Tradisi pernikahan kaum alawiyyin: studi komparatif antara hadhramaut dan indonesia
TRADISI PERNIKAHAN KAUM
ALAWIYYIN: STUDI KOMPARATIF
ANTARA HADHRAMAUT DAN INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh:
NABILAH
NIM: 1111022000029
KONSENTRASI TIMUR TENGAH
PROGRAM STUDI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UINVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437H / 2015
ABSTRAK
Ada dua macam cara bagi sayyid untuk mencari jodoh. Pertama pilihan
orang tua. Kedua pilihan sendiri dengan persetujuan orang tua. Tentu saja jodoh
yang diutamakan adalah seorang syarifah. Perjodohan hingga kini masih terjadi
di dalam komunitas ‘Alawiyyin, penjelasan tentang pentingnya menjaga nasab
telah ditanamkan sejak kecil kepada anak-anaknya agar nanti sudah tumbuh
dewasa kecintaan terhadap sesama ‘Alawiyyin tetap ada walaupun lingkungan
sekitar kian modern.
Di Hadhramaut dan Indonesia, strata Sayyid dan Syarifah merupakan
prioritas utama bagi ‘Alawiyyin dalam memilih jodoh atau menikahkan putraputrinya dengan tujuan agar keturunan mereka tidak terputus (nasabnya). Faktor
nasab berperan lebih dalam kehidupan perkawinan di masyarakat Arab.
Walaupun kominutas ‘Alawiyyin yang ada di Indonesia telah menetap
lama dan berasimilasi dengan penduduk setempat, identitas adat dan budaya
yang mereka terima dari leluhur terutama dalam urusan pernikahan sebagian
besar dari mereka masih berpegang teguh dengan adat dan budaya tersebut yaitu
syarat mutlak dan wajib dipatuhi oleh setiap anak-anak mereka untuk menikah
dengan sesama ‘Alawiyyin. Hal ini yang menyebabkan kurang mendapat
simpati dari masyarakat dan kadang-kadang persaudaraan Islam terputus karena
hal tersebut. Dalam sejarah perkembangan Islam di Indonesia, dahulu golongan
sayyid pada umumnya menikah dengan wanita pribumi, disebabkan para sayyid
yang datang dari Hadhramaut tidak membawa istri-istri mereka. Wanita pribumi
merasa bangga apabila menikah dengan para sayyid, karena dalam bidang
keagamaan dan materi mereka jauh lebih maju, dan juga wanita yang menikah
dengan sayyid naik derajatnya, sebab para sayyid dihormati oleh masyarakat
pribumi. Hingga kini banyak pendapat tentang hukum pernikahan antara sesama
golongan ‘Alawiyyin. Ada pendapat yang mengatakan hal tersebut tidak sesuai
dengan hukum agama Islam, merupakan adat dan budaya turun temurun tanpa
tahu dalil hukumnya apa.
Keyword: Tradisi Pernikahan, Alawiyyin, Hadhramaut dan Indonesia
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Rabb Semesta
Alam, yang karena taufiq dan inayahnya akhirnya penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini meski harus melewati berbagai macam hambatan dan rintangan
hingga berjuang pada penyeleaian masa studi yang cukup lama. Sholawat serta
salam selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad saw. yang
telah menerangi manusia dari masa kegelapan hingga terang benderang, dengan
kecintaan yang tidak pernah berakhir kepada umatnya hingga akhir hayat.
Semoga rasa cinta kita pun tidak akan pernah surut kepada Nabi Muhammad
SAW. sampai kelak jasmani dan rohani memisahkan. Aamiin
ii
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis sadar betul bahwa skripsi yang berjudul “Tradisi Pernikahan
Kaum Alawiyyin: Studi Komparatif antara Hadhramaut dan Indonesia”, ini
tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak, baik
berupa moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak
terimakasih kepada pihak yang telah membantu dalam menyusun skripsi
tersebut. Dikarenakan skripsi ini pun merupaka bukti untuk memperoleh gelar
Sarjana Strata Satu (S1), Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam, Fakultas Adab
dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Untuk itu
penulis persembahkan ucapan terimakasih tersebut kepada:
Prof. Dr. Sukron Kamil, M.A, selaku Dekan Fakultas Adab dab
Humaniora. H. Nurhasan, M.A, selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan
Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sekaligus Dosen Penasehat
Akademik, yang selalu memberikan arahan dan motivasi dalam belajar.
Sholikatus Sa’diyah, M.Pd, selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan Kebudayaan
Islam, yang selalu memberikan pelayanan kepada mahasiswanya dengan baik.
Dr. Halid, M.Ag, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan
serta masukan-masukan yang baik kepada penulis dalam menyelesaikan
penulisan skripsi dengan baik. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan
bimbingan dan pelajaran selama beberapa tahun ini, untuk motivasi dan arahanarahannya terhadap penulis.
Kepada keluarga besar terutama kedua orang tua saya umi Latifah
Manggus dan abi saya Daud Abdul Qodir, terimakasih selama ini telah
iii
membimbing dan menyemangati putri kalian dengan semangat, arahan, doa
yang selalu tercurahkan untuk anak tercintanya hingga sampai saat ini. Semoga
umi dan abi selalu diberi kesehatan dan keberkahan. Aamiin
Untuk SKI 2011 wabilkhusus grup SEKOTENG (Sejarah Konsentrasi
Timur Tengah) Wira Kurnia, Silvia Ulhaq, Nur Mayasari, Indi Nisauf, Ulfa
Azzahra, Yeni Marpurwaningsih, Ismawati, Wilda Eksanti, Sufyan, Mulki,
Husen, Alan, Zikrul. Terimakasih selama ini atas canda tawanya, waktunya,
kesusahannya, kegembiraannya, kebersamaannya, kekompakannya hingga bisa
menjelajahi museum mengelilingi Jakarta.
Buat sahabat-sahabatku tercinta Rasyifa Fauziah, Fariha, Fakhrani
Ahliyah, Dini Rachmawati, Saskia Fitridini, dan Afifah. Terimakasih untuk
semangat dan doa yang tak henti sampai saat ini, walaupun jarak memisahkan
kita datas dasar menuntut ilmu itu tidak masalah yang terpenting doa selalu
tercurahkan.
Dan untuk sahabat-sahabatku tersayang Khoirunnisa, Wira Kurnia, Arifah
Mahfudzoh, Nur Mayasari, S.Hum, Indi Nisauf Fikri Shakila, Hammatun
Ahlazzikriyah, Siti Nur Azizah, Eva Khofifah, Silvia Ulhaq, Ulfa Azzahra,
Ismawati, Yeni Marpurwaningsih,. Terimakasih untuk keluh kesahnya selama
ini, kepeduliannya yang begitu besar, terimakasih kost-kostan kalian dijadikan
tempatku untuk bersinggah, semangat dan doa yang tak pernah putus. Sukses
untuk kalian semua !
Untuk Javar Shodiq Alaydrus yang jauh disana sedang menuntut ilmu di
negeri Eropa, syukron yaa Habib buat pinjaman bukunya, buat waktu dan selalu
iv
mengingatkan untuk terus tetap semangat, kerjakan skrispi, dan doa yang selalu
tercurahkan. Terimakasih juga buat Muhammad Chairul Anwar, Makhfiyyah
Muthi’ah Yahya, Farwa Alaydrus, Sheyla Abdullah Al-Haddar yang cukup
membantu sekali bilamana penulis sedang kesulitan serta doa yang tercurahkan.
Dan tidak lupa juga penulis berterimakasih kepada Rizkiyah Abudan,
Widad Attamimi, Marwah Abdul Aziz, Fatin Adilah, Zainah Balweel, Samia
Abdul Aziz, Feny Anwar, Jihan Fairuz Alattas, Muhammad Fadhil Alattas, Faris
Manggus, Syarifah Nisa Bahasyim, Mutmainnah, Malikah Nadia yang selama
ini selalu memberikan hiburan, canda, senda gurau dan doa yang dipanjatkan
terhadap penulis.
Segenap keluarga organisasi PMII terimakasih atas pengalaman,
kesempatan, kerjasamanya, kekompakannya, kepeduliannya terhadap penulis
selama ini. Dan untuk UKM Paduan Suara Mahasiswa (PSM) UIN Syarif
Hidayatullah dan Federasi Olahraga Mahasiswa (Forsa) divisi Basket,
terimakasih atas waktu, tempat, pengalaman, kekompakan, kepedulian,
kesusahan, kebahagiaan, kemandirian, kedisiplinan, arti sebuah kebersamaan,
arti sebuah keluarga, serta doa yang selalu tercurahkan.
Untuk KKN Bangsa 2014 Abu Rizal Hasan, Wira Kurnia, M. Irsyad
Fadhilah, Helmi Suhaemi, Novita Rizkiah, Mahara, Hizqil, Andre, Nur Tri, Ai
Inayah, Albi, Ardi, Rizka teteh, Faris Jamal, Anis. Terimakasih untuk waktu
yang begitu singkat tapi kita tetap kompak, peduli terhadap yang lain, kerjasama
dan kebersamaan yang begitu mendalam. Sukses untuk kalian semua !
v
Terimakasih untuk karyawan/karyawati Fakultas Adab dan Humaniora,
Perpustakaan Adab dan Humaniora serta Perpustakaan Utama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta atas pelayanan sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
Terimakasih kepada pegawai Rabithah Alawiyah yang telah membantu
penulis mengumpulkan data dalam penulisan skripsi ini.
Semoga semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi
ini mendapatkan balasan dari Allah SWT. dan penulis menyadari masih banyak
kekurangan dan kelemahan, olh karena itu pnulis mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca demi lebih baiknya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Aamiin
Jakarta, 20 Oktober 2015
Nabilah
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK …………………………………………………………
i
KATA PENGANTAR ……………………………………….........
ii
UCAPAN TERIMA KASIH ………………………………………
iii
DAFTAR ISI ……………………………………………………….
vii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………
1
B. Permasalahan ………………………………….…………
9
1. Identifikasi Masalah …………………………………
9
2. Pembatasan Masalah …………………………………
9
3. Rumusan Masalah …………………………………….
10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………….………..
10
D. Tinjauan Pustaka ……………………………….…………
11
E. Metode Penelitian ……………………………..………….
13
F. Teori dan Konsep …………………………………………
15
G. Sistematika Penulisan …………………………………….
19
BAB II. MENGENAL HADHRAMAUT
A. Kondisi Geografis ………………………………………
21
B. Aspek Demografi ……………………………………….
28
C. Penggolongan Orang-Orang Hadhramaut ………………
37
vii
BAB
III.
KONTAK
INTELEKTUAL
DAN
BUDAYA
KAUM
ALAWIYYIN HADHRAMAUT DAN INDONESIA
A. Silsilah Keturunan Kaum Alawiyyin ……………………
41
-
Tokoh-Tokoh di Hadhramaut ……………………….. 42
-
Sebab
Penamaan
Gelar
Penamaan
Alawiyyin
………………………………………………………… 50
B. Sekilas
BAB
Masuk
dan
Berkembangnya
Kaum
Alawiyyin
Hadhramaut di Indonesia ………………………..………
52
C. Pola-Pola Kontak Intelektual dan Budaya ………………
62
IV.
TRADISI
PERNIKAHAN
KAUM
ALAWIYYIN
DI
HADHRAMAUT DAN INDONESIA
A. Asal-Usul Tradisi Pernikahan …………………………… 71
B. Prosesi dan Pernak-Pernik Pernikahan ………………….. 82
C. Tradisi dan Simbol Pernikahan ………..………………… 103
D. Dinamika dan Perbandingan: Hadhramaut dan Indonesia
……………………………………………………………
105
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………….. 109
B. Saran-Saran …………………………………………….…. 111
DAFTAR PUSTAKA ..………………………………………………
LAMPIRAN ………………………………………………………….
viii
112
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hadhramaut adalah sebuah negeri purba. Ia menyimpan sepenggal
keajaiban yang unik: di balik bentangan buminya yang gersang dan keronta,
ia menawarkan kesejukan ruhani yang tak tertuliskan. Hembusan manfaat
auliyanya tersebar hingga ke seluruh penjuru dunia. Tak luput Nusantara
terkasih ini.1
Salah satu provinsi di Republik Yaman ini terletak pada garis 14’-19’
Lintang Utara dan 47,21’ Bujur Timur. Hadhramaut memilki wilayah lautan
yang cukup strategis, iklim sedang, daratan berupa hamparan padang pasir,
dan sinar matahari yang sangat panas saat musim kemarau.
Di daerah utara, Hadhramaut berbatasan dengan wilayah lain yaitu Saudi
Arabia. Di sebelah selatan berbatasan dengan laut Arab. Sedang di sebelah
barat berbatasan dengan wilayah Yaman lainnya, yakni Provinsi Jauf, Ma’rib,
Syabwa, Ramlah dan Sab’atain. Sedangkan di sebelah timur berbatasan
dengan dataran tinggi Provinsi Mahra, Yaman.2 Luas Hadhramaut kurang
lebih 161.749 km2. Wilayah ini merupakan provinsi terbesar di Yaman
dengan padang pasirnya yang sangat luas.
Sebagian ulama masa lampau memberikan definisi, Hadhramaut adalah
daratan yang terbentang di Arab Selatan. Pantainya menjulur di antara desa-
1
2
Ahmad Imron, Syamsul Hary, Hadhramaut, Bumi Sejuta Wali, hlm. 13
Ibid
1
desa nelayan „Ain Bamakmad dan Syaihut. Di baliknya, teronggok gununggunung yang gersang dan tinggi menjelang ke langit.3
Berkenaan dengan nama Hadhramaut, muncul silang pendapat mengenai
asal-muasalnya. Dari segi bahasa, Hadhramaut terdiri atas dua kata: “hadhar”
(yang berarti datang) dan “maut” (yang berarti kematian). Asal nama ini
diyakini sebagian ulama berpangkal dari kisah nabiyullah Sholeh as yang
makamnya berada di Hadhramaut. Syahdan, ketika kaumnya yang bengal
diluluhlantakkan oleh Allah SWT, nabi Sholeh as bersama beberapa pengikut
setianya berhijrah ke suatu daerah di wilayah Yaman. Begitu sampai di
tempat yang dituju, beliau menghembuskan nafas yang terakhir. Jadilah
daerah itu dinamakan Hadhramaut.
Penduduk asli Hadhramaut meyakini bahwa mereka adalah keturunan
Yakrub bin Qahtan bin Hud. Mereka masih tergolong ras Arab Selatan yang
merupakan Arab asli („Aribah) dan bukannya Arab keturunan (Musta’ribah).
Dua kota pelabuhan yang agak penting di Hadhramaut adalah AlMukalla dan Al-Syihr. Al-Mukalla terletak 620 km timur dari Aden, Al-Syihr
54 km ke timur Al Mukalla. Di pesisir, tebing pegunungan agak dekat ke
pantai dan karenanya lereng-lereng di selatan sangat terjal. Sepertiga
penduduk Hadhramaut terdapat di lembah antara Syibam dan Tarim dengan
Sei’un di antaranya. Kaum sayyid paling banyak tinggal, terutama di sekitar
Tarim dan Sei’un.
3
Terdapat sebuah versi lain. Dalam kitab Miftahussanah, Imam Abu Bakar bin
Muhammad Syarahil menorehkan catatan: Hadhramaut adalah sebuah negeri yang masyhur
yang terletak di dataran Yaman. Negeri ini mempunyai lembah-lembah yang jumlahnya
banyak, salah satunya adalah lembah Ibnu Rasyid yang luasnya mencapai 2 sampai 3
marhalah. Lembah itu terentang dari al-„Aqad sampai makam nabiyullah Hud A.S.
2
Menurut Sayyid Muhammad Ahmad al-Syathri dalam bukunya Sirah alSalaf Min Bani Alawi al-Husainiyyin, para salaf kaum Alawi di Hadhramaut
dibagi menjadi 4 tahap yang masing-masing mempunyai gelar tersendiri.
Gelar yang diberikan oleh masyarakat Hadhramaut kepada tokoh-tokoh besar
Alawiyyin ialah4:
IMAM (dari abad III H sampai abad VII H). Tahap ini ditandai
perjuangan keras Ahmad al-Muhajir dan keluarganya untuk menghadapi
kaum khariji. Menjelang akhir abad 12 keturunan Ahmad al-Muhajir tinggal
beberapa orang saja. Pada tahap ini tokoh-tokohnya adalah Imam Ahmad alMuhajir, Imam Ubaidillah, Imam Alwi bin Ubaidillah, Bashri, Jadid, Imam
Salim bin Bashri.
SYAIKH (dari abad VII H sampai abad XI H). Tahapan ini dimulai
dengan munculnya Muhammad al-Faqih al-Muqaddam yang ditandai dengan
berkembangnya tasawuf, bidang perekonomian dan mulai berkembangnya
jumlah keturunan al-Muhajir. Pada masa ini terdapat beberapa tokoh besar
seperti Muhammad al-Faqih al-Muqaddam sendiri. Ia lahir, dibesarkan dan
wafat di Tarim. Di kota Tarim, ia belajar bahasa Arab, teologi dan fikih
sampai meraih kemampuan sebagai ulama besar ahli fiqih. Ia juga secara
resmi masuk ke dunia tasawuf dan mencetuskan tarekat 'Alawi.
HABIB (dari pertengahan abad XI sampai abad XIV). Tahap ini
ditandai dengan mulai membanjirnya hijrah kaum 'Alawi keluar Hadramaut.
Dan di antara mereka ada yang mendirikan kerajaan atau kesultanan yang
4
Idrus Alwi al-Masyhur, Sejarah, Silsilah dan Gelar Keturunan Nabi Muhammad saw.
di Indonesia, Singapura, Malaysia, Timur Tengah, India dan Afrika, h. 264
3
peninggalannya masih dapat disaksikan hingga kini, di antaranya kerajaan
Alaydrus di Surrat (India), kesultanan Al-Qadri di di kepulauan Komoro dan
Pontianak, Al-Syahab di Siak dan Bafaqih di Filipina.
SAYYID (mulai dari awal abad XIV ). Tahap ini ditandai kemunduran
kecermelangan kaum 'Alawi. Di antara para tokoh tahap ini ialah Imam Ali
bin Muhammad al-Habsyi, Imam Ahmad bin Hasan al-Attas, Allamah Abu
Bakar bin Abdurahman Syahab, Habib Muhammad bin Thahir al-Haddad,
Habib Husain bin Hamid al-Muhdhar.
Ahlul bait adalah para keturunan Nabi Muhammad Saw. yang dikenal
sebagai kaum sayyid/syarifah. Sejak sekitar abad ke-12, orang Arab
Hadhramaut terbagi dalam beberapa golongan menurut garis keturunan, yaitu
sebagai berikut:
1. Kaum Sayyid: golongan tertinggi dan terpandang yang merupakan
ningrat keagamaan. Mereka ini sangat dihormati penduduk.
2. Kaum Syekh: mereka terutama bergerak di bidang pendidikan dan
pengajaran.
3. Kaum Qabili: golongan ningrat duniawi, penguasa.
4. Kaum Dha’if: terdiri atas para petani dan pengrajin.
5. Kaum Budak: budak belian, terutama pengabdi golongan penguasa.5
Kaum sayyid di Hadhramaut adalah keturunan Ahmad bin Isa AlMuhajir melalui cucunya „Alawi bin „Ubaidillah. Karena itu, kaum sayyid
5
C. F. Pijper, Studien over de Geschiedenis van de Islam in Indonesia 1900-1950.
Terjemahan Tudjimah dan Yessy Augusdin, Beberapa Studi tentang Sejarah Islam di
Indonesia 1900-1950, hlm. 116-117.
4
Hadhramaut disebut juga kaum Alawi atau Ba’alawi.6 Di namakan alMuhajir, karena beliau hijrah dari Basrah ke Hadhramaut karena sebab-sebab
perbaikan yang diperlukan, adalah mencari ketenangan7 demi menyelamatkan
agamanya dan agama para pengikutnya ke tempat yang aman. Di samping itu
mereka juga mencaci maki khalifah Usman, Ali, Tolhah, Zubair, Aisyah dan
Muawiyah, maka pada tahun 317 H, Imam al-Muhajir ke Hadhramaut beserta
keluarganya yang berjumlah 70 orang8.
Gelar syekh sebenarnya digunakan sebagai kehormatan bagi semua yang
mengabdikan diri dalam ilmu pengetahuan. Kaum Qabili merupakan
mayoritas penduduk kaum Hadhramaut. Kaum Dha’if terdiri atas orang-orang
merdeka yang tinggal di kota-kota dan desa, yang bukan anggota suatu suku
dan tidak pula termasuk syekh atau sayyid. Mereka terdiri atas pedagang,
pengrajin, tukang, buruh, dan pelayan. Kaum budak di Hadhramaut umumnya
berasal dari Somalia dan Nubia, yang kebanyakan lahir di Hadhramaut, di
rumah mereka mengabdi sampai turun-temurun.
Orang Hadhramaut di Indonesia umumnya berasal dari penduduk
lembah besar antara Syibam dan Tarim. Yang mendorong mereka datang ke
Indonesia adalah usaha mencari kehidupan yang lebih baik. Di antara mereka,
6
Catatan seorang Imam Ahmad Al-Muhajir yang juga merupakan keturunan dari Ali
bin Abu Thalib dan Fatimah az-Zahra. Nama lengkapnya adalah Imam Ahmad bin Isa bin
Muhammad bin Ali al-Uraidhi bin Ja’far ash-Shodiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal
Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib dilahirkan pada tahun 260 H di kota Basrah, Iraq.
7
Mencari ketenangan maksudnya melindungi diri dari timbulnya fitnah, bencana dan
kedengkian yang telah mewabah pada masyarakat Iraq, berkuasanya ahli bid’ah dan
banyaknya penghinaan terhadap para syarif Alawiyyin.
8
Menurut al-Allamah Muhammad bin Salim al-Bijani dalam kitabnya al-Asy’ah alAnwar jilid 2 halaman 82 mengatakan bahwa, “Sesungguhnya dari kalangan keluarga Ali
yang pertama kali datang ke Hadhramaut adalah al-Muhajir Ahmad bin Isa. Beliau juga dari
Basrah menuju Madinah bersama keluarganya yang berjumlah 70 orang”.
5
ada juga orang-orang yang bergairah menyiarkan agama Islam. Kecuali para
pelopornya, biasanya mereka datang ke Indonesia setelah ada panggilan atau
ajakan dari orang Hadhramaut di Indonesia, yang akan menampung
pendatang baru itu sebelum siap berdiri sendiri.9
Kebudayaan spiritual dan ilmu, khususnya ilmu agama, fiqih, dan tata
bahasa Arab sangat mereka hargai. Ulama mereka di Nusantara mendapat
penghormatan besar orang asal Hadhramaut.
Orang Hadhramaut, sekalipun sudah hidup jauh dari negerinya bahkan
sudah bergenerasi-generasi hidup di negeri orang, umumnya masih tetap
mempertahankan kebiasaannya terutama dalam pergaulan di lingkungan
keluarga atau dengan sesamanya. Panggilan kepada anggota keluarga dan
famili masih banyak yang tetap menggunakan bahasa Arab. Bapak atau ayah
di panggil abah, aba, abi, abuya. Ibu dipanggil umi. Paman biasa di panggil
khale, ami. Bibi biasa di panggil khalaty, amah atau ameh. Kakek dipanggil
jiddi, nenek dipanggil jiddah.10
Adat kebiasaan lainnya yang cukup menonjol adalah kebiasaan
membawa status sosial sewaktu di negerinya yang masih terasa sampai sekitar
tahun 60-an khususnya dalam masalah pernikahan. Dalam masalah yang satu
ini dapat dikatakan hampir mustahil non Baalwi dapat mempersunting
seorang puteri Baalwi, alasannya karena tidak mau keturunannya terputus dari
Muhammad Hasyim Assegaf, Derita Putri-Putri Nabi: Studi Historis Kafa’ah
Syarifah, hlm. 122
10
Dr. H.A. Madjid Hasan Bahafdullah, MM, Dari Nuh AS Sampai Orang Hadhramaut
di Indonesia, hlm. 195
9
6
Rasulullah saw. Orang tua sang puteri banyak yang memilih puterinya tidak
menikah seumur hidup daripada harus menikah dengan Ghabili.11
Pernikahan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
Oleh karena itu pernikahan mempunyai maksud agar suami dan istri dapat
membentuk keluarga yang kekal dan bahagia, dan sesuai pula dengan hak
asasi manusia, maka pernikahan harus disetujui oleh kedua belah pihak yang
melangsungkan pernikahan tersebut, tanpa ada paksaan dari pihak manapun.12
Pernikahan adalah kejadian perjanjian antara dua manusia terjadi.
Perjanjian suci menurut Islam sangatlah berat. Karena memerlukan tanggung
jawab, komitmen, dan kasih sayang. Pernikahan adalah hal normal yang
dibutuhkan manusia. Dalam Islam, hukum pernikahan adalah sunnah, tapi
dapat menjadi wajib, makruh, atau bahkan haram.
Pernikahan memiliki tata cara dan proses. Ijab dan qabul diucapkan
untuk menandakan pernikahan yang sah dan pasangan siap untuk melangkah
ke kehidupan baru. Pernikahan telah dituntunkan oleh Rasulullah saw sebagai
ibadah apabila dilakukan berdasarkan niat yang tulus dan ikhlas.
Islam memang agama yang lengkap dengan segalanya yang telah diatur
dan memiliki ketentuan. Termasuk pernikahan yang sakral. Pasangan suami
istri haruslah memahami satu sama lain. Hidup bersama berarti juga
menghilangkan sifat individualis. Saling membutuhkan satu sama lain baik
secara biologis maupun psikologis. Suami harus menafkahi istri dan istri
11
Ibid, hlm. 196
Muhammad Hasyim Assegaf, Derita Putri-Putri Nabi: Studi Historis Kafa’ah
Syarifah, hlm. 71.
12
7
harus berbakti kepada suami. Segalanya akan lebih indah jika berpedoman
pada nilai-nilai Islam.
Perbedaan antara Arab di Hadhramaut dan Indonesia, tidak ada
perempuan asli Hadhramaut di Nusantara, para prianya menikah dengan
wanita pribumi ini dan wanita peranakan Arab. Bagi kelompok Sayyid yang
konservatif, adalah terlarang (adat kebudayaan Alawiyyin) hukumnya
menikahkan puteri-puteri mereka (syarifah) dengan laki-laki non-sayyid.
Hanya pihak laki-laki sajalah yang dapat meneruskan gelar ke-sayyidan,
bukan syarifah. Kaum Alawi Hadhramaut yang amat bangga akan nasabnya
terus bersiteguh pada kaidah itu. Ketika mereka masih dalam jumlah kecil dan
saling berhubugan dalam lingkungan terbatas di bawah seorang pengayom,
cara perkawinan semacam itu mudah dikontrol dan diatur. Perjodohan dan
perkawinan antara sesama kaum Alawi antara sayyid dan syarifah, diatur oleh
orang tua-orang tua, yang paling jamak adalah perkawinan antara dua orang
sepupu.
Maka dari itu, lelaki sayyid boleh menikah baik dengan wanita
sayyid/syarifah atau non-syarifah. Sebaliknya, jika ada wanita sayyid/syarifah
yang menikah dengan non-sayyid, akan dianggap sebagai onmere atau
pelanggaran. Dan yang syarifah yang melakukan pelanggaran harus dihukum
berat.13
Menikah dengan kalangan di luar Alawiyyin. Sebuah pilihan berdiam
bagi kaum Alawiyyin yang kemudian harus diterimanya tatkala keluarganya
Muhammad Hasyim Assegaf, Derita Putri-Putri Nabi: Studi Historis Kafa’ah
Syarifah, hlm. 255-256.
13
8
tak peduli memandang soal kesalehan, kepintaran, atau bahkan harta benda.
Asalkan mereka dari keturunan Alawiyyin pula tanpa memikirkan alasan yang
lainnya. Bagaimanapun juga, sikap dan pendapat mengenai tradisi menjaga
kemurnian identitas kaum Arab di Yaman akan selalu beraneka ragam.
Dinamikanya akan selalu bersentuhan dengan dimensi sejarah yang berbeda
dari masa ke masa.
B. Permasalahan
1.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis menduga kuat bahwasannya
Alawiyyin yakni seorang Syarifah tidak dapat menikah dengan non-sayyid,
karena itu dianggap menyakitkan hati bangsa seorang sayyid dan menghina
bangsanya serta memurkakan asal-usulnya, menghina kerabat Rasulullah saw
serta putrinya, Sayyidatina Fathimah.
Bila seorang Syarifah menikah dengan non-sayyid, maka ia dan
keturunannya putus hubungan persaudaraan dengan kalangan para sayyid dan
syarifah. Ini adalah adat kebiasaan terhadap kaum Ba’alawi, dan semata-mata
hanya ingin mengikuti dan tidak ingin mengecewakan datuk mereka yakni
Rasulullah saw. beserta putri-Nya Sayyidatina Fathimah az-Zahra.
2.
Pembatasan Masalah
Terkait judul penulisan penelitian “TRADISI PERNIKAHAN KAUM
ALAWIYYIN: STUDI KOMPARATIF ANTARA HADHRAMAUT DAN
INDONESIA”. Dengan melihat latar belakang masalah di atas, maka penulis
9
perlu membatasi pembahasan dalam penelitiaan ini, agar pembahasan tidak
melebar sehingga dapat diperoleh hasil penelitian yang maksimal. Pembahas
dalam penelitian ini hanya terfokus pada nasab, keturunan dan tradisi
pernikahan. Adapun batasan spasial, yaitu batasan ruang yang hanya meliputi
wilayah yang terbatas pada kalangan Alawiyyin di Hadhramaut dan
Indonesia. Dan waktu yang terjadi pada abad ke-19, melihat perkembangan
yang begitu pesat orang Arab Hadhramaut di Indonesia.
3.
Perumusan Masalah
Masalah pokok dalam penulisan penelitian ini adalah: Apa perbedaan
tradisi pernikahan Alawiyyin di Hadhramaut dan Indonesia?
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah: Ingin lebih mengetahui perbedaan
tentang tradisi pernikahan Alawiyyin di Hadhramaut dan Indonesia khususnya
menyangkut nasab dan keturunan. Adapun manfaat yang ingin penulis
berikan melalui penulisan penelitian ini adalah :
1.
Mengetahui lebih jauh lagi tradisi pernikahan di Hadhramaut dan
Indonesia.
2.
Memberikan sumbangan hasil karya penelitian bagi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Fakultas Adab dan Humaniora, Prodi Sejarah dan
Kebudayaan Islam terkait dengan sejarah di Timur Tengah dengan tema
tradisi pernikahan Alawiyyin di Hadhramaut dan Indonesia.
10
3.
Selain itu juga dengan adanya penelitian ini diharapkan juga
dapat menjadi informasi ilmiah dan rujukan bagi orang yang ingin
mengetahui tentang tradisi pernikahan Alawiyyin di Hadhramaut dan
Indonesia.
D.
Tinjauan Pustaka
Banyak tulisan baik berbentuk buku, jurnal, majalah, dan karya
akademis lainnya yang berkaitan dengan tema penulisan ini. Tetapi yang
menjadi catatan, diantara karya-karya tersebut harus dicari mana yang benarbenar otentik dab otoriatif dalam menceritakan kembali kejadian atau
peristiwa bersejarah tersebut, dengan membandingkan sumber-sumber
tersebut.
Buku rujukan pertama DR. H.A Madjid Hasan Bahafdullah, MM yang
berjudul Dari Nabi Nuh AS. Sampai Orang Hadhramaut di Indonesia yang
menelusuri asal-usul Hadharmi. Buku ini menjelaskan lebih lengkap
penggolongan Hadhrami beserta kebiasaan-kebiasaan orang-orang Hadhrami,
akan tetapi buku ini tidak menjelaskan bagaimana hubungan Islam sebagai
agama yang berperan penting dalam kehidupan umat Muslim khususnya di
Hadhramaut.
Selain itu tulisan Marzuki Alie, Azyumardi Azra, Abdillah Thaha,
Abdullah bin Nuh, Musa Kazhim, Yasmine Zaki Shahab, Habib Luthfi
Yahya, Habib Zeyd bin Abdurrahman Yahya, Engseng Ho, Frode F.
Jacobsen, Ali Muhammad Naqvi, et.al. Yang berjudul Peran Dakwah Damai
11
Habaib „Alawiyyin di Nusantara. Selain bku tersebut menjelaskan tentang
peran dakwah alawiyyin di Nusantara buku ini juga membahas masuknya
kaum Hadhrami ke Indonesia. Dan dijelaskan juga definisi dari Aal, Ahlul
Bait, dan keturunan Rasulullah.
Selanjutnya tulisan The graves of Tarim: genealogy and mobility across
the Indian Ocean/Engseng Ho yang menjelaskan tentang pernikahan Syarifah
dengan Non-Sayyid yang di klaim menentang fatwa.
L.W.C Van den Berg dalam bukunya Hadhramaut dan Koloni Arab di
Nusantara. Di dalam buku tersebut Berg menjelaskan tentang kehidupan
kaum Hadhrami dari segi letak geografis, politik, ekonomi, social, serta
perbedaan kaum Alawiyyin Hadhramaut dan Indonesia.
Buku rujukan Muhammad Hasyim Assegaf berjudul Derita Pueri-Puteri
Nabi memberi gambaran tentang Hadhramaut, pernikahan Alawiyyin serta
menjelaskan asal-muasal keturunan Rasulullah SAW.
Buku rujukan selanjutnya adalah karya Idrus Alwi al-Masyhur yang
berjudul Sejarah, Silsilah dan Gelar Keturunan Nabi Muhammad SAW. di
Indonesia, Singapura, Malaysia, Timur Tengah, India dan Afrika.
Dan yang primer terdapat buku karya Sayyid Abdurrahman bin Abdullah
Assegaf dan Assegaf bin Ali Alkaf yang berjudul Dirosah fi Nasab Sayyid bin
Alawi dzuriyah Imam al-Muhajir Ahmad bin Isa. Dan buku lainnya adalah
Keutamaan Keluarga Rasulullah SAW, Sejarah, Silsilah dan Gelar Alawiyyin
Keturunan Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir.
12
E.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode penelitian
deskriptif analitis, dengan pendekatan budaya untuk merekontrusksi peristiwa
masa lampau yang bersifat komperhensif14, mengetahui kronologi serta asalusul kaum Alawiyyin di Hadhramaut.
Ahlul bait atau Alawiyyin adalah para keturunan Nabi Muhammad saw.
yang dikenal sebagai kaum sayyid/syarifah. Peneliti berusaha menjelaskan
variabel-variabel yang terjadi dan berlaku dalam bagian-bagian kecil tentang
keturunan Alawiyyin di Hadhramaut, oleh karena itu diperlukan teori yang
relevan bagi penelitian tersebut.
Teori yang dianggap relevan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
teori tentang pelarangan Syarifah menikah dengan non-Sayyid. Menurut
Sayyid Abdurrahman bin Husein Al-Masyhur:
“Syarifah tidak boleh dinikahi oleh yang selain dari kaum Syarif sekalipun si Syarifah
dan walinya menyukainya, karena tiap-tiap Syarif mempunyai hak dalam hal nasab itu, baik
si Sayyid itu kerabat dekat ataupun jauh dari Syarifah di Mekkah. Maka bangkitlah sekalian
Sayyid serta segala ulama Mekkah menuntut difasakhkannya pernikahan itu, demikian pula
halnya di negeri-negeri lain. Maka ditulislah oleh para ulama dari kalangan Sayyid banyak
kitab yang menyatakan tidak bolehnya pernikahan Syarifah dengan non-Sayyid.”
15
Pada dasarnya orang-orang Hadhrami masih tetap mempertahankan
status sosialnya, terutama dalam masalah pernikahan. Dalam masalah yang
14
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan llmu Sosial dalam Metodelogi Sejarah, Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 1992, h .4-5, 144-156 .
15
Buku Bughyat Al-Musytarsyidin, hlm. 345
13
satu ini dapat dikatakan hampir mustahil seorang non Baalwi dapat
mempersunting seorang puteri Baalwi, alasannya karena tidak mau
keturunannya terputus dari Rasulullah SAW.16
Adapun dalam penelitian ini penulis mengunakan metode pengumpulan
data yang meliputi 4 tahapan yaitu 17 :
Heuristik, berupa kegiatan mengumpulkam sumber sejarah. Adapun
sumber yang penulis gunakan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa sumber,
yaitu: sumber primer yang bersifat tertulis, berupa sumber yang diterbitkan
seperti biografi atau website dari salah satu kaum Alawiyyin yang langsung atau
pernah datang ke Hadhramaut, dokumen, kemudian wawancara dengan kaum
Alawiyyin yang menetap di Indonesia.
Adapun sumber sekunder berupa buku-buku yang terkait, skripsi, disertasi,
majalah, jurnal maupun sumber elektronik dari website milik instansi resmi.
Dalam proses pengumpulan data, penulis melakukan penelitian terhadap
sumber-sumber
kepustakaan,
seperti
Perpustakaan
Utama
UIN
Syarif
Hidayatullah, Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, Perpustakaan UI,
Rabithah Alawiyah. Sumber-sumber yang dikaji berupa buku, jurnal, majalah,
dan sumber elektronik.
Kemudian setelah mengumpulkan data-data, tahapan selanjutnya adalah
kritik
sumber. Penulis
berusaha membandingkan, menganalisis
dan
mengkritisi beberapa sumber yang telah penulis dapat.
16
DR. H. A. Madjid Hasan Bahafdullah, MM, Dari Nabi Nuh AS Sampai Orang
Hadhramaut di Indonesia, hlm. 196.
17
Muhamad Arif, Pengantar Kajain Sejarah, Bandung: Yrama Widya, 2011, h 32.
14
Tahapan selanjutnya interpretasi data, yakni penulis melakukan analisa
sejarah untuk mengungkapkan masalah yang ada, dalam hal ini penulis
berusaha melihat fakta yang penulis dapat dari pengumpulan data dan kritik
sumber, sehingga memperoleh pemecahan atas masalah tersebut.
Terakhir penulis menuliskan hasil pemikiran dari penelitian serta
memaparkan hasil dari penelitian sejarah secara sistematika yang telah diatur
dalam pedoman skripsi, sehingga penelitian ini bukan hanya baik dari segi isi
tetapi juga dalam metode penulisannya. Tahapan terakhit ini disebut dengan
historiografi.18
F.
Teori dan Konsep
Raymond Williams, pengamat dan kritikus kebudayaan terkemuka
mendefiniskan kata “kebudayaan” (culture) merupakan salah satu dari dua
atau tiga kata yang paling kompleks penggunaannya dalam bahasa Inggris.
Sebab kata ini sekarang sering digunakan untuk mengacu sejumlah konsep
penting dalam beberapa disiplin ilmu yang berbeda-beda pula. Dalam konteks
ini, bisa memahami mengapa seseorang disebut “berbudaya” atau “tidak
berbudaya”. Selama periode panjang ini pula istilah budaya diterapkan untuk
entitas yang lebih besar yaitu masyarakat sebagai keseluruhan, dan dianggap
merupakan padanan kata dari peradaban (civilization). Akan tetapi, seiring
kebangkitan Romantitisme selama Revolusi Industri, budaya mulai dipakai
18
Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, Yogyakarta: Pustaka Jaya, 1995, hlm.
109
15
untuk menggambarkan perkembangan kerohanian yang dkontraskan dengan
perubahan material dan infrastructural.
Mengetahui itu semua, Williams berani berpendapat bahwa perubahanperubahan historis tersebut bisa direflesikan ke dalam tiga arus penggunaan
istilah budaya, yaitu19:
a. Yang mengacu pada perkembangan intelektual, spiritual, dan
estetis dari seorang individu, sebuah kelompok, atau masyarakat.
b. Yang mencoba memetakan khazanah kegiatan intelektual dan
artistik sekaligus produk-produk yang dihasilkan (film, bendabenda seni dan teater. Dalam penggunaan ini budaya kerap
diidentikan degan istilah “kesenian”.
c. Yang menggambarkan keseluruhan cara hidup, berkegiatan,
keyakinan-keyakinan, dan adat kebiasaan sejumlah orang,
kelompok, atau masyarakat.
Masih terkait dengan penggunaan istilah budaya, Kroeber dan
Kluckhohn mendefinisikan kebudayaan dapat digolongkan menjadi & hal,
yaitu20:
Pertama, kebudayaan sebagai keseluruhan hidup manusia yang
kompleks, meliputi hukum, seni, moral, adat-istiadat, dan segala kecakapan
lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Kedua, menekankan sejarah kebudayaan, yang memndang kebudayaan
sebagai warisan tradisi.
19
Mudji Sutrisno dan Hendra Putranto, Teori-Teori Kebudayaan, h. 8
Suwardi Endraswara, Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan Ideologi,
Epistemologi, dan Aplikasi, h. 20
20
16
Ketiga,
menekankan kebudayaan
yang bersifat
normatif,
yaitu
kebudayaan dianggap sebagai cara dan aturan hidup manusia, seperti cita-cita,
nilai, dan tingkah laku.
Keempat, pendekatan kebudayaan dari aspek psikologis, kebudayaan
sebagai langkah penyesuaian diri manusia kepada lingkungan sekitarnya.
Kelima,
kebudayaan
dipandang
sebagai
hasil
struktur,
yang
membicarakan pola-pola dan organisasi kebudayaan serta fungsinya.
Keenam,
kebudayaan
sebaga
hasil
perbuatan
atau
kecerdasan.
Kebudayaan adalah sesuatau yang membedakan manusia dengan hewan,
misalkan manusia pintar menggunakan simbol dalam komunikasi sedangkan
hewan tidak.
Ketujuh, definisi kebudayaan yang tidak lengkap dan kurang bersistem.
Pembatasan di atas sebenarnya hanya ingin menyatakan bahwa
kebudayaan itu sangat lebar cakupannya. Kebudayaan adalah sesuatu yang
tidak terbatas pada hal-hal yang kasat mata tentang manusia, melainkan juga
menyangkut hal-hal yang abstrak. Karena itu, penelitian kebudayaan bisa
melebar dan meluas serta mendalam ke seluruh penjuru hidup manusia.
Kebudayaan akan mencakup segala kesadaran, sikap, dan perilaku hidup
manusia. Dari lahir sampai mati, manusia akan menciptakan budaya. Hasil
ciptaan tersebut dinamakan budaya produk atau sering disebut budaya
material. Sedangkan budaya yang sifatnya abstrak, akan tampak pada proses
budaya itu sendiri. Itulah sebabnya sering dinamakan budaya sebagai proses
17
atau immaterial. Budaya immaterial juga sering disebut budaya spiritual yang
bersifat batiniah.
Baik budaya sebagai produk maupun sebagai proses, amat menarik
untuk diteliti lebih mendalam. Budaya sebagai produk dan proses, pada
dasarnya akan mencakup nilai kultural, norma, dan hasil cipta manusia.
Karena itu, pada tataran tertentu budaya dapat digolongkan menjadi tiga
dimensi, yaitu21:
1. Dimensi kognitif (budaya cipta) yang bersifat abstrak, berupa
gagasan-gagasan
manusia,
pengetahuan
tentang
hidup,
pandangan hidup, wawasan kosmos.
2. Dimensi evaluatif, artinya menyangkut nilai-nilai dan norma
budaya, yang mengatur sikap dan perilaku manusia dalam
berbudaya, lalu membuahkan etika budaya.
3. Dimensi simbolik berupa interaksi hidup manusia dan symbolsimbol yang digunakan dalam berbudaya.
Dari dimensi-dimensi tersebut, cukup jelas bahwa meneliti kebudayaan
tidak lain mempelajari manusia. Karena pemikiran manusia cenderung
berubah-ubah,
kebudayaan
akan
berubah.
Ruang
dan
waktu
akan
mempengaruhi peneliti kebudayaan harus lebih tanggap dalam pemaknaan.
Ruang dan waktu atau disebut juga lingkungan budaya akan besar
pengaruhnya terhadap perubahan budaya itu sendiri.
21
Ibid, h. 22
18
Dari realita ini demikian menunjukkan bahwa kebudayaan adalah sebuah
produk manusia yang dipengaruhi oleh ruang dan waktu. Sebagai produk,
kebudayaan sering ada tawar-menawar atau negosiasi budaya, agar
masyarakat mau menerima dan atau menolak. pada Tingkat menerima atau
menolak inilah terjadi proses budaya. Jadi, kebudayaan akan bergerak kea rah
sirkel, dicipta, diterima, ditolak, dan seterusnya sampai terbentuk kemapanan
ini juga sering berlangsung singkat, sehingga muncul lagi perubahan22.
Dengan demikian sama halnya kaum Alawiyyin, tradisi serta adat
kebiasaan yang dibawa dari Hadhramaut sampai ke Indonesia sama dan
beberapa sedikit perbedaan di kalangan Ba’alawi ini. Tradisi serta adat
kebiasaan kaum Alawiyyin ini selalu turun-temurun dari masa ke masa dan
sampai sekarang pun masih sangat melekat kepada mereka kaum Alawiyyin.
G.
Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini, penulis membagi pembahasan ke dalam lima bab
dan didalamnya terdapat beberapa sub bab yang terdiri atas :
Bab I, membahas pendahuluan yang antara lain latar belakang,
pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat, pendekatan dan
metode penelitian, tinjauan pustaka serta sistematika penulisan.
Bab II: Mengenal Hadhramaut: berupa kondisi geografis, aspek
demografi, penggolongan orang-orang Hadhramaut.
22
Ibid, h.24
19
Bab III: Membahas mengenai kontak intelektual dan budaya kaum
Alawiyyin Hadhramaut dan Indonesia: berupa silsilah keturunan kaum
Alawiyyin, sekilas masuk dan berkembangnya kaum Alawiyyin Hadhramaut
di Indonesia, dan pola-pola kontak intelektual dan budaya.
Bab IV: Akan membahas tradisi pernikahan kaum Alawiyyin di
Hadhramaut dan Indonesia, berupa asal-usul tradisi pernikahan, prosesi dan
pernak-pernik pernikahan, analisis makna dan simbol pernikahan, dan
dinamika dan analisis perbandingan: Hadhramaut dan Indonesia.
Bab V: Berisi kesimpulan dan saran-saran.
20
BAB II
MENGENAL HADHRAMAUT
A. Kondisi Geografis
Hadhramaut adalah sebuah negeri purba. Ia menyimpan sepenggal
keajaiban yang unik, di balik bentangan buminya yang gersang dan keronta, ia
menawarkan kesejukan ruhani yang tak tertuliskan. Hembusan manfaat
auliyanya tersebar hingga ke seluruh penjuru dunia. Tak luput Nusantara
terkasih ini.23 Salah satu provinsi di Republik Yaman ini terletak pada garis 14’19’ Lintang Utara dan 47,21’ Bujur Timur. Hadhramaut memilki wilayah lautan
yang cukup strategis, iklim sedang, daratan berupa hamparan padang pasir, dan
sinar matahari yang sangat panas saat musim kemarau.
Di daerah utara, Hadhramaut berbatasan dengan wilayah lain di Negara
Yaman, kemudian Saudi Arabia. Di sebelah selatan berbatasan dengan laut
Arab. Sedang di sebelah barat berbatasan dengan wilayah Yaman lainnya, yakni
Provinsi Jauf, Ma’rib, Syabwa, Ramlah dan Sab’atain. Sedangkan di sebelah
timur berbatasan dengan dataran tinggi Provinsi Mahra, Yaman.24 Luas
Hadhramaut kurang lebih 161.749 km2. Wilayah ini merupakan provinsi
terbesar di Yaman, padang pasirnya yang sangat luas.
Dari sisi topografi, provinsi ini mempunyai beberapa karakteristik,
antara lain, pantai landai, pegunungan dan dataran tinggi, lembah utama yang
kemudian bercabang-cabang, padang pasir yang datar dan luas. Contoh lembah
23
24
Ahmad Imron, Syamsul Hary, Hadhramaut, Bumi Sejuta Wali, hlm. 13
Ibid
21
yang bercabang antara lain Wadi Dau’an. Lembah berpenduduk ini bercabang
dua. Cabang (“kiri”) disebut Wadi Leiser dan cabang (“kanan”) Wadi Aiman.25
Korma yang dihasilakan dari perkebunan lembah Dau’an merupakan
jenis yang berkualitas tinggi. Ada yang menyetarakannya dengan Korma Ajwa
yang dihasilakan perkebunan Madinah al-Munawwarah. Selain itu, daerah ini
juga menjadi penghasil madu dengan kualitas terbaik di dunia, dan sangat
tersohor sejak dulu kala.
Panjang pantai Hadhramaut adalah 330
km. kawasan pantai terluas
antara Mukalla dan Dis Timur. Ke arah timur, lebar pantai makin menyempit.
Sedang di arah barat, pantai landai itu terputus oleh deretan gunung yang berdiri
gagah. Pemandangan indah di tepi pantai patut dijadikan tempat rekreasi. Dari
Kota Mukalla, terlihat Kour Mukalla yang menjadi tempat penampungan air
hujan dari semua lembah di sebelah utara.
Di daerah antara Borum dan Syihr terdapat sebelas saluran air dari
lembah besar di Hadhramaut bagian pedalaman. Sebagian tanah Hadhramaut
yang berkategori subur dimanfaatkan penduduk untuk bercocok tanam. Aktifitas
pertanian itu banyak dilakukan di dataran tinggi. Di Hadhramaut, terdapat
beberapa daerah yang datarannya berbatu. Area ini dinamakan al-Jeilani26.
Sepanjang Hadhramaut terdapat cadangan pasir yang bisa dijadikan sebagai
bahan bangunan.
Kata “kanan” dan “kiri” harus dimengerti dalam bahasa percakapan Hadhramaut,
artinya dengan pengertian mendaki lembah dan bukan menuruninya seperti yang dilakukan
para ahli geografi Eropa, ketika mereka berbicara mengenai sisi kanan atau kiri dari sebuah
sungai misalnya.
26
Al-jeilani adalah area yang tertutup bebatuan hitam yang ukurannya bervariasi. Area
seperti ini layak dijadikan sebagai area bangunan.
25
22
Gunung di tepi pantai Hadhramaut berderet memanjang di pesisir, dan
kini sudah dibelah menjadi jalan pintas. Deretan gunung itu bertingkat dengan
ketinggian mencapai 2000 m di atas permukaan air, terletak sekitar 45 km dari
arah utara Mukalla dan melebar ke tengah sehingga tampak seperti punditpundit. Area gunung-gunung itu menempati empat persen dari luas provinsi.
Pada umumnya berbentuk relief-relief dan dibawahnya terdapat lembah-lembah
untuk aliran air dan aktifitas pertanian.27
Dataran tinggi di Hadhramaut hampir menutupi 59% dari luas seluruh
provinsi. Hal ini menjadikan Provinsi Hadhramaut terbagi menjadi dua bagian:
dataran tinggi bagian utara dan dataran tinggi bagian selatan. Di sebelah barat,
ketinggiannya mencapai 1500 m, dan di sebelah timur utara 600 m. Puncak
tertinggi di daerah Kur Saeban dengan ketinggian 2000 m di atas permukaan
laut. Tempat ini berada 45 km sebelah utara barat kota Mukalla.28
Permukaan dataran ini sama dengan dataran tinggi pada umumnya, yakni
berupa tanah lapang nan luas yang terdiri dari kerikil, batu besar, batu cadas,
dan ada juga batu-batuanbekualitas untuk bahan bangunan. Aktifitas pertanian
di daerah ini sangat terbatas. Hal itu disebabkan minimnya tanah yang layak
untuk bercocok tanam dan kadar airnya kurang. Mata pencaharian penduduk di
daerah ini umunya adalah beternak.
Rongga tekstur yang memanjang membelah Hadhramaut bagian selatan
dengan Hadhramaut bagian utara, dengan lebar 15 km di Khasyah Barat dan 1,2
km di Qasan Timur. Luas lembah Hadhramaut merupakan hal langka di dunia.
27
28
Ahmad Imron, Syamsul Hary, Hadhramaut, Bumi Sejuta Wali, hlm. 17
Ibid, hlm. 18
23
Sebab biasanya lembah itu tidak begitu luas. Namun Hadhramaut beda.
Lembahnya terbentang begitu luas. Kedalamannya bisa mencapai 200 m dari
permukaan daratan tinggi dan menurun ke bawah secara bertahap atau tidak
curam. Tekstur seperti ini mengakibatkan air mengalir secara perlahan dan
teserap.
Jarak dari Khasyah ke laut sekitar 475 km. Lembah ini mempunyai
cabang-cabang. Yang terkenal adalah lembah Adam, Bin Ali, al-Ain, Dau’an,
Amed, Rokhaiyah, dan Dahr yang merupakan satu-satunya cabang yang
menghubungkan Hadhramaut ke Provinsi Syabwa. Dari arah utara terdapat
beberapa lembah antara lain, Syai, Ju’aimah, Sir dan Hit.29
Lembah Barhut atau sumur Barhut yang berada di sekitar makam Nabi
Hud AS. Konon sumur Barhut adalah tempat ruh orang-orang kafir tinggal,
sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut “ Sesungguhnya ruh-ruh orangorang kafir berada dalam sumur Barhut di Hadhramaut, disiksa bersama jahad
mereka sampai hari kiamat “. Dari dalam usmur tersebut keluar asap atau uap
berbau busuk yang sampai sekarang dapat dilihat oleh setiap orang yang berlalu
di situ. (Syarah Jauhar)
Pada mulanya, makam Nabi Hud as terletak di bukit bebatuan (alAhqaf). Kemudian pada abad 9 H, di atas makam itu dibangun masyhad (tempat
kubur) dan kubah dari batu dan dicat dengan kapur. Tanah di sekitarnya
diratakan dan dbangun sebagai tempat penampung para ziarah.30
29
30
Ibid, hlm. 19
Ibid, hlm. 22
24
Qabr Hud menurut penduduk Hadhramaut adalah makam nenek moyang
mereka, Nabi Hud as. Tempat suci itu adalah yang paling terkenal di daerah itu,
dan bahkan mungkin di seluruh Arab Selatan. Tempat itu tidak merupakan kota
atau desa, hanya ada sebuah masjid yang dibangun di dekat makam31 orang
suci itu. Setiap tahun, ada tanggal 11 bulan Sya’ban, orang datang berziarah.
Pada hari itu juga ada pasar raya, dan pertentangan antar suku berubah menjadi
persahabatan, seolah mereka berada di daerah netral, asalkan keputusan itu tidak
disinggung di depan perantara. Beberapa waktu sebelum bulan Sya’ban,
berbagai suku yang menetap di sekitar Qabr Hud memperbaiki sekadarnya pasar
dan bangunan yang ada di situ. Namun, begitu peziarah dan pedagang pergi,
semuanya kembali tak terurus hingga tahun berikutnya.
Di hulu Qabr Hud terdapat mulut lembah Borhut. Di dalamnya terdapat
solfater besar besar yang disebut Bir Borhut dan telah dikenal sejak zaman antik.
Menurut orang Arab, solfater itu kemungkinan terletak di dalam lembah Borhut,
di dalam sebuah gua, di lereng gunung. Jalan masuk ke gua berukuran 10 m
tinggi dan lebar, namun bagian dalamnya jauh lebih luas. Solfater itu sendiri
terdiri dari sejumlah besar lubang berisi belerang mendidih. Uap belerang
menghalangi orang untuk memasuki gua lebih dalam. Dinding dan lantai gua
tertutup belerang seluruhnya dan di situ gelap gulita.
Di antar Qabr Hud dan Saihut, lembah kembali berpenduduk jarang,
tidak terdapat kota maupun desa besar. Wilayah itu disebut Ard al-Manahil,
31
Makam itu sendiri hanya dari setumpukan batu berukuran sekitar panjang 70 m dan
lebar 7 m.
25
sesuai dengan nama suku bangsa yang mendiaminya. Saihut, seperti yang kita
lihat, adalah desa yang termasuk negeri Mahrah.
Walaupun dari pantai menuju ke pedalaman Hadhramaut, ada jalan
alami yang langsung mendaki lembah dari Saihut, pedagang dan juga musafir
pada umumnya memilih rute yang melalui Mukalla atau Syihr. Ikan asin adalah
satu-satunya komoditi yang diimpor ke Hadhramaut melalui rute Saihut.
Iklim di Hadhramaut sangat kering. Di pedalaman, musim hujan
berlangsung dari awal Oktober hingga akhir Februari, namun selama lima bulan
itu hujan turun paling banyak empat kali. Bahkan tidak jarang terjadi selama
satu tahun tak turun hujan setitik pun. Hujan hampir selalu disertai angin
ributndan berlangsung selama lima sampai enam jam. Pantai, yang beriklim
lebih kering, lebih banyak disiram hujan. Pada musim panas, Hadhramaut sangat
panas jauh lebih panas daripada Batavia terutama di tempat-tempat yang tidak
dibudidayakan. Di sana matahari memanggang tanah berbatu dan karang-karang
telanjang. Di padang pasir, panasnya sedemikian rupa sehingga perjalanan tidak
mungkin dilakukan pada siang hari. Sebaliknya pada musim dingin, iklim sangat
dingin. Apabila angin utara bertiup, dingin begitu menggigit sehingga tangan
dan muka pecah-pecah, sedangkan pada malam hari air yang tersisa di
penampungan dilapisi es tipis. Suhu udara meningkat pada siang hari, namun
tidak pernah cukup panas untuk memungkinkan kita menanggalkan pakaian
pemanas. Pada musim dingin dedaunan mengering. Gunung-gunung yang tinggi
diselimuti salju, baik pada musim panas maupun di musim dingin.
26
Pada umumnya, meskipun perbedaan antara panas dan dingin di
Hadhramaut mencolok, iklimnya tidak mengganggu kesehatan dan udara sangat
bersih. Hasil bumi Hadhramaut adalah kurma, jagung, serta gandum. Lahanlahannya hidup dengan ditopang air hujan yang curahannya sangat terbatas.
Sebab itu, kehidupan perekonomian daerah ini tergolong sulit. Ternak yang
banyak dijumpai adalah keledai, kuda himar, dan unta. Peranan unta di negeri
ini sangat vital. Hanya binatang berpunuk inilah yang tahan dipakai sebagai
kendaraan untuk menempuh medan yang sangat berat.
Kambing juga bisa didapati di beberapa tempat, uniknya kambing di
sana bukan seperti kambing di Negara kita, Indonesia ini yang rata-rata
pakannya adalah rumput, namun di sana sebagiannya ada yang pakannya
potongan-potongan kardus. Selain itu Hadhramaut adalah penghasil jenis madu
terbaik di dunia, madu Hadhramaut. Madu-madu itu banyak dihasilkan di
lembah Dou’an.
27
B. Aspek Demografi
Menurut catatan di dalam surat al-Jawaib yang disebutkan, penduduk
Ta
ALAWIYYIN: STUDI KOMPARATIF
ANTARA HADHRAMAUT DAN INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh:
NABILAH
NIM: 1111022000029
KONSENTRASI TIMUR TENGAH
PROGRAM STUDI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UINVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437H / 2015
ABSTRAK
Ada dua macam cara bagi sayyid untuk mencari jodoh. Pertama pilihan
orang tua. Kedua pilihan sendiri dengan persetujuan orang tua. Tentu saja jodoh
yang diutamakan adalah seorang syarifah. Perjodohan hingga kini masih terjadi
di dalam komunitas ‘Alawiyyin, penjelasan tentang pentingnya menjaga nasab
telah ditanamkan sejak kecil kepada anak-anaknya agar nanti sudah tumbuh
dewasa kecintaan terhadap sesama ‘Alawiyyin tetap ada walaupun lingkungan
sekitar kian modern.
Di Hadhramaut dan Indonesia, strata Sayyid dan Syarifah merupakan
prioritas utama bagi ‘Alawiyyin dalam memilih jodoh atau menikahkan putraputrinya dengan tujuan agar keturunan mereka tidak terputus (nasabnya). Faktor
nasab berperan lebih dalam kehidupan perkawinan di masyarakat Arab.
Walaupun kominutas ‘Alawiyyin yang ada di Indonesia telah menetap
lama dan berasimilasi dengan penduduk setempat, identitas adat dan budaya
yang mereka terima dari leluhur terutama dalam urusan pernikahan sebagian
besar dari mereka masih berpegang teguh dengan adat dan budaya tersebut yaitu
syarat mutlak dan wajib dipatuhi oleh setiap anak-anak mereka untuk menikah
dengan sesama ‘Alawiyyin. Hal ini yang menyebabkan kurang mendapat
simpati dari masyarakat dan kadang-kadang persaudaraan Islam terputus karena
hal tersebut. Dalam sejarah perkembangan Islam di Indonesia, dahulu golongan
sayyid pada umumnya menikah dengan wanita pribumi, disebabkan para sayyid
yang datang dari Hadhramaut tidak membawa istri-istri mereka. Wanita pribumi
merasa bangga apabila menikah dengan para sayyid, karena dalam bidang
keagamaan dan materi mereka jauh lebih maju, dan juga wanita yang menikah
dengan sayyid naik derajatnya, sebab para sayyid dihormati oleh masyarakat
pribumi. Hingga kini banyak pendapat tentang hukum pernikahan antara sesama
golongan ‘Alawiyyin. Ada pendapat yang mengatakan hal tersebut tidak sesuai
dengan hukum agama Islam, merupakan adat dan budaya turun temurun tanpa
tahu dalil hukumnya apa.
Keyword: Tradisi Pernikahan, Alawiyyin, Hadhramaut dan Indonesia
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Rabb Semesta
Alam, yang karena taufiq dan inayahnya akhirnya penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini meski harus melewati berbagai macam hambatan dan rintangan
hingga berjuang pada penyeleaian masa studi yang cukup lama. Sholawat serta
salam selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad saw. yang
telah menerangi manusia dari masa kegelapan hingga terang benderang, dengan
kecintaan yang tidak pernah berakhir kepada umatnya hingga akhir hayat.
Semoga rasa cinta kita pun tidak akan pernah surut kepada Nabi Muhammad
SAW. sampai kelak jasmani dan rohani memisahkan. Aamiin
ii
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis sadar betul bahwa skripsi yang berjudul “Tradisi Pernikahan
Kaum Alawiyyin: Studi Komparatif antara Hadhramaut dan Indonesia”, ini
tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak, baik
berupa moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak
terimakasih kepada pihak yang telah membantu dalam menyusun skripsi
tersebut. Dikarenakan skripsi ini pun merupaka bukti untuk memperoleh gelar
Sarjana Strata Satu (S1), Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam, Fakultas Adab
dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Untuk itu
penulis persembahkan ucapan terimakasih tersebut kepada:
Prof. Dr. Sukron Kamil, M.A, selaku Dekan Fakultas Adab dab
Humaniora. H. Nurhasan, M.A, selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan
Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sekaligus Dosen Penasehat
Akademik, yang selalu memberikan arahan dan motivasi dalam belajar.
Sholikatus Sa’diyah, M.Pd, selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan Kebudayaan
Islam, yang selalu memberikan pelayanan kepada mahasiswanya dengan baik.
Dr. Halid, M.Ag, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan
serta masukan-masukan yang baik kepada penulis dalam menyelesaikan
penulisan skripsi dengan baik. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan
bimbingan dan pelajaran selama beberapa tahun ini, untuk motivasi dan arahanarahannya terhadap penulis.
Kepada keluarga besar terutama kedua orang tua saya umi Latifah
Manggus dan abi saya Daud Abdul Qodir, terimakasih selama ini telah
iii
membimbing dan menyemangati putri kalian dengan semangat, arahan, doa
yang selalu tercurahkan untuk anak tercintanya hingga sampai saat ini. Semoga
umi dan abi selalu diberi kesehatan dan keberkahan. Aamiin
Untuk SKI 2011 wabilkhusus grup SEKOTENG (Sejarah Konsentrasi
Timur Tengah) Wira Kurnia, Silvia Ulhaq, Nur Mayasari, Indi Nisauf, Ulfa
Azzahra, Yeni Marpurwaningsih, Ismawati, Wilda Eksanti, Sufyan, Mulki,
Husen, Alan, Zikrul. Terimakasih selama ini atas canda tawanya, waktunya,
kesusahannya, kegembiraannya, kebersamaannya, kekompakannya hingga bisa
menjelajahi museum mengelilingi Jakarta.
Buat sahabat-sahabatku tercinta Rasyifa Fauziah, Fariha, Fakhrani
Ahliyah, Dini Rachmawati, Saskia Fitridini, dan Afifah. Terimakasih untuk
semangat dan doa yang tak henti sampai saat ini, walaupun jarak memisahkan
kita datas dasar menuntut ilmu itu tidak masalah yang terpenting doa selalu
tercurahkan.
Dan untuk sahabat-sahabatku tersayang Khoirunnisa, Wira Kurnia, Arifah
Mahfudzoh, Nur Mayasari, S.Hum, Indi Nisauf Fikri Shakila, Hammatun
Ahlazzikriyah, Siti Nur Azizah, Eva Khofifah, Silvia Ulhaq, Ulfa Azzahra,
Ismawati, Yeni Marpurwaningsih,. Terimakasih untuk keluh kesahnya selama
ini, kepeduliannya yang begitu besar, terimakasih kost-kostan kalian dijadikan
tempatku untuk bersinggah, semangat dan doa yang tak pernah putus. Sukses
untuk kalian semua !
Untuk Javar Shodiq Alaydrus yang jauh disana sedang menuntut ilmu di
negeri Eropa, syukron yaa Habib buat pinjaman bukunya, buat waktu dan selalu
iv
mengingatkan untuk terus tetap semangat, kerjakan skrispi, dan doa yang selalu
tercurahkan. Terimakasih juga buat Muhammad Chairul Anwar, Makhfiyyah
Muthi’ah Yahya, Farwa Alaydrus, Sheyla Abdullah Al-Haddar yang cukup
membantu sekali bilamana penulis sedang kesulitan serta doa yang tercurahkan.
Dan tidak lupa juga penulis berterimakasih kepada Rizkiyah Abudan,
Widad Attamimi, Marwah Abdul Aziz, Fatin Adilah, Zainah Balweel, Samia
Abdul Aziz, Feny Anwar, Jihan Fairuz Alattas, Muhammad Fadhil Alattas, Faris
Manggus, Syarifah Nisa Bahasyim, Mutmainnah, Malikah Nadia yang selama
ini selalu memberikan hiburan, canda, senda gurau dan doa yang dipanjatkan
terhadap penulis.
Segenap keluarga organisasi PMII terimakasih atas pengalaman,
kesempatan, kerjasamanya, kekompakannya, kepeduliannya terhadap penulis
selama ini. Dan untuk UKM Paduan Suara Mahasiswa (PSM) UIN Syarif
Hidayatullah dan Federasi Olahraga Mahasiswa (Forsa) divisi Basket,
terimakasih atas waktu, tempat, pengalaman, kekompakan, kepedulian,
kesusahan, kebahagiaan, kemandirian, kedisiplinan, arti sebuah kebersamaan,
arti sebuah keluarga, serta doa yang selalu tercurahkan.
Untuk KKN Bangsa 2014 Abu Rizal Hasan, Wira Kurnia, M. Irsyad
Fadhilah, Helmi Suhaemi, Novita Rizkiah, Mahara, Hizqil, Andre, Nur Tri, Ai
Inayah, Albi, Ardi, Rizka teteh, Faris Jamal, Anis. Terimakasih untuk waktu
yang begitu singkat tapi kita tetap kompak, peduli terhadap yang lain, kerjasama
dan kebersamaan yang begitu mendalam. Sukses untuk kalian semua !
v
Terimakasih untuk karyawan/karyawati Fakultas Adab dan Humaniora,
Perpustakaan Adab dan Humaniora serta Perpustakaan Utama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta atas pelayanan sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
Terimakasih kepada pegawai Rabithah Alawiyah yang telah membantu
penulis mengumpulkan data dalam penulisan skripsi ini.
Semoga semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi
ini mendapatkan balasan dari Allah SWT. dan penulis menyadari masih banyak
kekurangan dan kelemahan, olh karena itu pnulis mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca demi lebih baiknya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Aamiin
Jakarta, 20 Oktober 2015
Nabilah
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK …………………………………………………………
i
KATA PENGANTAR ……………………………………….........
ii
UCAPAN TERIMA KASIH ………………………………………
iii
DAFTAR ISI ……………………………………………………….
vii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………
1
B. Permasalahan ………………………………….…………
9
1. Identifikasi Masalah …………………………………
9
2. Pembatasan Masalah …………………………………
9
3. Rumusan Masalah …………………………………….
10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………….………..
10
D. Tinjauan Pustaka ……………………………….…………
11
E. Metode Penelitian ……………………………..………….
13
F. Teori dan Konsep …………………………………………
15
G. Sistematika Penulisan …………………………………….
19
BAB II. MENGENAL HADHRAMAUT
A. Kondisi Geografis ………………………………………
21
B. Aspek Demografi ……………………………………….
28
C. Penggolongan Orang-Orang Hadhramaut ………………
37
vii
BAB
III.
KONTAK
INTELEKTUAL
DAN
BUDAYA
KAUM
ALAWIYYIN HADHRAMAUT DAN INDONESIA
A. Silsilah Keturunan Kaum Alawiyyin ……………………
41
-
Tokoh-Tokoh di Hadhramaut ……………………….. 42
-
Sebab
Penamaan
Gelar
Penamaan
Alawiyyin
………………………………………………………… 50
B. Sekilas
BAB
Masuk
dan
Berkembangnya
Kaum
Alawiyyin
Hadhramaut di Indonesia ………………………..………
52
C. Pola-Pola Kontak Intelektual dan Budaya ………………
62
IV.
TRADISI
PERNIKAHAN
KAUM
ALAWIYYIN
DI
HADHRAMAUT DAN INDONESIA
A. Asal-Usul Tradisi Pernikahan …………………………… 71
B. Prosesi dan Pernak-Pernik Pernikahan ………………….. 82
C. Tradisi dan Simbol Pernikahan ………..………………… 103
D. Dinamika dan Perbandingan: Hadhramaut dan Indonesia
……………………………………………………………
105
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………….. 109
B. Saran-Saran …………………………………………….…. 111
DAFTAR PUSTAKA ..………………………………………………
LAMPIRAN ………………………………………………………….
viii
112
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hadhramaut adalah sebuah negeri purba. Ia menyimpan sepenggal
keajaiban yang unik: di balik bentangan buminya yang gersang dan keronta,
ia menawarkan kesejukan ruhani yang tak tertuliskan. Hembusan manfaat
auliyanya tersebar hingga ke seluruh penjuru dunia. Tak luput Nusantara
terkasih ini.1
Salah satu provinsi di Republik Yaman ini terletak pada garis 14’-19’
Lintang Utara dan 47,21’ Bujur Timur. Hadhramaut memilki wilayah lautan
yang cukup strategis, iklim sedang, daratan berupa hamparan padang pasir,
dan sinar matahari yang sangat panas saat musim kemarau.
Di daerah utara, Hadhramaut berbatasan dengan wilayah lain yaitu Saudi
Arabia. Di sebelah selatan berbatasan dengan laut Arab. Sedang di sebelah
barat berbatasan dengan wilayah Yaman lainnya, yakni Provinsi Jauf, Ma’rib,
Syabwa, Ramlah dan Sab’atain. Sedangkan di sebelah timur berbatasan
dengan dataran tinggi Provinsi Mahra, Yaman.2 Luas Hadhramaut kurang
lebih 161.749 km2. Wilayah ini merupakan provinsi terbesar di Yaman
dengan padang pasirnya yang sangat luas.
Sebagian ulama masa lampau memberikan definisi, Hadhramaut adalah
daratan yang terbentang di Arab Selatan. Pantainya menjulur di antara desa-
1
2
Ahmad Imron, Syamsul Hary, Hadhramaut, Bumi Sejuta Wali, hlm. 13
Ibid
1
desa nelayan „Ain Bamakmad dan Syaihut. Di baliknya, teronggok gununggunung yang gersang dan tinggi menjelang ke langit.3
Berkenaan dengan nama Hadhramaut, muncul silang pendapat mengenai
asal-muasalnya. Dari segi bahasa, Hadhramaut terdiri atas dua kata: “hadhar”
(yang berarti datang) dan “maut” (yang berarti kematian). Asal nama ini
diyakini sebagian ulama berpangkal dari kisah nabiyullah Sholeh as yang
makamnya berada di Hadhramaut. Syahdan, ketika kaumnya yang bengal
diluluhlantakkan oleh Allah SWT, nabi Sholeh as bersama beberapa pengikut
setianya berhijrah ke suatu daerah di wilayah Yaman. Begitu sampai di
tempat yang dituju, beliau menghembuskan nafas yang terakhir. Jadilah
daerah itu dinamakan Hadhramaut.
Penduduk asli Hadhramaut meyakini bahwa mereka adalah keturunan
Yakrub bin Qahtan bin Hud. Mereka masih tergolong ras Arab Selatan yang
merupakan Arab asli („Aribah) dan bukannya Arab keturunan (Musta’ribah).
Dua kota pelabuhan yang agak penting di Hadhramaut adalah AlMukalla dan Al-Syihr. Al-Mukalla terletak 620 km timur dari Aden, Al-Syihr
54 km ke timur Al Mukalla. Di pesisir, tebing pegunungan agak dekat ke
pantai dan karenanya lereng-lereng di selatan sangat terjal. Sepertiga
penduduk Hadhramaut terdapat di lembah antara Syibam dan Tarim dengan
Sei’un di antaranya. Kaum sayyid paling banyak tinggal, terutama di sekitar
Tarim dan Sei’un.
3
Terdapat sebuah versi lain. Dalam kitab Miftahussanah, Imam Abu Bakar bin
Muhammad Syarahil menorehkan catatan: Hadhramaut adalah sebuah negeri yang masyhur
yang terletak di dataran Yaman. Negeri ini mempunyai lembah-lembah yang jumlahnya
banyak, salah satunya adalah lembah Ibnu Rasyid yang luasnya mencapai 2 sampai 3
marhalah. Lembah itu terentang dari al-„Aqad sampai makam nabiyullah Hud A.S.
2
Menurut Sayyid Muhammad Ahmad al-Syathri dalam bukunya Sirah alSalaf Min Bani Alawi al-Husainiyyin, para salaf kaum Alawi di Hadhramaut
dibagi menjadi 4 tahap yang masing-masing mempunyai gelar tersendiri.
Gelar yang diberikan oleh masyarakat Hadhramaut kepada tokoh-tokoh besar
Alawiyyin ialah4:
IMAM (dari abad III H sampai abad VII H). Tahap ini ditandai
perjuangan keras Ahmad al-Muhajir dan keluarganya untuk menghadapi
kaum khariji. Menjelang akhir abad 12 keturunan Ahmad al-Muhajir tinggal
beberapa orang saja. Pada tahap ini tokoh-tokohnya adalah Imam Ahmad alMuhajir, Imam Ubaidillah, Imam Alwi bin Ubaidillah, Bashri, Jadid, Imam
Salim bin Bashri.
SYAIKH (dari abad VII H sampai abad XI H). Tahapan ini dimulai
dengan munculnya Muhammad al-Faqih al-Muqaddam yang ditandai dengan
berkembangnya tasawuf, bidang perekonomian dan mulai berkembangnya
jumlah keturunan al-Muhajir. Pada masa ini terdapat beberapa tokoh besar
seperti Muhammad al-Faqih al-Muqaddam sendiri. Ia lahir, dibesarkan dan
wafat di Tarim. Di kota Tarim, ia belajar bahasa Arab, teologi dan fikih
sampai meraih kemampuan sebagai ulama besar ahli fiqih. Ia juga secara
resmi masuk ke dunia tasawuf dan mencetuskan tarekat 'Alawi.
HABIB (dari pertengahan abad XI sampai abad XIV). Tahap ini
ditandai dengan mulai membanjirnya hijrah kaum 'Alawi keluar Hadramaut.
Dan di antara mereka ada yang mendirikan kerajaan atau kesultanan yang
4
Idrus Alwi al-Masyhur, Sejarah, Silsilah dan Gelar Keturunan Nabi Muhammad saw.
di Indonesia, Singapura, Malaysia, Timur Tengah, India dan Afrika, h. 264
3
peninggalannya masih dapat disaksikan hingga kini, di antaranya kerajaan
Alaydrus di Surrat (India), kesultanan Al-Qadri di di kepulauan Komoro dan
Pontianak, Al-Syahab di Siak dan Bafaqih di Filipina.
SAYYID (mulai dari awal abad XIV ). Tahap ini ditandai kemunduran
kecermelangan kaum 'Alawi. Di antara para tokoh tahap ini ialah Imam Ali
bin Muhammad al-Habsyi, Imam Ahmad bin Hasan al-Attas, Allamah Abu
Bakar bin Abdurahman Syahab, Habib Muhammad bin Thahir al-Haddad,
Habib Husain bin Hamid al-Muhdhar.
Ahlul bait adalah para keturunan Nabi Muhammad Saw. yang dikenal
sebagai kaum sayyid/syarifah. Sejak sekitar abad ke-12, orang Arab
Hadhramaut terbagi dalam beberapa golongan menurut garis keturunan, yaitu
sebagai berikut:
1. Kaum Sayyid: golongan tertinggi dan terpandang yang merupakan
ningrat keagamaan. Mereka ini sangat dihormati penduduk.
2. Kaum Syekh: mereka terutama bergerak di bidang pendidikan dan
pengajaran.
3. Kaum Qabili: golongan ningrat duniawi, penguasa.
4. Kaum Dha’if: terdiri atas para petani dan pengrajin.
5. Kaum Budak: budak belian, terutama pengabdi golongan penguasa.5
Kaum sayyid di Hadhramaut adalah keturunan Ahmad bin Isa AlMuhajir melalui cucunya „Alawi bin „Ubaidillah. Karena itu, kaum sayyid
5
C. F. Pijper, Studien over de Geschiedenis van de Islam in Indonesia 1900-1950.
Terjemahan Tudjimah dan Yessy Augusdin, Beberapa Studi tentang Sejarah Islam di
Indonesia 1900-1950, hlm. 116-117.
4
Hadhramaut disebut juga kaum Alawi atau Ba’alawi.6 Di namakan alMuhajir, karena beliau hijrah dari Basrah ke Hadhramaut karena sebab-sebab
perbaikan yang diperlukan, adalah mencari ketenangan7 demi menyelamatkan
agamanya dan agama para pengikutnya ke tempat yang aman. Di samping itu
mereka juga mencaci maki khalifah Usman, Ali, Tolhah, Zubair, Aisyah dan
Muawiyah, maka pada tahun 317 H, Imam al-Muhajir ke Hadhramaut beserta
keluarganya yang berjumlah 70 orang8.
Gelar syekh sebenarnya digunakan sebagai kehormatan bagi semua yang
mengabdikan diri dalam ilmu pengetahuan. Kaum Qabili merupakan
mayoritas penduduk kaum Hadhramaut. Kaum Dha’if terdiri atas orang-orang
merdeka yang tinggal di kota-kota dan desa, yang bukan anggota suatu suku
dan tidak pula termasuk syekh atau sayyid. Mereka terdiri atas pedagang,
pengrajin, tukang, buruh, dan pelayan. Kaum budak di Hadhramaut umumnya
berasal dari Somalia dan Nubia, yang kebanyakan lahir di Hadhramaut, di
rumah mereka mengabdi sampai turun-temurun.
Orang Hadhramaut di Indonesia umumnya berasal dari penduduk
lembah besar antara Syibam dan Tarim. Yang mendorong mereka datang ke
Indonesia adalah usaha mencari kehidupan yang lebih baik. Di antara mereka,
6
Catatan seorang Imam Ahmad Al-Muhajir yang juga merupakan keturunan dari Ali
bin Abu Thalib dan Fatimah az-Zahra. Nama lengkapnya adalah Imam Ahmad bin Isa bin
Muhammad bin Ali al-Uraidhi bin Ja’far ash-Shodiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal
Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib dilahirkan pada tahun 260 H di kota Basrah, Iraq.
7
Mencari ketenangan maksudnya melindungi diri dari timbulnya fitnah, bencana dan
kedengkian yang telah mewabah pada masyarakat Iraq, berkuasanya ahli bid’ah dan
banyaknya penghinaan terhadap para syarif Alawiyyin.
8
Menurut al-Allamah Muhammad bin Salim al-Bijani dalam kitabnya al-Asy’ah alAnwar jilid 2 halaman 82 mengatakan bahwa, “Sesungguhnya dari kalangan keluarga Ali
yang pertama kali datang ke Hadhramaut adalah al-Muhajir Ahmad bin Isa. Beliau juga dari
Basrah menuju Madinah bersama keluarganya yang berjumlah 70 orang”.
5
ada juga orang-orang yang bergairah menyiarkan agama Islam. Kecuali para
pelopornya, biasanya mereka datang ke Indonesia setelah ada panggilan atau
ajakan dari orang Hadhramaut di Indonesia, yang akan menampung
pendatang baru itu sebelum siap berdiri sendiri.9
Kebudayaan spiritual dan ilmu, khususnya ilmu agama, fiqih, dan tata
bahasa Arab sangat mereka hargai. Ulama mereka di Nusantara mendapat
penghormatan besar orang asal Hadhramaut.
Orang Hadhramaut, sekalipun sudah hidup jauh dari negerinya bahkan
sudah bergenerasi-generasi hidup di negeri orang, umumnya masih tetap
mempertahankan kebiasaannya terutama dalam pergaulan di lingkungan
keluarga atau dengan sesamanya. Panggilan kepada anggota keluarga dan
famili masih banyak yang tetap menggunakan bahasa Arab. Bapak atau ayah
di panggil abah, aba, abi, abuya. Ibu dipanggil umi. Paman biasa di panggil
khale, ami. Bibi biasa di panggil khalaty, amah atau ameh. Kakek dipanggil
jiddi, nenek dipanggil jiddah.10
Adat kebiasaan lainnya yang cukup menonjol adalah kebiasaan
membawa status sosial sewaktu di negerinya yang masih terasa sampai sekitar
tahun 60-an khususnya dalam masalah pernikahan. Dalam masalah yang satu
ini dapat dikatakan hampir mustahil non Baalwi dapat mempersunting
seorang puteri Baalwi, alasannya karena tidak mau keturunannya terputus dari
Muhammad Hasyim Assegaf, Derita Putri-Putri Nabi: Studi Historis Kafa’ah
Syarifah, hlm. 122
10
Dr. H.A. Madjid Hasan Bahafdullah, MM, Dari Nuh AS Sampai Orang Hadhramaut
di Indonesia, hlm. 195
9
6
Rasulullah saw. Orang tua sang puteri banyak yang memilih puterinya tidak
menikah seumur hidup daripada harus menikah dengan Ghabili.11
Pernikahan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
Oleh karena itu pernikahan mempunyai maksud agar suami dan istri dapat
membentuk keluarga yang kekal dan bahagia, dan sesuai pula dengan hak
asasi manusia, maka pernikahan harus disetujui oleh kedua belah pihak yang
melangsungkan pernikahan tersebut, tanpa ada paksaan dari pihak manapun.12
Pernikahan adalah kejadian perjanjian antara dua manusia terjadi.
Perjanjian suci menurut Islam sangatlah berat. Karena memerlukan tanggung
jawab, komitmen, dan kasih sayang. Pernikahan adalah hal normal yang
dibutuhkan manusia. Dalam Islam, hukum pernikahan adalah sunnah, tapi
dapat menjadi wajib, makruh, atau bahkan haram.
Pernikahan memiliki tata cara dan proses. Ijab dan qabul diucapkan
untuk menandakan pernikahan yang sah dan pasangan siap untuk melangkah
ke kehidupan baru. Pernikahan telah dituntunkan oleh Rasulullah saw sebagai
ibadah apabila dilakukan berdasarkan niat yang tulus dan ikhlas.
Islam memang agama yang lengkap dengan segalanya yang telah diatur
dan memiliki ketentuan. Termasuk pernikahan yang sakral. Pasangan suami
istri haruslah memahami satu sama lain. Hidup bersama berarti juga
menghilangkan sifat individualis. Saling membutuhkan satu sama lain baik
secara biologis maupun psikologis. Suami harus menafkahi istri dan istri
11
Ibid, hlm. 196
Muhammad Hasyim Assegaf, Derita Putri-Putri Nabi: Studi Historis Kafa’ah
Syarifah, hlm. 71.
12
7
harus berbakti kepada suami. Segalanya akan lebih indah jika berpedoman
pada nilai-nilai Islam.
Perbedaan antara Arab di Hadhramaut dan Indonesia, tidak ada
perempuan asli Hadhramaut di Nusantara, para prianya menikah dengan
wanita pribumi ini dan wanita peranakan Arab. Bagi kelompok Sayyid yang
konservatif, adalah terlarang (adat kebudayaan Alawiyyin) hukumnya
menikahkan puteri-puteri mereka (syarifah) dengan laki-laki non-sayyid.
Hanya pihak laki-laki sajalah yang dapat meneruskan gelar ke-sayyidan,
bukan syarifah. Kaum Alawi Hadhramaut yang amat bangga akan nasabnya
terus bersiteguh pada kaidah itu. Ketika mereka masih dalam jumlah kecil dan
saling berhubugan dalam lingkungan terbatas di bawah seorang pengayom,
cara perkawinan semacam itu mudah dikontrol dan diatur. Perjodohan dan
perkawinan antara sesama kaum Alawi antara sayyid dan syarifah, diatur oleh
orang tua-orang tua, yang paling jamak adalah perkawinan antara dua orang
sepupu.
Maka dari itu, lelaki sayyid boleh menikah baik dengan wanita
sayyid/syarifah atau non-syarifah. Sebaliknya, jika ada wanita sayyid/syarifah
yang menikah dengan non-sayyid, akan dianggap sebagai onmere atau
pelanggaran. Dan yang syarifah yang melakukan pelanggaran harus dihukum
berat.13
Menikah dengan kalangan di luar Alawiyyin. Sebuah pilihan berdiam
bagi kaum Alawiyyin yang kemudian harus diterimanya tatkala keluarganya
Muhammad Hasyim Assegaf, Derita Putri-Putri Nabi: Studi Historis Kafa’ah
Syarifah, hlm. 255-256.
13
8
tak peduli memandang soal kesalehan, kepintaran, atau bahkan harta benda.
Asalkan mereka dari keturunan Alawiyyin pula tanpa memikirkan alasan yang
lainnya. Bagaimanapun juga, sikap dan pendapat mengenai tradisi menjaga
kemurnian identitas kaum Arab di Yaman akan selalu beraneka ragam.
Dinamikanya akan selalu bersentuhan dengan dimensi sejarah yang berbeda
dari masa ke masa.
B. Permasalahan
1.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis menduga kuat bahwasannya
Alawiyyin yakni seorang Syarifah tidak dapat menikah dengan non-sayyid,
karena itu dianggap menyakitkan hati bangsa seorang sayyid dan menghina
bangsanya serta memurkakan asal-usulnya, menghina kerabat Rasulullah saw
serta putrinya, Sayyidatina Fathimah.
Bila seorang Syarifah menikah dengan non-sayyid, maka ia dan
keturunannya putus hubungan persaudaraan dengan kalangan para sayyid dan
syarifah. Ini adalah adat kebiasaan terhadap kaum Ba’alawi, dan semata-mata
hanya ingin mengikuti dan tidak ingin mengecewakan datuk mereka yakni
Rasulullah saw. beserta putri-Nya Sayyidatina Fathimah az-Zahra.
2.
Pembatasan Masalah
Terkait judul penulisan penelitian “TRADISI PERNIKAHAN KAUM
ALAWIYYIN: STUDI KOMPARATIF ANTARA HADHRAMAUT DAN
INDONESIA”. Dengan melihat latar belakang masalah di atas, maka penulis
9
perlu membatasi pembahasan dalam penelitiaan ini, agar pembahasan tidak
melebar sehingga dapat diperoleh hasil penelitian yang maksimal. Pembahas
dalam penelitian ini hanya terfokus pada nasab, keturunan dan tradisi
pernikahan. Adapun batasan spasial, yaitu batasan ruang yang hanya meliputi
wilayah yang terbatas pada kalangan Alawiyyin di Hadhramaut dan
Indonesia. Dan waktu yang terjadi pada abad ke-19, melihat perkembangan
yang begitu pesat orang Arab Hadhramaut di Indonesia.
3.
Perumusan Masalah
Masalah pokok dalam penulisan penelitian ini adalah: Apa perbedaan
tradisi pernikahan Alawiyyin di Hadhramaut dan Indonesia?
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah: Ingin lebih mengetahui perbedaan
tentang tradisi pernikahan Alawiyyin di Hadhramaut dan Indonesia khususnya
menyangkut nasab dan keturunan. Adapun manfaat yang ingin penulis
berikan melalui penulisan penelitian ini adalah :
1.
Mengetahui lebih jauh lagi tradisi pernikahan di Hadhramaut dan
Indonesia.
2.
Memberikan sumbangan hasil karya penelitian bagi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Fakultas Adab dan Humaniora, Prodi Sejarah dan
Kebudayaan Islam terkait dengan sejarah di Timur Tengah dengan tema
tradisi pernikahan Alawiyyin di Hadhramaut dan Indonesia.
10
3.
Selain itu juga dengan adanya penelitian ini diharapkan juga
dapat menjadi informasi ilmiah dan rujukan bagi orang yang ingin
mengetahui tentang tradisi pernikahan Alawiyyin di Hadhramaut dan
Indonesia.
D.
Tinjauan Pustaka
Banyak tulisan baik berbentuk buku, jurnal, majalah, dan karya
akademis lainnya yang berkaitan dengan tema penulisan ini. Tetapi yang
menjadi catatan, diantara karya-karya tersebut harus dicari mana yang benarbenar otentik dab otoriatif dalam menceritakan kembali kejadian atau
peristiwa bersejarah tersebut, dengan membandingkan sumber-sumber
tersebut.
Buku rujukan pertama DR. H.A Madjid Hasan Bahafdullah, MM yang
berjudul Dari Nabi Nuh AS. Sampai Orang Hadhramaut di Indonesia yang
menelusuri asal-usul Hadharmi. Buku ini menjelaskan lebih lengkap
penggolongan Hadhrami beserta kebiasaan-kebiasaan orang-orang Hadhrami,
akan tetapi buku ini tidak menjelaskan bagaimana hubungan Islam sebagai
agama yang berperan penting dalam kehidupan umat Muslim khususnya di
Hadhramaut.
Selain itu tulisan Marzuki Alie, Azyumardi Azra, Abdillah Thaha,
Abdullah bin Nuh, Musa Kazhim, Yasmine Zaki Shahab, Habib Luthfi
Yahya, Habib Zeyd bin Abdurrahman Yahya, Engseng Ho, Frode F.
Jacobsen, Ali Muhammad Naqvi, et.al. Yang berjudul Peran Dakwah Damai
11
Habaib „Alawiyyin di Nusantara. Selain bku tersebut menjelaskan tentang
peran dakwah alawiyyin di Nusantara buku ini juga membahas masuknya
kaum Hadhrami ke Indonesia. Dan dijelaskan juga definisi dari Aal, Ahlul
Bait, dan keturunan Rasulullah.
Selanjutnya tulisan The graves of Tarim: genealogy and mobility across
the Indian Ocean/Engseng Ho yang menjelaskan tentang pernikahan Syarifah
dengan Non-Sayyid yang di klaim menentang fatwa.
L.W.C Van den Berg dalam bukunya Hadhramaut dan Koloni Arab di
Nusantara. Di dalam buku tersebut Berg menjelaskan tentang kehidupan
kaum Hadhrami dari segi letak geografis, politik, ekonomi, social, serta
perbedaan kaum Alawiyyin Hadhramaut dan Indonesia.
Buku rujukan Muhammad Hasyim Assegaf berjudul Derita Pueri-Puteri
Nabi memberi gambaran tentang Hadhramaut, pernikahan Alawiyyin serta
menjelaskan asal-muasal keturunan Rasulullah SAW.
Buku rujukan selanjutnya adalah karya Idrus Alwi al-Masyhur yang
berjudul Sejarah, Silsilah dan Gelar Keturunan Nabi Muhammad SAW. di
Indonesia, Singapura, Malaysia, Timur Tengah, India dan Afrika.
Dan yang primer terdapat buku karya Sayyid Abdurrahman bin Abdullah
Assegaf dan Assegaf bin Ali Alkaf yang berjudul Dirosah fi Nasab Sayyid bin
Alawi dzuriyah Imam al-Muhajir Ahmad bin Isa. Dan buku lainnya adalah
Keutamaan Keluarga Rasulullah SAW, Sejarah, Silsilah dan Gelar Alawiyyin
Keturunan Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir.
12
E.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode penelitian
deskriptif analitis, dengan pendekatan budaya untuk merekontrusksi peristiwa
masa lampau yang bersifat komperhensif14, mengetahui kronologi serta asalusul kaum Alawiyyin di Hadhramaut.
Ahlul bait atau Alawiyyin adalah para keturunan Nabi Muhammad saw.
yang dikenal sebagai kaum sayyid/syarifah. Peneliti berusaha menjelaskan
variabel-variabel yang terjadi dan berlaku dalam bagian-bagian kecil tentang
keturunan Alawiyyin di Hadhramaut, oleh karena itu diperlukan teori yang
relevan bagi penelitian tersebut.
Teori yang dianggap relevan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
teori tentang pelarangan Syarifah menikah dengan non-Sayyid. Menurut
Sayyid Abdurrahman bin Husein Al-Masyhur:
“Syarifah tidak boleh dinikahi oleh yang selain dari kaum Syarif sekalipun si Syarifah
dan walinya menyukainya, karena tiap-tiap Syarif mempunyai hak dalam hal nasab itu, baik
si Sayyid itu kerabat dekat ataupun jauh dari Syarifah di Mekkah. Maka bangkitlah sekalian
Sayyid serta segala ulama Mekkah menuntut difasakhkannya pernikahan itu, demikian pula
halnya di negeri-negeri lain. Maka ditulislah oleh para ulama dari kalangan Sayyid banyak
kitab yang menyatakan tidak bolehnya pernikahan Syarifah dengan non-Sayyid.”
15
Pada dasarnya orang-orang Hadhrami masih tetap mempertahankan
status sosialnya, terutama dalam masalah pernikahan. Dalam masalah yang
14
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan llmu Sosial dalam Metodelogi Sejarah, Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 1992, h .4-5, 144-156 .
15
Buku Bughyat Al-Musytarsyidin, hlm. 345
13
satu ini dapat dikatakan hampir mustahil seorang non Baalwi dapat
mempersunting seorang puteri Baalwi, alasannya karena tidak mau
keturunannya terputus dari Rasulullah SAW.16
Adapun dalam penelitian ini penulis mengunakan metode pengumpulan
data yang meliputi 4 tahapan yaitu 17 :
Heuristik, berupa kegiatan mengumpulkam sumber sejarah. Adapun
sumber yang penulis gunakan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa sumber,
yaitu: sumber primer yang bersifat tertulis, berupa sumber yang diterbitkan
seperti biografi atau website dari salah satu kaum Alawiyyin yang langsung atau
pernah datang ke Hadhramaut, dokumen, kemudian wawancara dengan kaum
Alawiyyin yang menetap di Indonesia.
Adapun sumber sekunder berupa buku-buku yang terkait, skripsi, disertasi,
majalah, jurnal maupun sumber elektronik dari website milik instansi resmi.
Dalam proses pengumpulan data, penulis melakukan penelitian terhadap
sumber-sumber
kepustakaan,
seperti
Perpustakaan
Utama
UIN
Syarif
Hidayatullah, Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, Perpustakaan UI,
Rabithah Alawiyah. Sumber-sumber yang dikaji berupa buku, jurnal, majalah,
dan sumber elektronik.
Kemudian setelah mengumpulkan data-data, tahapan selanjutnya adalah
kritik
sumber. Penulis
berusaha membandingkan, menganalisis
dan
mengkritisi beberapa sumber yang telah penulis dapat.
16
DR. H. A. Madjid Hasan Bahafdullah, MM, Dari Nabi Nuh AS Sampai Orang
Hadhramaut di Indonesia, hlm. 196.
17
Muhamad Arif, Pengantar Kajain Sejarah, Bandung: Yrama Widya, 2011, h 32.
14
Tahapan selanjutnya interpretasi data, yakni penulis melakukan analisa
sejarah untuk mengungkapkan masalah yang ada, dalam hal ini penulis
berusaha melihat fakta yang penulis dapat dari pengumpulan data dan kritik
sumber, sehingga memperoleh pemecahan atas masalah tersebut.
Terakhir penulis menuliskan hasil pemikiran dari penelitian serta
memaparkan hasil dari penelitian sejarah secara sistematika yang telah diatur
dalam pedoman skripsi, sehingga penelitian ini bukan hanya baik dari segi isi
tetapi juga dalam metode penulisannya. Tahapan terakhit ini disebut dengan
historiografi.18
F.
Teori dan Konsep
Raymond Williams, pengamat dan kritikus kebudayaan terkemuka
mendefiniskan kata “kebudayaan” (culture) merupakan salah satu dari dua
atau tiga kata yang paling kompleks penggunaannya dalam bahasa Inggris.
Sebab kata ini sekarang sering digunakan untuk mengacu sejumlah konsep
penting dalam beberapa disiplin ilmu yang berbeda-beda pula. Dalam konteks
ini, bisa memahami mengapa seseorang disebut “berbudaya” atau “tidak
berbudaya”. Selama periode panjang ini pula istilah budaya diterapkan untuk
entitas yang lebih besar yaitu masyarakat sebagai keseluruhan, dan dianggap
merupakan padanan kata dari peradaban (civilization). Akan tetapi, seiring
kebangkitan Romantitisme selama Revolusi Industri, budaya mulai dipakai
18
Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, Yogyakarta: Pustaka Jaya, 1995, hlm.
109
15
untuk menggambarkan perkembangan kerohanian yang dkontraskan dengan
perubahan material dan infrastructural.
Mengetahui itu semua, Williams berani berpendapat bahwa perubahanperubahan historis tersebut bisa direflesikan ke dalam tiga arus penggunaan
istilah budaya, yaitu19:
a. Yang mengacu pada perkembangan intelektual, spiritual, dan
estetis dari seorang individu, sebuah kelompok, atau masyarakat.
b. Yang mencoba memetakan khazanah kegiatan intelektual dan
artistik sekaligus produk-produk yang dihasilkan (film, bendabenda seni dan teater. Dalam penggunaan ini budaya kerap
diidentikan degan istilah “kesenian”.
c. Yang menggambarkan keseluruhan cara hidup, berkegiatan,
keyakinan-keyakinan, dan adat kebiasaan sejumlah orang,
kelompok, atau masyarakat.
Masih terkait dengan penggunaan istilah budaya, Kroeber dan
Kluckhohn mendefinisikan kebudayaan dapat digolongkan menjadi & hal,
yaitu20:
Pertama, kebudayaan sebagai keseluruhan hidup manusia yang
kompleks, meliputi hukum, seni, moral, adat-istiadat, dan segala kecakapan
lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Kedua, menekankan sejarah kebudayaan, yang memndang kebudayaan
sebagai warisan tradisi.
19
Mudji Sutrisno dan Hendra Putranto, Teori-Teori Kebudayaan, h. 8
Suwardi Endraswara, Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan Ideologi,
Epistemologi, dan Aplikasi, h. 20
20
16
Ketiga,
menekankan kebudayaan
yang bersifat
normatif,
yaitu
kebudayaan dianggap sebagai cara dan aturan hidup manusia, seperti cita-cita,
nilai, dan tingkah laku.
Keempat, pendekatan kebudayaan dari aspek psikologis, kebudayaan
sebagai langkah penyesuaian diri manusia kepada lingkungan sekitarnya.
Kelima,
kebudayaan
dipandang
sebagai
hasil
struktur,
yang
membicarakan pola-pola dan organisasi kebudayaan serta fungsinya.
Keenam,
kebudayaan
sebaga
hasil
perbuatan
atau
kecerdasan.
Kebudayaan adalah sesuatau yang membedakan manusia dengan hewan,
misalkan manusia pintar menggunakan simbol dalam komunikasi sedangkan
hewan tidak.
Ketujuh, definisi kebudayaan yang tidak lengkap dan kurang bersistem.
Pembatasan di atas sebenarnya hanya ingin menyatakan bahwa
kebudayaan itu sangat lebar cakupannya. Kebudayaan adalah sesuatu yang
tidak terbatas pada hal-hal yang kasat mata tentang manusia, melainkan juga
menyangkut hal-hal yang abstrak. Karena itu, penelitian kebudayaan bisa
melebar dan meluas serta mendalam ke seluruh penjuru hidup manusia.
Kebudayaan akan mencakup segala kesadaran, sikap, dan perilaku hidup
manusia. Dari lahir sampai mati, manusia akan menciptakan budaya. Hasil
ciptaan tersebut dinamakan budaya produk atau sering disebut budaya
material. Sedangkan budaya yang sifatnya abstrak, akan tampak pada proses
budaya itu sendiri. Itulah sebabnya sering dinamakan budaya sebagai proses
17
atau immaterial. Budaya immaterial juga sering disebut budaya spiritual yang
bersifat batiniah.
Baik budaya sebagai produk maupun sebagai proses, amat menarik
untuk diteliti lebih mendalam. Budaya sebagai produk dan proses, pada
dasarnya akan mencakup nilai kultural, norma, dan hasil cipta manusia.
Karena itu, pada tataran tertentu budaya dapat digolongkan menjadi tiga
dimensi, yaitu21:
1. Dimensi kognitif (budaya cipta) yang bersifat abstrak, berupa
gagasan-gagasan
manusia,
pengetahuan
tentang
hidup,
pandangan hidup, wawasan kosmos.
2. Dimensi evaluatif, artinya menyangkut nilai-nilai dan norma
budaya, yang mengatur sikap dan perilaku manusia dalam
berbudaya, lalu membuahkan etika budaya.
3. Dimensi simbolik berupa interaksi hidup manusia dan symbolsimbol yang digunakan dalam berbudaya.
Dari dimensi-dimensi tersebut, cukup jelas bahwa meneliti kebudayaan
tidak lain mempelajari manusia. Karena pemikiran manusia cenderung
berubah-ubah,
kebudayaan
akan
berubah.
Ruang
dan
waktu
akan
mempengaruhi peneliti kebudayaan harus lebih tanggap dalam pemaknaan.
Ruang dan waktu atau disebut juga lingkungan budaya akan besar
pengaruhnya terhadap perubahan budaya itu sendiri.
21
Ibid, h. 22
18
Dari realita ini demikian menunjukkan bahwa kebudayaan adalah sebuah
produk manusia yang dipengaruhi oleh ruang dan waktu. Sebagai produk,
kebudayaan sering ada tawar-menawar atau negosiasi budaya, agar
masyarakat mau menerima dan atau menolak. pada Tingkat menerima atau
menolak inilah terjadi proses budaya. Jadi, kebudayaan akan bergerak kea rah
sirkel, dicipta, diterima, ditolak, dan seterusnya sampai terbentuk kemapanan
ini juga sering berlangsung singkat, sehingga muncul lagi perubahan22.
Dengan demikian sama halnya kaum Alawiyyin, tradisi serta adat
kebiasaan yang dibawa dari Hadhramaut sampai ke Indonesia sama dan
beberapa sedikit perbedaan di kalangan Ba’alawi ini. Tradisi serta adat
kebiasaan kaum Alawiyyin ini selalu turun-temurun dari masa ke masa dan
sampai sekarang pun masih sangat melekat kepada mereka kaum Alawiyyin.
G.
Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini, penulis membagi pembahasan ke dalam lima bab
dan didalamnya terdapat beberapa sub bab yang terdiri atas :
Bab I, membahas pendahuluan yang antara lain latar belakang,
pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat, pendekatan dan
metode penelitian, tinjauan pustaka serta sistematika penulisan.
Bab II: Mengenal Hadhramaut: berupa kondisi geografis, aspek
demografi, penggolongan orang-orang Hadhramaut.
22
Ibid, h.24
19
Bab III: Membahas mengenai kontak intelektual dan budaya kaum
Alawiyyin Hadhramaut dan Indonesia: berupa silsilah keturunan kaum
Alawiyyin, sekilas masuk dan berkembangnya kaum Alawiyyin Hadhramaut
di Indonesia, dan pola-pola kontak intelektual dan budaya.
Bab IV: Akan membahas tradisi pernikahan kaum Alawiyyin di
Hadhramaut dan Indonesia, berupa asal-usul tradisi pernikahan, prosesi dan
pernak-pernik pernikahan, analisis makna dan simbol pernikahan, dan
dinamika dan analisis perbandingan: Hadhramaut dan Indonesia.
Bab V: Berisi kesimpulan dan saran-saran.
20
BAB II
MENGENAL HADHRAMAUT
A. Kondisi Geografis
Hadhramaut adalah sebuah negeri purba. Ia menyimpan sepenggal
keajaiban yang unik, di balik bentangan buminya yang gersang dan keronta, ia
menawarkan kesejukan ruhani yang tak tertuliskan. Hembusan manfaat
auliyanya tersebar hingga ke seluruh penjuru dunia. Tak luput Nusantara
terkasih ini.23 Salah satu provinsi di Republik Yaman ini terletak pada garis 14’19’ Lintang Utara dan 47,21’ Bujur Timur. Hadhramaut memilki wilayah lautan
yang cukup strategis, iklim sedang, daratan berupa hamparan padang pasir, dan
sinar matahari yang sangat panas saat musim kemarau.
Di daerah utara, Hadhramaut berbatasan dengan wilayah lain di Negara
Yaman, kemudian Saudi Arabia. Di sebelah selatan berbatasan dengan laut
Arab. Sedang di sebelah barat berbatasan dengan wilayah Yaman lainnya, yakni
Provinsi Jauf, Ma’rib, Syabwa, Ramlah dan Sab’atain. Sedangkan di sebelah
timur berbatasan dengan dataran tinggi Provinsi Mahra, Yaman.24 Luas
Hadhramaut kurang lebih 161.749 km2. Wilayah ini merupakan provinsi
terbesar di Yaman, padang pasirnya yang sangat luas.
Dari sisi topografi, provinsi ini mempunyai beberapa karakteristik,
antara lain, pantai landai, pegunungan dan dataran tinggi, lembah utama yang
kemudian bercabang-cabang, padang pasir yang datar dan luas. Contoh lembah
23
24
Ahmad Imron, Syamsul Hary, Hadhramaut, Bumi Sejuta Wali, hlm. 13
Ibid
21
yang bercabang antara lain Wadi Dau’an. Lembah berpenduduk ini bercabang
dua. Cabang (“kiri”) disebut Wadi Leiser dan cabang (“kanan”) Wadi Aiman.25
Korma yang dihasilakan dari perkebunan lembah Dau’an merupakan
jenis yang berkualitas tinggi. Ada yang menyetarakannya dengan Korma Ajwa
yang dihasilakan perkebunan Madinah al-Munawwarah. Selain itu, daerah ini
juga menjadi penghasil madu dengan kualitas terbaik di dunia, dan sangat
tersohor sejak dulu kala.
Panjang pantai Hadhramaut adalah 330
km. kawasan pantai terluas
antara Mukalla dan Dis Timur. Ke arah timur, lebar pantai makin menyempit.
Sedang di arah barat, pantai landai itu terputus oleh deretan gunung yang berdiri
gagah. Pemandangan indah di tepi pantai patut dijadikan tempat rekreasi. Dari
Kota Mukalla, terlihat Kour Mukalla yang menjadi tempat penampungan air
hujan dari semua lembah di sebelah utara.
Di daerah antara Borum dan Syihr terdapat sebelas saluran air dari
lembah besar di Hadhramaut bagian pedalaman. Sebagian tanah Hadhramaut
yang berkategori subur dimanfaatkan penduduk untuk bercocok tanam. Aktifitas
pertanian itu banyak dilakukan di dataran tinggi. Di Hadhramaut, terdapat
beberapa daerah yang datarannya berbatu. Area ini dinamakan al-Jeilani26.
Sepanjang Hadhramaut terdapat cadangan pasir yang bisa dijadikan sebagai
bahan bangunan.
Kata “kanan” dan “kiri” harus dimengerti dalam bahasa percakapan Hadhramaut,
artinya dengan pengertian mendaki lembah dan bukan menuruninya seperti yang dilakukan
para ahli geografi Eropa, ketika mereka berbicara mengenai sisi kanan atau kiri dari sebuah
sungai misalnya.
26
Al-jeilani adalah area yang tertutup bebatuan hitam yang ukurannya bervariasi. Area
seperti ini layak dijadikan sebagai area bangunan.
25
22
Gunung di tepi pantai Hadhramaut berderet memanjang di pesisir, dan
kini sudah dibelah menjadi jalan pintas. Deretan gunung itu bertingkat dengan
ketinggian mencapai 2000 m di atas permukaan air, terletak sekitar 45 km dari
arah utara Mukalla dan melebar ke tengah sehingga tampak seperti punditpundit. Area gunung-gunung itu menempati empat persen dari luas provinsi.
Pada umumnya berbentuk relief-relief dan dibawahnya terdapat lembah-lembah
untuk aliran air dan aktifitas pertanian.27
Dataran tinggi di Hadhramaut hampir menutupi 59% dari luas seluruh
provinsi. Hal ini menjadikan Provinsi Hadhramaut terbagi menjadi dua bagian:
dataran tinggi bagian utara dan dataran tinggi bagian selatan. Di sebelah barat,
ketinggiannya mencapai 1500 m, dan di sebelah timur utara 600 m. Puncak
tertinggi di daerah Kur Saeban dengan ketinggian 2000 m di atas permukaan
laut. Tempat ini berada 45 km sebelah utara barat kota Mukalla.28
Permukaan dataran ini sama dengan dataran tinggi pada umumnya, yakni
berupa tanah lapang nan luas yang terdiri dari kerikil, batu besar, batu cadas,
dan ada juga batu-batuanbekualitas untuk bahan bangunan. Aktifitas pertanian
di daerah ini sangat terbatas. Hal itu disebabkan minimnya tanah yang layak
untuk bercocok tanam dan kadar airnya kurang. Mata pencaharian penduduk di
daerah ini umunya adalah beternak.
Rongga tekstur yang memanjang membelah Hadhramaut bagian selatan
dengan Hadhramaut bagian utara, dengan lebar 15 km di Khasyah Barat dan 1,2
km di Qasan Timur. Luas lembah Hadhramaut merupakan hal langka di dunia.
27
28
Ahmad Imron, Syamsul Hary, Hadhramaut, Bumi Sejuta Wali, hlm. 17
Ibid, hlm. 18
23
Sebab biasanya lembah itu tidak begitu luas. Namun Hadhramaut beda.
Lembahnya terbentang begitu luas. Kedalamannya bisa mencapai 200 m dari
permukaan daratan tinggi dan menurun ke bawah secara bertahap atau tidak
curam. Tekstur seperti ini mengakibatkan air mengalir secara perlahan dan
teserap.
Jarak dari Khasyah ke laut sekitar 475 km. Lembah ini mempunyai
cabang-cabang. Yang terkenal adalah lembah Adam, Bin Ali, al-Ain, Dau’an,
Amed, Rokhaiyah, dan Dahr yang merupakan satu-satunya cabang yang
menghubungkan Hadhramaut ke Provinsi Syabwa. Dari arah utara terdapat
beberapa lembah antara lain, Syai, Ju’aimah, Sir dan Hit.29
Lembah Barhut atau sumur Barhut yang berada di sekitar makam Nabi
Hud AS. Konon sumur Barhut adalah tempat ruh orang-orang kafir tinggal,
sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut “ Sesungguhnya ruh-ruh orangorang kafir berada dalam sumur Barhut di Hadhramaut, disiksa bersama jahad
mereka sampai hari kiamat “. Dari dalam usmur tersebut keluar asap atau uap
berbau busuk yang sampai sekarang dapat dilihat oleh setiap orang yang berlalu
di situ. (Syarah Jauhar)
Pada mulanya, makam Nabi Hud as terletak di bukit bebatuan (alAhqaf). Kemudian pada abad 9 H, di atas makam itu dibangun masyhad (tempat
kubur) dan kubah dari batu dan dicat dengan kapur. Tanah di sekitarnya
diratakan dan dbangun sebagai tempat penampung para ziarah.30
29
30
Ibid, hlm. 19
Ibid, hlm. 22
24
Qabr Hud menurut penduduk Hadhramaut adalah makam nenek moyang
mereka, Nabi Hud as. Tempat suci itu adalah yang paling terkenal di daerah itu,
dan bahkan mungkin di seluruh Arab Selatan. Tempat itu tidak merupakan kota
atau desa, hanya ada sebuah masjid yang dibangun di dekat makam31 orang
suci itu. Setiap tahun, ada tanggal 11 bulan Sya’ban, orang datang berziarah.
Pada hari itu juga ada pasar raya, dan pertentangan antar suku berubah menjadi
persahabatan, seolah mereka berada di daerah netral, asalkan keputusan itu tidak
disinggung di depan perantara. Beberapa waktu sebelum bulan Sya’ban,
berbagai suku yang menetap di sekitar Qabr Hud memperbaiki sekadarnya pasar
dan bangunan yang ada di situ. Namun, begitu peziarah dan pedagang pergi,
semuanya kembali tak terurus hingga tahun berikutnya.
Di hulu Qabr Hud terdapat mulut lembah Borhut. Di dalamnya terdapat
solfater besar besar yang disebut Bir Borhut dan telah dikenal sejak zaman antik.
Menurut orang Arab, solfater itu kemungkinan terletak di dalam lembah Borhut,
di dalam sebuah gua, di lereng gunung. Jalan masuk ke gua berukuran 10 m
tinggi dan lebar, namun bagian dalamnya jauh lebih luas. Solfater itu sendiri
terdiri dari sejumlah besar lubang berisi belerang mendidih. Uap belerang
menghalangi orang untuk memasuki gua lebih dalam. Dinding dan lantai gua
tertutup belerang seluruhnya dan di situ gelap gulita.
Di antar Qabr Hud dan Saihut, lembah kembali berpenduduk jarang,
tidak terdapat kota maupun desa besar. Wilayah itu disebut Ard al-Manahil,
31
Makam itu sendiri hanya dari setumpukan batu berukuran sekitar panjang 70 m dan
lebar 7 m.
25
sesuai dengan nama suku bangsa yang mendiaminya. Saihut, seperti yang kita
lihat, adalah desa yang termasuk negeri Mahrah.
Walaupun dari pantai menuju ke pedalaman Hadhramaut, ada jalan
alami yang langsung mendaki lembah dari Saihut, pedagang dan juga musafir
pada umumnya memilih rute yang melalui Mukalla atau Syihr. Ikan asin adalah
satu-satunya komoditi yang diimpor ke Hadhramaut melalui rute Saihut.
Iklim di Hadhramaut sangat kering. Di pedalaman, musim hujan
berlangsung dari awal Oktober hingga akhir Februari, namun selama lima bulan
itu hujan turun paling banyak empat kali. Bahkan tidak jarang terjadi selama
satu tahun tak turun hujan setitik pun. Hujan hampir selalu disertai angin
ributndan berlangsung selama lima sampai enam jam. Pantai, yang beriklim
lebih kering, lebih banyak disiram hujan. Pada musim panas, Hadhramaut sangat
panas jauh lebih panas daripada Batavia terutama di tempat-tempat yang tidak
dibudidayakan. Di sana matahari memanggang tanah berbatu dan karang-karang
telanjang. Di padang pasir, panasnya sedemikian rupa sehingga perjalanan tidak
mungkin dilakukan pada siang hari. Sebaliknya pada musim dingin, iklim sangat
dingin. Apabila angin utara bertiup, dingin begitu menggigit sehingga tangan
dan muka pecah-pecah, sedangkan pada malam hari air yang tersisa di
penampungan dilapisi es tipis. Suhu udara meningkat pada siang hari, namun
tidak pernah cukup panas untuk memungkinkan kita menanggalkan pakaian
pemanas. Pada musim dingin dedaunan mengering. Gunung-gunung yang tinggi
diselimuti salju, baik pada musim panas maupun di musim dingin.
26
Pada umumnya, meskipun perbedaan antara panas dan dingin di
Hadhramaut mencolok, iklimnya tidak mengganggu kesehatan dan udara sangat
bersih. Hasil bumi Hadhramaut adalah kurma, jagung, serta gandum. Lahanlahannya hidup dengan ditopang air hujan yang curahannya sangat terbatas.
Sebab itu, kehidupan perekonomian daerah ini tergolong sulit. Ternak yang
banyak dijumpai adalah keledai, kuda himar, dan unta. Peranan unta di negeri
ini sangat vital. Hanya binatang berpunuk inilah yang tahan dipakai sebagai
kendaraan untuk menempuh medan yang sangat berat.
Kambing juga bisa didapati di beberapa tempat, uniknya kambing di
sana bukan seperti kambing di Negara kita, Indonesia ini yang rata-rata
pakannya adalah rumput, namun di sana sebagiannya ada yang pakannya
potongan-potongan kardus. Selain itu Hadhramaut adalah penghasil jenis madu
terbaik di dunia, madu Hadhramaut. Madu-madu itu banyak dihasilkan di
lembah Dou’an.
27
B. Aspek Demografi
Menurut catatan di dalam surat al-Jawaib yang disebutkan, penduduk
Ta