Protein Bioaktif Asal Kultur Akar Transgenik Blustru (Luffa cylindrica (L.) Roem) dan Aktivitasnya dalam Menghambat Proliferasi Sel Tumor secara IN VITRO

Penulis lahir di Solo pada tanggal 23 Maret 1949. Anak ketiga dari lima
bersaudara dari ayah K. L. Halim (almarhum) clan ibu Na Winarti. Penulis
rnenyelesaikan pendldikan Sajana Muda jurusan Biolog Fakultas Keguruan Ilmu
Eksakta IKIP Jakarta pada tahun 1973. Tahun 1974 melanjutkan penddikan
Strata- 1 j urusan Biologi Fakultas Keguruan Ilmu Eksakta K I P Jakarta, lulus
tahun 1976. Tahun 1986 mengikuti pendidkan S-2 dan 1988 lulus pendidikan
Strata-', (Magister Sains), Program Studi Biologi MIPA Fakultas Pascasajana
Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan spesialisasi Kultur Jaringan Tanaman.
Tahun 1997 mengikuti pendidikan Strata-3 (Program Doktor) pada Program Studi
Biolog Fakultas Pascasajana Institut Pertanian Bogor (IPB).
Sejak 1973 menjadi asisten luar biasa pada jurusan Biolog FKIE

LKIP

Jakarta. Pada 1980 sampai sekarang menjadi tenaga pengajar di jurusan Biolog
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Jakarta
(uNJ)-

Penulis menikah dengan Drs. A. J. V. Tumilisar, beputra dua orang,

Ir. Alva M.Tumilisar dan Enrico M. Tumilisar S.Si.


UCAPAN TERIlMA KASIH

Berangkat dar~kesadaran bahwa penulis memulai tugas belajar di program
S3 IPB dengan sosok keberadaan yang sangat minimum, balk dari keterbatasan

pengetahuan, kesiapan mental dan kelengkapan prasarana fisik, maka
terselesaikannya disertasi ini tidak mungkm menjadi kenyataan tanpa perkenan
Tuhan yang setiawan dan rahmani. Sebentuk puji dan syukur penulis bubungkan
kehadapan Tuhan Maha Pengasih dan Penyayang yang senantiasa menyertai
sampai dibatas a h r tugas ini. Penulis teringat kepada banyak pihak yang telah
memberikan bantuan dan dorongan serta doa bag terselesaikannya disertasi ini.
Pada tempatnya penulis mengucapkan terima kasih secara khusus dan dengan
tuius kepada :
Prof. Dr. Ir. Edi Guhardja, M.Sc sebagai Ketua Komisi Pembimbing; Dr.
Ir. Said Harran; Dr. Drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, M.Sc; Prof. Dr. Ir.

L i w Winata Gunawan (alm); Dr. ir. Puspa Dewi Tjondronegoro (alm) sebagai
Anggota Komisi Pembimbing, yang telah mernbimbing selarna penelitian hingga
penyelesaian disertasi.

Pengelola bea siswa BPPS Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB)
dan Direktur Program Pascasarjana IPB atas dukungan dana dan kesempatan yang
diberikan untuk mengikuti stud Program Doktor. Kepada Rektor Universitas
Negeri Jakarta (UNJ), Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alarn
serta Ketua Jurusan Biologi yang telah memberi ijin melanjutkan studi.

Khususnya kepada Prof. Dr. Ir. Livy Winata Gunawan (alm) yang telah
membantu pengadaan dana penelitian melalui proyek penelitian Tim Pascasaj a m

(URGE) nomor: 047IADD.IIMTPP- IV/URGE/1999 dengan judul: Screening for
stable expression of antiviral and anticarcinogenic protein ,from in vltro
transfinned culture of tropical plants for biomedical uses.

Keluarga Dr. Mutha1ib.A. DSPD yang telah memberikan bantuan dana
untuk menyelesaikan penelitian.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi Cibinong,
Kepala Laboratoriurn Fennentasi Bioteknologi Cibinong beserta staf Kepala
Laboratorium Imunologi Narnru-2 Depkes RI, beserta staf. Kepala Laboratorium
Kultur Jaringan Tanaman BDP-TPB beserta staf. Kepala Laboratorium Fisiolog

Turnbuhan beserta staf, atas pemberian ijin dan kesempatan untuk menggunakan
fasilitas laboratonurn.
Semua pihak dan individu yang tidak dapat disebut satu persatu,
khususnya Drs. Darmawan Rijadi yang dengan setia membantu sejak awal studi
hingga terselesaikamya disertasi ini.
m r n y a kepada pihak keluarga, yang telah memberikan pengertian,
dorongan moril dan material serta bantuan doa selama penulis mengikuti studi
program S3.
Bogor, Agustus 200 1
Penulis

DAFTAR IS1

DAFTAR TABEL

.................................................................

DAFTAR GAMBAR

...........................................................


DAFTAR LAMPRAN

...........................................................

..............................................................
1. Latar Belakang
..
2 . Tujuan Penelifian ............................................................
.
3 . Hlpotesis .....................................................................
4 . Manfaat Penelitian...........................................................
3

I1. TDJJAUAN PUSTAKA ......................................................
1. Tanaman Blustru ............................................................
1. 1. Sejarah .................................................................
1. 2 . Morfologi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1. 3 . Habitat ..................................................................
1. 4 . Kegunaan ..............................................................


2 . Kultur Jaringan Tanarnan .................................................
3. Kultur Akar Transgenik ...................................................
3. 1. Biologi Agrobacterzum rhizogenes ................................
3 . 2 . Genetik Akar Transgefuk ...........................................
3 . 3 . Kultur Akar Transgenik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4 . Susunan Anatomi Akar Luffs cylindricu (L.) Roem ....... ......

5 . Protein Bioaktif pada Tanaman ..........................................
5 . 1. Penyebaran Protein Penginaktivasi Ribosom .....................
5. 2 . Stmktw Protein Penginaktivasi Ribosom ........................
5. 3 . Aktivitas Biolog Protein Penginaktivasi Ribosom .............
6. Ekstraksi dan Purifikasi Protein Bioahf . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
6. 1. Ekstraksi dan Purifikasi .............................................
6 . 2 . Analisis Fraksi ........................................................
6. 3 . Elektroforesis Ekstrak Protein ......................................
7. Pengujian Protein Bioaktif secara In Vitro ..............................
7 . 1. Kultur Sel Lestari ....................................................
7. 2 . Macam Sel Lestari ...................................................
7. 3 . Uji Aktivitas Protein Bioaktif ......................................


xiv

I11. BAHAN DAN METODE ...................................................

Penelitian 1: Kultur Akar Transgenik Blustru secara In Vitro ..........
1. Bahan ........................................................................
2 . Pembuatan Me&a Murashige dan Skoog ...............................
3 . Pembuatan MeQa untuk Inokulasi Bakteri .............................
4 . Inokulasi Agrobacterium
rhizogenes ....................................
...
...............................................................
5. Pernilihan Blji
...
6. Sterilisasi B i j ~...............................................................
7. Inisiasi Akar Transgeruk ..........:.......................................
8. Pembuatan Preparat Penampang Akar ..................................
Penelitian 2: Produksi Protein Bio*f
Blustru ...........................

1. Ekstraksi dan Purifikasi Biji B1usb-u ....................................
2. Ekstraksi dan Purifikasi Akar Transgenik ..............................
3. Elektroforesis ...............................................................
Penelitian 3: Pengujian Akbvitas Protein Bio&f Akar ................
Transgenik dan Biji Blustru secara In Vipo
1. Bahan ........................................................................
2 . Pembuatan MeQa Kultur Sel .............................................
3. Pengujian Aktivitas Fraksi-Fraksi Protein Bioaktrf secara In ........
Vitro
IV. I-USIL DAN PEMBPLHASAN .............................................

Penelitian 1 : Kultur Akar Transgenik Secara In Vitro
1. 1 . Kultur Akar Transgenik Blustru Secara In Vitro ................
1 . 2 . Susunan Anatomi Akar LuHa cyZindrica ............................
Penelitian 2 : Ekstraksi dan Purifikasi Protein Bioaktif Blustru .......
2 . 1. Ekstraksi dan Funfikasi Protein Bioahf Biji Blustru ............
2 . 2 . Ekstraksi dan Purifikasi Protein Bioakhf Akar Transgenik ......
Blustru
Penelitian 3: Pengujian Aktivitas Protein Bioaktif secara In Vitro. . . .
3. 1. Pengujian Protein Bioaktif dari Biji dan Akar Transgenik ......

Terhadap Sel Hela
3. 2 . Pengujian Aktivitas Protein B i o ~ dari
f Biji dan Akar ........
Transgenik terhadap Sel Melanoma
3. 3. Pengujian Protein Bioaktif dari Biji dan Akar Transgen~k......
Terhadap Sel K-562

DAFTAR PUSTAKA ............................................................

30

DAFTAR TABEL

No.

Halaman

1 . Rata-Rata Pertum buhan Akar Transgenik AT- I dan AT-2
dalam MS Cair Tanpa Hormon
Nilai Konsentrasi Fraksi-Fraksi Protein Biji Serta Volume

yang diperoleh setelah kromatografi
Nilai Konsentrasi Fraksi-Fraksi Protein Akar Transgenik
yang diperoleh Setelah Kromatografi dan Pemekatan
Nilai F dan Perbandingan Taraf Nyata (Pr>F) dari Respon
Mortalitas dan Antiproliferasi pada Sel HeLa
Hasil Uji Perbandingan Berganda Duncan dari Protein
Bioaktif Terhadap Respon Mortalitas pada Sel HeLa
Hasil Uji Perbandingan Berganda Duncan dari Protein
Bioaktif Terhadap Respan Antiproliferasi pada Sel HeLa
Nilai F dan Perbandingan Taraf Nyata (Pr>F) dari Respon
Mortalitas dan Antiproliferasi pada Sel Melanoma
Hasil Uji Perbandingan Berganda Duncan dari Protein
Bioaktif Terhadap Respon Mortalitas pada Sel Melanoma
Hasil Uji Perbandingan Berganda Duncan dan Protein
Bioaktif Terhadap Respon Antiproliferasi pada Sel
Melanoma
Nilai F dan Perbandingan Taraf Nyata (Pr>F) dari Respon
Mortalitas dan Antiproliferasi pada Sel K-562
Hasil Uji Perbandingan Berganda Duncan dan Protein
Bioaktif Terhadap Respon Mortalitas pada Sel K-562

Hasil Uji Perbandingan Berganda Duncan dari Protein
Bioaktif Terhadap Respon Antiproliferasi pada Sel K-562

.......

63

DAFTAR GAMBAR

Halaman

No.
1. Struktur Protein Penginaktivasi Ri bosom Tipe- 1 dan

............

33

Tanaman Biustru (Lufu cyl~ndricu (L.) Roem) dengan
Buahnya


............

46

(1) Bunga betina - soliter; (3) Bunga betina sudah *a&
pembuahan; (3) Bunga jantan pada satu tangkai karangan
bunga

............

46

Tipe- 2

Buah Benunur Satu Bulan, Kulit Hijau Muda

..............................

Buah Berumur Dua Bulan Kulit Benvarna Hitam

.........................

Jaring-Jaring (Iuffa) pada Buah yang Sudah Kering

.......................

(1) Hipokotil Membesar Tepat pada Bagian Terinfeksi
,-!grobucter~urnrhizogenes
(2) Akar Panjang dengan Rambut-rambut Halus
(3) Akar Panjang kurus, Rambut Sedikit
(4) Akar Pendek, Gemuk, Tidak Berambut

..................

47
47
48

53

( I ) Akar Transge~llk Tumbuh dengan Banyak Cabang,
Panjang
(2) Akar Lebih Pendek, Agak Gemuk, Muncul Beberapa
Akar pada Bagian Terinfeksi Bakteri
(3) Akar Gemuk, Pendek Berambut Halus
(3) Akar Panjang Bagian Pangkal Berambut dan Kearah
Ujung Akar Tidak Berambut

............

54

Akar Transgenik yang Muncul Tepat pada Bagian
Hipokotil yang Diinokulasi Agrobucterium rhizogenes
Umur 2 Minggu

............

55

Kultur Akar Normal Berumur 4 Minggu

....................................

55

Pertumbuhan Lambat Akar Transgenik dari Salah Satu
Klon Umur 4 Minggu

............

56

Perturnbuhan Cepat Akar Transgenik dengan Cabangcabang Lateral Umur 4 Minggu

............

56

14. Pertumbuhan Cepat Akar Transgenik dan Salah Satu Klon
Umur 4 Mmggu

............

57

Pertumbuhan Cepat Akar Transgenik Umur 4 Minggu,
Memendu Cawan Petri

............

57

Kultur Akar Transgenik dalam Media Cair Tanpa Hormon
dan Tanpa Antibiotik Berumur 2 Mnggu

............

60

Kultur Akar Transgenik dan Klon yang Lain, Terlihat
Rambut Akar yang Halus, Berumur 2 Minggu

............

60

Kultur Akar Normal Sebagai Kontrol dalam Media MS ............
Cair Tanpa Hormon dan Tanpa Antibiotik, Akar Berumur
4 Mnggu

61

Kultur Akar Transgenik dari Klon yang Pertumbuhannya
Larnbat Umur 4 Minggu

............

61

Kultur Akar Transgenik dari Klon yang Perturnbuhannya
Sedang Umur 4 Minggu

............

62

Kultur Akar Transgenik dan Klon yang Perturnbuhannya
Cepat Urnur 4 Minggu

............

62

Kurva Pertumbuhan Akar Transgenik AT-1 dan AT-2 ............
dalam Meda MS Cair Tanpa Hormon dan Tanpa
Antibiotik serta AN Sebagai Kontrol

63

Penampang
Melintang
Akar
Transgenik
yang ............
Pertumbuhamya Cepat dan Bercabang (1) Epidermis; (2)
Korteks; (3) Endodermis; (4) Metaxilem dan (5) Floem

68

Penampang Melintang Akar Transgenik Tunggal Tidak ............
Bercabang Terllhat: (1) Berkas Xllem Pentark; (2) Korteks;
(3) Endodermis

68

Penampang Melintang Akar dari Spokotil yang Tidak ............
Terinfeksi Bakteri (1) Epidermis; (2) Korteks; (3)
Endodermis; (4) Berkas Xilem Triark; (5) Metaxilem; (6)
Floem

69

Penampang Melintang Akar Normal dari Kultur In Vitro ............
(1) Epidermis; (2) Korteks; (3) Endodennis; (4) Perisikel;
(5) Metaxilem Tersebar; (6) Floem

69

Penampang MeIintang Akar Normal dari Dalam Tanah (1) ............
Epidermis; (2) Korteks; (3) Endodemis; (4) Perisikel; (5)

70

Metaxilem; (6) Protoxilem; (7) Floem; (8) Akar Lateral
dengan Trakeid
Penampang Melintang Akar Normal dengan Berkas Xilem
Menyebar 1. Epidermis; 2. Korteks; 3. Endodermis;
4. Pensikel; 5. Metaxilem; 6. Floem

... ... ... . ..

70

Penampang Melintang Akar Normal Penampang
Membujur Akar Lateral. 1. Korteks; 2. Metaxilem;
3. Protoxilem; 4. Floem; 5. Akar lateral dengan trakeid

. . . . . . ... . . .

71

Penampang Melintang Akar Normal dan Akar Lateral
(1) Epidermis; (2) Korteks; (3) Akar Lateral; (4) Trakeid

. . . ... .. . ...

71

Akar Blustru yang Siap Diekstrak ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .. . ... ..

75

Biji Blustru Tua yang Siap Diekstrak . .. . .. .. . ... ... . . . . .. . .. ... ... .. . . . . . ..

75

... ... .. . ... . . . ... ... ... ... ... . .. ...

76

Daun Blustru yang Siap Diekstrak . .. . . . . .. ... ... .. . ... ... ... . . . ... .. . .. . . . . .

76

Buah Blustru Muda yang Siap Diekstrak

Ekstrak Kasar (Sampel) Akar, Biji, Buah dan Daun Blustru
Hasil Pemisahan Protein Biji dengan Kromatografi Gel

... ... ... .. .

. . . . .. . .. . . . ... . ..

77
78

... ... ... ...

80

Elektroforesis SDS - PAGE dari Protein Bioakhf Biji ... ... ... ...
Nomor (1) Fraksi A; (2) Fraksi B; (3) Fraksi C; (4) Fraksi
D; (5) Marker; (6) Fraksi E; (7) Fraksi F

80

Hasil Pemisahan Protein Akar Transgenik dengan ... ... ... ...
Kromatografi Gel

83

Sampel dari Keempat Fraksi Protein Akar Transgenik
Blustru Setelah Kromatografi

... ... ... ...

86

Elektroforesis SDS - PAGE dari Protein Bioaktif Akar ... ... . . . ...
Transgenik, Nomor (1) Marker Protein BM 29 kDa; (2)
Fraksi A; (3) Fraksi B; (4) Fraksi C; (5) Fraksi D

86

Sel K-562 (1) Sel Hidup; (2) Sel Mati dalam Bilik Hitung . .. ... ... ...
(Haemositometer) dengan Pembesaran 1OOX

88

Sampel dari Keenam Fraksi Protein Biji Blustru Setelah
Kromatografi

43. Sel K-562 berkelompok (1) Sel Hidup; (2) Sel Mati ... ... .. . .. . . .. . .. . . . .
Sel K-562 dalarn Medla Kultur RPMI 1640 dengan
Pembesaran 100 X
Sel HeLa Terlihat Membentuk Amoeboid
Pembesaran 100 X

dengan

Sel HeLa, Inti Sel Terlihat Jelas dengan Pembesaran lOOX
Sel HeLa dalam Media RPMI 1640 dengan Pembesaran
50X
Sel Melanoma (A-375) Setelah diberi Perlakuan Protein
Bioaktif dengan Pembesaran 1OOX
Sel Melanoma (A-375) Mengalami Confluence Harnpir
100% dengan Pembesaran 100 X
Pengaruh Konsentrasi Protein Bioaktif Biji Blustru
Terhadap Mortalitas Sel HeLa
Pengaruh Konsentrasi Protein Bioahf Biji Blustru
Terhadap Antiproliferasi Sel HeLa
Pengamh Konsentrasi Protein Bioaktif Akar Blustru
Terhadap Mortalitas Sel HeLa
Pengaruh Konsentrasi Protein Bioaktif Akar Blustru
Terhadap Antiproliferasi Sel HeLa
Pengaruh Konsentrasi Protein Bioaktif Biji Blustru
Terhadap Mortalitas Sel Melanoma
Pengaruh Konsentrasi Protein Bioakhf Biji Blustru
Terhadap Antiproliferasi Sel Melanoma
Pengaruh Konsentrasi Protein Bioaktif Akar Blustru
Terhadap Mortalitas Sel Melanoma
Pengaruh Konsentrasi Protein Bioakhf Akar Blustru
Terhadap Antiproliferasi Sel Melanoma
Pengaruh Konsentrasi Protein Bioaktif Biji Blustru
Terhadap Mortalitas Sel K-562
Pengaruh Konsentrasi Protein Bioaktif Akar Blustru
Terhadap Antiproliferasi Sel K-562

88

No .

Halaman

1 . Identifikasi Lufa qtindrica (L.) Roem

.....................................

122

2. Bahan Media Murashige clan Skoog (MS) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

123

3. Media Kultur Akar Trmsgenik

124

...............................................

4 . Media Yeast Manitol Agar (YMA) ..........................................

125

5. Media Kultur Sel Tumor ......................................................

126

6. Bahan Pembuatan Preparat Penampang Akar

127

..............................

7 . Prosedur Kerja Kultur Akar Transgenik ....................................

129

8 . Ekstraksi dan Pwifikasi Biji Lufu cylindricu (L.) Roem .................

130

9. Ekstraksi dan Purifikasi Akar Transgenrk L u f u cylindrica ...............

131

(L.) Roem
10. Rancangan Pengujian Sel Tumor .............................................

132

11. Elektroforesis ...................................................................

133

1. Latar Belakang
Sejak jaman prasejarah, manusia telah mengenal dan rnemanfaatkan
ekstrak tanaman untuk berbagai kepentingan. Banyak serita rakyat yang
mengisahkan pemanfaatan ekstrak tanaman untuk penyembuhan berbagai
penyakit, bahkan yang lebih ekstrem lagi dipakai untuk membunuh, contohnya
kacang Calabur rnerupakan tanarnan yang mengandung racun. Oleh karena itu
tanarnan ini dlmanfaatkan untuk menghukum mati seseorang. Racun tanaman
juga dimanfaatkan oleh penduduk asli Amerika Selatan saat itu untuk melapisi
anak panah yang akan digunakan untuk membunuh lawan (Herbert, 1995).
Pada jaman modern, senyawa organik yang diisolasi dari berbagai
tanaman dikenal sebagai metabolit. Metabolit dan sumber alami ini banyak
digunakan di bidang kedokteran, farmasi, agnlumia dan industi (Harborne,
1996). Sampai saat ini metabolit dari beberapa tanaman masih dperlukan oleh

manusia, untuk menyembuhkan berbagai penyalut bahkan ada yang dipakai
sebagai

pengobatan

alternatif

lkala

pengobatan

secara

medis

tidak

dimungkinkan. Banyak kendala untuk mendapatkan berbagai jenis tanaman obat,
diantaranya: sebagian besar dari turnbuhan seringkali ditemukan turnbuh liar di
tepi jurang. Karenanya sulit untuk memperoleh tanaman &lam jumlah banyak,
clan relatif membutuhkan waktu lama atau hams mencari di tengah hutan. Ada
beberapa jenis turnbuhan obat yang sudah dibudidaya. Tetapi karena faktor umur
panen yang panjang, dm dapat mencapai waktu tahunan untuk memanen,
sehingga ini menjadi kendala tersendlri contohnya tanaman Chrnchona

memerlukan waktu sepuluh tahun untuk bisa dlpanen, Coptisjavanica 5 - 6 tahun
dan Panax ginseng membutuhkan waktu 6 tahun. Kendala lain sejumlah tanaman
produksi mempunyai distribusi geografis yang terbatas. Sedangkan yang lain
hanya tersedia daiam periode sangat singkat dalam kurun waktu setahun, seperti
dijumpai pa& tanarnan setahun (annual) misalnya tanarnan Cucurbitaceae.
Disamping faktor habitat turnbuh, variasi kandungan metabolit juga
penting karena genotip clan lingkungan telah menimbulkan masalah untuk proses
produksi dalarn skala industn. Namun demikian tanaman berkhasiat obat luni
makn hkelola secara serius. Terutama tanarnan bagi penyakit-penyakit seperti
rematik, tekanan darah tinggi, diabetes dan tumor. Dalam kenyataannya masih
sulit untuk mendapatkan pasokan yang tetap dan material tanaman sehat untuk
mendapatkan ekstrak tanaman yang bermanfaat, dengan adanya beberapa kendala
ini perlu dlcarikan alternatif pemecahannya.
Dalam beberapa tahun belakangan ini beberapa industri dan berbagai
laboratorium telah menemukan metabolit yang dihasilkan dari organ tanaman
dengan menggunakan kultur in vitro. Oleh karena itu penggunaan tekmk in vitro
membuka suatu alternatif yang menank untuk mendapatkan produk-produk yang
suplai bahan mentahnya tidak dapat dipastikan. Tekmk ini merupakan cara yang
efektif untuk menghasilkan metabolit dengan mendapatkan keuntungan lebih
besar, baik secara teknis maupun ekonomis.
Produksi metabolit tanaman melalui kultur in vitro sel atau organ sudah
lama dilakukan. Menurut Flores dan Bolivar (1995) metabolit yang dihasilkan
dari kultur akar dengan menggunakan kultur sel dan kultur organ hasilnya dapat
diterima dengan sangat meyalunkan sarnpai akhir tahun 1980-an. Selanjutnya,

kultur sel dan kultur organ ini dinyatakan mempunyai beberapa masalah seperti
diperlukan banyak pengulangan untuk memperoleh galur yang stabil, produhf
dan memerlukan tingkat homogenitas yang tinggi. Selain itu juga diharapkan
dapat mempertahankan kemampuan untuk menghasilkan metabolit dalam jangka
panjang. Namun kenyataannya sulit untuk mencapai produk yang stabil dan
mampu bertahan dalam waktu lama serta perturnbuhannya relatif lambat.
Pada tahun 1980-an, akar yang terbentuk pada tanaman yang terinfeksi
Agrobacterium rhizogenes diketahui memberikan harapan dan pendekatan baru
dalam kultur organ.

Secara khusus Agrobacterium rhizogenes yang dikenal

sebagai penyebab penyalut "hairy root" pada tanaman mulai banyak diteliti.
Agrobacterium rhizogenes mampu melakukan rekayasa genetik secara
alami. Agrobacterium rhizogenes mempunyai kemampuan untuk melakukan
transformasi pada sel tanaman. Ini berkorelasi dengan adanya plasmid yang
menginduksi akar (plasmid Ri). Di dalam plasmid terdapat T-DNA dan vir-region
yang diperlukan untuk transformasi. Jaringan yang mengalami transformasi di
ekspresikan dalam bentuk akar (hairy root).
Hairy root yang telah dihilangkan bakteri Agrobacterium-nya dengan
perlakuan antibiotik, akan tumbuh dengan cepat dalam kultur in vitro. Akar-akar
ini adalah akar transgenik yang mengandung gen-gen d m plasmid Ri. Sifat
penting kultur akar transgenik ini adalah stabil dalam memproduksi metabolit
(Rhodes et al., 1990; Flores dan Bolivar, 1995). Pendapat ini dikemukakan juga
oleh di Toppi (1996) bahwa kultur akar transgenik menjanjikan stabilitas yang
lebih tinggi terhadap hasil metabolit. Dari hasil penemuan ini berkembang
penelitian-penelitian tentang akar transgenik clan berbagai tanaman obat untuk

mendapatkan kandungan metabolitnya. Terutama untuk penyakit yang sulit
disembuhkan seperh tumor.
Tumor adalah salah satu p e n y h t mematikan yang mendapat perhatian
besar dalarn ilmu kedokteran. Namun sampai saat ini, penyakit tersebut tetap saja
menjadi momok menakutkan. Bukan hanya gejalanya yang laten, tapi tumor juga
telah merenggut jutaan nyawa manusia di dunia setiap tahunnya. Oleh karena itu
upaya pencegahan dan pengobatan hams terus dicari. Dengan semakin banyaknya
orang mencari pengobatan tra&sional, obat untuk memerangi penyakit tumor ini
sangat diperlukan.
Berbagai macam tanaman baik dikotil maupun monokotil telah diteliti
untuk mendapatkan senyawa metabolik, terutama yang bermanfaat sebagai anti
tumor atau anti kanker. Menurut Ng et al., (1992a) ada delapan protein bioahf
yang ditemukan pada enam species tanaman yang termasuk dalam famili
Cucurbitaceae. Protein bioaktif ini dengan BM

t 30 kDa mempunyai aktivitas

anti tumor. Keenam species itu adalah: Trichosanthes kirilowii, Trichosanthes
cucumeroides, Momordica

charantia, Momordica

cochinchinensis, Lufa

acutangula dan Lufla cyiindrica. Tanaman lain yang menghasillcan metabolit anti

kanker adalah Taxus spp yang dilaporkan oleh Zhong (1995).
Salah satu tanaman yang termasuk dalam familia Cucurbitaceae dan
banyak dijurnpai di Indonesia adalah blustru dengan nama ilmiah L u f i cylindrica

(L.) Roem. Tanaman ini di beberapa daerah & Indonesia dikenal sebagai tanaman
sayuran. Terutama daun dan buahnya yang masih muda. Sebagai tanaman
sayuran, bagian buah muda yang dapat dimakan lura-kira 70 - 80%. Tiap 100
gram bagian buah yang dapat dimakan mengandung: 93 g air; 0,6 - 1,2 g

5

protein; 0,2 g lemak; 4 - 4,9 g karbohdrat; 16 - 20 mg Ca; 0,4 - 0,6 mg Fe; 24

- 32 mg P; 0,02 - 0,06 mg vitamin B2; 0,3 - 0,4 mg niacin; 7 - 12 mg vitamin
C. Nilai energi 5 85 kJ1100 g.
Daun muda tiap 100 g mengandung:

89 g air,

5,l g protein;

4 g

karbohidrat; 1,5 g serat; Ca 56 mg; Fe 1 1,5 mg; P 140 mg; p-carotene 9,2 mg;
dan vitamin C 95 mg. Dalam 5 1% berat biji blustru terdiri dari 46% minyak dan

40% protein. Komposisi asam lemak sebagai benkut: 42% asam linoleat, 41%
asarn palmitat dan 7% asam stearat (Jansen et al., 1994).
Selain sebagai tanaman sayuran, blustru juga dikenal sebagai tanaman
berkhasiat obat. Sebagai obat tradisional ternyata semua bagan organ tanaman
mempunyai kandungan kimia yang berbeda dan dapat dimanfaatkan untuk
menyembuhkan berbagai macam penyakit (Wijayakusuma et al., 1997).
Dalam dasawarsa terakhir, penelitian oleh para pakar di luar Indonesia
dilaporkan bahwa biji blustru mempunyai kandungan kimia yang bermanfaat
berupa protein. Dalam laporannya Watanabe et al., (1990) berhasil mengisolasi
dan ekstraksi protein bioaktif dari biji blustru dan menyatakan berpengaruh
terhadap penghambatan sintesis protein. Pada tahun yang sama, Islam et al.,
(199 1 a) menemukan sekuen asam amino dari protein bioakt& Menurut Ng et al.,
(1992b) protein bioaktif itu mempunyai berat molekul (BM) 30 kDa dan
dinyatakan sebagai berindikasi anti tumor dan anti AIDS.
Berdasarkan latar belakang inilah penulis bermaksud melakukan penelitian
dengan menggunakan tanaman blustru (LuJYh qdindrica (L.) Roem). Mengingat

d~ Indonesia penelitian ini belum ada yang dilaporkan. Untuk mendapatkan akar
transgenik akan digunakan Agrobacterium rhizogenes strain LBA 9457. Akar

transgenik hasil kultur in vitro akan diekstraksi dan dipurifikasi untuk
mendapatkan protein bioahf. Selanjutnya protein bioaktif yang diperoleh akan
diujikan pada tiga macam sel lestari (cell line) tumor. Aktivitas protein bioaktif
akan dianalisis untuk mengetahui seberapa besar pengaruhnya terhadap mortalitas
dan antiproliferasi terhada~ketiga sel tumor.
2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan fenotip, pertumbuhan dan
biomassa akar transgenik Lz@a cylindrica (L.) Roem dari hasil transformasi
Agrobacterium rhizogenes strain LBA 9457;

Untuk menentukan konsentrasi

protein bioaktif akar transgenik dan protein bioaktif biji setelah & ekstraksi dan
dipurifikasi; Serta menguji aktwitas protein bioakbf akar transgenik dan biji
terhadap tiga macam sel lestari (cell line) tumor.
3. Hipotesis Penelitian

I.

Tidak ada perkdaan fenotip, kecepatan pertumbuhan akar dan biomasa
dari akar transgenik.

2. Tidak ada perbedaan konsentrasi protein bioaktif pada akar transgenik dan
biji setelah proses purifdmi.
3. Tidak ada ahvitas dan perbedaan mortalitas serta antiproliferasi dari

ekstrak (Lufa cylindrica (L.) Roem) pada sel lestari asal tumor secara In
vitro.

4. Manfaat Penelitian

I . Tanaman Lufi cylindrica (L.) Roem dapat dimanfaatkan sebagai
pengobatan alternatif dalam menghambat proliferasi sel tumor.

7

2. Kultur akar transgenik secara in vrtro merupakan cara yang efektif untuk

rnendapatkan metabolit dengan keuntungan lebih besar secara teknis dan
ekonomis.

LI. TINJAUAN PUSTAKA

1. Tanaman Blustru (Luffa qlindrice (L.) Roem)
1.1. Sejarah
Tanarnan blustru yang dikenal dengan nama ilmiah Luffa qiindrica (L.)
Roem, termasuk dalarn familia Cucurbitaceae. Genus tanaman blustru ini terdiri
dari tujuh species (Jansen et al., 1994). Blustru liar ditemukan di Burma, Filipina
dan selanjutnya ke arah timur laut seperti Australia dan Tahti. Tidak diketahui
dimana pertarna kali blustru di budidayakan, tetapi tanarnan ini tersebar luas di
daerah tropis.
Di Cina tanarnan ini sudah dikenal sejak 600 tahun sebelum masehi. Di
India dan Asia, buah yang masih muda dimakan sebagai sayuran.

Sebelum

perang dunia kedua, Amerika mengimport luffa yang dimanfaatkan sebagai filter
untuk mesin uap dan mesin diesel. Luffa juga dimanfaatkan sebagai spons untuk
menggosok badan waktu mandi dan sebagai alat pembersih perabot rumah tangga.
Selain itu luffa mempakan bahan untuk membuat kerajinan seperti: tatakan meja,
sandal, tas clan s a n g tangan. Di Jepang getah dan batang blustru digunakan
untuk membersihkan toilet.
Pusat utama tanarnan blustru adalah India, kemudan menyebar ke
berbagai negara beriklim tropis. Selain India blustru banyak di budidayakan di
kawasan Asia Tenggara seperti: Malaysia, Indonesia dan Filipina. Blustru juga
ditemukan di Jepang, Afrika, Karibia dan Brazil. Belurn diperoleh informasi
secara terinci tentang kepastian masuknya tanaman blustru ke wilayah Indonesia.
Menurut Heyne (1987) tanaman blustru berasal dari Cina dan Arnbon. Umurnnya

blustru ditanam di pekarangan rumah atau di pinggir kebun, di sawah sesudah
panen padi sebagai tanaman penyelang pada musim kernarau. Di Asia blustru
dimanfaatkan sebagai tanaman obat tradisional (Jansen et at., 1994).
Sisternabka tanaman blustru menurut Syamsuhidayat dan Hutapea ( 1991 ).
adalah sebagai berikut:
Divisi

: Spetmatophyta

Sub Divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Cucurbitales

Famili

: Cucurbitaceae

Genus

: Luffa

Species

: L@a cylzdrrca (L.) Roem

Sinonim

: Lufla aeayptiaca Mrll

Tanaman blustru dikenal dengan berbagai narna seperti:
1. Nama Asing

Schwammkurbis, Smooth loofah, Sponge gourd, Towel gourd, Dish-cloth
gourd (Inggris); Sponskornkommer, Zeefkomkornrner (Belanda), Eponge vegetal,
courgetochon (Perancis).

Ketola manis, Petula buntat (Malaysia); Patola

(Tagalog-Filipina); Kabatiti (Ilocano); Kabawang (Tagbonna); Ranoong muul
(Cambodia); Bwapkhom (Laos); Bump-kom, Bumpklom (Thailand); Pikku
(Srilanka); Shui hwa (Cina) (Heyne, 1987; Jansen et at., 1994).

2. Nama Daerah

Di Indonesia dikenal dengan nama Blustru, Emes, Lopang (Sunda). Petulo
panjang, Dodohala (Halmahera), Blustru (Melayu-Jakarta); Hurung jawa, Katelo
atau Timput (Palembang); Bludru (Madura). (Heyne, 1987; Jansen et a/., 1994).
1. 2. Morfologi
Tanaman blustru merupakan tanaman setahun, monoceous, herba dan
turnbuh menjalar.

Batang bertekstw keras, berbentuk segi lima, tumbuh

merambat dengan panjang m e n c a p 10 - 15 meter. Batang berwarna hijau, saat
masih muda batang relatif lemas. Pada awal pertumbuhan, pertambahan panjang
tampak larnbat. Setelah berurnur tiga minggu perturnbuhan relatif lebih cepat.
Batang yang sudah tua berwarna hijau gelap dan agak keras. Batang tidak selalu
tumbuh lurus memanjang tetapi agak melilit. Percabangan muncul tidak jauh dari
pangkal batang. Arah pertumbuhan batang dan cabang tidak beraturan tergantung
tempat perarnbatnya.
Tangkai daun panjangnya 5 - 10 cm. Daun berbentuk bulat lebar dengan
panjang 6 - 25 cm dan lebar 8

-

25 cm. Pangkal menyerupai bentuk jantung

(cordatus), berggi, ujung runcing warna hijau tua, berambut. Permukaan atas
daun berwarna hijau gelap dan permukaan bawah berwarna hijau muda.
Permukaan atas agak kasap (scaber).
Dari ketiak daun muncul sulur yang berfungsi sebagai alat untuk
memegang atau membelit. Dengan adanya sulur batang tanaman dapat merambat
ke atas. Sulur juga berfungsi untuk menopang beban berat dari buah blustru.
Sulur pembelit bercabang tiga atau empat. Sulur utarna lebih panjang daripada
cabangnya. Panjang sulur dapat mencapai 30 cm dan cabangnya berkisar 10 cm.

Warna sulur hijau muda. Bila diraba sulur terasa agak kasar dan diliputi oleh
rambut.
Bunga jantan dan bunga betina muncul dari ketiak dam. Bunga jantan
terletak pada satu tangkai karangan bunga. Setiap tangkai karangan bunga bisa
terdiri dm 4 - 20 kuntum bunga, panjang tangkai karangan bunga dapat mencapai
12-35 cm. Setiap kuntum mempunyai kelopak benvarna hijau yang membungkus

mahkota pada saat belurn mekar.
Bunga betina tunggal dan mulai tampak pada tanaman blustru berumur
tujuh minggu setelah tanarn. Tangkai bunga bervariasi antara 2

-

7 cm, tetapi

kadang-kadang ada yang lebih panjang. Tangkai bunga dan bakal buah benvarna
hijau muda, diliputi oleh rambut halus dan terasa agak kasar. Kelopak bunga
betina berwarna hijau dan berbentuk s e g lima. Kelopak bunga tersebut melekat
pada ujung bakal buah sampai buah menjad tua. Mahkota bunga terdiri dari 5
helai dan benvarna kuning. Ukuran mahkota bunga betina lebih besar daripada
bunga jantan. Diameter bunga bisa mencapai 10 cm. Bunga membuka sepanjang
hari tangkai putik dengan tiga bagian pada kepala putik, benang sari 3 atau 5
(Backer dan van den Brink, 1963).
Buah muncul pada ketiak daun dengan bentuk yang bervariasi ada yang
panjang, pendek, gemuk, kurus, lurus. Letak buah ada yang berurutan dan ada
pula yang berseling hingga 10 daun berikutnya. Buah blustru yang berasal dari
bunga tunggal mempunyai tangkai pendek.

Bagian ujung buah lebih besar

daripada pangkal buah. Panjang buah kadang-kadang bisa mencapai 90 cm.
Bentuk gada dengan berat bisa mencapai I kg bahkan lebih. Buah yang berasal
dari bunga dalam karangan bunga jantan memililu tangkai panjang. Panjang buah

kurang dari 30 cm, keliling 20 cm dan beratnya kurang dan 0,5 kg. Kulit buah
benvarna hijau muda, terdapat garis-garis hijau tua membujur dari pangkal ke
arah ujung terdapat noda keputih-putihan d~seluruh permukaan kulit buah. Pada
bagan ujung buah terdapat daun kelopak dan tangkai kepala puhk yang menebal,
keras dan berwarna hijau tua. Buah muda mengandung getah, benvarna kekuningkuningan. Getah ini cepat mengering dan seperti gel. Buah yang masih muda
mudah patah. Buah yang sudah tua berwarna kecoklatan, kulit buah kering
sehingga rapuh dan mudah mkupas. Bagian dalarn terdiri dari jaringan serat luffa
yang menyerupai anyaman kuat. Buah kering menjadi sangat ringan, kira-kira 118
berat segar. Rongga di &lam luffa berupa iorong-lorong yang berisi biji. Biji
berwarna hitam, berukuran 10 - 15 mm dengan berat sehtar 90 gi 1000 butir bij i.

1.3. Habitat
Tanaman biustru tumbuh baik di daerah tropis. Dapat beradaptasi secara
luas terhadap lingkungan.

Hidup pada ketinggian 500

-

1500 m di atas

permukaan laut. Memerlukan iklim kering, dengan persediaan air yang cukup
sepanjang musim. Tanaman cocok ditanam pada musim kering. Menanam pa&
musim hujan banyak mengalami kendala, sepem proses pembungaan dan
penyerbukan b a n g sempurna, sehingga banyak buah yang rusak. Suhu yang
diperlukan selutar 18 - 24 "C dengan keiembaban kira-kira 50% - 60%. Curah
hujan 50 - 100 mrnlbulan. Cukup tersedia air pengairan dan mendapat sinar
matahari yang memadai.

Blustru toleran terhadap sinar matahari (Rukrnana,

2000).
Blustru toleran terhadap berbagai jenis tanah terutama yang kaya akan
bahan o r g a ~ k . Selain itu untuk mendapatkan hasil yang optimal tanarnan

13

memerlukan tanah yang subur, gembur dan pH tanah 5,5 - 6,8 dengan drainase
dan aerasi yang baik. Tanah yang paling cocok b a g tanaman blustru yaitu jenis
tanah liat berpasir.
Pada awalnya tanaman ini hidup secara liar dan kemudan dibudidayakan
di kebun dan pekarangan. Tanaman blustni mempunyai daya adaptasi yang tingg
terhadap lingkungan. Oleh karena itu blustru dapat hidup di dataran rendah
maupun dataran tingg.

1.4. Kegunaan
Blustru dikenal sebagai tanaman sayuran. Daun dan buahnya yang masih
muda dapat diolah dengan berbagai resep masakan. Di samping sebagai tanaman
sayuran, blustru juga dikenal sebagai tanarnan berkhasiat obat. Sebagai obat
tradisional ternyata semua bagian organ tanaman dapat dimanfaatkan. Menurut
Wijayakusuma et al., ( 1997) blustru mempunyai berbagai kandungan kimia
seperti saponin, citdine, cucurbitacin dan beberapa kandungan lainnya. Buah
bermanfaat untuk mengobati penyakit demam, batuk serak, pendarahan dan bisul.
Biji juga dimanfaatkan untuk mengobati edema, batu saluran kemih dan wasir.
Daunnya untuk mengobati bisul, kurap serta luka bakar. Organ lain sepem bunga
juga dipakai untuk mengobati sakit tenggorokan, wasir dm sinusitis. Begitu pula
serat-serat spons dimanfaatkan untuk saht perut, sakit pinggang dan batuk
berdarah. Sedangkan akar untuk penderita migrain, sakit pinggang dan payudara
bengkak (mastitis).
2. Kuitur Jaringan Tanaman
Gautheret (1982) mengemukakan bahwa prinsip kultur jaringan telah
tercanturn dalam teori sel yang dikemukakan pada tahun 1838

-

1839 oleh

Schleiden dan Schwann yaitu bahwa sel mempunyai kemarnpuan autonom,
bahkan mempunyai totipotensi. Totipotensi secara teoritis adalah kemampuan
tiaptiap sel dari manapun saja diambilnya, kalau diletakkan dalarn lingkungan
yang sesuai akan dapat tumbuh menjadi tanaman yang sempurna (Soeryowinoto,
1985).

Kultur jaringan sampai sekarang digunakan sebagai suatu istilah umum
yang meliputi pertumbuhan kultur secara aseptik dalarn wadah yang umumnya
tembus cahaya Seringkali kultur aseptik dsebut juga kultur in vitro yang arti
sebenamya, kultur di dalam gelas.
Kultur jaringan yang semula ditujukan untuk mendapatkan tanaman dalam
jurnlah besar dengan cara vegetatif, sekarang sudah berkembang demhan
pesatnya. Selain untuk mendapatkan klon-klon, kultur jaringan saat ini juga
sudah dipergunakan untuk keperluan lain seperti: pengembangan metabolit
sekunder, penelitian penyakit tanaman, industri pertanian dalam bidang
pemuliaan, juga dalarn mendapatkan tanaman yang dapat beradaptasi terhadap
stres-stres kekeringan, kadar garam dan temperatur.
Kultur in vitro untuk tujuan mendapatkan metabolit sekunder ataupun
metabolit tanaman lainnya dapat melalui beberapa jenis kultur sepertx h l t u r
kalus, kultur suspensi dan kultur organ. Kultur kalus (callus culture), merupakan
kultur dari sekumpulan sel yang tidak terorganisasi. Kultur suspensi (suspension
culture), adalah kultur sel bebas atau agregat sel kecil, biasanya dihltur pada
media cair sambil dishaker. Kultur organ (organ culture), merupakan kultur yang
diinisiasi dari bagian-bagian tanaman seperti: ujung akar, pucuk aksilar, atau
organ lainnya.

15

Menurut di Toppi (1996) sebelurn tahun 1980-an, beberapa industri dan
berbagai laboratoriurn telah menemukan metabolit yang dihasilkan dari akar
melalui kultur kalus dan kultur sel. Namun demiluan ada beberapa permasalahan
yang ditemui. Permasalahan pertama, pada umumnya kultur sel tak terdiferensiasi
sehingga ditemui kesulitan yang lebih besar dalam mempertahankan produksi
dengan tingkat yang tingg dibandingkan dengan jaringan yang terjadi dari sel
yang mengalami diferensiasi. Permasalahan kedua, biasanya kultur sel diperlukan
pengulangan yang lebih banyak untuk seleksi klon sebelurn memperoleh galur
yang stabil dan sangat produktif. Sekaligus diharapkan dapat mempertahankan
kemampuan untuk menghasilkan metabolit yang dikehendaki dalam periode yang
panjangPermasalahan ketiga, dimana seringkali sulit untuk menentukan dan
menguji dengan tepat fitohormon mana yang ditambahkan ke medium kuitur
untuk menjamin pertumbuhan yang cukup dari material selular dan produksi
metabolit yang baik. Namun demiluan penambahan fitohormon mempunyai
konsekuensi yang belum diketahui secara pasti.

Menurut Gunawan (1995)

sebagai konsekuensi penggunaan fitohormon perlu dipertimbangkan pengaruhnya
terhadap kesehatan manusia.
Menurut Flores dan Bolivar (1995) sejak tahun 1980-an keinginan untuk
memproduksi fitolumia melalui kultur akar cukup beralasan. Terlebih lagi dengan
menggunakan Agrobacterium rhizogenes untuk menghasilkan akar transgenik.
Agrobacterium rhizogenes yang membawa plasmid Ri dapat menginduksi

perturnbuhan hairy root (akar seperti rambut halus) tepat di tempat yang terinfeksi
pada tanaman inang. Bahkan memaksa sel dari organ mana saja dari tanaman

yang terinfeksi untuk mendiferensiasi akar. Dalam kultur in vitro hairy root
tumbuh dengan cepat. Akar-akar ini adalah akar transgenik yang mengandung
gen-gen plasmid Ri (Lambert dan Tepfer, 1992).
Kultur akar transgenik menurut (Hamill et al., 1986; di Toppl, 1996),
memberikan keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
1. Tingkat perturnbuhan in vitro dapat mencapai 10 sarnpai 100 kali

lebih besar dibandingkan dengan akar normal.
2. Produksi metabolit yang sangat stabil untuk beberapa tahun.
3. Resistensi yang lebih besar terhadap kontarninasi.
4. Lebih mudah untuk dimanipulasi.

5. Kemunglunan adanya aktivitas fotosintetik dengan implikasi positif

pada produksi metabolit.
6. Kemampuan memproduksi fitohormon sendu-i dengan demiban tidak

diperlukan zat pengatur tumbuh tanaman eksogen.
7. Kemunglunan direkayasa secara genetik.

3. Kultur Akar Transgenik
3.1. Biologi Agrobacterium rhizogenes

Agrobucterzum rhizogenes, merupakan bakteri yang bersifat gram negatif,
berbentuk basilus (collform) dan dapat bergerak di dalam tanah. Merupakan
bakteri patogen yang hidup di tanah.

Bakteri ini termasuk dalam familia

Rhizobiaceae. Genus Agrobacterium terdiri dari empat species, tetapi hanya tiga
species yang diketahui menyebabkan penyakit tanaman (Hooy kaas, 1988;
Firoozabady dan Kuehnle, 1995).

Agrobacterium rhizogenes dapat ditumbuhkan dengan mudah pada suhu

25 "C, pada me&a yang mengandung manitol, ekstrak yeast, sodium klorida,

potasium fosfat dan magnesium sulfat.
Agrobacterium rhizogenes sebagai patogen tanaman, merupakan agen

yang menyebabkan penyakit "haily root" (akar seperti rambut sangat halus).
Agrohacterium rhizogenes membanglutkan pertumbuhan akar seperti rambut tepat

pada tempat infeksi. Bahkan memaksa sel dari organ manapun dari tanaman yang
terinfeksi untuk mendferensiasi akar (Cardarelli et al., 1987).
Kemampuan Agrobacterium rhizogenes &lam "rekayasa genetik" secara
alami telah dimanfaatkan sebagai alat genetik yang penting. Kemampuan untuk
melakukan transformasi pada sel tanaman ini berhubungan dengan adanya
plasmid Ri yang menginduksi akar (root inducing Ri plasmid).

Plasrnid Ri

merupakan molekul DNA sirkuler dan double helix, ukurannya lebih dari 200 kb
(Hunter, 1990).
3.2. Genetik akar transgenik

Menurut The Encyclopela of Molecular Biology, 1995, transgene adalah
suatu gen yang ditransfer dari satu species ke yang lain dengan rekayasa genetik.
Sedangkan transgenik adalah penerapan (applied) transgene pada tanaman atau
pada hewan. Oleh karena itu akar yang diperoleh dari transformasi genetik dalam
sel tanaman oleh Agrobacterium rhizogenes dapat disebut sebagai akar transgenik
karena Agrobacterium rhizogenes mampu melakukan rekayasa genetik secara
alami. Selarna infeksi, dari T-DNA dan plasmid Ri terintegrasi dengan stabil
dalam genom tanaman. Kejadian ini dimediasi oleh gen virulence (vir) yang
berlokasi pada plasmid Ri.

Ekspresi gen vir adalah menginduksi senyawa

phenolik berupa hidroasetosiringon (HOAS) dan asetosiringon (Flores dan
Bolivar, 1995). Gen vir penting untuk meningkatkan efisiensi transformasi.
Plasmid h mempunyai satu atau dua T-DNA (transfered DNA) yaitu TLDNA dan TR-DNA, tergantung strain bakterinya. TR-DNA mempunyai dua gen,
Ri-auxl dan R i - a d . Gen-gen ini behngsi dalam biosintesis indole-3-Acetic
Acid (IAA). Ada gen lain pada TR-DNA yang spesifik untuk mensintesis opine
(mannopine, agropine, cucumopine) (Hoekstra, 1993). Sel-sel tanaman yang
merupakan hasil transformasi T-DNA menghasilkan opine. Opine i~ secara
spesifik juga dikatabolis oleh bakteri, sehingga dapat digunakan sebagai sumber
karbon dan nitrogen. Adanya opine pada jaringan tanaman merupakan knteria
yang digunakan untuk menyimpulkan bahwa akar transgenik yang terberrtuk
adalah alubat transformasi genetik T-DNA dan bukan hasil proliferasi sel tanaman
(Rhodes et al., 1990; Emawati, 1992).
TL-DNAmempunyai tiga gen, dengan nama rol A, rol B dan rol C. Gengen ini dalam formasi akar transgenik sebagai hasil transformasi genetik dari sel
tanaman inang.

TL-DNA lebih berperan dalam mendeterminasi fenotip akar

transgenik. Dalam kenyataannya gen-gen ini tidak menentu d m bervariasi pada
species tanaman.

Contohnya pada tanaman tembakau rol A merespon

perkembangan akar transgenik sedangkan rol B merupakan suatu faktor inisiasi
akar transgenik (Cardarelli et al., 1987). Tanaman transgenik mengekspresikan
gen rol B pada peningkatan aktivitas auxin. Ekspresi rol C pada tanaman
tembakau transgenik menghasilkan penurunan konsentrasi isopentenyladenosine
(PA) dan peningkatan GA 19. Tanaman kentang dan tembakau transgenik rol A

atau derivat rol A dan rol C mengekspresikan penurunan tingkat asam gberelin
(Flores dan Bolivar, 1995).
TL-DNA dan TR-DNA mempunyai fungsi rhizogenik (Hunter, 1990).
Kejasama antara TR-DNA dengan TL-DNA diperlukan untuk inisiasi akar yang
vigorous. Selain itu TL-DNAjuga memelihara perturnbuhan akar transgenik.
3.3. Kultur akar transgenik
Akar transgenik yang dihasilkan clan respon infeksi Agrobacterrurn
rhlzogenes dapat dlpotong dan dikultur pada media aseptik. Dalam kenyataannya
klon akar transgenik mempunyai kemampuan tumbuh tak terbatas dalam media
tanpa hormon. Akar transgenik merupakan fenotip yang stabil pada kultur. Ratarata turnbuh lebih cepat danpada akar normal (Flores dan Bolivar, 1995).
Akar transgenik mempunyai derajat percabangan lateral yang lebih tingg
dan tidak terpengaruh oleh geotropisme. Kurva pertumbuhannya serupa dengan

kultur suspensi sel (Ernawati, 1992).
4. Susunan Anatomi Akar Luffa cylindrica (L.) Roem
Akar merupakan salah satu organ tanaman. Akar biasanya berkembang
lbawah permukaan tanah. Fungsi akar diantaranya untuk melekatkan tanaman
pada substrat, menyerap air dan berbagai garam mineral. Disamping itu akar juga
berperan sebagai organ penyirnpan (Jain, 1999).
Ciri khas akar yaitu adanya rambut akar yang teradaptasi untuk menambah
luas permukaan penyerapan. Sedangkan yang dimaksud rarnbut akar adalah sel
epidermis yang memanjang ke arah luar, letaknya tegak lurus permukaan akar dan
berbentuk seperti tabung.

Ditinjau dm susunan anatomi akar itu, jaringan-jaringau akar dimulai dan
susunan sel yang paling luar yaitu epidermis. Epidermis ini terdlri dari satu lapis
sel. Pada sel-sel tertentu pada epidermis akan mengalami diferensiasi rnembentuk
rambut akar. Disebelah dalam epidermis terdapat jaringan korteks akar yang
terdiri dari sel-sel parenkim. Sel korteks biasanya besar dan bervakuola besar.
Lapisan paling dalam korteks akan berkembang menjadl endodermis dengan pita
caspary (Esay 1977).
Silinder vaskular (pembuluh) terdiri dm jaringan vaskular dengan satu
atau beberapa lapisan sel yang berada disebelah luarnya, yaitu perisikel. Apabila
bagian tengah dari silinder vaskular tidak ditempati jaringan vaskular maka bagian
itu akan dlisi oleh parenlum empulur. Perisikel dapat mempertahankan sifat
meristematiknya. Dari perisikel inilah akan muncul akar lateral. Baplan dalam
perisikel langsung berbatasan dengan protofloem dan protoxilem.
Xilem tersusun dalam sejumlah berkas yang terpisah dan letaknya
bergantian dengan floem. Berkas xilem dan floem tersusun dalam lingkaran.
Sesuai dengan susunan jumlah berkas xilem maka dikenal nama diark, bila
terdapat dua berkas xilem, mark bila jumlah berkas xilem tiga, tetrark bila
j umlahnya empat berkas dan seterusnya (Esau, 1977).
Akar lateral pada angiospermae dibentuk dalam perisikel. Lokasi akar
lateral terhadap berkas xilem dari akar induknya berbeda-beda menurut pola
jaringan vaskular induknya. Pada akar diark, akar lateral tumbuh ditempat di
antara xilem dan floem. Pada triark dan tetrark, akar lateral muncul hhadapan
berkas xilem. Pada poliark akar lateral berkembang dihadapan berkas floem.

5. Protein Bioaktif Pada Tanaman

Sejak zaman prasejarah manusia telah memanfaatkan ekstrak tanaman
sebagai penyembuh penyakit. Senyawa orgamk yang berasal dari surnber-sumber
alami ini dlkenal sebagai metabolit tanarnan (Harborne, 1996). Dari berbagai
macarn tanaman telah diketahui ada yang mengandung metabolit berupa protein.
Protein ini dikenal sebagai protein bioaktif.

Protein bioaktif diantaranya

mempunyai aktivitas sebagai protein enzim. Dari hasil penelitian dinyatakan
bahwa protein bioakhf merupakan protein penginaktrvasi ribosom (PPR) (Barbieri
et al., 1993). Protein bioaktif ini m e n m a a n ribosom pada sel eukariotik

sehingga beribbat rnenghambat proses sintesis protein (Watanabe, 1989; di
Toppi, 1993).

5.1. Penyebaran protein penginaktivasi ribosom (PPR)
Berbagai macam tanaman ditemukan mengandung protein bioaktif berupa
protein penginakhvasi ribosom (PPR). Menurut Barbieri et al., (1993) PPR
tersebar luas pa& dunia tumbuhan. Dari hasil identifikasi dan purifikasi PPR
ditemukan pada kelas Angiospennae, balk pada tanaman monokotil maupun
dikotil. Tetapi PPR tidak Qtemukan pada kelas Gymnospermae. Dari sejumlah
besar PPR yang dipurifikasi didapatkan tujuh farnilia yang mempunyai protein
rantai tunggal atau kelompok protein tipe 1.

Ketujuh familia ini adalah:

Asparagaceae, Caryophyllaceae, Cucurbitaceae, Euphorbiaceae, Nyctaginaceae,
Phytolaccaceae, dan Phoaceae.

Sedangkan yang termasuk dalam kelompok

protein tipe 2 ada lima familia yaitu: Euphorbiaceae, Fabaceae, Passifloraceae,
Sambucaceae, dan Viscaceae. Khusus pada farnilia Euphorbiaceae memiliki
kedua tipe tersebut.

Protein pengnaktivasi ribosom (PPR) dapat dijurnpai pa& berbagai organ
tanaman. Contohnya: Phytolacca americana, Bryonia dionica dan Saponaria
ovisinalis, PPR terdapat di daun, akar dan biji. Pada Dianthus caryophyllzcs PPR

terdapat di daun dan biji. Pada Adenia digitata PPR ditemukan di biji dan akar.
Sedangkan Ricinus commurzzs terdapat pa& biji. PLkfivitas PPR telah ditemukan
hanya pada organ atau jaringan tertentu dalam tanaman seperti yang terjadi pada
Hura crepitans bijinya tidak memperlihatkan aktivitas, sebaliknya PPR ditemukan

dalam jumlah yang sigmfikan pada latex (Stirpe et al., 1992 ).

5.2. Struktur protein penginaktivasi ribosom
Protein penginakhvasi ribosom (PPR) dapat dlbagi dalarn dua kategori
yang dikenal dengan PPR tipe 1 dan PPR tipe 2. Menurut Barbieri et al., (1993)
pembagian ini didasarkan ada atau tidaknya sedihtnya satu rantai polipeptida
dengan aktivitas l e h n .
PPR tipe 1 tersusun dari rantai polipeptida tunggal dimana polipeptida i