2.2. Kerangka Konseptual
Penelitian ini, membahas tentang fenomena politik soroh terhadap sikap politik organisasi Maha Gota Pasek Sanak Sapta Rsi MGPSSR dalam Pilkada
Serentak Kabupaten Karangasem tahun 2015. Untuk mengkaji permasalahan dan mempermudah dalam proses penelitian tersebut, maka akan dijabarkan beberapa
kerangka konseptual dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Teori yang digunakan untuk meneliti permasalahan dalam penelitian ini adalah
Teori Dramatugi yang dicetuskan oleh Erving Goffman, berikut adalah penjabaran dari teori ini :
2.2.1 Teori Dramatugi
Teori Dramaturgi menguraikan konsep dramatugi sebagai konsep yang bersifat penampilan teateris. Para ahli mengemukakan bahwa teori ini berada di
antara tradisi interaksi dan fenomenologi Sukidin dan Basrow, 2002:103. Teori ini dicetuskan oleh Erving Goffman, yang merupakan perluasan dari teori
interaksi simbolik. Hal ini dikarenakan teori interaksi simbolik dinilai kurang melengkapi fenomena sosial yang telah berlangsung yaitu fenomena antara
performance dan kenyataannya yang tidak sama. Disamping itu, teori dramaturgi dikembangkan untuk melengkapi penjelasan terkait tindakan sosial sikap, sebab
teori interaksi simbolik yang meyakini adanya simbol-simbol tertentu kurang mampu menjelaskan fenomena dramaturgi yang telah berlangsung dalam
kehidupan sosial Syam, 2010:177. Interaksi simbolik melihat simbol sebagai objek yang digunakan sebagai
pegangan suatu individu, kelompok atau organisasi untuk merepresentasikan
suatu hal. Keberadaan simbol tersebut dinilai dapat meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan kendala yang ada dan dijadikan sebagai suatu hal yang dapat
memperkuat, menggolongkan serta menyatakan suatu hal. Dari teori interaksi simbolik tersebut kemudian menginspirasi Goffman
untuk mengembangkan teori dramaturgi. Tujuannya adalah untuk mempengaruhi ragam interaksi dalam suatu kehidupan sosial. Goffman menekankan bahwa saat
berlangsungnya sebuah interaksi, terdapat suatu pesan yang ingin disampaikan. Dalam teori ini, kehidupan sosial diibaratkan dengan kehidupan panggung teateris
dan dibagi menjadi dua bagian yaitu wilayah depan front region dan wilayah belakang back region.
Wilayah depan front region merupakan panggung depan teateris yang befungsi untuk menunjukkan peran individu, kelompok atau organisasi dalam
kehidupan politik dengan merujuk pada sifat formalnya. Goffman menguraikan bahwa panggung depan ini mengandung unsur struktural yang terlembagakan,
sehingga tujuan akhir dari pertunjukkan ini adalah untuk kepentingan individu, kelompok maupun organisasi tersebut. Pada umumnya, wilayah depan merujuk
pada suatu kehidupan sosial individu, kelompok, organisasi yang ditunjukkan kehadapan khalayak umum. Hal ini berarti, terdapat suatu keterbatasan peran yang
ditunjukkan guna mencapai tujuan dari kesepakatan bersama. Goffman kembali membagi wilayah depan front region menjadi dua
bagian yaitu : 1.
Wilayah pribadi personal front yaitu mendukung wilayah depan front region yang terepresentasi melalui peralatan-
peralatan yang dinilai penting dan mampu menjadi peralatan yang dibawa oleh individu, kelompok maupun organisasi
tertentu sehinga mampu untuk menjadi sarana dalam mencapai tujuan. Hal ini dapat dicontohkan melalui pakaian yang
dikenakan, tutur kata, bahasa verbal maupun bahasa tubuh, intonasi dan lain-lain.
2. Setting merupakan situasi fisik dan bersifat nyata yang harus ada
dalam pertunjukkan dari individu, kelompok maupun organisasi. Setting diwujudkan melalui tokoh, figur atau orang-orang yang
berpengaruh dalam upaya mencapai suatu tjuan. Wilayah belakang back region dalam teori dramaturgi merupakan
panggung belakang teateris yang berfungsi untuk menunjukkan kesiapan individu, kelompok atau organisasi dalam merepresentasikan suatu pesan dalam kehidupan
politik. Wilayah belakang ini cendrung menunjukkan unsur yang bersifat bebas informal, sehingga membebaskan diri dari suatu peran sosial namun tidak
terlepas dari identitas asli. Wilayah belakang juga dipengaruhi oleh dorongan dari perasaan emosional serta identitas sosial dalam merepresentasikan suatu pesan
dalam kehidupan politik tersebut. Pilkada Karangasem dan organisasi Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi
MGPSSR jika dilihat dari penjelasan diatas memiliki keterkaitan mengenai kelangsungan Pilkada Serentak Kabupaten Karangasem tahun 2015 sebagai
panggung teateris dalam mempertunjukkan perannya sebagai suatu organisasi. Organisasi Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi MGPSSR sebagai wadah warga
Pasek, dalam hal ini dilihat sebagai organisasi berbasis kekerabatan yang memfatwakan dirinya sebagai organisasi non-politik. Pada fenomenanya warga
Pasek dengan mengatasnamakan soroh tersebut mendukung kandidat dengan latar belakang keturunan trah yang sama. Lebih jauh, keberadaan soroh turut
dimanfaatkan oleh kandidat untuk menunjukkan identitasnya kehadapan khalayak umum. Tujuannnya adalah untuk menarik simpati warga Pasek sehingga mampu
memperoleh dukungan serta suara dalam Pilkada. Hal inipun terwujud dengan adanya respon emosional warga yang berlatar belakang soroh Pasek yang
melontarkan dukungan kepada kandidat yang juga merupakan keturunan soroh Pasek dan menjadi penjabaran dari pesan yan ingin disampaikan pada panggung
wilayah depan. Fenomena serupa ditentukan dalam Pilkada Serentak Kabupaten
Karangasem tahun 2015 yang diperankan oleh organisasi Maha Gotra Pasek Sanak Sapt Rsi MGPSSR. Peran formal MGPSSR sebagai organisasi ngayah dan
memiliki keterikatan untuk menjalin hubungan kekerabatan antar keturunan terebut juga terlihat mempersiapkan diri untuk mendukung kandidat pilihannya.
Organisasi Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi MGPSSR dalam Pilkada Serentak Kabupaten Karangasem tahun 2015 inilah yang pada akhirnya memiliki
peran dan fungsi yang nantinya mampu mengisi ruang-ruang yang ada pada masing-masing wilayah baik wilayah dalam teori ini, baik wilayah depan front
region yaitu wilayah pribadi dan setting maupun wilayah belakang back region dari teori dramaturgi cetusan Erving Goffman tersebut..
2.2.2 Sikap Politik