Stereotipe Negatif

2.5. Stereotipe Negatif

Bagai sebuah siklus atau mata rantai yang saling mengkait, kondisi sosial masyarakat semula sudah memposisikan kaum perempuan pada suatu strata tertentu dalam sebuah kontruksi sosial yang telah diinstitusionalkan dan disosialissikan sejak awal dan ditambah dengan kondisi riil kedudukan kaum perempuan dalam segala bidang, baik bidang pendidikan, ekonomi, ketenagakerjaan, pemerintahan dan lainnya yang tidak pernah atau belum sejajar dengan kaum laki-laki menyebabkan munculnya stereotipe neganif terhadap kaum Bagai sebuah siklus atau mata rantai yang saling mengkait, kondisi sosial masyarakat semula sudah memposisikan kaum perempuan pada suatu strata tertentu dalam sebuah kontruksi sosial yang telah diinstitusionalkan dan disosialissikan sejak awal dan ditambah dengan kondisi riil kedudukan kaum perempuan dalam segala bidang, baik bidang pendidikan, ekonomi, ketenagakerjaan, pemerintahan dan lainnya yang tidak pernah atau belum sejajar dengan kaum laki-laki menyebabkan munculnya stereotipe neganif terhadap kaum

Stereotipe gender lahir dari adanya satu pembedaan antara perempuan dan laki-laki dalam hal jenis kelamin (biologic), pemahaman ini pun akhirnya berkembang dan terbangun adanya pencitraan yang berbeda antara perempuan dan laki-laki. Megawangi (1999) memberikan gambaran bahwa kalau pun ada perbedaan laki-laki dan perempuan hanya pada apa yang sering disebut 3 M ( menstruasi, melahirkan, dan menyusui). Aspek 3 M ini oleh para feminis diangap bukan alasan seorang perempuan harus menjadi ibu, karena konsep ibu adalah bukan karena alam (nature), melainkan karena adanya sosialisasi, atau konstruksi sosial (nurture).

Secara fisik biologis laki-laki dan perempuan tidak saja dibedakan oleh identitas jenis kelamin, bentuk dan atonomi biologis lainnya, melainkan juga komposisi kimia dalam tubuh. Perbedaan tersebut menimbulkan akibat fisik biologis, seperti laki-laki mempunyai suara besar, berkumis, berjenggot, pinggul lebih ramping, dada yang datar. Sementara perempuan mempunyai suara yang lembut bening, dada menonjol, pinggul lebih besar, dan organ reproduksi yang amat berbeda dengan laki-laki. Tidak ada perbedaan pendapat mengenai tersebut, akan tetapi efek perbedaan biologis terhadap perilaku manusia khususnya dalam perbedaan relasi gender, menimbulkan banyak perbedaan. Oleh sejumlah ilmuwan perbedaan anatomis biologis dan komposisi kimia dianggap berpengaruh pada perkembangan emosional dan kapasitas intelektual masing-masing tidak dapat dikatakan semuanya benar, mengingat dalam hal tertentu justru akan terjadi Secara fisik biologis laki-laki dan perempuan tidak saja dibedakan oleh identitas jenis kelamin, bentuk dan atonomi biologis lainnya, melainkan juga komposisi kimia dalam tubuh. Perbedaan tersebut menimbulkan akibat fisik biologis, seperti laki-laki mempunyai suara besar, berkumis, berjenggot, pinggul lebih ramping, dada yang datar. Sementara perempuan mempunyai suara yang lembut bening, dada menonjol, pinggul lebih besar, dan organ reproduksi yang amat berbeda dengan laki-laki. Tidak ada perbedaan pendapat mengenai tersebut, akan tetapi efek perbedaan biologis terhadap perilaku manusia khususnya dalam perbedaan relasi gender, menimbulkan banyak perbedaan. Oleh sejumlah ilmuwan perbedaan anatomis biologis dan komposisi kimia dianggap berpengaruh pada perkembangan emosional dan kapasitas intelektual masing-masing tidak dapat dikatakan semuanya benar, mengingat dalam hal tertentu justru akan terjadi

Tabel 2.5.1 Perbedaan Emosional dan Intelektual laki-laki dan perempuan Laki-laki

Perempuan

- Sangat agresif - Tidak terlalu agresif - Independen

- Tidak terlalu independen - Tidak emosional

- Lebih emosional - Dapat menyembunyikan emosi

- Sulit menyembunyikan emosi - Tidak mudah berpengaruh

- Mudah berpengaruh - Tidak mudah goyah menghadapi krisis

- Mudah goyah menghadapi krisis - Lebih aktif

- Lebih pasif

- Lebih kompetitif - Kurang kompetitif - Lebih logis

- Kurang logis - Lebih mendunia

- Berorentasi ke rumah - Lebih terampil berbisnis

- Kurang terampil bisnis - Lebih terus terang

- Kurang berterus terang - Berperasaan tidak mudah tersinggung

- Berperasaan mudah tersinggung - Lebih suka bertualang

- Tidak suka bertualang - Mudah mengatasi persoalan

- Sulit mengatasi persoalan - Jarang menangis

- Lebih sering menangis - Penuh percaya diri

- Kurang rasa percaya diri - Lebih banyak mendukung sikap agresif

- Kurang menyukai sikap agresif - Lebih ambisi

- Kurang ambisi

- Mudah membedakan rasio dan rasa - Sulit membedakan rasio dan rasa - Memahami seluk beluk perkembangan - Kurang memahami seluk-beluk dunia

perkembangan dunia - Umumnnya tampil sebagai pemimpin

- Jarang tampil sebagai pemimpin - Lebih merdeka

- Kurang merdeka - Pemikiran lebih unggul

- Pemikiran kurang unggul - Lebih bebas berbicara

- Kurang bebas berbicara - Lebih obyektif

- Lebih subyektif Alice Rossi (1978) berpendapat, bahwa peran stereotipe gender ini bersumber dari perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan. Berhubung perempuan dianugerahkan alam untuk menjalankan proses reproduksi, maka pengalaman proses reproduksi pada perempuan (hamil, melahirkan, dan menyusui) akan memberikan peran berstereotipe gender. Sementara Fakih (2003) memberikan gambaran awal tentang stereotipe gender pada makna stereotipe itu sendiri, menurutnya secara umum stereotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu. Stereotipe yang diberikan kepada suku bangsa tertentu, misalnya Yahudi di Barat, Cina di Asia Tenggara, telah merugikan suku bangsa tersebut. Hal ini tentunya menimbulkan ketidakadilan, Salah satu jenis stereotipe itu adalah yang bersumber dari pandangan gender. Misalnya yang terjadi terhadap perempuan menurutnya adalah penandaan yang berawal dari asumsi bahwa perempuan bersolek adalah dalam rangka memancing perhatian lawan jenisnya, maka setiap ada kasus kekerasan atau pelecehan seksual selalu dikaitkan dengan stereotipe ini.

Hampir senada dengan pendapat Fakih diatas, Shadily (2000) memberikan pandangan tentang stereotipe gender yang berlaku “ bahwa tugas perempuan terutama adalah mendidik dan mengasuh anak” juga menyebabkan anak perempuan kurang diberi pengalaman atau kurang dipersiapkan untuk berkompetisi di wilayah publik, sehingga perempuan hingga kini lebih terkonsentrasi dalam pekerjaan-pekerjaan di sektor informal yang disesuaikan dengan keterampilan terbatas yang mereka miliki. Akibatnya : secara ekonomis dan sosial apa yang mereka kerjakan mempunyai status yang lebih rendah bila dibandingkan dengan apa yang dikerjakan laki-laki.

Sebenarnya banyak hal yang bisa kita lihat dalam keseharian bahwa stereotipe gender pada perempuan ini memang terbentuk dan terbangun di masyarakat. Berikut ini pendapat lain dari Behm & Kassin (1996) yang mengutip dari penelitian William & Best pada tahun 1982 tentang stereotipe gender yaitu meski bagaimanapun ketika seseorang ditanyai untuk mendeskripsikan sesosok laki-laki dan perempuan, maka seseorang laki-laki akan dideskripsikan lebih memiliki jiwa petualang, tegas, agresif, mandiri dan berorietasikan pada pekerjaan; sebaliknya seseorang perempuan akan dideskripsikan lebih sensitif, lemah lembut, kurang mandiri, emosional dan berorientasikan pada hal-hal kemasyarakatan. Gambaran ini sangatlah universal dan diambil dari penelitian dari sekitar 2.800 orang mahasiswa dari 30 negara yang berbeda mulai dari Amerika Utara dan Selatan, Eropa, Asia dan Australia.

Selain pendapat diatas ada juga penggambaran stereotipe gender ini berdasarkan ketidaksamaan peran antara feminin dan maskulin yang dilakukan Selain pendapat diatas ada juga penggambaran stereotipe gender ini berdasarkan ketidaksamaan peran antara feminin dan maskulin yang dilakukan