BAB III DAN TEORI DASAR

BAB III
TEORI DASAR

3.1 Pulley pada System Conveyor
Pulley adalah alat mekanis yang digunakan sebagai pendukung
penggerakan Belt atau sabuk lingkar untuk menjalankan sesuatu kekuatan
alur yang berfungsi menghantarkan suatu daya.
Pulley pada Belt Conveyor sangat berperan penting dalam menggerakan
atau memindahkan daya dan sumber ke Sabuk atau Belt conveyor sehingga
dapat bergerak dengan kecepatan konstan memindahkan material. Setiap
Pulley memiliki funsi atau system khusus yang dapat menopang pergerakan
Belt pada sebuah conveyor secara stabil.

Gambar 3.1 System Conveyor

29

30

3.2 Komponen Pulley pada Conveyor
Laggin

g

Drum /
Shell

Diaphragm
Plate

Pulley
Shaft

Diameter
pulley

Locking
Element
Hub
Bearing
Assembly


Gambar 3.2 Komponen Pulley
Adapun komponen Pulley pada Conveyor sebagai berikut :
1. Drum / Shell
Komponen ini adalah komponen yang bersentuhan langsung
Belt Conveyor. Pada proses pembuatannya drum dibuat dengan
selembaran baja yang kemudian di roll sehingga membentuk sebuah
tabung. Drum atau shell emiliki diameter spesifikasi yang sesuai
dengan lebar belt. Permukan drum nantinya dapat mengalami proses
Lagging (rubber) untuk meningkatkan gesekan antara pulley dan
belt.
2. Diaphgram Plate
Komponen ini merupakan sebuah pelat baja yang berbentuk
lingaran yang terletak pada ujung - ujung drum. Diaphgram Plate
dipasang pada ujung drum dengan cara di las untuk meningkatkan
kekuatan pulley. Pada bagian center komponen ini dilakukan

31

pengeboran


sesuai

dengan

diameter

shaft

sebagai

tempat

pemasangan shaft pada pulley.
3. Shaft
Shaft atau poros didesain untuk mengekomodasi gaya yang
terjadi di belt conveyor atau unit penggerak. Shaft terletak pada
diaphgram plate yang dikunci pada sebuah hub. Pada kiri – kanan
sebuah shaft di pasang sepasang bearing yang terletak pada plummer
block yang berfungsi untuk menyangga pulley pada sebuah struktur
conveyor.

4. Locking Elements
Komponen di produksi dengan kepresisian yang sangat tinggi.
Komponen ini digunakan untuk memasang dan mengunci shaft pada
hub pulley pada prinsipnya komponen ini berkerja dengan
kemampuan untuk mengikat hub dan pulley dengan menggukan
beberapa screw.
5. Hub Pulley
Hub dipasang pada end Plate dengan melalui proses
pengelasan. Komponen ini berfungi sebagai dudukan shaft pada
sebuah pulley ukuran diameter hub disesuaikan dengan diameter
shaft.
6. Lagging
Adakalanya ditemukan sebuah kebutuhan untuk meningkatkan
gesekan antara pulley dan belt agar dapat menambah torsi yang dapat
mentransmisikan dari pulley ke belt conveyor. Untuk kasus ini dapat

32

dilakukan dengan melapisi permukaan pulley dengan material lain,
yang dapat meningkatkan gesekan antara pulley dan belt. Material

ini umumnya berupa karet dengna ketebalan 8-12 mm yang dipasang
pada permukaan pulley dengan cara dilem.
7. Bearing Assembly
Bearing memiliki fungsi untuk menyangga sebuah komponen
berputar pada sebuah pulley seperti shaft. Bearing terletak pada
plummer block. Bearing menjamin kelancaran kerja sebuah pulley
dan pada proses pemindahan daya yang terjadi sebab bearing
memastikan pulley dapat berputar shaft dengan lancar.

3.3 Jenis – jenis Pulley
Sebuah conveyor terdapat beberapa jenis pulley yang diklasifikasikan
berdasarkan fungsinya masing – masing. Setiap pulley ini memiliki kegunaan
tersendiri. Dalam sebuah struktur conveyor berbagai jenis pulley berdasarkan
fungsinya pada sebuah conveyor, antara lain:
a. Head / Driver Pulley
Heat / Drive pulley adalah pulley penggerak yang berfungsi
sebagai media dalam mentransmisikan daya dari sumber ke belt
conveyor sehingga conveyor dapat beroprasi. Oleh karena itu,
diameter pulley jenis ini lebih besar dibandingkan dengan pulley
lainnya.

b. Snub Pulley
Berfungsi untuk menjaga keseimbangan tegangan yang
terjadi pada drive pulley.

c. Band Pulley

33

Fungsinya untuk merubah arah belt atau membelokan belt
sebesar 90 derajat, pulley dipasang pada posisi di atas take up
equipment.
d. Straight Pulley
Berfungsi meratakan posisi belt pada saat keluar dari take
up pulley dan pada saat masuk return pulley.
e. Take up Pulley
Berfungsi untuk mengencangkan belt.
3.4 Dimensi
3,4,2 Diameter pulley yang diizinkan
200, 250, 315, 400, 500, 600, 630, 700, 800, 900, 1000, 1100, 1200, 1250,
1400, 1600. Bila pada luar permukaan pulley diberi lapisan maka ketebalan

pulley di tambah pada diameter luar pulley toleransi diameter pulley dapat
dilihat pada tabel berikut:

Diameter luar Pulley (D)
D ≤ 315
315 ˂ D ≤ 700
700 ˂ D ≤ 1600

Toleransi
±3
±4
±5

Tabel 3.1 Toleransi diameter pulley
Untuk lebar pulley dan toleransinya dapat dilihat pada tabel berikut :
Lebar Sabuk
400
500
650
800

1000
1200
1400
1600
1800

Lebar pulley
500
600
750
950
1150
1400
1600
1800
2000

Toleransi
±2


34

2000
2200
2400
2600

2200
2450
2650
2900

±3

Tabel 3.2 Lebar Pulley dan toleransi

3.5 Teori dasar Shaft/Poros
Shaft

(poros)


adalah

elemen

mesin

yang

digunakan

untuk

mentransmisikan daya dari tempat ke tempat lainnya. Day tersebut
dihasilkan oleh gaya tangensial dan momen torsi yang hasil akhirnya adalah
daya tersebut akan ditransmisikan kepada elemen lain yang berhubungan
dengan poros tersebut. Poros juga merupakan suatu bagian stasioner yang
berputar,biasanya berpenampang bulat dimana terpasang elemen – elemen
seperti roda gigi (gear), pulley, flywheel, engkol, sprocket dan elemen pindah
lainya. Poros bisa meerima beban lenturan, beban tarikan, beban tekan atau

beban puntiran yang berkerja sendiri-sediri atau berupa gabungan satu
dengan lainnya.

3.5.1

Jenis – jenis poros
A. Berdasarkan pembebanannya
• Poros Transmisi (transmission Shafts)

35

Poros transmisi lebih dikenal dengan sebutan Shaft.
Shaft akan mengalami beban puntir berulang, beban lentur
secara bergantian ataupun kedua-duanya. Pada shaft, daya dapat
ditransmisikan melalui gear, belt, pulley, sprocket rantai, dll.
• Poros Gandar
Poros gandar merupakan poros yang dipasang diantara
roda-roda kereta barang. Poros gandar tidak menerima beban
puntir dan hanya mendapat beban lentur.
• Poros Spindle
Poros spindel merupakan poros transmisi yang relatif
pendek, misalnya pada poros utama mesin perkakas diman
beban utamanya berupa beban puntiran. Selain beban puntiran,
poros spindel juga menerima beban lentur (axial load). Poros
spindel digunakan secara efektif apabila deformasi yang terjadi
pada poros tersebut kecil.
B. Berdasarkan Bentuknya
• Poros lurus
Gambar 3.3 Poros Lurus

36

• Poros engkol sebagai penggerak utama pada silinder mesin
Gambar 3.4 Poros Engkol

3.5.2

Getaran-getaran pada poros
Suatu fenomena yang terjadi dengan berputarnya poros pada
kecepatan-kecepatan tertentu adalah getaran yang sangat tinggi,
meskipun poros dapat berputar dengan baik pada kecepatan –
kecepatan yang lain. Pada kecepatan semacam itu dimana getaran
menjadi sangat besar, dapat terjadi kegagalan karena tidak bekerjanya
komponen – komponen sesuai dengan fungsinya.

3.5.3

hal-hal Penting Dalam Perencana Shaft
Dalam perencanaan shaft ada beberapa hal penting yang harus kita
perhatikan antara lain :
1) Untuk poros yang hanya terdapat momen puntir saja
Berikut ini akan dibahas rencana sebuah poros yang dapat
pembebanan berupa torsi. Poros yang menerima beban torsi
artinya

jika

mengalami

kegagalan

maka

tegangan

yang

menyebabkan kegagalan dalam proses perencanaan adalah
tegangan yang ditimbulkan oleh torsi adalah sebesar :

37

T τ
=
I r

sehingga

I=

π
×d 4
32

Dimana : T = Torsi (N.mm)
τ = tegangan geser (N/mm2)
I = Momen Inersia (kg.m2)
r = jari – jari poros (mm)
d = diameter poros (mm)
Sedangkan untuk momen inersia berongga dapat dicari dengan
rumus :

I=

π
d 4− d 4
32 [ ( 0 ) ( 1 ) ]

Dimana : d0 = Diameter luar (mm)
d1 = Diameter dalam (mm)
I = Momen inersia (kg.m2)
Untuk poros berpenampang lingkaran maka tegangan geser
maksimumnya adalah

τ mak s =16 T
πd

3

3 16 T
Sehingga d= π τ max



Dimana : T = momen puntir atau torsi (kg.mm)
τ max = Tegangan geser maksimum (kg/mm2)
r = jari – jari poros
n = putaran (rpm)
d = diameter poros (mm)

38

Untuk kondisi poros yang lebih aman maka perlu memasukkan
faktor keamanan (FS). Dengan demikian variable τ maks dalam
persamaan diatas dapat diganti dengan tegangan geser izin τ a
τ a=

s y /2
FS

Dimana : τ a= tegangan izin (N/mm2)
s y = kekuatan mulur (N/mm2)
FS = faktor keamanan
Dengan memasukan persamaan diatas maka untuk menghitung
diameter poros yang menerima beban torsi :

16T
d= 3 π . τ
a





3
sehingga d=

32× FS ×T
π .sy

Dimana : d = diameter poros (mm)
FS = faktor keamanan
s y = kekuatan mulur (N/mm)
T = torsi
τ a = tegangan izin (N/mm2)
2) Poros yang menerima beban lentur saja
M σb
I =y
Dimana : M = momen lentur pada poros
I = momen inersia
y = jari – jari poros = d/2
• Untuk poros solid (solid shaft), besarnya momen inersia
dirumuskan:

39

I=

π
π
× d 4 maka setelah disubtitusikan M = × σ b ×d 3
64
32

Dimana : d = diameter poros (mm)
I = momen inersia
M= momen lenturan pada poros
• sedangkan untuk poros berongga (hollow shaft), besarnya
momen inersia dirumuskan :
π
π
I = [ ( d 0 ) 4−( d 1 ) 4 ] = ( d 0 )4 ( 1−k 4 )
64
64
Sebagai :
M=

π
× σ b × ( d 0 ) 3 ( 1−k 4 )
32

Dimana : d 0 = diameter luar (mm)
d i = diameter dalam (mm)
M = momen lenturan pada poros
3) Poros menerima Beban Momen Puntir dan Momen Lentur
jika pada poros tersebut terdapat momen lentur dan momen puntir
maka perencanaan poros harus didasarkan pada kedua momen
tersebut. Akibat momen lenturan dan momen lentur dan momen
puntir pada poros memunculkan kombinasi tegangan normal dan
tegangan geser.
σ 2 kombinasi=σ 2max + τ 2max
2

(

σ kombinasi=

32 .mi 2 16. T
+
π . d3
π d3

) (

32 mi 2 16 . T
+
π d3
π d3

σ kombinasi=

√(

σ kombinasi=

32
T
2
3 ( Mi) +
2
πd

) (



2

( )

)
2

)

40

Dengan memasukan faktor keamanan ke dalam persamaan diatas
maka tegangan kombinasi menjadi tegangan yang di izinkan.
sy
32
T
2
FS = π d 3 ( M i ) + 2



( )

32 FS
T
2
d3 π s
( Mi) + 2
y



2

2

( )

Dimana: s y = kekuatan mulur (N/mm)
T = momen puntir

M i = momen lenturan pada poros
FS=¿ Faktor keamanan
4) Kekuatan poros
Pada poros transmisi misalnya dapat mengalami beban puntir atau
lentur atau gabungan antara puntir dan lentur. Juga ada poros yang
mendapatkan beban tarik atau tekan, seperti poros baling-baling
kapal atau turbin.Kelelahan tumbukan atau pengaruh konsentrasi
tegangan bila diameter poros diperkecil (poros bertangga) atau
bila poros mempunyai alur pasak harus diperhatikan. Jadi, sebuah
poros harus direncanakan cukup kuat untuk menahan beban-beban
yang terjadi.
5) Kekakuan poros
Walaupun sebuah poros mempunyai kekuatan yang cukup, tetapi
jika lenturan dan defleksi puntirannya terlalu besar, maka hal ini
akan mengakibatkan ketidak telitian (pada mesin perkakas) atau
getaran dan suara (misalnya pada turbin dan kotak roda gigi).
6) Putaran kritis.
Putaran kritis terjadi jika putaran mesin dinaikkan pada suatu
harga putaran tertentu sehingga dapat terjadi getaran yang terlalu
besar. Hal ini dapat mengakibatkan kerusakan pada poros dan

41

bagian-bagian yang lainnya. Untuk itu, maka poros harus
direncanakan sedemikian rupa sehingga putaran kerjanya lebih
rendah dari putaran kritis.
7) Korosi
Bahan-bahan tahan korosi harus dipilih untuk poros propeller dan
pompa bila terjadi kontak dengan fluida yang korosif. Demikian
pula untuk poros-poros yang terancam kavitas dan poros mesin
yang sering berhenti lama.
8) Material poros
Bahan untuk poros mesin umum biasanya terbuat dari baja karbon
konstruksi mesin, sedangkan untuk pembuatan poros yang dipakai
untuk meneruskan putaran tinggi dan beban berat umumnya
dibuat dari baja paduan dengan pengerasan kulit yang sangat tahan
terhadap keausan. Beberapa diantaranya adalah baja khrom nikel,
baja khrom, dan baja khrom molybdenum.

Standar dan
Mesin
Baja karbon
kontruksi mesin
(JIS G4501)

Batang baja
yang difinis

Kekuatan
Lambang

tarik σ B

Keterangan

S30C
S35C
S40C
S45C
S50C
S55C
S35C-D
S45C-D
S55C-D

(Kg/mm2)
48
52
55
58
62
66
53
60
72

Ditarik dingin,

dingin

digrinda, dibubut
atau gabungan
antara hal-hal

tersebut
Tabel 3.3 baja karbon untuk konstruksi mesin dan baja batang
yang difinis dingin untuk poros

42

Standar dan

Lambang

Perlakuan panas

SNC 2
SNC 3
SNC
21
(JIS G 4012)
SNC22
SNCM 1
SNCM 2
Baja khrom nikel
SNCM 7
molibden
SNCM 8
SNCM 22
(JIS G 4103)
SNCM 23
SNCM 25
SCr 3
SCr 4
Baja khrom
SCr 5
(JIS G 4014)
SCr 21
SCr 22
SCM 2
SCM 3
Baja khrom
SCM 4
molibden
SCM 5
SCM 21
(JIS G 4015)
SCM 22
SCM 23
Tabel 3.4 Baja paduan untuk poros

Pengerasan kulit
Pengerasan kulit
-Pengerasan kulit
Pengerasan kulit
Pengerasan kulit
Pengerasan kulit
Pengerasan kulit

Macam
Baja khorm nikel

Pengerasan kulit
Pengerasan kulit
Pengerasan kulit

Kekakuan panas
(kg/mm2)
85
95
80
100
85
95
100
105
990
100
120
90
95
100
80
85
85
95
100
105
85
95
100

Meskipun demikian, untuk perencanaan yang baik tidak dapat
dilanjurkan untuk memilih baja atas dasar klasifikasi secara umum
seperti diatas. Sebaiknya pemilihan dilakukan atas dasar standarstandar dari bahan-bahan menurut standar beberapa negara serta
persamaannya dengan JIS (standar jepang) untuk poros diberikan
dalam tabel 3.5

Nama
Baja karbon
kontruksi mesin

Standar Jepang

Standar Amerika (AISI),(BS), dan

(JIS)

jerman (DIN)

S25C
S30C
S35C
S40C
S45C

AISI 1025, BS060A25
AISI 1030, BS060A30
AISI 1035, BS060A35, DIN C35
AISI 1040, BS060A40
AISI 1045, BS060A45, DIN

43

S50C
S55C

C45, CK 45
AISI 1050, BS060A50
DIN C45,CK45
AISI 1055, BS060A55
Baja tempa
SF 40,45,50,55 ASTM A105-73
SNC
BS 653M31
Baja nikel khrom
SNCM 22
BS En36
SNCM 1
AISI 4337
SNCM 2
BAS8308M31
SNCM 7
AISI 4340, BS EN 100D
Baja nikel khrom
SNCM 8
AISI 4320 BS817M40, 816M40
molibden
SNCM 22
AISI 4325
SNCM 23
AISI 4320, BS En325
SNCM 25
BS En39B
SCr 3
AISI 4135, BS530A36
SCr 4
AISI 4140, BS530A40
Baja Khrom
SCr 5
AISI 4145,
SCr 21
AISI 4115,
SCr 22
AISI 4120,
SCM 2
AISI 4130, DIN 34CrMo4
SCM 3
AISI 4135, BS708A37
Baja khrom
SCM 4
DIN 34CrMo4
SCM
5
AISI 4140, BS708M40,
milibden
DIN 42 CrMo4
AISI 4145, DIN 50CrM04
Tabel 3.5 Standar Baja

44

Diagram aliran untuk merencanakan poros dengan beban puntir:

START
Daya yang di transmisikan : p ( kW )
Putaran poros : n ( rpm )
Faktor koreksi
fc
Daya Rencana Pd
(kw)
Moment puntir rencana T
(kg.mm)
Bahan poros, perlakuan panas,
kekuatan
Tarik σ B (kg/ mm2)
Apakah poros bertangga beralur
pasak
Tegangan geser yang diizinkan τ a ¿ )
Faktor koreksi untuk momen puntir kt
Faktor lenturan Cb
Diameter Poros ds (mm)
Jari-jari fillet dari poros bertangga r (mm)
Faktor konsentrasi tegangan pada poros bertangga β pada pasak α
Tegangan geser τ ( kg .mm 2)

τa Sf
12 α atau :C b K t τ
a
b
2

Diameter poros d s ( mm) bahan poros, perlakuan panas jari-jari
fillet dari poros bertangga ukuran pasak dan alur pasak