Permasalahan Pengutamaan Penggunaan Pestisida Dalam Usahatani Kubis di Kecamatan Cisarua dan Mega Mendung Kabupaten Bogor

PERMASALAHAN PENGUTAMAAN
PENGGUNAAN PESTISIDA DALAM USAHATANI KUBIS
DI KECAMATAN CISARUA DAN MEGA MENDUNG
KABUPATEN BOGOR

OLEH :
SUDIRMAN TUTU

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRAK
SUDIRMAN TUTU. Permasalahan Pengutamaan Penggunaan Pestisida Dalam
Usahatani Kubis. Dibimbing oleh HERMANU TRIWIDODO dan BAMBANG S.
UTOMO.
Penelitian ini dilakukan dalam rangka mencari cara yang terbaik u n a
pemasya-.&atan penerapan PHT pada pertanaman kubis dengan melihat pola
penggunaan dan alasan pengutamaan penggunaan pestisida dalam budidaya kubis.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survei Pengetahuan, Sikap d m
Tindakan petani kubis di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Mega Mendung,

Kabupaten Bogor, pada awal bulan September sampai dengan Nopember 2000.
Enam puluh (60) petani responden diwawancarai d&nganmenggunakan kuesioner
yang terstruktur. Pertanyaan mengenai keadaan sosial-ekonomi, pengetahuan
terhadap hama pefiyakit tanaman kubis dan musuh alaminya, sikap petani
terhadap pengelolaan hama penyakit dan budidaya tanaman.
Kondisi wilayah Kecamatan Cisarua dan Mega Mendung cukup baik
untuk budidaya kubis termasuk jenis tanaman sayuran lainnya. Hanya saja
Program PHT di wilayah tersebut belurn pemah dimasyarakatkan. Petani yang
umumnya berpzndidikan Sekolah Dasar dan mempunyai tanggungan keluarga 3-5
orang serta mengusahakan lahan yang relatif sempit masih tetap melakukan sistim
tanam secara monokultur. Mereka masih mengutamakan pula penggunaan
pestisida dalam pengendalian hama penyakit tanaman. Pengetahuan mereka
terhadap hama penyakit dan musuh alaminya serta dampak negatif penggunaan
pestisida masih rendah.
Pengetahuan mereka mengenai budidaya tanaman kubis secara mum
sudah baik, seperti pemilihan benih bermutu, pemindahan bibit tepat waktu
pemeliharaan tanaman di persemaian maupun di pertanaman. Sedangkan untuk
penggunaan pupuk padat dan pupuk cair maupun penggunaan kapur umumnya
belum sesuai dengan dosis anjuran.
Petani mengutamakan pestisida dalam mengendalikan hama penyakit

kubis karena petani belum menemukan pengendalian hama penyakit selain
pestsida. tekanan biologis mendorong petani melakukan penyemprotan secara
berjadwal, kelompok tani tidak aktif dan kelembagaan petani yang tidak
berfungsi, optimalisasi penyuluh lapangan rendah, tersedia banyak pestisida di
pasaran termasuk pestisida yang sudah dilarang penggunaannya serta informasi
distributor yang tidak obyektif.
Sikap petani dalam melakukan penyemprotan secara bejadwal dan
mengutamakan pestisida menunjukkan rendahnya pengetahuan mereka dalam ha1
pengelolaan hama penyakit tanaman kubis maupun terhadap musuh alaminya.
Untuk mendapatkan cara yang terbaik untuk pemasyarakatan penerapan
PHT pada pertanaman kubis adalah melakukan pendekatan kepada petani dan
anggota keluarganya untuk menjelaskan serta berupaya meyakinkan mereka
tentang program PHT, memberi perhatian meIalui petunjuk dan bimbingan teknis
mencakup : budidaya tanaman, pengelolaan hama penyakit, penggunaan pestisida
yang tepat, dan melakukan pelatihan-pelatihan dan kunjungan lapangan, serta
menyediakan dana bergulir untuk menfasilitasi mereka dalam menggunakan
sarana produksi pertanian termasuk pestisida yang berspektnun sempit.

SURAT PEFNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

Pennasalahan Pengutamaan -Penggunaan Pestisida Dalam Usahatani
Kubis di Kecamatan Cisarua dan Mega Mendung Kabupten Bogor
adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pemah dipublikasikan.
Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas
d m dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, 13 Mei 2002

SUDIRMAN TUTU

NRP.98135

PERMASALAHAN PENGUTARlAAN PENGGUNAAN
PESTISIDA DALAM USAHATAN1 KUBIS
DI KECAMATAN CISARUA DAN MEGA MENDUNG
KABUPATEN BOGOR

OLEH :

SUDIRMAN TUTU


Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2002

Judul Tesis

: Permasalahan Pengutamaan Penggunaan Pestisida Dalam

Usahatani Kubis di Kecamatan Cisarua dan Mega Mendung
Kabupaten Bogor
Nama

: Sudirman Tutu


NRP

: 98135PHT

Program Studi : Entomologi - Fitopatologi

Menyetujui :
1. Komisi Pembimbing

Ir. Bambang S. Utomo. MDS
Anggota

Dr. Ir. I-Iermanu Triwidodo, MSc.
Ketua

Mengetahui,

2. Ketun Program Studi
Entomologi - Fitopatologi


Program Paseasarjana

frida Manuwoto, M.Sc
Tanggal Lulus : 13 Mei 2002

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Oktober 1955 di Jeneponto, Kabupaten
Jeneponto Sulawesi Selatan sebagai anak kesembilan dari sembilan bersaudara
dari Ibu Hj. H. Daeng Intang (Alm.) dan Ayahanda Haji P. Daeng Tutu.
Penulis setelah menyelesaikan pendidikan Sekolah Pertanian Menengah
Atas di Ujung Pandang pada tahun 1974, bekerja sebagai tenaga honorer selama
lebih kurang 2 tahun. Melanjutkan studi di Fakultas 'Pertanian (Program Diploma
- Pendidikan Ahli

Penyuluhan Pertanian = PAPP) Universitas Hasanuddin Ujung

Pandang tahun ajaran 197711978 dan menyelesaikan studi pada tahun 1980. Pada
tahun 1981-1985, penulis bekerja sebagai penyuluh pertanian di Sulawesi Selatan.
Penulis melanjutkan studi di Fakultas Pertanian Jurusan Hama dan Penyakit

Tumbuhan di Universitas yang sama pada tahun 1983 dan memperoleh gelar
Sarjana Pertanian tahun 1986.
Sejak tahun 1987 sampai sekarang, penulis bekeja sebagai staf di Badan
Sumberdaya Manusia Pertanian Jakarta yang sebelum reorganisasi dikenal dengan
Badan Pendidikan dan Latihan Pertanian.
Pada tahun ajaran 199811999, penulis mendapat beasiswa dari Departemen
Pertanian melalui Proyek Sumberdaya Sarana dan Prasarana Badan DIKLAT
Pertanian Jakarta untuk mengikuti Program Magister Sains di Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Penulis menikah dengan Hasrawati Tola dan dikaruniai 3 orang anak
Ayudilah Triwahida (1 I), Awan Aidirmawan (9) dan Arinal Hamara (2).

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Komisi Pembimbing :
Bapak Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc., sebagai ketua; Bapak Ir. Bambang S.
Utomo, MDS sebagai anggota serta kepada Bapak Didin, atas segala bimbingan,
petunjuk dan saran-saran sejak perencanaan dan pelaksanaan penelitian hingga
penulisan tesis ini.

Kepada Bapak Badri dan keluarganya di Caarua, penulis menyampaikan
terima kasih atas segala bantuannya selama proses pelaksanaan penelitian di
lapangan. Kepada Penyuluh, PHP, Mantri Tani, staf unsur terkait dan segenap
pihak yang turut membantu pelaksanaan penelitian ini yang tidak dapat saya
sebutkan satu per satu, diucapkan pula terima kasih atas bantuan morilnya dalam
pelayanan penyediaan data dan informasi yang berkaitan dengan tujuan penelitian.
Kepada Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai Badan Sumberdaya
Manusia Pertanian Departemen Pertanian, penulis mengucapkan terima kasih atas
dorongan moril sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Ucapan terima
kasih yang sama juga disampaikan kepada Pemimpin Proyek Sumberdaya Sarana
dan Prasarana Badan DIKLAT Pertanian dan segenap staf atas kesempatan dan
dukungan biaya sehingga proses penyelesaian studi penulis dapat bejalan lancar.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor IPB, Direktur Program
Pascasarjana dan staf, Ketua Program Studi Entomologi-Fitopatologi, serta
seluruh staf pengajar dan pegawai pada Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan

IPB, atas kesempatan, ilmu pengetahuan, bimbingan serta bantuan yang telah
penulis dapatkan di IPB.
Dorongan, bantuan dan petunjuk yang sangat berarti dari Bapak Dr. Ir.
Baharuddin Baso Tika, MS. (Bupati KDH Tk I1 Jeneponto, Sulawesi Selatan) dm

Bapak Abdul Gani Sarro (Kapten KM SINABUNG), Ibu (Mertua) Hj. Hafsjah
Karaeng Bola

serta Ibu asuh Hj. M. Daeng Tjaya, yang untuk semua itu

diucapkan terima kasih yang sebesar-besamya.
Akhimya kepada istriku dan anak-anakku tercinta yang telah merelakan
waktunya, pengertian dan dorongannya selarna masa studi penulis serta selumh
keluarga dan saudari-saudaraku diucapkan terima kasih yang sebesar-besamya.
Lebih dari itu, kepada Ibundaku yang sangat kucintai yang telah meninggal
sebelum penulis mengikuti studi "semoga ketekunan hati Ibunda mendoakan
penulis semasa hidupnya", mendapat pahala dan limpahan rahrnat Allah Yang
Maha Kuasa. Kepada Ayahanda, penulis menghaturkan sembah sujud atas doa
dan dorongan yang diberikan.
Bogor, Mei 2002

Penulis

DAFTAR IS1
Halaman


DAFTAR TABEL..................................................................

xi

DAFTAR LAMPIRAN............................................................

xi

PENDAHULUAN ...................................................................

1

Latar Belakang...................................................................

1

..

Tujuan Penelltlan..............................................................

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................

2
3

METODOLOGI .....................................................................

10

HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................

12

Hasil .............................................................................

12

Keadaan Umum Wilayah .............................................

. .

12

Karakterlstlk Petani....................................................

13

Karakteristik Usahatani...................................................

13

Pengetahuan Petani.......................................................
.Budidaya Kubis.......................................................
.Hama dan Penyakit (Ulat Kubis, Bercak Daun. dan Akar

Gada)....................................................................................

.Musuh Alami Ulat Kubis............................................
.Pengendalian Akar Gada ............................................

.Pengendalian Ulat Kubis dan Bercak Daun .......................
.Pengendalian Dengan Cara Non.Kimiawi ........................
.Pengendalian Hama Terpadu ......................................
.Pestisida dan Penyemprotan ..........................................
.Dampak Penggunaan Pestisida......................................

23

Sikap Petani.............................................................

24

.Kerasionalan Penggunaan Pestisida...............................
..
.Pencampuran Pest~slda..............................................

24

23

25

.Kepeduliaan Dalam Penggunaan Pestisida ........................ 25
Tindakan Pengelolaan Organisme Pengganggu Tanaman .......

27

Halaman

Pembahasan ..................................................................
Pengetahuan ............................................................
Sikap .....................................................................
Tindakan .................................................................
Faktor-faktor Penyebab Pengutamaan Penggunaan Pestisida.....
Faktor-faktor Lain Sebagai Penyebab Penggunaan Pestisida......
KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................
Kesimpulan....................................................................
Saran...........................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................
LAMPIRAN ..........................................................................

DAFTAR TABEL
Nomor

Teks

Halaman

1. Pengalaman petani responden dalam bertani kubis di Kecamatan Cisarua
dan Mega Mendung, Kabupaten Bogor.. ...................................... 15

2. Varietas kubis yang ditanam petani responden di Kecamatan Cisama dan
Mega Mendung, Kabupaten Bogor .............................................

15

3. Pemyataan petani responden bila setelah menyemprot ulat kubis tidak
segera mati ..........................................................................

26

4. Pemyataan petani responden bila 3 hari sebelum panen masih dijumpai
serangan hama ....................................................................

26

5. Jenis hama dan penyakit pada tanaman kubis yang dilaporkan petani
responden di Kecamatan Cisarua dan Mega Mendung, Kabupaten
Bogor ...............................................................................

26

Nomor

Lampiran

Halaman

1. Karakteristik petani kubis di tinjau dari segi Umur, Tingkat pendidikan

dan Pekerjaan sampingan di Kecamatan Cisarua dan Mega Mendung,
Kabupaten Bogor.. ...............................................................

51

2. Total input produksi yang dikeluarkan petani responden selama musim
tanam 2000 .........................................................................

52

3. Pengetahuan tentang hama dan penyakit di kalangan petani kubis
di Kecamatan Cisarua dan Mega Mendung, Kabupaten Bogor .............

53

4. Proporsi petani responden dalam menggunakan pupuk pada pemberian
Susulan I dan I1 di Kecamatan Cisarua dan Mega Mndung, Kabupaten
Bogor ................................................................................

53

5. Jenis insektisida, fingisida, perekat dan pupuk pelengkap cair (PPC)
yang digunakan petani kubis di Kecamatan Cisarua dan Mega Mndung,
Kabupaten Bogor ..................................................................

54

6. Pengetahuan tentang budidaya tanaman di kalangan petani kubis
di Kecarnatan Cisarua dan Mega Mendung, Kabupaten Bogor .............. 56

Nomor

Lampiran

Halaman

7. Pengetahuan tentang musuh alami di kalangan petani kubis
di Kecamatan Cisarua dan Mega Mendung, Kabupaten Bogor ............. 56
8. Pengetahuan petani kubis terhadap pengendalian Non-kimiawi
di Kecamatan Cisarua dan Mega Mendung, Kabupaten Bogor ............. 57

9. Pengetahuan tentang pengendalian hama terpadu di kalangan
petani kubis di Kecamatan Cisarua dan Mega Mendung, Kabupaten
Bogor ................................................................................ 57
10. Pengetahuan tentang pestisida dan penyemprotan di kalangan
petani kubis di Kecamatan Cisarua dan Mega Mendung, Kabupaten
Bogor ...............................................................................

58

11. Pengetahuan petani kubis terhadap darnpak penggunaan
pestisida di Kecamatan Cisarua dan Mega Mendung, Kabupaten
Bogor ................................................................................

58

12. Sikap kerasionalan petani kubis pada penggunaan pestisida
di Kecamatan Cisarua dan Mega Mendung, Kabupaten Bogor .............

59

13. Sikap petani kubis terhadap kecenderungan mencampur pestisida
di Kecamatan Cisarua dan Mega Mendung, Kabupaten Bogor .............

59

14. Sikap kepeduliaan petani kubis pada penggunaan pestisida

di Kecamatan Cisarua dan Mega Mendung, Kabupaten Bogor ............. 60
15. Tindakan pengelolaan organisme pengganggu tanaman (OPT)
di kalangan petani kubis di Kecamatan Cisarua dan Mega Mendung,
Kabupaten Bogor ..................................................................

60

16 .Jenis pestisida yang digunakan petani kubis di Kecamatan Cisarua
dan Mega Mendung, Kabupaten Bogor tahun 1999 - 2000 .................

61

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kubis mempakan tanaman hortikultura yang penting bagi manusia dan
dimanfaatkan sebagai pelengkap makanan pokok serta salah satu sumber mineral
dan vitamin.

Umurnnya kubis dikonsumsi setelah diolah, namun sebagian

masyarakat mengkonsumsi langsung tanpa direbus.

Oleh karenanya perlu

'diupayakan agar produksi kubis sehat dan tidak mengandung racun yang
membahayakan manusia, termasuk adanya residu pestisida.
Hanya disayangkan bahwa penggunaan pestisida pada tanaman kubis
masih tinggi (Rauf A. dkk. 1994). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Suyanto (1994), bahwa biaya penggunaan pestisida yang dikeluarkan oleh petani
kubis mencapai 30% dari biaya produksi total. Meskipun demikian, petani masih
tetap mengutamakan penggunaan pestisida dalam pengendalian hama.

Cara

aplikasi berjadwal yang dilakukan oleh petani di pedesaan dan meningkatnya
penggunaan pestisida pada sayuran temtama kubis, pada giliran berikutnya akan
menimbulkan dampak yang lebih serius, yaitu terhadap kesehatan, hama semakin
resisten terhadap insektisida, dan pencemaran lingkungan hidup pada umumnya.
Penggunaan pestisida menurut Flint dan van den Bosh (1981) dapat mempakan
altematif terakhir apabila dilakukan suatu sistem pengendalian harna melalui
pendekatan ekonomi dan ekologi yang dikenal sebagai pengendalian hama terpadu
(PHT).

2
PHT merupakan salah satu upaya untuk mengurangi bahkan kalau
mungkin meniadakan penggunaan pestisida.

Hanya dalam penerapannya

seringkali menemukan banyak hambatan.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam rangka mencari cara yang terbaik untuk
pemasyarakatan penerapan PHT pada pertanaman kubis dengan melihat pola
penggunaan dan alasan pengutamaan penggunaan pestisida dalam budidaya
kubis.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumhangan
informasi kepada para pelaksana program PHT.

TINJAUAN PUSTAKA
Kubis
Kubis banyak diusahakan di daerah pegunungan dan dataran tinggi
seperti Lembang, Pangalengan dan Pacet (Jawa Barat), Wonosobo d m
Tawangmangu (Jawa Tengah), Tengger dan Pujon (Jawa Timur), serta Tanah
Karo (Sumatera Utara) (Sunarjono 1980).
Kubis bunga diperbanyak dengan biji, dan untuk luasan 1 ha diperlukan i
400 g biji, dengan jarak tanam 70 cm x 50 cm. Pupuk kandang digunakan 1
kgllubang tanam sedangkan pupuk buatan yang terdiri dari pupuk Nitrogen (2 g
Urea + 4,5 g ZA), pup& Fosfor (9 g TSP) dan Kalium (7 g KCL) diberikan
sebelum tanam pada tiap lubang tanam. Pemupukan kedua dilakukan pada umur
tanarnan di lapangan i 4 minggu yang terdiri dari 2 g Urea dan 4,5 g ZA per
tanaman. Total dosis pupuk yang diperlukan untuk lahan seluas 1 ha adalah 30
ton pupuk kandang, 100 kg Urea, 250 kg ZA, 250 kg TSP dan 200 kg KCL
(Satrosiswojo dkk. 1993).
Hama dan Penyakit
Hama-hama utama pada tanaman kubis adalah Agrotis ipsilon Hufn
(Ulat tanah hitarn), Plutella xylostella (L) (Lepidoptera: Yponomeutidae, dan
Crocidolomia binotalis Zeller (Lepidoptera: Pyralidae) (Anonim 1981).
Sudarmo (1994) mengemukakan bahwa Agrotis ipsilon (Hufn)
(Lepidoptera: Noctuidae) atau dikenal dengan uret atau ulat tanah adalah ulat
pemakan daun pada kubis. Ulat biasanya merusak dengan cara memotong bagian
dasar tanaman, dilakukan pada malam hari.

Hama ini biasanya menyerang

4
tanaman yang berumur 1-2 minggu. Apabila terjadi serangan hama dengan
intensitas yang tinggi dan meliputi areal yang luas maka perlu dikendalikan secara
kimiawi dengan insektisida (Suyanto 1994).
Ngengat Plutella xylostella

(L.) (Lepidoptera: Yponomeutidae),

mempakan hama penting tanaman Curcifera di Indonesia temtama di dataran
tinggi. Pengendalian hama ini dapat dilakukan secara kultur teknis yaitu dengan
penanaman tumpangsari antara wortel dengan kubis. Sedangkan cara kimiawi
dilakukan dengan menggunakm insektisida Bacillus thuringiensis.
Crocidolomia binotalis Zeller (Lepidoptera: Pyralidae) adalah ngengat
kubis yang ulatnya memsak daun dan menyebabkan gulungan daun kubis menjadi
tidak sempurna (Sudarmo 1994).
Penyakit-penyakit utama pada tanaman kubis adalah : Busuk Hitam
(Xanthomonas campestris), Akar Gada (Plasmodiophora brassica), Bercak Daun
(Alternaria sp.) dan Penyakit Rebah Kecambah (Rhizoctonia sp.) (Anonim 1981).
Xanthomonas campestris (Penyakit Busuk Hitam : Black rot). Penyakit
ini disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris pv. Campestris (Pamm.)
Dye. Sinonim: X. campestris pv. Campestris (Pamm.)

Dowson, Bacillus

Campesbis Pamm. Pseudomonas Campestris (Pamm.) E.F.Sm., Bacterium
Campestris (Pamm.) E.F.Sm, B. Campestris (Pamm.) Chester, dan Phytomonas
Campeslris (Pamm.) Bergey et al. (Anonim 1997).
Pengendaliannya adalah dengan pergiliran tanaman, menanam benih
sehat, perlakuan benih dengan air panas, perlakuan tanah persemaian
(desinfektan), eradikasi tanaman terserang, penggunaan mulsa, serta menanam
varietas yang tahan.

5

Plasmodiophora brassica (Penyakit Akar BengkakIAkar GadaIAkar
Pekuk : Club root). Patogennya adalah Plasmodiophora brassicae Wor. (Anonim
1997).
Pengendalian kimiawi dapat dilakukan dengan aplikasi fungisida yang
efektif.

Menund Sudarmo (1992) bahwa ha1 teknis yang perlu diperhatikan
dalam penggunaan pestisida adalah ketepatan penentuan dosis. Dosis adalah
jumlah pestisida daIam liter atau kilogram yang digunakan untuk mengendalikan
hama atau penyakit tiap satuan luas tertentu atau tiap tanaman yang dilakukan
dalam satu kali aplikasi atau lebih. Sedangkan yang dimaksud dosis bahan aktif
adalah jumlah bahan aktif pestisida yang dibutuhkan untuk keperluan satuan luas
atau satuan volume larutan.
Ada tiga macam konsentrasi yang perlu diperhatikan dalam ha1
penggunaan pestisida yaitu : (1) konsentrasi bahan aktif, yaitu persentase bahan
aktif suatu pestisida dalam larutan yang sudah dicampur dengan air, (2)
konsentrasi formulasi, yaitu banyaknya pestisida dalam cc atau gram setiap liter
air, (3) konsentrasi laiitan atau konsentrasi pestisida, adalah persentase
kandungan pestisida dalam suatu larutan jadi.
Insektisida untuk hama tanaman kubis menurut Baehaki (1994), terdiri
atas 4 golongan, yaitu : Insektisida Organofosfat, Insektisida Karbamat,
Insektisida Organik Campwan, dan Insektisida Botani. Sedangkan cara kerja
insektisida yang dikemukakan oleh Oka (1995) ialah bagaimana efeknya dan
bagaimana cara masuknya insektisida ke dalam tubuh hama. Setelah insektisida

6
masuk ke dalam tubuh serangga hama ia akan mempengaruhi proses hidup hama
itu. Efek-efek yang terlihat adalah mati, sakit, perubahan perilaku, pertumbuhan,
metabolisme atau kapasitas reproduksinya. Misalnya : 1) racun-racun perut masuk
ke dalam perut serangga hama melalui mulut, diabsorpsi ke dalam tubuh melalui
saluran pencemaan, 2 ) racun kontak pada umumnya masuk ke dalam tubuh hama
melalui kontak tubuh serangga dengan permukaan daun yang mengandung racun
tersebut sehingga merusak sistim syaraf dan pemafasan hama, 3) fumigan, mudah
sekali menguap dan masuk ke dalam tubuh serangga hama dalam bentuk gas
melalui sistim pemafasannya, 4 ) racun sistemik diaplikasikan pada daun, batang,
buah-buahan atau akar diabsorpsi oleh tanaman kemudian racun tersebut bergerak
meialui sistim vaskuler menuju bagian-bagian yang tidak terkena perlakuan racun
itu. Selma hama memakan, racun itu juga akan ikut termakan, 5 ) racun penyebab
mati lemas (suffocation) adalah racun yang menyurnbat saluran pemafasan
sehingga tidak dapat bemafas akhimya hama tersebut mati.
Akibat Samping Penggunaan Pestisida
Penggunaan pestisida yang berlebihan dapat menyebabkan resistensi
hama, resujensi hama, timbulnya hama sekunder, terdapatnya residu pestisida
dalam bahan makanan dan pencemaran lingkungan (Untung 1992; Oka 1995).
Pemantauan residu sipermetrin, etrin, delatametrin dan profenofos pada tanaman
kubis yang dilakukan oleh Soeriaatmadja dan Sastrosiswojo (1988) (dalam Oka

1995) di Kabupaten Bandung dan Garut menunjukkan kadar yang dapat
membahayakan konsurnen. Asefat (konsentrasi formulasi 0,2 - 0,4%) yang
diaplikasikan pada tanaman kubis meninggalkan residu dalam tanaman tersebut
sebesar 0,02 mgkg.

7
Salah satu sifat insektisida yang penting untuk diperhatikan adalah residu
insektisida baik residu yang ada pada produk maupun residu yang tertinggal pada
lingkungan. Residu insektisida dalam bahan makanan khususnya sayuran, selain
berasal dari insektisida yang langsung diaplikasikan pada tanaman dapat juga
karena kontaminasi atau karena tanarnan ditanam pada tanah yang mengandung
residu insektisida yang persisten.
Rata-rata konsentrasi residu insektisida pada tanaman kubis di Lembang
adalah 6,05 m a g , di Pengalengan 3,53 mgkg dan di Kertasari 8,06 mgkg. Dari
hasil penelitian tersebut ternyata kadar residu yang terkandung dalam tanaman
kubis relatif tinggi sehingga perlu dilakukan berbagai upaya agar tanaman sayuran
yang ditanam oleh para petani bebas dari residu insektisida (Nurmala 1992).
Pengendalian HamaTerpadu (PHT)
Penerapan PHT pada tanaman kubis bertujuan untuk mengurangi
pemakaian pestisida dan residu pestisida yang tertinggal sehingga tanaman kubis
bebas dari senyawa-senyawa beracun yang dapat membahayakan manusia.
Menurut Oka (1995) PHT adalah suatu teknologi pengendalian hama
yang memanfaatkan berbagai cabang ilmu dalam satu rarnuan yang serasi yang
satu memperkuat yang lain. Falsafah PHT menghendaki agar penerapannya di
lapangan lentur, fleksibel sesuai dengan kondisi ekologi setempat dan keadaan
sosial/budaya masyarakat yang hidup di suatu daerah. Jadi bukan merupakan
"paket" teknologi yang h a s dapat dilaksanakan sama di semua kondisi. PHT
mengembalikan fungsi petani ke kedudukannya yang sebenamya, karena PHT
sifatnya lentur dan dinamis dalam penerapannya di lapangan maka petani hams
dilatih untuk menjadi "Ahli PHT" di lahan pertaniannya. Sebagai ahli PHT petani

8
hams rnampu untuk menjadi pengamat, penganalisis ekosistem, pengambil
keputusan pengendalian, dan sebagai pelaksana teknologi pengendalian yang
sesuai dengan prinsip-prinsip PHT.
Petani dan Organisasinya
Organisasi petani merupakan kelembagaan yang perlu ada dalam
lingkungan masyarakat petani. Petani selaku pengelola usahatani, secara individu
tampaknya tidak banyak yang dapat diiarapkan dari hasil usahatani mereka
sehingga perlu ada organisasi petani. Organisasi petani menghimpun petani dan
anggota kelompok tani dalam suatu kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu
yang telah mereka tetapkan (Anonim 2002).
Di Kecamatan Cisarua dan Mega Mendung kelompok tani yang pernah
dibentuk tidak berfungsi. Salah satu faktor penyebabnya karena kelompok tani
tersebut dibentuk. Artinya terbentuknya kelompok tani bukan atas kesadaran
petani itu sendiri.
Penyuluhan dan Agribisnis
Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian akan beijalan dengan produktif,
efektif dan efisien apabila didukung oleh kelembagaan, sarana dan prasarana serta
anggaran yang memadai.
Berkaitan dengan itu pula, menurut Saragih (2000) bahwa pertanian
hanyalah salah satu bagian dari agribisnis yakni hanya production operation on
the farm, sedangkan agribisnis mencakup 3 (tiga) sektor yaitu :

Pertama, sektor industri hulu pertanian atau disebut juga agribisnis hulu
yakni industri-industri yang menghasilkan sarana produksi (input) pertanian (the

9

manufacture and distribution of farm supplies) seperti industri ago-kimia
(industri pupuk, industri pestisida, industri obat-obatan hewan), industri agrootomotif (industri alat dan mesin pertanian, industri peralatan pertanian, industri
mesin dan peralatan industri pengolahan hasil pertanian) dan industri
pembibitanlperbenihan tanamanfhewan.
Kedua, sektor pertanian dalam arti luas @reduction operations on the
farm) disebut juga on-farm agribisnis, yaitu pertanian tanaman pangan, tanaman
hortikultura, tanaman obat-obatan, perkebunan, petemakan, perikanan lzut dan air
tawar serta kehutanan.
Ketiga, sektor industri hilir pertanian atau disebut juga agribisnis hilir
yakni kegiatan industri yang mengolah hasil hilir yakni kegiatan industri yang
mengolah hasil pertanian menjadi produk-produk olahan baik produk antaia
(intermediate product) maupun produk akhir (storage, processing and distribution
offarm commodities and items made for them).
Dengan

perkataan

lain

pembangunan

Agribisnis

merupakan

pembangunan industri dan pertanian serta jasa sekaligus. Keberhasilan agribisnis
sangat ditunjang oleh kondisi penyuluhan pertanian.

METODOLOGI
Penelitian dilakukan di dua lokasi yaitu Kecamatan Cisma d m
Kecamatan Mega Mendung, Kabupaten Bogor pada awal bulan September 2000
sampai dengan akhir bulan Nopember 2000.

Penelitian dilakukan

dengan

menggunakan metode survei yang dilakukan dengan dua tahap kegiatan, yaitu
pertama tahap persiapan yang memuskan topik permasalahan yang akan
digunakan dalam wawancara, kedua tahap survei dengan menggmakzn metode
Pengetahuan, Sikap cian Tindakan.

Pemilihan petani responden dilakukan

berkaitan dengan informasi dzri Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten
Bogor Tahun 2000. Kecamatan Cisarua dan Mega Mendung merupakan sentra
pertanaman kubis selain pertanaman hortikultura lainnya. Petani di lokasi tersebut
urnumnya menggunakan pestisida dalam kegiatan usahatani sayuran termasuk
untuk budidaya kubis.

Di lokasi penelitian belum pemah dimasyarakatkan

penerapan PHT.
Penyebaran lokasi responden dilakukan berdasarkan domisili petani,
dengan pertimbangan mudah menemukan petani dan tersedia cukup waktu.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan
kuesioner yang terstruktur.

Pertanyaan dalam kuesioner mencakup keadaan

sosial-ekonomi, pengetahuan terhadap hama penyakit tanaman kubis dan musuh
alaminya, sikap petani terhadap pengelolaan hama penyakit dan budidaya
tanaman.

Untuk melengkapi data lainnya dilakukan juga wawancara tidak

terstruktur selain petani kubis, juga terhadap Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL),
Mantri Tani (Mantan), dan Pengamat Hama dan Penyakit (PHP), serta aparat

11

dinas terkait. Wawancara dilakukan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Sunda.
Untuk kelancaran komunikasi dalam mewawancarai 60 orang petani responden,
dibantu oleh satu orang kontak tani sebagai asisten lapangan. Untuk merekam
pemahaman dan persepsi responden tentang hama, penyakit dan musuh alami,
wawancara dilengkapi dengan alat peraga berupa spesimen hama atau foto gejala
serangan penyakit, dan dilakukan di lapangan dan di rumah. Diharapkan dari
wawancara dapat meliput informasi yang berkaitan dengan tujuan penelitian.

Analisis Data
Data hasil pengamatan dan wawancara dianalisis secara deskriptif dan
disajikan dalam bentuk tabulasi, sesuai dengan tujuan penelitian. Hasil analisis
merupakan bahan bagi pengambilan kesimpulan dan pengajuan saran-saran.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Keadaan Umum Wilayah
Kecamatan Cisarua dan Mega Mendung yang dipilih sebagai lokasi
sampel memiliki topografi bergelombang sampai pegunungan. Berdasarkan data
BPS dan Departemen Pertanian tahun 1998, lokasi tersebut terletak pada
ketinggian 700 -1 100 m dpl., dengan derajat kemasaman @H) berkisar antara 5-8.
Jenis tanah umumnya latosol coklat, dengan tekstur tanah remah (gembur). Curah
hujan 3524 mm selarna satu ta!!un

(199912000). Suhu rata-rata harian berkisar

20°C - 35"C, serta kelembaban nisbi udara (RH) berkisar antara 7&90%.

Lahan usahatani di lokasi penelitian sebagian besar diusahakan untuk
komoditas yang cocok untuk dataran tinggi termasuk sayuran dataran tinggi. Jenis
sayuran yang banyak diusahakan selain kubis dan wortel, juga terdapat kentang,
cabe, caisin, tomat, bawang dam, sawi, brocoli, kacang merah, tales, buncis,
ditanam secara tumpangsari.
Penerapan

PHT

di

lokasi

penelitian

tersebut

belum

pemah

dimasyarakatkan. Petani mengenal istilah PHT melalui televisi, sesama petani
dan ada juga dari petugas pertanian.

Oleh karenanya pengetahuan petani

responden tentang musuh alami dan cara pengendalian secara PHT di lokasi
penelitian sangat rendah.

13
Karakteristik Petani
Petani responden di Kecamatan Cisarua dan Mega Mendung umumnya
mempunyai pekerjaan sarnpingan. Umur petani berkisar 21-59 tahun dengan
tingkat pendidikan sebagian besar Sekolah Dasar (Tabel Lampiran 1).
Jumlah tanggungan keluarga para petani umumnya berkisar 3-5 orang
(68%), 6-8 orang (27%) dan 1-2 orang (5%). Status pemilikan lahan adalah milik
sendiri (72%) atau menyewa lahan (17%) dan bagi hasil (1 1%). Luas lahan yang
diusahakan untuk pertanaman kubis relatif sempit, umumnya berkisar 0,l-0,5 ha
(72%), di bawah 0,l ha (7%) dan yang mengusahakan di ztas 0,5-1,5 ha hanya
(5%). Pengalaman bertani kubis cukup beragam, tetapi umumnya 3-10 tahun

(63%) (TabeI 1).
Karakteristik Usahatani
Untuk mencapai hasil produksi kubis yang tinggi, petani harus
menyediakan berbagai input mulai dari penanaman sampai panen. Input produksi
tertinggi dikeluarkan oleh umumnya petani di Kecamatan Cisarua dan Mega
Mendung adalah tenaga kerja, pupuk dan pestisida (Tabel Lampiran 2).
Sekitar 93% tanaman kubis di Kecamatan Cisarua dan Mega Mendung
ditanam secara monokultur dan 7% ditanam secara tumpangsari.

Tanaman

tumpangsari dengan kentang (3%), caisin (2%) dan cabe (2%). Petani yang
melakukan penanaman secara tumpangsari ini terutama yang memiliki lahan
garapan kurang dari 0,l ha. Hasil yang diperoleh dari tanaman tumpangsari
dipergunakan untuk membeli pupuk dan pestisida. Belum ada petani responden
yang melakukan sistem tanam sacara tumpangsari antara kubis dengan tomat
seperti yang pernah dilakukan oIeh petani peserta SL-PHT di luar daerah

14
penelitian. Sebagian petani (52%) menanam wortel secara turnpangsari dengan
tanaman sayuran lain seperti cabe, tomat, bawang dam, kentang, caisin, dll.
Rotasi tanaman yang dilakukan masih berkisar pada tanaman yang memiliki famili
yang sama seperti sawi, dan caisin. Varietas kubis yang ditanam oleh urnumnya
petani adalah Grand 11 (77%) (Tabel 2), karena Grand 11 mudah diperoleh dan
memiliki daya tumbuh baik serta produksi memadai.
Petani di Kecamatan Cisarua dan Mega Mendung melakukan penyemaian
sendiri, dengan cara langsung yaitu benih kubis disebar setelah direndam terlebih
dahvlu ke dalam air panas. Sebagian besar petani menempatkan persemaian pada
lahan yang sebelumnya tidak pernah ditanami kubis (85%) dan pada lahan bekas
pertanaman kubis (5%). Ada pula menempatkan di halaman nunah dengan
maksud lebih mudah melakukan perawatan (10%).
Sekitar 84% petani responden pernah mendengar tentang pengapuran
pada lahan pertanaman kubis yang bersurnber dari penyuluh (22%), sesama petani
kubis (33%), media massa (12%) dan dari petugas kios saprotan (17%). Dari
kelompok yang pemah mendengar tentang pengapuran, 5% selalu melakukannya,
32% kadang-kadang melakukan dan 47% yang tidak pernah melakukan. Kapur

yang diberikan urnumnya 86% dibawah dosis yang dianjurkan. Hal ini pula
mungkin yang menyebabkan 12% petani responden menjawab salah dan 31%
ragu-ragu atas pernyataan bahwa penyakit akar gada dapat berkurang apabila lahan
pertanaman diberi kapur.

Sekitar 57% yang memberikan jawaban betul atas

pemyataan tersebut (Tabel Lampiran 3).

Tabel 1. Pengalaman petani responden bertani kubis di Kecamatan Cisama
dan Mega Mendung, Kabupaten Bogor
Pengalaman (tahun)

Proporsi petani responden (%)

2

15

3 - 10

63

11- 19

15

- 20
>

7

Tabel 2. Varietas kubis yang ditanam petani responden di Kecamatan Cisama dan
Mega Mendung, Kabupaten Bogor
Varietas
Crand 11

-

Proporsi petani responden ( % )
77

Green coronet

8

Rotan

7

Samurai V

3

Lokal

2

Gloria Ocena

2

Ky-cross

2

16
Pupuk kandang yang paling urnurn di,-akan

di Kecamatan Cisarua

maupun Mega Mendung adalah kotoran ayam (go%), karena jenis pupuk kandang
ini lebih mudah diperoleh. Sisanya menggunakan kotoran domba dengan alasan
untuk merangsang pertumbuhan lebih cepat. Hanya saja tidak banyak tersedia
sehingga kurang yang menggunakan.
Pencampwan pupuk kandang dengan pupuk buatan pada pemupukan
dasar sering dilakukan oleh petani (12%),

yang mencampur pupuk kandang

dengan furadan (8%) dan yang mencampur pupuk kandang dengan kapw (13%).
Pupuk buatan yang digunakan pada pemupukan dasar tersebut adalah TSP dan
KCL. Sedangkan jenis pupuk buatan yang digunakan oleh petani terdiri atas Urea,
ZA, TSP dan KCL karena mereka telah mengetahui bahwa pemupukan yang
lengkap adalah campuran UreaIZA, TSP, dan KC].
Penggunaan pupuk Urea dan ZA umurnnya dilakukan oleh petani pada
pemupukan susulan I dan I1 (Tabel Lampiran 4), temasuk penggunaan pupuk
pelengkap cair (PPC) yang diberikan disekitar pekarangan dengan alasan agar
dapat merangsang pertumbuhan lebih cepat.
Sekitar 66% petani yang menggunakan PPC dengan alasan bahwa PPC
dapat meningkatkan hasil panen, 17% beranggapan bahwa penggunaan PPC
adalah pemborosan, dan sebagian petani lain tidak menggunakannya karena tidak
yakin dengan manfaatnya.

PPC ini diapiikasikan bersamaan dengan

penyemprotan pestisida yang diaplikasikan tersendiri (tidak mencampur). PPC
yang umum digunakan adalah Gandasii D (38%) dan Supergrow (34%) (Tabel
Lampiran 5).

Pengetahuan Petani
Budidaya Kubis
Pengetahuan petani tentang budidaya kubis secara umum cukup baik.
Mereka (100%) memindahkan bibit sesuai dengan petunjuk teknis pertanian yaitu
tidak kurang dari 3 minggu, begitu pula dalam memilih benih dan tempat
persemaian sudah baik. Hanya saja dalam penggunaan kapur dan pupuk belum
sesuai dengan dosis yang dianjurkan (Tabel Lampiran 6).
Hama dan Penyakit (Ular Kubis, Bercak Daun dan Akar Gada)
Pengetahan

petani responden tentang ulat kubis dan akar gada sudah

baik, kecuali gejala bercak daun masih rendah. Petani sudah mengetahui bahwa
kerusakan dam adalah sebagai akibat dari serangan ulat kubis. Mereka juga
mengetahui bahwa ngengat adalah induk dari ulat kubis.

Dari pengalaman,

mereka berpendapat bahwa apabila banyak ngengat di pertanaman, ulat daunpun
semakin banyak dan kerusakan daun bertambah.

Bahkan mereka juga

berpendapat, kecuali penyakit akar gada, semua kerusakan daun pada tanaman
adalah akibat serangan hama.
Mengenai gejala bercak daun, hanya 20% petani yang menjawab salah
atas pemyataan bahwa gejala bercak daun disebabkan oleh kupu-kupulngengat
(Tabel Lampiran 3).
Di Kecamatan Cisarua dan Mega Mendung penyakit akar gada oleh
petani disebutnya penyakit gondok. Penyakit ini menghambat pertumbuhan
bahkan apabila seluruh tanaman terserang, menyebabkan gaga1 panen. Walaupun
akar gada merupakan penyakit yang paling penting, tetapi petani belum

18
memahami penyakit ini. Hanya 13% petani yang mengetahui bahwa penyakit akar
gada

disebabkan oleh microorganisme, 55% yang berpendapat penyebabnya

adalah tanah yang kurang subur dan 32% beranggapan sebagai akibat pupuk
kandang yang tidak baik.

Mereka juga berpendapat bahwa akar gada dapat

ditularkan melalui tanah (68%), melalui pupuk kandang atau benihhibit 15%
(masing-masing) dan hanya 1 orang yang berpendapat melalui angin (2%).
Sebanyak 40% petani menyatakan bahwa serangan penyakit akar gada sudah ada
sejak 3 tahun laiu, 33% bahwa lzbih 5 tahun lalu, dan yang menyatakan belurn
sampai 5 tahun (27%). Sebagian besar petani (83%) menyatakan tanamannya
pemah terserang penyakit akar gada dan 17% tidak pemah terserang.
Berdasarkan pengalaman petani penyakit akar gada menimbulkan
gangguan perakaran sehingga mengakibatkan kelainan pada pertumbuhan
tanaman. Menurut Semangun (1991) penyakit ini dapat tersebar setempat oleh air
drainase, alat-alat pertanian, tanah yang tertiup angin, hewan dan bibit-bibit.
Berbeda yang dilaporkan Suryaningsih (1481) bahwa penyakit akar gada dapat
disebarkan oleh pupuk kandang.

Musuh Alami Ulat Kubis
Istilah musuh alami atau musuh hama oleh petani di Kecamatan Cisarua
dan Mega Mendung beium dikenal. Petani beranggapan bahwa semua serangga
yang ada di pertanaman adalah perusak tanarnan, kecuali laba-laba karena mereka
sering melihat memangsa serangga lainnya. Sekitar 28% petani yang menjawab
betul atas pemyataan bahwa laba-laba adalah musuh alami hama dan hanya 22%
yang meyakini bahwa bila tanaman kubis disemprot dengan pestisida, musuh
alarni ikut terbunuh serta hanya sekitar 13% dari mereka yakin atas pernyataan

19
bahwa apabila musuh alami terbunuh karena penyemprotan, maka serangga ulat
meningkat.
Dalam kaitan dengan Diadegma, semua petani responden belum pernah
melihatnya sehingga mereka tidak yakin atas pemyataan bahwa serangga

Diadegma adalah musuh alami ulat kubis (15%) dan yang menjawab tidak tahu
atas pemyataan tersebut (85%) (Tabel Lampiran 7).

Pzngendalian Akar Gada
Petani di Kecamatan Cisarua dan Mega Mendung dalam pengendalian
penyakit akar gada sudah baik. Mereka menggunakan kapur (dolomit) yang
dilakukan sebelum tanam atau pada saat selesai mengolah tanah. Hanya saja di
bawah dosis yang dianjurkan. Selain penggunaan kapur, mereka juga melakukan
pengendalian secara kultur teknis atau mekanis yaitu pada saat masih muda,
tanaman dicabut dan kemudian disulam. Setelah tua, tanaman yang terserang akar
gada biasanya dibiarkan saja. Dilakukan juga pembenaman sisa-sisa tanaman
kubis di lahan kubis sampai membusuk, sehingga dapat menjadi sumber inokulum
bagi musim tanam berikutnya (Rauf A. dkk. 1994). Sisanya melakukan
pembongkaran dan pemusnahan sisa-sisa tanaman kubis atau tindakan lainnya.
Sekitar 57% petani memberikan pemyataan betul dengan pendapat bahwa
penyakit akar gada dapat berkurang apabila lahan pertanaman diberi kapur, 12%
tidak yakin dan 31% tidak tahu.

Pengendalian Ulat Kubis dun Bercak Daun
Pada umumnya pengetahuan petani terhadap pengendalian ulat kubis dan
bercak dam baik, karena telah melakukan pengendalian secara intensif. Hanya

20
saja mereka melakukan secara kimiawi. Sebanyak 87% menggunakan pestisida
dalam mengendalikan ulat kubis dan bercak daun, dan ada pula yang
mengkombinasikan dengan cara mekanis (memungut ulat) yaitu bila terdapat
serangan hama setempat-setempat (13%).
Jenis pestisida yang umurn digunakan oleh petani dalam mengendalikan
hama dan penyakit adalah Curacron 500 EC (Insektisida) (85%), Antracol 70 WP
(fungisida) (55%), sedangkan perekat menggunakan Agristic.

Insektisida,

fungisida, maupun perekat yang digunakan oleh petani adalah lebih dari satu
macam. Dalam aplikasi penyemprotan, pencampuran pestisida sering dilakukan
oleh petani. Alasan dari pencampuran adalah untuk efisiensi waktu, menghemat
biaya dan untuk mengendalikan beberapa hama dan penyakit sekaligus (Tabel
Lampiran 13). Alasan efisiensi ini biasanya berlaku untuk pericampuran berbagai
jenis pestisida (fungisida, insektisida, dan perekat). Ada beberapa petani
mencampur insektisida dengan fungisida dengan anggapan bahwa dapat berfungsi
sebagai perekat. Dari 34 merk pestisida yang digunakan umumnya didasarkan
pada pengalaman sendiri (72%). Sisanya berdasarkan saran dari petani lainnya
dan petugas pertanian atau harganya relatif lebih murah.

Untuk kegiatan

penyemprotan ini, umumnya petani di Kecamatan Cisarua dan Mega Mendung
(73%) melakukan sendiri atau mengupahkan kepada orang lain (27%).
Penyemprotan pestisida yang dilakukan oleh petani responden umumnya
berjadwal (68%), yang melakukan penyemprotan apabila terlihat ada daun yang
rusak (18%), dan bila petani melihat ada kupu-kupu keciungengat di pertanaman
(14%).

Sedangkan bila petani melihat ada serangan hama setempat-setempat,

mereka cenderung untuk menyemprot seluruh pertanaman kubis (78%).

Ini

21
dilakukan untuk mencegah meluasnya serangan hama.

Hanya 8% yang

menyemprot pada tanaman yang ada ulatnya atau memungut ulat (14%). Bila
setelah disemprot ulat kubis tidak segera mati, petani menyatakan akan
mengulangi penyemprotan dengan menaikkan konsentrasi atau dengan mengganti
mencampur dengan insektisida yang lain. Kadang-kadang membiarkan saja atau
mengulangi penyemprotan (Tabel 3).
Bila 3 hari sebelum panen masih dijumpai serangan hama, petani tetap
menyemprot dan dipanen sesuai jadwal, atau diundur 3-7 hari setelah
penyenprotan.

Beberapa petani responden melakukan secara mekanik

(memungut ulat) dan sebagian tetap membiarkan saja (Tabel 4).

Pengendalian Dengan Cara Non-Kimiawi
Pengendalian dengan cara non-kimiawi, secara umum petani responden
belum menunjukkan sikap yang mendukung terhadap cara pengendalian tersebut.
Meskipun diantara mereka ada yang meldrukan rotasi tanaman tetapi maksud
mereka bukan bertujuan untuk mengurangi serangan hama dan penyakit
melainkan semata-mata hanya untuk memperoleh nilai ekonomi yang lebih baik
(Tabel Lampiran 8).

Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
Pengetahuan petani tentang PHT di kalangan petani kubis di Kecamatan
Cisarua dan Mega Mendung masih rendah.

Dari jumlah petani sampel

(responden) 45% yang mengaku pemah mendengar tentang PHT, terutama dari
petugas pertanian (20%), petani lain (15%), dan melalui televisi (lo%), sisanya

22

Dari yang pernah mendengar hanya ada 2 orang yang mengaku pernah
mengenal dan mengikuti SL-PHT untuk komoditi kubis secara swadaya. Dari
hasil wawancara dengan petani, menyatakan tidak tahu dengan pendapat bahwa
produksi kubis yang sehat adalah kubis yang daunikropnya tidak robek serta ada
bermacam-macam cara pengendalian hamalpenyakit dalam PHT (97%) (masingmasing) (Tabel Lampiran 9).
Setelah dijelaskan kepada responden bahwa melalui PHT, jumlah
penyemprotan dapat berkurang dari 12x menjadi 3x, sebanyak 98% petani
responden menyatakan tertarik dengan PHT. Salah satu pertimbangan mereka
karena faktor ekonomi, karena program PHT adalah salah satu diantaranya
t

bertujuan mengurangi penggunaan pestisida dalam usaha pengendalian hama
penyakit. Hanya 1 orang memsa tidak yakin dengan PHT.
Hanya disayangkan karena dalam usaha perlindungan tanaman dengan
menerapkan konsepsi PHT masih terbatas pada tanaman pangan, khususnya
tanaman padi. Penerapan PHT pada komoditas lainnya masih banyak menghadapi
kendala baik teknis maupun sosial ekonomi (Wardoyo 1991).
Menurut Rauf A. dkk. (1994), permasalahan yang mernbentang dalam
penerapan PHT hams mampu kita artikan sebagai tantangan, dan peluang untuk
mengatasi tantangan itu sebagian telah melekat pada petani. Rendahnya tingkat
pengenalan PHT disebabkan rendahnya dinamika kelompok dan dukungan
kelembagaan petani di lokasi tersebut. Disamping itu juga karena belum di
masyarakatkannya PHT di lokasi tersebut.

23
Pestisida dun Penyemprotan
Pengetahuan petani responden tentang pestisida dan penyemprotan cukup
baik.

Sebagian besar petani (88%) menyatakan betul atas pendapat bahwa

penyemprotan tidak boleh dilakukan berlawanan dengan arah angin, dan 72%
yang setuju bahwa pestisida yang baik adalah yang daya bunuhnya tinggi. Akan
tetapi 95% berpendapat bahwa semua jenis pestisida dapat dicampur dan 20%
yang berpendapat, semua jenis pestisida dapat mematikan ulat-ulat yang ada di
pertanaman.

Sebagian pula petani berpendapat bahwa perlu menggunakan

masker pada saat melakukan penyemprotan (28%) dan tidak boleh membersihkan
tangki sprayer dekat dengan sumber air setelah menyemprot (52%) (Tabel
Lampiran 10).
Alasan ~ e t a n i tidak mengenakan masker pada saat melakukan
penyemprotan, karena tidak praktis dan bahkan berpendapat bahwa pestisida
berbahaya hanya pada serangga hama saja dan terhadap manusia tidak (40%).
Dampak Penggunaan Pestisida
Pengetahuan petani tentang dampak penggunaan pestisida rendah. Petani
kurang memahami adanya dampak residu pestisida terhadap tanaman dan
pengar& residu pestisida sistemik yang bisa tertinggal di dalam jaringan tanaman.
Sekitar 30% petani responden yang setuju dengan pendapat bahwa
tanaman yang sering disemprot pestisida dapat mengandung racun sehingga
berbahaya bagi konsumen, dan 33% yang setuju dengan pemyataan bahwa
berkurangnya udang dan berbagai jenis ikan yang hidup di sungai berkaitan
dengan penggunaan pestisida di pertanaman. Hanya 27% yang menyatakan setuju

24
dengan pendapat bahwa penyemprotan yang terlalu sering dapat menyebabkan
hama dan penyakit resisten terhadap pestisida (Tabel Lampiran 11).
Sikap Petani

Kerasionalan Penggunaan Pesfisida
Sikap petani dalam penggunaan pestisida kurang rasional. Diketahui darj
hasil wawancara dengan responden yang urnurnnya (95%) setuju atas pernyataan
bahwa penyemprotan pestisida dilakukan seawal mungkin begitu terlihat gejala
serangan hama dan penyakit. Hanya 45% responden yang menyatakan tidak
setuju bila setelah penyeinprotan turun hujan, keesokan harinya pertanaman perlu
disemprot lagi. Sebagian besar pula (87%) yang setuju dengan pernyataan hanya
dengan melakukan penyemprotan secara berjadwal, kita dapat menyelamatkan
h a i l panen. Terdapat 78% petani setuju dengan pernyataan bila harga hasil panen
meningkat penyemprotan perlu dilakukan lebih sering, dan sekitar 72% setuju
dengan pemyataan bila tetangga menyemprot, menunjukkan kita juga perlu
melakukan penyemprotan. Hanya sebagian (53%) yang setuju dengan pernyataan
bila tersedia cukup uang untuk membeli pestisida penyemprotan sebaiknya
dilakukan secara berjadwal (Tabel Lampiran 12).
Penyemprotan berjadwal dimaksudkan petani adalah untuk mencegah
kehilangan hasil yang lebih besar. Menurut Suyanto (1994) dapat berakibat
meningkatnya biaya produksi yang dapat mempengaruhi m e n m y a keuntungan
nyata yang diperoleh, dan dapat menimbulkan pencemaran Iingkungan dimanamana (Oka 1995).

25

Pencampuran Pestisida
Semua petani responden mempunyai kecenderungan untuk melakukan
pencampuran pestisida. Kecendemgan ini dapat dilihat dari sikap petani yang
menyatakan setuju bahwa pencampuran pestisida menghemat waktu (88%),
menghemat biaya pelaksanam penyemprotan (65%). Ada pula yang berpendapat
bahwa dengan mencampur pestisida beberapa jenis hama dan penyakit dapat
dikendalikan sekaligus (27%).
Faktor lain yang mendorong petani untuk melakukan pencampuran
pestisida adalah kurangnya pengetahuan petani tsntang kelemahan dari
pencampuran pestisida yang dapat menurunkan daya bunuhnya (22%) (Tabel
Lampiran 13). Meskipun pencampuran tersebut mempertimbangkan tentang
waktu, akan tetapi telah menunjukkan ketidzkefisienan dalam menggunakan
sumberdaya yang ada (RauCA. dkk. 1994).

Kepedulian Dalam Penggunaan Pestisida
Kepedulian petani dalam menggunakan pestisida masih kurang.
Sebanyak 68% petani setuju dengan pernyataan bahwa pestisida yang sering
digunakan telah mempunyai izin dari pemerintah sehingga dianggap tidak
berbahaya bagi konsumen.

Akan tetapi

mereka juga tidak setuju dengan

pemyataan bahwa penyemprotan pestisida dapat juga menyebabkan serangga lain
ikut terbunuh (58%) (Tabel Lampiran 14). Pendapat ini tampaknya berkaitan
dengan pengetahuan petani yang tidak mengetahui tentang dampak negatif dari
pestisida. Sebagai contoh, ketika mereka

mencampur pestisida ataupun

membersihkan sprayer tidak jauh dari sumber air (25 %) (Tabel Lampiran 10).

Tabel 3. Pemyataan petani responden bila setelah menyemprot ulat kubis tidak
segera mati
Pemyataan
Akan mengulangi penyemprotan dengan
menaikkan konsentrasi
Mengganti mencampur dengan insektisida yang
lain
Membiar