PILKADA SERENTAK DAN HUKUM POLITIK: KONTROVERSI KEBIJAKAN PEMERINTAH PUSAT TERKAIT PUTUSAN HUKUM PILKADA KABUPATEN, SIMALUNGUN SUMATERA UTARA TAHUN 2015 | Pasaribu | POLITIKA : Jurnal Ilmu Politik 16357 39762 1 PB

PILKADA SERENTAK DAN HUKUM POLITIK: KONTROVERSI KEBIJAKAN
PEMERINTAH PUSAT TERKAIT PUTUSAN HUKUM PILKADA KABUPATEN,
SIMALUNGUN SUMATERA UTARA TAHUN 2015

Ian Pasaribu
Abstack
This study examines, analyzes dna discusses Simultaneous elections Politics and
Law: controversy Central Government Policies Related Legal Decisions Election District,
North Sumatra Simalungun Where the Year 2015. On December 9, 2015 ago in elections
Simalungun which is one of five areas was postponed due Regent Amran deputy candidate
Sinaga experienced legal permaslahan. This study uses the theory of Elections, the concept
of democracy and the electoral law. This study used qualitative methods with qualitative
descriptive analysis techniques. The results of this study are Chronologically elections
Simalungun, Inconsistency Regulations, Budget Swelling elections, Process Inaugural JR
Saragih. Where the conclusions of this research local elections December 9, 2015
simultaneously experiencing the same problem as well as a substantial permasalahn.
Registration problems associated pair of candidates is the responsibility of political parties
to avoid any single candidate. On the issue of the availability of budget, the government
and local governments need to give a strong political will to urgently solve the problem.
A. PENDAHULUAN
Sejak pertama sekali diperkenalkannya pemahaman bahwa demokrasi adalah

pemerintahan oleh rakyat, perdebatan mengenai makna dan lingkup demokrasi hampir
tidak pernah berhenti, terutama kaitannya dengan pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat. Terdapat bermacam-macam istilah demokrasi. Ada yang
dinamakan Demokrasi Konstitusional, Demokrasi Rakyat, Demokrasi Sovyet, Demokrasi
Pancasila dan sebagainya. Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi
berdasarkan Pancasila, masih dalam tahap perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan
ciri-cirinya terdapat pelbagai tafsiran dan pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal
ialah bahwa beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusional cukup jelas tersirat di
dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang belum diamandemen. 1
Demokrasi sendiri diyakini tumbuh dan berkembang dalam peradaban yunani
yang dimulai dengan munculnya negara kota (polis). Secara etimologi berasal dari
gabungan dua kata yang berasal dari yunani, yakni demos yang berakti rakyat dan
kratos/cratein yang berarti pemerintah. Atau secara ringkas demokrasi diartikan
sebagai bentuk pemerintahan rakyat.2
Perubahan-perubahan ini sebagai konsekuensi logis yang mesti terjadi senada dengan
nilai dan prinsip-prinsip dari sistem demokrasi yang telah dipilih Indonesia sebagai pengganti
sistem otoritarian melalui gerakan reformasi di tahun 1998. Derasnya arus demokrasi di tahun
1998 telah membawa Indonesia kepada babak baru dalam konteks penyelenggaraan negara
yang sesuai dengan nilai dan prinsip sistem demokrasi, pemilihan umum di tahun 1999 yang


1
2

R. Dahl, Demokrasi dan Para Pengkritiknya, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1992, Hal. 57.
Eko Prasetyo, Demokrasi Tidak Untuk Rakyat, Yogyakarta, Ressist Book, 2005, hal. 9.

POLITIKA, Vol. 8, No. 1, April 2017................................................................................................................82

dilaksanakan melalui asas langsung sebagai awal pertanda implementasi demokrasi dalam
aspek hadirnya partisipasi publik dalam menentukan pemimpin. 3

Salah satu tuntutan reformasi 1998 adalah pelaksanaan otonomi daerah.
Tercatat ada 6 tuntutan Reformasi 1998 yaitu Pertama, Adili Soeharto dan kronikroninya. Kedua, Amandemen UUD 1945. Ketiga, Penghapusan dwifungsi ABRI.
Keempat, Otonomi daerah yang seluas-luasnya. Kelima, Supremasi hukum dan Keenam,
Pemerintahan yang bersih dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Demokratisasi politik di ranah lokal dalam waktu sepuluh tahun ini telah
membuat persaingan memperebutkan kekuasaan politik menjadi semakin kuat.
Mobilisasi jaringan kekerabatan, etnis dan keagamaan kemudian diciptakan untuk
memenangkan persaingan politik tersebut. Setiap pemilihan baik itu gubernur, bupati
maupun kepala desa mempertimbangkan keterwakilan etnis dan agama, sehingga

power sharing antara kumpulan etnis dominan selalu mewarnai dalam setiap proses
pemilihan kepemimpinan politik.4
Desentralisasi kemudian dianggap menjadi salah satu solusi dalam
menyelesaikan permasalahan yang ada di daerah. Tujuan utama desentralisasi adalah
mengurangi beban pemerintah pusat dalam menangani urusan domestik sehingga
terfokus merespon berbagai kecenderungan global dan berkonsentrasi pada
perumusan kebijakan makro nasional yang lebih strategis. Desentralisasi juga bertujuan
agar pemerintah daerah mengalami proses pemberdayaan yang signifikan dan
bertanggung jawab dengan tidak lagi dibawah dominasi pemerintah pusat. Pemerintah
pusat hanya berperan melakukan supervisi, memantau, mengawasi dan mengevaluasi
pelaksanaan otonomi daerah.5
Sebagai koreksi terhadap kegagalan sistem sentralisasi dan uniformisasi
pemerintah pusat dengan keluarnya kebijakan desentralisasi untuk otonomi daerah
yang dalam visi otonomi daerah yakni dibidang politik, ekonomi, sosial budaya. Untuk
bidang politik, karena otonomi daerah adalah buah dari kebijakan desentralisasi dan
demokratisasi, maka harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi
lahirnya kepala daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan
penyelenggaraan pemerintahan yang responsif terhadap kepentingan masyarakat dan
memelihara suatu mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada azas
pertanggungjawaban publik.6

Pertimbangan-pertimbangan unsur suku sebagai hal yang dipertimbangkan di
daerah yang masyarakatnya cukup majemuk dan sering dilanda oleh dinamika sosial,
fenomena politik identitas dan keterwakilan politik yang berasas pada etnis dan agama
dalam proses politik. Lahirnya gerakan reformasi pada tahun 1998, membawa dampak
yang sangat luas dalam tata kehidupan dan penyelenggaraan pemerintahan yang ada.
Pada masa Orde Baru, penyelenggaraan pemerintahan berjalan hanya semata-mata
mengikuti kehendak penguasa dengan menjadikan birokrasi kekuasaan di pusat-pusat
pemerintahan sebagai ujung tombak utama dengan mengabaikan berbagai potensi
yang ada di masing-masing daerah.
Dampak langsung dari penyelenggaraan pemerintahan tersebut adalah semakin
seragam potensi dan kepentingan daerah yang ada. Pada tahun 2004 DPR mensahkan
undnag-undang tentang pemilihan langsung kepala daerah melalui UU No 32 Tahun
3

Robeth Dahl., OP.,Cit.,hal.58.
Bagir Manan. 2004. Menyongsong Fajar Otonomi Daerah,FH UII Press, Yogyakarta. Hal.25.
5
Donni Edwin dkk. 2005. Pilkada Langsung Demokratisasi Daerah dan Mitos Good Governance, Pusat Kajian
Politik, Departemen Ilmu Politik Universitas Indonesia, Jakarta. Hal.6.
6

Ryaas Rasyid. 2005. Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Jakarta: LIPI Press. Hal.8-9.

4

POLITIKA, Vol. 8, No. 1, April 2017................................................................................................................83

2004. Berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, peserta pilkada adalah
pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik.
Kemudian ketentuan perubahan terdapat di Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
yang menyatakan bahwa peserta pilkada juga dapat berasal dari pasangan calon
perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang. Undang-undang ini menindaklanjuti
keputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan beberapa pasal menyangkut
peserta Pilkada dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
Dalam perjalannya, Indonesia Setelah 10 tahun melaksanakan pilkada langsung.
Pada tahun 2014 DPR di Senayan mensahkan UU Pilkada yang salah satu susbtansinya
pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota. Namun,
terjadi gejolak di masyarakat yang membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada
tanggalo 2 Oktober 2014 menerbitkan Perppu nomor 1 tahun 2014 yang membatalkan Undangundang nomor 22 tahun 2013 tentang Pemilihan Kepala Daerah, dan Perppu nomor 2 tahun
2014 yang merevisi Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.7
Selanjutnya Presiden Joko Widodo telah menandatangani UU nomor 8 tahun 2015

tentang Undang-Undang tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota. Dalam UU Nomor 8
tahun 2015, pelaksaanan pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota dilaksanakan setiap lima
tahun sekali secara serentak. Dimana tahap pertama akan dilangsungkan pada tahun 2015 dan
tahap kedua pada tahun 2017.
Upaya untuk mewujudkan de-mokratisasi di Indonesia ditempuh melalui berbagai cara,
salah satunya adalah dengan menjalankan desen-tralisasi, termasuk di dalamnya Pil-kada
langsung. Desentralisasi meru-pakan bagian dari proses demok-ratisasi. Dengan desentralisasi
maka kepada daerah, baik pemerintahan-nya, rakyatnya, maupun wakil-wakil rakyat, diberi
kemungkinan dan kesempatan untuk memformulasikan dan mengimplementasikan kebijakan
publik yang sesuai dengan kepen-tingan masyarakat setempat. Pilkada langsung meru-pakan
salah satu bentuk imple-mentasi desentralisasi dalam perspek-tif politik, dimana terjadi proses
transfer lokus kekuasaan dari pusat ke daerah.8
Pemilihan kepala daerah secara langsung di Indonesia dimulai pada tahun 2005,
tepatnya pada bulan Juni 2005. Pilkada langsung di Indonesia sering dikatakan sebagai suatu
lom-patan demokrasi yang dapat berkono-tasi positif maupun negatif. Dalam arti positif,
Pilkada langsung memberikan kesempatan kepada rakyat di daerah sebagai salah satu
infrastruktur politik untuk me-milih kepala daerahnya secara langsung melalui mekanisme
pemungutan suara. Hal ini akan mendorong terjadinya keseimbangan antara infra-struktur
politik dengan suprastruktur politik, karena melalui pilkada lang-sung maka rakyat dapat
menentukan jalannya pemerintahan dengan memi-lih pemimpin yang dikehendaki secara bebas

dan rahasia.
Meskipun rakyat tidak terlibat secara langsung dalam pengambilan keputusan
pemerintahan sehari-hari, namun mereka dapat melakukan kontrol atas jalannya pemerintahan
yang sudah mendapat mandat lang-sung dari rakyat. Dengan demikian terjadi mekanisme check
and balance yang mendorong dicapainya akunta-bilitas publik dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Sedangkan, dalam arti negatif, Pilkada langsung sebagai lompatan
demokrasi yang merupakan pestanya rakyat daerah, diartikan sebagai kebebasan rakyat untuk
berbuat apa saja, termasuk melakukan tindakan-tindakan anarki dalam pelaksanaan Pilkada
serta me-ngambil keuntungan pribadi dari pelaksanaan Pilkada tersebut.9

7

Harian Kompas 3 Oktober 2014
http://nasional.kompas.com/read/2014/10/03/09190651/ini.isi.Perppu.Pilkada.yang.Dikeluarkan.Presiden.SBY
diunduh pada tanggal 15 maret 2017 pukul 15.14 Wib.
8
Fitriyah, 2005 ‘Sistem dan ProsesPilkada Langsung.’ Analisis CSIS,Vol. 34, No. 3.
Binoto Nadapdap, 2005. ‘Pasang Surut Otonomi Daerah dan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung.’
Sociae Polites Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. V, No. 22.


9

POLITIKA, Vol. 8, No. 1, April 2017................................................................................................................84

Menurut Romli (2005), sejalan dengan tujuan desentralisasi dari Smith, Pilkada
langsung pada gili-rannya akan memberikan pendidikan politik kepada rakyat di daerah untuk
memilih dan menentukan pemimpin-nya sendiri tanpa adanya intervensi dari siapapun,
termasuk pemerintah pusat dan/atau elit-elit politik di tingkat pusat. Pilkada langsung juga
akan memberikan latihan kepemim-pinan bagi elit-elit lokal untuk mengembangkan
kecakapannya da-lam merumuskan dan membuat kebijakan, mengatasi persoalan-persoalan di
masyarakat, komunikasi politik dengan masyarakat, serta melakukan artikulasi dan agregasi
kepentingan masyarakat. Dari penga-laman-pengalaman inilah pada gili-rannya diharapkan
akan dapat dilahirkan politisi-politisi atau pemimpin-pemimpin yang handal yang dapat
bersaing di tingkat nasional.10
Pilkada serentak juga belum tentu menciptakan pola rekruitmen pimpinan lokal dengan
standar yang jelas. Dengan Pilkada langsung maka akan terjadi rekruitmen pimpinan politik
yang berasal dari daerah (lokal), bukan didrop dari pusat. Dengan Pilkada langsung, rakyat ikut
terlibat secara langsung dalam memilih pemimpin-nya. Keterlibatan rakyat secara lang-sung ini
pada gilirannya akan meningkatkan demokratisasi di ting-kat lokal, dimana rakyat benar-benar
memiliki kedaulatan. Dengan kata lain tidak terjadi distorsi dalam pelaksanaan kedaulatan

rakyat. Pilkada langsung juga dapat menciptakan stabilitas politik dan pemerintahan di tingkat
lokal. Hal ini karena kepala daerah yang terpilih memperoleh legitimasi kuat dari rakyat secara
langsung, sehingga tindakan penghentian kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat tidak
dapat dilakukan oleh DPRD.
Proses yang berkaitan dengan pilkada serentak tidak lepas dari proses kebijakan.
Dimana dalam teori kebijakan Proses kebijakan terkait dengan mekanisme-mekanisme

dimana kebijakan publik (pemerintah) dibuat. Pembuatan kebijakan adalah ssebuah
proses dalam dua pengertian. Pertama, ia melibatkan serangkaaian aksi atau peristiwa
yang saling terkait. Ini dimulai dengan pemunculan gagasan dan pengajuan usulan;
dilanjutkan dengan sebagaian bentuk debat, analisis, dan dievaluasi; dan diakhiri
dengan pembuatan-pembuatan keputusan-keputuasn formal dan implementasi mereka
melalui aksi-aksi yang direncanakan. Pembuatan kebijakan karenanya mirip dengan
proses pencernaan dalam tubuh manusia; ia menghubungkan input-input tertentu
dengan output-output tertentu. Kedua, ia merupakan sebuah proses dalam penegertiaan
bahwa ia membedakan bagaiman tentang pemerintah dari apa tentang pemerintah;
yaitu berfokus pada cara di mana kebijakan di buat (proses), dan bukan pada subsatansi
dari kebijakan dibuat (proses), dan bukan subtansi dari keijakan itu sendiri dan
konsekuensi-konsekuensi (produknya).11
Pembuatan keputusan, dan secara spesifik kumpulan keputusan, jelas sangat

pokok bagi proses kebijakan. Meskipun pembuatan keputusan juga terkait dengan aksiaksi prakarsa dan implementasi, pembuatan keputusan dan pencapaain kesimpulan
biasanya dipandang sebagai ciri pokoknya. Akan tetapi, mungkin sulit untuk
menentukan bagaimana dan mengapa keputusan-keputusan dibuat. Keputusankeputusan tidak diragukan lagi dibuat dalam cara-cara yang berbeda oleh individuindividu dan oleh kelompok-kelompok yang berbeda. Didalam badan-badan kecil dan di
didalam organisasi-organisasi besar dan didalam struktur-struktur demokrasi
Pilkada serentak dijawalkan pada tanggal 9 Desember 2015 lalu, namun pada tanggal 7
desember 2015 Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan pembatalan Pilkada 5 daerah di
Indonesia. Kelima daerah tersebut meliputi Provinsi Kalimantan Tengah, Kabupaten

Fakfak, Kota Manado, Kota Pematang Siantar, dan Kabupaten Simalungun. Dari kelima
daerah tersebut salah satu permasalahan yang paling unik adalah permasalahan di

10
11

Romli, Lili. 2005. ‘Pilkada Langsung, Otonomi Daerah dan Demokrasi Lokal.’ Analisis CSIS, Vol. 34, No. 3.
Anrew Heywood, 2014, Politik : edisi ke 4, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Hal.621.

POLITIKA, Vol. 8, No. 1, April 2017................................................................................................................85

Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Simalungun Rabu pada

tanggal 10 Februari 2016 sudah menggelar Pilkada.
Titik permasalahan dalam Pilkada Serentak di Kabupaten Simalungun adalah
Calon yang sudah di vonis penjara 4 tahun oleh Mahkamah Agung bisa ikut dalam
pilkada. Keluarnya putusan Mahkamah Agung (MA) terhadap kasus Amran Sinaga
terkait Izin Pemanfaatan Kayu Tanah (IPKTM) di Nagori Mariah Dolok, Kecamatan
Dolok Silau Kabupaten Simalungun. Putusan Mahkamah Agung (MA). Salinan putusan
Mahkamah Agung tersebut kemudian diteruskan ke Komisi Pemilihan Umum yang
kemudian diteruskan ke KPUD Simalungun.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Dimana peneliti mencoba Dengan
metode kualitatif, peneliti mengumpulkan data dengan cara deep interview. Kemudian,
melalui strategi eksploratoris sekuensial menurut Creswell (2010:22-23), peneliti
mengumpulan dan menganalisis data kualitatif dan selanjutnya mengumpulkan dan
menganalisis data. Penelitian ini juga menggunakan Paradima Kritis untuk Pilkada
Serentak Dan Hukum Politik: Kontoversi Kebijakan Pemerintah Pusat Terkait Putusan
Hukum Pilkada Kabupaten, Simalungun Sumatera Utara Tahun 2015.
B. PEMBAHASAN
1. Kronologis Pilkada Simalungun
Kabupaten Simalungun adalah salah satu dari 33 kabupaten/kota di Sumatera
Utara. Dimana Secara geografis, Kabupaten Simalungun terletak di antara 2◦ 36'-3◦ 8
Lintang Utara dan 98◦ 32' - 99◦ 35' Bujur Timur dengan luas wilayah 4.386,60 km atau
6,12 % dari luas keseluruhan Provinsi Sumatera Utara serta berada pada ketingggian 20
– 1.400 m dari atas permukaan laut (rata-rata 3369 m). Kabupaten Simalungun sendiri
terdiri dari 33 Kecamatan.
Setelah sempat tertunda selama 2 bulan lamanya sejak 9 Ndesember 2015. Rabu
tanggal 10 Februari 2016. Pada akhirnya kabupaten Simalungun menggelar Pilkada.
Kabupaten Simalungun merupakan satu dari lima daerah yang pilkadanya terpaksa di
tunda oleh KPU karena dianggap bermasalah. Kronologis pembatalan Pilkada
Kabupaten Simalungun ini diawali oleh pencoretan pasangan calon JR Saragih dan
Amran Sinaga oleh KPUD Simalungun. Penyebabnya adalah keluarnya putusan
Mahkamah Agung (MA) terhadap kasus Amran Sinaga terkait Izin Pemanfaatan Kayu
Tanah (IPKTM) di Nagori Mariah Dolok, Kecamatan Dolok Silau Kabupaten Simalungun.
Putusan Mahkamah Agung (MA) itu menyatakan vonis 4 tahun penjara Amran Sinaga.
Salinan putusan Mahkamah Agung tersebut kemudian diteruskan ke Komisi Pemilihan
Umum yang kemudian diteruskan ke KPUD Simalungun. KPUD Simalungun pada
tanggal 7 Desember 2015, akhirnya menerima salinan putusan pencoretan pasangan
calon JR Saragih-Amran Sinaga dan menerbitkan Surat Keputusan Nomor
79/Kpts/KPU-Sim/002.434769/XII/2015 yang menyatakan membatalkan pencalonan
JR Saragih-Amran Sinaga pada pilkada serentak 9 Desember 2015.
Namun, pada hari selasa, tanggal 8 Desember 2015. Pihak JR Saragih kemudian
merespon cepat putusan yang menganulirnya menjadi Calon Bupati Simalungun dengan
memasukkan gugatannya pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. Di hari
yang sama PTUN Medan melakukan persidangan dan mengabulkan gugatan pasangan
JR Saragih-Amran Sinaga melalui salinan putusan PTUN Medan Nomor : Nomor
79/Kpts/KPU-Sim/002.434769/XII/2015 yang dalam putusan menyebutkan
Memerintahkan KPUD Simalungun untuk menunda keputusan tentang pembatalan
POLITIKA, Vol. 8, No. 1, April 2017................................................................................................................86

pasangan calon Bupati dan Wakil bupati Simalungun atas nama JR Saragih-Amran
Sinaga sebagai peserta pilkada Simalungun. Akhirnya pada dini hari pada tanggal 9
Desember 2015 Komisi Pemilihan Umum kemudian memutuskan untuk menunda
pelaksanaan pemilihan kepala daerah di kabupaten Simalungun. KPUD Simalungun
kemudian melakukan banding ke PT.TUN Medan. Selanjutnya, pada tanggal 23
Desember
2015
PT
TUN
Medan
mengeluarkan
putusan
Nomor
16/G/PILKADA/2015/PT.TUN-MDN yang Mengabulkan sebagian gugatan JR Saragih.
Serta tetap menyertakan JR Saragih-Amran Sinaga pada pilkada Kabupaten Simalungun.
Tidak terima dengan putusan PT.TUN akhirnya KPUD Simalungun melakukan kasasi ke
Mahkamah Agung.
Setelah melalui proses sidang yang panjang pada hari mingu, tanggal 24 Januari
2016. Melalui situs resminya mahkamahagung.go.id pada kolom direktory putusan
Mahkamah Agung. Dituliskan bahwa Kasasi yang dimohonkan KPUD kabupaten
Simalungun di tolak sepenuhnya. Keputusan tersebut didasarkan pada nota putusan
Kasasi Nomor 09 K/TUN/PILKADA/2016. Putusan penolakan gugatan KPUD
Simalungun tersebut diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada
hari rabu, tanggal 20 Januari 2016. Itu Artinya pasangan JR.Saragih-Amran Sinaga tetap
ikut menjadi pilkada di kabupaten Simalungun.
Dalam kelanjutannya, KPUD Simalungun akhirnya menetapkan waktu
pelaksanaan Pilkada Simalungun pada hari rabu, 10 Februari 2016. Pilkada Simalungun
tetap berlangsung dengan 5 pasangan calon. Kelima pasangan calon itu adalah nomor
urut 1 Tumpak Siregar-Irwansyah Damanik, nomor urut 2 Evra Damanik-Sugito, nomor
urut 3 Nuriyati Damanik-Posman Simarmata, nomor urut 4 JR. Saragih-Amran Sinaga
dan nomor urut 5 Lindung Gurning-Soleh Saragih.
Pada Pilkasa Kabupaten Simalungun partisipasi politik yang menggunakan hak
pilihnya hanya 52,47% dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kabupaten Simalungun
yang berjumlah 668.355 orang. Artinya ada sekitar 47, 53% pemilih di Simalungun
tidak menggunakan hak pilihnya dengan berbagai alasan. Kemudian pada tangggal 16
maret 2016 melalui Pengumuman KPU Kabupaten Nomor 05/002.434769/III/2016
telah mengumumkan Pemenang Pilkada Kabupaten Simalungun yaitu Pasangan JR
saragih-Amran Sinaga.
2. Inkonsistensi Regulasi.
2.1. Tahapan Penentuan Pasangan Calon
Pada pemilihan kepala daerah di Kabupaten Simalungun menyisakan pertanyaan
terkait mekanisme dalam pelolosan pasangan calon dalam pilkada. Misalnya pasangan
JR Saragih-Amran Sinaga merupakan calon yang awalnya diloloskan KPUD Simalungun
namun pada akhirnya menjelang pemilihan pencalonannya dibatalkan dengan
kaeluarnya putusan MA. Tentu tahap pertama mengapa KPUD Simalungun tidak
membaca dokumen-dokumen track record calon pasangan calon. Ir. Amran Sinaga telah
divonis pidana sesuai dengan Putusan No: 194/K/Pid.Sus/2012 berdasarkan
pelanggaran UU No. 26 tahun 2007 pasal 37 ayat (1) jo pasal 37 ayat (7) berbunyi
“Bahwa setiap pejabat pemerintah yg berwenang menerbitkan ijin tidak sesuai degan
Rencana Tata Ruang sebagaimana dimaksud pada pasal 37 ayat (7) dipidana penjara 5
(lima) tahun denda paling banyak Rp. 500.000.000,-.Selanjutnya atas pelanggaran
hukum yang telah dilakukan oleh Ir. Amran Sinaga, maka MA RI telah mengadili
terdakwa dan mengabulkan Permohonan Kasasi Jaksa Penuntut Umum pada kejaksaan
Simalungun No. 242/Pid.B/2011/PN.Simalungun tanggal 14 Juli 2011 bahwa MA RI
menyatakan;
POLITIKA, Vol. 8, No. 1, April 2017................................................................................................................87

1. Terdakwa Ir. Amran Sinaga telah terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah karena melakukan tindak pidana “dengan sengaja sebagai orang
yang melakukan perbuatan sebagai pejabat pemerintah yang berwenang
untuk menerbitkan ijin yang tidak sesuai dengan UU tata ruang.
2. Menjatuhkan pidana penjara selama empat tahun terhadap terdakwa.
3. Memerintahkan terdakwa untuk ditahan.
4. Menetapkan barang bukti berupa sembilan lembar asli surat tanda terima
ganti rugi dan pelepasan sebidang tanah yang diterbitkan oleh Camat Dolok
Silau
a.n.
Drs.
Hendri
Sembiring
pangkat
pembina
NIP.
12
195701031993031001.
KPU kemudian meloloskan pasangan ini hingga ikut dalam Pilkada Kabupaten
Simalungun 10 Februari 2016. Kontroversi keikutsertaan Pasangan Jr Saragih-Amran
Sinaga secara jelas melanggar UU PKPU 9/2015 Pasal 88 poin (b) yang menyatakan
pasangan calon dikenakan sanksi pembatalan sebagai peserta, jika terbukti melakukan
tindak pidana kejahatan yang diancam pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebelum hari pemungutan suara.
2.2. Anggaran Pilkada Membengkak
Salah satu tujuan pelaksanaan pilkada serentak adalah menekan biaya
penyelenggaraan pemilihan gubernur dan bupati/wali kota. Pada tahap I pilkada
serentak 9 Desember 2015, dijadwalkan 269 daerah akan memilih kepala daerah, baik
provinsi maupun kabupaten/kota, yang masa jabatannya berakhir 2015 hingga Juni
2016. Beda pilkada serentak 2015 dari pilkada sebelumnya, pembiayaan kampanye
pilkada sebagaimana diatur Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2015 menjadi beban
penyelenggara pemilu, bukan peserta. Kenyataannya, tidak semua daerah siap. Data
KPU, semula ada 68 dari 269 daerah yang akan melaksanakan pilkada serentak tidak
siap dari sisi anggaran. Akibatnya, muncul desakan agar penyelenggaraan pilkada
diundur jadi 2016.
Ketidaksiapan daerah banyak dikaitkan dengan keterbatasan ruang fiskal daerah
untuk membiayai pilkada sehingga jika dipaksakan harus mengorbankan belanja publik,
termasuk untuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Belum lagi siklus anggaran
juga tak sesuai dengan siklus tahapan pilkada sehingga dalam APBD tak tersedia
anggaran untuk penyelenggaraan pilkada.Sementara pemerintah pusat sejauh ini tetap
berpandangan, tidak ada alasan bagi pemerintah daerah untuk tidak siap melaksanakan
pilkada serentak. Pemerintah telah menyiapkan payung hukum anggaran pilkada yang
memungkinkan daerah menggunakan APBD-P atau Naskah Perjanjian Hibah Daerah
untuk pilkada sehingga tak ada alasan bagi daerah tidak menyelenggarakan pilkada.
Sanksi juga disiapkan untuk memaksa daerah agar patuh.13
Persoalan lain adalah pembengkakan anggaran. Faktanya, efisiensi tak terjadi
pada pilkada serentak 2015 ini. Yang terjadi, anggaran pilkada justru membengkak
hampir 40 persen dari rencana Rp 5 triliun menjadi Rp 6,89 triliun. Pembengkakan
terjadi, antara lain, karena ada biaya kampanye yang harus ditanggung negara dan aji
mumpung penyelenggara pemilu yang memasukkan pembelian kendaraan dinas dalam
anggaran pilkada (Kompas, 3/6). Terkesan belum ada satu tarikan semangat yang sama
untuk menekan ongkos pesta demokrasi yang terlalu mahal selama ini. Penyelenggara
pilkada berlomba-lomba mengajukan penambahan anggaran yang seharusnya ditekan.
Desember sudah semakin dekat dan masih banyak persoalan yang menjadi pekerjaan
12
13

Putusan Mahkamah Agung
Harian Kompas tanggal 5 Januari 2016 Hal.12.

POLITIKA, Vol. 8, No. 1, April 2017................................................................................................................88

rumah besar bagi pemerintah pusat, DPR, pemerintah provisi dan kabupaten/kota,
DPRD, KPU, dan KPU daerah dalam mengatasi kendala yang bisa menjadi ganjalan
kelancaran penyelenggaraan pemilu serentak 2015. Termasuk di antaranya mengatasi
pembengkakan anggaran yang terjadi, dari mana harus ditutup, dan opsi yang disiapkan
untuk kondisi terburuk yang mungkin terjadi. Pemerintah pusat dan daerah perlu
memperkuat koordinasi dan menyamakan persepsi dalam menyikapi ketidaksiapan
daerah dan kendala teknis lain pilkada serentak 2015.
Akibat penundaaan Pilkada kabupaten Simalungun yang tertunda salah satu
keruguian adalah DPRD kabupaten Simalungun terpaksa menambah anggran sebesar
31 Milyar rupiah. Dimana sebanyak 15 Milyar untuk kekurangan anggaran sebelumnya.
Kemudian pelaksanaan pilkada yang tertunda ada 12 Milyar untuk KPU Simalungun, 1,9
Milyar untuk Polres Kabupaten Simalungun, 1,9 Milyar untuk Panwaslih Simalungun
dan 400 juta untuk KodimTentunya apabila KPU bisa jeli melihat persoalan di
Kabupaten Simalungun, Dana sebesar itu tidak perlu dikeluarkan.14
3. Proses Gugatan
Gugagatan ke Mahkamah Konstitusi untuk kemenangan JR Saragih pilkada
Simalungun dengan selisih suara berapapun. Baik itu kemenangan dengan 2 persen
atau lebih dari 2 persen. Mengingat kasus pilkada yang terjadi di Kabupaten Simalungun
sedikit berbeda dengan kasus-kasus pilkada sebelumnya yang hanya secara substansi
mensidangkan terkait sengketa di Pilkada saja. Meski, sekalipun menurut undangundang pilkada Pasal 158 UU No. 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,
dan Walikota (UU Pilkada) terkait syarat selisih suara minimal di bawah 2 persen
sebagai syarat menggugat hasil pilkada ke Mahkamah Konstitusi.
Meskipun secara substansi ketentuan syarat selisih suara yang termaktub dalam
Pasal 158 UU 8/2015 bagi setiap calon kepala daerah untuk yang ingin mengajukan
permohonan sengketa MK. Terkesan menafikan tujuan keadilan pemilu itu sendiri,
yakni suatu proses sengketa hasil pemilu di MK bukanlah persoalan angka dan hasil
semata, tetapi juga keadilan materil.
4. Proses Pelantikan JR Saragih
KPUD Simalungun telah mengumumkan pemenang pilkada Kabubaten
Simalungun. Proses di mahkamah Konstitusii juga telah selesai namun permasalahan
yang terjadi terkait mekanisme pelantikan JR Saragih dan Amran Sinaga pada periode
2016-2022. Sementara menurut PerKPU Penetapan Pemenang pasal 64 Ayat 1 dan 2
Peraturan Penetapan Pilkada,
Pasal 64 (1) Dalam hal sejak diusulkan sampai dengan pengesahan dan
pelantikan Pasangan Calon Terpilih berhalangan tetap, KPU Provinsi/KIP atau KPU/KIP
Kabupaten/Kota mengusulkan kembali pengesahan dan pelantikan terhadapa calin
yang memenuhi syarat dengan melampirkan bukti keterangan berhalangan tetap pada
saat pengusulan pengesahan dan pelantikan Pasangan Calon
(2) Dalam hal sejak diusulkan sampai dengan pengesahan dan pelantikan
Pasangan Calon terpilih, Pasangan Calon Berhalangan Tetap, KPU Provinsi/KIP atau
KPU/KIP Kabupaten/Kota mengusulkan kembali pengesahan dan pelantikan terhadap
Pasangan Calon dengan perolehan Suara terbanyak berikutnya dengan melampirkan
bukti keterangan berhalangan tetap, Pasangan Calon pada saat pengusulan pengesahan
14

Harian Tribun Medan berjudul Penyelenggara Pemilu Dapat Anggaran Rp 31 Miliar untuk Gelaran Pilkada
Simalungun http://medan.tribunnews.com/2016/01/20/penyelenggara-pemilu-dapat-anggaran-rp-31-miliaruntuk-gelaran-pilkada-simalungun diunduh tanggal 6 April 2016 pukul 16.08 wib.
POLITIKA, Vol. 8, No. 1, April 2017................................................................................................................89

dan Pelantikan Pasangan Calon. Artinya JR Saragih tidak mungkin dilantik sendiri
sebagai Bupati Simalungun sebab pada saat pencalonan diusulkan oleh Pasangan calon.
C. PENUTUP
Pada Pilkada Kabupaten Simalungun sangat jelas panitera MA membenarkan bahwa Amran
Sinaga telah divonis pidana sesuai dengan putusan No: 194/K/Pid.Sus/2012 berdasarkan
pelanggaran UU No. 26 Tahun 2007 Pasal 37 Ayat (1) jo Pasal 37 Ayat (7) berbunyi "Bahwa
setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin tidak sesuai degan rencana tata
ruang sebagaimana dimaksud pada Pasal 37 Ayat (7) dipidana penjara lima tahun denda paling
banyak Rp500.000.000,-.
Kemudian, atas pelanggaran hukum yang telah dilakukan Amran Sinaga, maka MA telah
mengadilinya dan mengabulkan permohonan kasasi jaksa penuntut umum (JPU) pada
Kejaksaan Simalungun No. 242/Pid.B/2011/PN. Simalungun tanggal 14 Juli 2011 bahwa MA RI
menyatakan:
Pertama, Amran Sinaga telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah karena
melakukan tindak pidana dengan sengaja sebagai orang yang melakukan perbuatan, sebagai
pejabat pemerintah yang berwenang untuk menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan UU Tata
Ruang.
Kedua, menjatuhkan pidana penjara selama empat tahun terhadap terdakwa. Ketiga,
memerintahkan terdakwa untuk ditahan. Keempat, menetapkan barang bukti berupa sembilan
lembar asli surat tanda terima ganti rugi dan pelepasan sebidang tanah yang diterbitkan oleh
Camat Dolok Silau. Tidak hanya untuk Kabupaten simalungun yang bermasalah dengan proses
pilkada dari pencalonan, pelaksanaan hingga pengumuman.
Namun, Secara normatif, pilkada serentak 9 Desember 2015 mengalami permaslaahan
yang sama karena disamping permasalahn yang substansial. Terkait masalah pendaftaran
pasangan calon sudah menjadi tanggung jawab partai politik untuk menghindari adanya calon
tunggal. Terkait dengan masalah ketersediaannya anggaran, pemerintah dan pemerintah
daerah perlu memberikan kemauan politik yang kuat untuk segera menyelesaikan
permasalahan tersebut.
Namun demikian, dalam hal semua upaya tersebut belum juga diselesaikan dalam
waktu yang terbatas, pilkada serentak 2015 juga telah diundur terutama untuk pelaksanaan
kabupaten Simalungun. Hal ini tentunya bermasalah karena substansi pilkada serentak adalah
menjamin penyelenggaraan pilkada yang baik, demokratis dan akuntabel serta mampu
menghadirkan pemimpin daerah yang mampu membangun daerah dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakatnya.
Solusi dalam evaluasi Pilkada Kabupaten Simalungun adalah Evaluasi terhadap regulasi
penetapan calon yang akan di Simalungun harus meperhatikan aspek-aspek yang substansial
dan tidak berpotensi menyebabkan maslaah di kemudian hari. Dimana solusinya adalah
1. Evaluasi seluruh regulasi yang terkait Pilkada Serentak baik itu Undang-undang,
PKPU dan proses penggugatan.
2. KPUD harus selektif terhadap database Calon.
3. Angggaran yang tetap sasaran.
4. Perlunya Lembaga bIndependen diluar KPU dan Panwaslu untuk mengawasi
kegiatan pilkada.
5. Pemerintah harus benar-benar siap dalam segia anggaran, kesiapan keamanan,
logistik dan lain-lain terkait Pilkada Serentak.
6. Kordinasi antara pemerintah pusat (mendagri), KPU, KPUD dan Pihak-pihak
pemangku kepentingan dalam satu komando (pengelolaan satu atap)
Poin-poin diatas merupakan hal yang substansi, mengingat pilkada serentak merupakan
kebijakan yang juga akan dilaksanakan pada tahun 2017

D.DAFTAR REFERENSI
POLITIKA, Vol. 8, No. 1, April 2017................................................................................................................90

Buku:
Dahl, Demokrasi dan Para Pengkritiknya, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1992.
Heywood, Anrew, 2014, Politik : edisi ke 4, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Manan, Bagir, 2004. Menyongsong Fajar Otonomi Daerah,FH UII Press, Yogyakarta.
Edwin¸ Donni dkk. 2005. Pilkada Langsung Demokratisasi Daerah dan Mitos Good
Governance, Pusat Kajian Politik, Departemen Ilmu Politik Universitas Indonesia,
Jakarta.
Prasetyo, Eko , Demokrasi Tidak Untuk Rakyat, Yogyakarta, Ressist Book, 2005.
Rasyid, Ryaas , 2005. Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Jakarta: LIPI Press.
Jurnal :
Fitriyah, 2005 Sistem dan Proses Pilkada Langsung. Analisis CSIS,Vol. , No. .
Nadapdap, Binoto,
. Pasang Surut Otonomi Daerah dan Pemilihan Kepala Daerah
Secara Langsung.’ Sociae Polites Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. V,
No. 22.
Romli, Lili.
. Pilkada Langsung, Otonomi Daerah dan Demokrasi Lokal. Analisis
CSIS, Vol. 34, No. 3.
Internet :
Harian Kompas 3 Oktober 2014
http://nasional.kompas.com/read/2014/10/03/09190651/ini.isi.Perppu.Pilkada.yang.Dikeluar
kan.Presiden.SBY diunduh pada tanggal 15 maret 2017 pukul 15.14 Wib.

Harian Tribun Medan berjudul Penyelenggara Pemilu Dapat Anggaran Rp 31 Miliar
untuk Gelaran Pilkada Simalungun
http://medan.tribunnews.com/2016/01/20/penyelenggara-pemilu-dapat-anggaran-rp-31miliar-untuk-gelaran-pilkada-simalungun diunduh tanggal 6 April 2016 pukul 16.08

wib.

POLITIKA, Vol. 8, No. 1, April 2017................................................................................................................91