Citamia Ihsana Skripsi FISIP Naskah Ring

KEBERHASILAN PARTAI RADIKAL KANAN POPULIS (PARTAI
DEMOKRAT SWEDIA) PADA PEMILU PARLEMEN RIKSDAG 2010
Citamia Ihsana, Nuri Soeseno
Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia
[email protected]

ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai keberhasilan Partai Demokrat Swedia (PDS) melewati electoral
threshold 4% dalam pemilu parlemen Riksdag tahun 2010. Untuk pertama kalinya dalam sejarah
politik di Swedia, PDS berhasil melewatinya sehingga perolehan suaranya yaitu 5.7% suara
pemilih dalam pemilu dihitung menjadi kursi di parlemen. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif dengan melihat dua faktor besar dibalik keberhasilan pemenangan PDS, yaitu (1) faktor
eksternal: politisasi masalah sosial dan ekonomi yang mencakup peningkatan jumlah imigran dan
persoalan krisis ekonomi/keuangan tahun 2008, serta (2) faktor internal yaitu kemampuan
kepemimpinan Jimmie Akesson dalam memperkuat partai dan berkomunikasi dengan
masyarakat. Dengan menggunakan teori dari Patrick O. Kelly, Kitschlet, Betz, dan Jens Rydgren
(faktor eksternal), serta teori dari David Art dan Cas Mudde (faktor internal), penelitian ini
menemukan bahwa faktor internal sebagai faktor paling utama yang berperan dalam
memenangkan PDS, sementara faktor eksternal menjadi faktor pendukung.
Kata Kunci: Pemilu Riksdag, Partai Politik, Partai Demokrat Swedia, PDS, imigran, krisis

ekonomi.
ABSTRACT
This research tries to answer the question how the Sweden Democrat Party was able to get the the
electoral threshold (4%) in the national parliamentary Riksdag election 2010 and acquire seats in
the parliament after the 2010 national election. For the first time in Sweden’s political history,
Sweden Democrat Party got into with 5.7% votes counted in the election into the seats in the
Riksdag parliament. This qualitative research analyzes two main factors behind the successful of
the Sweden Democrat Party, which consist of (1) the external factors: politicization of the social
and economy problems; rising number of immigrants and economic financial crisis in 2008. And
(2) the internal factors: leadership of Jimmie Akesson in strengthening the party internally and his
ability to communicate with the people. Using Patrick O. Kelly theory, Kitschlet, Betz, and Jens
Rydgren’s theories (external factors), also David Art and CasMudde theories (internal factors),
this research finds that both factors give benefits to the party’s successful and internal factors are
the main factors in it. However, the external factors are also important as supportive factors.
Keywords: Riksdag election, Political Party, Sweden Democrat Party, PDS, economy crisis,
Immigrant.
Latar Belakang
1

Keberhasilan PDS (Partai Demokrat Swedia) pada pemilu parlemen Riksdag tahun 2010

merupakan fenomena baru yang sangat menarik diteliti. Di negara yang demokratis dan sangat
menjunjung tinggi pluralisme dan nilai-nilai keterbukaan, persamaan, dan keadilan seperti
Swedia kemunculan partai berideologi radikal kanan cukup mencengangkan. Tobias Hubinette
dan Catrin Lundstrom, pengamat rasisme di Swedia mengatakan, Swedia adalah negara dengan
mayoritas masyarakat kulit putih yang paling toleran, adil, dan liberal. Di Swedia bahkan terdapat
gerakan anti-segregasi, anti-perbudakan serta penyiksaan yang cukup kuat. Swedia merupakan
negara yang tidak membeda-bedakan rakyatnya dari warna kulitnya (colour-blind country).1
Sementara menurut data European Social Survey, Swedia merupakan negara dengan rakyat yang
memiliki sikap anti-imigran terendah dibandingkan 22 negara Eropa lainnya. 2 PDS merupakan
partai yang bertentangan dengan gambaran diatas. Mencengangkan PDS, yang merupakan partai
anti-imigran yang menginginkan 90% imigran (khususnya muslim) dipulangkan ke negara
asalnya, bisa mendapatkan cukup suara untuk masuk dalam parlemen di Swedia dalam pemilu
nasional 2010.
Pemilu parlemen Riksdag 2010 di Swedia memperlihatkan fenomena perubahan politik
yang penting bagi Swedia. Di satu sisi, pemilu menegaskan popularitas partai-partai tengahkanan dan partai kanan jauh (PDS) yang secara bertahap meningkat khususnya sejak tahun 2006.
Melalui pemilu tahun 2006, untuk pertama kalinya setelah 16 tahun Partai Moderat yang
dipimpin Fredrik Reinfeldt memimpin pemerintahan di Swedia. Lewat pemilu 2010 Reinfeld
kembali dipercaya memimpin Swedia. Yang mengejutkan pada tahun 2010 untuk pertama kalinya
PDS berhasil masuk ke parlemen. PDS menembus electoral thereshold 4%, dan mendapatkan 20
kursi atau 5.7% dari total suara pemilih.

Pada sisi lain, pemilu parlemen Riksdag 2010 menegaskan kemerosotan partai-partai
tengah kiri di Swedia. Fenomena kemerosotan partai-partai tengah-kiri khususnya Partai Sosial
Demokrat di Swedia sejak tahun 1990an sampai tahun 2010 sejalan dengan menurunnya
‘kesejahteraan’ dan keamanan rakyat Swedia. Salah satunya dapat dilihat dari persentase tingkat
kemiskinan rakyat Swedia, yaitu akhir 1980an, jumlah rakyat Swedia yang miskin hanya 3%,
sementara pada tahun 1994 menjadi 5% dan pada tahun 2008 menjadi 12%. Tingkat kemiskinan
terlihat paling tinggi pada kelompok imigran yang baru datang dari negara asal. 3 Selain itu
1 Hannah Ralph. Sweden and the Radical Right. UK: CERS Working Paper, 2012. Hlm. 3.
2Ibid., Hlm. 21.
3 Jan O. Jonsson, Carina Mood, Erik Bihaen . The National Board of Helath and Welfare, Poverty in Sweden 1991—
2007 Change, dynamics, and intergenerational Transmission of Poverty during Economic Recession and Growth .

2

tingkat kriminalitas juga meningkat. Pada tahun 2005 tercatat 1000 tindak kriminalitas dan pada
tahun 2010 jumlahnya meningkat sampai 1300 tindak kriminalitas per tahun.4
Permasalahan hubungan antar etnis muncul dengan semakin meningkatnya imigran dari
negara-negara non-Eropa. Pada tahun 1960 jumlah imigran di Swedia hanya 4 persen, pada
tahun 2010 total jumlah seluruh imigran 11.5 persen; 5 persen dari total jumlah itu adalah imigran
muslim. Para imigran muslim ini dianggap kurang dapat berintegrasi ke dalam budaya Swedia.

Permasalahan ekonomi dan sosial sebagaimana dikemukakan diatas merupakan isu yang
menguntungkan PDS sebagai satu-satunya partai anti-imigran yang ada di Swedia. Platfom PDS
menginginkan kembalinya Swedia sebagai negara kesejahteraan yag kuat dan negara dengan satu
budaya nasional seperti Swedia masa lalu. Dalam kaitan ini PDS salah satunya memperjuangkan
isu mengenai peningkatan kesejahteraan melalui pengurangan jumlah imigran.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana PDS dapat berhasil melewati
batas ambang (threshold) 4% untuk pertama kalinya pada pemilu parlemen Riksdag 2010.
Penelitian ini mencoba menganalisis faktor-faktor yang memungkinan terpilihnya PDS masuk ke
parlemen Riksdag tahun 2010 dengan perolehan suara 5.7%. Apa saja faktor internal dan
eksternal yang mempengaruhi keberhasilan tersebut dan faktor apa yang paling menentukan
diantara kedua faktor tersebut.
Faktor Eksternal: Problema Sosial dan Ekonomi dan Faktor Internal: Transformasi Partai
Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teori. Teori pertama adalah dari Jens
Rydgren. Persoalan integrasi dalam masyarakat multikultur menjadi kompleks ketika dikaitkan
dengan permasalahan sosial seperti kriminalitas. Menurut Jens Rydgren, peningkatan
kriminalitas berkorelasi positif dengan peningkatan imigran. 5 Peningkatan imigran Non-Eropa
muslim menimbulkan kekhawatiran masyarakat karena mereka paling sering terlibat kriminalitas.
Kebijakan integrasi gagal dilakukan di wilayah yang jumlah imigran Non-Eropa muslim tinggi.
Nilai-nilai budsaya imigran muslim kurang dapat menyatu dengan budaya nasional Swedia.
Mereka terkesan mensegregasi budayanya dengan berbicara bahasa dan busana yang berbeda.


Sweden: Socialstyrelsen Social Report, 2010. 20 April 2014 http: //www2 sofi.su.se/~cmo/docs/
Poverty_in_Sweden.pdf
4 Johan Fritzell, Jennie Bacchus Hertzman, Olof Bäckman, et al,. Gini Research in Sweden. Sweden: Country
Report of Sweden, 2010. Hlm. 60. 20 April 2013 http://gini-research.org/system/uploads/ 451/ original/ Sweden.pdf?
1370090633
5 Jens Rydgren. “Voting for the Radical Right in Swedish Municipalities: Social Marginality and Ethnic
Competition?.” Journal of Scandinavian Politics Studies Vol. 34 – No. 3 (2011): 202- 225. Hlm. 208-211.

3

Partai radikal kanan populis tidak setuju multikulturalisme dan berpendapat seharusnya hanya
ada satu budaya nasional di suatu negara.
Penulis juga menggunakan teori dari Herbert Kitschlet. Menurut Kitschelt, pengangguran
dan ketidakpastian ekonomi meningkat di era globalisasi. Kemampuan partai radikal kanan
populis meraih simpatik dan dukungan dari kelas the loser of modernization (mereka yang telah
kalah dalam persaingan ekonomi) dapat menaikkan dukungan partai radikal kanan populis.
Kelompok the loser of modernization frustasi dengan keadaan ekonominya dan kehilangan
kepercayaan pada pemerintah (political distrust). Oleh karena itu, mereka memilih partai nonmainstream dengan harapan perubahan. Menurut Kitschet, terdapat korelasi positif antara jumlah
pengangguran dengan meningkatnya jumlah pendukung partai radikal kanan populis. Kitschelt

menyimpulkan, perasaan anti-imigran, xenophobia, dan rasis bukanlah faktor utama masyarakat
memilih partai radikal kanan, melainkan faktor ekonomi lebih menentukan. Pendukung partai
radikal kanan populis adalah kelompok muda, berpendidikan rendah, berjenis kelamin laki-laki,
dan unskilled worker.6
Teori lainnya adalah berasal dari Betz. Betz sebaliknya mengatakan bahwa ada korelasi
positif meningkatnya jumlah imigran, khususnya imigran non-Eropa dengan meningkatnya
dukungan partai radikal kanan. Mereka yang mendukung partai tersebut memiliki perasaan antiimigran. Menurut Rydgren, dukungan untuk partai radikal kanan populis lebih signifikan di
negara dengan jumlah imigran tinggi. Berlangsungnya ethnic competition antara penduduk asli
dengan penduduk imigran oleh karena penduduk asli merasa tersaingi dengan keberadaan
imigran. Kedua kelompok ini cenderung memiliki kesamaan latar belakang ekonomi dan latar
belakang pekerjaan.7 Menurut Betz perasaan Xenophobia dan anti-imigran terus dipolitisasi oleh
partai-partai radikal kanan populis dan dijadikan alat untuk memenangkan partainya dalam
pemilu. Partai ini menyalahkan imigran (khususnya imigran muslim) atas permasalahan ekonomi
yang ada.
Dalam menganalisis faktor internal keterpilihan PDS dalam pemilu parlemen Riksdag
2010 penulis menggunakan teori dari David Art. Art berpendapat faktor internal keterpilihan
partai radikal kanan populis Eropa merupakan faktor paling penting sebab ketika fakor internal
dianalisis hasilnya dapat berlainan pada setiap negara. Faktor internal itu adalah (1)
6 Terri E. Givens. Voting Radical Right in Western Europe. United Kingdom: Cambridge University Press, 2005.
Hlm. 14-15.

7 Jens Rydgren. “Voting for the Radical Right in Swedish Municipalities: Social Marginality and Ethnic
Competition?.”Journal of Scandinavian Politics Studies Vol. 34 – No. 3 (2011): 202- 225. Hlm. 208-211.

4

kepemimpinan (leadership) partai, (2) latar belakang dan kompetensi anggota partai, (3) sejarah
partai, (4) tipe anggota dan kohesi partai, (5) legitimasi, serta (6) fleksibilitas partai.8
Menurut Cas Mudde ada dua tipe kepemimpinan: internal dan eksternal. Kepemimpinan
eksternal adalah kemampuan karismatik ketua partai dalam meraih simpatik rakyat. Sementara
kepemimpinan internal adalah kemampuan ketua partai menjadikan struktur partai kuat dan
kokoh (well-organized). Kepemimpinan eksternal/kepemimpinan karismatis diperlukan dalam
menyampaikan pesan partai melalui pemberitaan positif media massa seperti televisi, media
cetak yang akan berdampak pada peningkatan keterpilihan partai. Mudde juga menegaskan
“Any publicity is good publicity”, sebab dapat menngkatkan popularita partai9
Latar belakang anggota partai radikal kanan populis menurut Art dibagi menjadi tiga yaitu
professional, teknisian, dan pertanian. Partai yang memiliki mayoritas anggota profesional akan
mampu meraih simpatik rakyat. Sementara tipe keanggotaan partai dapat dibedakan menjadi tiga.
Pertama, ekstrimis, yaitu mereka yang tidak setuju demokrasi. Mereka menggunakan cara
revolusi dalam membentuk rezim otoriter. Kedua, moderat, yang menyetujui dan menawarkan
sistem alternatif demokrasi yang lebih direct dan etnopluralis yang berbeda dengan konservatif

(rasis). Kelompok moderat

tidak

secara frontal menentang keragaman etnik, melainkan

perlunya penguatan masyarakat asli (native) dengan menjauhkan diri dari budaya imigran.
Mereka tidak setuju cara-cara kekerasan dan tidak mau diidentifikasikan sebagai penerus
Nazi/Fasis. Ketiga, adalah oportunis, yaitu mereka yang hanya memanfaatkan situasi yang ada.
Keingginan membentuk keserasian (kohesi) partai akan menjadi sulit jika terdapat banyak
anggota ekstrimis. Permasalahannya adalah ketika terjadi perbedaan pendapat (faksionalisasi)
maka seringkali jalan keluarnya adalah keluar dari partai dan mendirikan partai baru, yang akan
berdampak pada popularitas partai dalam pemilu.
Partai perlu memiliki anggota dengan kompetensi tinggi. Apabila pendidikan rendah,
aktivis partai sulit berkompetisi dengan aktivis partai lain.

Pengetahuan mereka mengenai

parlemen dan tugas-tugasnya cenderung rendah. Legitimasi partai radikal kanan populis sering
dikatakan rendah karena pendidikan anggota partai rendah dan sering terlibat kasus-kasus

kekerasan/kriminal. Faktor internal lain adalah fleksibilitas partai. Partai yang mampu mengubah
image dari partai ekstrim kanan (nazi/fasis) menjadi partai radikal kanan populis yang lebih
8 David Art. Inside the Radical Right: The Development of Anti-Immigrant Parties in Western Europe. New York:
Cambridge University Press, 2011. Hlm. 4-53.
9 Cas Mudde. Populist Radical Right Parties in Europe. New York: Cambridge University Press. 2007. Hlm. 261270.

5

fleksibel cenderung lebih dipilih rakyat. Faktor sejarah (historical legacies) partai juga
mempengaruhi daya tahan partai. Biasanya partai yang memiliki sejarah partai ekstrim dan
berhasil merekrut orang-orang nasionalist-subcultures akan dapat bertahan lama dan dipilih
rakyat. Pada akhirnya Art mengatakan partai radikal kanan populis dianggap berhasil pada pemilu
parlemen jika menembus batas threshold 5 persen.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu metode penelitian yang digunakan
untuk menjawab dan memahami terjadinya sebuah fenomena.10 Sementara jenis penelitiannya
adalah deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data: studi kepustakaan dan wawancara (langsung
dan tidak langsung). Studi kepustakaan menggunakan sumber data dokumen atau statistik seperti
literatur yang berkaitan dengan tema penelitian, buku-buku ilmiah, jurnal ilmiah, artikel, ataupun
karya tulis/ elektronik. Selain itu berbagai hasil penelitian yang sudah ada juga dijadikan tinjauan

pustaka penelitian. Teknik pengumpulan data dengan mewawancarai narasumber, dipergunakan
untuk mengumpulkan data primer. Data ini dikumpulkan dari : (1) anggota PDS Henrik
Gustafsson, (2) Secretary of Political Affairs of Sweden Embassy Eddy Fonyodi. Anggota PDS
dipilih sebagai narasumber untuk mendapatkan data mengenai keadaan PDS saat ini dan dinamik
PDS sehingga berhasil masuk ke parlemen Sirkdag 2010. Sementara peneliti memilih narasumber
Secretary of Political Affairs of Sweden Embassy untuk mengetahui perspektif pemerintah
Swedia atas kemunculan PDS di Parlemen Sirkdag 2010.

A. Permasalahan

Sosial:

Peningkatan

Imigran,

Dinamika

Multikulturalisme


Masyarakat Swedia, dan Dukungan atas PDS
Swedia adalah negara terbuka, salah satunya dilihat dari penerimaan imigran yang cukup
tinggi setiap tahunnya. Jumlah imigran tahun 2010 mencapai 1.33 juta atau 14.3 persen dan tahun
2014 mencapai 20.5 persen. Pada tahun 2010 jumlah kelompok imigran yang berasal dari NonEU adalah 859.000 atau 64.6 persen dan kelompok imigran yang berasal dari negara-negara

10 Steve Mann & Keith Richards. Research Methods: Introduction to Qualitative Research. 20 April 2014.
http://www2.warwick.ac.uk/fac/soc/al/degrees/ma/core/research_methodology/ma_ introduction_ to_ qualitative_
research_sm__kr.pdf

6

European Union adalah sebesar 477.000 atau 35.4 persen.11 Sebelum dikenal sebagai negara
penerima imigran, Swedia adalah negara pengekspor imigran. Lalu Pada tahun 1975 pemerintah
Swedia mendeklarasikan kebijakan multikultur. Sejak itu Swedia resmi menjadi negara yang
memberikan pengakuan dan perlindungan pada budaya minoritas yang ditegaskan dalam salah
satu pasal Konstitusi Swedia Baru yang menyatakan: “the right of ethnic, linguistic and religious
minorities to preserve and develop their own cultural and religious life.”
Konfigurasi penduduk dan keberagaman budaya dapat dilihat dari perubahan mayoritas
imigran dari sebelum tahun 1975 dan setelah tahun 1975 khususnya tahun 2008. Pada tahun 1975
kelompok imigran paling banyak masih berasal dari wilayah Eropa, yaitu Finlandia, Yugoslavia,
Denmark, dan Norwegia. Hal ini berbeda sejak diberlakukannya kebijakan multikultur tahun
1975, kelompok imigran non-Eropa mulai masuk ke Swedia. Pada tahun 2008 jumlah kelompok
imigran Non-Eropa semakin meningkat, khususnya dari Irak dan Iran. Populasi Muslim
meningkat 60 tahun terakhir. Pada tahun 1980an hanya 100.000 yang beragama Islam, sementara
tahun 2000 sudah 350.000 beragama Islam. 12

Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi

pemerintah Swedia sehigga pemerintah Swedia memberlakukan kebijakan integrasi untuk
mengurangi perbedaan kultur yang ada.

Basis Pemukiman Imigran Swedia dan Permasalahannya
Pada periode pertama masuknya labour immigrants tahun 1948-1970 pemerintah
menempatkan mereka di kota-kota industri lama (non-metropolitan) di Sodermanland dan
Vastmanland.13 Namun tahun 1970an-tahun 2000an imigran berada di wilayah metropolitan di
11 Katya Vasileva. “Population and social conditions.”Eurostat Statistics in focus 34/2014(2011): 3-7. Hlm. 2-6. 28
April 2014 http://epp.eurostat.ec.europa.eu/cache/ITY_OFFPUB/KS-SF-11-034/EN/KS-SF-11-034-EN.PDF
12Erik Dalarud. The Epitome of a Lost People’s Home: Sweden Democrats’ Discourse of Ontological Security And
National Identity Formation. Sweden: Gothenburg University, Master’s thesis in Global Studies, 2013. Hlm. 26
13Daniel rauhut, Mats Johansson.”The Regional Settlement Patterns of Immigrants to
Sweden 1967-2005 by Age.”Finnish Yearbook of Population Research XLVI(2011): 115-135.
Hlm. 121-122. 29 April 2014http://vaestoliittofi
bin.directo.fi/@Bin/df6ef38ee19d71a622897b136e1f5d07/1398750675/application/pdf/13915
47/YB%202011_pp.115-135.pdf

7

Stockholm, Gotenburg (Vastra Gotalands), dan Malmo (Skane), yang berada di bagian Tengah
dan Selatan Swedia.14 Mereka kebanyakan menetap di pinggiran kota, seperti, di distrik HusbyStocholm wilayah Uppland dan Rosengard-Malmo di Kabupaten Skane. Tiga puluh persen
masyarakat Malmo adalah imigran yang 20 persen dari jumlah total adalah imigran muslim.
Malmo merupakan kota dengan jumlah imigran muslim tertinggi di Eropa, khususnya di distrik
Rosengard dengan 86 persen penduduk imigran. Banyak dari mereka yang beragama muslim dan
setengahnya adalah pengangguran. Situasi ini menimbulkan persoalan integrasi. Selain itu, The
Swedish National Council for Crime Prevention Swedia mengungkap kelompok imigran banyak
terlibat kriminalitas dan wilayah Tengah dan Selatan adalah wilayah yang cukup tinggi tingkat
kriminalitasnya termasuk di Skane.15 Kekerasan/kriminalitas

yang dilakukan imigran

menimbulkan reaksi dari kelompok pendukung PDS. Press Secretary PDS, Henrik Gustafsson
mengatakan 65 persen penghuni penjara berasal dari negara lain/kelompok imigran. 16 Bukan
tidak mungkin sebagian besar dari mereka adalah pelaku kriminalitas.
Menurut PDS kelompok imigran Muslim ancaman bagi penguatan identitas nasional
Swedia. Multikulturalisme yang tinggi di bagian Selatan Swedia adalah wilayah dimana PDS
memperoleh dukungan paling banyak pada pemilu parlemen 2010, misalnya di kota Landskrona
15.8 persen penduduknya mendukung PDS pada pemilu parlemen 2010. Kota ini adalah kota
industri pinggiran old industry city dengan jumlah pengangguran cukup tinggi. Kota lainnya
adalah Kota Bjuv dengan 19.2 persen,17 Kota Bromolla dengan 15.4 persen, distrik Lonngaten
(distrik dengan mayoritas masyarakat working-class) dan distrik Almgarden yang merupakan
salah satu distrik di Kota Malmo-Skane juga memiliki pendukung kuat PDS. Sebanyak 35 persen
penduduk Almgraden atau sekitar satu dari tiga orang adalah pendukung PDS. 18 Dalam hal ini
Kota Malmo adalah kota dengan pendukung PDS yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari
hasil perolehan suara PDS yang menduduki peringkat terbesar ketiga di Malmo setelah Partai
Sosial Demokrat dan Partai Liberal. Menurut data dari Beth Hollenbeck, pada tahun 2006
sebanyak 68,6 persen pendukung PDS di Malmo menganggap program multikultur bahasa
14Ibid.,
15Hal ini dapat dilihat dari 17 persen penduduk Skane pernah merasakan kriminalitas pencurian. Sebanyak 19
persen penduduk Skane merasa tidak aman ketika keluar dari rumah dan 29 persen penduduk Skane juga merasa
khawatir tentang tindakan kriminalitas di lingkungannya.
16Interview dengan Henrik Gustafsson melalui email pada tanggal 6 Mei 2014.
17The Far Right Watch. The Far Right in Sweden: The Arrival of Sweden Democrat. 19 April 2014.
http://www.thefirstpint.co.uk/2011/02/19/far-right-watch-sweden/.
18Liz Fekete. Malmo and the Fault Lines of Swedish Racism. Institute of Race Relation, 2010. 20 April 2014.
http://www.irr.org.uk/news/malmo-and-the-fault-lines-of-swedish-racism/.

8

sebagai pembangunan yang negatif dan 94.2 persen menganggap program multikultur religius
(agama) membawa dampak negatif bagi wilayah Malmo. Sembilan puluh tujuh persen dari
mereka setuju atas kebijakan pengurangan imigran.19 Menurut pendukung PDS, program
multikultur bahasa dan agama cenderung membuat kelompok imigran hanya dapat berbicara
bahasannya asal negaranya saja dan tidak mempelajari budaya lain. Hal ini nampak dalam
kehidupan imigran di distrik Rosengard-Malmo.
Meningkatnya dukungan untuk PDS di selatan Swedia, khususnya di wilayah Skane dapat
dikatakan dampak dari dinamika kebijakan multikultural Swedia. Politik identitas dimainkan oleh
partai ini untuk meraih simpatik rakyat. Tingginya kriminalitas imigran di Skane-Malmo, dan
meningkatnya dukungan terhadap PDS pada pemilu parlemen 2010 memperlihatkan adanya
korelasi positif antara tingginya tingkat kriminalitas, tingginya jumlah imigran dan meningkatnya
dukungan terhadap partai. Hal ini sejalan dengan teori dari Jens Rydgren. Selain itu teori Betz
yang menyatakan terdapat korelasi positif meningkatnya jumlah imigran, khususnya jumlah
imigran non-Eropa muslim dengan meningkatnya dukungan untuk partai radikal kanan populis
juga dapat dibuktikan. Pada tahun 2000 jumlah muslim di Swedia hanya 3 persen yang
meningkat menjadi 5 persen tahun 2008. Pendiri Anti-Islamic Fund, Kent Ekeroth, yang adalah
anggota parlemen asal PDS, mengatakan “Rakyat Swedia lelah merasa seperti berada di negara
Arab ketika sedang berjalan di wilayah tempat tinggalnya”.20

Permasalahan Ekonomi: Krisis Ekonomi tahun 2008 dan Dukungan
atas PDS
Peningkatan pengaruh dan menguatnya PDS berjalan bersamaan dengan menurunnya
kesejahteraan masyarakat Swedia. Hingga memasuki tahun 1980an Swedia bersama dengan
negara-negara Skandinavia lainnya dikenal memiliki masyarakat paling equal atau setara dan
sejahtera. Kondisi ini mengalami perubahan setelah Swedia mengalami krisis ekonomi tahun
1991 dan khususnya krisis keuangan tahun 2008, ditandai antara lain oleh meningkatnya
19Ibid.,
20Lisa Mighton. Immigrant integration conflicts in Malmö through a development communication lens. Sweden:
Malmö University, Thesis Submission for Graduate Degree Master of Arts Communication for Development, 2010.
Hlm.7. 19 April 2014 http://dspace.mah.se/bitstream/handle/ 2043/11753/ mightoncomdev _sept29_ 2010 .pdf?
sequence=2

9

pengangguran dari 6.1 persen menjadi 8.3 persen tahun 2009. 21 Krisis ini merupakan imbas dari
krisis ekonomi dunia yang berawal di Amerika tahun 2008 yang berimbas ke Eropa dan Asia.
Krisis ekonomi dan keuangan tahun 2008 menyebabkan kelompok pekerja bawah dan
sedang semakin tertinggal jauh dan kompetisi etnik antara kelompok imigran dan kelompok
warga asli pun terjadi. Kompetisi etnik terjadi karena memperebutkan peluang pekerjaan yang
semakin berkurang saat dan pasca krisis ekonomi keuangan. Wilayah padat penduduk, memiliki
banyak sektor industri dan wilayah metropolitan merupakan wilayah dengan tingkat
penganggurannya tinggi, seperti Stockholm, Skane (Malmo), dan Goteborg (Vastra Gotaland).
Mereka yang pengangguran umumnya tinggal di wilayah Rosengard dan Almgarden di Malmo
(Selatan Swedia) dan Husby di bagian barat Stockholm. Almgarden terkenal wilayah basis
pekerja blue collars. Penduduk Malmo yang pengangguran 48,2 persen dan mayoritasnya
imigran. Di kota ini pulalah terdapat paling banyak pendukung PDS. Press Secretary PDS,
Henrik Gustafsson mengatakan secara geografis, Skane dan Blekinge adalah wilayah terkuat
PDS. PDS juga kuat di kelompok pekerja biru dan kelompok muda berumur sekitar 25 tahun.22
Beberapa wilayah di Tengah sampai Utara Swedia juga memiliki persentase
pengangguran kelompok muda cukup tinggi.23 Gavleborg yang berada di timur tengah Swedia,
Dalarna dan Varmland di Tengah Swedia merupakan tiga wilayah yang terrmasuk kedalamnya.
Dalarna saat ini memiliki 14.5 persen pengangguran. 24 Sementara tingkat pengangguran muda di
Varmland pada tahun 2008 mencapai 16.6 persen; jumlah ini meningkat menjadi 23.7 persen
pada tahun 2009. Perlu diketahui bahwa ketiga wilayah ini tidak memiliki penduduk imigran
yang tinggi tetapi persentase dukungan untuk PDS cukup tinggi yaitu 8.1 persen, lebih rendah 2
persen dari total keseluruhan dukungan untuk PDS di Blekinge dan Skane (kecuali Malmo) yaitu
10 persen.25
21 Krisis ekenomi juga menyebabkan berpindahnya industri internasional ke negara-negara berkembang, juga
dialami sebagian industri besar Swedia. Contoh kasus pada perusahaan Saab, sebuah perusahaan industri mobil di
kota Trollhattan di Gothenburg yang merupakan turunan perusahaan Motor Co. Perusahaan Saab akhirnya dijual
kepada Belanda. Hal ini berdampak langsung pada perekonomian regional di wilayah Vastra Gotaland. Jumlah
pengangguran meningkat di wilayah ini. Menurut the Swedish Agency for Economic and Regional Growth dampak
pemindahan perusahaan Saab meningkatkan pengangguran baru di wilayah Vastra Gotaland. Pabrik Saab telah
merekrut 20.000 pekerja di Swedia. Jumlah pengangguran di Kabupaten Vastra Gotaland pada periode tahun 20082009 meningkat 3.21 persen.
22 Interview dengan Henrik Gustafsson melalui email pada tanggal 6 Mei 2014.
23Jimie Akesson. The Key is to Reduce Immigration. 20 April 2104.
http://sverigedemokraterna.se/2013/05/23/akesson-det-avgorande-ar-att-minska-invandringen/.
24European
Commission.
Regional
Policy.
20
April
2014.
http://ec.europa.eu/regional_policy/archive/innovation/innovating/jobs/000fokis.htm.
25

10

Fenomena diatas sesuai teori Kitschelt yang mengatakan mereka yang kalah dalam
persaingan ekonomi, frustasi dan tidak lagi mempercayai pemerintah sehingga memilih partai
non-mainstream dengan harapan ada perubahan. Partai-partai radikal kanan populis meraih
simpatik dari kelompok yang seperti itu. Keadaan ini nampak pada fenomena keberhasilan PDS
pada pemilu parlemen 2010. Wilayah-wilayah yang jumlah penganggurannya tinggi pasca krisis
ekonomi merupakan wilayah yang jumlah dukungannya cukup tinggi terhadap PDS. Wilayahwilayah itu adalah Rosengard dan Almgarden di Malmo, wilayah Blekinge, Goteborg di
Vstergotland, Dalarna, Gavleborg, dan Varmland. Wlayah Dalarna, Gavleborg, dan Varmland
tidak memiliki penduduk imigran yang tinggi. Hal ini membuktikan hipotesis Kitschelt bahwa
faktor ekonomi lebih signifikan dibandingkan dengan faktor peningkatan imigran. Menurut
Kitschlet pengurangan subsidi kesejahteraan terjadi karena dampak dari krisis ekonomi itu sendiri
bukan karena meningkatnya imigran yang menjadi pengangguran. Kelompok blue collars yang
masih bekerja ataupun yang sudah tidak bekerja pasca krisis ekonomi kecewa (political distrust)
dengan pemerintahan yang telah mengurangi subsidi kesejahteraan sosial. Subsidi kesejahteraan
tersebut berdampak pada kenaikan harga perumahan. Perlu diketahui pemotongan subsidi
kesejahteraan misalnya adalah pemotongan tunjangan pengangguran dan dana kesehatan.26
Sementara yang terjadi di Malmo, Blekinge, dan Goteborg berbeda. Ketiga wilayah
tersebut merupakan wilayah yang cukup tinggi imigrannya sehingga fenomena ini bisa dikaitkan
dengan teori Rydgren bahwa terdapat korelasi positif antara meningkanya jumlah imigran dengan
meningkatnya dukungan untuk partai radikal kanan populis. Mereka yang mendukung memiliki
perasaan anti-imigran. Malmo, Blekinge, dan Goteborg memiliki penduduk dari kelompok blue
collars yang cukup tinggi, pengangguran yang tinggi, dan jumlah pendukung PDS yang cukup
tinggi juga. Menurut Rydgren pada wilayah ini terjadi kompetisi entik antara kelompok penduduk
asli dengan kelompok penduduk imigran. Kedua kelompok ini cenderung memiliki latar belakang
pekerjaan yang sama. Selain itu teori Rydgren yang menyatakan bahwa meningkatnya jumlah
kriminalitas sejalan dengan meningkatnya dukungan terhadap PDS dapat dibuktikan khususnya
di wilayah Malmo (Skane). Menurut Press Secretary PDS, Henrik Gustaffson, imigran yang terus
datang setiap tahunnya meningkatkn pengangguran. Mereka sulit mendapatkan pekerjaan dan
butuh sekitar 10 tahun sampai mereka akhirnya mendapat pekerjaan.27
26Christian Ignatzi. Kerusuhan di Swedia dipicu Ketegangan Sosial.10 Mei 2014.www.dw.de/kerusuhan-di-swediadipicu-ketegangan-sosial/a-16839393.
27 Interwiew dengan Henrik Gustafsson melalui email pada tanggal 6 Mei 2014.

11

B. Transformasi Kepemimpinan Partai dan Pengaruhnya Terhadap Peningkatan
Elaktabilitas PDS Dalam Pemilu Riksdag 2010
Pembangunan Internal Partai
PDS dikenal sebagai kelanjutan dari partai Neo-Nazi Swedia yang berkembang pada tahun
1970an. Pemimpin pertama PDS adalah Anders Klarstrom. Selama kepemimpinan Kalstrom,
PDS dianggap sebagai partai yang mengusung ide-ide yang sangat rasis. Hal ini karena Karlstrom
berasal dari kalangan Neo-Nazi yang bernama Nordiska Rikspartiet. Pada tahun 1995
kepemimpinan Karlstom digantikan oleh Mikael Jannson. Pemimpin baru ini berupaya
membenahi partai dengan mulai mengubah citra PDS. Upaya pembenahan ini dapat dilihat dari
kebijakan internal partai tahun 1996 yang melarang penggunaan baju seragam partai seperti baju
seragam gaya tentara Nazi.28
Latar belakang kehidupan Jannson yang tidak pernah terkait dengan perilaku ekstrim
ataupun kriminalitas mempengaruhi cara Jannson membenahi partainya. Kelompok ‘moderat’
kemudian meningkat dan kelompok Neo-Nazi yang merupakan anggota partai yang ekstrim
merasa terancam. Mereka masih selalu ingin memakai baju ‘militer Nazi’ pada setiap acara
partai. Pada akhirnya tahun 2001 Anders Steen dan Tor Paulsson yang merupakan pelopor dari
perlawanan kelompok Neo-Nazi terhadap Jonnson dikeluarkan dari partai. Setelah dikeluarkan
dari partai mereka berdua kemudian mendirikan National Democrats Party.29
PDS mengalami perkembangan menarik selanjutnya setelah Jannson menyelesaikan masa
jabatannya dan kepemimpinannya digantikan oleh Jimmie Akesson. PDS dipimpin oleh Jimmie
Akesson sejak 7 Mei 2005. Akesson merupakan orang muda yang terpelajar, usianya sekitar 26
tahun ketika terpilih. Ia seorang yang berpendidikan tinggi, lulusan dari Lund University dan ia
sama sekali tidak memiliki latar belakang kriminal. Akesson bersama-sama dengan Matthias
Karlsson, Richard Jomshof, dan Bjorn Soder merupakan anggota-anggota PDS yang terpelajar
(berpendidikan tinggi) dan bersih dari kriminalitas. Bjorn Soder kemudian ditunjuk menjadi
sekretaris partai pada kemimpinan Akesson.30
28Jens Rydgren. From Tax to Ethnic Nationalism: Radical Right Wing Populism in Sweden. United States:
Berghahn Books, 2006. Hlm. 108.10 April 2014 http://books.google.co.id/books?id=zJFaXe6I74MC&pg=
PA108&lpg=PA108&dq=Mikael+Jansson+ sweden+democrat&source= bl&ots=W_pbiRXQ8O&sig=
X95bPuRLGyriED7o6Q0gSyxhz-E&hl=en &sa=X&ei=ZERnU _CLF8Tl8A WT44L ID Q& redir_esc=y#v=
onepage&q= Mikael%20Jansson%20swe den%20democrat&f=false
29David Art. Inside the Radical Right: The Development of Anti-Immigrant Parties in Western Europe. New York:
Cambridge University Press, 2011. Hlm. 90.
30Ibid.,

12

Sebagaimana pemimpin sebelumnya, Akesson juga berusaha keras mengubah citra partai
menjadi lebih baik lagi. Akesson meneruskan kebijakan Jannson sebagai partai yang moderat.
Beberapa kebijakan Akesson untuk mengubah citra PDS dianggap strategis. Pada tahun 2006
lambang partai yang seperti lambang Nazi berubah menjadi lambang baru bunga berwarna biru
yang lebih populis. Selain itu Akesson juga mengalihkan rujukan partai ini juga dari partai
ekstrim kanan France National Front ke partai radikal kanan yang ada di Denmark yaitu Danish
People’s Party.31 Akesson juga merekrut kelompok muda yang well educated dan tidak memiliki
latar belakang kriminalitas ataupun sejarah ekstrim kanan. Dalam waktu yang tidak terlalu lama
anggota partai yang intelek bertambah pada masa kepemimpinan Jimmie Akesson. Misalnya,
Sten Andersson dan Michael Zand, mantan anggota Partai Moderat. Akesson mengeluarkan
anggota-anggota partai yang ekstrim. Press Secretary PDS, Henrik Gustafsson mengatakan
bahwa saat ini sepengetahuannya tidak ada anggota PDS yang memiliki latar belakang ekstrimis.
Dan jika ternyata masih ada, mereka pasti akan PDS keluarkan secepatnya.32
PDS dengan keberhasilannya mengubah citra sebagai partai yang moderat mampu
menambah pendukung dan jumlah anggotanya. Pada tahun 2010 PDS memiliki jumlah anggota
sebanyak 4860 orang yang tersebar ke dalam 8 distrik. Jumlah ini meningkat dari tahun-tahun
sebelumnya. Sementara organisasi muda partai yang bernama SDU pada tahun 2014 anggotanya
berjumlah 3000 orang, mereka tersebar ke dalam 18 distrik di Swedia.33 Pada tahun 2010 dapat
dikatakan bahwa 50 persen dari anggota PDS adalah mereka yang well educated (berpendidikan)
dan juga kaum professional.34 Jumlah ini mengalami peningkatan sejak tahun 2007 yang pada
waktu itu hanya berjumlah 20 persen dari seluruh anggota partai. Pada saat itu 40 persen anggota
partai umumnya berasal dari kalangan petani dan buruh rendah.
Melihat kepada perkembangan internal partai mulai dari kepemimpinan Kalrstrom
kemudian Jannson dan Akesson, nampak sekali adanya peningkatan dukungan signifikan dari
rakyat kepada PDS. Upaya melakukan transformasi kepartaian yang dimulai dari kepemimpnan
31 Lisa Bjurwarld. From Boots to Suits: Sweden Democrats Extreme Roots. 10 April 2014. http://
euobserver.com/eu-elections/123316.
32Pada musim panas tahun 2010 berdasarkan data dari Ann-Cathrine Jungar dalam presentasinya di Sweden,
Södertörn University, EUSA, Baltimore 9-11 May 2013 “Keeping the party together Party leadership and Cohesion
in the True Finns and the Sweden Democrats.”, terdapat dua anggota partai Kent Ekeroth dan Erik Almqvist secara
mengejutkan diberhentikan dari jabatan eksekutif di PDS karena telah membuat film dokumenter yang rasis dan
melakukan tindakan rasis terhadap warga setempat.
33SDU.Sverigedemokratisk Ungdom. 16 April 2014. http://sdu.nu/ .
34Interview dengan Henrik Gustafsson melalui email pada tanggal 6 Mei 2014

13

Jannson dan terus mengalami penyempurnaan pada masa Akesson memimpin partai
membuahkan hasil. Pada masa Akesson transformasi paling gencar dilakukan. Jika dikaitkan
dengan teori David Art, disini terlihat bahwa telah terjadi reformasi transformasi partai dari yang
tadinya anggotanya dan pemimpinnya banyak yang berasal dari kalangan ekstrim menjadi lebih
banyak dari kalangan intelek dan bersih dari tindak kriminalitas (moderat). Menurut Art, Partai
radikal kanan populis yang memiliki anggota mayoritas berasal dari profesional adalah partai
yang akan berhasil meraih simpatik rakyat dan sukses. Menurut Art terdapat tiga jenis/tipe
keanggotaan partai, yaitu ekstrimis, moderat, dan oportunis. Sebelum tahun 1995 dan khususnya
sebelum tahun 2005, mayoritas anggota PDS adalah kelompok ekstrimis. Art menambahkan
bahwa partai yang masih memiliki banyak anggota ekstrim akan sering mengalami ketidakkohesian. Biasanya karena tidak kohesif memunuculkan banyak faksi-faksi di dalam partai yang
dapat melemahkan partai secara organisasi. Hal ini terbukti ketika pada tahun 2001 beberapa
tokoh ekstrim keluar dari PDS dan mendirikan partai baru yaitu National Democrats Party.
Perpecahan ini menurunkan perolehan suara PDS dalam Pemilu. Namun segi positifnya, sejak
tahun 2005 sudah tidak ada lagi faksi-faksi di dalam PDS.
Pembangunan Citra Partai: PDS Mendekati dan Menangkap Harapan/Aspirasi Rakyat
Jimmie Akesson melihat pentingnya meningkatkan strategi komunikasi eksternal partai
supaya partai dapat menjangkau masyarakat Swedia secara lebih luas. Akesson berpandangan
masyarakat Swedia harus mengetahui bahwa PDS sudah berubah menjadi partai yang moderat
dalam mencapai tujuan politiknya, tidak lagi ekstrim seperti dulu. Oleh karena itu sejak tahun
2005 Jimmie membuat strategi baru membuat kebijakan untuk menerbitkan koran SD-Kuriren
secara umum dan dalam waktu singkat berhasil mencapai jumlah penerbitan sejumlah 28.000
eksemplar. Selain koran, PDS juga menyebarkan selebaran flyers, leaflet dan artikel. Sebanyak
ribuan lembar flyers dikirim kerumah-rumah rakyat di Swedia. Hasil dari usaha Jimmie ini
terlihat pada pemilu parlemen nasional 2006 ketika PDS berhasil mendapatkan perolehan suara
sebesar 2.9 persen dan mendapat 282 kursi di seluruh parlemen lokal yang ada di Swedia.
Perolehan suara ini adalah yang terbesar sejak partai terbentuk.35
Di samping itu perkembangan penting lainnya yang berdampak pada peningkatan
dukungan kepada partai adalah media cetak seperti surat kabar koran, televisi, dan radio, menjadi

35 David Art. Inside the Radical Right: The Development of Anti-Immigrant Parties in Western Europe. New York:
Cambridge University Press, 2011. Hlm. 87.

14

lebih sering menampilkan PDS sejak tahun 2006, masa kepemimpinan Akesson. 36 Publik
mengenal Akesson sebagai intellectual debater yang ulung dan memiliki pengetahuan luas
sehingga menjadi nilai tambah tersendiri untuk PDS. Kepandaiannya dalam berdebat terlihat
ketika Akesson menang dalam debat kandidat melawan ketua Partai Sosial Demokrat, Mona
Sahlin pada tahun 2007. Kemunculan Akesson bersama Sahlin ini merupakan yang pertama kali.
Selain menghadiri acara televisi, Akesson juga melakukan tour keliling kota-kota di wilayah
Swedia untuk dapat mendekati dan berkomunikasi dengan rakyat secara langsung. Akesson
melakukan perjalanan politik seperti ini yang umumnya tidak popular dikalangan pimpinan
partai-partai mainstream (arus utama).37
Komunikasi eksternal melalui media dan turun langsung kepada rakyat yang mulai sering
dilakukan sejak tahun 2006 membuat partai ini mampu memperlihatkan kepada masyarakat luas
nilai-nilai ideologi yang diperjuangkannya. Sekaligus mampu memperlihatkan perbedaan
ideologi PDS dibandingkan dengan partai-partai lainnya.38
Partai-partai mainstream/mayoritas/arus utama (Partai Moderat Baru dan Partai Sosial
Demokrat) oleh masyarakat dianggap gagal dalam melaksanakan integrasi nasional dan
menyelesaikan permasalahan ekonomi dan sosial yang ada. Sehingga PDS dianggap sebagai
partai alternatif bagi mereka yang menyalahkan kelompok imigran sebagai sumber dari masalah
ekonomi dan sosial mereka. Menurut pimpinan partai-partai mainstream, persoalan imigran
bukanlah isu utama yang penting untuk dibahas (not a silent issue). Hal ini dilihat dari
diantaranya sejak tahun 1981-2002 hanya 1.23 persen manifesto mereka yang berisi tentang
imigran dan pada tahun 1984-2004 pembahasan mengenai isu imigran di parlemen tidak lebih
dari 0.8 persen.39 Hal ini disetujui oleh Press Secretary dari PDS, Henrik Gustafsson yang
mengatakan, terdapat sekelompok masyarakat Swedia yang melihat bahwa besarnya jumlah
imigran yang masuk ke Swedia adalah masalah. Dan PDS adalah satu-satunya partai yang
memiliki jawaban atas masalah tersebut.

40

Dapat dikatakan bahwa sebagian dari mereka yang

kecewa dengan partai-partai mainstream dan khususnya kinerja pemerintah akan memilih PDS

36Akesson melakukan upaya mendekatkan diri pada media dengan cara misalnya, pada bulan Mei 2007 PDS
mengadakan pertemuan yang dihadiri 50 jurnalis Swedia.
37 Interview dengan Henrik Gustafsson melalui email pada tanggal 6 Mei 2014
38Expoidag. Election Analysis: Why Sweden Democrats made it to Parliament. 7 Mei
2014.http://expo.se/2010/election-analysis-why-the-sweden-democrats-made-it-to-parliament_3365.html.
39Hanna Ralph. Sweden and the Radical Right. UK: CERS Working Paper, 2012. Hlm. 23-24.
40 Interview dengan Henrik Gustafsson melalui email pada tanggal 6 Mei 2014.

15

dan atau Golongan Putih (GolPut).41 Kekecawaan ini dinamakan political distrust. Seperti dalam
teori Kitschlet bahwa faktor political distrust adalah salah satu faktor yang menyebabkan
dukungan terhadap partai-partai radikal kanan populis meningkat di berbagai negara Eropa.
Menurut Akesson, partai penguasa sudah tidak lagi menjalankan tujuan utama dari
terbentuknya negara sosialis yaitu negara sebagai “people’s home”. Konsep people’s home42 ini
dipelopori oleh pemimpin Partai Sosial Demokrat Per-Albin Hansson pada periode
kepemimpinannya (1932-1946). Konsep People’s Home ini kemudian menjadi inspirasi Akesson
dalam menjalankan kebijakan partainya dengan tujuan untuks meraih dukungan dari masyarakat.
Akesson selalu mengatakan bahwa kelompok imigran khususnya imigran muslim adalah
ancaman bagi people’s home nya rakyat Swedia. Pada tanggal 19 Oktober 2009 Akesson menulis
sebuah artikel di salah satu surat kabar di Swedia dengan judul “Muslim is our Biggest Foreign
Threat”. Mereka yang menganggap bahwa kelompok imigran khususnya imigran Muslim sebagai
ancaman bagi keberlangsungan hidup mereka akan terpesona membaca artikel ini dan memilih
untuk berpihak kepada PDS. Dan hal ini dibuktikan pada perolehan suara PDS pada pemilu
parlemen 2010 yang mendapat 5.7 persen hampir dua kali lipat perolehan pada pemilu parlemen
2006, yaitu 2.9 persen. Media pun semakin tertarik dengan isu ini. Hal ini dibuktikan dengan
artikel-artikel yang diterbitkan media meningkat pesat sejak tahun 2006 sampai tahun 2010,
khususnya dari tahun 2009. Pada tahun 2006 hanya 100 media yang meliput PDS. Sementara
pada tahun 2010 terdapat 400 media yang meliput PDS.43
PDS Sebagai Korban (underdog): We are the Democratic Victims
PDS merupakan satu-satunya partai yang tidak disukai oleh partai-partai mainstream.
PDS sejak dahulu memiliki image negative dihadapan mereka dan masyarakat Swedia secara
umum. Seperti yang sebelumnya sudah dijelaskan bahwa pemberitaan media mayoritas negatif.
Selain dalam pemberitaan media, PDS juga kerap kali didemonstrasi dan dipersulit dalam
menyelenggarakan acara-acara partai. Berikut pernyataan dari salah satu anggota partai : “If we
put up an office, I guarantee it will be destroyed by left-wing activists within a week.” Satu41Lihat Bab II mengenai pergeseran pemilih. Pada tahun 2010, sebanyak 20% pemilih Swedia memilih GolPut.
42Hansson salah seorang pimpinan Partai Sosial Demokrat dalam pidatonya tahun 1928 mengatakan Negara
People’s Home adalah bangsa sejahtera dengan komunitas nasional. Pada konteks dahulu masyarakat Swedia masih
sangat homogen. Menurut Akesson bahwa kondisi saat ini harus dikembalikan pada kondisi dahulu ketika rakyat
masih homogen dan komunitas nasional adalah komunitas Swedish people. Lihat dalam Anders Hellström and Tom
Nilsson.“'We Are the Good Guys': Ideological positioning of the nationalist party Sverigedemokraterna in
contemporary Swedish politics.”EthnicitiesSagepub Publications Vol 10(1) (2010): 57-76. Hlm. 62.
43 Anders Ravik Jupskås. A Strained Relationship: Media Reactions to the Populist Radical Right in Scandinavia.
Oslo: Department of Political Science, University of Oslo, 2012. 6 Mei 2014

16

satunya tempat yang paling aman adalah di distrik Landskrona dimana PDS mendapatkan 22
persen suara pada pemilu parlemen 2006. Dalam mengatasi hal tersebut maka umumnya para
anggota partai mengadakan pertemuan atau rapat-rapat di rumah pribadi salah satu anggota
partai.44 Mengenai partai-partai mainstream yang tidak menyukai PDS dapat dilihat dari
ketidakmauan mereka dalam bekerjasama dalam hal apapun dengan PDS.
Kerasnya realitas politik yang dihadapi partainya, Akesson sering tampilkan pada setiap
pidato dan penampilannya di televisi. Akesson kerap menceritakan pengalaman partainya yang
sulit mendapatkan akses ke informasi politik dari partai-partai lain. Selain itu Akesson
menyatakan bahwa perwakilan PDS terdiskriminasi secara berulang-ulang dalam dunia pekerjaan
dan politik. Dalam beberapa kali pertemuan partai, protes yang berujung pada kekerasan kerap
terjadi, dan beberapa anggota partai terluka. Menurut Akesson pada pidatonya yang dimuat dalam
artikel tahun 2007, PDS adalah the underdogs. The Underdogs dapat diartikan sebagai korban
dari ketidakadilan sosial ataupun politik.45 Akesson menambahkan bahwa “we are the democratic
victims”. Didalam demokrasi, hak berdialog dan kebebasan berbicara adalah prinsip-prinsip
dasarnya. Tetapi, dalam praktik politik di Swedia sering kali komunikasi antara PDS dengan
partai-partai lainnya tidak menghasilkan solusi. Seringkali pandangan dan usulan-usulan
kebijakan dari PDS tidak dihiraukan oleh partai-partai lainnya. Disinilah PDS memposisikan
dirinya sebagai the underdog. Salah satu visi dari PDS adalah bahwa demokrasi seharusnya
menjalankan the will of the all people.46
Dengan kemampuannya berbicara dan berdebat Akesson mampu mengeksploitasi isu
mengenai ‘the underdog’ tadi sehingga menarik perhatian masyarakat dan pada gilirannya
menimbulkan rasa simpatik rakyat. Akesson mengatakan bahwa dalam negara demokrasi seperti
di Swedia masih ada diskriminasi terhadap partai tertentu (PDS) untuk hidup dan berkembang
secara bebas seperti partai-partai lainnya. Upaya Akesson mengeksploitasi isu ini nampaknya
memperoleh dukungan dari media, bahwa sejak tahun 2006 sampai tahun 2010 terjadi
peningkatan signifikan jumlah artkel tentang PDS yang diterbitkan media Swedia.
Dari keseluruhan analisis bab ini maka dapat disimpulkan bahwa teori David Art dapat
dibuktikan dalam kasus peningkatan elaktabilitas PDS pada pemilu Riksdag 2010. Teori Art
44Ibid., Hlm 92-94.
45World English Dictioanry.8 April 2014.http://dictionary.reference.com/browse/underdog
46Anders Hellström and Tom Nilsson.“'We Are the Good Guys': Ideological positioning of the nationalist party
Sverigedemokraterna in contemporary Swedish politics.”Ethnicities Sagepub Publications Vol 10(1)(2010): 57-76.
Hlm.60 .

17

mengatakan bahwa pembangunan internal partai melalui kepemimpinan internal partai sangat
penting untuk dilakukan. Pembangunan internal partai dilihat dari jumlah dan aktifis partai,
kohesi partai, kompetensi anggota partai, legitimasi partai, dan fleksibilitas partai. Sejak
kepemimpinan Jansson dan khususnya kepemimpinan Akesson, PDS mulai membenahi dirinya.
Aktifis partai jumlahnya terus bertambah khususnya pada kepemimpinan Akesson. Ketidakkohesian partai masih terjadi di kepemimpinan Jansson ketika pada tahun 2001 kelompok ekstrim
keluar dan mendirikan Partai Nasional Demokrat. Tetapi pada kepemimpinan Akesson kohesi
nampak terlihat ketika tidak ada faksi-faksi didalam internal partai. Kompetensi anggota partai
pada masa kepemimpinan Akesson nampak semakin baik dilihat dari semakin meningkatnya
jumlah anggota partai yang intelek. Sebanyak 50 persen anggota PDS tahun 2010 adalah berasal
dari kelompok intelek. Legitimasi partai kemudian terbangun dari image partai yang mulai
berubah. Hal ini terlihat diantaranya pada tahun 2006, Akesson mengganti lambang partai yang
tadinya terlihat seperti lambang Nazi menjadi lambang bunga berwarna biru yang lebih populis,
juga anggota partai yang semakin terlihat moderat. Kemoderatan ini kemudian diartikan bahwa
PDS lebih fleksibilitas. Tetapi menurut Mudde, kepemimpinan eksternal juga perlu dimiliki oleh
pemimpin partai radikal kanan populis di Eropa. Kepemimpinan eksternal tersebut adalah
kemampuan Akesson dalam mencitrakan partainya sebagai partai yang dapat menangkap aspirasi
sebagian rakyat yang tidak menyukai keberadaan kelompok imigran di Swedia dan menjadikan
partainya sebagai korban dari demokrasi (underdog). Akesson memiliki kemampuan debat yang
sangat baik yang kerap dapat mengalahkan pesaing debatnya. Media disini berperan penting
dalam menyampaikan pesan partai.
Kesimpulan
Berangkat dari pertanyaan penelitian mengenai bagaimana PDS yang sektarian, anti
pluralis serta memperjuangkan pembatasan dan pemulangan para imigran ke negara asal mereka
--yang bertentangan dengan nilai-nilai yang dipercaya sebagai nilai-nilai bangsa Swedia-- dapat
berhasil berhasil memperoleh kursi dalam parlemen Riksdag 2010. Penelitian ini berusaha
melihat faktor-faktor apa saja yang mendukung keberhasilannya.
Fenomena peningkatan jumlah kelompok imigran berjalan bersamaan dengan
meningkatnya kriminalitas dan permasalahan sosial lainnya di kota-kota besar -- khususnya di
Malmo, Stockholm, dan Gothenburg. Situasi ini menimbulkan perasaan tidak nyaman di antara
penduduk. Banyak penduduk yang tinggal di wilayah dimana para imigran terkonsentrasi merasa
18

mereka tidak berada di rumah sendiri. Perasaan ini diibaratkan oleh PDS sebagai hilangnya apa
yang disebut sebagai ‘peoples home’. Ketidaknyamanan yang dirasakan penduduk lokal
diperbesar oleh perbedaan nilai budaya dan agama para imigran (khususnya muslim) yang
dianggap kurang punya keinginan berintegrasi dengan budaya lokal. PDS menangkap aspirasi
dan harapan masyarakat in