Pengembangan Metode Pengukuran Nondestruktif untuk Menentukan Mutu dan Fermentasi Biji Kakao Utuh Menggunakan NIR Spectroscopy

PENGEMBANGAN METODE PENGUKURAN NONDESTRUKTIF
UNTUK MENENTUKAN MUTU DAN FERMENTASI BIJI
KAKAO UTUH MENGGUNAKAN NIR SPECTROSCOPY

ZULFAHRIZAL

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Pengembangan
Metode Pengukuran Nondestruktif untuk Menentukan Mutu dan Fermentasi Biji
Kakao Utuh Menggunakan NIR Spectroscopy adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Zulfahrizal
NIM F16410021

RINGKASAN
ZULFAHRIZAL. Pengembangan Metode Pengukuran Nondestruktif untuk
Menentukan Mutu dan Fermentasi Biji Kakao Utuh Menggunakan NIR
Spectroscopy. Dibimbing oleh SUTRISNO, I WAYAN BUDIASTRA dan
KUDANG BORO SEMINAR.
Biji kakao sebagai bahan baku pembuatan coklat merupakan salah satu
komoditi ekspor perkebunan yang strategis yang menghasilkan devisa besar untuk
Indonesia. Akan tetapi produk biji kakao Indonesia pada umumnya tidak
difermentasi sehingga harganya rendah di pasaran. Pengawasan mutu kakao
seperti kadar air dan kadar lemak belum dilakukan secara intensif. Penjaminan
mutu biji kakao melalui pengembangan metode pendugaan mutu yang cepat dan
akurat menjadi kata kunci peningkatan daya saing ekspor biji kakao Indonesia
ditingkat dunia.
Pendugaan mutu kakao dan produk turunannya sudah mulai dikembangkan
dalam berbagai penelitian menggunakan teknologi Near Infrared Reflectance

Spectroscopy (NIRS). NIRS telah menjadi salah satu metode non-destruktif yang
paling menjanjikan dan dapat digunakan untuk analisis dalam bidang pertanian.
Keuntungan yang dapat diraih adalah persiapan sederhana untuk sampel, proses
deteksi cepat, dan ramah lingkungan karena tidak ada bahan kimia yang
digunakan. NIRS memiliki kemampuan potensial untuk menentukan beberapa
parameter mutu secara bersamaan. Melalui pengembangan ilmu komputer dan
chemometric, kemampuan aplikasi teknik NIRS menjadi lebih populer. Aplikasi
NIRS untuk kakao dan produk turunannya sudah banyak dilakukan dalam bentuk
bubuk (destruktif) namun ternyata belum dilakukan pada biji kakao utuh. Padahal
masalah pemutuan kakao di Indonesia adalah pada biji kakao utuh. Data
menunjukkan bahwa 82% ekspor kakao Indonesia adalah dalam bentuk biji utuh
(non destruktif).
Secara umum, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
mengembangkan metode penentuan tingkat fermentasi dan kandungan mutu pada
biji kakao utuh dengan menggunakan NIRS. Adapun secara khusus, penelitian ini
bertujuan untuk (1) menguji perbedaan spektrum biji kakao tumpukan dengan biji
individu menggunakan Principal Component Analysis (PCA), (2) menentukan
kelompok fermentasi biji kakao utuh secara non-destruktif menggunakan PCA,
(3) memprediksi kadar air dan kadar lemak biji kakao utuh secara non-destruktif
dengan NIR dan Partial Least Squares (PLS), (4) menguji dan membandingkan

antar pretreatment spektrum untuk mendapatkan yang terbaik dalam semua
aktivitas pengujian di atas. Penelitian ini menggunakan sampel biji dari buah
kakao matang varietas Lindak dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka)
Indonesia yang mana buah tersebut diperoleh dari kebun yang sama. Pengeringan
dilakukan menggunakan pengering mekanis sampai diperoleh biji kakao kering
layak simpan. Pengambilan spektrum dan uji kimia biji dilakukan di Abteilung
Qualität Tierischer Erzeugnisse dan Abteilung Qualität Pflanzlicher Erzeugnisse,
Georg August University of Göttingen, Jerman. Analisis awal untuk
pengembangan teknik akuisisi spektrum biji kakao menggunakan PCA dengan
dibantu pretreatment Savitzky-Golay smoothing (SGs), derivative pertama (D1),
derivative kedua (D2), Multiplicative Scatter Correction (MSC), Standard

Normal Variate (SNV) dan kombinasi diantara kelimanya. Selanjutnya klasifikasi
data untuk penentuan tingkat fermentasi menggunakan PCA dengan pretreatment
MSC dan SNV. Terakhir adalah menentukan kadar air dan kadar lemak
menggunakan PLS sebagai pendekatan regresi data ditambah Multiplicative
Scatter Correction (MSC), Standard Normal Variate (SNV), Mean Normalization
(MN), Orthogonal Signal Correlation (OSC) dan De-Trending (DT).
Penelitian ini mendapatkan tiga hasil utama. Pertama, spektrum NIRS biji
kakao yang didapat setelah diolah oleh PCA dengan bantuan MSC dan SNV,

terlihat bahwa biji individu dan biji tumpukan berada dalam daerah yang hampir
sama. Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa teknik akuisisi spektrum NIRS
untuk biji kakao utuh secara tumpukan dapat menggantikan teknik akuisisi
spektrum biji utuh individu. Teknik ini dipilih karena lebih cepat dan efesien.
Penelitian juga menghasilkan selang panjang gelombang yang menentukan mutu
biji kakao utuh. Selang panjang gelombang yang berperan memberi informasi
kadar air adalah 1400-1480 nm dan 1900-2000 nm. Untuk kadar lemak, selang
panjang gelombang yang berperan adalah 1160-1220 nm, 1650-1760 nm, 23002400 nm. Terakhir untuk fermentasi panjang gelombang yang berperan adalah
1400-1480 nm, 1900-2000 nm dan 2060-2160 nm.
Kedua, sepektrum NIRS biji kakao yang diolah memakai PCA dengan
bantuan MSC dan SNV terlihat cenderung ter-cluster sesuai dengan kelompok
fermentasi semisal F0 (nonfermentasi), F5 (fermentasi penuh) dan F7 (fermentasi
berlebih). Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa NIRS dapat digunakan untuk
membedakan kelompok fermentasi biji kakao utuh menggunakan metode PCA
dengan dibantu oleh MSC dan SNV sebagai pretreatment.
Ketiga, hasil pendugaan PLS yang didukung pretreatment pada biji kakao
utuh adalah lebih baik dibandingkan dengan PLS tanpa pretreatment. Hal ini
berlaku untuk pendugaan kadar air maupun kadar lemak. Pada pendugaan kadar
air, PLS yang didukung pretreatment telah menghasilkan prediksi yang tergolong
good model performance. Pretreatment yang dianggap sangat nyata meningkatkan

kinerja PLS adalah MSC, SNV dan OSC. Dimana ketiga pretreatment itu
menghasilkan nilai r masing-masing 0.92, 0.93 dan 0.93 selanjutnya nilai RMSEP
masing-masing 0.54%, 0.54% dan 0.52% serta nilai RPD yang cukup besar, yakni
masing-masing 2.21, 2.21 dan 2.26. Selain itu, pretreatment OSC bisa dikatakan
sebagai pretreatment yang paling efesien yang mampu memangkas jumlah latent
variable paling banyak yakni dari 10 menjadi 3. Pada pendugaan kadar lemak,
PLS yang didukung pretreatment telah menghasilkan prediksi yang tergolong
sufficient performance. Pretreatment yang dianggap paling baik kinerjanya adalah
MSC dan SNV. Keduanya menghasilkan nilai r, RMSEP dan RPD yang sama
yakni masing-masing 0.91, 1.11% dan 1.95. Selanjutnya pretreatment MSC, SNV
dan OSC bersama-sama dapat dikatakan paling efesiensi dilihat dari pengurangan
jumlah latent variable yang sangat signifikan dari 10 menjadi 4. Oleh karena itu,
bisa disimpulkan bahwa PLS dengan bantuan MSC dan SNV konsisten mampu
memprediksi kadar air dan kadar lemak pada biji kakao utuh dengan hasil yang
baik sedangkan OSC konsisten mampu menjadi pretreatment paling efesien.
Kata kunci : Biji kakao utuh, kadar air, kadar lemak, fermentasi, NIRS

SUMMARY
ZULFAHRIZAL. The Development of Non-destructive Measurement
Method to Determine the Quality and Fermentation of Intact Cacao Beans Using

NIR Spectroscopy. Supervised by SUTRISNO, I WAYAN BUDIASTRA and
KUDANG BORO SEMINAR.
Cacao bean as the raw material for chocolate is a strategic estate
commodity which generates high foreign exchanges. However, the Indonesian
cacao beans products are commonly unfermented that result lower price. Quality
control such as moisture content and fat content is not intensively performed. A
quality assurance through the development of quick and accurate method to
predict the quality of cacao is the key to improve the Indonesian competitiveness
in global market.
The quality prediction of cacao and its derivatives has been conducted by
applying near infrared reflectance spectroscopy (NIRS) technology. It has been
revealed that NIRS has became the most promising technology for agricultural
analysis. Some of the advantages are simpler sample preparation, quick detection
process and environmentally friendly because no chemicals are used. NIRS also
able to determine several quality parameters simultaneously. The engineering
application of NIRS has became more popular since the development of computer
science and chemometric. However, the application of NIRS is widely conducted
for cacao and its derivatives in powder form (destructive) not in intact cacao
beans. Unfortunately, the majority of Indonesia‟s cacao export as accounted by
82% of the total export is raw beans.

Generally, the objective of this research was to develop a method in
determining fermentation level and quality of intact cacao beans using NIRS.
Specifically, the objectives of this research were (1) to test the spectrum
differences generated from stacked cacao beans and individual beans using
principal component analysis (PCA), (2) to determine the fermentation level of
intact cacao beans through non-destructive method using PCA, (3) to predict
water content and fat content of intact cacao beans through non-destructive
method using NIR and partial least squares (PLS), (4) to test and compare
between the pretreatment spectrum to get the best in all the activities of the above
test. Material used in this research was mature cacao “Lindak” cultivar from
Indonesian Coffee and Cocoa Research Institute (ICCRI) which produced in the
same field. Drying was conducted using mechanical dryer to obtain cacao beans
secure for storage. The spectrum acquisition and chemical test of cacao beans
were conducted in Abteilung Qualität Tierischer Erzeugnisse and Abteilung
Qualität Pflanzlicher Erzeugnisse, Georg August University of Göttingen,
Germany. Preliminary analysis in the development of cacao spectrum acquisition
method was conducted using PCA assisted with pretreatment methods including
Savitzky-Golay smoothing (SGs), first derivative (D1), second derivative (D1),
multiplicative scatter correction (MSC), standard normal variate (SNV) and their
combination. Data classification to determine the fermentation level was

conducted using PCA supported MSC and SNV as pretreatment methods. The last
was to determine the water content and fat content using PLS as the regression
approach which supported with multiplicative scatter correction (MSC), standard

normal variate (SNV), mean normalization (MN), orthogonal signal correlation
(OSC) dan de-trending (DT).
This research found three main results. First, the spectrum of individual
bean and stacked beans generated from PCA analysis followed with MSC and
SNV method were in a similar area. Therefore, it can be concluded that NIRS
spectrum acquisition technique in stacked cacao beans could replace the spectra
acquisition of individual cacao bean. This technique was more rapid and more
efficient. This research also generated spectra ranges that could be used to
determine the quality of intact cacao beans. The spectrum ranges for moisture
content was 1400-1480 nm and 1900-2000 nm, fat content was 1160-1220 nm,
1650-1760 nm, 2300-2400 nm, and fermentation was 1400-1480 nm, 1900-2000
nm and 2060-2160 nm.
Second, NIRS spectrum processed with PCA supported with MSC and SNV
could give clear separation among fermentation group i.e, F0 (unfermented), F5
(full-fermented) and F7 (over-fermented). Thus, it could be concluded that NIRS
with PCA supported with MSC and SNV was able to differentiate the

fermentation group of intact cacao beans.
Third, PLS supported with pretreatment gave better prediction result of
moisture content and fat content compared to PLS without pretreatment.
Specifically, moisture content prediction resulted from PLS and pretreatment was
categorized as good model performance. Pretreatment methods that could
significantly improve the performance of PLS were MSC, SNV and OSC. The r
value of each methods was 0.92, 0.93 and 0.93, respectively while the RMSEP
value was 0.54%, 0.54% and 0.52%, respectively. This research also found that
the RPD value was 2.21, 2.21 and 2.26, respectively. Meanwhile, fat content
prediction resulted from PLS and pretreatment was categorized as sufficient
performance. The most appropriate performance of pretreatment was MSC and
SNV which resulted r, RMSEP and RPD value were 0.91, 1.11% and 1.95,
respectively. Moreover, MSC, SNV and OSC were the most efficient methods of
spectra correction that could significantly reduce latent variables from 10 to 4.
Thus, it could be concluded that PLS with MSC and SNV were regarded as good
method to predict the water content and fat content of intact cacao beans.
Meanwhile, OSC was regarded as the most efficient method.
Key words: intact cacao beans, moisture content, fat content, fermentation, NIRS

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGEMBANGAN METODE PENGUKURAN NONDESTRUKTIF
UNTUK MENENTUKAN MUTU DAN FERMENTASI BIJI
KAKAO UTUH MENGGUNAKAN NIR SPECTROSCOPY

ZULFAHRIZAL

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Ir Y Aris Purwanto M Sc
Prof Dr Ono Suparno STP MT

Penguji pada Ujian Terbuka: Dr Ir Emmy Darmawati M Si
Dr Ir Listyani Wijayanti

Judul Tesis : Pengembangan Metode Pengukuran Nondestruktif untuk
Menentukan Mutu dan Fermentasi Biji Kakao Utuh Menggunakan
NIR Spectroscopy
Nama
: Zulfahrizal
NIM
: F164100021

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Sutrisno M Agr
Ketua

Dr Ir I Wayan Budiastra M Agr
Anggota

Prof Dr Ir Kudang Boro Seminar M Sc
Anggota
Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Keteknikan Pertanian

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Wawan Hermawan MS

Dr Ir Dahrul Syah M ScAgr

Tanggal Ujian: 27 Agustus 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu
wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Februari 2011 ini
ialah penentuan mutu biji kakao utuh, dengan judul Pengembangan Metode
Pengukuran Nondestruktif untuk Menentukan Mutu dan Fermentasi Biji Kakao
Utuh Menggunakan NIR Spectroscopy.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Sutrisno M Agr,
Bapak Dr Ir I Wayan Budiastra M Agr dan Bapak Prof Dr Ir Kudang Boro
Seminar M Sc selaku pembimbing. Bapak Dr Daniel Morlein sebagai
pembimbing selama di Jerman. Bapak Dr Dr Ing Agus Arip Munawar M Sc
sebagai teman belajar selama di Jerman dan sampai saat ini. Bapak Dr Ir Y Aris
Purwanto M Sc dan Bapak Prof Dr Ono Suparno STP MT selaku penguji Sidang
Tertutup. Ibu Dr Ir Emmy Darmawati M Si dan Dr Ir Listyani Wijayanti sebagai
penguji Sidang Terbuka. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
Bapak Dr Sukrisno Widyotomo dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
Ibu Prof Dr Elke Pawelzik, Bapak Dr Andreas Werlis, Bapak Dr Anggoro
Sutikno, Ibu Bettina Egger, Ibu Evelyn Krüger dan Ibu Gunda Jansen dari
Abteilung Qualität Pflanzlicher Erzeugnisse, Georg August University of
Göttingen serta Bapak Sulyaden di Laboratorium TPPHP departemen TMB IPB.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ketua Mayor S3 Ilmu
Keteknikan Pertanian Bapak Dr Ir Wawan Hermawan MS dan bagian
administrasinya, Ibu Rusmawati dan Bapak Ahmad Mulyatullah. Tidak lupa
terima kasih untuk teman-teman seangkatan di S3 TEP angkatan 2010 atas semua
kebersamaan yang dibangun selama ini. Juga untuk teman-teman di Perwira 6
khususnya Pak drh. Sangkot Nasution M Si yang telah banyak membantu.
Ucapan terima kasih terakhir saya berikan kepada Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
yang telah membiayai pendidikan S3 saya melalui Program Beasiswa BPPS
maupun membiayai penelitian saya melalui Program Sandwich-Like Luar Negeri
ke Georg August University of Göttingen, Jerman.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Zulfahrizal

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL

xiii

DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

xiv

1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Penelitian
1.3 Manfaat Penelitian
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
1.5 Novelti Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kakao
2.2 Fermentasi Kakao
2.3 Standar Mutu Biji Kakao
2.4 Teknologi Near Infrared Reflectance Spectroscopy (NIRS)
2.5 Aplikasi Chemometric dalam Analisis Pangan
2.6 Metode Pretreatment Spektrum
2.7 Metode Principal Component Analysis (PCA)
2.8 Metode Partial Least Squares (PLS)
2.9 Aplikasi NIRS untuk Produk Kakao

1
2
3
3
3
4
5
7
8
12
13
15
17
19

3 AKUISISI SPEKTRUM NIR PADA BIJI KAKAO UTUH
3.1 Pendahuluan
3.2 Bahan Metode
3.3 Hasil dan Pembahasan
3.4 Kesimpulan
4 APLIKASI NIRS UNTUK PREDIKSI TINGKAT FERMENTASI PADA
BIJI KAKAO UTUH
4.1 Pendahuluan
4.2 Bahan dan Metode
4.3 Hasil dan Pembahasan
4.4 Kesimpulan
5 PREDIKSI KADAR AIR DAN KADAR LEMAK PADA BIJI KAKAO
UTUH
5.1 Pendahuluan
5.2 Bahan dan Metode
5.3 Hasil dan Pembahasan
5.4 Kesimpulan

38
39
42
48

6 PEMBAHASAN UMUM
6.1 Hasil Penelitian Pendahuluan
6.2 Analisis Tingkat Fermentasi dengan Metode PCA

49
50

21
22
24
29

30
31
32
37

6.3 Analisis Kadar Air dan Kadar Lemak dengan Metode PLS
6.4 Analisis Penggunaan Metode Pretreatment

52
53

7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
7.2 Saran

55
55

DAFTAR PUSTAKA

56

LAMPIRAN

60

RIWAYAT HIDUP

65

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3
Tabel 4.1
Tabel 5.1
Tabel 5.2
Tabel 5.3
Tabel 5.4
Tabel 5.5
Tabel 6.1
Tabel 6.2
Tabel 6.3

Komposisi kimia biji kakao sebelum dan setelah fermentasi
Persyaratan mutu umum biji kakao
Persyaratan mutu khusus biji kakao
Perhitungan akurasi hasil prediksi untuk penggolongan fermentasi
biji kakao utuh baik pada PCA + SNV maupun pada PCA + MSC
Acuan pengukuran dalam set kalibrasi dan set prediksi biji kakao
Hasil kalibrasi dan prediksi kadar air biji kakao utuh
Hasil kalibrasi dan prediksi kadar air bubuk biji kakao
Hasil kalibrasi dan prediksi kadar lemak biji kakao utuh
Hasil kalibrasi dan prediksi kadar lemak bubuk biji kakao
Hasil PLS untuk raw data
Pengaruh pretreatment pada pendugaan biji kakao utuh
Pengaruh pretreatment terhadap effesiensi hasil dugaan

6
8
8
35
42
43
45
46
47
52
53
54

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Biji kakao yang diselimuti pulp terangkai pada plasenta
5
Gambar 2.2 Perbedaan warna bagian dalam biji kakao berdasarkan
tingkat fermentasi
7
Gambar 2.3 Bentuk spektrum near infrared untuk beberapa bahan biologik
9
Gambar 2.4 Distribusi ikatan organik utama gelombang elektromagnetik
10
Gambar 2.5 Interaksi sinar NIRS dengan bahan biologik
10
Gambar 2.6 Sketsa intrumen pengukur NIRS
11
Gambar 3.1 Pembentukan lapisan untuk sampel biji tumpukan
22
Gambar 3.2 Akuisisi spektrum biji individu
23
Gambar 3.3 Akuisisi spektrum NIRS (a) Posisi sumber sinar (b) biji tumpukan
dan (c) bubuk biji
23
Gambar 3.4 Pilihan kombinasi metode pretreatment
24
Gambar 3.5 Spektrum hasil pemindaian NIRS untuk (a) biji kakao individu.
(b) biji kakao tumpukan dan (c) bubuk biji kakao
25
Gambar 3.6 Hasil analisis PCA untuk (a) data tanpa pretreatment dan (b) data
dengan penambahan SGs
26

Gambar 3.7 Hasil analisis PCA untuk penambahan (a) MSC dan (b) SNV
Gambar 3.8 Hasil analisis PCA untuk (a) SGs+MSC dan (b) SGs+SNV
Gambar 3.9 Hasil analisis PCA untuk (a) SGs+D1 dan (b) SGs+D1
Gambar 3.10 Hasil analisis PCA untuk pretreatment (a) SGs+MSC+D1,
(b) SGs MSC+D2, (c) SGs+SNV+D1, (d) SGs+SNV+D2
Gambar 3.11 Loading plot untuk penambahan (a) MSC dan (b) SNV
Gambar 3.12 Loading plot untuk penambahan (a) D1 dan (b) D2
Gambar 3.13 Spektrum biji kakao mengandung informasi kandungan zat
Gambar 4.1 Rantai kimia procyanidin pada biji kakao
Gambar 4.2 Letak procyanidin dan amonia pada spektrum biji kakao utuh
Gambar 4.3 Hasil analisis PCA tanpa pretreatment
Gambar 4.4 Hasil PCA + SNV untuk data kalibrasi biji kakao utuh
Gambar 4.5 Hasil PCA + MSC untuk data kalibrasi biji kakao utuh
Gambar 4.6 Hasil PCA + SNV untuk data prediksi biji kakao utuh
Gambar 4.7 Hasil PCA + MSC untuk data prediksi biji kakao utuh
Gambar 4.8 Hasil olahan PCA + SNV untuk bubuk kakao
Gambar 4.9 Hasil olahan PCA + MSC untuk bubuk kakao
Gambar 4.10 Loading plot hasil analisis pada biji utuh (a) PCA+MSC,
(b) PCA+SNV
Gambar 4.11 Loading plot hasil analisis pada bubuk biji (a) PCA+MSC,
(b) PCA+SNV
Gambar 5.1 Sampel biji kakao dalam (a) paket kecil 40-45 gram (b) bentuk
bubuk dalam botol plastik
Gambar 5.2 Letak kadar air dan lemak pada spektrum biji kakao utuh
Gambar 5.3 Plot data kalibrasi-prediksi kadar air tanpa pretreatment
Gambar 5.4 Plot data kalibrasi-prediksi kadar air setelah pretreatment
(a) MSC untuk biji utuh dan (b) SNV untuk biji utuh
Gambar 5.5 Plot data kalibrasi-prediksi kadar lemak tanpa pretreatment
Gambar 5.6 Plot data kalibrasi-prediksi kadar lemak setelah pretreatment
(a) MSC untuk biji utuh dan (b) SNV untuk biji utuh
Gambar 6.1 Perubahan bentuk spektrum biji utuh pada berbagai tingkat
fermentasi
Gambar 6.2 Perubahan bentuk spektrum bubuk biji pada berbagai tingkat
fermentasi

26
26
27
27
28
28
29
31
33
33
34
34
35
35
36
36
37
37
40
43
44
44
47
47
51
51

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5

Diagram alir penelitian
Alat NIRS AntarisTM II MDS
Peralatan pengukuran kadar air
Peralatan pengukuran kadar lemak
Sebaran data kalibrasi dan prediksi untuk biji kakao

60
61
62
63
64

1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai negara pengekspor biji kakao dunia dengan nilai
devisa pada tahun 2011 mencapai US$ 1.345 miliar. Biji kakao yang merupakan
komoditi perkebunan yang strategis dipakai sebagai bahan dasar untuk membuat
coklat, diproduksi sekitar 550 ribu ton di Indonesia setiap tahunnya. Pada tahun
2010 dari luas 1 651 539 ha areal kakao, sekitar 1 555 596 ha atau 94% adalah
kakao rakyat. Areal dan produksi kakao Indonesia meningkat pesat pada dekade
terakhir dengan laju 5.99% per tahun. Saat ini areal pengembangan kakao di
Indonesia meliputi Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Tengah, Papua Barat, Jawa Timur, Lampung, Sumatera Barat, Sumatera
Utara dan Aceh. Hal ini mengidentifikasikan peran penting kakao baik sebagai
sumber lapangan kerja maupun pendapatan bagi petani (Widjaya dan Sukirno
2011; Rubiyo dan Siswanto 2012; Ragimun 2013).
Berbanding terbalik dengan semakin luasnya daerah pengembangan kakao
Indonesia, akhir-akhir ini produksi dan produktivitas kakao di Indonesia malah
terus mengalami penurunan yang sangat berarti. Selain tingkat produktivitas yang
lebih kecil dibandingkan dengan potensi klon atau tanaman yang ada, aspek mutu
juga mengalami penurunan. Menurunnya mutu dan daya saing produk
dipengaruhi oleh banyak faktor dan yang menjadi sorotan utama pada penelitian
ini adalah penanganan pascapanen kakao. Hasibuan et al. (2012) mengatakan
hasil analisis CMSA (Constant Market Share Analysis) untuk biji kakao
menunjukkan bahwa ekspor biji kakao Indonesia kurang memiliki daya saing
untuk pasar ASEAN, Amerika Serikat, Uni Eropa dan China. Hal ini terjadi
karena produk biji kakao Indonesia dikenal memiliki mutu rendah sehingga hanya
dijadikan sebagai campuran di negara-negara industri kakao serta memiliki harga
yang lebih rendah dari negara eksporir lainnya. Namun jika dilihat dari initial
specialization, biji kakao Indonesia untuk keempat pasar tujuan ekspor tersebut
berada dalam kategori dapat dikembangkan. Artinya untuk dapat meningkatkan
daya saing ekspor, Indonesia harus meningkatkan mutu produk melalui proses
fermentasi dan penanganan pascapanen lainnya.
Indonesia perlu menstandarkan biji kakao ekspornya sesuai dengan standar
yang dipakai oleh negara-negara industri pengolah kakao. Menurut Mulato et al.
(2009), kalangan industri menilai mutu biji kakao tergantung tiga aspek yaitu (1)
rendemen lemak, (2) kemurnian dan kontaminasi, dan (3) aroma dan citarasa.
Aspek pertama selain ditentukan oleh bahan tanaman juga oleh kondisi
lingkungan kebun (kesuburan dan agroklimat), sedangkan aspek kedua dan ketiga
lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor pengolahan.
Oleh karena itu, penanganan pascapanen menjadi kunci keberhasilan
peningkatan mutu biji kakao Indonesia. Selanjutnya yang harus diperhatikan
adalah kontrol mutu biji kakao mengingat selama ini konsistensi mutu produk
pertanian Indonesia secara umum masih rendah. Metode penentuan mutu secara
cepat dan tepat diperlukan untuk menghasilkan komoditas kakao standar mutu
tinggi yang disyaratkan negara konsumen. SNI menetapkan standar mutu biji

2
kakao dilihat secara fisik seperti dari kadar air, kontaminasi terhadap serangga,
benda asing dan berbagai aroma yang dapat merusak aroma khas kakao (BSN
2008). Secara khusus Mulato et al. (2009) mengatakan bahwa mutu kakao
ditentukan oleh rendemen lemak, aroma dan citarasa, karena komponenkomponen inilah yang biasanya menentukan sensasi dalam menikmati coklat.
Pendugaan mutu kakao biasanya dilakukan melalui uji laboratorium (secara
destruktif), dimana biji kakao dihancurkan dan diambil sarinya yang kemudian
dianalisis dengan metode standar kimia yang umum di laboratorium. Faktanya,
metode kimia ini menghabiskan waktu yang cukup lama dan mahal, sehingga
tidak cocok diterapkan di industri yang memerlukan metode yang sangat cepat
dan tidak merusak (non-destruktif) untuk menganalisis mutu kakao.
Pendeteksian mutu pangan yang cepat dan efesien dapat diwujudkan melalui
pengembangan teknologi Near Infrared Reflectance Spectroscopy (NIRS). NIRS
telah menjadi salah satu metode non-destruktif yang paling menjanjikan dan dapat
digunakan untuk analisis dalam berbagai bidang, termasuk di bidang pertanian.
Keuntungan yang dapat diraih adalah persiapan sederhana untuk sampel, proses
deteksi cepat, dan ramah lingkungan karena tidak ada bahan kimia yang
digunakan. Lebih penting lagi, NIRS memiliki kemampuan potensial untuk
menentukan beberapa parameter mutu secara bersamaan. Melalui pengembangan
ilmu komputer dan chemometric, kemampuan aplikasi teknik NIRS menjadi lebih
populer dan menarik banyak perhatian para peneliti dalam bidang pangan.
Komponen dengan prosentase konsentrasi 0.1% dapat dideteksi dan dievaluasi
menggunakan NIRS (Cen dan He 2007; Munawar 2014).
Mengingat potensi kakao di Indonesia yang begitu besar dan tingginya
permintaan konsumen industri (terutama luar negeri) terhadap mutu produk, maka
sudah sepantasnya dikembangkan metode untuk pengukuran mutu kakao yang
memenuhi syarat cepat dan akurat. Penelitian yang terkait kakao serta produk
turunannya dengan memakai NIRS cukup banyak dilakukan. Contohnya Nielsen
et al. (2008), Aculey et al. (2010), dan Hue (2014) melakukan penelitian pada biji
kakao yang dibubukkan. Kemudian Kaffka et al. (1982), Permanyer dan Perez
(1989), Vesela et al. (2007) meneliti bubuk kakao. Selanjutnya Whitacre et al.
(2003) menggunakan kakao liquors. Berikutnya Bollinger et al. (1999)
mengambil cocoa butter dan coklat dalam bentuk cairan, sementara Moros et al.
(2007) memilih coklat komersial. Penelitian yang lebih lengkap adalah yang
dilakukan oleh Davies et al. (1991) yang penelitiannya mencangkup bubuk biji
kakao mentah, bubuk biji kakao sangrai, block mass coklat dan blok coklat jadi.
Namun ternyata belum ada yang mencoba meneliti langsung pada biji kakao utuh
sehingga penelitian dengan menggunakan NIRS pada biji kakao utuh menjadi hal
yg menarik untuk dilakukan.

1.2 Tujuan Penelitian
Secara umum, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
mengembangkan metode penentuan tingkat fermentasi dan kandungan mutu pada
biji kakao utuh dengan menggunakan NIRS. Adapun secara khusus, penelitian ini
bertujuan untuk:

3
1.
2.
3.
4.

Menguji perbedaan spektrum biji kakao tumpukan dengan biji individu
menggunakan Principal Component Analysis (PCA).
Menentukan kelompok fermentasi biji kakao utuh secara non-destruktif
menggunakan PCA.
Memprediksi kadar air dan kadar lemak biji kakao utuh secara non-destruktif
dengan NIRS dan Partial Least Squares (PLS).
Menguji dan membandingkan antar pretreatment spektrum untuk
mendapatkan yang terbaik dalam semua aktivitas pengujian di atas.

1.3 Manfaat Penelitian
Merujuk data Ditjenbun 2010 dari 535 236 ton ekspor kakao Indonesia,
sebanyak 439 305 ton atau lebih dari 82% diekspor dalam bentuk biji. Selebihnya
diekspor dalam bentuk kakao buah, pasta, lemak, tepung dan makanan yang
mengandung coklat. Artinya, devisa negara dari kakao terbesar adalah dari ekspor
biji kakao. Sementara diketahui bahwa biji kakao Indonesia dianggap bermutu
rendah karena tidak ada metode praktis untuk menguji keseragaman mutu kakao
seperti antara kakao fermentasi dan tidak fermentasi. Akibat dari itu semua, harga
biji kakao Indonesia sangat rendah di pasar internasional dan terkena diskon
hingga US$ 200/ton atau 10%-15% dari harga pasar (Hasibuan et al. 2012)
Penelitian ini diharapkan mampu menemukan metode praktis, cepat dan
akurat (skala laboratorium) untuk pengujian keseragaman sampel mutu biji kakao
agar dapat meningkatkan daya saing harga kakao Indonesia di pasar internasional.
Selain itu diharapkan penjaminan mutu secara langsung dari biji kakao kering
akan lebih menguntungkan petani kakao agar terhindar dari penipuan harga oleh
para tengkulak.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan dibatasi pada penelitian biji kakao mentah utuh dan biji
kakao yang dijadikan bubuk sebagai data pembanding. Biji kakao yang digunakan
berasal dari buah kakao varietas Lindak yang ditanam di Pusat Penelitian Kopi
dan Kakao Indonesia di Jember, Jawa Timur. Kemudian untuk pengujian atribut
kakao adalah dibatasi pada atribut utama pemutuan yakni tingkat fermentasi,
kadar air dan kadar lemak, sedangkan pengolahan datanya menggunakan
Principal Component Analysis (PCA) dan Partial Least Squares (PLS). Untuk
pretreatment digunakan Smoothing Savizky-Golay (SGs), First and Second
Derivative (D1 dan D2), Mean Centering (MC), Mean Normalization (MN), Detrending (DT), Multiplicative Scatter Correction (MSC), Standard Normal
Variate (SNV) dan Orthogonal Signal Correction (OSC).

1.5 Novelti Penelitian
Penelitian terkait penggunaan NIRS untuk kakao sudah cukup banyak
dilakukan. Penelitian-penelitian itu mencangkup biji kakao mentah, biji kakao
sangrai sampai pada produk olahan kakao semisal bubuk kakao, kakao liquor,

4
dark chocolates dan coklat komersial. Sebagai contoh Nielsen et al. (2008),
Aculey et al. (2010) dan Hue et al. (2014) melakukan penelitian pada biji kakao
yang dibubukkan. Kemudian Kaffka et al. (1982), meneliti bubuk kakao begitu
juga dengan Permanyer dan Perez (1989), Vesela et al. (2007), melakukan
penelitian pada bubuk kakao yang dicampur sukrosa, cocoa fiber dan susu.
Selanjutnya Whitacre et al. (2003) menggunakan kakao liquors yakni biji kakao
yang telah digiling halus dan hasilnya seperti bubur halus dari biji coklat yang
bercampur dengan lemak coklat. Berikutnya Bollinger et al. (1999) mengambil
cocoa butter dan coklat dalam bentuk cairan sebagai bahan uji untuk melihat
viskositas dan kandungan kristal, sementara Moros et al. (2007) memilih coklat
komersial untuk diteliti kadar karbohidrat, lemak dan protein. Penelitian yang
lebih lengkap adalah yang dilakukan oleh Davies et al. (1991) yang penelitiannya
mencakup bubuk biji kakao mentah, bubuk biji kakao sangrai, block mass coklat
dan blok coklat jadi untuk melihat kadar air dan kadar lemak.
Mempelajari berbagai penelitian di atas, dapat disusun novelti untuk
penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini meneliti langsung pada biji kakao mentah kering utuh yang mana
belum pernah dilakukan oleh peneliti lain baik di dalam maupun di luar negeri.
2. Penelitian ini menerapkan penggunaan pretreatment spektrum yang berbeda
dan membandingkan dampaknya dengan ketahanan dan akurasi hasil kalibrasi
dan prediksi. Melalui penelitian ini diharapkan ditemukan metode pretreatment
yang paling sesuai untuk pengolahan biji kakao utuh.

2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kakao
Kakao merupakan tanaman tahunan yang memerlukan lingkungan khusus
untuk dapat berproduksi secara baik. Habitat asli tanaman kakao adalah hutan
tropis dengan naungan pohon-pohon yang tinggi, curah hujan tinggi, suhu
sepanjang tahun relatif sama, serta kelembapan tinggi dan relatif tetap. Dalam
habitat seperti itu, tanaman kakao akan tumbuh tinggi tetapi bunga dan buahnya
sedikit. Kakao (Theobroma cacao) merupakan tumbuhan berwujud pohon yang
berasal dari Amerika Selatan, di alam dapat mencapai ketinggian 10 m. Meskipun
demikian, dalam pembudidayaan tingginya dibuat tidak lebih dari 5 m tetapi
dengan tajuk menyamping yang meluas. Hal ini dilakukan untuk memperbanyak
cabang produktif (Puslitkoka 2010).
Menurut Siregar (2010), dikenal tiga varietas kakao di dunia, yaitu varietas
Criollo, Forastero, dan Trinitario. Varietas Criollo memiliki karakteristik : 1)
buah berwarna merah atau kuning jika matang, 2) dinding buah (kulit) relatif tipis
dan mudah dikupas, 3) kotiledon berwarna putih atau ungu pucat, 4) biji
berbentuk bulat dan padat, dan 5) tekstur buah lembut. Varietas Forastero
mempunyai ciri-ciri : 1) buah berwarna kuning ketika matang, 2) dinding buah
relatif tipis tetapi kadangkala terdapat banyak lapisan sehingga sulit dikupas, 3)
bentuk biji rata, 4) kotiledon berwarna ungu tua atau hitam. Karakteristik varietas
Trinitario sangat berbeda dengan Criollo, walaupun keduanya berasal dari

5
kelompok Venezuelan Cacao. Ciri-ciri menonjolnya bila dibandingkan dengan
Criollo ialah tekstur buah lebih keras, produktivitas buah lebih tinggi, dan mutu
rasa yang lebih rendah.
Tanaman kakao Indonesia yang banyak dibudidayakan di perkebunan rakyat
adalah jenis forastero atau kakao lindak. Buah kakao terdiri atas 3 komponen
utama yakni kulit buah (70% berat buah masak), biji (27-29% berat buah masak)
dan plasenta yang merupakan pengikat dari 30-40 biji. Permukaan biji dilapisi
pulpa berwarna putih dan bila matang mempunyai biji yang diselimuti pulpa yang
lunak dan terasa manis (Mulato et al. 2009).
Bunga kakao, sebagaimana anggota Sterculiaceae lainnya, tumbuh langsung
dari batang (cauliflorous). Bunga sempurna berukuran kecil (diameter maksimum
3 cm), tunggal, namun nampak terangkai karena sering sejumlah bunga muncul
dari satu titik tunas. Penyerbukan bunga dilakukan oleh serangga (terutama lalat
kecil (midge) Forcipomyia, semut bersayap, afid, dan beberapa lebah Trigona)
yang biasanya terjadi pada malam hari. Bunga siap diserbuki dalam jangka waktu
beberapa hari (Puslitkoka 2010).
Buah kakao terdiri dari 5 daun buah dan memiliki ruang dan di dalamnya
terdapat biji. Warna buah berubah-ubah menurut umur dimana sewaktu muda
berwarna hijau hingga ungu dan apabila masak kulit luar buah biasanya berwarna
kuning. Biji terangkai pada plasenta yang tumbuh dari pangkal buah, di bagian
dalam. Biji dilindungi oleh selaput biji (aril) lunak berwarna putih yang dalam
istilah pertanian disebut pulp (Gambar 2.1), Endospermia biji mengandung lemak
dengan kadar yang cukup tinggi. Dalam pengolahan pascapanen, pulp
difermentasi sampai 5 hari lalu biji dikeringkan di bawah sinar matahari.

Gambar 2.1 Biji kakao yang diselimuti pulp terangkai
pada plasenta

2.2 Fermentasi Kakao
Biji tumbuhan kakao jika diolah akan menghasilkan produk yang dikenal
sebagai coklat yang merupakan bahan pangan kegemaran masyarakat karena rasa
istimewa dan dipercaya mempunyai khasiat tertentu. Sebelum biji kakao diolah
menjadi produk coklat, biji kakao harus difermentasi terlebih dahulu dengan
tujuan untuk menghancurkan pulp yang membungkus biji coklat dengan bantuan

6
mikroorganisme yang diperoleh dari udara terbuka. Menurut Rohman (2009),
fermentasi biji kakao akan menghasilkan prekursor cita rasa, mencoklat-hitamkan
warna biji, mengurangi rasa-rasa pahit, asam, manis dan aroma bunga,
meningkatkan aroma kakao dan kacang (nutty), dan mengeraskan kulit biji
menjadi seperti tempurung. Biji yang tidak difermentasi tidak akan memiliki
senyawa prekursor tersebut sehingga citarasa dan mutu biji sangat rendah. Produk
fermentasi yang dihasilkan berupa etanol, asam laktat, dan asam asetat yang akan
berdifusi ke dalam biji dan membuat biji tidak berkecambah.

Tabel 2.1 Komposisi kimia biji kakao sebelum dan setelah fermentasi
Komposisi
Kulit biji
Lembaga
Keping biji
Lemak
Air
Total abu
Nitrogen
Total N
Protein
Amonia
Amida
Theobromin
Kafein
Karbohidrat
Glukosa
Pati
Pectin
Serat
Sellulosa
Pentosa
Gum
Tannin
Asam- asam
Asetat
Oksalat

Sebelum Fermentasi (%)
9.63
0.77
89.60
53.03
3.69
2.63
5.78
2.28
1.50
0.028
0.199
0.71
0.085
14.31
0.30
6.10
2.25
2.09
1.92
1.27
0.38
7.554
0.304
0.104
0.29

Setelah Fermentasi (%)
10.71
0.70
54.68
2.13
2.74
2.16
1.34
0.0024
0.336
1.42
0.0068
0.10
6.14
4.11
2.13
1.90
1.21
1.84
6.15
0.136
0.30

Sumber: Raharjo (1987)

Fermentasi dilakukan sampai 5 hari, yang dapat membuat perubahan
struktur/komponen kimia dari keping biji (Tabel 2.1), sehingga fermentasi akan
menghasilkan biji dengan mutu dan aroma yang baik, membuat biji tahan hama
dan jamur serta menghasilkan biji dengan warna yang cerah dan bersih. Proses
fermentasi dapat menurunkan berat sampai 25% dari berat biji sebelum
difermentasi sebagai akibat dari penguapan air. Fermentasi sampai 5 hari mampu

7
mengurangi sampai sekitar 39.5% kandungan total polifenol yang mana total
polifenol dalam biji kakao adalah sekitar 120-180 gram per kg dari berat kering
biji kakao. Tingkat fermentasi bisa diketahui dengan deteksi kandungan total
polifenol khususnya procyanidin yang terdapat sekitar 58% dari kandungan total
polifenol dalam biji kakao kering. Procyanidin digambarkan dengan rantai R-OH.
(Misnawi et al. 2002; Whitacre 2003; Misnawi et al. 2004; Misnawi 2009; Hii et
al. 2009). Selain itu analisis terhadap senyawa volatile dan perubahan kadar NH3
(amonia) juga bisa digunakan untuk menilai tingkat fermentasi (Aculey et al.
2010 dan Hue et al. 2014).
Mulato et al. (2009) mengatakan bahwa derajat fermentasi berdasarkan
warna keping biji dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tingkat yaitu :
1. Fermentasi kurang, menghasilkan keping biji berwarna ungu penuh (tanpa
fermentasi), warna ungu seperti batu tulis (fermentasi 1 hari) warna ungu dan
coklat sebagian (fermentasi 2 - 3 hari) serta warna coklat dengan sedikit ungu
(fermentasi 4 hari).
2. Terfermentasi sempurna, menghasilkan keping biji berwarna coklat dominan.
3. Fermentasi berlebihan, menghasilkan warna keping biji coklat gelap dan
berbau tidak enak.
Menurut panduan yang dikeluarkan Badan Standarisasi Nasional (2008),
untuk menentukan tingkat fermentasi pada biji kakao dilakukan dengan cara
memotong secara memanjang bagian tipis biji kakao. Tingkat fermentasi
ditentukan dari warna hasil belahan (Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Perbedaan warna bagian dalam biji kakao berdasarkan
tingkat fermentasi (Mulato et al. 2009)

2.3 Standar Mutu Biji Kakao
Standar mutu diperlukan sebagai tolok ukur untuk pengawasan. Pada bisnis
kakao internasional, mutu mempunyai dua pengertian yang mendasar. Pertama,
pengertian umum, dimana mutu adalah suatu parameter yang dikaitkan dengan
sifat fisik, kimiawi, kebersihan, cita rasa dari biji kakao. Sedangkan kedua,
pengertian yang luas, dimana mutu adalah suatu ukuran yang dikaitkan dengan
akseptabilitas dari biji kakao yang diproduksi oleh perusahaan tertentu oleh
pembeli atas dasar standar proses produksi yang diakui internasional (Mulato et
al. 2009)
Penentuan standar mutu untuk mutu biji kakao secara umum dapat
dikelompokkan dalam beberapa bagian seperti karakteristik fisik dan tingkat

8
kontaminasi. Standar mutu terbagi atas dua yaitu syarat mutu umum (Tabel 2.2)
dan syarat khusus (Tabel 2.3).

Tabel 2.2 Persyaratan mutu umum biji kakao (SNI 2008)
JENIS UJI
SATUAN
Serangga hidup
Kadar air
% fraksi masss
Biji berbau asap dan atau hammy dan
atau berbau asing
Kadar benda asing
-

PERSYARATAN
Tidak ada
Maks 7.5
Tidak ada
Tidak ada

Sumber : BSN 2008

Tabel 2.3 Persyaratan mutu khusus biji kakao (SNI 2008)
JENIS MUTU
PERSYARATAN
Kakao
Kakao
Kadar biji Kadar biji Kadar biji
Mulia
Lindak
berjamur
staty berserangga
(Fine Cocoa) (Bulk Cocoa)

I-F
II-F
III-F

I-B
II-B
III-B

Maks 2 Maks 3 Maks 1
Maks 4 Maks 8 Maks 2
Maks 4 Maks 20 Maks 2

Kadar
kotoran
waste

Kadar biji
berkecambah

Maks 1.5
Maks 2.0
Maks 3.0

Maks 2
Maks 3
Maks 3

Sumber : BSN 2008

Selain faktor di atas, parameter kimia (seperti kandungan zat tertentu,
kandungan lemak dan asam lemak bebas) juga menentukan mutu kakao. Lemak
merupakan komponen termahal dari biji kakao sehingga nilai ini dipakai oleh
konsumen sebagai salah satu tolok ukur penentuan harga. Kisaran kadar lemak
biji kakao Indonesia adalah antara 49% - 52%. Selain kadar lemak, kadar asam
lemak bebas juga harus diperhatikan. Biji kakao yang baik seharusnya
mengandung kadar asam lemak bebas di bawah 1% dan dianggap sudah
mengalami kerusakan bila kadar asam lemak bebasnya sudah di atas 1.3 %
(Mulato et al. 2009). Menurut panduan yang dikeluarkan Badan Standarisasi
Nasional (2008), untuk menentukan kadar lemak dan asam lemak dilakukan
dengan mengekstrak biji kakao menggunakan pelarut tertentu.
Mulato et al. (2009) mengatakan bahwa beberapa konsumen terutama
industri makanan dan minuman coklat di Eropa, menghendaki beberapa
persyaratan tambahan yaitu uji organoleptik. Biji kakao yang mempunyai cita rasa
dan aroma khas coklat yang menonjol sangat disukai. Untuk itu persyaratan
fermentasi menjadi penting.

2.4 Teknologi Near Infrared Reflectance Spectroscopy (NIRS)
Menurut Strang (2004), NIRS merupakan teknik atau metode yang
menggunakan radiasi sinar near infrared untuk menganalisis komposisi kimia dari

9
bahan organik. Informasi kandungan kimia ini didapatkan berdasarkan interaksi
pantulan spektra dari bahan setelah diberi radiasi sinar near infrared.
Kata spectroscopy seperti didefinisikan oleh Clark (1999) adalah studi
tentang radiasi elektromagnetik sebagai fungsi dari panjang gelombang yang
mana radiasi tersebut dapat berupa pantulan (reflectance), serapan (absorbance)
dan terusan (transmittance) dari suatu bahan padat, cair atau gas. Bentuk spektrum
dari radiasi near infrared ini yang kemudian digunakan untuk menganalisis dan
memprediksi komposisi kimia bahan tersebut.
Metode NIRS bekerja berdasarkan prinsip bahwa setiap obyek biologik
memiliki karakteristik sifat optik dan elektromagnetik tertentu yang dapat
dianalisis menjadi informasi tentang kandungan kimia obyek tersebut. Beberapa
industri menggunakan metode ini untuk memprediksi kandungan protein, lemak
dan karbohidrat pada produk-produk pertanian, serta menganalisis tingkat
kememaran dan kerusakan pada buah. Di Indonesia, penelitian dan penerapan
akan metode ini masih sangat kurang. Hanya beberapa industri saja yang mulai
menerapkan metode ini karena minimnya tingkat kesadaran konsumen lokal akan
pentingnya mutu suatu produk pertanian (Munawar 2008).
Sheperd et al. (2004) menambahkan bahwa setiap bahan biologik memiliki
karakteristik optik dan bentuk spektrum elektromagnetik yang berbeda-beda
seperti terlihat pada Gambar 2.3 yang mana bentuk spektrum ini akan mencirikan
kandungan kimia dari bahan tersebut. Fenomena ini yang mendorong banyak
ilmuwan untuk meneliti kemungkinan penerapan metode ini untuk memprediksi
mutu suatu bahan organik seperti buah-buahan, tepung, dan daun-daun herbal
yang akan dijadikan bahan pembuatan obat (Workman dan Shenk 2004).

Gambar 2.3 Bentuk spektrum near infrared untuk beberapa bahan biologik
(Sheperd et al. 2004)
NIRS berada pada panjang gelombang 780 – 2500 nm (12.500 – 4.000 cm-1)
dan mengandung lebih banyak struktur informasi yang komplek karena pola
kombinasi ikatannya. Rekaman wilayah gelombang elektromagnetik NIRS
merupakan respon dari ikatan molekul O-H, C-H, C-O dan N-H (Gambar 2.4).

10
Ikatan ini menyebabkan perubahan energi getaran ketika teradiasi oleh frekuensi
NIRS, yaitu getaran meregang (strecth) dan tertekuk (bent) (Cen dan He 2007).

Gambar 2.4 Distribusi ikatan organik utama gelombang elektromagnetik
(Cen dan He 2007)

Menurut Munawar (2008), ketika sebuah sinar yang berasal dari sebuah
sumber jatuh mengenai obyek, maka akan terjadi interaksi antara obyek dan sinar
tersebut yang mana obyek akan memberi respon berupa pantulan, serapan dan
terusan (Gambar 2.5). Respon pantulan (reflectance) dapat berupa pantulan
langsung (specular reflectance) yang mana sinar sepenuhnya dipantulkan kembali
oleh obyek, pantulan semu (diffuse reflectance) yang mana sinar diserap terlebih
dahulu dan kemudian dipantulkan. Respon serapan (absorbance) merupakan
fenomena di mana seluruh sinar pada panjang gelombang tertentu sepenuhnya
diserap oleh bahan, dan respon terusan (transmittance) merupakan respon di mana
sinar pada panjang gelombang tertentu menembus bahan (Siesler et al. 2002;
Munawar 2008 ).
Menurut Siesler (2002), setiap bentuk atau respon yang terjadi dari radiasi
elektromagnetik ini membawa energi foton yang besarnya berbeda-beda. Foton,
sebagaimana didefinisikan oleh Brown et al. (2000) adalah radiasi energi terendah
yang terdapat pada radiasi elektromagnetik.

Sumber cahaya
Pantulan semu
Pantulan langsung

Serapan

Bahan utuh

Transmitan

Gambar 2.5 Interaksi sinar NIRS dengan bahan biologik
(Munawar 2008)

11
Stuth et al. (2003) menambahkan bahwa beberapa foton tersebut
mengakibatkan perpindahan elektron, sementara beberapa lainnya mengakibatkan
getaran molekuler karena bahan-bahan biologik mengandung pita-pita molekul
(molecular bonds) diantara atom-atom. Getaran molekul yang terjadi ini
mengakibatkan pita-pita molekul bergerak ke atas dan ke bawah atau terjadi
tarikan dan regangan pada frekuensi dan panjang gelombang tertentu (Batten
1998). Kejadian ini yang menyebabkan bentuk spektrum yang berbeda-beda untuk
setiap bahan biologik.
Hal penting yang harus diperhatikan dalam memilih set-up pengukuran NIR
adalah penetrasi radiasi NIR yang dapat masuk ke dalam jaringan bahan. Penetrasi
ini biasanya akan semakin berkurang dengan bertambahnya kedalaman bahan
yang akan ditembus. Lammertyn et al. (2000) menemukan kedalaman penetrasi
buah apel yaitu dapat menembus sampai 4 mm pada panjang gelombang 900 –
1900 nm. Kedalaman penetrasi akan berbeda secara signifikan berdasarkan
ketebalan bahan.
Variasi pada ukuran dan suhu partikel sampel mempengaruhi penyebaran
radiasi NIR pada saat melewati bahan. Partikel berukuran besar tidak dapat
menyebarkan radiasi NIR sebanyak radiasi yang diserap, maka semakin tinggi
nilai absorban dan panjang gelombang yang diserap juga akan lebih besar dan
kuat (Drayden 2003).
Bahan organik hanya akan memantulkan sekitar 4% sinar yang diterimanya
dari sebuah sumber melalui permukaan luar (regular reflection) dan sisanya 96%
akan masuk ke dalam produk yang selanjutnya mengalami penyerapan
(absorption), pemantulan (body reflectant), penyebaran (scattering) dan
penerusan sinar (transmittance) (Mohsenin 1984).
Keterangan :
(1) sumber sinar
(2) sistem splitter beam
(3) reflektor
(4) ruang sampel
(5) detektor refleksi difusi
(6) detektor transmisi
(7) sistem analisa kontrol dan pengolah
data dan
(8) printer

Gambar 2.6 Sketsa instrumen pengukur NIRS (Cen dan He 2007)

Pada prinsipnya, instrumen NIRS terdiri atas sumber sinar, sistem splitter
beam, pendeteksi sampel, pendeteksi sinar dan sistem analisis pengolahan data
(Gambar 2.6). Untuk sumber sinar biasanya digunakan lampu Halogen Tungsten
yang murah atau bisa juga lampu LED yang mahal. Sistem splitter beam berguna
menerjemahkan sinar multi warna menjadi sinar tunggal seperti sinar filter,
interferometer dan grating. Pendeteksi sampel disesuaikan dengan bentuk sampel
seperti cair atau padat. Komputer digunakan untuk akuisisi data, komunikasi
kontrol analisis dan analisis numerik pada sistem spectrometer. Parameter NIR
spectrometer dipertimbangkan untuk memperoleh kinerja optimum instrumen.

12
Pemilihan daerah panjang gelombang, larutan, kecepatan pemindaian, angka,
mode, dan interval pengambilan sampel akan mempengaruhi ketepatan dan
pengulangan pengukuran (Cen dan He 2007).

2.5 Aplikasi Chemometric dalam Analisis Pangan
NIRS sendiri tidak dapat mengungkapkan informasi kimia dalam sebuah
spektrum, sehingga chemometrics diperlukan untuk mengekstrak informasi
tentang atribut mutu pangan melalui proses yang disebut kalibrasi multivariat
yang mana hubungan matematis antara NIRS dan parameter mutu diukur akan
terungkap untuk menentukan atribut mutu yang diinginkan (Munawar 2014).
Kesulitan utama yang terjadi di dalam aplikasi NIRS adalah membangun
model yang handal dan kalibrasi yang stabil. Metode chemometrics yang sudah
ada dan sedang berkembang memberikan keuntungan untuk membangun model
yang kuat. Apa yang sebaiknya dilakukan adalah memilih pendekatan yang tepat
untuk menggali informasi berguna dari sekian banyak data spektra, sehingga
terdapat banyak kajian yang fokus pada chemometrics termasuk mengembangkan
teknik chemometric yang sudah ada untuk analisis NIRS. Chemometric adalah
cabang ilmu yang prinsip kerja pengukurannya berdasarkan sifat kimia yang
dimiliki atau proses membangun sistem menggunakan aplikasi metode
matematika atau statistika. Sebagai teknik analisis data multivariate, metode ini
telah diaplikasikan secara luas pada NIRS. Chemometric pada analisis NIRS
terdiri atas tiga aspek yaitu (Cen dan He 2007) :
(1) Pengolahan awal data spektra. Data yang diperoleh dari NIRS terdiri dari
informasi backgr