka tidak terjadi pengapungan dengan baik, sehingga merugikan proses agglomerasi. Besarnya pH kritis itu tergantung pada jenis minyak yang dipakai.

Adapun besarnya pH yang ada pada cairan (tangki), dipengaruhi juga oleh :

a. Macam dan jenis mineral pengotor. b. Macam dan jumlah reagent yang dipakai .

Reagen kimia / aditif berfungsi merubah sifat tegangan permukaan batubara sehingga menjadi suka terhadap minyak dan terhadap mineral yang tidak diinginkan melekat dengan air. Untuk proses aglomerasi pH yang digunakan biasanya sebesar 5,4 –6,1.