Uji Toksisitas Beberapa Bahan Kimia Pada

(1)

ACARA V

UJI TOKSISITAS BEBERAPA BAHAN KIMIA PADA IKAN NILEM

Oleh :

Nama : Lathifah NIM : B0A013042 Kelompok : X

Asisten : Endang Trimurti

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PENGELOLAAN KESEHATAN ORGANISME AKUATIK

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGI

PROGRAM STUDI DIII PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN

PURWOKERTO 2015


(2)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sumber andalan dalam pembangunan perikanan di Indonesia. Produksi dari erikanan budidaya sendiri secara keseluruhan diproyeksikan meningkat dengan rata-rata 4,9 % per tahun. Target tersebut antara lain didasarkan atas dasar potensi pengembangan daerah perikanan budidaya yang memungkinkan di wilayah Indonesia. Melihat besarnya potensi pengembangan perikanan budidaya serta didukung peluang pasar internasional yang masih terbuka luas, maka diharapkan sumbangan produksi perikanan budidaya semakin besar terhadap produksi nasional dan penerimaan devisa negara, keterkaitannya dalam penyerapan angkatan, serta peningkatan kesejahteraan petani/nelayan di Indonesia.

Untuk mencapai target produksi sesuai dengan yang diharapkan, berbagai permasalahan menghambat upaya peningkatan produksi tersebut, antara lain kegagalan produksi akibat serangan wabah penyakit ikan yang bersifat patogenik baik dari golongan parasit, jamur, bakteri, dan virus. Permasalahan lainnya adalah degradasi mutu lingkungan budidaya yang semakin buruk, yang disebabkan oleh kegiatan budidaya itu sendiri maupun dari luar lingkungan budiday. Timbulnya serangan wabah penyakit tersebut pada dasarnya sebagai akibat terjadinya gangguan keseimbangan dan interaksi antara ikan, lingkungan yang tidak menguntungkan ikan dan berkembangnya patogen penyebab penyakit.

Untuk mengatasi permasalahan akibat serangan agen patogenik pada ikan, para petaninmaupun pengusaha ikan banyak menggunakan berbagai bahan-bahan kimia maupun antibiotik dalam pengendalian penyakit tersebut. Namun dilain pihak, pemakaian bahan kimia dan antibiotik secara terus menerus dengan dosis/konsentrasi yang kurang tepat, akan menimbulkan masalah baru berupa meningkatnya resistensi mikroorganisme terhadap bahan tersebut. Selain itu, masalah lainnya adalah bahaya yang ditimbulkan terhadap lingkungan sekitarnya, ikan yang bersangkutan, dan manusia yang mengonsumsinya.

Upaya pencegahan dan pengobatan yang lazim dilakukan pada ikan-ikan yang terkena penyakit mikotik adalah menggunakan obat-obatan kimia seperti


(3)

malachite green, formalin, hidrogen peroxida, dan sebagainya. Akan tetapi penggunaan bahan kimia cenderung tidak ramah lingkungan dan ada yang bersifat karsinogenik. Seiring dengan adanya kecenderungan yang memperhatikan masalah keamanan pangan dan lingkungan maka diharapkan adanya metode pencegahan penyakit mikotik yang bersifat aman bagi pembudidaya, ramah lingkungan dan murah (Nuryati, et al., 2008).

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum Uji Toksisitas Beberapa Bahan Kimia pada Ikan Nilem adalah:

1. Mengetahui takaran/dosis bahan kimia tertentu yang dapat mematikan. 2. Dapat mengenali tanda-tanda ikan keracunan.


(4)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Masalah utama dalam budidaya ikan di Indonesia hingga saat ini salah satunya adalah tentang penyakit. Penyakit ini menyebabkan kerugian ekonomis karena dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat, periode pemeliharaan lebih lama, tingginya konversi pakan, padat tebar yang tinggi dan kematian ikan, sehingga dapat mengakibatkan menurunnya atau hilangnya produksi (Prasetya, et al., 2013).

Penyakit ikan adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan ganguan baik fisik maupun fisiologis pada ikan. Gangguan ini dapat disebabkan oleh organisme lain, kondisi lingkungan atau campur tangan manusia. Sakit adalah suatu kondisi dimana terjadi gangguan atau ketidaknormalan fungsi pada ikan baik secara fisik ataupun fisiologis. Sakit dan penyakit ini dapat disebabkan oleh ketidakserasian yang terjadi di dalam lingkungan atau ekosistem dimana ikan tersebut berada. Dengan kata lain penyakit merupakan interaksi yang tidak serasi antara ikan dengan faktor biotik (organisme) dan faktor abiotik (lingkungan). Interaksi yang tidak serasi ini akan menimbulkan stress pada ikan sehingga menyebabkan daya pertahanan tubuh menurun dan akibatnya mudah timbul berbagai penyakit (Yuliartati, 2011).

Penyakit yang disebabkan oleh parasit terdiri dari protozoa dan metazoa. Protozoa bersifat parasitik terhadap ikan dan jumlahnya lebih dari 2000 jenis. Secara umum gejala ikan yang terserang protozoa adalah ikan tampak pucat, nafsu makan kurang, gerakan lambat dan sering menggososk-gosokkan tubuhnya ada dinding kolam, pada infeksi lanjut ikan megap-megap dan meloncat-loncat ke permukaan air untuk mengambil oksigen dan adanya bercak-bercak putih pada permukaan tubuh ikan. Parasit dari golongan metazoa antara lain Monogenetic trematod (golongan cacing), cestoda, nematoda, copepoda (Argulus sp., Lernaea sp.) dan golongan isopoda. Organ yang menjadi target serangan parasit ini adalah insang. Penularan terjadi secara horisontal terutama pada saat cacing dalam fase berenang bebas yang sangat infektif. Secara umum gejala dari serangan metazoa adalah ikan tampak lemah tidak nafsu makan, pertumbuhan lambat tingkah laku dan berenang tidak normal disertai produksi


(5)

lendir yang berlebihan, insang tampak pucat dan membengkak sehingga overculum terbuka, ikan sulit bernafas seperti gejala kekurangan oksigen, peradangan pada kulit akan mengakibatkan ikan menggosok-gosok badannya pada benda sekitar, badan kemerahan disekitar lokasi penempelan parasit, dan pada infeksi berat parasit ini kadang dapat terlihat dengan mata telanjang pada permukaan kulit ikan (Irianto, 2005).

Menurut Usman (2007) faktor biotik yang dimaksud yang merugikan ikan di dalam ekosistem dapat dibagi atas tiga kelompok besar yakni:

1) Parasit, yaitu organisme yang hidup dan memperoleh makanan dari host (inang) yang ditumpanginya. Kedalam golongan ini termasuk bakteri, protozoa, virus, crustacea (udang renik), cacing dan jamur.

2) Hama, yaitu organisme yang mengganggu atau merusak ikan secara fisik contohnya Tryonix sp. (bulus), Egretta sp. (burung kuntul), ular air (Cerberus rhyncops) dan lain-lain.

3) Predator, yakni hewan karnifora pemangsa misalnya Varanus salvador

(biawak).

4) Kompetitor, yakni organisme yang merupakan pesaing dalam memperoleh oksigen, ruang dan makanan seperti ikan-ikan liar, belut dan lain-lain.

Methylene Blue (MB) merupakan senyawa yang sangat berwarna yang digunakan dalam pencelupan dan pencetakan tekstil dan merupakan polutan umum air (Rauf, et al., 2010). MB adalah obat trisiklik fenotiazin. Dalam kondisi fisiologis MB adalah kation biru yang mengalami siklus redoks katalitik: MB dikurangi dengan nikotinamida adenin dinukleotida fosfat (NADPH) atau thioredoxin untuk menghasilkan leucoMB, sebuah senyawa bermuatan yang tidak berwarna. MB adalah obat sintetik pertama yang sepenuhnya digunakan dalam pengobatan. Paul Ehrlich berpendapat bahwa jika patogen seperti bakteri dan parasit yang terkena MB, maka pewarna ini mungkin menunjukkan efek berbahaya tertentu pada patogen yang bisa dimanfaatkan untuk memerangi penyakit (Schirmer, et al., 2011).


(6)

III.MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat yang digunakan dalam praktikum adalah akuarium, satu set alat bedah, dan alat tulis.

Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah ikan percobaan yaitu ikan nilem (Osteochilus hasselti), bahan kimia, (PK, formalin, MG, MB, Fisca), dan pakan ikan.

B. Metode

Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah: 1. Disiapkan bahan kimia yang dipakai sesuai dosis.

2. Disiapkan akuarium dengan volume air 20 L dan ikan sampel. 3. Dimasukkan bahan kimia.

4. Diamati dan dicermati pengaruh bahan kimia tersebut, sampai ikan memperlihatkan gejala keracunan atau tetap sehat.

5. Ikan yang mati diamati langsung perubahan warna ikan dan perubahan organ dalamnya.


(7)

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Nama Ikan : Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) Ukuran Ikan : 10 cm

Bahan Kimia : Methylen Blue

Hasil Pengamatan :

Tabel 1. Pengamatan Perubahan Ikan

Pengamatan Perubahan

Jam ke 1 (10:00 WIB) Jam ke 2 (11:00 WIB) Jam ke 3 (12:00 WIB)  Ikan aktif berenang

 Gerakan berenang normal

 Ikan sesekali mengambil nafas dipermukaan

 Ikan berenang bergerombolan  Ikan masih hidup

semua

 Ikan aktif berenang  Ikan lebih banyak

didasar kolam  Ikan berenang

bergerombol  Gerakan

operculum normal  Ikan sesekali

mengambil nafas dipermukaan  mengambil nafas

dipermukaan

 Ikan sesekali mengambil nafas dipermukaan  Ikan berenang

bergerombol  Gerakan

berenang normal  Ikan masih hidup

semua


(8)

Gambar 3. Kondisi akuarium setelah Gambar 4. Organ dalam ikan setelah


(9)

B. Pembahasan

Bahan kimia merupakan suatu zat atau senyawa dapat berwujud padat, cair atau gas, dan berdasarkan komponen penyusunnya berbentuk tunggal atau persenyawaan (campuran) yang berasal dari alam maupun hasil proses produksi. Pemanfaatan bahan kimia yang berasal dari sumber daya alam baik yag tidak dapat diperbaharui (non-renewable) maupun yang dapat diperbaharui (renewable) perlu dioptimalkan untuk menghasilkan produk-produk yang bernilai tambah. Menurut jurnal Nurjanah, et al. (2014), pemakaian bahan kimia dalam jangka panjang dapat menimbulkan dampak negatif antara lain dikhawatirkan munculnya strain-strain bakteri resisten terhadap obat tersebut. Akumulasi bahan obat ikan di dalam tubuh kultivan budidaya akan menimbulkan resisten bakteri pada obat tersebut. Penyebab utama resistensi antibiotik adalah penggunaannya yang meluas dan irasional. Dosis antibiotik yang tidak sesuai, kesalahan dalam menetapkan etiologi penyakit sehingga menyebabkan penggunaan antibiotik menjadi tidak efektif

Definisi beberapa bahan kimia adalah sebagai berikut:

1. Antiseptik diartikan sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan hidup. Bahan desinfektan dapat digunakan untuk proses desinfeksi tangan, lantai, ruangan, peralatan dan pakaian.

2. Desinfektan dapat diartikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya.

3. Antibiotik atau antibakteri adalah zat yang dibuat untuk menghambat pertumbuhan organisme, atau membunuh organisme tersebut. Seperti namanya ini bertindak melawan bakteri, dan karena aksinya menghancurkan struktur biokimia protein dan karbohidrat dari organisme, dan itu tergantung pada konsentrasi antibiotik dalam tubuh. Antibiotik diklasifikasikan menurut tindakan utama, dan struktur biokimia. Mereka biasanya melakukan tindakan mereka terhadap beberapa bakteri. Mereka digunakan ketika infeksi telah terjadi, atau dapat digunakan sebagai profilaksis. Harga obat ini berkisar dari termurah sampai yang paling mahal, dan memerlukan kepatuhan jangka


(10)

panjang untuk beberapa kondisi. Komplikasi akibat antibiotik bervariasi dan bahkan dapat menyebabkan kematian.

4. Vaksin adalah persiapan biologis yang diperoleh dari organisme mikro seperti, yang mati, dilemahkan, bahan toksoid, dan digunakan untuk meningkatkan kekebalan seseorang. Vaksin memiliki kelebihan terhadap bakteri dan virus. Ini biasanya digunakan sebelum paparan, atau di sebuah kegiatan dugaan paparan, untuk mendorong kekebalan spesifik terhadap organisme yang, dan untuk menghambat setiap proliferasi yang diduga organisme, jika ingin mewujudkan dirinya. Ini sangat efektif terhadap sebagian besar bakteri yang menyerang anak-anak dan infeksi virus yang mematikan. Penggunaan vaksin telah menjadi bagian penting dalam program imunisasi nasional di sebagian besar dunia. Ini telah sukses melawan cacar, dan menciptakan area bebas penyakit yang dulunya rawan dengan polio. Komplikasi yang berhubungan dengan vaksin, adalah penderitaan dari penyakit yang ditargetkan jika seseorang memiliki sistem kekebalan tubuh yang buruk, penyakit umum, dan reaksi anafilaksis, yang dapat menyebabkan kematian. Hubungan antara vaksin MMR dan autisme masa kanak-kanak telah terbukti tidak ada.

Metil biru (Methylene Blue) merupakan pewarna thiazine yang kerap digunakan sebagai bakterisida dan fungsida pada akuarium. Di beberapa tempat penggunaan bahan ini sudah semakin tidak populer karena diketahui mempunyai pengaruh buruk terhadap filtrasi biologi dan kemampuan warnanya untuk melekat pada kulit, pakaian, dekorasi akuarium dan peralatan lainnya termasuk lem akuarium. Diduga bahan inipun dapat berakibat buruk pada tanaman.

Dalam industri tekstil, metilen biru merupakan salah satu zat warna thiazine yang sering digunakan, karena harganya ekonomis dan mudah diperoleh. Zat warna metilen biru merupakan zat warna dasar yang penting dalam proses pewarnaan kulit, kain mori, kain katun, dan tannin. Penggunaan metilen biru dapat menimbulkan beberapa efek, seperti iritasi saluran pencernaan jika tertelan, menimbulkan sianosis jika terhirup, dan iritasi pada kulit jika tersentuh oleh kulit (Widihati, et al., 2011).

Untuk infeksi bakteri, jamur dan protozoa dosis yang dianjurkan adalah 2 ml larutan dengan konsentrasi 1 persen per 10 liter air akuarium. Perlakuann


(11)

dilakukan melalui perendaman jangka panjang. Hal ini hendaknya dilakukan pada akuarium terpisah, atau akuarium karantina untuk menghindari terjadinya efek buruk pada sistem filtrasi biologi dan menempelnya warna pada dekorasi akuarium. Menurut jurnal Maemunah dan Rohman (2009), pengendalian ikan dilakukan dengan cara ikan direndam dalam Methylene Blue dosis 3 gram/m3 selama 24 jam. Dosis yang digunakan kelompok kami adalah 1 gram yang berarti takaran dosis pemakaian Methylen Blue masih pada batas yang dianjurkan.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, didapatkan hasil dengan penggunaan methylene blue adalah pada jam ke-1 ikan masih aktif berenang, gerakan normal, sesekali mengambil nafas dipermukaan, dan ikan cenderung bergerombol. Pada jam ke-2 ikan masih aktif berenang, lebih banyak berenang di dasar kolam, ikan bergerombol, gerakan operculum normal, dan sesekali mengambil nafas di permukaan. Pada jam ke-3 ikan masih sesekali mengambil nafas dipermukaan, ikan berenang bergerombol, gerakan berenang normal, dan ikan 100% masih hidup. Namun ketika dilakukan pembedahan, organ dalam ikan mengalami perubahan warna menjadi biru, hal itu disebabkan ikan keracunan bahan kimia yang digunakan yaitu Methylene Blue.

Tanda-tanda ikan yang keracunan yaitu ikan bergerak kesana kemari dengan cepat. Ikan akan gemetar dan warna menjadi pucat, lesu dan lemah. Beberapa jenis ikan diketahui tidak toleran terhadap bahan malachyte green. Warna malachite green bisa melekat pada apa saja, seperti tangan, baju, dan peralatan akuarium, termasuk plastik. Hindari penggunaan malacyite green dalam bentuk serbuk (tepung). Disarankan untuk menggunakan malachite green bentuk larutan jadi dengan konsentrasi 1% dan telah terbebas dari unsur seng. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menimbulkan galur baru yang resisten dan pencemaran lingkungan, tetapi apabila tepat dalam penggunaannya akan cukup efektif untuk pengobatan. Penggunaan antibiotik perlu perhitungan dosis yang cukup selama periode waktu tertentu dengan mempertimbangkan secara teliti yang berkaitan dari segi efektivitas, keamanan dan ekonomis (Kamiso, 1985).


(12)

V. KESIMPULAN

Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Dosis bahan kimia Methylen Blue yang mematikan untuk ikan adalah >2 ml larutan dengan konsentrasi 1 persen per 10 liter air akuarium dan >3 gram/m3. Karena apabila dosis berlebih akan menyebabkan ikan mengalami keracunan bahan kimia tersebut.

2. Tanda-tanda ikan yang keracunan yaitu ikan bergerak kesana kemari dengan cepat, ikan akan gemetar, warna menjadi pucat, lesu dan lemah. Setelah dilakukan pembedahan, organ dalam ikan berubah warna menjadi biru hal ini disebabkan ikan keracunan bahan kimia yang digunakan yaitu Methylen Blue.


(13)

DAFTAR REFERENSI

Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Kamiso, H. N. 1993. Penanggulangan Penyakit Motil Aeromonas Septisemia (MAS) pada Ikan Lele (Clarias sp.). ARM Project Tahun ke-1. Balitbang Pertanian, Deptan. Jakarta. 38 hal.

Maemunah dan Rohman, N. 2009. Sistem Pakar Untuk Pengendalian Penyakit Ikan Mas. STMIK Mardira Indonesia. Bandung.

Nurjanah, S., Prayitno, S. B., dan Sarjito. 2014. Sesitivitas Bakteri Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp. yang Diisolasi pada Ikan Mas (Cyprinus carpio) Sakit Terhadap Berbagai Macam Obat Beredar. Universitas Diponegoro. Semarang.

Nuryati, S., Suparman dan Hadiroseyani. 2008. Penggunaan Ekstrak Daun Paci-Paci Leucas sp. untuk Pencegahan Penyakit Mikotik pada Ikan Gurame

Osphronemus gouramy Lac. Jurnal Akuakultur Indonesia. Vol. 7 No. 2 Hal. 205-212.

Prasetya, N., S. Subekti dan Kismiyati. 2013. Prevalensi Ektoparasit yang Menyerang Benih Ikan Koi (Cyprinus carpio) Bursa Ikan Hias Surabaya. Universitas Airlangga. Surabaya.

Rauf, M. A., M. A. Meetani, A. Khaleel, and A. Ahmed. 2010. Photocatalytic Degradation of Methylen Blue Using a Mixed Catalyst and Product Analysis by LC/MS. Chemistry Department, UAE University. United Arab Emirates.

Schirmer, R. H., H. Adler, M. Pickhardt, and E. Mandelkow. 2011. Lest We Forget You – Methylene Blue. University of Heidelberg. Germany.

Usman, R. 2007. Parasit dan Penyakit Ikan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta. Padang.

Widihati, I.A.G., N. P. Diantariani, dan Y. F. Nikmah. 2011. Fotodegradasi Metilen Blue dengan Sinar UV dan Katalis Al2O3. Universitas Udayana.

Bali.

Yuliartati, E. 2011. Tingkat Serangan Ektoparasit Pada Ikan Patin (Pangasius djambal) Pada Beberapa Pembudidaya Ikan di Kota Makassar. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.


(1)

Gambar 3. Kondisi akuarium setelah Gambar 4. Organ dalam ikan setelah


(2)

B. Pembahasan

Bahan kimia merupakan suatu zat atau senyawa dapat berwujud padat, cair atau gas, dan berdasarkan komponen penyusunnya berbentuk tunggal atau persenyawaan (campuran) yang berasal dari alam maupun hasil proses produksi. Pemanfaatan bahan kimia yang berasal dari sumber daya alam baik yag tidak dapat diperbaharui (non-renewable) maupun yang dapat diperbaharui (renewable) perlu dioptimalkan untuk menghasilkan produk-produk yang bernilai tambah. Menurut jurnal Nurjanah, et al. (2014), pemakaian bahan kimia dalam jangka panjang dapat menimbulkan dampak negatif antara lain dikhawatirkan munculnya strain-strain bakteri resisten terhadap obat tersebut. Akumulasi bahan obat ikan di dalam tubuh kultivan budidaya akan menimbulkan resisten bakteri pada obat tersebut. Penyebab utama resistensi antibiotik adalah penggunaannya yang meluas dan irasional. Dosis antibiotik yang tidak sesuai, kesalahan dalam menetapkan etiologi penyakit sehingga menyebabkan penggunaan antibiotik menjadi tidak efektif

Definisi beberapa bahan kimia adalah sebagai berikut:

1. Antiseptik diartikan sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan hidup. Bahan desinfektan dapat digunakan untuk proses desinfeksi tangan, lantai, ruangan, peralatan dan pakaian.

2. Desinfektan dapat diartikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya.

3. Antibiotik atau antibakteri adalah zat yang dibuat untuk menghambat pertumbuhan organisme, atau membunuh organisme tersebut. Seperti namanya ini bertindak melawan bakteri, dan karena aksinya menghancurkan struktur biokimia protein dan karbohidrat dari organisme, dan itu tergantung pada konsentrasi antibiotik dalam tubuh. Antibiotik diklasifikasikan menurut tindakan utama, dan struktur biokimia. Mereka biasanya melakukan tindakan mereka terhadap beberapa bakteri. Mereka digunakan ketika infeksi telah terjadi, atau dapat digunakan sebagai profilaksis. Harga obat ini berkisar dari termurah sampai yang paling mahal, dan memerlukan kepatuhan jangka


(3)

panjang untuk beberapa kondisi. Komplikasi akibat antibiotik bervariasi dan bahkan dapat menyebabkan kematian.

4. Vaksin adalah persiapan biologis yang diperoleh dari organisme mikro seperti, yang mati, dilemahkan, bahan toksoid, dan digunakan untuk meningkatkan kekebalan seseorang. Vaksin memiliki kelebihan terhadap bakteri dan virus. Ini biasanya digunakan sebelum paparan, atau di sebuah kegiatan dugaan paparan, untuk mendorong kekebalan spesifik terhadap organisme yang, dan untuk menghambat setiap proliferasi yang diduga organisme, jika ingin mewujudkan dirinya. Ini sangat efektif terhadap sebagian besar bakteri yang menyerang anak-anak dan infeksi virus yang mematikan. Penggunaan vaksin telah menjadi bagian penting dalam program imunisasi nasional di sebagian besar dunia. Ini telah sukses melawan cacar, dan menciptakan area bebas penyakit yang dulunya rawan dengan polio. Komplikasi yang berhubungan dengan vaksin, adalah penderitaan dari penyakit yang ditargetkan jika seseorang memiliki sistem kekebalan tubuh yang buruk, penyakit umum, dan reaksi anafilaksis, yang dapat menyebabkan kematian. Hubungan antara vaksin MMR dan autisme masa kanak-kanak telah terbukti tidak ada.

Metil biru (Methylene Blue) merupakan pewarna thiazine yang kerap digunakan sebagai bakterisida dan fungsida pada akuarium. Di beberapa tempat penggunaan bahan ini sudah semakin tidak populer karena diketahui mempunyai pengaruh buruk terhadap filtrasi biologi dan kemampuan warnanya untuk melekat pada kulit, pakaian, dekorasi akuarium dan peralatan lainnya termasuk lem akuarium. Diduga bahan inipun dapat berakibat buruk pada tanaman.

Dalam industri tekstil, metilen biru merupakan salah satu zat warna thiazine yang sering digunakan, karena harganya ekonomis dan mudah diperoleh. Zat warna metilen biru merupakan zat warna dasar yang penting dalam proses pewarnaan kulit, kain mori, kain katun, dan tannin. Penggunaan metilen biru dapat menimbulkan beberapa efek, seperti iritasi saluran pencernaan jika tertelan, menimbulkan sianosis jika terhirup, dan iritasi pada kulit jika tersentuh oleh kulit (Widihati, et al., 2011).

Untuk infeksi bakteri, jamur dan protozoa dosis yang dianjurkan adalah 2 ml larutan dengan konsentrasi 1 persen per 10 liter air akuarium. Perlakuann


(4)

dilakukan melalui perendaman jangka panjang. Hal ini hendaknya dilakukan pada akuarium terpisah, atau akuarium karantina untuk menghindari terjadinya efek buruk pada sistem filtrasi biologi dan menempelnya warna pada dekorasi akuarium. Menurut jurnal Maemunah dan Rohman (2009), pengendalian ikan dilakukan dengan cara ikan direndam dalam Methylene Blue dosis 3 gram/m3 selama 24 jam. Dosis yang digunakan kelompok kami adalah 1 gram yang berarti takaran dosis pemakaian Methylen Blue masih pada batas yang dianjurkan.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, didapatkan hasil dengan penggunaan methylene blue adalah pada jam ke-1 ikan masih aktif berenang, gerakan normal, sesekali mengambil nafas dipermukaan, dan ikan cenderung bergerombol. Pada jam ke-2 ikan masih aktif berenang, lebih banyak berenang di dasar kolam, ikan bergerombol, gerakan operculum normal, dan sesekali mengambil nafas di permukaan. Pada jam ke-3 ikan masih sesekali mengambil nafas dipermukaan, ikan berenang bergerombol, gerakan berenang normal, dan ikan 100% masih hidup. Namun ketika dilakukan pembedahan, organ dalam ikan mengalami perubahan warna menjadi biru, hal itu disebabkan ikan keracunan bahan kimia yang digunakan yaitu Methylene Blue.

Tanda-tanda ikan yang keracunan yaitu ikan bergerak kesana kemari dengan cepat. Ikan akan gemetar dan warna menjadi pucat, lesu dan lemah. Beberapa jenis ikan diketahui tidak toleran terhadap bahan malachyte green. Warna malachite green bisa melekat pada apa saja, seperti tangan, baju, dan peralatan akuarium, termasuk plastik. Hindari penggunaan malacyite green dalam bentuk serbuk (tepung). Disarankan untuk menggunakan malachite green bentuk larutan jadi dengan konsentrasi 1% dan telah terbebas dari unsur seng. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menimbulkan galur baru yang resisten dan pencemaran lingkungan, tetapi apabila tepat dalam penggunaannya akan cukup efektif untuk pengobatan. Penggunaan antibiotik perlu perhitungan dosis yang cukup selama periode waktu tertentu dengan mempertimbangkan secara teliti yang berkaitan dari segi efektivitas, keamanan dan ekonomis (Kamiso, 1985).


(5)

V. KESIMPULAN

Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Dosis bahan kimia Methylen Blue yang mematikan untuk ikan adalah >2 ml larutan dengan konsentrasi 1 persen per 10 liter air akuarium dan >3 gram/m3. Karena apabila dosis berlebih akan menyebabkan ikan mengalami keracunan bahan kimia tersebut.

2. Tanda-tanda ikan yang keracunan yaitu ikan bergerak kesana kemari dengan cepat, ikan akan gemetar, warna menjadi pucat, lesu dan lemah. Setelah dilakukan pembedahan, organ dalam ikan berubah warna menjadi biru hal ini disebabkan ikan keracunan bahan kimia yang digunakan yaitu Methylen Blue.


(6)

DAFTAR REFERENSI

Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Kamiso, H. N. 1993. Penanggulangan Penyakit Motil Aeromonas Septisemia (MAS) pada Ikan Lele (Clarias sp.). ARM Project Tahun ke-1. Balitbang Pertanian, Deptan. Jakarta. 38 hal.

Maemunah dan Rohman, N. 2009. Sistem Pakar Untuk Pengendalian Penyakit Ikan Mas. STMIK Mardira Indonesia. Bandung.

Nurjanah, S., Prayitno, S. B., dan Sarjito. 2014. Sesitivitas Bakteri Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp. yang Diisolasi pada Ikan Mas (Cyprinus carpio) Sakit Terhadap Berbagai Macam Obat Beredar. Universitas Diponegoro. Semarang.

Nuryati, S., Suparman dan Hadiroseyani. 2008. Penggunaan Ekstrak Daun Paci-Paci Leucas sp. untuk Pencegahan Penyakit Mikotik pada Ikan Gurame Osphronemus gouramy Lac. Jurnal Akuakultur Indonesia. Vol. 7 No. 2 Hal. 205-212.

Prasetya, N., S. Subekti dan Kismiyati. 2013. Prevalensi Ektoparasit yang Menyerang Benih Ikan Koi (Cyprinus carpio) Bursa Ikan Hias Surabaya. Universitas Airlangga. Surabaya.

Rauf, M. A., M. A. Meetani, A. Khaleel, and A. Ahmed. 2010. Photocatalytic Degradation of Methylen Blue Using a Mixed Catalyst and Product Analysis by LC/MS. Chemistry Department, UAE University. United Arab Emirates.

Schirmer, R. H., H. Adler, M. Pickhardt, and E. Mandelkow. 2011. Lest We Forget You – Methylene Blue. University of Heidelberg. Germany.

Usman, R. 2007. Parasit dan Penyakit Ikan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta. Padang.

Widihati, I.A.G., N. P. Diantariani, dan Y. F. Nikmah. 2011. Fotodegradasi Metilen Blue dengan Sinar UV dan Katalis Al2O3. Universitas Udayana. Bali.

Yuliartati, E. 2011. Tingkat Serangan Ektoparasit Pada Ikan Patin (Pangasius djambal) Pada Beberapa Pembudidaya Ikan di Kota Makassar. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.