Tinjauan Teoritis TINJAUAN PUSTAKA

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Pelayanan Antenatal a. Pengertian Pelayanan antenatal menurut Sunarsih 2005 adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang sudah ditetapkan. Tujuan umum pelayanan antenatal care Mochtar, 1998 adalah menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan mental ibu dan anak selama dalam kehamilan, persalinan, dan nifas, sehingga didapatkan ibu dan anak yang sehat. Sedangkan tujuan khususnya Mochtar, 1998 adalah: 1 Mengenali dan menangani penyulit-penyulit yang mungkin dijumpai dalam kehamilan, persalinan, dan nifas. 2 Mengenali dan mengobati penyakit yang mungkin diderita sedini mungkin. 3 Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan anak. 4 Memberikan nasehat tentang cara hidup sehari-hari dan keluarga berencana, kehamilan, persalinan, nifas, dan laktasi. 5 6 b. Ruang lingkup pelayanan antenatal Lima ruang lingkup pelayanan antenatal menurut Ferrer 2001 yaitu : 1 Pengawasan kehamilan apakah segalanya berlangsung normal, untuk mendeteksi setiap kelainan yang timbul, dan untuk mengantisipasi semua masalah selama kehamilan, persalinan dan periode postnatal. 2 Penyuluhan atau pendidikan mengenai kehamialan dan bagaimana cara-cara mengatasi gejalanya, mengenai diet, perawatan gigi serta gaya hidup. 3 Persiapan baik fisik maupun psikologis bagi persalinan serta pelahiran, dan pemberian petunjuk mengenai segala aspek dalam perawatan bayi. 4 Dukungan jika terdapat masalah- masalah sosial atau psikologis 5 Banyak penyulit-penyulit sewaktu hamil dengan pengawasan yang baik dan bermutu dapat diobati dan dicegah sehingga persalinan berjalan mudah dan normal. Apabila suatu tindakan akan diambil, hal ini dilakukan sedini mungkin tanpa menunggu terjadinya komplikasi dan persalinan tidak terlantar. c. Jawdal pelayanan antanatal Hasil penelitian yang dilakukan oleh WHO 2003 menunjukkan bahwa setiap wanita hamil memiliki risiko mengalami komplikasi yang dapat mengancam jiwanya, oleh karena itu WHO menganjurkan 7 agar setiap wanita hamil mendapatkan paling sedikit 4 kali kunjungan selama periode antenatal. Empat kunjungan yang dianjurkan oleh WHO selama periode antenatal yaitu: 1 Satu kali kunjungan selama trimester pertama sebelum usia kehamilan 14 minggu. 2 Satu kali kunjungan selama trimester kedua usia kehamilan antara 14-28 minggu. 3 Dua kali kunjungan selama trimester ketiga usia kehamilan antara 28-36 minggu dan sesudah usia kehamilan 36 minggu. Sedangkan Mochtar 1998 mengemukakan bahwa jadwal pemeriksaan ibu hamil yang teratur adalah sebanyak 15 kali yaitu: 1 Pemeriksaan pertama kali yang ideal adalah sedini mungkin ketika haidnya terlambat satu bulan. 2 Periksa ulang 1x sebulan sampai kehamilan 7 bulan. 3 Periksa ulang 2x sebulan sampai kehamilan 9 bulan 4 Periksa ulang setiap minggu sesudah kehamilan 9 bulan. 2. Perdarahan Postpartum a. Pengertian Perdarahan postpartum menurut Prawiroharjo 2002 adalah perdarahan setelah bayi lahir, sedangakan tentang jumlah perdarahan, disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal dimana telah menyebabkan perubahaan tanda vital pasien 8 mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, tekanan darah sistolik 90 mmHg, nadi 100xmenit, kadar Hb 8 gr. Sedangkan menurut WHO 2002 Perdarahan postpartum adalah kehilangan darah sebanyak 500 ml atau lebih dari traktus genitalia setelah melahirkan, dan Dongoes 2001 menyatakan bahwa Perdarahan postpartum adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran. b. Fisiologi perdarahan postpartum Umumnya pada persalinan yang berlangsung normal, setelah janin lahir, uterus masih mengadakan kontraksi yang mengakibatkan penciutan kavum uteri, tempat implantasi plasenta. Akibatnya, plasenta akan lepas dari tempat implantasinya. Pelepasan ini dapat dimulai dari tengah sentral menurut Schultze, atau pinggir plasenta marginal menurut Mathews-Duncan , atau serempak dari tengah dan dari pinggir plasenta. Cara yang pertama ditandai oleh makin panjang keluarnya tali pusat dari vagina tanda ini ditemukan oleh Ahlfeld tanpa adanya perdarahan pervaginam. Sedangakan cara yang kedua ditandai dengan adanya perdarahan pervaginam, apabila plasenta mulai terlepas. Umumnya perdarahan tidak melebihi 400 ml, bila lebih maka tergolong patologik Sarwopno, 2006. Apabila sebagian plasenta lepas sementara sebagian lagi belum terlepas, maka akan terjadi perdarahan karena uterus tidak bisa 9 berkontraksi dengan baik pada batas antara dua bagian itu. Selanjutnya apabila sebagian plasenta sudah lahir, tetapi sebagian kecil masih melekat pada dinding uterus maka dapat timbul perdarahan pada masa nifas Sarwono, 2006. c. Pembagian perdarahan postpartum Menurut waktu terjadinya, perdarahan postpartum dibagi atas dua bagian: 1 Perdarahan postpartum primer early postpartum hemorrhage Yaitu perdarahan yang terjadi pada 24 jam pertama setelah bayi lahir terbanyak dalam 2 jam pertama. 2 Perdarahan postpartum sekunder late postpartum hemorrhage Yaitu perdarahan yang terjadi setelah 24 jam, biasanya antara hari ke-5 sampai 15 postpartum. William, 2001; Llewellyn, 2001 d. Etiologi 1 Penyebab perdarahan postpartum primer menurut Wiknjosastro 2002 dan WHO 2002 antara lain: a Uterus atonik Terjadi karena plasenta atau selaput ketuban tertahan b Trauma genital Meliputi penyebab spontan dan trauma akibat penatalaksanaan atau gangguan, misalnya kelahiran yang 10 menggunakan peralatan termasuk seksio sesaria, episiotomi, pemotongan “ghisiri” . c Inversi uterus jarang d Kelelahan akibat partus lama. e Pimpinan persalinan yang salah dalam kala uri. f Perlekatan plasenta terlalu erat. g Retensio plasenta. h Retensi sisa plasenta. i Laserasi jalan lahir atau trauma jalan jahir. 2 Penyebab perdarahan postpartum sekunder menurut WHO 2002 antara lain : a Fragmen plasenta atau selaput ketuban tertahan b Pelepasan jaringan mati setelah persalinan macet Dapat terjadi di serviks, vagina, kandung kemih, rektum. c Terbukanya luka pada uterus Setelah seksio sesaria atau ruptur e. Faktor- faktor yang mempengaruhi perdarahan postpartum Lima faktor yang mempengaruhi perdarahan postpartum menurut Dhaneswari dkk 2007 adalah : 1 Usia Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 30 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pospartum yang dapat mengakibatkan kematian 11 maternal. Hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 30 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal. 2 Gravida Ibu-ibu yang dengan kehamilan lebih dari 1 kali mempunyai risiko lebih tinggi terhadap terjadinya perdarahan postpartum dibandingkan dengan ibu-ibu yang termasuk golongan primigravida . Hal ini dikarenakan pada multigravida, fungsi reproduksi mengalami penurunan sehingga kemungkinan terjadinya perdarahan pospartum menjadi lebih besar. 3 Paritas Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut perdarahan postpartum yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas tinggi lebih dari tiga dan terlalu rapat jarak melahirkan 2tahun mempunyai angka kejadian perdarahan pascapersalinan lebih tinggi. 4 Antenatal Care Pemeriksaan antenatal yang baik dan tersedianya fasilitas rujukan bagi kasus risiko tinggi terutama perdarahan yang selalu mungkin terjadi setelah persalinan, mengakibatkan kematian maternal dapat diturunkan. Hal ini disebabkan karena 12 dengan adanya antenatal care tanda-tanda dini perdarahan yang berlebihan dapat dideteksi dan ditanggulangi dengan cepat. 5 Kadar hemoglobin Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilai hemoglobin di bawah nilai normal, dikatakan anemia jika kadar hemoglobin kurang dari 8gr. Kekurangan hemoglobin dalam darah dapat menyebabkan komplikasi lebih serius bagi ibu baik dalam kehamilan, persalinan, dan nifas yaitu dapat mengakibatkan salah satunya adalah perdarahan postpartum karena atonia uteri. f. Komplikasi perdarahan postpartum Menurut Manuaba 2001 ada 4 komplikasi perdarahan postpartum yaitu : 1 Syok hipovolemik. 2 Memudahkan terjadinya. a Anemia berkelanjutan. b Infeksi puerperium. 3 Terjadinya sindrom sheehan dan nekrosis hipofisis anterior Perdarahan antepartum atau postpartum dini yang berat, meski jarang dapat diikuti dengan terjadinya sindrom sheehan. Ditandai dengan kegagalan laktasi, amenorrea , atrofi payudara, kerontokan rambut kepala dan pubis, superinvolusi uterus, 13 penurunan produksi hormon pada kelenjar tiroid dan korteks adrenal. 4 Kematian perdarahan postpartum. g. Penatalaksanaan 1 Pencegahan Mengobati anemia dalam kehamilan, pada pasien dengan riwayat perdarahan pasca persalinan sebelumnya, persalinan harus berlangsung di rumah sakit. Jangan memijat dan mendorong uterus ke bawah sebelum plasenta lepas. Berikan oksitosin 10 unit secara IM setelah bayi lahir dan 0,2 unit ergometrin setelah plasenta lahir Mansjoer, 2001. 2 Penanganan Minta bantuan seluruh tenaga kesehatan yang ada dan siapkan fasilitas tindakan gawat darurat. Melakukan pemeriksaan cepat tanda-tanda vital ibu dan kontraksi ibu. Mencurigai adanya syok. Memasang cairan infus secara Intra Vena, melakukan kateterisasi, pastikan kelengkapan plasenta serta kemungkinan robekan serviks, vagina, perineum Saifuddin, 2002. h. Hubungan keteraturan Antenatal Care dengan kejadian perdarahan post partum. Mochtar 1998 mengemukakan tujuan umum antenatal care adalah menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan mental ibu 14 serta anak selama dalam kehamilan, persalinan dan nifas sehingga angka morbiditas dan mortalitas ibu serta anak dapat diturunkan. Menurut Dhaneswari dkk 2007 pemeriksaan antenatal yang baik dan tersedianya fasilitas rujukan bagi kasus risiko tinggi terutama perdarahan yang selalu mungkin terjadi setelah persalinan, mengakibatkan kematian maternal dapat diturunkan. Hal ini disebabkan karena dengan adanya antenatal care tanda- tanda dini perdarahan yang berlebihan dapat dideteksi dan ditanggulangi dengan cepat. 15

B. Kerangka Konsep

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA STROKE DENGAN ANGKA KEJADIAN EPILEPSI DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

0 3 50

HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI ANTENATAL CARE DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH BERDASARKAN MASA KEHAMILAN DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

1 8 58

HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI ANTENATAL CARE DENGAN KEMATIAN PERINATAL DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

0 12 57

HUBUNGAN ANTARA MIGRAIN DENGAN KEJADIAN STROKE ISKEMIK DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

0 5 59

HUBUNGAN ANTARA MUSIM DENGAN KEJADIAN DERMATITISVENENATADI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Hubungan Antara Musim Dengan Kejadian Dermatitis Venenatadi RSUD Dr. Moewardi Surakarta Periode 2010-2012.

0 1 13

HUBUNGAN ANTARA MUSIM DENGAN KEJADIAN DERMATITISVENENATA DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Hubungan Antara Musim Dengan Kejadian Dermatitis Venenatadi RSUD Dr. Moewardi Surakarta Periode 2010-2012.

0 1 13

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR USIA DENGAN ANGKA KEJADIAN CARSINOMA MAMMAE DI RSUD dr. MOEWARDI SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA FAKTOR USIA DENGAN ANGKA KEJADIAN CARSINOMA MAMMAE DI RSUD dr. MOEWARDI SURAKARTA.

0 0 16

HUBUNGAN ANTARA PARITAS DENGAN KEJADIAN PARTUS PREMATUR DI RSUD DR. MOEWARDI Hubungan antara Paritas dengan Kejadian Partus Prematur di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

0 1 14

HUBUNGAN MEROKOK DENGAN ANGKA KEJADIAN STROKE DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA Hubungan Merokok Dengan Angka Kejadian Stroke Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

0 1 15

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR RISIKO PERDARAHAN DENGAN KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2012.

0 0 12