Mempelajari Pengaruh Lama Fermentasi Dan Penyangraian Biji Kakao (Theobroma cacao L.) Terhadap Mutu Bubuk Kakao

(1)

MEMPELAJARI PENGARUH LAMA FERMENTASI DAN

PENYANGRAIAN BIJI KAKAO

(Theobroma cacao

L.

)

TERHADAP MUTU BUBUK KAKAO

JANNER P. SITUMORANG 050305025

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

MEMPELAJARI PENGARUH LAMA FERMENTASI DAN

PENYANGRAIAN BIJI KAKAO

(Theobroma cacao

L.

)

TERHADAP MUTU BUBUK KAKAO

SKRIPSI

OLEH :

JANNER P. SITUMORANG

050305025 / TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

MEMPELAJARI PENGARUH LAMA FERMENTASI DAN

PENYANGRAIAN BIJI KAKAO

(Theobroma cacao L.)

TERHADAP MUTU BUBUK KAKAO

SKRIPSI

OLEH :

JANNER P. SITUMORANG

050305025 / TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(4)

Judul Skripsi : Mempelajari pengaruh lama fermentasi dan penyangraian biji kakao (Theobroma cacao L.) terhadap mutu bubuk kakao Nama : Janner P. Situmorang

NIM : 050305025

Departemen : Teknologi Pertanian Program Studi : Teknologi Hasil Pertanian

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing :

Ir. Sentosa Ginting, MP Ir. Dr. Herla Rusmarilin, MS Ketua Anggota

Mengetahui,

(Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si)

Ketua Departemen


(5)

ABSTRACT

A STUDY ON THE EFFECT FERMENTATION AND ROASTING TIMES OF CACAO NUTS (Theobroma cocoa L.) ON COCOA POWDER QUALITY

The research was performed to find the effect of fermentation time and roasting time of cocoa nuts (Theobroma cacao L.) on the quality of cocoa powder. The research had been performed using factorial completely randomized design with two factors i.e : fermentation time (T) : (0, 2, 4 and 6 days) and roasting time (P) : (0, 25, 50 and 75 minutes). Parameter analysed were moisture content, ash content, fat content, solubility and organoleptic values (flavour, colour and taste).

The result showed that fermentation time had highly significant effect on moisture content, ash content, fat content and organoleptic values (flavour, colour and taste) and had no significant effect on solubility. Roasting time had highly significant effect on moisture content, organoleptic values (flavour and taste) but had no significant effect on ash content, fat content, solubility and organoleptic value colour. The interaction of fermentation time and roasting had highly significant effect on organoleptic value flavor, had significant effect on organoleptic value taste but had no significant effect on moisture content, ash content, fat content, solubility and organoleptic colour. The 4 fermentation time and 75 minutes roasting time produced the best quality of cocoa powder.

Key words : Cocoa powder, Fermentation time, Roasting time

ABSTRAK

MEMPELAJARI PENGARUH LAMA FERMENTASI DAN

PENYANGRAIAN BIJI KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP MUTU BUBUK KAKAO

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh lama fermentasi dan penyangraian biji kakao (Theobroma cacao L.) terhadap mutu bubuk kakao. Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap dengan dua faktor yakni lama fermentasi (0, 2, 4 dan 6 hari) dan lama penyangraian (0, 25, 50 dan 75 menit). Parameter analisa adalah kadar air, kadar abu, kadar lemak, daya larut dalam air dan nilai organoleptik (aroma, warna dan rasa).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama fermentasi berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak dan nilai organoleptik (aroma, warna dan rasa) dan tidak berpengaruh terhadap daya larut dalam air. Lama penyangraian berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air dan uji organoleptik (aroma dan rasa) dan berbeda tidak nyata terhadap kadar abu, kadar lemak, daya larut dalam air dan uji organoleptik warna. Interaksi antara lama fermentasi dan penyangraian berpengaruh sangat nyata terhadap nilai organoleptik aroma, berbeda nyata terhadap rasa dan berbeda tidak nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, daya larut dalam air dan uji organoleptik warna. Lama fermentasi 4 hari dan penyanggraian 50 menit menghasilkan mutu bubuk kakao yang terbaik.


(6)

RIWAYAT HIDUP

JANNER P. SITUMORANG di lahirkan di Desa Bahsampuran (Kab. Simalungun) pada tanggal 13 Januari 1986. Anak kedelapan dari delapan

bersaudara dari Bapak Emson Situmorang dan Ibu Tionim Rumahorbo yang beragama Kristen Protestan.

Pada tahun 1998 lulus dari SD Negeri 1 Bahsampuran, padan tahun 2001

lulus dari SLTP Negeri 1 Kec. Jorlang Hataran dan pada tahun 2004 lulus dari SMA GKPI P. Bulan Medan. Pada tahun 2005 diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB di Departemen Teknologi Pertanian program studi Teknologi Hasil Pertanian.

Penulis telah mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Central Windu Sejati terletak di Kawasan Industri Medan, tepatnya di Jalan Kolonel Laut Yos Sudarso (Medan – Belawan) Km 10,5 Kecamatan Medan Deli, Kotamadya Medan, Sumatera Utara.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai pengurus Ikatan Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian (IMTHP) pada tahun 2007 – 2008. Penulis juga pernah sebagai anggota Majelis Musawarah Fakultas (MMF) pemerintahan mahasiswa Fakultas Pertanian periode 2009 – 2010. Penulis juga pernah aktif dalam

organisasi intern yaitu Unit Kegiatan Mahasiswa Kelompok Mahasiswa Kristen (UKM-KMK USU).


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Adapun judul skripsi ini adalah ”Mempelajari Pengaruh Lama Fermentasi dan Penyangraian Biji Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Mutu Bubuk Kakao” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Dalam Kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada komisi pembimbing Ir. Sentosa Ginting, MP selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Dr. Herla Rusmarilin, MS selaku anggota komisi pembimbing, atas arahan dan bimbingan yang diberikan selama penyusunan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang tersayang ayah dan ibu, kakak dan abang yang mendo’akan dengan tulus dan memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen komisi penguji atas kesediaan waktu yang diberikan kepada penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh Staf Pengajar di Departemen Teknologi Pertanian atas bimbingan dan motivasi yang diberikan kepada penulis serta kepada seluruh pegawai tata usaha yang selalu bersedia membantu penulis dalam menyelesaikan segala administrasi, kepada rekan-rekan seperjuangan stambuk 2005


(8)

terutama buat Vero, Imel , Ewin, Lutfi dan Tarmiji terimakasih atas bantuan dan motivasinya yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian hingga sampai selesainya dan kelompok kecil Gratia Apostolos Serafin (K” Lady, Ria, Nehemia dan Jenri) yang telah membantu penulis dalam doa dan motivasi dalam melaksanakan penelitian hingga sampai selesainya.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Juni 2010


(9)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Sekilas Tentang Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) ... 6

Buah Kakao dan Komposisi Kimia Bijinya ... 9

Bubuk Kakao ... 13

Flavor ... 15

Fermentasi Biji Kakao Proses Fermentasi ... 16

Tempat Fermentasi ... 20

Pengadukan dan Lama Fermentasi ... 21

Penyangraian ... 23

Pengolahan Biji Kakao Sortasi Buah ... 23

Pengupasan ... 24

Fermentasi ... 24

Perendaman dan Pencucian... 25

Pengeringan ... 26

Penyangraian dan Pembuatan Bubuk Kakao ... 27

Standar Mutu Bubuk Kakao... 28


(10)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Bahan Penelitian... 29

Waktu dan Tempat Penelitian ... 29

Reagensia ... 29

Alat Penelitian ... 29

Metode Penelitian ... 30

Model Rancangan ... 31

Pelaksanaan Penelitian ... 31

Pengamatan dan Pengukuran Data Kadar Air (%) ... 33

Kadar Abu (%) ... 33

Kadar Lemak (%) ... 33

Daya Larut dalam Air (%) ... 33

Uji Organoleptik Aroma, Warna, dan Rasa (Numerik) ... 33

Diagram Alir Penelitian Pembuatan Bubuk Kakao ... 37

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Parameter yang Diamati ... 38

Pengaruh Lama Penyangraian terhadap Parameter yang Diamati .... 39

Kadar Air (%) Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Kadar Air (%)... 40

Pengaruh Lama Penyangraian terhadap Kadar Air (%) ... 42

Pengaruh Interaksi Lama Fermentasi dan Penyangraian Terhadap Kadar Air (%)... 44

Kadar Abu (%) Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Kadar Abu (%) ... 44

Pengaruh Lama Penyangraian terhadap Kadar Abu (%) ... 46

Pengaruh Interaksi Lama Fermentasi dan penyangraian Terhadap Kadar Abu (%) ... 47

Kadar Lemak (%) Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Kadar Lemak (%) ... 47

Pengaruh Lama Penyangraian terhadap Kadar Lemak (%) ... 49

Pengaruh Interaksi Lama Fermentasi dan Penyangraian Terhadap Kadar Lemak (%)... 49

Daya Larut dalam Air (%) Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Daya Larut dalam Air (%)... 49

Pengaruh Lama Penyangraian terhadap Daya Larut dalam Air (%). 49

Pengaruh Interaksi Lama Fermentasi dan Penyangraian Terhadap Daya Larut dalam Air (%) ... 50

Uji Organoleptik Aroma (Numerik) Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Uji Organoleptik Aroma (Numerik)... 50

Pengaruh Lama Penyangraian terhadap Uji Organoleptik Aroma (Numerik)... 52


(11)

Pengaruh Interaksi Lama Fermentasi dan penyangraian

Terhadap Uji Organoleptik Aroma (Numerik) ... 54

Uji Organoleptik Warna (Numerik) Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Uji Organoleptik Warna (Numerik) ... 56

Pengaruh Lama Penyangraian terhadap Uji Organoleptik Warna (Numerik)... 58

Pengaruh Interaksi Lama Fermentasi dan penyangraian Terhadap Uji Organoleptik Warna (Numerik)... 58

Uji Organoleptik Rasa (Numerik) Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Uji Organoleptik Rasa (Numerik) ... 58

Pengaruh Lama Penyangraian terhadap Uji Organoleptik Rasa (Numerik)... 61

Pengaruh Interaksi Lama Fermentasi dan penyangraian Terhadap Uji Organoleptik Rasa (Numerik)... 63

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 66

Saran... 66

DAFTAR PUSTAKA... 67


(12)

DAFTAR TABEL

No Judul Hal

1. Komposisi Kimia Pulp Biji Kakao ... 10

2. Komposisi Kimia Biji Kakao Afrika Barat yang Tidak Difermentasi.... 11

3. Komposisi Kimia Biji Kakao yang Difermentasi ... 12

4. Asam lemak- asam lemak pada lemak kakao ... 13

5. Standar Mutu Bubuk Kakao Indonesia ... 28

6. Skala Uji Hedonik Aroma Bubuk Kakao... 35

7. Skala Uji Hedonik Warna Bubuk Kakao ... 36

8. Skala Uji Hedonik Rasa Bubuk Kakao ... 36

9. Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Parameter yang Diamati ... 38

10. Pengaruh Lama Penyangraian Terhadap Parameter yang Diamati... 39

11. Uji LSR Efek Utama Pengaruh lama Fermentasi terhadap kadar Air (%)... 41

12. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyangraian terhadap Kadar Air (%)... 42

13. Uji LSR Efek Utama Pengaruh lama Fermentasi terhadap Kadar Abu (%) ... 45

14. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Lemak (%)... 47

15. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Uji Organoleptik aroma (Numerik)... 50

16. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyangraian terhadap Uji Organoleptik aroma (Numerik)... 52


(13)

17. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Fermentasi dan Penyangraian Terhadap Uji Organoleptik Aroma (Numerik)... 54 18. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Uji

Organoleptik Warna (Numerik) ... 56 19. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap

Uji Organoleptik Rasa (Numerik)... 59 20. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyangraian Terhadap

Uji Organoleptik Rasa (Numerik)... 61 21. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Fermeentasi dan

Penyangraian Terhadap Uji Organoleptik Rasa (Numerik) ... 63


(14)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal

1. Skema Pembuatan Bubuk kakao... 37 2. Grafik Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Kadar Air (%) ... 41 3. Grafik Pengaruh Lama Penyangraian terhadap Kadar Air (%) ... 43 4. Grafik Hubungan Pengaruh Lama Fermentasi terhadap

Kadar Abu (%). ... 45 5. Grafik Hubungan Pengaruh Lama Fermentasi terhadap

Kadar Lemak (%)... 48 6. Grafik Hubungan Pengaruh Lama Fermentasi terhadap

Organoleptik Aroma (Numerik)... 51 7. Grafik Hubungan Pengaruh Lama Penyangraian terhadap

Organoleptik Aroma (Numerik)... 53 8. Garfik Hubungan Interaksi antara Lama Fermentasi dan

Penyangraian terhadap Organoleptik Aroma (Numerik) ... 55 9. Grafik Hubungan Pengaruh Lama Fermentasi terhadap

Organoleptik Warna (Numerik) ... 57 10. Grafik Hubungan Pengaruh Lama Fermentasi terhadap

Organoleptik Rasa (Numerik) ... 59 11. Grafik Hubungan Pengaruh Lama penyangraian terhadap

Organoleptik Rasa (Numerik) ... 62 12. Garfik Hubungan Interaksi antara Lama Fermentasi dan


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Hal

1. Data Pengamatan Analisa Persentase Kadar Air (%) ... ... 71

2. Data Pengamatan Analisa Persentase Kadar Abu (%)... ... 72

3. Data Pengamatan Analisa Persentase Kadar Lemak (%)... ... 73

4. Data Pengamatan Analisa Persentase Daya Larut (%) ... ... 74

5. Data Pengamatan Analisa Organoleptik Aroma (Numerik) ... ... 75

6. Data Pengamatan Analisa Organoleptik Warna (Numerik)... ... 76


(16)

ABSTRACT

A STUDY ON THE EFFECT FERMENTATION AND ROASTING TIMES OF CACAO NUTS (Theobroma cocoa L.) ON COCOA POWDER QUALITY

The research was performed to find the effect of fermentation time and roasting time of cocoa nuts (Theobroma cacao L.) on the quality of cocoa powder. The research had been performed using factorial completely randomized design with two factors i.e : fermentation time (T) : (0, 2, 4 and 6 days) and roasting time (P) : (0, 25, 50 and 75 minutes). Parameter analysed were moisture content, ash content, fat content, solubility and organoleptic values (flavour, colour and taste).

The result showed that fermentation time had highly significant effect on moisture content, ash content, fat content and organoleptic values (flavour, colour and taste) and had no significant effect on solubility. Roasting time had highly significant effect on moisture content, organoleptic values (flavour and taste) but had no significant effect on ash content, fat content, solubility and organoleptic value colour. The interaction of fermentation time and roasting had highly significant effect on organoleptic value flavor, had significant effect on organoleptic value taste but had no significant effect on moisture content, ash content, fat content, solubility and organoleptic colour. The 4 fermentation time and 75 minutes roasting time produced the best quality of cocoa powder.

Key words : Cocoa powder, Fermentation time, Roasting time

ABSTRAK

MEMPELAJARI PENGARUH LAMA FERMENTASI DAN

PENYANGRAIAN BIJI KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP MUTU BUBUK KAKAO

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh lama fermentasi dan penyangraian biji kakao (Theobroma cacao L.) terhadap mutu bubuk kakao. Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap dengan dua faktor yakni lama fermentasi (0, 2, 4 dan 6 hari) dan lama penyangraian (0, 25, 50 dan 75 menit). Parameter analisa adalah kadar air, kadar abu, kadar lemak, daya larut dalam air dan nilai organoleptik (aroma, warna dan rasa).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama fermentasi berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak dan nilai organoleptik (aroma, warna dan rasa) dan tidak berpengaruh terhadap daya larut dalam air. Lama penyangraian berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air dan uji organoleptik (aroma dan rasa) dan berbeda tidak nyata terhadap kadar abu, kadar lemak, daya larut dalam air dan uji organoleptik warna. Interaksi antara lama fermentasi dan penyangraian berpengaruh sangat nyata terhadap nilai organoleptik aroma, berbeda nyata terhadap rasa dan berbeda tidak nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, daya larut dalam air dan uji organoleptik warna. Lama fermentasi 4 hari dan penyanggraian 50 menit menghasilkan mutu bubuk kakao yang terbaik.


(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada abad modern hampir semua orang mengenal cokelat, merupakan bahan makanan yang banyak digemari masyarakat, terutama bagi anak-anak dan remaja. Salah satu keunikan dan keunggulan makanan dari bahan cokelat karena kandungan lemak coklat bersifat dapat mencair dan meleleh pada suhu tubuh. Bahan makanan dari cokelat juga mengandung gizi yang tinggi karena di dalamnya terdapat protein dan lemak serta unsur-unsur penting lainnya (Khomsan, 2002). Faktor pembatas utama konsumsi cokelat sehari-hari oleh masyarakat adalah harganya relatif tinggi dibandingkan dengan bahan makanan lainnya. Cokelat dapat dibentuk menjadi berbagai jenis makanan seperti es krim (ice cream), toffee, cokelat batang dan sebagainya.

Bubuk kakao (cocoa powder) juga dapat digunakan sebagai bahan pembuat kue dan pengoles roti. Di samping itu, ada produk antara yaitu produk setengah jadi yang kurang dikenal masyarakat, misalnya lemak cokelat (cocoa butter) yang umumnya digunakan oleh industri farmasi dan kosmetika (sebagai bahan dasar pembuat lipstik). Produk cokelat dihasilkan melalui tahapan dan proses yang relatif panjang.

Tanaman kakao merupakan tanaman yang membutuhkan naungan (awal pertumbuhan) untuk tumbuh dengan baik, akan menghasilkan buah kakao yang mengandung biji-biji kakao. Dari biji-biji kakao ini, dengan perlakuan pasca panen, termasuk proses pengolahan dan pengeringan akan dihasilkan biji-biji kakao kering


(18)

yang siap dikirim ke pabrik pengolah (prosesor). Biji kakao diolah menjadi produk-produk setengah jadi dan produk-produk jadi.

Menteri Pertanian Suswono, mengatakan sampai tahun 2009 luas tanaman kakao di Indonesia mencapai 1,54 juta hektar dan menghasilkan 964 ribu ton biji kakao kering. Perkebunan rakyat mendominasi budi daya kakao nasional, dimana lebih dari 90 % dari taksiran total luasan pertanaman dan produksi biji kakao berasal dari kebun yang diusahakan oleh rakyat Sasaran pengembangan kakao Indonesia terutama diarahkan pada sektor perkebunan rakyat dengan menanam kakao lindak, sedangkan jenis kakao mulia diusahakan oleh perusahaan perkebunan.

Kakao merupakan salah satu komoditi eksport non migas yang cukup potensial sebagai penghasil devisa negara. Sumbangan nyata biji kakao terhadap perekonomian Indonesia adalah dalam bentuk devisa dari hasil ekspor biji kakao dan industri kakao. Sumbangan lainnya adalah penyediaan bahan baku untuk industri dalam negeri, baik industri bahan makanan maupun industri kosmetika dan farmasi. Yang tidak kalah pentingnya dari munculnya industri kakao adalah tersedianya lapangan pekerjaan bagi jutaan penduduk Indonesia, yaitu dimulai dari tahap penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, industri, sampai dengan pemasaran.

Biji kakao merupakan salah satu komoditi perdagangan yang mempunyai peluang untuk dikembangkan dalam rangka usaha memperbesar/meningkatkan devisa negara serta penghasilan petani kakao. Produksi biji kakao Indonesia secara signifikan terus meningkat, namun mutu yang dihasilkan sangat randah dan beragam, antara lain kurang terfermentasi atau sama sekali tidak melalui proses fermentasi,


(19)

tidak cukup kering, ukuran biji tidak seragam, kadar kotoran tinggi, keasaman tinggi, citarasa sangat beragam dan tidak konsisten.

Perkembangan budi daya tanaman kakao berkembang amat pesat, disertai pula penyebaran ke kawasan produksi yang lebih terpencar. Tanaman kakao yang dikembangkan adalah klon DR (Djati Runggo) dari tipe mulia dan UAH (Upper

Amazone Hybrid) serta Amelonado Afrika barat dari tipe lindak. Perkembangan budi

daya tanaman kakao yang telah tercapai, ternyata banyak permasalahan-permasalahan yang dihadapi perkakaoan Indonesia.

Beberapa faktor penyebab mutu kakao beragam yang dihasilkan adalah minimnya sarana pengolahan, lemahnya pengawasan mutu serta penerapan teknologi pada seluruh tahapan proses pengolahan biji kakao rakyat yang tidak berorientasi pada mutu. Hal ini tercermin dari harga kakao Indonesia yang relatif rendah dan dikenakan potongan harga dibandingkan dengan produk yang sama dari negara produsen lain. Namun kakao Indonesia mempunyai keunggulan yaitu mengandung lemak cokelat dan dapat menghasilkan bubuk kakao dengan mutu yang baik.

Proses pengolahan buah kakao menentukan mutu pruduk akhir kakao, karena dalam proses fermentasi terjadi pembentukan calon citarasa khas kakao dan pengurangan citarasa yang tidak dikehendaki, misalnya rasa sepat dan pahit.

Bagi kalangan petani yang sebagian besar mengusahakan tanaman kakao dalam jumlah yang terbatas, hampir semuanya mengolah hasil panennya dengan cara langsung menjemur tanpa proses fermentasi, hal ini disebabkan kurangnya sosialisasi dari Departemen Pertanian tentang arti pentingnya fermentasi, sehingga kalangan pedagang lokal menyamakan harga biji kakao yang tidak difermentasi dengan yang


(20)

difermentasi. Cara yang lainnya adalah dengan daun pisang atau talas kemudian dijemur di panas matahari dan cara ini akan menghasilkan biji kakao kering yang kualitasnya rendah.

Biji kakao baik yang difermentasi maupun tidak difermentasi dan dikeringkan kemudian disangrai dan selanjutnya digiling untuk menghasilkan pasta cokelat dan pasta cokelat dipres untuk membuat lemak dan bungkil kakao. Kemudian bugkil kakao digiling dan diayak sehingga dihasilkan bubuk kakao. Proses penyangraian biji kakao yang difermentasi maupun yang tidak difermentasi diduga mempengaruhi mutu dan citarasa bubuk kakao (Mulato, et al., 2002).

Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang

“Mempelajari Pengaruh Lama Fermentasi dan Penyangraian Biji Kakao (Theobroma cacao) Terhadap Mutu Bubuk Kakao” yang dihasilkan.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh lama fermentasi dan lama penyangraian biji kakao (Theobroma cacao) terhadap mutu bubuk kakao, dan sebagai sumber informasi bagi petani tentang arti pentingnya pengolahan pasca panen buah kakao yang baik sehingga menghasilkan biji kakao kering yang bermutu tinggi.

Kegunaan Penelitian

Sebagai sumber informasi pada pembuatan bubuk kakao dan sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.


(21)

Hipotesa Penelitian

Diduga lama fermentasi memberi pengaruh terhadap mutu bubuk kakao, diduga lama penyangraian memberi pengaruh terhadap mutu bubuk kakao, dan diduga adanya interaksi antara lama fermentasi dan penyangraian terhadap mutu bubuk kakao.


(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Sekilas Tentang Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.)

Theobroma cacao adalah nama biologi yang diberikan pada pohon kakao oleh

Linnaeus pada tahun 1753. Tempat alamiah dari genus Theobroma adalah di bagian hutan tropis dengan banyak curah hujan, tingkat kelembaban tinggi, dan teduh. Dalam kondisi seperti ini Theobroma cacao jarang berbuah dan hanya sedikit menghasilkan biji (Spillane, 1995).

Berdasarkan daerah asalnya kakao tumbuh dibawah naungan pohon-pohon yang tinggi. Habitat seperti itu masih dipertahankan dalam budi daya kakao dengan menanam pohon pelindung. Kakao mutlak membutuhkan naungan sejak tanam sampai umur 2 - 3 tahun. Tanaman muda yang kurang naungan pertumbuhannya akan terlambat. Tanaman ini juga tidak tahan angin kencang sehingga tanaman pelindung (penaung) dapat berfungsi sebagai penahan angin (Poedjiwidodo, 1996).

Penaung kakao sangat diperlukan dalam mengatur intensitas penyinaran sinar matahari, tinggi suhu, kelembaban udara, menahan angin, menambah unsur hara dan organik, menekan tumbuhan gulma, dan memperbaiki struktur tanah. Intensitas sinar matahari untuk tanaman muda yang berumur 12 - 18 bulan sekitar 30 – 60 %. Sedangkan untuk tanaman yang sudah produktif, intensitas penyinaran adalah 50 – 75 % (Susanto, 1994).


(23)

Sistematika tanaman kakao secara lengkap adalah sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta

Anak divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Malvales Famili : Sterculiaceae Genus : Theobroma

Spesies : Theobroma cacao, L.

(Poedjiwidodo, 1996).

Kakao (Theobroma cacao, L.) merupakan satu-satunya spesies diantara 22 jenis dalam genus Theobroma yang diusahakan secara komersial. Tanaman ini diperkirakan berasal dari lembah Amazon di Benua Amerika yang mempunyai iklim tropis. Colombus dalam pengembaraan dan petualangannya di benua menemukan dan membawanya ke Spanyol (Poedjiwidodo, 1996).

Tanaman kakao terdiri dari 2 (dua) tipe yang dibedakan berdasarkan atas warna bijinya, warna putih termasuk ke dalam grup Criollo, sedangkan biji tanaman ungu termasuk grup Forastero. Walaupun spesies tanaman yang ada cukup banyak, pada umumnya kakao dibagi 2 (dua) tipe antara lain:

a. Criello : 1. Criello Amerika Tengah 2. Criello Amerika Selatan

b. Forastero : 1. Forastero Amazone

2. Trinitario (merupakan hibrid Criollo dan Forastero)


(24)

Kakao dibawa oleh orang Spanyol ke Indonesia sekitar tahun 1560 melalui Filipina ke daerah Minahasa, Sulawesi Utara. Di daerah itu kakao ditanam sebagai tanaman campuran di pekarangan, dan baru dikembangkan secara luas pada tahun 1820. Pada tahun 1845 tanaman ini terserang penggerek buah kakao (PBK) dan karena ditanam tanpa naungan maka umur tanaman hanya mencapai 12 tahun (Poedjiwidodo, 1996).

Wood, (1987) menyatakan bahwa varietas dari hasil persilangan secara alamiah Criollo dan Trinitario dijumpai di Jawa, Sumatera, Suriname, Costa Rica, Panama, Venezuela, Timur, dan Granada. Dari tipe Trinitario inilah maka dikembangkan sebagai klon, sehingga lahirlah klon-klon DR ( Djati Runggo). Dengan penemuan klon-klon DR ini, maka perkebunan di Jawa Tengah kini berkembang sampai ke Jawa Timur, Sumatera dan daerah lainnya.

Jenis Criello dan Trinitario serta persilangan keduanya dikenal sebagai penghasil kakao mulia (fine cacao). Pada biji kakao jenis ini tidak ditemukan pigmen ungu, setelah difermentasi dan dikeringkan, biji berwarna cokelat muda, dan bila disangrai memberi aroma yang kuat. Jenis Forastero dikenal sebagai penghasil biji kakao lindak (bulk cacao) atau kakao curah. Biji buah segar berwarna ungu, setelah mengalami proses fermentasi dan pengeringan biji berwarna cokelat tua dan bila disangrai aromanya kurang kuat bila dibandingkan dengan kakao mulia (Hudayah, 1985).

Biji kakao sangat diperlukan dalam berbagai macam industri karena sifatnya yang khas, yaitu : (1) biji kakao mengandung lemak yang cukup tinggi (55 %), dimana lemaknya mempunyai sifat yang unik yaitu membeku pada suhu kamar,


(25)

akan tetapi mencair pada suhu tubuh, (2) bagian padatan biji kakao mengandung komponen flavor dan pewarna yang sangat dibutuhkan dalam industri makanan (Djatmiko dan Wahyudi, 1986).

Produk-produk industri kakao dibuat berdasarkan pemanfaatan kedua sifat biji kakao tersebut, yang umumnya berupa bubuk kakao (cocoa powder) atau lemak kakao (cocoa butter). Kedua produk ini terutama lemak kakao adalah bahan yang sangat diperlukan pada industri makanan, farmasi, dan kosmetika (Viskil, 1980).

.Penggunaan biji kakao dalam industri makanan juga mempunyai keuntungan-keuntungan karena flavor khas kakao sangat digemari konsumen dan flavor kakao dapat dikombinasikan dengan flavor lain yang kurang enak (De Zaan, 1975). Dalam hal ini kakao mulia mempunyai keunggulan-keunggulan dibanding dengan lindak. Menurut Minifie, (1999) kakao lindak yang merupakan tipe Forestero dari Afrika Barat dan Brazillia mempunyai rasa pahit dan kasar. Kakao mulia dari Jawa, Somoa, dan Amerika Tengah mempunyai flavor yang enak dan warna yang lebih cerah, dan biasanya dijadikan pencampur untuk memperoleh makanan cokelat yang bermutu tinggi.

Buah Kakao dan Komposisi Kimia Bijinya

Pada dasarnya buah kakao terdiri atas 4 bagian yakni : kulit, placenta, pulp, dan biji. Buah kakao masak berisi 30-40 biji yang diselubungi oleh pulp dan

placenta. Pulp merupakan jaringan halus yang berlendir yang membungkus biji


(26)

sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme yang berperan dalam proses fermentasi (Bintoro, 1977).

Adapun mutu biji kakao menurut Standar Nasional Indonesia adalah sebagai berikut:

I. Bentuk biji : Bulat,lonjong penuh, tebal 1 cm, panjang 1,5 cm dan lebar 1,5 cm Warna : Cokelat rata dan cerah, Bau : Khas coklat, % ka (b/b) maksimal : 8 % , kadar lemak (b/b) min : 55%.

II. Bentuk biji : sedikit berlekuk-lekuk, warna : Cokelat rata dan cerah atau coklat muda, Bau : Khas cokelat, % ka (b/b) maksimal : 8 %, kadar lemak (b/b) minimal 55%.

III.Bentuk biji : Keriput, warna : Cokelat rata dan cerah, Bau : Khas coklat, % ka (b/b) maksimal : 8 %, kadar lemak (b/b) minimal 55%.

(SNI 01 – 2323 - 2000).

Komposisi kimia pulp biji kakao ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Pulp Biji Kakao

Komponen Persen(%)

Air Albuminoid, bahan-bahan yang pahit 0,5 - 0,7

Glukosa 8 - 13

Sukrosa 0,4 - 1,0

Pati trance

Asam tidak menguap 0,2 - 0,4

Besi oksida 0,03

Garam-garam 0,4 - 0,45


(27)

Berbeda dengan pulp, pada biji kakao kandungan airnya sangat rendah, komponen utama penyusun biji kakao adalah lemak. Biji kakao mengandung bermacam-macam senyawa kimia termasuk diantaranya senyawa-senyawa pembentuk flavor, seperti pada Tabel 2 dan 3.

Tabel 2. Komposisi Kimia Biji Kakao Afrika Barat yang Tidak Difermentasi.

Komponen Persen

Kulit biji 9,63

Kecambah 0,77

Keping biji

Lemak 53,05

Air 3,65

Nitrogen

Total N 2,28

Protein N 1,50

Amonia N 0,028

Amida N 0,188

Theobromine 1,71

Kafein 0,085

Karbohidrat

Glukosa 0,30

Pati 6,10

Pektin 2,25

Serat 2,09

Selulosa 1,92 Pentosa 1,27

Gum 0,38

Tanin 7,54

Asam organik

Asetat 0,014

Oksalat 0,29 Sumber: Nasution (1976).


(28)

Tabel 3. Komposisi Kimia Biji Kakao yang Difermentasi.

Komponen Persen(%)

Kulit biji 9,63

Kecambah 0,77

Keping biji

Lemak 54,7

Air 2,1

Abu 2,7

Nitrogen

Total N 2,2

Protein N 1,3

Theobromine 1,4

Kafein 0,07

Karbohidrat

Glukosa 0,1

Pati 6,1

Pektin 4,1

Serat 2,1

Selulosa 1,9 Pentosa 1,2

Gum 1,8

Tanin 6,2

Asam organik

Asetat 0,1

Oksalat 0,3

Sitrat 0,7

Sumber: Minifie, (1999).

Cokelat mempunyai alkoloid seperti theobromin dan phenethylamin yang memiliki efek fisiologi tubuh manusia yaitu aphrodisial (rasa senang). Selain itu juga mengandung Fflavanoid apicatelin dan asam galat yang dapat mencegah penyakit jantung dan memiliki aktivitas anti oksidan sehingga dapat mencegah oksidasi LDL, sebagai anti karsinogen kandungan asam palmitat yang diserap sangat lambat, asam stearat dan asam oleat dibuktikan tidak dapat meninggikan level LDL kolesterol.


(29)

Lemak kakao merupakan jenis lemak yang paling sesuai untuk makanan cokelat, karena memiliki karakterisitk khas yang tidak dimiliki oleh lemak lain. Lemak kakao bewarna kuning pucat , bersifat padat dan rapuh pada suhu di bawah 20° C, mulai melunak pada suhu 30 - 32° C dan mencair pada suhu sekitar 35° C. Berikut ini kandungan asam lemak yang terdapat pada lemak kakao :

Tabel 4. Asam Lemak pada Lemak Kakao

Asam lemak Atom karbon Ikatan rangkap %

Miristat 14 0 0,1

Palmitat 16 0 25,8

Palmitoleat 16 : 1 1 0,3

Stearat 18 0 34,5

Oleat 18 : 1 1 35,3

Linoleat 18 : 2 2 2,9

Arakidat 20 0 1,1

Sumber : Minifie, (1999).

Bubuk Kakao

Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 45/2009 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kakao bubuk adalah produk kakao berbentuk bubuk yang diperoleh dari kakao massa setelah dihilangkan sebagian lemaknya dengan atau tanpa perlakuan alkalisasi. Alkalisasi adalah proses penambahan suatu bahan alkalis yang sesuai dengan biji kakao dengan tujuan untuk mengatur keasaman agar mencapai tingkat yang diinginkan.

Fermentasi dan penyangraian biji mengakibatkan sifat-sifat citarasa bubuk cokelat berbeda-beda misalnya intensitas cocoa flavor, rasa pahit, astringent dan keasaman. Acidifikasi biji kakao oleh asam asetat selama fermentasi berlangsung


(30)

sangat penting untuk pengembangan flavor/citarasa. Perubahan-perubahan ini termasuk peptida-peptida dan asam-asam amino. Fermentasi juga menyebabkan berkurangnya polifenol terlarut dan pada tahap ini juga terjadi pengurangan/ pengeluaran theobromin dan kafein serta komponen-komponen volatil (alkohol, ester dan aldehid). Penyangraian menyebabkan pengembangan aroma spesifik cokelat dengan adanya reaksi Maillard, karamelisasi gula, degradasi protein dan pembentukan komponen volatil seperti pyrazin yang merupakan salah satu komponen flavor yang diinginkan (Anonimousa, 2008).

Biji kakao baik yang difermentasi maupun tidak difermentasi dan dikeringkan kemudian disangrai dan selanjutnya digiling untuk menghasilkan pasta cokelat dan pasta cokelat dipres untuk membuat lemak dan bungkil kakao. Kemudian bungkil kakao digiling dan diayak sehingga dihasilkan bubuk cokelat. Proses penyangraian biji kakao yang difermentasi maupun yang tidak difermentasi diduga mempengaruhi mutu dan citarasa bubuk cokelat (Anonimousb, 2008).

Bubuk cokelat dari biji yang difermentasi termasuk bubuk natural yang memberika nwarna cenderung lebih terang daripada bubuk cokelat dari biji non fermentasi. Bubuk cokelat natural cocok digunakan dalam industri roti; sementara bubuk dengan pH di atas 6,0 biasanya digunakan untuk pembuatan minuman, puding, dan es krim (Anonimous, 2005).


(31)

Flavor

Flavor kakao terutama terbentuk setelah biji mengalami proses fermentasi dan diikuti dengan proses pengeringan. Dua tipe reaksi biokimia yang bertanggung jawab untuk memproduksi prekusor flavor adalah reaksi hidrolisis saat fermentasi dan reaksi oksidasi selama pengeringan biji kakao. Untuk menghasilkan pengembangan flavor yang baik, kedua reaksi tersebut harus diikuti dalam urutan yang benar dan tepat (Lopez, 1986).

Dengan melakukan pemeriksaan dengan kromotografi kertas yang menunjukkan bahwa gula yang terdapat dalam ekstrak biji kakao yang difermentasi terdiri dari glukosa dan fruktosa, sedangkan gula dari biji yang tidak difermentasi hanya mengandung sukrosa. Rohan, (1964) berpendapat bahwa gula reduksi merupakan faktor penting dalam pembentukan aroma kakao.

Saat ini sudah ditemukan sekitar 200 macam senyawa komponen aroma kakao (Minifie, 1999). Diantaranya terdapat 30 macam senyawa pyrazine, 10 pyrole dan 15

furan (Reneccius et al., 1972). Terdapatnya senyawa ini menunjukkan bahwa selama

penyangraian terjadi juga reaksi browning non enzimatis, yaitu reaksi Maillard. Reaksi Maillard dapat berlangsung apabila gula pereduksi bereaksi dengan senyawa-senyawa yang mempunyai gugus NH2 (protein, asam amino, peptida, amonium) dan bahan dipanaskan atau didehidrasi (Winarno, 1997).

Menurut De Zaan (1979), flavor kakao terbentuk dari 2 kelompok besar bedasarkan komponen penyusunnya, yaitu yang mudah menguap dan yang tidak mudah menguap. Kelompok yang mudah menguap terdiri atas 400 senyawa kimia, kelompok yang tidak mudah menguap termasuk diantaranya theobromin dan kafein


(32)

sebagai penyebab rasa pahit dan tannin sebagai penyebab rasa sepat. Biehl, (1984) menyatakan, meskipun lebih dari 50 tahun penelitian dibidang fermentasi kakao, tetapi masih sedikit ditetapkan senyawa yang paling khas pada flavor. Diantara prekusor flavor kakao yang paling sering mendapat perhatian para peneliti adalah asam amino dan gula reduksi. Reaksi-reaksi pembentukan flavor kakao dari asam amino dan gula reduksi terjadi selama penyangraiaan dan salah satu senyawa yang dihasilkan adalah pyrazin (Reymon, 1978).

Fermentasi Biji Kakao

Proses Fermentasi

Salah satu proses pengolahan kakao yang umumnya harus dilakukan adalah fermentasi. Fermentasi adalah suatu reaksi oksidasi dan reduksi dalam sistem biologi yang menghsilkan energi, dimana sebagai gugusan aseptor dan donor elektron adalah gugusan organik yang pada umumnya adalah gula (Winarno dan Fardiaz, 1979).

Proses fermentasi biji kakao berlangsung dengan bermacam-macam cara, misalnya ditumpuk diatas alas tertentu, dimasukkan kedalam keranjang, dimasukkan ke dalam peti atau bak dan diletakkan di atas rak. Pada perusahaan perkebunan umumnya fermentasi kakao dilakukan di dalam peti fermentasi yang disusun beberapa baris sesuai dengan waktu proses fermentasi dan frekuensi pengadukan (Nasution, et al., 1985).

Misnawi, (2005) menyatakan bahwa, fermentasi merupakan tahapan pengolahan yang sangat penting untuk menjamin terbentuknya cita rasa cokelat yang baik. Perubahan-perubahan ini antara lain menyebabkan; perubahan bentuk dan


(33)

warna keping biji, meningkatkan aroma dan rasa serta memperbaiki konsistensi keping biji kakao. Tujuan lain proses fermentasi ini adalah untuk melepaskan pulp dari keping biji, sehingga setelah proses pengeringan, biji kulit tersebut mudah dilepaskan dari keping biji (Rohan, 1963). Perubahan kimiawi dan biologis yang terjadi selama proses fermentasi mengakibatkan pulp hancur dan mencair, biji mati dan terbentuk enzim-enzim tertentu.Proses fermentasi juga dapat menurunkan kadar bahan bukan lemak, sehingga secara relatif kadar lemak akan meningkat (Yusianto, et al., 1997).

Ketika buah pecah, pulp segera akan terkontaminasi oleh mikroorganisme yang ada di udara sekitarnya, sehingga proses fermentasi pulp akan segera terjadi. Proses fermentasi ini akan menyebapkan dua perubahan besar pada pulp yaitu: (1) Peragian gula menjadi alkohol sebagai hasil kerja beberapa jenis ragi dan bakteri asam laktat, (2) peragian alkohol menjadi asam asetat oleh bakteri asam asetat (Yufnal, 1985).

Bersamaan waktunya dengan peragian gula menjadi alkohol, sel pulp akan terurai atau hancur dan cairan yang dikandungnya akan mengalir keluar peti fermentasi secara lambat. Cairan ini dikenal dengan sweating, yang volume dan komposisinya berubah setiap hari dan terus menerus terfermentasi. Cairan ini terlihat menetes dari peti fermentasi, berwarna kuning kecoklatan, agak keruh serta mempunyai bau seperti sari apel (Yufnal, 1985).

Yufnal, (1985) menyatakan bahwa volume sweating yang terbesar dijumpai pada 24 jam pertama dan sangat kaya akan gula, sedang pada akhir penetesan


(34)

Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan proses fermentasi biji kakao tergantung pada jumlah pigmen ungu yang terdapat dari biji segar. Makin besar

jumlah pigmen ini, makin lama proses fermentasi yang dibutuhkan (Nasution, et al., 1985). Waktu fermentasi kakao jenis Criollo jauh lebih singkat

daripada waktu fermentasi kakao jenis Forastero sebagai akibat jumlah pigmen ungu pada kakao jenis Criollo jauh lebih sedikit daripada jumlah pigmen ungu pada kakao jenis Forastero. Hardjosuwito, et al., (1986) mengatakan bahwa kakao mulia lama fermentasinya 3 - 4 hari dan kakao curah 6 - 7 hari, karena selaput lendir pada biji kakao curah berwarna ungu, sedang kakao mulia putih. Beberapa faktor lain yang juga mempengaruhi waktu proses fermentasi antara lain ; tebal pulp biji, varietas kakao, dan jumlah biji yang diolah dalam musim selama pengolahan tersebut.

Forsyth dan Quesnel, (1963) mengatakan bahwa flavor tidak akan terbentuk sebelum biji mati, namun demikian periode fermentasi sebelum biji mati penting untuk menghasilkan panas dan asam asetat melalui fermentasi pulp dalam mengatur kematian dan keasaman biji. Periode ini dapat dipersingkat melalui aerasi kuat pada pulp yang mempercepat produksi asam asetat dan pembentukan panas (Biehl, 1984). Pada saat pulp teraerasi, pH menurun sampai 4,5 dan tidak banyak berubah selama metabolisme yeast. Produksi asam didominasi oleh bakteri asam asetat dan bakteri asam laktat. Bilamana substrat pulp ini digunakan oleh mikroorganisme sampai habis, pH akan naik. Perubahan ini dapat ditandai dengan warna kulit biji kakao yang gelap dan terjadi perubahan bau. Biehl, (1984) mengatakan bahwa konsentrasi maksimal asam asetat pada pulp dijumpai lebih tinggi selama aerasi kuat dibandingkan dengan aerasi lemah.


(35)

Pada permulaan proses fermentasi tumpukan biji mengandung kadar gula yang tinggi, pH dan oksigen rendah sehingga merupakan media yang cocok bagi pertumbuhan ragi. Beberapa mikroorganisme berperan aktif selama proses fermentasi, terutama proses pemecahan gula menjadi alkohol dan perubahan alkohol menjadi asam asetat. Nasution, (1976) mengatakan bahwa selama tahap awal fermentasi kakao, aktivitas ragi sangat kuat dan lebih dari 90 % total mikroorganisme yang terdapat pada tahap ini adalah ragi.

Pada hari pertama proses fermentasi ragi memegang peranan pada proses pemecahan gula menjadi alkohol. Jenis ragi yang umum terdapat pada tumpukan biji

kakao selama fermentasi adalah Saccharomyces cerevisiae,

Saccharomyces theobromae, Saccharomyces ellipsoides, Saccharomyces apiculatus

dan Saccharomyces apimulus (Nasution, et al,. 1985).

Selanjutnya pada hari kedua proses fermentasi terjadi pemecahan alkohol menjadi asam asetat yang dipengaruhi oleh aktivitas bakteri asam asetat. Jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat pada fermentasi biji kakao bervariasi, tergantung pada waktu fermentasi.

Bakteri pemecah alkohol menjadi asam asetat pada hari-hari selanjutnya pada proses fermentasi ini adalah Acetobacter xylinum, Acetobacter ascendens,

Bacterium xylinum dan Bacterium orleanse. Pembentukan asam asetat merupakan

faktor yang sangat penting dari proses kematian biji kakao, asam asetat terbentuk sebesar 0,7 % sampai 1,2 % setelah waktu fermentasi 37 jam dan biji telah mati (Rohan, 1963). Bakteri asam asetat lebih banyak dan lebih cepat tumbuh pada bagian atas tumpukan biji kakao selama proses fermentasi. Hal ini disebabkan oleh karena


(36)

pada proses permulaan fermentasi aliran udara lebih cepat di bagian atas, sehingga menghambat pertumbuhan bakteri asam laktat dan perubahan pH lebih cepat pada bagian ini (Nasution, 1976).

Fermentasi yang sempurna menentukan cita rasa biji kakao dan produk olahannya, termasuk juga karena buah yang masak dan sehat serta pengeringan yang baik. Fermentasi sempurna yang dimaksud adalah fermentasi selama 5 hari sesuai dengan penelitian Sime - Cadbury. Jika fermentasi yang dilakukan kurang atau tidak sempurna, selain citarasa khas cokelat tidak terbentuk, juga sering kali dihasilkan cita rasa ikutan yang tidak dikehendaki, seperti rasa masam, pahit, kelat, sangit, dan rasa tanah (Atmawinata, et al., 1998).

Tempat Fermentasi

Tempat fermentasi dapat berupa kotak-kotak yang memiliki lubang-lubang untuk mengeluarkan cairan dan sirkulasi udara. Dapat pula mempergunakan keranjang dari bambu yang dilapisi dengan daun-daun pisang untuk mengurangi aerasi. Kemudian kotak harus ditutup dengan karung goni, dan sebaiknya kotak fermentasi tidak dibuat dari bahan logam atau besi, karena dapat bereaksi dengan zat

tanin dan menimbulkan noda-noda biru hitam pada biji kakao (Susanto, 1994).

Kapasitas biji kakao yang dapat difermentasi adalah 2,5 kg, 5 kg, dan 7,5 kg.

Untuk peti fermentasi dengan kapasitas 2,5 kg, peti luarnya berukuran (250 x 250 x 250)mm dan peti bagian dalam berukuran (200 x 200 x 200)mm. Jarak

antara dinding bagian dalam dan bagian luar 15 mm. Setiap sisi kubus pada peti fermentasi bagian dalam dilengkapi lubang dengan diameter 12 mm dengan jarak yang sama dari setiap titik lubang. Lubang-lubang ini dimaksudkan untuk


(37)

keluar-masuknya udara yang terdapat dalam kedua dinding tersebut sehingga panas yang diperlukan selama proses fermentasi dapat terkendali (Poedjiwidodo, 1996).

Suhu optimal dalam proses fermentasi adalah 48 - 50o C. Untuk mencapai suhu tersebut diperlukan ketebalan biji tertentu. Untuk fermentasi skala kecil (<100 kg) dengan menggunakan metode Sime - Cadbury ketebalan biji antara 30 - 40 cm. Apabila ketebalan lebih dari 40 cm menyebapkan suhu bagian tengah terlalu tinggi, karena aerasi udara kurang sehingga kegiatan organisme terganggu (Poedjiwidodo, 1996).

Pengadukan dan Lama Fermentasi

Agar fermentasi terjadi secara merata pada seluruh biji diperlukan pengadukan. Pengadukan biasanya diadakan 2 atau 3 kali tergantung tebal lapisan biji. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa untuk mendapatkan hasil fermentasi yang optimal dilakukan pengadukan pada 12 jam pertama, kemudiaan setiap 2 hari sekali selama 6 hari. Pengadukan yang dilakukan hanya sekali akan menyebabkan tumbuhnya jamur pada bagian atas yang dapat menyebabkan slaty. Sebaliknya, bila pengadukan berlebihan akan menyebabkan kulit biji berwarna gelap, biji tengik, dan rapuh (Poedjiwidodo, 1996).

Fermentasi merupakan kunci keberhasilan pengolahan biji kakao, maka waktu fermentasi harus tepat agar mendapatkan hasil yang baik. Waktu fermentasi yang terlalu cepat akan menghasilkan biji kakao yang bermutu rendah yaitu slaty, biji yang teksturnya seperti keju. Sedangkan bila terlalu lama akan biji yang rapuh dan timbul cita rasa yang tidak baik. Semua itu tergantung juga pada macam kakaonya, tetapi


(38)

pada umumnya lama fermentasi sekitar 5 - 7 hari untuk kakao lindak, sedangkan kakao mulia sekitar 3 - 4 hari (Susanto, 1994).

Penambahan ragi tape sebanyak 0,05 % - 0,1 % pada biji sebelum fermentasi akan mempercepat proses fermentsi. Di samping itu, juga akan memperbaiki mutu biji dan menekan pertumbuhan jamur pda fermentasi skala kecil (Susanto, 1994).

Kemasakan buah akan mempengaruhi aktivitas mikroorganisme, dan buah yang masak kandungan gulanya tinggi sehingga aktivitas mikroorganisme lebih tinggi. Disamping itu, buah yang masak juga mempengaruhi tingkat rendemen biji kering, kenampakan biji, dan kualitas biji kering (Susanto, 1994).

Di dalam fermentasi akan terjadi pula perubahan pH. Pada pulp pH - nya akan naik dari 3,6 menjadi 4,5 dalam waktu 2 hari. Hal ini akan terus meningkat menjadi 6,5 bila fermentasi sampai hari ke - 7. Sedangkan pH pada keping biji dari 6,5 akan menurun menjadi 4,5 dalam waktu 2 hari, selanjutnya akan naik lagi. Apabila pH baru mencapai 5 pada akhir fermentasi, hal ini berarti fermentasi tidak sempurna (Susanto, 1994).

Tanda-tanda bahwa proses fermentasi sudah dapat diakhiri adalah sebagai berikut: Biji kakao sudah tampak kering/lembab, berwarna cokelat dan berbau asam cuka, lendir yang melekat pada biji sudah mudah dikupas, bila dipotong melintang, penampang biji tampak seperti cincin berwarna cokelat untuk kakao mulia, dan warna ungu sudah mulai hilang pada kakao lindak (Susanto, 1994).


(39)

Penyangraian

Penyangraian bertujuan untuk membentuk rasa dan citarasa khas cokelat dari biji kakao serta untuk memudahkan untuk mengeluarkan lemak dari dalam biji. Melalui proses fermentasi dan pengeringan yang tepat, biji kakao akan mengandung cukup banyak senyawa pembentuk citarasa dan aroma khas cokelat, antara lain asam amino dan gula reduksi. Selama penyangraian, kedua senyawa tersebut akan bereaksi membentuk senyawa Maillard. Senyawa gula non reduksi (sukrosa) akan terhidrolisis oleh air membentuk senyawa gula reduksi dan kemudian akan melanjutkan reaksi

Maillard. Selain ditentukan oleh keberadaan senyawa calon pembentuk aroma dan

cita rasa, kesempurnaan reaksi sangrai juga dipengaruhi oleh panas, waktu, dan kadar air (Mulato, et al., 2004).

Selama proses penyangraian, air akan menguap dari biji, kulit yang menempel dipermukaan inti biji terlepas, inti biji menjadi cokelat, dan beberapa senyawa akan menguap, antara lain asam, aldehid, furan, pirazin, alkohol, dan ester.

Pengolahan Biji Kakao

Pada dasarnya tahap pengolahan biji kakao untuk memperoleh biji kakao kering bermutu tinggi terdiri atas:

Sortasi Buah

Menurut Nasution, et al., (1985), buah yang telah dipanen lalu dikumpulkan dan dilakukan sortasi. Adapun sortasi itu dibedakan atas dua tingkatan yakni:

a. Sortasi kebun pertama : pemisahan buah dengan kematangan yang seragam dan sehat.


(40)

b. Sortasi kebun kedua : pemisahan buah yang terkena serangan penyakit, buah busuk, kurang masak, terkupas dan tercampur kotoran.

Pengupasan

Pengupasan buah kakao dapat dilakukan dengan mempergunakan pisau, arit pemukul dari kayu. Pengupasan harus terhindar dari kontaminasi alat pengupas yang terbuat dari besi, karena hal itu dapat menimbulkan warna hitam pada biji.

Fermentasi

Fermentasi adalah suatu proses reaksi oksidasi-reduksi di dalam sistem biologi yang menghasilkan energi dimana sebagai donor dan akseptor elektron digunakan bahan organik, biasanya dipakai glukosa dengan bantuan enzim dimana glukosa diubah menjadi alkohol dan asam asetat (Winarno, 1997).

Menurut Nasution, (1976), proses fermentasi biji kakao terdiri atas 2 (dua) bagian :

1. Proses fermentasi secara mikrobiologis (Eksternal Fermentation). 2. Proses fermentasi secara enzimatis (Internal Fermentation)

Menurut Siregar, (1964), dua perubahan besar terjadi selama proses fermentasi. Pertama adalah berubahnya gula yang terdapat pada daging buah menjadi

alkohol dan CO2 oleh ragi (Saccharomyces cerevisiae dan

Saccharomyces theobromae), yang kedua adalah alkohol tersebut diubah menjadi

asam asetat oleh bakteri Acetobakter sp. Panas dan asam yang timbul oleh aktivitas mikroorganisme akan memecah sel-sel pulp menjadi cair .


(41)

Reaksi eksoterm dapat menyebabkan kenaikan temperatur di dalam peti-peti fermentasi oleh adanya aktifitas mikrobia, yang memungkinkan proses fermentasi selesai lebih cepat, karena kematian biji segera terjadi. Naiknya temperatur tumpukan biji terjadi karena timbulnya panas yang berasal dari perubahan reaksi:

- Gula Ethanol + CO2 + 18 kal Ehanol As. Asetat + H2O + 235 kal

- As. Asetat H2O + CO2 + 419 kal (Lopez, 1986).

Perendaman dan Pencucian

Biji yang telah selesai difermentasi ada yang direndam dan dicuci dengan air bersih, tetapi ada pula yang langsung dijemur. Biji akan kelihatan bersih, tetapi lebih rapuh dan mudah pecah. Disamping itu, biji akan mengalami penrunan berat antara 10 – 15 %. Sedang biji yang tidak dicuci, selain memiliki rendemen yang tinggi dan tidak rapuh, aroma yang dihasilkan juga lebih baik, tetapi warnanya kurang menarik. Untuk itu pencucian sebaiknya jangan terlalu bersih (Poedjiwidodo, 1996).

Tujuan dari perendaman biji adalah untuk menghentikan proses fermentasi, memperbaiki penampakan biji, mengurangi asam cuka yang timbul, dan mengurangi warna hitam pada biji. Perendaman dilakukan selama 2 - 3 jam, kemudian dilakukan pencucian. Pencucian dapat dilakukan dengan cara manual dengan tangan ataupun dengan mesin (Susanto, 1994).


(42)

Pengeringan

Tahap pengolahan selanjutnya baik untuk biji yang dicuci ataupun tidak dicuci adalah pengeringan. Pengeringan biji kakao dapat dilakukan secara alami ataupun buatan.. Adapun tujuan umum pengeringan adalah untuk menurunkan kadar air biji kakao dari sekitar 60 % menjadi 6 – 7 %, dan juga agar aman dari serangan cendawan. Pada tahap ini terjadi perubahan-perubahan kimia untuk menyempurnakan pembentukan aroma dan warna yang baik (Wood, 1987).

Pengeringan yang baik umumnya terdiri dari 3 (tiga) fase, yaitu:

1. Pengeringan lambat pada permukaan sampai pengurangan kadar air secukupnya sekedar menghalangi pertumbuhan jamur.

2. Fase oksidasi, pada fase ini berlangsung proses pembentukan aroma dan lanjutan tanin, yaitu penghilangan rasa sepat yang disebapkan kandungan tanin masih tinggi.

3. Pengeringan cepat untuk menguapkan sisa air, sampai kadar air menjadi 6 – 7 %.

(Siregar, 1964).

Pengeringan langsung dapat dilakukan dengan alat pengering buatan yaitu oven dengan temperatur awal 35 - 45o C selama 24 jam dan sisanya dilakukan selama 24 jam dilakukan dengan menaikkan suhu menjadi 46 - 50o C sampai kadar air 6 – 7 % (Susanto, 1994).

Menurut Winarno (1997), kestabilan optimum bahan makanan dapat tercapai jika kadar air bahan berkisar 3 – 7 %, karena pada keadaan tersebut bahan makanan


(43)

tidak mudah terserang oleh ketengikan (oksidasi) dan lebih tahan terhadap serangan mikroorganisme seperti bakteri, kapang, dan khamir.

Penyangraiaan dan Pembuatan Bubuk Kakao

Biji kakao yang sudah kering dengan kadar air sekitar 6 – 7 % digoreng sangan (tanpa menggunakan minyak). Lamanya penyangraian selama 40 menit. Selanjutnya biji dikupas dengan tangan atau dengan menggunakan alat. Setelah bersih, biji kakao tersebut ditumbuk dengan alat penumbuk tradisional atau dengan

menggunakan mesin penggiling sehingga biji menjadi halus (Widyotomo, et al., 2004).

Selanjutnya hasil tumbukan dipres, dengan tujuan untuk memisahkan lemak dan tepung. Pengepres minyak kakao sistem hidrolis dengan tekanan 35 Mpa ini mampu mengeluarkan minyak kakao dari biji yang masih panas yaitu suhu 70o C. Kakao hasil pres dapat dibuat tepung cokelat, sedangkan minyak kakao dapat dijual. (Indarti, 2007).

Tepung yang masih mengandung lemak berkadar rendah ini selanjutnya dikeringkan lagi secara alami dengan sinar matahari atau dengan oven. Setelah kering kemudian diayak untuk mendapatkan tepung yang halus. Akhirnya diperoleh bubuk kakao yang bagus. Bubuk kakao inilah yang dimanfaatkan sebagai bahan campuran minuman, kue, serta untuk membuat permen coklat (Susanto, 1994).


(44)

Standar Mutu Bubuk Kakao

Pengujian bubuk kakao berdasarkan pada Standar Nasional Indonesia mengenai syarat mutu bubuk kakao SNI. 01 – 3747-1995 adalah sebagai berikut:

Tabel 5. Standar Mutu Bubuk Kakao Indonesia

No Komponen Satuan

1. Air (maksimal) 5 % 2. Abu (dari bahan kering, bebas lemak (maksimal) 8 % 3. Lemak cocoa (dari bahan kerin) 15-22% 4. Kealkalian ml NaOH/ 100 gr (dari bahan kering

bebas lemak) (maksimal) 120

5. Serat kasar (maksimal) 5 %

6. lolos ayakan ukuran 70 mesh (maksimal) 80 mes

7. Pati asing negatif

8. Logam berbahaya

Hg 5 ppm

Pb 5 ppm

As 1 ppm

9. Jamur/ kapang <50 koloni/ gr

10. Bakteri E.coli negatif

11. Pasir (maksimal) 0,3 %


(45)

BAHAN DAN METODA

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kakao Mulia yang diperoleh dari perkebunan rakyat Kabupaten semalungun..

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari – Februari 2010 di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Reagensia

Reagensia yang digunakan dalam penelitian ini adalah Aquadest dan n-hexan.

Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, timbangan, aluminium foil , beaker glass, spatula, desikator, gelas piala, gelas ukur, muffle, mortar dan alu, erlenmeyer, soxhlet, hot plate, pH meter, corong, ayakan 50 mesh, pompa hidrolik, blender, tungku penyangraian, pisau, dan kotak fermentasi.


(46)

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari 2 faktor, yaitu :

Faktor I : Lama Fermentasi (T) T1 = 0 hari

T2 = 2 hari T3 = 4 hari T4 = 6 hari

Faktor II : Lama Penyangraian (P) P1 = 0 menit

P2 = 25 menit P3 = 50 menit P4 = 75 menit

Banyaknya kombinasi perlakuan (Tc) adalah 4 x 4 = 16, maka jumlah ulangan (n) adalah sebagai berikut :

Tc(n-1) > 15 16(n-1) > 15

16n >31

n > 1,9………dibulatkan menjadi 2


(47)

ModelRancangan (Bangun, 1991)

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktor dengan model sebagai berikut :

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk dimana :

Yijk : Hasil pengamatan dari faktor T pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j dengan ulangan ke-k

µ : Efek nilai tengah

αi : Efek dari faktor T pada taraf ke-i

βj : Efek dari faktor P pada taraf ke-j

(αβ)ij: Efek interaksi dari faktor T pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j

εijk : Efek galat dari faktor T pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j dalam ulangan ke-k

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji

dilanjutkan dengan uji beda rataan dengan menggunakan uji LSR (Least Significant Range).

Pelaksanaan Penelitian

Proses Pembuatan Bubuk Kakao

1. Disortasi buah kakao yang memiliki mutu baik, tidak busuk, tidak terserang hama/ penyakit, buah muda, dan buah yang terlalu masak dipisahkan dari buah yang baik.


(48)

2. Dilakukan pemeraman buah selama 6 hari agar dapat mempercepat fermentasi dan memudahkan pengeluaran biji.

3. Dilakukan pemecahan buah, hendaknya dilakukan dengan hati-hati agar tidak melukai atau merusak daging buah, biji-biji kakao yang telah dikeluarkan dipisahkan antara biji yang baik, berkecambah, dan biji rusak/busuk/tercampur kotoran, selanjutnya buah yang baik difermentasi.

4. Dilakukan fermentasi selama 0, 2, 4, dan 6 hari di dalam peti kayu ukuran masing-masing 250 x 250 x 250 mm bagian luarnya dan 200 x 200 x 200 mm bagian dalamnya dengan kapasitas biji kakao sebanyak 2,5 kg. dan dilakukan pengadukan pada 12 jam pertama dan setiap 2 hari untuk hari berikutnya. 5. Dilakukan perendaman dengan menggunakan air mentah (PAM) selama 2 jam

dan pencucian setengah bersih setelah biji kakao siap difermentasi.

6. Dikeringkan biji kakao dengan oven selama 50 jam dengan suhu 50o C atau kadar air biji kakao mencapai 7 %.

7. Disangrai (tanpa minyak) biji kakao pada suhu 85 - 90o C selama 0, 25, 50, dan 75 menit dengan menggunakan kuali tanah. Selanjutnya kulit dikupas dengan tangan.

8. Dihaluskan biji kakao dengan mesin pengiling blender sehingga biji menjadi halus. Selanjutnya hasil gilingan dipres, dengan tujuan untuk memisahkan lemak kakao dengan bungkil inti biji.

9. Dikeringkan kembali bungkil inti biji berlemak rendah tersebut dengan oven suhu 100o C selama 20 menit dan bungkil biji tersebut digiling kembali hingga diperoleh bubuk kakao yang halus lewat ayakan 50 mesh.


(49)

10.Bubuk kakao siap untuk dikemas.

Pengamatan dan Pengukuran Data

Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap parameter :

1. Kadar Air (%) 2. Kadar Abu (%) 3. Kadar Lemak (%)

4. Daya Larut dalam Air (%)

5. Uji Organoleptik (Warna, Aroma, dan Rasa) (Numerik)

Parameter Penelitian

Penentuan Kadar Air dengan Metode Oven ( AOAC, 1984 )

Ditimbang bahan sebanyak 5 gram dan dimasukkan ke dalam aluminium foil yang telah diketahui berat kosongnya. Kemudian dikeringkan bahan dalam oven pada suhu 1050 C selama 4 jam lalu dimasukkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Selanjutnya dimasukkan kembali di dalam oven selama 30 menit lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Perlakuan ini dilakukan sampai diperoleh berat yang konstan. Pengurangan berat merupakan banyaknya air yang telah diuapkan dari bahan dengan perhitungan:

Berat awal – Berat akhir

Kadar Air = X 100 %


(50)

Penentuan Kadar Abu (Sudarmadji, et al., 1989)

Disiapkan cawan pengabuan, kemudian bakar dalam tanur, didinginkan dalam tanur dan ditimbang. Ditimbang sebanyak 3 – 5 gram sampel dalam cawan tersebut, kemudian letakkan dalam tanur pengabuan, dibakar sampai didapat abu berwarna abu-abu atau sampai beratnya tetap, pertama suhu 4000 C dan kedua pada suhu 5500 C. Didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang dan dihitung kadar abunya dengan rumus :

Berat abu akhir

Kadar Abu = X 100 %

Beral sampel

Penentuan Kadar Lemak (Sudarmadji, et al., 1989).

Kadar lemak ditentukan dengan dengan cara ekstraksi dengan soxhlet. Contoh sebanyak 5 gram dikeringkan di dalam oven 70o C sampai mencapai berat konstan, kemudian dimasukkan ke dalam selonsong yang terbuat dari kertas saring dan ditutup. Selonsong yang telah berisi bahan dimasukkan ke dalam alat soxhlet yang berisi pelarut heksan dan diekstraksi selama 5 - 6 jam, lalu selonsong dikeluarkan dari alat soxhlet. Heksan yang telah digunakan dalam proses ekstraksi dipindahkan ke dalam beaker glass yang telah diketahui berat awalnya. Beaker glass kemudiaan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 40o C sampai mencapai berat stabil kemudiaan dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Selisih antara beaker

glass awal danbeaker glass akhir setelah didesikator adalah berat lemak pada bahan.

a

Kadar lemak (%) = X 100%

b Keterangan : a = berat lemak


(51)

Penentuan Daya Larut dalam Air (%) (SNI 06-1451-1989)

Ditimbang dengan teliti 2 gram contoh, kemudian dimasukkan ke dalam labu

ukur 250 ml. Dibilas botol timbang dengan air aquadest sampai volume kira-kira 150 ml. Kemudian dikocok dan dibiarkan beberapa jam sambil sesekali digoyangkan.

Ditambahkan air sampai tanda tera dan dibiarkan sampai 24 jam di dalam oven pada suhu 37o C. Disaring dan pipet 10 ml filtrat dimasukkan ke dalam kurs porselin 50 ml yang diketahui beratnya. Dipanaskan dalam oven selama 3 jam hingga bobot tetap.

Daya Larut dalam Air = ( ) x100%

C B A

Dimana : A = Berat pinggan porselin + isi (g) B = Berat pinggan (g)

C = Berat contoh (g)

Penentuan Uji Organoleptik Aroma, Warna, dan Rasa (Soekarto, 1985).

Penentuan uji organoleptik aroma, warna, dan rasa dilakukan dengan uji kesukaan terhadap 10 panelis dengan ketentuaan sebagai berikut: Proporsi nilai organoleptik aroma 50%, warna 25% dan rasa 25%.

Tabel 6. Skala Uji Hedonik Aroma Bubuk Kakao

Skala hedonik Skala numerik

Sangat Kuat 4

Kuat 3

Agak Kuat 2


(52)

Tabel 7. Skala Uji Hedonik Warna Bubuk Kakao

Skala hedonik Skala Numerik

Sangat coklat 4

Coklat 3

Agak coklat 2

Tidak coklat 1

Tabel 8. Skala Uji Hedonik Rasa Bubuk Kakao

Skala hedonik Skala Numerik

Tidak Pahit 4

Agak Pahit 3

Pahit 2


(53)

Gambar 1. Skema Pembuatan Bubuk kakao.

Buah kakao

Sortasi buah

Pemeraman buah selama 6 hari

Fermentasi

Perendaman dalam air selama 2 jam dan pencucian lama fermentasi (T)

T1 = 0 hari T2 = 2 hari T3 = 4 hari T4 = 6 hari

Pengeringan biji kakao dengan suhu 50oselama 50 jam

Penyangraian dengan suhu 90o C

Lama penyangraian (P) P1 = 0 menit P2 = 25 menit P3 = 50 menit P4 = 75 menit Pengupasan kulit

Penumbukan dan pengepresan

Pengeringan suhu 100o C selama 20 menit

Digiling dan diayak dengan ayakan 50 mesh

Bubuk kakao

Kadar air, kadar abu, kadar lemak, daya larut, organoleptik (aroma, warna, dan rasa). Dilakukan analisa


(54)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama fermentasi dan penyangraian biji kakao memberikan pengaruh tehadap hasil bubuk kakao dan dapat dijelaskan sebagai berikut.

Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Parameter yang Diamati

Secara umum hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa lama fermentasi memberikan pengaruh terhadap kadar air (%), kadar abu (%), kadar lemak (%), daya larut dalam air, dan uji organoleptik terhadap aroma, warna

dan rasa (numerik).

Tabel 9. Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Parameter yang Diamati

Perlakuan

kadar Air (%)

Kadar Abu (%)

Kadar Lemak (%)

Daya Larut (%)

Uji Organoleptik (Numerik)

Aroma Warna Rasa

T1= 0 hari 5.816 6.640 27.303 88.537 2.163 1.938 1.850

T2= 2 hari 5.022 5.495 23.660 89.590 2.900 2.613 2.750

T3= 4 hari 3.639 4.987 22.826 90.966 3.400 3.650 3.550

T4= 6 hari 3.456 3.843 22.534 91.688 3.263 3.225 3.400

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa lama fermentasi memberikan pengrauh terhadap parameter yang diamati. Persentase kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (lama fermentasi 0 hari) yaitu sebesar 5,816 % dan terendah terdapat pada T4 (lama fermentasi 6 hari) yaitu sebesar 3,456 %, kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (lama fermentasi 0 hari) yaitu sebesar 6,640 % dan terendah terdapat pada T4 (lama fermentasi 6 hari) yaitu sebesar 3,843 %, kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (lama fermentasi 0 hari) yaitu sebesar 27,303 %


(55)

dan terendah terdapat pada T4 (lama fermentasi 6 hari) yaitu sebesar 22,534 % daya larut tertinggi terdapat pada perlakuan T4 (lama fermentasi 6 hari) yaitu sebesar 91,688% dan terendah terdapat pada T1 (lama fermentasi 0 hari) yaitu sebesar 88,537 %, dan uji organoleptik (numerik) aroma tertinggi terdapat pada perlakuan T3 (lama fermentasi 4 hari) yaitu sebesar 3,400 dan terendah terdapat pada T1 (lama fermentasi 0 hari) yaitu sebesar 2,163 warna tertinggi terdapat pada perlakuan T3 (lama fermentasi 6 hari) yaitu sebesar 3,650 dan terendah terdapat pada T1 (lama fermentasi 0 hari) yaitu sebesar 1,938, rasa tertinggi terdapat pada perlakuan T3 (lama fermentasi 4 hari) yaitu sebesar 3,550 dan terendah terdapat pada T1 (lama fermentasi 0 hari) yaitu sebesar 1,850.

Pengaruh Lama Penyangraian terhadap Parameter yang Diamati

Secara umum hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa lama penyangraian memberikan pengaruh terhadap kadar air (%), kadar abu (%), kadar lemak (%), daya larut dalam air (%), dan uji organoleptik terhadap aroma, warna dan rasa (numerik).

Tabel 10. Pengaruh Lama Penyangraian Terhadap Parameter yang Diamati

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa lama penyangraian memberikan pengrauh terhadap parameter yang diamati. Persentase kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (lama penyangraian 0 menit) yaitu sebesar 5,005 % dan terendah

Perlakuan kadar Air Kadar Abu Kadar Lemak Daya Larut Uji Organoleptik (Numerik) (%) (%) (%) (%) Aroma Warna Rasa

P1= 0 menit

5.005

5.286 24.286 88.022 2.550 2.738 2.613

P2= 25 menit

4.562

5.251 23.925 90.391 2.913 2.825 2.825

P3= 50 menit

4.326

5.124 23.809 91.161 3.175 2.913 3.025

P4= 75 menit

4.041


(56)

terdapat pada P4 (lama penyangraian 75 menit) yaitu sebesar 4,041 %, kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (lama penyangraian 75 menit) yaitu sebesar 5,302 % dan terendah terdapat pada P3 (lama penyangraian 50 menit) yaitu sebesar

5,124 %, kadar lemak tertingi terdapat pada perlakuan P4 (lama penyangraian 75 menit) yaitu sebesar 24,304 % dan terendah terdapat pada

P3 (lama penyangraian 50 menit) yaitu sebesar 23,809 %, daya larut tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (lama penyangraian 75 menit) yaitu sebesar 91,209 % dan terendah terdapat pada P1 (lama penyangraian 0 menit) yaitu sebesar 88,022 %, dan uji organoleptik (numerik) aroma tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (lama penyangraian 50 menit) yaitu sebesar 3,175 dan terendah terdapat pada P1 (lama penyangraian 0 menit) yaitu sebesar 2,550, warna tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (lama penyangraian 75 menit) yaitu sebesar 2,950 dan terendah terdapat pada P1 (lama penyangraian 0 hari) yaitu sebesar 2,738, rasa tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (lama penyangraian 75 menit) yaitu sebesar 3,088 dan terendah terdapat pada P1 (lama penyangraian 0 menit) yaitu sebesar 2,613.

Kadar Air (%)

Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Kadar Air (%)

Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 1 dapat dilihat bahwa lama fermentasi memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air (%). Hasil pengujian dengan uji LSR menunjukkan pengaruh lama fermentasi terhadap kadar air untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 11.


(57)

Tabel 11. Uji LSR Efek Utama Pengaruh lama Fermentasi terhadap Kadar Air (%)

LSR Lama Fermentasi

(T) Notasi

Perlakuan

0.05 0.01

Rataan

0.05 0.01

- - - T1 = 0 Hari 5.816 a A

2 0.118 0.163 T2 = 2 Hari 5.022 b B

3 0.124 0.171 T3 = 4 Hari 3.639 c C

4 0.127 0.176 T4 = 6 Hari 3.456 d D

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) pada tabel yang sama. Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa perlakuan T1 berbeda sangat nyata dengan T2, T3 dan T4. Perlakuan T2 berbeda sangat nyata dengan perlakuan T3 dan T4. Perlakuan T3 berbeda sangat nyata dengan perlakuan T4. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan T1 yaitu sebesar 5,816 % dan terendah terdapat pada perlakuan T4 yaitu sebesar 3,456 %.

Hubungan antara lama fermentasi biji kakao dengan kadar air mengikuti garis regresi linier seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Kadar Air (%)

Ŷ= -0.4232T + 5.7528 r = - 0.9660

0 1 2 3 4 5 6 7

0 1 2 3 4 5 6 7

Lama Fermentasi (Hari)

Kadar Air

(%


(58)

Dari Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin lama fermentasi, kadar air akan semakin menurun. Penurunan kadar air terjadi karena semakin lama fermentasi menyebabkan aktifitas mikroba semakin meningkat dan aktifitas enzim lebih aktif. Reaksi ini menghasilkan panas selama proses fermentasi sehingga pulp menjadi encer. Hal ini menyebabkan jaringan kompleks dalam biji kakao terdegradasi dalam bentuk senyawa organik yang lebih sederhana. Hancurnya pulp dari biji menyebabkan pori-pori biji terbuka dan hal ini mempermudah pengeluaran air bebas sehingga mempermudah dalam proses pengeringan (Nasution et al., 1985).

Pengaruh Lama Penyangraian terhadap Kadar Air (%)

Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 1 dapat dilihat bahwa lama fermentasi memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air (%). Hasil pengujian dengan uji LSR menunjukkan pengaruh lama penyangraian terhadap kadar air untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyangraian terhadap Kadar Air (%)

LSR Notasi Perlakuan

0.05 0.01 Lama Penyangraian (P) Rataan 0.05 0.01

- - - P1 = 0 Menit 5.005 a A

2 0.118 0.163 P2 = 25 Menit 4.562 b B

3 0.124 0.171 P3 = 50 Menit 4.326 c C

4 0.127 0.176 P4 = 75 Menit 4.041 d D

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) pada tabel yang sama. Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa perlakuan P1 berbeda sangat nyata dengan P2, P3 dan P4. Perlakuan P2 berbeda sangat nyata dengan perlakuan P3 dan P4.


(59)

Perlakuan P3 berbeda sangat nyata dengan perlakuan P4. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan P1 yaitu sebesar 5,005 % dan terendah terdapat pada perlakuan P4 yaitu sebesar 4,041 %.

Hubungan antara lama fermentasi biji kakao dengan kadar air mengikuti garis regresi linier seperti terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik Pengaruh Lama Penyangraian terhadap Kadar Air (%)

Dari Gambar 3 semakin lama penyangraian maka kadar air semakin menurun. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut, bahwa semakin lama penyangraian maka semakin banyak air yang menguap dari bahan. Pada awal penyangraian laju penguapan air dari bahan besar dan terjadi dengan cepat, hal ini disebabkan karena pada awal perlakuan penyangraian persentase air masih tinggi sedangkan semakin lama penyangraian maka laju penguapan semakin lambat.

Laju penguapan menurun seiring dengan penurunan kadar air selama proses penyangraian. Jumlah air bebas semakin lama semakin kecil. Perubahan kadar air ini

Ŷ = -0.0125P + 4.9525 r = - 0.9904

0 1 2 3 4 5 6

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Lama Penyangraian (Menit)

Kadar Air

(%


(60)

akan mempengaruhi daya simpan dari bubuk kakao yang dihasilkan. Semakin kecil kadar air maka daya simpan semakin lama.

Kadar air bubuk cokelat pada penelitian ini relatif rendah pada setiap perlakuan, sesuai dengan syarat mutu cokelat SNI 01-3747-1995, yaitu kadar air bubuk cokelat 5,0 %. Menurut Minifie (1999), selama penyangraian akan terjadi perubahan-perubahan, antara lain: perubahan tekstur kulit biji sehingga mempermudah pengupasan kulit dan pengurangan kadar air.

Pengaruh Interaksi antara Lama Fermentasi dan Penyangraian terhadap Kadar Air (%)

Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 1 dapat dilihat bahwa lama fermentasi dan penyangraian biji kakao memberi pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air bubuk kakao yang dihasilkan, sehingga uji dengan LSR tidak dilanjutkan.

Kadar Abu (%)

Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Kadar Abu (%)

Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 2 dapat dilihat bahwa lama fermentasi memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu (%). Hasil pengujian dengan uji LSR menunjukkan pengaruh lama fermentasi terhadap kadar abu untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 13.


(1)

Lampiran 2. Data Pengamatan Analisa Persentase Kadar Abu (%)

Ulangan

Perlakuan

I II Total Rataan

T1P1 6.527 6.987 13.514 6.757

T1P2 6.533 6.921 13.454 6.727

T1P3 6.721 6.423 13.144 6.572

T1P4 6.502 6.502 13.004 6.502

T2P1 5.582 5.635 11.217 5.609

T2P2 5.561 5.499 11.060 5.530

T2P3 5.001 5.540 10.541 5.271

T2P4 5.578 5.562 11.140 5.570

T3P1 4.895 4.851 9.746 4.873

T3P2 4.818 4.882 9.700 4.850

T3P3 4.728 4.962 9.690 4.845

T3P4 5.877 4.882 10.759 5.380

T4P1 3.992 3.821 7.813 3.907

T4P2 3.921 3.872 7.793 3.897

T4P3 3.899 3.721 7.620 3.810

T4P4 3.893 3.621 7.514 3.757

Total 167.709

Rataan 5.241

Daftar Analisis Sidik Ragam Persentase Kadar Abu (%)

SK db JK KT F hit. F.05 F.01

Perlakuan 15 33.00 2.20 36.35 ** 2.35 3.41 T 3 32.32 10.77 178.05 ** 3.63 5.29 T Lin 1 31.68 31.68 523.43 ** 4.49 8.53 T Kuad 1 0.00 0.00 0.00 tn 4.49 8.53 T Kub 1 0.65 0.65 10.72 ** 4.49 8.53 P 3 0.16 0.05 0.86 tn 3.63 5.29 P Lin 1 0.00 0.00 0.04 tn 4.49 8.53 PKuad 1 0.09 0.09 1.50 tn 4.49 8.53 P Kub 1 0.06 0.06 1.03 tn 4.49 8.53 TxP 9 0.52 0.06 0.95 tn 2.54 3.78 Galat 16 0.97 0.06

Total 31 33.97

Keterangan: FK = 878.95 KK = 4.694%

** = sangat nyata * = nyata tn = tidak nyata


(2)

Lampiran 3. Data Pengamatan Analisa Persentase Kadar Lemak (%)

Ulangan Perlakuan

I II Total Rataan

T1P1 28.407 26.407 54.814 27.407

T1P2 27.993 26.468 54.461 27.231

T1P3 28.240 26.154 54.394 27.197

T1P4 27.486 27.270 54.756 27.378

T2P1 25.634 22.234 47.868 23.934

T2P2 23.153 24.170 47.323 23.662

T2P3 24.895 22.009 46.904 23.452

T2P4 24.157 23.030 47.187 23.594

T3P1 24.020 22.325 46.345 23.173

T3P2 22.690 21.932 44.622 22.311

T3P3 21.015 23.460 44.475 22.238

T3P4 22.058 25.107 47.165 23.583

T4P1 22.932 22.325 45.257 22.629

T4P2 22.692 22.301 44.993 22.497

T4P3 23.842 20.853 44.695 22.348

T4P4 23.562 21.765 45.327 22.664

Total 770.586

Rataan 24.081

Daftar Analisis Sidik Ragam Persentase Kadar Lemak (%)

SK db JK KT F hit. F.05 F.01

Perlakuan 15 119.26 7.95 3.96 ** 2.35 3.41

T 3 116.22 38.74 19.27 ** 3.63 5.29

T Lin 1 91.71 91.71 45.62 ** 4.49 8.53

T Kuad 1 22.46 22.46 11.17 ** 4.49 8.53

T Kub 1 2.05 2.05 1.02 tn 4.49 8.53

P 3 1.52 0.51 0.25 tn 3.63 5.29

P Lin 1 0.00 0.00 0.00 tn 4.49 8.53

PKuad 1 1.47 1.47 0.73 tn 4.49 8.53

P Kub 1 0.05 0.05 0.03 tn 4.49 8.53

TxP 9 1.52 0.17 0.08 tn 2.54 3.78

Galat 16 32.16 2.01

Total 31 151.43

Keterangan:

FK = 18,556.34

KK = 5.888%

** = sangat nyata

* = nyata


(3)

Lampiran 4. Data Pengamatan Analisa Persentase Daya larut

Dalam Air (%)

Ulangan Perlakuan

I II Total Rataan

T1P1 81.002 86.003 167.005 83.503 T1P2 86.021 91.031 177.052 88.526 T1P3 89.502 92.504 182.006 91.003 T1P4 91.231 91.005 182.236 91.118 T2P1 84.501 87.502 172.003 86.002 T2P2 91.003 89.678 180.681 90.341 T2P3 90.754 91.257 182.011 91.006 T2P4 91.023 91.003 182.026 91.013 T3P1 90.536 91.036 181.572 90.786 T3P2 86.023 96.023 182.046 91.023 T3P3 91.009 91.021 182.030 91.015 T3P4 91.050 91.032 182.082 91.041 T4P1 91.562 92.031 183.593 91.797 T4P2 91.323 92.023 183.346 91.673 T4P3 92.210 91.032 183.242 91.621 T4P4 91.801 91.523 183.324 91.662 Total 2886.255

Rataan 90.195

Daftar Analisis Sidik Ragam Persentase Daya Larut Dalam Air (%)

SK db JK KT F hit. F.05 F.01 Perlakuan 15.000 158.741 10.583 1.962 tn 2.350 3.410

T 3.000 47.503 15.834 2.935 tn 3.630 5.290 T Lin 1.000 46.901 46.901 8.695 ** 4.490 8.530 T Kuad 1.000 0.219 0.219 0.041 tn 4.490 8.530 T Kub 1.000 0.382 0.382 0.071 tn 4.490 8.530 P 3.000 53.779 17.926 3.323 tn 3.630 5.290 P Lin 1.000 42.693 42.693 7.915 * 4.490 8.530 PKuad 1.000 10.780 10.780 1.998 tn 4.490 8.530 P Kub 1.000 0.307 0.307 0.057 tn 4.490 8.530

TxP 9.000 57.459 6.384 1.184 tn 2.540 3.780 Galat 16.000 86.307 5.394

Total 31.000 245.048 Keterangan:

FK = 260327.123 KK = 0.026

** = sangat nyata * = nyata tn = tidak nyata


(4)

Lampiran 5. Data Pengamatan Analisa Uji Organoleptik Aroma(Numerik)

Ulangan

Perlakuan

I II Total Rataan

T1P1 2.100 2.000 4.100 2.050

T1P2 2.200 2.100 4.300 2.150

T1P3 2.200 2.200 4.400 2.200

T1P4 2.300 2.200 4.500 2.250

T2P1 2.500 2.700 5.200 2.600

T2P2 2.800 2.900 5.700 2.850

T2P3 3.100 3.200 6.300 3.150

T2P4 3.000 3.000 6.000 3.000

T3P1 2.800 2.900 5.700 2.850

T3P2 3.200 3.300 6.500 3.250

T3P3 3.800 3.900 7.700 3.850

T3P4 3.700 3.600 7.300 3.650

T4P1 2.700 2.700 5.400 2.700

T4P2 3.300 3.500 6.800 3.400

T4P3 3.400 3.600 7.000 3.500

T4P4 3.300 3.600 6.900 3.450

Total 93.800

Rataan 2.931 Daftar Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Aroma (Numerik)

SK db JK KT F hit. F.05 F.01

Perlakuan 15 9.779 0.652 69.538 ** 2.350 3.410 T 3 7.371 2.457 262.089 ** 3.630 5.290 T Lin 1 3.500 3.500 373.333 ** 4.490 8.530 T Kuad 1 1.531 1.531 163.333 ** 4.490 8.530 T Kub 1 2.340 2.340 249.600 ** 4.490 8.530 P 3 1.836 0.612 65.289 ** 3.630 5.290 P Lin 1 1.406 1.406 150.000 ** 4.490 8.530 PKuad 1 0.405 0.405 43.200 ** 4.490 8.530 P Kub 1 0.025 0.025 2.667 tn 4.490 8.530 TxP 9 0.571 0.063 6.770 ** 2.540 3.780 Galat 16 0.150 0.009

Total 31 9.929 Keterangan:

FK = 274.95 KK = 3.303%

** = sangat nyata * = nyata tn = tidak nyata


(5)

Lampiran 6. Data Pengamatan Analisa Uji Organoleptik Warna (Numerik)

Ulangan

Perlakuan

I II Total Rataan T1P1 1.700 1.800 3.500 1.750 T1P2 1.800 1.800 3.600 1.800 T1P3 1.900 1.900 3.800 1.900 T1P4 1.900 2.700 4.600 2.300 T2P1 2.400 2.500 4.900 2.450 T2P2 2.500 2.600 5.100 2.550 T2P3 2.700 2.700 5.400 2.700 T2P4 2.700 2.800 5.500 2.750 T3P1 3.500 3.700 7.200 3.600 T3P2 3.700 3.700 7.400 3.700 T3P3 3.800 3.700 7.500 3.750 T3P4 3.600 3.500 7.100 3.550 T4P1 3.200 3.100 6.300 3.150 T4P2 3.300 3.200 6.500 3.250 T4P3 3.300 3.300 6.600 3.300 T4P4 3.200 3.200 6.400 3.200 Total 91.40

Rataan 2.86

Daftar Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Warna (Numerik)

SK db JK KT F hit. F.05 F.01

Perlakuan 15 13.92 0.93 39.07 ** 2.35 3.41 T 3 13.36 4.45 187.46 ** 3.63 5.29 T Lin 1 9.60 9.60 404.38 ** 4.49 8.53 T Kuad 1 2.42 2.42 101.89 ** 4.49 8.53 T Kub 1 1.33 1.33 56.09 ** 4.49 8.53 P 3 0.22 0.07 3.04 tn 3.63 5.29 P Lin 1 0.21 0.21 8.85 ** 4.49 8.53 PKuad 1 0.00 0.00 0.21 tn 4.49 8.53 P Kub 1 0.00 0.00 0.04 tn 4.49 8.53 TxP 9 0.35 0.04 1.62 tn 2.54 3.78 Galat 16 0.38 0.02

Total 31 14.30 Keterangan:

FK = 261.06 KK = 5.396%

** = sangat nyata * = nyata tn = tidak nyata


(6)

Lampiran 7. Data Pengamatan Analisa Uji Organoleptik Rasa (Numerik)

Ulangan

Perlakuan

I II Total Rataan

T1P1 1.700 1.800 3.500 1.750

T1P2 1.800 1.800 3.600 1.800

T1P3 1.900 1.900 3.800 1.900

T1P4 1.900 2.000 3.900 1.950

T2P1 2.500 2.600 5.100 2.550

T2P2 2.800 2.600 5.400 2.700

T2P3 2.900 2.700 5.600 2.800

T2P4 2.900 3.000 5.900 2.950

T3P1 3.000 3.200 6.200 3.100

T3P2 3.400 3.500 6.900 3.450

T3P3 3.800 3.900 7.700 3.850

T3P4 3.700 3.900 7.600 3.800

T4P1 2.900 3.200 6.100 3.050

T4P2 3.300 3.400 6.700 3.350

T4P3 3.500 3.600 7.100 3.550

T4P4 3.600 3.700 7.300 3.650

Total 92.400

Rataan 2.888 Daftar Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Rasa (Numerik)

SK db JK KT F hit. F.05 F.01 Perlakuan 15.000 15.745 1.050 98.792 ** 2.350 3.410

T 3.000 14.375 4.792 450.980 ** 3.630 5.290 T Lin 1.000 11.881 11.881 1118.212 ** 4.490 8.530 T Kuad 1.000 2.205 2.205 207.529 ** 4.490 8.530 T Kub 1.000 0.289 0.289 27.200 ** 4.490 8.530 P 3.000 1.108 0.369 34.745 ** 3.630 5.290 P Lin 1.000 1.056 1.056 99.412 ** 4.490 8.530 PKuad 1.000 0.045 0.045 4.235 tn 4.490 8.530 P Kub 1.000 0.006 0.006 0.588 tn 4.490 8.530 TxP 9.000 0.262 0.029 2.745 * 2.540 3.780 Galat 16.000 0.170 0.011

Total 31.000 15.915 Keterangan:

FK = 266.805 KK = 0.036

** = sangat nyata * = nyata tn = tidak nyata