Kultur akar transgenik dari Trichosanthes cucumerina L.: beberapa faktor yang berpengaruh terhadap produksi biornassa dan hasil protein total, serta aktivitas anticendawan dari protein asal akar transgenik

KULTUR AKAR TRANSGENIK DARI Trichosanthes
cucumerina L.: BEBERAPA FAKTOR YANG BERPENGARUH
TERHADAP PRODUKSI BIOMASSA DAN HASIL PROTEIN
TOTAL, SERTA AKTIVITAS ANTICENDAWAN DARI
PROTEIN ASAL AKAR TRANSGENIK

Oleh
DEW1 SUKMA

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANLAN BOGOR
BOGOR
2002

ABSTRAK
DEW1 SUKMA. Kultur Akar Transgenik dari Trrchosanthes cucumerina 1.:
Beberapa Faktor yang Berpengaruh terhadap Produksi Biomassa dan Hasil
Protein Total serta Aktivitas Anticendawan dari Protein Asal Akar Transgenik.
Dibimbing oleh SUGENG SUDIATSO, SAID HARRAN dan SUDARSONO.
Kultur akar transgenik (akar berambut) yang dihasilkan melalui infeksi
dengan Agrobacterrum rhrzogenes telah banyak dilakukan pada berbagai tanaman

terutama untuk memproduksi metabolit sekunder. Kultur akar berambut pada
beberapa tanaman dari famili Cucurbitaceae Qlaporkan dapat digunakan untuk
mempelajari keberadaan protein aktif yang dapat berfungsi sebagai anticendawan
dan antikanker.
Tujuan penelitian adalah menginduksi akar transgenik dari Trrchosanthes
cucumerrna L. dengan bantuan Agrobacterrum rhrzogenes strain 9457,
mengetahui pengaruh densitas eksplan dan urnur panen, kasein hidrolisat, serta
sukrosa terhadap pertumbuhan, produksi biomassa dan produksi protein total dari
kultur akar berambut, mempelajari stabilitas produksi biornassa dan protein total
dari akar berambut serta menguji aktivitas anticendawan dari total protein asal
akar berambut terhadap beberapa cendawan patogen tanaman.
Dalam percobaan pertarna dilakukan induksi dan inisiasi kultur akar
berambut dari kecambah in vrtro tanaman Trzchosanthes cucumerrna L., untuk
mendapatkan akar transgenik yang turnbuh stabil dalam media tanpa penarnbahan
zat pengatur turnbuh. Dalam percobaan kedua diuji pengaruh densitas eksplan
awal(3,5,7 dan 9 ujung akar per botol) dikombinasikan dengan urnur panen (4, 8
dan 12 Hari Setelah Tanam (HST)), terhadap perturnbuhan dan hasil biomassa
serta hasil protein total akar berambut. Dalam percobaan ketiga dipelajari
pengaruh penambahan kasein hidrolisat (0, 50, 100, dan 150 mgll) dalam media
terhadap produksi biomassa clan hasil protein total akar berambut. Sedangkan

dalam percobaan keempat dipelajari pengaruh konsentrasi sukrosa (20, 30,40 dan
50 g/l) terhadap produksi biomassa dan hasil protein akar berambut. Untuk
menguji stabilitas produksi setelah beberapa periode sub kultur, pada percobaan
ke-5 diuji produksi biomassa akar transgenik setelah melewati tiga kali sub kultur
dalam media yang mengandung sukrosa 40 atau 50 gll. Akhirnya pada percobaan
keenam dilakukan uji pendahuluan untuk mengetahui keberadaan protein
anticendawan yang diisolasi dari akar transgenik. Uji aktivitas anticendawan
dilakukan terhadap patogen Fusarrum sp. Sclerotrum rolfsrr, Rhrzoctonra solanr,
Colletotrrcum gloeosporordes dan Colletotricum conyzordes..
Hasil penelitian pada percobaan pertarna menunjukkan akar rambut dapat
diinduksi dari kecambah Trrchosanthes cucumerina L. dengan bantuan
Agrobacterrum rhrzogenes. Efisiensi induksi akar rambut mencapai 43% dari total
eksplan yang diinokulasi dengan Agrobacterrum. Identifikasi akar transgenik
dilakukan dengan menanam akar rambut dalam media MS (Murashige-Skoog)
tanpa zat pengatur turnbuh tanaman. Kontrol akar normal tidak berkembang
dalam media tanpa ZPT sedangkan akar transgenik mampu turnbuh normal. Dari
43 galur akar rambut yang diisolasi, berhasil diperoleh satu galur akar transgenik
yang tumbuh normal dan berkembang dalam media MS tanpa ZPT.
Hasil pengujian densitas eksplan awal yang ditanam dalam 25 ml media
menunjukkan bahwa produksi biomassa akar rambut yang dipanen pada 12 HST


tidak dipengaruhi oleh jumlah eksplan awal. Tetapi tahapan fase stasioner dari
akar transgenik yang ditanam lebih cepat tercapai pada kultur dengan eksplan
awal 5-9 eksplan per botol. Hasil protein total tidak dipengaruhi oleh densitas
eksplan awal namun tergantung pada umur panen. Meskipun demikian, densitas
eksplan awal9 ujung akar cenderung menghasilkan protein total tertinggi.
Perlakuan kasein hidrolisat (0, 50, 100, 150 mg/l) tidak berpengamh nyata
terhadap produksi biomassa namun cenderung menekan produksi biomassa.
Sedangkan kadar protein nyata meningkat dengan penarnbahan kasein hidrolisat
50 mg/l. Tetapi hasil protein total paling tinggi dihasilkan pada media tanpa
kasein hidrolisat.
Peningkatan konsentrasi sukrosa (20, 30, 40, 50 gll) nyata meningkatkan
produksi biomassa yang mencapai maksimal pada sukrosa 40 g/l. Kadar protein
nyata menurun dengan meningkatnya konsentrasi sukrosa. Sukrosa 40 gll
memberikan hasil protein total yang paling tinggi.
Uji kestabilan produksi biomassa dilakukan pada sukrosa 40 dan 50 g/l
dan dilihat dalam 3 kali sub kultur atau 3 kali pemanenan. Hasil percobaan
menunjukkan ketidakstabilan pertumbuhan dan produksi biomassa maupun
protein akar berambut karena pada konsentrasi sukrosa yang tingg. Produksi
biomassa, kadar maupun hasil protein total menurun pada sub kultur 2 dan 3.

Morfologr akar berambut menjadi lebih gemuk, tebal dan kaku pada sub kultur ke2 dan ke-3.
Uji pendahuluan aktivitas anticendawan dari protein yang dihasilkan pada
berbagai perlakuan belurn berhasil baik. Walaupun demikian inQkasi
penghambatan pertumbuhan ditemukan pada Fusarium sp. dan Sclerotium rolfsil.
Indikasi penghambatan pertumbuhan pada Fusarium sp. diperoleh dari pengujian
dengan protein akar berambut hasil perlakuan dengan sukrosa 50 g/l dengan tipe
penghambatan yang tidak begitu spesifik. Pada Sclerotium rolfsii indikasi
penghambatan ditemukan pada pengujian dengan protein akar berambut hasil
perlakuan dengan sukrosa 40 g/l pada sub kultur kedua dalam uji stabilitas
produksi biomassa dan protein. Penghambatan pada kedua cendawan tersebut
belurn menunjukkan hasil yang konsisten antar ulangan.

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :
KULTUR AKAR TRANSGENIK DARI Trichosanthes cucumerina L. :
BEBERAPA FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PRODUKSI
BIOMASSA DAN HASIL PROTEIN TOTAL, SERTA AKTIVITAS
ANTICENDAWAN DARI PROTEIN ASAL AKAR TRANSGENIK
Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah

dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah
Qnyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2002

KULTUR AKAR TRANSGENIK DARI Trichosanthes

cucumerina L.: BEBERAPA FAKTOR YANG BERPENGARUH
TERHADAP PRODUKSI BIOMASSA DAN HASIL PROTEIN
TOTAL, SERTA AKTIVITAS ANTICENDAWAN DARI
PROTEIN ASAL AKAR TRANSGENIK

Oleh
DEW1 SUKMA
98495-AGR

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Agronomi


PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2002

Judul Tesis

: Kultur Akar Transgenik dari Trichosanthes cucumerina L.:

Beberapa Faktor yang Berpengaruh terhadap Produksi
Biornassa dan Wasil Protein Total, serta Aktivitas
Anticenclawan dari Protein Asal Akar Transgenik
Nama

: Bewi Sukma

NRP

: 98495


Program Studi

: Agronorni

Menyetujui
1. Komisi Pembimbing

Praf Dr. Ir. Su6eng Sudiats~.M.S
Ketua

k
Dr. Ir. a' Harran

Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc.
Anggota
Mengetahui,

Tanggal Lulus :


RIWAYAT HIJIt.JP
Penulis dilahlrkan di Kabupaten 50 Kota, Sumatera Barat pada tanggal 4
April 1970, sebagai anak ketiga dari Bapak M. Dt. Mudo nan Panjang dan Ibu
Rasima Ali.
Jenjang pendidikan dari SD dan SMP diselesaikan di Kabupaten 50 Kota,
sedangkan SMA di Kotamadya Payakwnbuh, Sumatera Barat. Gelar Sarjana
Pertanian diperoleh dari Institut Pertanian Bogor pada tahun 1994.
Pada tahun 1997 penulis menikah dengan Ir. Susilan Hidayat dan telah
dikaruniai seorang anak bernama Muhammad Imam Adi Wicaksana.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian IPB sejak tahun 1997. Tahun 1998 penulis melanjutkan studi
S2 di Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor dengan bantuan biaya dari
Proyek Hibah Tim-URGE. Pada tahun 2000, penulis memperoleh beasiswa dari
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi melalui program BPPS.

PRAKATA
Puji dan syukw penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini dapat
diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah : Kultur Akar


Transgenik dari Trichosanthes crccumerina L. : Beberapa Faktor yang
Berpengaruh terhadap Produksi Biomassa dan Easil Protein Total, serta
Aktivitas Anticendawan dari Protein Asal Akar Transgenik
Penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak
Prof Dr. Ir. Sugeng Sudiatso, MS., Bapak Dr. Ir. Said Harran, dan Bapak Dr. Ir.
Sudarsono, M.Sc, selaku komisi jxmbimbing, atas segala bimbingan, petunjuk
dan pengarahannya selama penelitian sampai selesainya penulisan tesis ini.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan untuk Ibu Prof. Dr. Ir. Livy Winata
(Alm), yang telah membimbing penulis dalam penelitian pendahuluan.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dirjen Pendidikan TinggiPengelola Beasiswa BPPS dan Pimpinan Proyek Hibah Tim-URGE atas bantuan
biaya studi dan penelitian. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada
Dekan Fakultas Pertanian, Ketua Jurusan Budidaya Pertanian, Ketua Lab.
Produksi Tanaman, yang telah memberikan ijin dan dukungan pada penulis dalam
penyelesaian studi. Kepada Ir. Yusnita, M.Sc. dan Ir. Dwi Hapsoro, M.Sc,
terimakasih yang talc terhingga atas segala bantuannya.
Terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada suami dan anak tercinta,
Bapak dan Ibu serta seluruh keluarga atas segala doa, bantuan dan dorongan yang
telah diberikan. Akhirnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan,
penulis ucapkan terimakasih. Semoga Allah SWT membalas segala budi baiknya
dengan balasan yang berlipat ganda.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengguna.
Bogor, Februari 2002

Penulis

DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR TABEL ..................................................................................
DAFTAR GAMBAR .............................................................................

Latar Belakang ..............................................................................
Tujuan Penelitian ..........................................................................
Hipotesis ......................................................................................
Manfaat Penelitian .......................................................................
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................
Botani Trichosanthes sp ...............................................................
Protein Aktif dalam Tanaman ......................................................
Inisiasi Kultur Akar Transgenik....................................................
Akar Berambut dari Tanaman Cucurbitaceae ..............................
Kultur Akar Berambut untuk Produksi Metabolit Sekunder ........

Produksi Biomassa dan Senyawa Target dalam Kultur Akar
Berambut.......................................................................................
Daftar Pustaka ...............................................................................
KULTUR AKAR TRANSGENIK Trichosanthes cucumerina L.
SERTA PENGARUH DENSITAS EKSPLAN AWAL. UMUR
PANEN DAN KASEIN HIDROLISAT TERHADAP PRODUKSI
BIOMASSA DAN PROTEIN TOTAL AKAR TRANSGENIK...........
Abstrak .........................................................................................
Pendahuluan ..................................................................................
Bahan dan Metode ........................................................................
Hasil .............................................................................................
Pembahasan .................................................................................
Kesimpulan ..................................................................................
Daftar Pustaka ..............................................................................
UJI PENGARUH SUKROSA DAN STABILITAS PRODUKSI
BIOMASSA SERTA PROTEIN TOTAL DAN AKAR
TRANSGENIK Trichosanthes cucumerina L......................................
Abstrak ..........................................................................................
Pendahuluan ..................................................................................
Bahan dan Metode .......................................................................
Hasil .............................................................................................
Pembahasan ..................................................................................
Kesimpulan ...................................................................................
Daf€arPustaka ..............................................................................

xii

UJI
PENDAHULUAN
AKTIVITAS
ANTICENDAWAN
DAlU PROTEIN TOTAL AKAR BERAMBUT Trichosanthes
cucumerina L .........................................................................................
Abstrak ..........................................................................................
Pendahuluan................................................................................
Bahan dan Metode ........................................................................
Hasil dan Pembahasan ..................................................................
Kesimpulan ...................................................................................
D a m Pustaka ...............................................................................

PEMBAHASAN ....................................................................................
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................

DAFTAR TABEL
Halaman
Bobot segar dan persentase bahan kering akar berambut
Trichosanthes cucumerina L pada beberapa densitas eksplan
awal dan umur panen ...................................................................

36

Bobot kering akar berambut Trichosanthes cucumerina L pada
beberapa densitas eksplan awal dan u m u panen ..........................

36

Kadar protein total dan hasil protein total dari akar berambut
Trichosanthes cucumerina L pada beberapa densitas eksplan
awal dan umur panen ....................................................................
Bobot segar, bobot kering dan persentase bobot bahan kering
akar berambut Trichosanthes cucumerina L pada berbagai
konsentrasi kasein hidrolisat .........................................................

Kadar protein total dan hasil protein total dari akar bermbut
Trichosanthes cucumerina L pada beberapa konsentrasi kasein
hidrolisat .......................................................................................

Produksi biomassa segar, biomassa kering dan persen bahan
kering dari akar berambut Trichosanthes cucumerina L. pada
beberapa konsentrasi sukrosa........................................................
Kadar protein total dan hasil protein total dari akar berambut
Trichosanthes cucumerina L. pada beberapa konsentrasi sukrosa
Bobot segar, bobot kering dan persen bahan kering dari akar
berarnbut Trichosanthes cucumerina L. pada dua taraf sukrosa
dalam 3 kali pemanenan ..............................................................
Kadar protein dan hasil protein total dari akar berambut
Trichosanthes cucumerina L. pada dua konsentrasi sukrosa
dalam 3 kali pemanenan ...............................................................
Hasil uji aktivitas anticendawan pada beberapa surnber protein
dari akar berambut Trichosanthes cucumerina L. ........................

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Morfologi tanaman Trichosanthes cucumerina L. .......................
Akar adventif yang muncul di lokasi infeksi dengan
Agrobacterium rhizogenes dan akar berambut yang telah
tumbuh stabil dalam media MS 0 + 3% sukrosa tanpa ZPT
dengan kondisi cahaya terang terus menerus dan kondisi cahaya
rendah............................................................................................
Morfolog akar berambut Trichosanthes cucumerina L. pada
berbagai densitas eksplan awal pada umur kultur 4 HST .............
Morfologi akar berambut Trichosanthes cucumerina L. pada
berbagai densitas eksplan awal pada urnur kultur 8 HST. ............
Morfologi akar berarnbut Trichosanthes cucumerina L. pada
berbagai densitas eksplan awal pada umur kultur 12 HST. ..........
Morfologi akar berarnbut Trichosanthes cucumerina L. hasil
perlakuan kasein hidrolisat pada umur Mtur 12 HST. ................
Morfologi akar berambut Trichosanthes cucumerina L. pada
beberapa konsentrasi sukrosa pada umur Mtur 12 HST .............
Morfologi akar berambut Trichosanthes cucumerina L. pada
sukrosa 40 dan 50 g/l pada sub kultur ke-III, urnur kultur 14
HST. .........................................................................................67
Metode uji aktivitas anticendawan dan protein total akar
berambut .......................................................................................
Hasil uji aktivitas anticendawan dm protein total akar berambut
Trichosanthes cucumerina L. pada Sclerotium rolfsii dan
Fusarium sp. .................................................................................

7

.

.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki kekayaan alam berupa berbagai jenis plasmanutfah
tumbuhan. Sebagian besar dari plasmanutfah tersebut sudah diketahui kegunaan
dan manfaatnya, namun tidak sedikit juga yang masih belum diketahui
kegunaannya atau masih sedikit informasi mengenai kegunaannya. Salah satu di
antaranya adalah Trichosanthes cucumerina L.
Trichosantes cucumerina L. termasuk dalam famili Cucurbitaceae.

Tanaman ini terkenal di Indonesia dengan nama lokal paria belut ataupun paria
ular, karena bentuk buahnya yang memanjang dan belang-belang putih kehijauan.
Bagian tanaman yang dimanfaatkan adalah buah muda yang biasanya dimasak
untuk sayuran. Tanaman ini juga sangat jarang dibudidayakan secara intensif
karena belum begitu meluas pemanfaatannya di masyarakat. Di Indonesia,
tanaman ini banyak ditanam di Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Protein aktif yang bersifat anticendawan, antivirus, anti tumor, antiknker
bahkan anti-HIV telah dilaporkan terdapat pada beberapa spesies dari famili
Cucurbitaceae. Protein aktif tersebut diantaranya termasuk protein yang

berhubungan dengan adanya infeksi patogen pada tanaman (patogenesis- related
(PR) proteins). Disamping itu ada juga yang termasuk kelompok enzim seperti
Chitinuse yang ditemukan pada akar Trichosanthes kirilowii (Savary dan Flores,

1994).
Kelompok protein aktif lainnya dikenal sebagai Protein Pengnaktif
Ribosom (Ribosom Inactivating Proteins -RIPS). RIP'S merupakan protein
tanaman dengan &vitas N-glycosidase pada rRNA dari ribosom mamalia, fungi,
tanaman, dan bakteri yang secara irreversibel merusak sintesis protein dan diduga

berfungsi sebagai defensive protein bagi tanaman penghasilnya (Stirpe et al.,
1992). Beberapa peneliti melaporkan bahwa RIPS terdapat pada beberapa tanaman
Cucurbitaceae seperti paria (Momordica charantia L.) oleh Dong et a1 (1994),

blestru (Luffa qllindrica L.) oleh Toppi et al. (1996), dan Trichosanthes sp. oleh
Savary dan Flores (1994).
Protein aktif dari tanaman dapat diperoleh melalui ekstraksi langsung dari
bagian-bagian tanarnan in vivo. Ekstraksi senyawa target dari bagian tanaman in
vivo mempunyai beberapa kelemahan, seperti kondisi bahan yang tidak steril,

kondisi lingkungan dan iklim yang berubah-ubah mempengaruhi kandungan
senyawa sehingga produksi tidak stabil, buddaya tanaman memerlukan lahan
yang luas dan dipengaruhi musim sehingga tidak dapat dihasilkan sepanjang
waktu.
Alternatif lain untuk menghasilkan senyawa yang diinginkan adalah
melalui kultur in vitro. Kultur in vitro merupakan t e h k untuk memelihara bagian
tertentu dari tanaman baik sel, jaringan maupun organ dalam wadah tertutup yang
aseptik dengan media pertumbuhan dan kondisi lingkungan yang terkontrol.
Produksi senyawa metabolit sekunder secara in vitro antara lain
menggunakan kultur sel, kultur suspensi sel, kultur kalus, kultur embrio maupun
kultur akar transgenik(akar berambut). Produksi senyawa metabolit melalui kultur
in vitro mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah

tidak tergantung faktor-faktor lingkungan seperti iklim, dan hambatan-hambatan
geografi serta musim, sistem produksinya dapat diatur, kualitas produk lebih
konsisten, dan tidak memerlukan lahan yang luas. Kelemahannya adalah
dibutuhkan investasi awal yang sangat besar, kesulitan untuk mendapatkan lini

sel, kalus, ataupun akar berambut yang menghasilkan senyawa yang diinginkan
dalam jumlah yang memadai.
Akar berambut merupakan istilah untuk akar transgenik yang dihasilkan
melalui infeksi tanaman in vitro dengan Agrobacterium rhizogenes. Kultur akar
transgenik secara stabil mengekspresikan lintasan biosintetik spesifik akar. Akar
tanaman secara spesifik juga mensintesis dan mengakumulasikan makromolekul
seperti protein cadangan dan protein yang berhubungan dengan sifat ketahanan
(Maeshima, et al. 1985; Bowles et al. 1990) seperti enzim glucanohydralase,
chitinase, dan P-1,3 glucanase (Neale et al. 1990). Dengan demikian kultur akar

transgenik merupakan alternatif yang baik untuk studi berbagai metabolit yang
dihasilkan akar tanarnan.
Kelebihan akar berambut dibandingkan kultur sel maupun suspensi sel
adalah cenderung lebih mudah untuk dilaksanakan, mampu tumbuh stabil dalam
media tanpa penambahan zat pengatur tumbuh, pertumbuhan akar berambut yang
relatif cepat sehngga memungkinkan untuk menghasilkan sejumlah besar
biomassa dalam waktu singkat, serta sifat genetik dan kemampuan menghasilkan
senyawa yang lebih stabil (Savary dan Flores, 1994).
Kultur akar berambut dari tanaman Trichosanthes sp. yang menghasilkan
protein aktif berupa RIP yang disebut trichosantin dan Class III Chitinases telah
dilaporkan oleh Savary dan Flores (1994). Sementara itu Kondo et al. (1994)
menginduksi akar berambut dari Trichosanthes kirilowii untuk studi senyawa
triterpen yang disebut asam brionolik.
Keberhasilan produksi senyawa target dalam kultur akar berambut sangat
ditentukan oleh kapasitas produksi biomassa akar berambut dan kapasitas sintesis

senyawa yang diinginkan dalam akar berambut. Berbagai faktor yang
mempengaruhi produksi biomassa maupun biosintesis senyawa target dapat
dimanipulasi untuk mengoptimalkan kondisi kultur sehingga dihasilkan senyawa
yang diinginkan dalam jurnlah yang sebanyak-banyaknya. Faktor-faktor yang
dapat dimanipulasi diantaranya adalah kondisi fisik dan kimia serta kondisi
lingkungan kultur.
Penelitian ini merupakan studi untuk mempelajari kapasitas produksi
biomassa dan protein total pada akar berambut dari Trichosanthes cucumerina L.
Beberapa faktor penting dalam kultur seperti eksplan, sukrosa, dan sumber asam
amino berupa kasein hidrolisat diuji pengaruhnya terhadap perturnbuhan, produksi
biomassa dan protein total dari akar berambut.
Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan kultur akar berambut yang tumbuh stabil dalam media tanpa

penambahan zat pengatur tumbuh eksogen dari Trichosanthes cucumerina L.
melalui infeksi kecambah in vitro dengan Agrobacterium rhizogenes strain
9457.

2. Mempelajari pengaruh densitas eksplan awal, umur panen, kasein hidrolisat,

sukrosa dan sub kultur terhadap pertumbuhan, produksi biomassa, dan protein
total dari akar berambut
3. Mempelajari aktivitas anticendawan dari protein total akar berambut terhadap

beberapa cendawan patogen tanaman dalam uji in vitro.

Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1.

Akar berambut dapat chperoleh dari kecambah in vitro tanaman
Trichosanthes cucumerina L. clan dapat tumbuh stabil dl media tanpa zat

pengatur tumbuh.

2.

Densitas eksplan awal, umur panen dan kasein hidrolisat berpengaruh
terhadap pertumbuhan, produksi biomassa, kadar dan hasil protein total dari
akar berambut..

3.

Sukrosa dan sub kultur berpengaruh terhadap produksi biomassa, kadar serta
hasil protein total dari akar berambut.

4.

Protein kemungkinan berpengaruh terhadap pertumbuhan cendawan dalam
uji in vitro.

Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Dapat

diketahui efisiensi

induksi

akar

berambut

dengan

infeksi

Agrobacterium rhizogenes pada Trichosanthes cucumerina L. Kultur akar

rambut yang autotrof hormon dan tumbuh cepat memungkinkan untuk
diperbanyak dalam jurnlah besar sehingga menjamin ketersediaan bahan
untuk ekstraksi protein ataupun metabolit sekunder lainnya.

2. Produksi protein yang stabil dari akar berambut memungkinkan untuk
mempurifikasi dan mengkarakterisasi protein lebih lanjut serta menguji
aktivitas protein terhadap berbagai patogen tanaman baik secara in vitro
maupun in vivo.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Trichosanthes sp.
Trichosanthes sp. termasuk famili tanaman Cucurbitaceae. Berdasarkan

Siemonsma dan Piluek (1994), terdapat 4 spesies utama yaitu :
1. T. celebica Cogn., di Indonesia dikenal sebagai tawuruk atau amut tarnburuk.
2. Trichosanthes cucumerina L.(snake gourd) dengan sinonim T. anguina L. atau
T. cucumerina var anguina (L.) Haines. T. cucumerina dikenal di Indonesia

sebagai paria belut atau paria ular.
3. T. ovigera, dikenal di Indonesia dengan nama areuj tiwuk (Sunda),
4. T. villosa, di kenal di Indonesia dengan nama areuj baduyut atau waluh
leuweung (Sunda).

Taksonomi tanaman Trichosanthes sp. belum banyak diketahui, namun
diperkirakan sekitar genus tersebut terdiri dari sekitar 40 spesies. Sekitar 15
spesies terdapat di Asia Tenggara. Sedangkan di Indonesia yang paling banyak
ditanam adalah paria ular atau paria belut. Paria belut dibudidayakan biasanya
hanya untuk komsurnsi sendiri atau pasar lokal.
Trichosanthes sp. ada yang bersifat tanaman setahun dan ada juga yang

merupakan tanaman tahunan, monocious ataupun diocious, merupakan herba yang
merambat atau memanjat. Bagian tanarnan yang dikomsumsi adalah buah yang
masih muda ( per 100 g buah muda mengandung air 94 g, protein 0.6 g, lemak 0.3
g, karbohidrat 4 g, serat 0.8 g, Ca 26 mg, Fe 0.3 mg, P 20 mg, vitamin A 235 IU,
vitamin B1 0.02 mg, B2 0.03 mg, niacin 0.3 mg dan vitamin C 12 mg)..
Disamping itu, semua spesies menghasilkan glukosida elaterin, minyak biji dan
pucinic acid (Siemonsma dan Piluek, 1994).

C

D

Gambar 1. Morfologi tanaman Trichosanthes cucumerina L. A. Bunga,
B. Buah, C. Beberapa variasi wama buah (hijau terang, putih, hijau
dengan garis-garis putih, putih dengan garis-garis hijau), D. Daun,
bunga dan buah yang keluar dari ketiak daun.

Protein Aktif dalam Tanaman
Pengetahuan awal tentang protein dalam tanaman menyatakan bahwa
protein memiliki fungsi terutama sebagai pembangun berbagai struktur atau organ
tanaman atau sebagai storage protein yang tidak mempunyai aktivitas enzimatik.
Storage protein disimpan dalam berbagai bentuk organ seperti daun batang dan
akar (Heldt, 1997). Kelompok protein lainnya adalah protein yang mempunyai
aktivitas enzimatik dan terlibat dalam berbagai reaksi kimia dalam metabolisme
tanaman. Namun dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi, berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa protein berperan dalam
mekanisme ketahanan tanaman terhadap patogen, diantaranya thionins, ribosome
inactivating proteins, lpid transfer proteins, 2S storage albumin, nonenzymatic
chitin-binding protein, polygalacturonase, inhibitor proteins, defensins, dan PRproteins (Yun et al. 1996).
Protein yang berkaitan dengan mekanisme ketahanan tanarnan terhadap
patogen antara lain protein yang dihasilkan ketika tanaman mengalami infeksi
patogen atau di sebut dengan Patogenesis Related (PR) Proteins (Bowles, 1990).
PR-protein pada awalnya ditemukan dalam hpersensitive response yang
diinduksi oleh tobacco mosaic virus (TMV) (Cheong et al, 1997).
PR-protein bersifat stabil pada pH rendah, resisten terhadap kerja protease,
merupakan monomer dengan berat molekul rendah clan sebagian besar
menunjukkan lokalisasi apoplastik. Berdasarkan ciri secara serologi, massa
molekul, dan data sekuens, PR-proteins dikelompokkan ke dalam 5 famili utama
yang berhubungan dengan respon terhadap cendawan, bakteri dan virus (Cheong
et al. 1997). Salah satu dari PR-protein tersebut adalah PR-5 proteins yang

fungsinya belum sepenuhnya diketahui, narnun pada beberapa percobaan
menunjukkan adanya aktivitas anticendawan dalam uji secara in vitro.

PR-5 proteins tidak termasuk enzim tapi merupakan protein yang
menunjukkan pengaruh anticendawan dengan merusak membran fungi. Protein ini
dilaporkan telah berhasil diisolasi dari jagung yang disebut dengan zeamatin dan
dari tembakau yang dikenal dengan osmotin. Osmotin mempunyai bobot molekul

24 kD terakurnulasi dalam vakuola selama adaptasi sel tembakau (Nicotiana
tabacumi var. Wisconsin 38) terhadap cekaman osmotik. PR-protein juga telah
berhasil dimurnikan dan dikarakterisasi dari daun waluh. Protein tersebut
mempunyai bobot molekul 28 kD dan dapat menghambat pertumbuhan hifa

Fusarium oxysporum dan Neurospora crassa dalam uji in vitro. (Cheong et al.
1997).
Marcus et al. (1997) melaporkan tentang antimicrobial peptide dari kulit
biji

Macademia

integrijolia

yang

dinarnakan

MiAMPl

(Macademia

Antimicrobial Peptide 1). Peptida tersebut mempunyai bobot molekul 8.1 kD dan
menunjukkan aktivitas penghambatan pertumbuhan spora 7 cendawan patogen
tanaman.
Terras et al. (1997) telah mengisolasi dua protein homolog yang kaya

Cysteine dari biji lobak, yang dinamakan Raphanus sativus -antfungal protein 1
(Rs-AFP1) dan Rs-AFP2. Protein tersebut mempunyai bobot molekul 5-kD dan
menunjukkan potensi aktivitas anticendawan dalam uji in vitro.
Balasaraswathi et al. (1998) melaporkan adanya protein antivirus dari akar

Bougenvillia spectabilis yang aktif menghambat transmisi mekanik Tomato
Spotted Wilt Virus (TSWV) dalam uji in vivo.

RIP'S (Ribosome In-activating Protein) merupakan jenis senyawa yang
secara intensif diteliti pada beberapa jenis tanaman dari famili Cucurbitaceae,
seperti paria (Momordica charantia L.), blustru (Lufla cyllindrica L. Roem.), dan
Trichosanthes sp. RIP'S merupakan protein tanaman dengan aktivitas Nglycosidase pada rRNA dari ribosom mamalia, fungi, tanaman, dan bakteri yang
secara irreversibel merusak sintesis protein dan diduga berfungsi sebagai
defensive protein bagi tanaman penghasilnya (Stirpe et al. 1992). Hipotesis ini
didukung oleh adanya aktivitas anticendawan in vitro dan peningkatan ketahanan
terhadap cendawan pada tanaman tembakau transgenik yang mengekspresikan

RIP biji barley (Logeman et al. 1992).
Perhatian terhadap RIP'S ini meningkat karena RIP'S berpotensial untuk
digunakan dalam bidang pertanian, yaitu sebagai faktor antiviral dan atau
anticendawan untuk proteksi tanaman. Kegunaan lain adalah untuk pengobatan,
sebagai konjugat sitotoksik dengan antibodi monoclonal (irnrnunotoksin) (Toppi
et al, 1996).
Vivanco et al. (1997) melaporkan tentang RIPS yang diisolasi dari
tanaman Mirabilis sp. Mirabilis Antiviral Protein (MAP) merupakan RIP dengan
rantai tunggal yang berhasil diisolasi dari akar dan daun Mirabilis jalapa. MAP
menunjukkan penghambatan terhadap transmisi mekanik Tobacco Mosaic Virus
pada sistem model tembakau. Mirabilis expansa dan Mirabilis mullflora juga
telah diidentifikasi mengandung RIP yang mirip dengan MAP. Uji aktivitas total
protein terlarut dari M expansa, M jalapa, dan M multlJlora terbukti dapat
menghambat perturnbuhan cendawan Trichoderma vessei.

RIPS dari berbagai spesies tanaman Cucurbitaceae banyak dilaporkan
berkaitan dengan potensinya untuk pengobatan penyakit-penyakit seperti tumor,
kanker bahkan HIV. Minami et al. (1992) berhasil mengisolasi dua macam
momordin (RIP's) dari biji Momordica charantia L. yang berpotensi untuk
immunotoksin melawan sel-sel kanker, sel tumor dan virus AIDS.
RIP's berupa luffin a dan luffin b serta inhibitor sintesis protein PAP-S
diisolasi dari biji Luffa cyllindrica L.Roem. Sedangkan Trichosanthn (TCN)
merupakan senyawa yang paling intensif diteliti pada Trichosanthes sp, dan
digunakan sebagai abortifasien dan perlakuan untuk tumor trophoblastic (Dong et
al., 1994). Ng-TB et al. (1994) melaporkan bahwa trichosantin, a- dan

P-

mormorcharin, yang ditemukan pada biji Trichosanthes kirilowii dan akar
Momordica charantia L. menunjukkan aktivitas abortifasien, immunosupresif dan

aktivitas antitumor dalarn uji in vitro.
Protein lain yang berhubungan dengan TCN adalah Trichosanthes anti-

HIV protein (TAP 29), yang diisolasi dari root tubers tanarnan Trichosanthes
kirilowii dan karasurin, dengan tingkat kesarnaan (homologi) sekuens kira-kira

98% dengan TCN, yang diisolasi dan biji Trichosanthes kirilowi (Dong et al.
1994).
Akar urnbi (root tubers) dari Trichosanthes kirilowii var japonicum Kitam.
dilaporkan mengandung protein dasar karasurin A dan karasurin B, yang
menunjukkan aktivitas induksi aborsi, seperti yang ditunjukkan oleh trichosantin
(Kondo et al. 1995).

Inisiasi Kultur Akar Transgenik
Kultur akar merupakan suatu bentuk kultur jaringan akar yang hidup dan
berdiferensiasi secara terorganisir membentuk biomassa akar tanpa kehadiran tipe
organ lain dari tanaman seperti batang, daun ataupun bunga. Terdapat dua tipe
kultur akar yaitu kultur akar non transgenik dan kultur akar transgenik. Kultur
akar non transgenik diperoleh dengan memotong ujung akar tanaman di lapangan
lalu disterilkan maupun akar kecambah tanaman in vitro lalu ditanam dalam
media kultur jaringan (Payne et al. 1992).
Kultur akar transgenik merupakan kultur akar yang dihasilkan dengan
menginfeksi bagian tanaman seperti kotiledon, batang ataupun dam dengan
Agrobacterium rhizogenes. Infeksi tanaman dengan Agrobacterium rhizogenes
akan mengakibatkan ditransfernya T-DNA dari Ri (Root inducing) plasmid ke
genom tanarnan yang menyebabkan induksi proliferasi akar transgenik yang juga
disebut akar berambut (Payne et al. 1992).
Agrobacterium merupakan genus dari bakteri tanah gram negatif, dari
kelompok famili Rhizobiaceae. Genus tersebut ada yang bersifat saprofit maupun
parasit. Dua spesies yang paling terkenal sebagai patogen tanaman adalah A.
tumefaciens clan A. rhizogenes. Kedua spesies tersebut dapat menginfeksi luka
dari beberapa spesies tumbuhan dkotil dan monokotil, yang menyebabkan
terjadinya pertumbuhan berlebihan pada daerah infeksi (Cleene dan De Ley,
1976). Infeksi oleh A. tumefaciens menginduksi pertumbuhan sel-sel tumor
(crown gall), sedangkan infeksi oleh A. rhizogenes menginduksi pertumbuhan
massa akar adventif dengan rambut-rambut akar yang disebut sebagai akar
transgenik atau akar berambut.

Proses terjadinya infeksi jaringan tanaman oleh Agrobacterium melibatkan
3 komponen genetik yaitu T-DNA yang merupakan materi genetik yang akan
ditransfer ke sel tanaman, berbagai faktor virulensi (virulence factors

=

vir gene)

yang ada pada Ti-Ri-plasmid, dan berbagai faktor virulensi yang ada pada
kromosom. T-DNA merupakan mobile genetic element dimana dalam strukturnya
tidak terdapat gen yang mengkode protein (enzim) yang diperlukan untuk
terjadinya t m f w T-QNA (Zambryski et al. 1989).
Faktor virulensi yang esensial pada Ti-mi-plasmid antara lain adalah virA,
virB, virD, dan virG dan faktor virulensi yang berperan sebagai enhancer yaitu
virC dan VirE. Sedangkan faktor virulensi yang terdapat pada kromosom adalah
lokus chvA dan chvB yang berkaitan dengan proses sintesis dan ekskresi P-1,2
glukan (sintesis dalam sel dan ekskresi keIuar sel bakterinya), lokus cel yang
berfungsi dalam sintesis benang-benang selulosa, lokus pscA atau exoC yang
berfungsi dalam proses sintesis siklik-glukan atau acidic sucinoglycan, dan lokus
att yang berfungsi dalam proses sintesis protein yang berasosiasi dengan membran
sel bagian luar (cell surface protein) (Zambryski et al. 1989).
Inisiasi proses transfer terjadi ketika tanaman yang luka melepaskan
senyawa fenolik dengan berat molekul rendah seperti Acetosyringone (AS ) dan
Hidroxy-acetosyringone(0H-AS). AS dan OH-AS berfungsi sebagai inducer

spesifik untuk gen virulensi dari Agrobacterium. Agrobacterium aktif bergerak
menuju ke sel tanaman yang terluka akibat adanya AS dan OH-AS (kemotaksis).
AS dan OH-AS dideteksi oleh protein dari gen virA. Produk dari gen virA yang
merupakan protein yang berasosiasi dengan membran sel bakteri (inner membran

protein) berfungsi sebagai sensor dan chemoreceptor untuk AS dan OH-AS
(Zambryski et al. 1989).
Adanya AS dan OH-AS menyebabkan virG diaktifkan oleh virA protein
yang terjadi melalui proses fosforilasi. VirG merupakan regulator untuk berbagai
gen virulensi yang lain dan diaktifkannya virG menyebabkan dimulainya ekspresi
berbagai gen virulensi. Setelah terjadi ekspresi berbagai gen virulensi, elemen TDNA yang ada pada Ti-mi-plasmid mengalami perubahan dramatis yang diakhiri
dengan tertransfernya elemen T-DNA ke dalam sel tanaman (Zambryski et al.,
1989).

T-DNA dari Agrobacterium tumefaciens mengandung oncogen yaitu iaaM
yang mengkode enzim trqtopan,2-monooksigenase,
iaaH yang mengkode enzim
indol 3-asetamid hidrolisa, dan iptZ yang mengkode enzim isopentenil
transferuse. Enzim-enzim tersebut berperan dalam mengkatalisis biosintesis
hormon auxin dan sitokinin (Zambryski et al. 1989).
Akibat adanya iaaM dan iaaH, sel tanaman dapat mensintesis auksin
melalui jalan yang baru yang semula tidak ada. Sehngga pada sel transgenik
pembentukan auksin terjadi melalui dua jalan, yaitu melalui pathway yang ada
pada tanaman danpathway baru alubat adanya produk dari iaaM dan iaaH. Akibat
adanya pathway baru dalam biosintesis zat pengatur turnbuh (ZPT), maka
produksi ZPT dalam sel menjadi tidak dibatasi lagi, terjadi proliferasi sel
transgenik akibat meningkatnya ZPT internal, dan terjadi proliferasi sel normal
disekitar sel transgenik akibat translokasi ZPT. Hasil akhirnya adalah berupa
pembentukan jaringan tumor yang kemungkinan besar terdiri dari sel-sel

transgenik dan sel-sel bukan transgenik (Zambryski et al, 1989; Olsson dan
Nilsson, 1997).
T-DNA dari Agrobacterium rhizogenes terdiri dari beberapa rol gene,
yaitu rolA, roll3, rolC dan rolD. Roll3 diduga berperan meningkatkan pool auksin
aktif dalam tanaman dengan hidrolisis konjugat IAA inaktif, mengatur sensitivitas
sel terhadap IAA dan mendorong pembentukan meristem. RolC diduga berperan
meningkatkan level sitokinin aktif melalui aktivitas P-glucosidase yang mampu
melepaskan sitokinin aktif dari konjugatnya. Hasil akhir dari ekspresi berbagai rol
gene pada T-DNA dari Ri-plasmid adalah dengan terbentuknya jaringan akar
adventif atau lazim disebut dengan akar berambut (Nilsson dan Olsson, 1997).
Akar berambut hasil infeksi dengan A. rhizogenes dihasilkan dari proses
pasca infeksi yang secara fundamental berbeda dari crown gall, hasil infeksi dari
A. tumefaciens dan melibatkan set gen yang sama sekali berbeda. Perbedaan
mendasar lainnya adalah bahwa crown gall disusun oleh sel-sel yang tidak
berdiferensiasi dan turnbuh cepat serta mengandung sel-sel transgenik maupun
nontransgenik. Sebaliknya, akar berambut hanya terdiri dari sel-sel transgenik dan
dapat diregenerasikan menjadi tanarnan lengkap (Nilsson dan Olsson, 1997).

Akar Berambut dari Tanaman Cucurbitaceae
Beberapa spesies dari Cucurbitaceae dilaporkan menghasilkan akar
berambut setelah dinfeksi dengan Agrobacterium rhizogenes, antara lain
Cucurbita pepo L (Toppi et al. 1997). Akar berambut pada tanaman tersebut
diperoleh dengan menginfeksi bagian hipokotil tanarnan, kotiledon yang masih
berada pada tanaman atau kotiledon yang sudah dipisahkan dari tanaman
induknya. Strain bakteri yang digunakan adalah A. rhizogenes strain NCPPB

1855. Semua bagian tanaman yang diinfeksi tersebut dapat membentuk akar
berambut dalam waktu 7 hari setelah infeksi. Akar berambut yang dihasilkan
dapat tumbuh dalam media tanpa zat pengatur tumbuh untuk jumlah sub kultur
yang tidak terbatas.
Savary dan Flores (1994) telah mendapatkan akar berambut dari
Trichosanthes kirilowii Maxim. var japonicum Kitam (TKMJK), T. bracteata
Voigt, T. cucumeroides Maxim., dan T cucumerina var anguina (L.) Greb. untuk
studi biosintesis Ribosome-Inactivating Protein (RIP) TCN dan protein lainnya
pada akar yang berhubungan dengan ketahanan. Klon akar yang stabil dan tumbuh
cepat dari masing-masing spesies tersebut, diperoleh dari hasil infeksi plantlet in
vitro dengan Agrobacterium rhizogenes American Type Collection Culture
(ATCC) strain 15834.
Hasil penelitian Savary dan Flores (1994) juga menyatakan bahwa masingmasing spesies menghasilkan pola protein yang berbeda dalam media kultur. Hasil
analisis protein menunjukkan adanya protein intraseluler (dalam jaringan akar)
dan ekstraselluler (terakumulasi dalam media cair) dari kultur akar T. kirilowii var
japonicum. Kelompok I11 Chitinases merupakan protein utarna yang ditemukan
dan biosintesis TCN berasosiasi dengan pertumbuhan akar sekunder.
Kondo et al. (1995) melaporkan hasil induksi akar berambut pada
Trichosanthes kirilowii var. japonicum. Akar berambut tersebut menghasilkan
asam brionolik (3P-hydroxy D:C -Jiedoolan -8-en-29 oic acid) dalam jumlah
yang cukup tinggi mencapai sekitar 2,8% dari berat kering akar. Asam brionolik
menunjukkan pengaruh penghambatan terhadap perturnbuhan sel B16 (sel
melanoma tikus) dm sel BeWo (sel choriocarcinoma manusia).

Akar berambut dari Lufla cyllindrica (L.) Roem dihasilkan oleh di Toppi
et al. (1996) melalui infeksi plantlet in vitro dengan Agrobacterium rhizogenes
strain 1855. Kira-kira 80% dari plantlet yang diinfeksi membentuk akar berambut
dalam waktu 4 minggu setelah inokulasi bakteri. Akar berambut turnbuh optimal
dalam media B5 Gamborg tanpa penambahan zat pengatur tumbuh dan cahaya
penuh. Pada kondisi tersebut, kultur akar berambut menunjukkan kurva
pertumbuhan sigrnoid dan aktivitas penghambatan translasi oleh ekstrak kasar
protein meningkat secara progresif dan mencapai maksimal pada selama awal fase
pertumbuhan stasioner.

Kultur Akar Berambut untuk Produksi Metabolit Sekunder
Kultur akar berarnbut banyak digunakan untuk produksi berbagai macam
senyawa metabolit sekunder, terutama kelompok alkaloid seperti akar berambut
pada Atropa belladona, Duboiisia myoporides, Hyoscyamus niger, Datura
stramonium, Datura candida dan Scopolia japonica untuk menghasilkan alkaloid
tropane. Akar berambut dari tanaman Catharanthus roseus menghasilkan
kelompok senyawa indole alkaloid seperti ajmalicine, cathenamine, iminium
cathenamine dan serpentine. Akar berambut dari pada Panax gingseng digunakan
untuk memproduksi saponine, Nicotiana rustica untuk produksi nicotine,
Nicotiana hesperis untuk menghasilkan anabasine dan lain sebagainya (Hoekstra,
1993).
Keuntungan penggunaan akar berambut untuk menghasilkan metabolit
sekunder terutama adalah pertumbuhannya yang cepat dalarn media kultur tanpa
penambahan zat pengatur tumbuh dan sifat genetik yang stabil. Kultur akar
berambut secara stabil mengekspresikan lintasan biosintetik spesifik akar dan

telah digunakan secara luas dalam studi biosintesis berbagai metabolit seperti
alkaloid, flavonoid, poliasetilen, dan sesquiterpen.
Akar tanaman secara spesifik juga mensintesis dan mengakumulasikan
makromolekul seperti protein cadangan dan protein yang berhubungan dengan
sifat ketahanan (Maeshima, et al., 1985; Bowles et al., 1990) seperti enzim
glucanohydralase, chitinase, dan P-1,3 glucanase (Neale et al., 1990). Kultur akar
berambut juga sangat berguna untuk mempelajari berbagai protein pada akar yang
berhubungan dengan ketahanan tanarnan.

Produksi Biomassa dan Senyawa Target dalam Kultur Akar
Berambut
Produksi senyawa target dalam kultur jaringan tanarnan secara in vitro
dipengaruhi oleh faktor genetik tanaman, faktor dalam kultur (seperti media, zat
pengatur turnbuh, vitamin, asam amino, dan lain-lain). Sedangkan faktor dari
lingkungan luar kultur meliputi cahaya, suhu, dan kelembaban.
Disamping pengaruh faktor genetik dan lingkungan dalam dan luar kultw,
tingkat diferensiasi sel juga mempengaruhi keberhasilan produksi metabolit
sekunder. Hal ini berhubungan dengan ekspresi lintasan biosintesis dari suatu
senyawa yang kadang-kadang hanya terjadi pada tingkat perkembangan sel atau
jaringan tertentu. Seperti pada tanaman Catharanthus roseus yang menghasilkan
vincristine dan vinblastine. dihasilkan lebih banyak pada daun hasil kultur
jaringan dibanding pada kalus. Pada Poligonum tinchtorium Ait, senyawa
anticendawan (antifungal compound) dihasilkan dalam jumlah besar pada akar
berambut, drbandingkan dengan yang dihasilkan oleh kalus (Ernawati, 1992).

Beberapa strategi dapat dilakukan untuk memperbaiki produktivitas
biomassa maupun senyawa target dari kultur akar berambut. Diantaranya melalui
shining dan seleksi sel atau klon yang mempunyai kapasitas produksi tinggi,
optimasi media pertumbuhan, induksi senyawa target dengan penambahan elisitor,
dan rekayasa metabolik (Verpoorte et al. 1999).
Manipulasi media kultur telah dilaporkan pada kultur akar berambut dari
beberapa tanaman. Faktor-faktor yang dimanipulasi antara lain meliputi jenis dan
konsentrasi sukrosa, konsentrasi dan komposisi ion-ion dari unsur makro
(nitrogen, fosfat dm kaliurn), pH media, asam amino dan senyawa organik
lainnya serta zat pengatur tumbuh.
Payne et al. (1987) melaporkan pengaruh sukrosa, glukosa, fosfat dan
nitrat terhadap produksi biomassa dan kandungan hyoscyamine pada akar
berambut Datura stramonium. Konsentrasi sukrosa dan glukosa yang diuji adalah

I, 2, 3, 5, 7 dan lo%, fosfat 0.1, 0.5, 1.0, 5.0, 10.0, 20.0, 50.0 rnM dan nitrat 10,
20,30,60, dam 120 mM dengan kontrol media B5. Kultur akar berambut dengan
perlakuan tersebut diukur biomassa dan kandungan hyoscyamine-nya pada umur
28 hari.
Payne et al. (1987) menunjukkan bahwa akar berambut Datura
stramonium tidak tumbuh pada media yang mengandung glukosa sebagai sumber

karbon tunggal. Pada media yang mengandung sukrosa pertumbuhan lebih cepat,
dan konsentrasi sukrosa yang paling optimum untuk pertumbuhan biomassa dan
produksi hyoscyamine adalah 5% (wlv).
Cooke dan Webb (1997) melaporkan bahwa glukosa optimal untuk
pertumbuhan dan kultur akar berambut dari Lotus corniculatus adalah 3%. Pada

sukrosa 0.5%, 6%, dan 9%, pertumbuhan cenderung menurun. Pada sukrosa
0.5%, akar berambut hanya membentuk sedikit percabangan lateral, lebih tebal
dan memanjang dibandingkan pada sukrosa 3%.
Wielanek dan Urbanek (1999) melaporkan hasil penelitian mengenai
pengaruh asam amino L-cystein clan Phenylalanin (0.1, 0.3, 0.6, dan 0.9 rnM),
methyljasmonate (MeJA 2,5, dan 10 pM), Peptonfrom Casein (PC 100,200, dan
400 mgll) dan terhadap pertumbuhan dan produksi glucotropaeline serta aktivitas
myrosinase pada akar berambut tanaman Tropaelum majus (nastirtium).
L-cystein terlihat menghambat produksi biomassa Tropaleum majus,
dimana pada kultur yang berumur 6 dan 9 hari biomassa yang diperoleh dengan
perlakuan L-cystein hanya 35% dari yang dihasilkan pada media kontrol Gamborg
B5. Pertumbuhan biomassa pada kultur yang mengandung PC atau MeJA sama
dengan yang diperoleh pada kontrol. Sedangkan Phenylalanin tidak menghambat
pertumbuhan biomassa sampai kultur berumur 6 hari, namun pada umur kultur 9
hari menyebabkan terjadinya penurunan biomassa sebesar 40% dibanding kontrol.
Pengaruh L-cystein, Phenylalanin, MeJA dan PC terhadap kandungan
glucotropaeoline dari akar berambut Tropaleum majus menunjukkan bahwa
senyawa-senyawa tersebut dapat meningkatkan kandungan glucotropaeline
sekitar 40% -70 % di atas kontrol pada kultur berumur 6 hari. Berdasarkan berat
kering perlakuan L-cystein menghasilkan glucotropaeoline 150% lebih tinggi
dibandingkan kontrol, sedangkan pada perlakuan PC, Phe atau MeJA kira-kira 3050% di atas kontrol. Sementara itu, perlakuan MeJA menyebabkan peningkatan
aktivitas

myrosinase

bersamaan

dengan

meningkatnya

kandungan

glucotropaeoline, mencapai 120% - 150% diatas kontrol. Pada perlakuan LCystein, Phenylalanin atau PC, aktivitas myrosinase tidak begitu dipengaruhi.
Pangaruh zat pengatur tumbuh eksogen terhadap pertumbuhan akar
berambut jarang di teliti. Kemungkinan ini karena penambahan penambahan zat
pengatur turnbuh eksogen, misalnya auksin dapat menyebabkan terbentuknya
kalus, yang selanjutnya akan membentuk suspensi sel (Ernawati, 1992).
Hasil penelitian Cooke dan Webb (1997) pa& akar berambut tanaman
Lotus corniculatus yang ditambahkan 2,4D 0.1, 1 dan 10 p M menunjukkan bahwa
semua konsentrasi 2,4D tersebut menghambat pertumbuhan akar berambut
dibandingkan kontrol tanpa 2,4D. Pada 2,4D 0.1 pM, akar utarna dan cabang
lateral menjadi lebih tebal dan bantut dibandingkan dengan akar berambut yang
ditanam dalam media tanpa 2,4D.
Faktor lingkungan seperti cahaya dan suhu juga dapat dimanipulasi untuk
meningkatkan produktivitas kultur akar berambut. Beberapa kondisi cahaya dan
suhu pada penelitian kultur akar berambut antara lain menggunakan kondisi gelap

dan suhu 22°C pada kultur akar berambut Tropaleum majus (Wielanek dan
Urbanek, 1999), gelap dengan suhu 23-25°C pada akar berambut Datura
stramonium L. (Sikuli dan Demeyer, 1997), 16 jam terang, 8 jam gelap dengan
suhu 26°C pada akar berambut Datura stramonium (Payne et al., 1987), dan
cahaya (ca. 65 rnE m-2s-1) dan suhu 25°C pada akar berambut Luia cylindrica
(L.) Roem. (Toppi et al. 1996).
Cooke dan Webb (1997) bahwa perturnbuhan akar berambut Lotus
corniculatus relatif sama pada kondisi gelap dan terang. Suhu optimal untuk
pertumbuhan adalah 25°C. Pada suhu 15" C pertumbuhan akar berarnbut lebih

rendah, mempunyai panjang yang sama dengan kontrol, namun dengan
percabangan lateral yang lebih sedikit dan pendek-pendek. Sedangkan pada suhu
35"C, perturnbuhan sangat tertekan serta akar berarnbut mengalami penebalan dan
darkening.

Daftar Pustaka
Balasaraswathi R, Sadasivam S, Ward M, Walker JM. 1998. An antiviral protein
from Bougenvillia spectabilis roots; purification and characterization.
Phytochemistry 47: 1561- 1565.
Bowles DJ. 1990. Defense-related protein in higherplants. Annu Rev Biochem.
59:873-907.
Cheong NE et al. 1997. Purification and

Dokumen yang terkait

Protein Bioaktif Asal Kultur Akar Transgenik Blustru (Luffa cylindrica (L.) Roem) dan Aktivitasnya dalam Menghambat Proliferasi Sel Tumor secara IN VITRO

1 49 312

Protein bioaktif dari bagian tanaman dan akar transgenik Cucurbita ceae serta aktivitas antiproliferasi galur sel kanker in vitro

1 17 230

Aktivitas kitinase, peroksidase dan anticendawan In vitro dari ekstrak protein tanaman trichosanthes (cucurbitaceae)

0 49 188

Protein bioaktif dari bagian tanaman dan akar transgenik Cucurbita ceae serta aktivitas antiproliferasi galur sel kanker in vitro

0 12 110

Eksplorasi Protein Antimikroba dari Akar Trichosanthes Sp. melalui Sistem Kultur Akar Normal dan Akar Transgenik (Hairy Root) In Vitro

0 12 1

Eksplorasi Protein Antimikroba dari Trichosanthes sp. Melalui Sistem Kultur Akar Normal dan Akar Transgenik In Vitro

0 6 20

Aktivitas kitinase, peroksidase dan anticendawan In vitro dari ekstrak protein tanaman trichosanthes (cucurbitaceae)

0 17 377

Eksplorasi Protein Antimikroba dari Akar Trichosanthes sp. Melalui Sistem Kultur Akar Normal dan Akar Transgenik (Hairy Root) In Vitro

0 12 6

Kultur akar transgenik dari Trichosanthes cucumerina L beberapa faktor yang berpengaruh terhadap produksi biornassa dan hasil protein total, serta aktivitas anticendawan dari protein asal akar transgenik

0 12 104

Aktivitas Kitinase dan Peroksidase dari Ekstrak Kasar Protein Asal Kalus dan Berbagai Jaringan Tanaman Trichosanthes cucumerina var. anguina Chitinase and Peroxydase Activities of Crude Protein Extracts from Callus and Trichosanthes cucumerina var. anguin

0 0 7