3. Untuk mengetahui Analisis Perbandingan terhadap Pertimbangan Hakim
dalam Putusan Pidana Perkosaan terhadap anak. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat atau berguna baik secara
teoritis maupun praktikal. a.
Manfaat Teoritis: 1
Untuk menambah khazanah pengembangan ilmu hukum 2
Sebagai bahan informasi atau referensi bagi kalangan akademisi dan calon peneliti yang akan melakukan penelitian lanjutan tentang tinjauan
yuridis terhadap tindak pidana perkosaan terhadap anak b.
Manfaat Praktis: 1
Sebagai bahan masukan bagi aparat penegak hukum, khususnya bagi hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara tindak pidana
perkosaan terhadap anak 2
Sebagai bahan informasi atau masukan bagi proses pembinaan kesadaran hukum bagi masyarakat untuk mencegah terulangnya peristiwa yang
serupa.
D. Kerangka Pemikiran
Hukum pidana merupakan aturan hukum yang mengikatkan kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat yang berupa
pidana. Tindak pidana perkosaan merupakan suatu fenomena kejahatan kesusilaan yang mengakibatkan penderitaan, melanggar suatu aturan hukum,
yang juga disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.
10
10
Sudarto, 1995, Hukum Pidana I A. Semarang: FH UNDIP, hal. 18.
Perkosaan menurut konstruksi yuridis peraturan perundang-undangan di Indonesia KUHP adalah perbuatan memaksa seorang wanita yang bukan
istrinya untuk bersetubuh dengan dia dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Kata-kata “memaksa” dan “dengan kekerasan atau ancaman kekerasan” di sini
sudah menunjukkan betapa mengerikannya suatu tindakan perkosaan. Pemaksaan hubungan kelamin pada wanita yang tidak menghendakinya akan
menyebabkan kesakitan hebat pada korban, apalagi tindakan tesebut disertai dengan kekerasan fisik. Kesakitan hebat dapat terjadi tidak hanya sebatas fisik
saja, tetapi juga dari segi psikis.
11
KUHP merumuskan perbuatan perkosaan pada Pasal 285 yang berbunyi: “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang
wanita bersetubuh dengan dia di luar pernikahan, di ancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”.
12
Perkosaan terhadap anak merupakan salah satu masalah sosial yang sangat meresahkan
masyarakat sehingga perlu dicegah dan ditanggulangi. Tindak pidana perkosaan terhadap anak bukan suatu hal yang dapat dianggap sebagai masalah kecil.
Masalah ini sangat penting karena yang menjadi korbannya adalah anak di bawah umur, dimana anak sebagai tunas bangsa dan generasi penerus cita-cita
bangsa yang harus diperhatikan, dilindungi dan dijaga dari segala tindakan yang dapat merugikannya.
Penanggulangan tindak pidana perkosaan sebenarnnya harus dilakukan sedini mungkin agar anak-anak dapat menikmati masa kecilnya dengan aman,
11
Suryono Ekotama, 2001, A Bortus Provocatus Bagi Korban Perkosaan. Yogyakarta: Universitas Atmajaya Yogyakarta, hal. 96.
12
KUHP Pasal 285
Oleh karena itu, tidak hanya aparat penegak hukum yang berperan aktif akan tetapi keluarga dan seluruh lapisan mayarakat berperan aktif dalam
memperhatikan, melindungi, dan menjaganya agar terhindar dari tindakan pidana khususnya perkosaan terhadap anak.
Sanksi sangatlah perlu dilakukan kepada pelaku tindak pidana atau pelanggar hukum, sehingga memberikan efek jera kepada pelaku. Hal ini juga
harus diterapkan pada tindak pidana kejahatan kesusilaan, terutama bagi pelaku pemerkosaan. Hukuman sanksi hukum yang harus diterima pemerkosa sebagai
ganjaran atas perbuatan yang dilakukan sebenarnya telah diatur dalam dua ketentuan, yaitu Pasal 285 dan Pasal 291 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
KUHP yang sekaligus keduanya menjadi aturan baku untuk menuntut dan memutus setiap kasus pemerkosaan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Dalam kedua pasal yang mengatur tentang pemerkosaan tersebut dinyatakan bahwa: Pasal 285: “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan pemerkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun.” Pasal 291 2: “Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 285, 286, 287, 289 dan 290 mengakibatkan kematian dijatuhkan pidana penjara paling
lama lima belas tahun.” Beberapa pertimbangan hukum digunakan hakim dalam menjatuhkan
putusan pidana. Hakim wajib mempertimbangkan keadaan-keadaan yang ada di sekitar pembuat tindak pidana, apa dan bagaimana pengaruh dari perbuatan
pidana yang dilakukan. Pengaruh pidana yang dijatuhkan bagi si pembuat pidana
di masa mendatang, pengaruh tindak pidana terhadap korban serta banyak lagi keadaan lain yang perlu mendapatkan perhatian dan pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan pidana. Tindak pidana perkosaan terhadap anak tentu saja merusak masa depan anak karena tindak pidana perkosaan memberikan dampak yang
cukup besar terhadap anak baik secara fisik maupun mental yang mempengaruhi sikap anak terhadap orang lain.
13
Upaya untuk meningkatkan efektivitas pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan terhadap anak, maka selain dipidana berdasarkan
KUHP juga perlu ditambah dengan penerapan UU No. 32 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Pasal 13 UU No. 32 tahun 2002 menyatakan: 1 Setiap anak
selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari
perlakuan: a. diskriminasi; b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; c. penelantaran; d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; e. ketidakadilan; dan
f. perlakuan salah lainnya. 2 Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1,
maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman. Sesuai dengan Pasal 3 UU No. 23 Tahun 2002 bahwa tujuan perlindungan anak adalah untuk menjamin
terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusian,
serta mendapatkan perlindungan dari kekerasaan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berahlak mulia, dan sejahtera.
13
Hendri Zulka, Op. Cit., hal. 2.
E. Metode Penelitian