Peran qaidah fiqhiyyah terhadap kebijakan pemerintah dalam penetapan 1 (satu) ramadhan dan i (satu) syawal di indonesia

PERAN QAIDAH FIQHIYYAH TERHADAP KEBIJAKAN
PEMER!NTAH DALAM PENETAPAN 1 (SATU) RAMADHAN
DAN 1 (SATU) SYA \VAL DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh:

WAl-IYU RIDAS PER.ADA

.

NIM: 203044101797

{ェ[セMLN

PERP
UIN

セᄋA\a@


--UTP.MA

- ---------- "O ,//\KART/!

\

KONSENTRASI PERADILAN AGAlvIA
. PRODl AKH\VAL AL SY AKHSHIYAH
FAKULTAS SY ARI' AH DAN HUKUM
(

UIN SY ARIF HIDAYATULLAH
.JAKARTA
1428 H/2008 M

I
'

PERAN QAIDAH FIQHIYYAH TERHADAP KEBIJAKAN

PEMERINTAH DALAM PENETAPAN 1 (SATU) RAMADHAN
DAN 1 (SATU) SYA WAL DI INDONESIA
Sfripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar

s。セェョ@

Hukum Islam (SHI)
Oleh:

Mセ

WAHYU RID AS PERADA
NIM: 203044101797

t
Ors.


1-1/ A.

Di Bawah Bimbingan
Pembimbing
'
Basiq Ojai ii, S.H., MA
(

NIP. 150 169 I 02

NIP. 150 268 590

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROD! AKHWAL AL SYAKHSHIYAH
FAKULTAS SY ARI' AH DAN HUKUM
UIN SY ARIF I-IIDA YA TULLAH
.JAKARTA

1428 H/2008 M


PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul PERAN QAIDAH FIQHIYY AH TERHADAP
KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENETAPAN 1 (SATU) RAMADHAN
DAN I (SATU) SYAWAL DI INDONESIA. Telah di ujikan dalam sidang
munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada
tanggal 27 Maret 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S 1) pada jurusan Peradilan Agama.
Jakarta, 27 Maret 2008
Disahkan Oleh
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM

· Panitia Ujian Munaqasah
(

Ketua

: Drs. Djawahir Hejazziey, SH, MA

NIP. 130 789 745

Sekretaris

: Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag
NIP. 150 269 678

Pembimbing I : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA
NIP. 150 169 102
Pembimbing II: Dra. Maskufa, M.Ag
NIP. 150 268 590
Penguji I

Penguji II

: Dra. Hj. Halimah Ismail
NIP. 150 075 192
: Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag
NIP. 150 269 678


-?'

c.

(./. ................. )

KA TA PENGANTAR
Puji syukur yang tiada hcntinya penulis sampaikan kepada Allah SWT atas
limpahan rahmat, nikmat, hidayah, clan taufiq-Nya sehingga mcmberikan kemampuan
kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.
Shalawat serta salam

semoga tercurah

kepada Nabi

Muhammad

SAW,


keluarganya, sahabatnya serta seluruh umatnya hingga akhir zaman. Seorang teladan
yang mesti kita contoh sebagai seorang teladan yang berorientasi kepada kepentingan
unrnt.
Ungkapan terima kasih yang tiada terkira dari penulis kepada pihak-pihak yang
turut membantu clan sangat berjasa dalam proses pelaksanaan penulisan skripsi ini.
Dengan penuh ikhlas clan hormat, penulis ucapkan terima kasih kepacla:
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM., Selaku Dekan
Faku!tas Syariah clan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Bapak Ors. H. A. Basiq Djalil, SH, MA, selaku Ketua Jurusan Peraclilan Agama
dan juga sebagai pembimbing penulis dalam menyusun skirpsi.
3. !bu Ora. Maskufa, M.Ag, Se!aku Dosen Pembimbing, yang telah banyak
memberikan pengarahan clan bimbingan yang berharga dalam penyusunan Skripsi
!!1!.

4. Keclua Orang tua yang wahyu sayangi dan hormati, mereka adalah E.B. Soeroyo
H.P. San clan Asnibet, yang telah banyak memberikan bimbingan lahir dan batin
kepacla penulis, memberikan pencerahan ketika penulis mendapatkan kesulitan
dan rnemohonkan doa kepacla Allah SWT bagi ketenangan jiwa penuiis. Dan


イ[セan@

/

セAtam@

UIN SYAH:o J.A.f=
··' u-!,
!•\ UC
:.
.u
セ@

' .. Ibid., h. 326.
". Al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari (Beirut:
Darul Bayan al-Arabi, t.th), Juz. I, h. 369.

6

Artinya; Dari Ibnu Umar r.a., dia berkata ... "maka apabila langit diselimuti

oleh awan (sehingga hilal tidak terlihat), maka genapkan Ramadhan (30 hari)".
(H.R. Bukhari)
Hadits diatas memiliki redaksi matan yang sama dengan riwayat Muslim,
hanya berbeda dalam redaksi yang akhir dari matannya saja.
Dari beberapa sumber yang ada, hadist dari Rasulullah SAW selalu
mengatakan 'ra aitumuuhu' yang artinya melihat hilal. Dan menurut beberapa
pendapat, melihat disini harus dengan mata telanjang tanpa menggunakan sebuah
alat. Namun ada juga sebagian pendapat yang mengatakan bolehnya melihat
bulan dengan menggunakan alat. Hal ini sering digunakan terutama oleh ahli
bintang.
Ibnu Bathol mengatakan - yang diramu dalam kitab subulussalam - bahwa
dalam kedua hadist tersebut terkandung makna larangan untuk mengikuti atau
memperhatikan pendapat para ahli bintang. 12
Untuk mengakhiri perbantahan hendaklah perkara yang diperbantahkan itu
dikembalikan kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. Sudah tentu dalam
mengembalikan setiap sesuatu yang sedang diperbantahkan kepada al-Qur'an dan

12




Abu Bakar Muhammad, Terjemahan Subulussalam II, (Surabaya, Al-Ikhlas, 1991),

Cet.Ke. l, h. 600.

7

Sunnah Rasul itu haruslah mempunyai cara yang terkenal dengan qiyas.
Sedangkan qiyas adalah ijtihad, ijtihad adalah alat untuk menggali hukum Islam. 13
Dalam keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama
disebutkan, "masyarakat akhir-akhir ini sering dikacaukan dengan seruan berhari
raya !du! Fitri yang berpedoman kepada hari raya !du! Fitri di Saudi Arabia".
Baru-baru ini yayasan al-lhtikam merayakan hari raya !du! Fitri juga mengikuti
!du! Fitri di Saudi Arabia. Kedua cara tersebut bermaksud melegalisir ru 'yatul

hi/al Negara Saudi Arabia sebagai rukyat intemasional. 14
Untuk penetapan awal bulan Hijriyyah atau yang dikenal juga dengan nama
tahun Qamariyah, khususnya dalam menetapkan tanggal I (satu) Ramadhan dan I
(satu) Syawal, ialah ditetapkan dengan sistem perhitungan tarikh Hijriyyah yang
didasarkan pada peredaran bulan mengelilingi bumi yang lamanya 29 hari 12jam

44 menit 2,8 detik. 15 Ketentuan-ketentuan tarikh Hijriyah didasarkan pada
hitungan rata-rata (hisab urfi) dan bukan hitungan yang sebenamya (hisab hakiki).
Namun, untuk keperluan pelaksanaan ibadah, ketentuan berdasarkan hisab
urfi ini tidak bisa diberlakukan. Oleh karena itu, dalam menentukan awal

13



ibrahim Hasen, Fiqh Perbandingan (Masalah Perkawinan), (Jakana: Firdaus, 2003),

h.17
14

• Djamaluddin Miri dan Imam Ghazali Said, AHKAMUL FUQAHA, Solusi Problematika
Aktua/ Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-1999),

(Jawa Timur: Lajnah Ta'lif wan Nasyr (LTN) bekerja sama dengan Diantama Surabaya, 2004),
Cet.Ke.I, h. 541.
15

. Maskufa, "Memahami Tarikh Mesehi dan Hijri: Suatu Perbandingan", Ahkam, No. I
(Juni 2004): h. 78.

8

Ramadhan dan awal Syawal misalnya harus dilakukan dengan cara rukyat atau
dilakukan perhitungan berdasarkan hisab hakiki. 16
Abdurrahrnan al-Jaziri dalam bukunya disebut, bulan Ramadhan dapat
ditetapkan dengan menggunakan salah satu dari dua cara berikut:
Pertama: Dengan melihat Hila! (bulan sabit) Ramadhan (yang dikenal

dengan istilah 'ru'yatul hilal'), yaitu bila dilangit tidak ada suatu yang dapat
menghalangi ru'yat, seperti awan, asap (kabut), abu atau lainnya.
Kedua: Dengan menyempumakan bulan Sya'ban menjadi tiga puluh hari,

yaitu bila dilangit ada penghalang (untuk dilakukan ru'yat). 17
Mengenai penetapan awal Ramadhan dan Syawal dikalangan fuqaha'
terdapat dua aliran, yaitu pertama aliran yang berpegang kepada matla' (tempat
terbitnya fajar dan terbenamnya matahari). Aliran ini ditokohi oleh Imam Syafi'I
dan aliran yang kedua aliran yang tidak berpegang kepada matla' (jumhur
fuqaha). 18
Untuk mewujudkan ukhuwah lslamiyyah, Komisi Fatwa Majelis Ulama
Indonesia (MUI) mengambil kesimpulan agar dalam penetapan awal Ramadhan
dan awal Syawal berpedoman kepada pendapat jumhur, sehingga rakyat yang
terjadi disuatu negara Islam dapat diberlakukan secara intemasional (berlaku bagi

"'.Ibid., h. 80.
11

• Abdurrahman al-Jaziri, Al-Fiqh 'Ala Al-Madzahib Al-Arba'ah. Penerjemah Chatibul
Umam dan Abu Hurairah. (Jakarta: Darul Ulum Press, 2002), Cet.Ke.ll, h. 16.

". Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, (Jakana: tip, 2003), h. 42.

9

negara-negara Islam yang lainnya). Hal ini memerlukan kesempatan untuk
dipatuhi oleh seluruh negara-negara Islam. Sebelum itu, berlakulah ketetapan
pemerintah masing-masing. Sedangkan untuk masalah penetapan awal dzulhijjah,
dalam ha! ini berlaku dengan matla' masing-masing negara. 19
Dari keputusan yang dikeluarkan oleh fatwa MUI tersebut, jelas bahwa
penetapan tanggal 1 (satu) Ramadhan dan hari raya ldul Fitri di Indonesia harus
berdasarkan keputusan pemerintah, yang lebih mengedepankan sifat kebersamaan
demi kemaslahatan. Hal ini juga sejalan dengan sebuah qaidah fiqhiyyah yang
mengatakan:
y.

-"·
l..)A

Artinya: Barang siapa menghendaki dunia niscaya karni berikan kepadanya
pahala dunia dan barang siapa menghendaki akhirat niscaya karni berikan
kepadanya pahala dunia.
Dan al-Qur'an surat al-Bayyinah ayat S:

( 'IA·o
.

GTNャオIィBᄋALQセ

I" ..