PENGARUH MEROKOK TERHADAP PENURUNAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI PADA PEROKOK AKTIF & PASIF DI KELURAHAN Pengaruh Merokok terhadap Penurunan Arus Puncak Ekspirasi pada Perokok Aktif dan Pasif di Kelurahan Barabai Barat.

(1)

PENGARUH MEROKOK TERHADAP PENURUNAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI PADA PEROKOK AKTIF & PASIF DI KELURAHAN

BARABAI BARAT

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh:

Aisya Nur Meiliyani J 120 151 016

PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017


(2)

i

HALAMAN PERSETUJUAN

PENGARUH MEROKOK TERHADAP PENURUNAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI PADA PEROKOK AKTIF & PASIF DI KELURAHAN

BARABAI BARAT

PUBLIKASI ILMIAH

Oleh:

AISYA NUR MEILIYANI J120151016

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:

Pembimbing Utama


(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH MEROKOK TERHADAP PENURUNAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI PADA PEROKOK AKTIF & PASIF DI KELURAHAN

BARABAI BARAT

OLEH:

AISYA NUR MEILIYANI J120 151 016

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari Sabtu, 25 Maret 2017

Dewan Penguji

1. Umi Budi Rahayu, S.Fis., M.Kes (...) (Ketua Dewan Penguji)

2. Yulisna Mutia Sari, SSt.FT., MSc (GRS) (...) (Anggota I Dewan Penguji)

3. Isnaini Herawati, S.Fis., S.Pd., M.Sc (...) (Anggota II Dewan Penguji)

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta

Dr. Suwaji, M. Kes NIK. 19531123 198303 1002


(4)

iii

PERNYATAAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, yang tertulis dalam naskah ini kecuali disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan penulis di atas, maka akan penulis pertanggungjawabkan sepenuhnya.

Surakarta, 31 Maret 2017

Penulis

Aisya Nur Meiliyani J 120 151 016


(5)

1

PENGARUH MEROKOK TERHADAP PENURUNAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI PADA PEROKOK AKTIF & PASIF DI KELURAHAN

BARABAI BARAT

Abstrak

Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dapat menimbulkan penyakit seperti jantung koroner, stroke dan kanker. Dan asap rokok yang mengandung ribuan bahan kimia beracun dapat menyebabkan iritasi pada mata, hidung, tenggorokan, menstimulasi kambuhnya penyakit asma, kanker paru dan gangguan pernafasan lainnya. Kebiasaan merokok akan merusak sistem ketahanan paru-paru, bulu getar yang normal ada dan berfungsi menyerang benda asing yang masuk dan membuangnya keluar akan terganggu dalam proses ekspirasi terutama pada APE. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh merokok terhadap penurunan arus puncak ekspirasi pada perokok aktif dan pasif. Penelitian ini merupakan penelitian dalam bentuk survey yang bersifat observasional analitik dengan menggunakan desain penelitian cross-sectional. Besar sampel yang diteliti adalah 80 sampel. Data diperoleh melalui wawancara dan observasi secara langsung oleh peneliti. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan nilai arus puncak ekspirasi pada perokok aktif & pasif dengan nilai p 0,001< 0,05 menggunakan uji Mann Whitney. Terdapat pengaruh merokok terhadap penurunan arus puncak ekspirasi pada perokok aktif & pasif di Kelurahan Barabai Barat.

Kata kunci : Rokok, arus puncak ekspirasi, perokok aktif & pasif. ABSTRACT

Smoking is a cylinder of paper a length between 70 and 120 mm with a diameter of about 10 mm containing tobacco leaves that have been shredded. Smoking can cause diseases such as coronary heart disease, stroke and cancer. And cigarette smoke contains thousands of toxic chemicals may cause irritation to the eyes, nose, throat, stimulates the recurrence of asthma, lung cancer and other respiratory disorders. Habit will damage the immune system of the lungs, vibrating bristles that exists and functions normally attack foreign substances that enter and throw it out to be disturbed in the process of expiration especially on peak expiratory flow. The aim of this research is to determine the effect of smoking on the long decline in peak expiratory flow in active and passive smokers.Thisresearch is an analytical observational survey using cross-sectional design. This research requires 80 subjects. Data were obtained through interviews and direct observation by researchers. The results of this study showed that the difference in peak expiratory flow values in active smokers and passive


(6)

2

with p value 0.001 < 0.05 using the Mann Whitney test. There is a long effect of smoking on peak expiratory flow decrease in active smokers and passive.

Keyword : Cigarette, peak expiratory flow, active & passive smoker . mkeyoking

1. PENDAHULUAN

Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah (Jaya, 2009). Rokok merupakan salah satu produk industri dan komoditi internasional yang mengandung sekitar 300 bahan kimiawi. Unsur – unsur yang penting antara lain tar, nikotin, benzovrin, metal-kloride, aseton, amonia, dan karbon monoksida. Selain itu sebatang rokok mengandung 4000 jenis senyawa kimia beracun yang berbahaya untuk tubuh dimana 43 diantaranya bersifat karsinogenik. Dengan komponen utama adalah nikotin suatu jenis zat berbahaya penyebab kecanduan, tar yang bersifat karsinogenik, dan CO yang dapat menurunkan kandungan oksigen dalam darah (Jaya, 2009).

Prevalensi perokok di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jumlah perokok pria meningkat 14%, sedangkan perokok wanita meningkat sebanyak 2,8% dari tahun 1995 sampai tahun 2011. Pada tahun 1995 jumlah perokok pria di Indonesia sebanyak 53,4% sedangkan pada tahun 2011 menjadi 67,4%. Untuk perokok wanita meningkat dari 1,7% pada tahun 1995 menjadi 4,5% pada tahun 2011. Data dari GATS tahun 2011 menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara ketiga dengan jumlah perokok tertinggi di dunia setelah Cina dan India dengan prevalensi perokok sebanyak 36,1% (Ambarwati, 2014).

WHO memperkirakan separuh kematian di Asia dikarenakan tingginya peningkatan penggunaan tembakau. Angka kematian akibat rokok di negara berkembang meningkat hampir 4 kali lipat. Pada tahun 2000 jumlah kematian akibat rokok sebesat 2,1 juta dan pada tahun 2030 diperkirakan menjadi 6,4 juta jiwa. Sedangkan di negara maju kematian akibat rokok justru mengalami penurunan, yaitu dari 2,8 juta pada tahun 2000 menjadi 1,6 juta jiwa pada tahun 2030 (Ambarwati, 2014).


(7)

3

Rokok dapat menimbulkan penyakit seperti jantung koroner, stroke dan kanker. Dan asap rokok yang mengandung ribuan bahan kimia beracun dapat menyebabkan iritasi pada mata, hidung, tenggorokan, menstimulasi kambuhnya penyakit asma, kanker paru dan gangguan pernapasan lainnya (Sukendro, 2007). Dampak yang ditimbulkan akibat merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran nafas dan jaringan paru-paru. Pada saluran nafas besar, sel mukosa membesar (hipertropi) dan kelenjar mukus bertambah banyak (hiperplasia). Penyempitan akibat bertambahnya sel penumpukan lendir, pada jaringan paru-paru dapat mengakibatkan peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan alveoli. Kebiasaan merokok akan merusak sistem ketahanan paru-paru, bulu getar yang normal ada dan berfungsi menyerang benda asing yang masuk dan membuangnya keluar akan terganggu dalam proses ekspirasi terutama pada APE (Abdulrahman, 2011). Arus puncak ekspirasi adalah kecepatan aliran udara maksimal yang terjadi pada tiupan paksa maksimal yang dimulai dengan paru pada keadaan inspirasi maksimal. Arus puncak ekspirasi merupakan salah satu parameter faal paru yang dapat digunakan untuk menentukan adanya kelainan paru obstruktif (Neuspiel, 2015). Dan untuk mengetahui besarnya kapasitas fungsi paru terutama arus puncak ekspirasi pada perokok digunakan alat spirometer dan peak flow meter.

2. METODE

Penelitian ini merupakan penelitian dalam bentuk survei yang bersifat observasional analitik dengan menggunakan desain penelitian cross-sectional. Penelitian dilakukan di Kelurahan Barabai Barat pada bulan Desember 2016 dengan populasi sasaran perokok aktif dan pasif yang bertempat tinggal di Kelurahan Barabai Barat, berusia 20-35 tahun berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Responden diambil dengan menggunakan teknik quota sampling, dengan jumlah responden 80 orang. Data diperoleh melalui kuesioner dan wawancara langsung terhadap responden.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah merokok yang terdiri dari perokok aktif & pasif sebagai variabel bebas, sedangkan variabel terikatnya


(8)

4

adalah nilai arus puncak ekspirasinya. Data yang diperoleh dari penelitian akan diuji dengan Mann Whitney untuk mengetahui perbedaan arus puncak ekspirasi pada perokok aktif & pasif di Kelurahan Barabai Barat.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada bulan Desember 2016 di Kelurahan Barabai Barat, didapatkan hasil sebagai berikut:

3.1 Hasil Analisis Perbandingan nilai APE perokok aktif & pasif

Tabel 1. Perbandingan rerata nilai APE pada perokok aktif dan perokok pasif

Dari hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa hasil yang didapat dari penelitian ini dengan melakukan penelitian terhadap 80 orang responden terdiri dari 40 orang perokok aktif dan 40 orang perokok pasif menunjukkan adanya perbedaan nilai arus puncak ekspirasi pada perokok aktif & pasif dari hasil uji Mann Whitney diperoleh hasil p= 0,001 karena nilai p-value 0,001<0,05 maka Ho ditolak, maka artinya ada perbedaan rata-rata nilai arus puncak ekspirasi pada perokok aktif & pasif pada warga di kelurahan Barabai Barat.

3.2 Pembahasan perbedaan rerata nilai APE pada perokok aktif & pasif

Dari hasil analisis diatas didapatkan hasil perbedaan yang berpengaruh pada pada rerata nilai APE perokok aktif & pasif sebanyak 80 responden dengan kelompok perokok aktif sebanyak 40 orang dan kelompok perokok pasif 40 orang. Hasil yang didapat menunjukkan adanya perbedaan nilai arus puncak

Perokok Aktif

Perokok

Pasif Nilai p

n=40 n=40

Nilai APE

liter/menit 0,001

Mean 20,5 60,5 Minimum 190 510 Maksimum 440 650


(9)

5

ekspirasi pada perokok aktif & pasif dari hasil uji Mann Whitney diperoleh hasil p= 0,001 karena nilai p-value 0,001<0,05 maka Ho ditolak, maka artinya ada perbedaan rata-rata nilai arus puncak ekspirasi pada perokok aktif & pasif pada warga di kelurahan Barabai Barat.

Di Indonesia sendiri penelitian tentang perbandingan nilai APE pada mahasiswa yang merokok dan tidak merokok telah dilakukan oleh Santosa (2004). Penelitian ini menghasilkan kesimpulan yaitu, kelompok orang yang merokok memiliki nilai APE lebih kecil jika dibandingkan dengan kelompok orang yang tidak merokok. Alasannya pada orang dengan kebiasaan merokok maka akan terjadi perubahan inflamasi pada saluran nafas mereka.

Gambaran secara umum bagaimana rokok dapat menyebabkan kerusakan saluran nafas sehingga menurunnya nilai APE adalah bahwa di dalam asap rokok terdapat ribuan radikal bebas dan bahan-bahan iritan yang merugikan kesehatan. Bahan iritan tersebut masuk ke dalam saluran nafas selanjutnya menempel pada silia (rambut getar) yang selalu berlendir. Di samping itu bahan iritan tersebut mampu membakar silia sehingga lambat laun terjadi penumpukan bahan iritan yang dapat mengakibatkan infeksi. Sementara itu produksi mukus makin bertambah banyak dan kondisi ini sangat kondusif untuk tumbuh kuman. Apabila kondisi tersebut berlanjut maka akan terjadi radang dan penyempitan saluran nafas serta berkurangnya elastisitas. Hasil dari perubahan patologis tersebut yang terjadi pada saluran nafas akibat rokok mengakibatkan terjadinya penyempitan pada saluran nafas dan obstruksi pada saluran nafas besar maupun kecil. Jika sudah terjadinya penyempitan saluran nafas, maka aliran udara yang melewatinya akan berkurang, sehingga menyebabkan penurunan nilai APE (Deveruex, 2006).

Secara histopatologi akan ditemukan adanya peningkatan abnormalitas sel-sel epitel, infiltrasi sel-sel peradangan, hiperplasia vaskular, hiperplasia dan metaplasia sel goblet, edema submukosa, destruksi alveolus, serta fibrosis pada saluran nafas perokok tersebut.

Hasil dari seluruh perubahan patologis yang terjadi pada saluran nafas oleh efek rokok akan mengakibatkan terjadinya penyempitan. Jika sudah


(10)

6

terjadi penyempitan saluran nafas, maka aliran udara yang melewatinya akan berkurang, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan nilai APE. Ini mungkin juga bisa diakibatkan dari faktor umur yang kebanyakan umurnya sudah diatas 30 tahun sehingga fungsi parunya pun sudah menurun. Faktor sudah berapa lama merokok pun berpengaruh pada terjadinya penurunan fungsi paru. Pada saat tahun awal merokok maka penurunan fungsi paru yang terjadi tidak akan terlalu besar. Efeknya mungkin akan terasa setelah >2 tahun merokok baru mulai terjadi perubahan histopatologi pada saluran nafas. Seiring semakin lamanya merokok maka akan terjadi perubahan yang lebih jauh, termasuk perubahan pada fisiologi paru sehingga menyebabkan terjadinya penurunan nilai APE (Abdulrahman, 2011).

Begitu pula yang terjadi pada perokok pasif atau yang dikenal dengan nama Involuntary Smoking adalah isitilah bagi mereka yang tidak merokok, namun mereka seolah dipaksa untuk menghirup asap rokok dari perokok aktif yang berada disekitar mereka. Asap rokok yang mengandung campuran kompleks antar 4700 bahan kimia, termasuk radikal bebas dan oksidan dalam konsentrasi tinggi. Beban oksidan bertambah dalam paru akibat pelepasan Reactive Oxygen Species dari makrofag dan neutrofil. Asap rokok tersebut mengurangi kapasitas antioksidan diplasma berkaitan dengan penurunan protein sulfhydryl di plasma atau glutathione. Penurunan ini menyebabkan peningkatan lipid peroksidase dan transkripsi sitoin yang berperan pada obstruksi paru (Deveruex, 2006). Dan ini menyebabkan menurunnya nilai arus puncak ekspirasi pada perokok pasif.

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah susahnya untuk mengarahkan responden untuk mengikuti aba-aba yang benar menggunakan peak flow meter.

4. PENUTUP

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

Kesimpulan dari penelitian ini adalah hasil yang didapat dari penelitian dengan melakukan penelitian terhadap 80 orang responden terdiri dari 40 orang perokok


(11)

7

aktif dan 40 orang perokok pasif menunjukkan adanya perbedaan nilai arus puncak ekspirasi pada perokok aktif & pasif dari hasil uji Mann Whitney diperoleh hasil p= 0,001 karena nilai p-value 0,001<0,05 maka Ho ditolak, maka artinya ada perbedaan rata-rata nilai arus puncak ekspirasi pada perokok aktif & pasif pada warga di kelurahan Barabai Barat.

Saran dari penelitian ini:

1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai efek rokok terhadap fungsi paru dengan menggunakan alat pengukur fungsi paru yang lebih sensitif, seperti spirometri.

2. Perlu diadakan penelitian setiap tahunnya mengenai efek rokok terhadap fungsi paru pada warga Kelurahan Barabai Barat.

3. Untuk mencegah terjadinya penurunan fungsi paru lebih lanjut, perlu diadakan program edukasi kepada warga yang memiliki kebiasaan merokok agar mengurangi atau berhenti merokok.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulrahman, WF. 2011. Effect of smoking on peak expiratory flow rate in Tukrit University. Tikrit Medical Journal, 17 (1): 11-18.

Action on Smoking and Health (ASH). 2006. Tobacco Additives: Cigarette Enginering and Nicotine Addiction. USA : Imperial Cancer Research Fund.

Aditama T.Y. 2001. Penyakit Akibat Merokok dalam Masalah Perokok dan Penanggulangannya. Jakarta: Yayasan penerbitan Ikatan Dokter Indonesia (YPIDI).

Alsagaff H. 2008. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Penyakit Paru Naskah Lengkap “Chronis Obtruktive Pulmonary Disease”. Jakarta: Yayasan penerbitan Ikatan Dokter Indonesia (YPIDI), pp. 1 – 6.

Ambarwati. 2014. Media leafleat dan Pengetahuan tentang Bahaya Merokok. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 10 (1): 7-15.

Amin, M. 2004. Faktor Risiko PPOK Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Padang: Pp. 233 – 234.


(12)

8

Bangun, A. P. 2003. Panduan Untuk Perokok: Solusi Tuntas Untuk Mengurangi Rokok dan Berhenti Merokok. Jakarta: Milenia Populer. Carson JW, Hoey H, Taylor MR. 2001. Growth and other factors affecting peak

expiratory flow rate. Arch Dis Child:64:96-102.

CDC 2004. Tobacco information and Prevention Source. The health consequence on the human body, (www.cdc.gov/tobacco/html, diakses tanggal 3 November 2016).

Chowgule RV, Shetye VM, Parmar JR. 2000. Lung function tests in normal Indian children. Indian Pediatri;32:185-91.

Devereux G. 2006. ABC of chronic obstructive pulmonary disease. Definition, epidemiology, and risk factors. BMJ 332:1142–4.

Eriksen M, 2002. The Tobacco Atlas. Switzerland: World Health Organization. GOLD (Global Initiative For Cronic Obtructive Lung Dease). 2007. Pocket Guide

To COPD Diagnosis Management And Prevention.

Husaini. 2006. Tobat Merokok Rahasia dan cara Empatik Berhenti Merokok. Jakarta: Pustaka Iman.

Jain P, Mani S.K, Charles L.E, Muzaffar A. 2000. Utility of Peak Expiratory Flow Monitoring. CHEST The Cardiopulmonary and Critical Care Journal.No. 114, pp : 861-876.

Jaya, Muh. 2009. Pembunuh Berbahaya itu bernama Rokok. Sleman: Rizma. Mini-Wright white (standard range) Wright-McKerrow scale [Internet]. 2004.

Available from: http://www.peakflow.com/ op_nav/meter/index.html). Nasution. 2007. Perilaku Merokok pada Remaja. Program Studi Psikologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Neas LM, Dockery DW, Burge H, Koutrakis P, Speizer FE. 2002. Fungus spores, air pollutants, and other determinants of peak expiratory flow rate in children. Am J Epidemiol 143:797-807.

Neuspiel M, MPH, FAAP. 2015. Peak flow rate

measurement,(http://emedicine.medscape.com/article/1413347-overview,diakses tanggal 3 November 2016).

Notoadmojo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi Cetakan Kedua. Jakarta: Rineka Cipta.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. Kanker Paru Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI.


(13)

9

Pradjnaparamita, 2001. Persiapan Pemeriksaan APE dalam Pelangi Asma. Dalam : Kumpulan Makalah Workshop on Respiratory Physiologi and its Clinical Aplication. Jakarta: PDPI.

Primhak R, Coates FS. 2000. Malnutrition and peak expiratory flow rate. Eur Respir J 1:801-3.

Santosa, S, Purwijo J, Widjaja JT. 2004. Perbandingan Nilai Arus Puncak Ekspirasi antara Perokok dan bukan perokok. JKM, Volume 3: No. 2. Sitepoe, M. 2000. Kekhususan Rokok Indonesia. Jakarta: Gramedia Widiasarana

Indonesia.

Sukendro, S. 2007. Filosofi Merokok. Sleman: Pinus book publisher. Sukmana, T. 2011. Mengenal Rokok dan Bahayanya. Jakarta: Yudishtira.

Syahdrajad, T. 2007. Merokok dan masalahnya. Dexa Media. Jurnal Kedokteran dan Farmasi, (20):184-7.

Teramoto, S. 2007. COPD Phatogenesis from the viewpoint of risk factors, Tokyo. Internal Medicine.

Ukoli, C. 2002. Peak expiratory flow rate in cigarette smokers. Highland Medical Research Journal, 1(2): 36-37.


(1)

4

adalah nilai arus puncak ekspirasinya. Data yang diperoleh dari penelitian akan diuji dengan Mann Whitney untuk mengetahui perbedaan arus puncak ekspirasi pada perokok aktif & pasif di Kelurahan Barabai Barat.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada bulan Desember 2016 di Kelurahan Barabai Barat, didapatkan hasil sebagai berikut:

3.1 Hasil Analisis Perbandingan nilai APE perokok aktif & pasif

Tabel 1. Perbandingan rerata nilai APE pada perokok aktif dan perokok pasif

Dari hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa hasil yang didapat dari penelitian ini dengan melakukan penelitian terhadap 80 orang responden terdiri dari 40 orang perokok aktif dan 40 orang perokok pasif menunjukkan adanya perbedaan nilai arus puncak ekspirasi pada perokok aktif & pasif dari hasil uji Mann Whitney diperoleh hasil p= 0,001 karena nilai p-value 0,001<0,05 maka Ho ditolak, maka artinya ada perbedaan rata-rata nilai arus puncak ekspirasi pada perokok aktif & pasif pada warga di kelurahan Barabai Barat.

3.2 Pembahasan perbedaan rerata nilai APE pada perokok aktif & pasif

Dari hasil analisis diatas didapatkan hasil perbedaan yang berpengaruh pada pada rerata nilai APE perokok aktif & pasif sebanyak 80 responden dengan kelompok perokok aktif sebanyak 40 orang dan kelompok perokok pasif 40 orang. Hasil yang didapat menunjukkan adanya perbedaan nilai arus puncak

Perokok Aktif

Perokok

Pasif Nilai p

n=40 n=40

Nilai APE

liter/menit 0,001

Mean 20,5 60,5

Minimum 190 510

Maksimum 440 650


(2)

5

ekspirasi pada perokok aktif & pasif dari hasil uji Mann Whitney diperoleh hasil p= 0,001 karena nilai p-value 0,001<0,05 maka Ho ditolak, maka artinya ada perbedaan rata-rata nilai arus puncak ekspirasi pada perokok aktif & pasif pada warga di kelurahan Barabai Barat.

Di Indonesia sendiri penelitian tentang perbandingan nilai APE pada mahasiswa yang merokok dan tidak merokok telah dilakukan oleh Santosa (2004). Penelitian ini menghasilkan kesimpulan yaitu, kelompok orang yang merokok memiliki nilai APE lebih kecil jika dibandingkan dengan kelompok orang yang tidak merokok. Alasannya pada orang dengan kebiasaan merokok maka akan terjadi perubahan inflamasi pada saluran nafas mereka.

Gambaran secara umum bagaimana rokok dapat menyebabkan kerusakan saluran nafas sehingga menurunnya nilai APE adalah bahwa di dalam asap rokok terdapat ribuan radikal bebas dan bahan-bahan iritan yang merugikan kesehatan. Bahan iritan tersebut masuk ke dalam saluran nafas selanjutnya menempel pada silia (rambut getar) yang selalu berlendir. Di samping itu bahan iritan tersebut mampu membakar silia sehingga lambat laun terjadi penumpukan bahan iritan yang dapat mengakibatkan infeksi. Sementara itu produksi mukus makin bertambah banyak dan kondisi ini sangat kondusif untuk tumbuh kuman. Apabila kondisi tersebut berlanjut maka akan terjadi radang dan penyempitan saluran nafas serta berkurangnya elastisitas. Hasil dari perubahan patologis tersebut yang terjadi pada saluran nafas akibat rokok mengakibatkan terjadinya penyempitan pada saluran nafas dan obstruksi pada saluran nafas besar maupun kecil. Jika sudah terjadinya penyempitan saluran nafas, maka aliran udara yang melewatinya akan berkurang, sehingga menyebabkan penurunan nilai APE (Deveruex, 2006).

Secara histopatologi akan ditemukan adanya peningkatan abnormalitas sel-sel epitel, infiltrasi sel-sel peradangan, hiperplasia vaskular, hiperplasia dan metaplasia sel goblet, edema submukosa, destruksi alveolus, serta fibrosis pada saluran nafas perokok tersebut.

Hasil dari seluruh perubahan patologis yang terjadi pada saluran nafas oleh efek rokok akan mengakibatkan terjadinya penyempitan. Jika sudah


(3)

6

terjadi penyempitan saluran nafas, maka aliran udara yang melewatinya akan berkurang, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan nilai APE. Ini mungkin juga bisa diakibatkan dari faktor umur yang kebanyakan umurnya sudah diatas 30 tahun sehingga fungsi parunya pun sudah menurun. Faktor sudah berapa lama merokok pun berpengaruh pada terjadinya penurunan fungsi paru. Pada saat tahun awal merokok maka penurunan fungsi paru yang terjadi tidak akan terlalu besar. Efeknya mungkin akan terasa setelah >2 tahun merokok baru mulai terjadi perubahan histopatologi pada saluran nafas. Seiring semakin lamanya merokok maka akan terjadi perubahan yang lebih jauh, termasuk perubahan pada fisiologi paru sehingga menyebabkan terjadinya penurunan nilai APE (Abdulrahman, 2011).

Begitu pula yang terjadi pada perokok pasif atau yang dikenal dengan nama Involuntary Smoking adalah isitilah bagi mereka yang tidak merokok, namun mereka seolah dipaksa untuk menghirup asap rokok dari perokok aktif yang berada disekitar mereka. Asap rokok yang mengandung campuran kompleks antar 4700 bahan kimia, termasuk radikal bebas dan oksidan dalam konsentrasi tinggi. Beban oksidan bertambah dalam paru akibat pelepasan Reactive Oxygen Species dari makrofag dan neutrofil. Asap rokok tersebut mengurangi kapasitas antioksidan diplasma berkaitan dengan penurunan protein sulfhydryl di plasma atau glutathione. Penurunan ini menyebabkan peningkatan lipid peroksidase dan transkripsi sitoin yang berperan pada obstruksi paru (Deveruex, 2006). Dan ini menyebabkan menurunnya nilai arus puncak ekspirasi pada perokok pasif.

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah susahnya untuk mengarahkan responden untuk mengikuti aba-aba yang benar menggunakan peak flow meter.

4. PENUTUP

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

Kesimpulan dari penelitian ini adalah hasil yang didapat dari penelitian dengan melakukan penelitian terhadap 80 orang responden terdiri dari 40 orang perokok


(4)

7

aktif dan 40 orang perokok pasif menunjukkan adanya perbedaan nilai arus puncak ekspirasi pada perokok aktif & pasif dari hasil uji Mann Whitney diperoleh hasil p= 0,001 karena nilai p-value 0,001<0,05 maka Ho ditolak, maka artinya ada perbedaan rata-rata nilai arus puncak ekspirasi pada perokok aktif & pasif pada warga di kelurahan Barabai Barat.

Saran dari penelitian ini:

1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai efek rokok terhadap fungsi paru dengan menggunakan alat pengukur fungsi paru yang lebih sensitif, seperti spirometri.

2. Perlu diadakan penelitian setiap tahunnya mengenai efek rokok terhadap fungsi paru pada warga Kelurahan Barabai Barat.

3. Untuk mencegah terjadinya penurunan fungsi paru lebih lanjut, perlu diadakan program edukasi kepada warga yang memiliki kebiasaan merokok agar mengurangi atau berhenti merokok.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulrahman, WF. 2011. Effect of smoking on peak expiratory flow rate in Tukrit University. Tikrit Medical Journal, 17 (1): 11-18.

Action on Smoking and Health (ASH). 2006. Tobacco Additives: Cigarette Enginering and Nicotine Addiction. USA : Imperial Cancer Research Fund.

Aditama T.Y. 2001. Penyakit Akibat Merokok dalam Masalah Perokok dan Penanggulangannya. Jakarta: Yayasan penerbitan Ikatan Dokter Indonesia (YPIDI).

Alsagaff H. 2008. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Penyakit Paru Naskah Lengkap “Chronis Obtruktive Pulmonary Disease”. Jakarta: Yayasan penerbitan Ikatan Dokter Indonesia (YPIDI), pp. 1 – 6.

Ambarwati. 2014. Media leafleat dan Pengetahuan tentang Bahaya Merokok. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 10 (1): 7-15.

Amin, M. 2004. Faktor Risiko PPOK Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Padang: Pp. 233 – 234.


(5)

8

Bangun, A. P. 2003. Panduan Untuk Perokok: Solusi Tuntas Untuk Mengurangi Rokok dan Berhenti Merokok. Jakarta: Milenia Populer. Carson JW, Hoey H, Taylor MR. 2001. Growth and other factors affecting peak

expiratory flow rate. Arch Dis Child:64:96-102.

CDC 2004. Tobacco information and Prevention Source. The health consequence on the human body, (www.cdc.gov/tobacco/html, diakses tanggal 3 November 2016).

Chowgule RV, Shetye VM, Parmar JR. 2000. Lung function tests in normal Indian children. Indian Pediatri;32:185-91.

Devereux G. 2006. ABC of chronic obstructive pulmonary disease. Definition, epidemiology, and risk factors. BMJ 332:1142–4.

Eriksen M, 2002. The Tobacco Atlas. Switzerland: World Health Organization. GOLD (Global Initiative For Cronic Obtructive Lung Dease). 2007. Pocket Guide

To COPD Diagnosis Management And Prevention.

Husaini. 2006. Tobat Merokok Rahasia dan cara Empatik Berhenti Merokok. Jakarta: Pustaka Iman.

Jain P, Mani S.K, Charles L.E, Muzaffar A. 2000. Utility of Peak Expiratory Flow Monitoring. CHEST The Cardiopulmonary and Critical Care Journal.No. 114, pp : 861-876.

Jaya, Muh. 2009. Pembunuh Berbahaya itu bernama Rokok. Sleman: Rizma. Mini-Wright white (standard range) Wright-McKerrow scale [Internet]. 2004.

Available from: http://www.peakflow.com/ op_nav/meter/index.html). Nasution. 2007. Perilaku Merokok pada Remaja. Program Studi Psikologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Neas LM, Dockery DW, Burge H, Koutrakis P, Speizer FE. 2002. Fungus spores, air pollutants, and other determinants of peak expiratory flow rate in children. Am J Epidemiol 143:797-807.

Neuspiel M, MPH, FAAP. 2015. Peak flow rate measurement,(

http://emedicine.medscape.com/article/1413347-overview,diakses tanggal 3 November 2016).

Notoadmojo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi Cetakan Kedua. Jakarta: Rineka Cipta.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. Kanker Paru Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI.


(6)

9

Pradjnaparamita, 2001. Persiapan Pemeriksaan APE dalam Pelangi Asma. Dalam : Kumpulan Makalah Workshop on Respiratory Physiologi and its Clinical Aplication. Jakarta: PDPI.

Primhak R, Coates FS. 2000. Malnutrition and peak expiratory flow rate. Eur Respir J 1:801-3.

Santosa, S, Purwijo J, Widjaja JT. 2004. Perbandingan Nilai Arus Puncak Ekspirasi antara Perokok dan bukan perokok. JKM, Volume 3: No. 2. Sitepoe, M. 2000. Kekhususan Rokok Indonesia. Jakarta: Gramedia Widiasarana

Indonesia.

Sukendro, S. 2007. Filosofi Merokok. Sleman: Pinus book publisher. Sukmana, T. 2011. Mengenal Rokok dan Bahayanya. Jakarta: Yudishtira.

Syahdrajad, T. 2007. Merokok dan masalahnya. Dexa Media. Jurnal Kedokteran dan Farmasi, (20):184-7.

Teramoto, S. 2007. COPD Phatogenesis from the viewpoint of risk factors, Tokyo. Internal Medicine.

Ukoli, C. 2002. Peak expiratory flow rate in cigarette smokers. Highland Medical Research Journal, 1(2): 36-37.