Hemodialisis 1. Definisi dan Proses Kerja

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hemodialisis 2.1.1. Definisi dan Proses Kerja Hemodialisis adalah proses dimana terjadi difusi partikel terlarut salut dan air secara pasif melalui kompartemen cair yaitu darah menuju kompartemen cairan dialisat melewati membran semipermeabel dalam dialiser. Hemodialisis dan dialisis peritoneal merupakan dua teknik utama yang digunakan dalam dialisis, dan prinsip dasar kedua teknik itu sama yaitu difusi zat terlarut dan air dari plasma ke larutan dialisis sebagai respons terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu Price and Wilson, 2005. Pada suatu membran semipermeabel yang diletakkan di antara darah penderita pada suatu sisi dan larutan yang sudah diketahui susunannya dialisat atau bak dialisis pada sisi satunya, maka substansi yang dapat menembus membrane akan bergerak dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Bila kadar kalsium dalam darah tinggi dan kadar kalsium dalam dialisat rendah, maka kalsium akan bergerak keluar dari darah masuk ke dialisat. Ultrafiltrasi pembuangan air dapat dilakukan dengan cara menciptakan perbedaan tekanan hidrostatik contoh, meningkatkan tekanan positif dalam kompartemen darah secara mekanik. Perbedaan tekanan hidrostatik yang timbul menyebabkan perpindahan air dari darah menuju ke dialisat Price and Wilson, 2005. Sistem dialisis terdiri dari dua sirkuit, satu untuk darah dan satu lagi untuk cairan dialisis. Darah mengalir dari penderita melalui tabung plastik jalur arteri, lalu ke hollow fiber serabut berongga pada alat dialisis dan kembali ke penderita melalui jalur vena. Air kran difiltrasi dan dihangatkan sampai sesuai dengan suhu tubuh kemudian dicampur dengan konsentrat dengan perantaraan pompa pengatur, sehingga terbentuk dialisat atau bak dialisis. Dialisat kemudian di masukan ke dalam alat dialisis, dan cairan akan mengalir di luar serabut berongga sebelum keluar melalui drainase. Keseimbangan antara darah dan dialisat terjadi Universitas Sumatera Utara di sepanjang membran dialisis melalui proses difusi dan ultrafiltrasi Price and Wilson, 2005. Gambar 2.1. Skema proses hemodialisis Ahmad, 2011. Komposisi cairan dialisat diatur sedemikian rupa mendekati komposisi ion darah normal. Komposisi dialisat yang umum adalah Na + , K + , Ca ++ , Mg ++ , Cl - , asetat, dan glukosa. Urea, Kreatinin, asam urat, dan fosfat dapat berdifusi dengan mudah dari darah ke dalam cairan dialisis karena unsur-unsur ini tidak terdapat dalam cairan dialisis Price and Wilson, 2005. Tabel 2.1. Komposisi Dialisat Price and Wilson, 2005 Komposisi Dialisat Komponen mEqL Natrium 138-145 Kalium 0-4,0 Klorida 100-107 Kalsium 2,5-3,5 Magnesium 0,4-1,0 Asetat 30-37 Glukosa 100-250 Konsentrasi glukosa dalam milligram per desiliter Universitas Sumatera Utara Pada proses dialisis terjadi aliran darah di luar tubuh. Pada keadaan ini akan terjadi aktivasi sistem koagulasi darah dengan akibat timbulnya bekuan darah. Karena itu pada dialisis diperlukan pemberian heparin selama dialisis berlangsung Rahardjo et al, 2009. Akses vaskular hemodialisis bertujuan sebagai jalan masuknya ke sistem vaskular penderita dengan optimal. Darah yang harus keluar dan masuk tubuh penderita dengan kecepatan 200 sampai 400 mlmenit. Akses vaskular di klasifikasikan menjadi dua yaitu, eksternal biasanya sementara dan internal permanen. Pirau arteriovenosa AV ekternal atau sistem kanula diciptakan dengan menempatkan ujung kanula dari Teflon dalam arteri biasanya arteri radialis dan sebuah vena yang berdekatan. Ujung kanula di sambugkan dengan selang karet silikon dan suatu sambunga Teflon melengkapi pirau. Sedangkan pada permanen dilakukan pemasangan Fistula AV. Fistula AV dibuat melalui anastomosis arteri secara langsung ke vena biasanya arter radialis dan vena sefalika pergelanagn tangan Price and Wilson, 2005. Kecukupan dosis hemodialisis yang diberikan diukur dengan istilah adekuasi dialisis. Adekuasi diukur dengan menghitung urea reduction ratio URR dan KTV. URR dihitung dengan mencari rasio hasil pengurangan kadar ureum predialisis dengan kadar ureum pascadialisis dibagi kadar ureum pascadialisis. Pada hemodialisis 2 kali seminggu dialisis dianggap cukup bila URR-nya lebih dari 80. Cara lain dengan menghitung KTV dengan memasukan nilai ureum pradialisis dan pascadialisis, berat badan pradialisis dan pascadialisis. Pada hemodialisis 3 kali seminggu KTV dianggap cukup bila lebih besar atau sama dengan 1.8 Rahardjo et al, 2009. Hemodialisis rumatan biasanya dilakukan tida kali seminggu, dan lama pengobatan berkisar dari 3 sampai 5 jam, bergantung pada jenis sistem dialisis yang digunakan dan keadaan penderita Price and Wilson, 2005.

2.1.2. Epidemiologi

Prevalensi penyakit ginjal kronik PGK didunia menurut United State Renal Data System USRDS pada tahun 2009 adalah sekitar 10-13 Universitas Sumatera Utara Ma’shumah, 2014. Sedangkan di Indonesia menurut laporan Indonesian Renal Registry IRR pada tahun 2009 tercatat sebanyak 5.450 pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis, dimana pada tahun 2010 meningkat menjadi 8.034 penderita dan pada tahun 2011 telah menjadi 12.804 penderita Santoso, 2012. Sementara di RSUP H. Adam Malik Medan didapatkan total pasien HD pada Februari 2013 sebanyak 197 pasien dengan jumlah tindakan hemodialisis sebanyak 1.081 Maruli, 2013.

2.1.3. Indikasi

Menurut Rahardjo et al 2009, pada umumnya indikasi dialisis pada PGK adalah bila laju filtrasi glomerulus LFG sudah kurang dari 5 mlmenit, yang di dalam praktek dianggap demikian bila test kliren kreatinin TKK 5 mLmenit. Keadaan pasien yang hanya mempunyai TKK 5 mLmenit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila di jumpai salah satu dari hal dibawah ini : • Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata • K ureum 6 mEqL • Ureum darah 200mgdL • pH darah 7,1 • Anuria berkepanjangan 5 hari • Fluid overloaded 2.2. Pruritus 2.2.1. Definisi