Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etil Asetat Daun Garcinia benthami Pierre dengan Metode Braine Shrimp Lethality Test (BSLT)

(1)

BRINE SHRIMP LETHALITY TEST

(BSLT)

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

Nurraisya Mutiyani

NIM: 1110103000088

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v

Alhamdulillah, puji dan syukur sebanyak-banyaknya penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tiada henti penulis sampaikan kepada suri teladan Rasulullah SAW. Penulis skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu sayarat untuk mencapai gelar Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Penulis menyadari bahwa tanpa seizin Allah, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr (hc). dr. M.K Tadjudin, SpAnd, dr. M. Djauhari Widjajakusumah, DR. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes, Dra. Farida Hamid, MA selaku Dekan dan Pembantu Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr.Witri Ardini, M.Gizi, SpGK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter atas bimbingan yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

3. Pembimbing I, dr.Nurul Hiedayati, PhD atas segala bantuannya yang telah membimbing saya dengan baik dan sabar ditengah kesibukannya yang sangat padat.

4. Pembimbing II, Ibu Puteri Amelia, M.Fam, Apt, yang telah sabar, baik, dan teliti dalam membimbing, menasehati, dan menyemangati saya selama ini.

5. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku penanggung jawab modul Riset yang tidak pernah lelah selalu mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan penelitian.

6. Ibunda tercinta Ratna Sari yang telah memberikan do’a, dukungan, dan kasih sayang yang tidak pernah putus sampai dengan saat ini.


(6)

vi

7. Ayahanda tercinta Hasyim Mahyudin yang selalu mendukung baik moral maupun materiil dalam menempuh pendidikan dan selalu memberikan nasihat hidup.

8. Keluarga tercinta, dr.Syahdi dan Bang Raedi, Skg serta keluarga lainnya yang selalu memberikan do’a dan harapan selama ini.

9. Staf laboratorium PNA, Biologi, dan Farmako, Mas Rahmadi, Mba Rani, dan Mba Suryani yang selalu siap direpotkan dan dimintai pertolongan dan selama pengerjaan skripsi ini.

10.Kawan-kawan seperjuangan skripsi kelompok 1, Aulia Ajrina, Nur Rizqillah, Ratu Quroatuain, Fitri Fatimatuzzahra, dan Eri Djuhairiyah. 11.Pak Supandi yang selalu siap dimintai pertolongan dan mahasiswa

Program Studi Farmasi 2009, Ka Agung, Ka Mila, Ka Nita, dll yang membantu penelitian ini.

12.Seluruh mahasiswa PSPD UIN Syarif Hidayatullah 2010 yang berjuang bersama untuk tujuan yang sama.

13.Semua pihak baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan skripsi ini. Semoga rahmat dan keselamatan selalu Allah limpahkan kepada kita semua. Allahumma amin.

Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi diri saya khususnya, pengembangan ilmu kedokteran dan masyarakat pada umumnya.


(7)

vii

Ekstrak Etil Asetat Daun Garcinia benthami Pierre dengan Metode Braine Shrimp Lethality Test (BSLT). 2013

Potensi toksik daun Garcinia benthami Pierre diketahui melalui uji toksisitas akut dengan metode Braine Shrimp Lethality Test (BSLT). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai letal concentration (LC) atau kematian larva Artemia salina Leach sebanyak 50% atau disebut LC50. Daun Garcinia benthami dari

Bogor diekstraksi dengan cara maserasi selama 2 hari dengan etil asetat. Uji toksisitas ini menggunakan 5 konsentrasi yaitu 100 ppm, 50 ppm, 20 ppm, 10 ppm, dan 5 ppm. Ekstrak diteteskan sebanyak 1 ml kedalam 10 ekor larva yang diberi 9 ml air laut. Selanjutnya observasi selama 24 jam dan hitung berapa banyak kematian larva dalam setiap konsentrasi. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etil asetat daun Garcinia benthami mempunyai LC50 99,78 ppm. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa ekstrak daun Garcinia benthami bersifat toksik karena nilai LC50 ≤ 1000 ppm. Hasil uji ini dapat dilanjutkan dengan penelitian

terhadap hewan trofis yang lebih tinggi dan penelitian berikutnya, yaitu uji toksisitas subakut dan kronik sebagai obat anti kanker dimasa depan.

Kata Kunci: Toksisitas, Ekstrak daun Garcinia benthami Pierre, BSLT, Uji toksisitas akut

ABSTRACT

Nurraisya Mutiyani. Medical education study program. Acute Toxicity Assay Extract Etil Asetat of Garcinia benthami Pierre Leaves by Methode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

Potential toxic of leaves Garcinia benthami Pierre known through acute toxicity test with the method Braine Shrimp Lethality Test (BSLT). The purpose of this study was to determine the lethal concentration (LC) or Artemia salina Leach larval mortality by 50% (LC50). Leaves of Garcinia benthami Bogor extracted by

maceration for 2 days with ethyl acetate. The toxicity tests using 5 concentrations of 100 ppm, 50 ppm, 20 ppm, 10 ppm, and 5 ppm. Dropped as much as 1 ml of the extract into 10 Artemia salina Leach larvae fed 9 ml of seawater. Further observation for 24 hours and count how many larval mortality in each concentration. The results showed the ethyl acetate extract of leaves of Garcinia benthami have LC50 99,78 ppm. The results showed that leaves extract of Garcinia

benthami leaves are toxic because the value of LC50≤ 1000 ppm. The test results

can be followed by animal studies trofis higher and subsequent research, the subacute and chronic toxicity test as an anti-cancer drug in the future.

Keyword: Toxicity, leaves Extract of Garcinia benthami Pierre, BSLT, Acute toxicity assay


(8)

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ... LEMBAR PERNYATAAN ... LEMBAR PERSETUJUAN ... LEMBAR PENGESAHAN ... KATA PENGANTAR ... ABSTRAK ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ...

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang ... 1.2 Rumusan masalah ... 1.3 Tujuan penelitian ... 1.3.1 Tujuan umum ... 1.3.2 Tujuan khusus ... 1.4 Manfaat penelitian ... 1.4.1 Bagi masyarakat... 1.4.2 Bagi institusi... 1.4.3 Bagi peneliti ...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan teori ... 2.1.1 Tanaman obat... 2.1.2 Genus Garcinia... 2.1.3 Garcinia benthami Pierre... 2.1.4 Kandungan kimia genus Garcinia ... 2.1.5 Ekstraksi dan maserasi... 2.1.6 Efek toksik suatu zat... 2.1.7 Uji toksisitas... 2.1.7.1Tingkatan uji toksisitas... 2.1.7.2Uji toksisitas akut... 2.1.7.3Metode BSLT... 2.1.8 Pemilihan hewan uji... 2.1.8.1Pemilihan hewan uji... 2.1.8.2Artemia salina Leach... 2.1.8.3Morfologi... 2.1.8.4Siklus hidup... 2.1.8.5Penetasan larva... 2.2 Kerangka konsep ... 2.3 Definisi operasional ...

I ii iii iv v vii vii i x 1 1 3 3 3 3 4 4 4 4 5 5 6 7 9 10 11 12 12 13 14 16 16 17 17 20 21 23 24


(9)

ix

1.3 Populasi dan sampel... 1.3.1 Populasi... 1.3.2 Besar populasi... 1.3.3 Kriteria inklusi... 1.3.4 Kriteria eksklusi... 1.3.5 Cara pengambilan populasi... 1.3.6 Sampel... 1.4Alat dan bahan... 3.4.1. Alat... 3.4.2 Bahan... 3.5 Cara kerja penelitian...

3.5.1 Penyiapan bahan... 3.5.2 Pembuatan ekstrak... 3.5.3 Penyiapan larva... 3.5.5 Pembagian konsentrasi... 3.5.6 Pelaksanaan uji toksisitas... 3.5.7 Alur penelitian... 3.6 Manajemen data...

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penyiapan bahan... 4.2 Ekstraksi... 4.3 Penentuan nilai LC50...

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ... 5.2 Saran ...

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ... 25 25 25 26 26 26 26 27 27 27 27 27 28 29 29 29 30 34 37 37 39 42 42 43 46


(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kategori toksisitas bahan... 24 Tabel 4.1 Data rendemen ekstrak etil asetat daun Garcinia benthami... 39 Tabel 4.2 Besar konsentrasi dan persentase kematian... 40 Tabel 4.3 Nilai Log C dan Probit setiap konsentrasi...

Tabel 6.1 Data perumusan probit sederhana... Tabel 6.2 Uji normalitas kolmogorov-smirnov...

33 44 45


(11)

xi

Gambar 2.1 Daun Garcinia benthami Pierre... 7

Gambar 2.2 Artemia salina Leach... 17

Gambar 2.3 Larva Artemia... 18

Gambar 2.4 Artemia dewasa jantan dan betina... 19

Gambar 2.5 Siklus Hidup Artemia... 20

Gambar 3.1 Bagan Alur Ekstraksi Daun Garcinia benthami Pierre... 31

Gambar 3.2 Bagan Penyiapan larva Artemia salina Leach... 32

Gambar 3.3 Pelaksanaan Uji Toksisitas... 33

Grafik 4.1 Probit Kematian dari Setiap Konsentrasi Ekstrak... 42

Gambar 4.4 Konsentrasi 1000 ppm... 43

Gambar 6.1 Hasil determinasi... 46

Gambar 6.2 Daun Garcinia benthami Pierre... 53

Gambar 6.3 Maserasi dengan etil asetat... 53

Gambar 6.4 Filtrat hasil maserasi... 53

Gambar 6.5 Destilasi dengan rotary evaporator... 53

Gambar 6.6 Ekstrak etil asetat 9,63 gr... 54

Gambar 6.7 Ekstrak kental etil asetat... 54

Gambar 6.8 Ekstrak etil asetat akan ditimbang... 54

Gambar 6.9 Neraca analitik... 54

Gambar 6.10 Telur Artemia salina Leach... 55

Gambar 6.11 Wadah penetasan udang... 55

Gambar 6.12 Larutan induk esktrak... 55 Gambar 6.13 Pelaksanaan uji toksisitas... Gambar 6.16 Kaleng telur Artemia salina Leach... Gambar 6.17 Kaleng telur Artemia salina Leach tampak depan...

55 56 56


(12)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini, hampir seluruh negara industri di dunia, terjadi peningkatan popularitas dan penggunaan obat tradisional sebagai pendamping pengobatan primer yang diberikan dokter, terutama di negeri Asia, Afrika, dan Amerika latin. Menurut World Health Organization (WHO), bahkan di Afrika penggunaannya mencapai 80%. Faktor yang mendorong negara-negara tersebut menggunakan obat tradisional antara lain usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu diantaranya kanker serta semakin luas akses informasi mengenai obat herbal di seluruh dunia.1

Sedangkan di Indonesia, sejak dimulainya masa peradaban masyarakat disana sudah menggunakan tanaman sebagai pengobatan dan pencegahan penyakit, salah satu alasan karena banyaknya beragam spesies tumbuhan yang dimiliki oleh Indonesia.2

Tetapi menurut WHO, obat tradisional yang digunakan belum banyak penelitian yang membuktikan mengenai keamanan dan keampuhannya. Bahkan karena sedikitnya informasi mengenai indikasi, jumlah dosis yang tepat, ataupun kandungan toksik yang diatur dengan baik akan memberikan efek negatif bagi penggunanya.1

Walaupun begitu, WHO tetap merekomendasikan penggunaan obat tradisional dalam pengobatan berbagai penyakit terutama untuk penyakit kronis, degeneratif, kanker, atau pemeliharaan kesehatan. WHO juga berharap semakin banyak penelitian mengenai keamanan dan khasiat obat tradisional dari berbagai macam spesies tumbuhan di dunia.1


(13)

Salah satu tanaman yang jumlahnya cukup banyak di Indonesia, dengan jumlah mencapai 100 spesies adalah Garcinia benthami Pierre.3 Tanaman ini masih berhubungan dekat dengan tanaman manggis karena memiliki genus yang sama. Namun sayangnya, Garcinia benthami Pierre tidak sepopuler tanaman manggis, salah satu alasannya karena tanaman ini lebih banyak dijumpai di hutan tropis pulau kalimantan dan tidak banyak tumbuh di lingkungan warga. Selain itu, karena maraknya penebangan liar di hutan-hutan Indonesia, Garcinia benthami Pierre berisiko mengalami kepunahan sebelum dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat Indonesia. Padahal berdasarkan penelitian uji aktivitas antioksidan daun Garcinia benthami Pierre yang dilakukan di Universitas Indonesia, telah dilaporkan terdapat berbagai macam kandungan senyawa kimia yang berfungsi sebagai antioksidan, diantaranya adalah golongan xanton, kumarin, flavonoida, dan terpenoid.4

Dengan adanya penelitian yang membuktikan bahwa didalam ekstrak daun Garcinia benthami Pierre terdapat kandungan antioksidan, maka tanaman ini sangat berpotensi sebagai obat herbal dan tidak menutup kemungkinan dapat menjadi obat antikanker. Suatu senyawa yang memiliki aktivitas antitumor dan antikanker berkorelasi dengan tingginya kandungan toksik dalam senyawa tersebut.5

Sesuai dengan Permenkes No.760/Menkes/per/IX/1992 mengenai regulasi obat herbal yang berisi: sebelum obat tradisional atau fitofarmaka dikatakan aman dikonsumsi, maka setiap bahan alam harus melewati beberapa tahapan meliputi uji toksisitas akut, uji toksisitas subakut, uji toksisitas kronik, uji farmakologi eksperimental, uji klinis, uji kualitas, dan uji lainnya.5 Berdasarkan hal tersebut, karena belum ada penelitian mengenai aktivitas toksik didalam Garcinia benthami Pierre, maka dilakukanlah penelitian mengenai kemananan dan toksisitas ekstrak etil asetat daun Garcinia bentami Pierre menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).

Metode BSLT dipilih karena merupakan salah satu uji toksisitas akut atau tingkat pertama dengan menggunakan larva udang Artemia salina Leach sebagai hewan uji. Parameter pada uji BSLT ini dengan melihat kematian dari larva


(14)

3

setelah 24 jam. Diharapkan senyawa yang bersifat toksik dalam Garcinia benthami Pierre akan menghambat suplai nutrisi kedalam tubuh larva dan akan menimbulkan kematian. Suatu tanaman dikatakan toksik jika terbukti dapat mematikan larva udang Artemia salina Leach dengan nilai LC50 < 1000 ppm.6

1.2 Rumusan Masalah

Apakah didalam ekstrak etil asetat daun Garcinia benthami Pierre bersifat toksik menurut metode BSLT?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Membuktikan ada tidaknya potensi toksisitas pada ekstrak etil asetat daun Garcinia benthami Pierre menurut metode BSLT.

1.3 Tujuan Khusus

• Mengukur persentase kematian larva Artemia salina Leach setelah pemberian ekstrak etil asetat daun Garcinia benthami Pierre.

• Mengetahui nilai LC50 dari ekstrak etil asetat daun Garcinia benthami Pierre

dengan metode BSLT.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Pembaca dan Masyarakat

Menambah informasi tentang tanaman keluarga manggis atau genus Garcinia yang berpotensi sebagai tanaman obat.

1.4.2 Bagi Institusi

Memberikan tambahan pustaka karya ilmiah kepada Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD) maupun Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta mengenai uji toksisitas ekstrak etil asetat daun Garcinia benthami Pierre terhadap larva Artemia salina Leach dengan metode BSLT.


(15)

1.4.3 Bagi Penulis

• Mengaplikasikan ilmu dan metode penelitian tentang kesehatan masyarakat dan menambah pengetahuan peneliti mengenai kemampuan menilai keberbahayaan toksik daun Garcinia benthami Pierre.

• Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(16)

5

BAB 2

TINJAUN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Tanaman Obat

Sejak dimulainya masa peradaban, manusia sudah menggunakan tanaman sebagai obat, yang awalnya tanaman digunakan sebagai sumber makanan atau energi. Saat itu, antara satu generasi dengan generasi lainnya menggunakan tanaman obat berdasarkan empiris atau informasi secara turun menurun. Pernyataan ini diperkuat oleh seorang dokter berkebangsaan Perancis, Henri Leclere (1870-1955) yang menulis dalam jurnal berjudul La Presse Medicale, dimana tertulis bahwa sistem pengobatan dengan menggunakan tanaman sudah dikenal sejak ribuan tahun silam, seperti pengobatan di China, Tibet, Ayuverda dari India, suku-suku asli di Afrika, Amerika Utara dan Selatan.2

Pada dasarnya, Allah SWT memang sudah menerangkan bahwa setiap jenis tanaman memiliki manfaat masing-masing dan memberikan perintah kepada umatnya untuk dapat memanfaatkan segala jenis tanaman secara maksimal, dalam Al Quran surat Ar-Rad ayat 4"Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan dan kebun-kebun anggur, tanam-tanaman dan pohon kurma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebagian tanaman-tanaman itu atas sebagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir."

Penggunaan tanaman, bagian tanaman, atau sediaan yang terbuat dari tanaman untuk pengobatan dan pencegahan penyakit dikenal dengan fitoterapi dan tumbuhan yang digunakan disebut tumbuhan obat. Saat ini, penggunaan fitoterapi sudah banyak digunakan dinegara Eropa dan Amerika. Di Jerman sendiri, amandemen arzneimittelgesets (German Drug Act) yang diberlakukan mulai 1 Januari 1978 memutuskan bahwa ilmu pengobatan modern dan fitoterapi menjadi


(17)

bagian dalam sistem pengobatan. Hal ini menjadi salah satu kebangkitan fitoterapi sehingga telah banyak peneliti yang melakukan pengujian terhadap tanaman obat dari segi farmasetika, farmakologi, dan uji klinis.2

Hal ini juga didukung dengan hasil survey nasional di Amerika Serikat yang menyatakan bahwa orang dewasa yang melakukan terapi dengan obat herbal dan mereka yang telah berkonsultasi dengan herbalis meningkat secara signifikan selama periode 1990 - 1997. Banyak alasan terjadinya peningkatan penggunaan obat herbal, yaitu persepsi bahwa produk dari alam selalu aman atau paling tidak lebih aman dari obat modern sampai alasan yang lebih kompleks berkaitan dengan kepercayaan agama.7

Penyebaran penggunaan obat herbal pada masyarakat umum harus diperhatikan mengenai mutu, keamanan, dan khasiat obat herbal itu sendiri.29Selain itu, obat herbal memiliki efek yang lebih lemah dibandingkan dengan obat modern sehingga apabila diberikan kepada pasien harus memperhatikan tingkat keparahan penyakit. Obat herbal tidak cocok untuk penanganan gawat darurat karena memiliki waktu kerja obat yang relatif lebih lama dibandingkan obat modern.7

Selama ini juga mitos bahwa obat tradional selalu aman banyak dipromosikan oleh berbagai pihak. Padahal hal ini belum tentu benar karena tidak ada obat yang efektif dan secara langsung bebas dari efek samping. Ketidakamanan obat herbal dapat berasal dari dalam tanaman itu sendiri atau berasal dari luar tanaman.7

Pemberian obat herbal sama seperti halnya obat modern, harus juga menentukan faktor farmakologi (efek yang tidak diinginkan), kontroindikasi, dan interaksi obat. Jenis obat herbalpun sangat beragam, mulai dari sedian jus sampai dengan penggunaan teknik modern. Dalam membuat obat herbal juga harus ditentukan kontrol kualitasnya dan yang bertanggung jawab pada kualitas akhir produk adalah kualitas bahan baku yaitu faktor lingkungan tempat tumbuh seperti iklim, cuaca, jenis tanah, waktu panen, serta proses produksi akan mempengaruhi kandungan golongan atau senyawa aktif produk. 7


(18)

7

2.1.2Genus Garcinia

Garciniamerupakan salah satu kelompok flora yang hidup di wilayah tropis dan pohon lapisan kedua (second storey) berdasarkan tingginya. Oleh karena itu, biasa ditemukan dibawah naungan pohon-pohon yang lebih besar dan sebagian besar Garcinia berbentuk pohon. Namun ada pula yang berbentuk pohon kecil (shrub) misalnya Garcinia livingstonei Anders, dan Garcinia spicata Hook.3Tanaman ini tersebar di beberapa negara Asia Tenggarayaitu di Thailand 118 jenis, malaysia 29 jenis, dan Filipina 6 jenis. Garcinia lebih banyak hidup di daerah Kalimantan karena disana terdapat curah hujan yang merata serta iklim yang memiliki kelembapan dan panas dan diperkirakan jumlahnya mencapai 100 spesies.8

Tanaman ini adalah tanaman perdu yang terdiri dari akar, batang, daun dan bunga dapat mencapai ketinggian 30-35 meter, tetapi secara umum dapat tumbuh 7-25 meter. Ciri dari marga Garcinia ini memiliki bentuk batang lurus, mengecil kearah ujung dan percabangan yang berselang-seling. Bentuk daunnya ada dua macam, yaitu daun kelopak dan daun mahkota yang berjumlah 4-5 helai.Letak bunganya berada di ketiak daun. Salah satu contoh Garcinia yang berbunga harum namun baunya tidak terlalu tajam adalah Garcini celebica.3

Oleh masyarakat Indonesia biasanya dimanfaatkan sebagai tanaman buah, pohon pinggir jalan, reboisasi, tanaman pencegah erosi karena akarnya dinilai kuat menahan tanah, dan beberapa buahnya dapat dijadikan sumber makanan bagi satwa liar.Tumbuhan Garcinia juga dimanfaatkan sebagai bahan bangunan karena memiliki tekstur kayu yang keras dan bewarna mulai dari kuning sampai coklat kemerahan.3

2.1.3 Garcinia Benthami Pierre

Garcinia benthamiPierre dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:8

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)


(19)

Subdivisi : Gngiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledonae( biji berkeping dua) Ordo : Guttifernales

Famili : Guttiferae Genus : Garcinia

Spesies : Garcinia benthami Pierre

Gambar 2.1 Daun Garcinia benthami pierre (Sumber: data pribadi)

Gacinia benthami Pierre memiliki ciri: batang berbentuk lurus mengecil kearah ujung dan berdiameter kurang lebih 10 meter. Bentuk pohon seperti kerucut, memiliki percabangan selang seling dan tumbuh pada ketinggian 1-1000 diatas permukaan laut. Daun kelopak dan daun mahkota berjumlah 4-5 helai.3

Daun berbentuk tunggal, elips memanjang, ruas daun berhadapan atau berbentuk helaian. Warna daun pada permukaan atas hijau gelap, sedangkan permukaan bawah berwarna hijau terang, ukurannya 12-23 x 4,5-10 cm, tangkai panjangnya 1,5-2 cm. Bunga betina terdapat pada ujung batang dengan susunan


(20)

9

menggarpu, garis tengah 5-6 cm.8Benang sari semu dengan tangkai-tangkai sarinya yang bersatu menjadi sebuah cincin dibagian pangkal, atau menjadi 4-5 berkas pendek, bakal buah beruang 2-12, biasanya berbentuk papilla. Bunga jantan memiliki benang sari dengan jumlah bervariasi, dan tangkai bersatu menjadi satu tiang tengah atau membentuk 4-5 berkas, sedangkan ukurannya yang lebih kecil dari betina.9

2.1.4 Kandungan Kimia GenusGarcinia

Terdapat beberapa kandungan kimia pada genus Garcinia, yaitu senyawa xanton, bezofenon, golongan flavonoid, triterpen, dan asam organik. Golongan xanton merupakan senyawa yang sebagian besar terdapat pada genus Garcinia diantara jenis tanaman lainnya. Hampir semua xanton yang diketahui terdapat pada empat suku: Guttiferae, Gentianaceae, Moraceae, dan Polygalaceae.9 Berdasarkan literatur yang ada, senyawa xanton pada marga ini, memiliki aktivitas sebagai antioksidan, antibakteri, antimalaria, antikanker, dan antiinflamasi. Senyawa xanton yang diisolasi dari genus Garcinia berasal dari kulit batang kayu Garciniatertrandra Pierre, kulit batang Garcinialancilimba,Garciniarigida, kulit buah Garciniamangostana, Garciniaparvifolia, dan buah dariGarciniaScortechinii. Selanjutnya senyawa bezofenon juga ditemukan dari ekstrak metanol kulit buah kering Garciniaindica yang mempunyai aktivitas antioksidan, yaitu mampu menekan hidroksil radikal bebas dan antileukimia. Pada ekstrak metanol ranting dan daun Garciniabancana terdapat aktivitas antibakteri Staphylococcusaureus.5

Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antibakteri dan hepatoprotektif pada tikus berhasil diisolasi dari Garciniakola. Senyawa flavonoid merupakan senyawa yang larut dalam air, dapat diekstraksi dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi.Senyawa terpenoid yang berhasil diisolasi dari Garciniahombroniana memiliki bioaktivitas antiinflamasi dengan menghambat pembentukan b-glukoronidase, histamin, dan lisozim. Senyawa ini umumnya larut dalam lemak dan terdapat didalam sitoplasma tumbuhan dan biasanya terpenoid diektraksi dari jaringan tumbuhan dengan memakai eter minyak bumi, eter atau kloroform, dan


(21)

dapat dipisahkan secara kromatorgafi pada silika gel atau alumina memakai pelarut tersebut. Berdasarkan asil uji fitokimia atau golongan senyawa teradap ekstrak kasar sampel, diperkirakan senyawa terpenoid dari bahan alam memiliki khasiat sebagai senyawa toksik.10

Senyawa terakhir adalah asam organik, yaitu berupa asam mereolik dan asam morelik dari Garciniahanburyi mempunyai aktivitas antibakteri Staphylococcus aureus.5

2.1.5 Ekstraksi dan Maserasi

Ekstraksi adalah kegiatan pemisahan atau penarikan kandungan senyawa organik suatu atau beberapa zat yang dapat larut dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut cair. Dengan cara ekstraksi ini, dapat memisahkan dua atau lebih zat berdasarkan perbedaan kelarutan.Pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat dapat dilakukan dengan mengetahui senyawa aktif yang dikandung simplisia.9

Definisi ekstrak sendiri adalah bahan hasil pengekstrakkan senyawa aktif dari simplisia sesuai dengan pelarutnya lalu diuapkan dan serbuk yang sisa diperlakukan hal yang sama sampai memenuhi standar yang telah ditetapkan.Cairan pelarut adalah pelarut yang optimal untuk senyawa kandungan yang aktif. Karena itulah ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa kandungan yang diinginkan karena senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa kandungan lainnya.10

Sedangkan definisi simplisia adalah bahan yang sudah dikeringkan, biasanya bahan tersebut adalah bahan alami yang berasal dari tanaman dan digunakan sebagai obat.Simplisia terdiri dari simplisia nabati (yang berasal dari tumbuhan, baik tumbuhan utuh maupun sebagian), simplisia hewani, dan simplisia mineral.11Ada beberapa metode ekstraksi: destilasi uap, ekstraksi dengan menggunakan pelarut, dan lainnya (Ekstraksi berkesinambungan, superkritikal karbondioksida, ekstraksi ultrasonik,ekstraksi energi listrik). Ekstraksi dengan menggunakan pelarut terdiri dari cara dingin dan panas.9


(22)

11

Cara dinginberupamaserasidanperkolasi. Cara maserasiadalah proses ekstraksisimplisiamenggunakanperendamanpelarutdenganpengocokanataupengad ukanpadatemperaturruangan.

Membranseldarisimplisiaakanpecahsehinggasenyawaaktif yang terdapatdidalamsimplisiaakankeluarakibatadanyaperbedaantekanan yang ditimbulkanpada proses maserasitersebut. Setelahdilakukanmaserasi, sisaserbukataumasasimplisianyadapatdipergunakankembalidenganmenambahkank embalipelarutnya, carainidisebutremaserasi.9

Sedangkanperkolasimerupakanproses ekstraksi simplisia dengan selalu menggunakan pelarut baru dan dilakukan umumnya pada temperatur ruangan.Dilakukan terus menerus sampai diperoleh ekstrak yang jumlahnya 1-5 kali

bahan.Selanjutnyamaserasimenggunakanpelarutdengancarapanasterdiridarirefluks , soxhlet, digesti, infudasi, dandekoktasi.11

2.1.6 Efek Toksik Suatu Zat

Efek toksik suatu zat perlu diketahui untuk dapat meningkatkan kemampuan dalam menilai bahaya suatu zat dan melakukan tindakan pencegahan serta pengobatan jika terjadi efek toksik atau keracunan. Bagaimana suatu zat dapat berdampak toksik dipelajari dalam ilmu toksikologi. Dari beberapa literatur didapat mengenai definisi dari toksikologi, yaitu ilmu yang mempelajari jejas atau kerusakan/cedera pada organisme (hewan, tumbuhan, manusia), yang diakibatkan oleh suatu materi, subtansi, dan atau alergi. Pada definisi lain menurut Borzelleca, dl Ruchirawat, toksikologi adalah ilmu yang mempelajari secara kuantitatif dan kualitatif pengaruh jelek dari zat kimiawi, fisis, dan biologis terhadap sistem biologis. Suatu materi yang dapat menyebabkan kerusakan disebut racun atau toksin.12&13

Jadi toksin dapat didefinisikan sebagai zat yang bila masuk kedalam tubuh dalam dosis cukup, beraksi secara kimiawi sehingga menimbulkan kematian atau kerusakan berat pada orang sehat.14 Efek toksik terjadi apabila dimulai adanya interaksi biokimiawi antara zat toksik atau metabolit aktifnya dengan reseptor atau bagian tertentu dari makhluk hidup, seperti enzim, protein, lemak, asam nukleat, organel sel, membran sel, atau bahkan berupa jaringan. Interaksi biokimiawi yang


(23)

menyebabkan efek toksik lokal terjadi apabila zat kontak pertama kali terpapar dengan bagian tubuh, sedangkan efek sistemik memiliki proses yang lebih panjang diawali dengan absorpsi pada tempat kontak, lalu masuk sirkulasi tubuh dan terdistribusi ke tempat sasaran sampai akhirnya menimbulkan efek.15

Namun efek toksik yang ditimbulkan suatu zat dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu faktor endogen dan faktor eksogen tergantung dari zat target, mekanisme reaksi, dan besarnya dosis.15

2.1.7 Uji Toksisitas

2.1.7.1 Tingkatan Uji Toksisitas

Uji toksisitas adalah uji yang bertujuan untuk mencari dosis aman bagi manusia, dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Uji kualitatif dilakukan akibat dari tidak spesifiknya gejala atau penyakit akibat suatu keracunan sehingga didasarkan kepada penyakit yang timbul. Sedangkan uji kuantitatif dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu uji toksistas dilaboratorium terhadap hewan uji ataupun uji kuantitatif dalam penelitian epidemiologi. Penelitian epidemiologi biasa dilakukan dengan menilai suatu peristiwa yang terjadi pada kelompok manusia akibat keracunan suatu zat tertentu, seperti kasus keracunan (Minamata, Itai-Itai), kondisi perang (bom nuklir di Hirosima dan Nagasaki), dan sebagainya.16

Pada uji toksisitas dilaboratorium, dikenal istilah untuk menyatakan toksistas suatu zat. Apabila kematian pada hewan uji sebagai respon terhadap zat racun yang betul-betul masuk kedalam tubuh disebut dosis letal (LD). Apabila kematian hewan uji akibat respon terhadap konsentrasi zat berada diluar tubuh organisme uji disebut konsentrasi letal (LC). Uji toksisitas dilakukan berurutan dengan melihat tingkat trofis organisme yaitu sesuai dengan rantai makanan dilingkungan.15

Pada rantai makanan menggambarkan ukuran spesies yang umumnya semakin besar dengan semakin tingginya posisi pada rantai makanan. Begitu pun pada uji toksisitas, uji toksisitas tingkat I atau uji akut dilakukan pada hewan


(24)

13

derajat rendah dan semakin tinggi tingkat uji toksistas, semakin tinggi pula derajat hewan uji.Berdasarkan waktu lamanya pajanan, penelitian toksikologi dibagi menjadi tiga kategori: yaitu uji toksisitas akut, subakut, dan kronik. Uji toksisitas jangka panjang adalah uji yang dilakukan dengan memberi zat uji secara berulang-ulang selama minimal sebagian besar dari masa hidupnya. Misalnya 18 bulan untuk mencit, 24 bulan untuk tikus, dan 7-10 tahun untuk anjing dan monyet.17

Uji toksisitas dilakukan untuk menilai efek akut, subakut, dan kronis. Uji akut dilakukan dalam tahun pertama terhadap organisme berderajat rendah atau kecil, dan dilanjutkan terhadap hewan yang berderajat lebih tinggi, dengan meningkatnya waktu dan uji toksisitas lengkap akan memerlukan waktu selama enam tahun.14&15

Uji toksisitas level I sering disebut sebagai uji jangka pendek atau short term test(STT), dilakukan dalam tahun pertama. Uji toksisitas level II dilakukan selama 2,5 tahun berikutnya dan Uji toksisitas level III atau level terakhir biasanya dilakukan untuk menilai kemungkinan dampak pada manusia.18

2.1.7.2 Uji Toksisitas Akut

Toksisitas akut adalah efek berbaya yang terjadi pada tubuh segera setelah terpapar suatu zat, baik itu zat tunggal atau kombinasi (substances) sekali atau beberapa kali dalam waktu yang singkat. Pada definisi lain dijelaskan efek berbahaya terjadi dalam waktu 24 jam. Jumlah paparan maksudnya adalah jumlah yang dapat membunuh atau untuk pembunuhan dan dapat mengancam jiwa. Efek toksik yang ditimbulkan dapat berupa gangguan fungsional, biokimiawi, atau fisiologis (struktural) yang dapat menyebabkan kesakitan yang mengganggu kondisi tubuh secara umum.15

Uji toksisitas ini penting untuk evaluasi keamanan dan merupakan prasyarat untuk uji klinik sebelum obat digunakan. Definisi dari uji toksisitas akut adalah suatu metode untuk menentukan dosis letal median (LD50, LC50),

mekanisme kerja, dan target organ dari suatu zat yang berpotensi memberikan efek toksik. Sedangkan definisi LD50 atau LC50 adalah dosis atau konsentrasi yang


(25)

diberikan sekali (tunggal) atau beberapa kali dalam 24 jam dari suatu zat yang secara statistik diharapkan dapat mematikan 50% hewan coba. Beberapa manfaat lain dari uji toksisitas akut:15

1. Menentukan interval dosis untuk uji berikutnya, yaitu uji farmakologi, toksistas subakut, subkronik, dan toksiistas jangka panjang

2. Untuk mengklasifikasikan zat uji

3. Mengidentifikasi kemungkinan target organ atau sistem fisiologi yang dipengaruhi

4. Mengetahui hubungan antara dosis dengan timbulnya efek seperti perubahan perilaku, koma, dan kematian

5. Mengetahui gejala-gejala toksisitas akut sehingga bermanfaat untuk membantu diagnosis adanya kasus keracunan

6. Untuk memenuhi prasyarat regulasi, jika zat uji akan dikembangkan menjadi obat

7. Mencari zat-zat potensial sebagai antikanker, karena jika suatu zat memiliki LD50/LC50 kurang dari 100 mg/KgBB atau konsentrasi 1000 µg/mL zat ini

dianggap potensial sebagai sitotoksik

8. Untuk keperluan evaluasi bahaya suatu zat melalui data yang diperoleh seperti nilai slope dari grafik hubungan antara log dosis versus respon

9. Mengetahui pengaruh umut, jenis kelamin, cara pemberian dan faktor lingkungan hidup terhadap toksisitas suatu zat.15

2.1.7.3Metode BSLT

BSLT merupakan suatu bioassay yang pertama untuk penelitian bahan alam dan salah satu metode menguji bahan-bahan yang bersifat toksik. Keunggulan dari uji BSLT ini tidak menghabiskan banyak waktu, prosedurnya sederhana, cepat, tidak membutuhkan banyak biaya, tidak membutuhkan teknik aseptik, tidak memerlukan peralatan khusus dan hanya membutuhkan sedikit sampel uji. Bioassay adalah uji yang menggunakan organisme hidup untuk mengetahui efektifitas suatu bahan hidup ataupun bahan organik dan anorganik. Metode BSLT menurut Meyer et al, McLaughlin & Rogers,et all,menggunakan larva udang Artemia salina Leach sebagai hewan coba dan merupakan uji toksisitas


(26)

15

akut karena efek toksik dari suatu senyawa ditentukan dalam waktu singkat (selama 24 jam) setelah pemberian dosis uji tunggal.Dasar pengujian dengan metode BSLT pada kemampuan senyawa untuk mematikan larva udang.13

Caranya, yaitu dengan menentukan nilai LC50(letal concentration) dari

aktivitas komponen aktif tanaman terhadap larva Artemia Salina Leach. Tingkat toksisitas suatu bahan dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kategori toksisitas bahan

Kategori LC50 (µg/ml)

Sangat toksik <30

Toksik 30-1000

Tidak toksik >1000

Sumber: Meyer et al. (1982)19

Senyawa yang aktif akan menghasilkan mortalitas yang tinggi dan sesuai acuan literatur tersebut dapat dilakukan uji berikutnya, seperti uji toksisitas subakut, subkronis, atau toksisitas jangka panjang untuk dikembangkan sebagai bahan baku obat, contohnya mencari zat-zat potensial sebagai antikanker. Beberapa senyawa bioaktif yang telah berhasil diisolasi dan dimonitor aktivitasnya dengan BSLT menunjukan adanya korelasi terhadap suatu uji spesifik antikanker, yaitu pada harga LC50. Tetapi bila tidak bersifat toksik, dapat

diteliti kembali khasiat lainnya dengan menggunakan hewan coba lain yang lebih besar dari larva Artemia salinaLeach, contonya mencit atau tikus secara in vivo dan dapat dikembangkan untuk tujuan yang luas, seperti bahan baku kosmetika atau suplemen makanan.20

Metode BSLT ini merupakan uji penapisan farmakologi awal yang memiliki beberapa keunggulan, yaitu:

a. Relatif tidak mahal dan tidak membutuhkan keahlian tertentu

b. Metode ini juga telah teruji tingkat kepercayaannya sebesar 95% untuk mengamati aktivitas toksik dalam suatu senyawa

c. Merupakan uji tahap awal isolasi senyawa-senyawa toksik yang terkandung dalam ekstrak suatu tanaman


(27)

d. Metode ini juga dapat dikaitkan dengan metode penapisan untuk penyaringan senyawa antikanker dari tanaman20

2.1.8 Hewan Uji

2.1.8.1 Pemilihan Hewan Uji

Hewan uji dipilih dalam penelitian toksisitas berdasarkan tingkat trofis masing-masing hewan uji pada piramida rantai makanan. Sesuai dengan kebutuhannya maka penelitian toksisitas ini dapat dilakukan dengan menggunakan organisme akuatik air/tawar, organisme terestrial atau organisme laut. Beberapa pertimbangan pemilihan larva udang sebagai hewan uji:

1. Telur Artemia: memiliki daya tahan yang lama (dapat tetap hidup dalam kondisi kering, selama beberapa tahun), lebih cepat dan mudah menetas dalam waktu 48 jam sehingga dapat dihasilkan dalam jumlah besar yang siap untuk di uji.21

2. larva udang memiliki kemampuan untuk mengatasi perubahan tekanan osmotik dan regulasi ion yang tinggi.21

3. larva udang memiliki membran kulit yang tipis sehingga kematian suatu larva akibat efek sitotoksik dari senyawa bioaktif dapat dianalogikan dengan kematian sebuah sel dalam organisme.21

4. larva udang juga memiliki toleransi yang tinggi terhadap selang salinitas yang luas, mulai dari air tawar hingga air yang bersifat jenuh garam.22

2.1.8.2 Artemia salina Leach (Brine Shrimp) Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Subkelas : Branchiophoda Ordo : Anostraca Famili : Artemiidae Genus : Artemia


(28)

17

Gambar 2.2. Artemia salina Leach (Brine Shrimp) (sumber: aquafisher.org.ua)

Artemia merupakan hewan yang hidup di danau-danau garam (berair asin) dan termasuk kelompok udang-udangan dari filum arthrophoda.hewan ini dapat toleran hidup pada salinitas yang sangat luas, mulai dari nyaris tawar hingga jenuh garam hal ini dikarenakan biasanya danau tempat Artemia hidup salinitasnya sangat bervariasi tergantung pada jumlah hujan dan penguapan yang terjadi. Telur Artemia lebih baik ditetaskan pada kadar garam lebih dari 25% karena dalam kondisi tersebut telur berada dalam kondisi tersuspensi sedangkan kondisi telur tidak bisa menetas dan tenggelam jika kadar garam kurang dari 6%.23

2.1.8.3 Morfologi

Kista Artemia salina Leach setelah ditetaskan dalam waktu 24-48 jam pada salinitas 15-35 ppt akan berubah menjadi larva yang dikenal dengan nama Nauplius. Nauplius akan berubah betuk sebanyak 15 kali dan setiap satu fase perubahan disebut instar. Nama lain untuk telur larva artemia adalah siste, merupakan perkembangan lanjut dari embrio yang diselubungi cangkang yang tebal dan kuat sehingga embrio lebih terlindungi dari pengaruh kekeringan, benturan keras, sinar ultraviolet, dan mempermudah pengapungan.23


(29)

Gambar 2.3 : Larva artemia

(sumber: Panjaitan bontomi, R. 2011)24

• Instar I: merupakan larva yang baru saja menetas. Warna tubuhnya kemerahan akibat banyak mengandung makanan cadangan dan belum perlu makan. Sudah memiliki anggota tubuh berupa antena kecil atau antena I dan antena besar atau antena II yang terdapat sepasang rahang.24

• Instar II: yaitu setelah 24 jam menetas. Larva sudah memiliki mulut, saluran pencernaan dan dubur karena itulah mulai mencari makanan dan cadangan makanannya sudah mulai habis. Instar II memperoleh makanan dengan menggerakkan antena II.24

• Instar selanjutnya-XV: terbentuk sepasang mata majemuk, selain itu berangsur-asngsur tumbuh tunas-tunas kakinya. Setelah menjadi instar XV, kaki sudah lengkap sebanyak 11 pasang, dan mulailah menjadi larva dewasa.24

• Larva dewasa: artemia dewasa bentuknya telah sempurna dengan ukuran panjang sekitar 1cm dengan kaki atau torakopoda sebanyak 11 pasang. Pada jantan dan betina, antena I berfungsi sebagai alat peraba. Sedangkan antena besar pada jantan menjadi alat penjepit yang besar dan berotot yang kegunaannya untuk berpegangan pada betina waktu menjelang perkawinan. Pada betina, antena II mengalami penyusutan. 24


(30)

19

Gambar 2.4 Artemia dewasa jantan dan betina (sumberPanjaitan bontomi, R. 2011)24

Artemia digunakan sebagai hewan uji karena memiliki kesamaan tanggapan dengan dengan manusia, yaitu tipe DNA-dependent RNA polimeraseartemia serupa dengan yang terdapat pada mamalia dan organisme yang memiliki ouabaine-sensitive Na+ dan K+dependent ATPase. DNA-dependent RNA polymerase merupakan DNA yang mengarahkan proses transksripsi RNA yang bergantung pada RNA polymerase. Jika RNA polymerase itu dihambat, maka DNA tidak dapat mensisntesis tidak dapat mensintesis RNA dan RNA tidak dapat terbentuk sehingga sintesis protein juga dihambat. Jika protein tidka terbentuk, metabolisme sel dapat terganggu sehingga dapat mengakibatkan kematian sel.24

Artemia juga memiliki ouabaine-sensitive Na+ dan K+dependent ATPase. Na+ dan K+dependent ATPase merupakan enzim yang mengkatalis hidrolisis ATP menjadi ADP serta menggunakan energi untuk mengeluarkan 3Na+darisel dan mengambil 2K+kedalam. Fungsi dari ouabaine adalah menghambat aktivitas enzim tersebut dan menyebabkan keseimbangan ion Na+ dan K+tetap terjaga.Suatu senyawa toksik pada ekstrak tanaman akan bekerja mengganggu kerja salah satu enzim ini dan menyebabkan kematian artemia.24


(31)

2.1.7.4Siklus Hidup

Gambar 2.5. Siklus Hidup Artemia

(sumber: Ambas, Zaldi. pakan alami: Artemia Klasifikasi Morfologi. 2010)

Siklus Artemi terdiri dari dua tahap. Tahap pertama dimulai saat menetasnya telur atau kista. Selanjutnya akan menetas menjadi embrio (pada suhu 250C setelah 15-20 jam), tetapi masih dalam bentuk yang tidak sempurna karena embrio ini masih menempel pada kulit kista, namun setelah beberapa jam kemudian memasuki fase selanjutnya yaitu berubah menjadi nauplius yang bewarna orange kecoklatan yang sudah dapat berenang bebas. Pada awalnya nauplius masih tidak memiliki anus dan mulut sehingga pada tahap ini tidak dapat makan. Lalu setelah 12 jam akan menetas dan berganti kulit, setelah itu memasuki tahap larva kedua.23

Pada tahap ini, nauplius sudah dapat mengkonsumsi makanan berupa mikro alga, bakteri, dan detritus organik lainnya. delapan hari kemudian berubah menjadi dewasa dan selama masa itu berganti kulit sebanyak 15 kali. Artemia dewasa menetaskan kista dan pertumbuhannya pada temperatur suhu 25oC-30oC, namun dapat toleran terhadap selang suhu -18oC – 40oC. Dapat hidup didalam air tawar selama 5 jam sebelum akirnya mati. PH optimum adalah antara 8-9 karena pH dibawah 5 atau diatas 10 dapat membunuh artemia.23

Dalam fase ini mereka akan mulai makan dengan pakan berupa mikro alga, bakteri, dan detritus organik lainnya. Nauplius akan berganti kulit sebanyak 15


(32)

21

kali sebelum menjadi dewasa dalam waktu 8 hari. Artemia dewasa rata-rata berukuran 8 mm, meskipun demikian pada kondisi yang tepat mereka dapat mencapai ukuran sampai dengan 20 mm. Artemia yang baik adalah yang bewarna kuning atau merah jambu, dan untuk mencapai hal tersebut artemia diberikan cahaya minimal yang diperlukan dalam proses penetasan dan akan sangat menguntungkan bagi pertumbuhannya. Kadar oksigen juga harus dijaga dengan baik untuk pertumbuhan artemia.17

2.1.8.5Penetasan Kista

Penentasan kista artemia dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu penetasan langsung dan cara dekapsulasi. Cara dekapsulasi memang bukan cara yang umum, namun memiliki keunggulan yaitu dapat meningkatkan daya tetas dan menghilangkan penyakit yang dibawa oleh cystae artemia. Cara ini dilakukan dengan mengupas bagian luar kista menggunakan larutan hipoklorit tanpa mempengaruhi kelangsungan hidup embrio.24

Beberapa syarat yang diperlukan agar kista Artemia salina dapat ditetaskan secara optimal:

• salinitas antara 20-30 ppt (parts per thousand) atau 1-2 sendok teh garam per liter air tawar dan suhu air 26-28 °C

• memberikan sinar lampu pada saat penetasan

• aerasi yang cukup

Aerasi pada uji BSLT bertujuan untuk terjadinya perpindahan senyawa sehingga terjadi kontak atara air dan udara. Dengan cara ini, proses aerasi dapat meningkatkan jumlah O2 didalam air, menghilangkan CO2, H2S, dan

menghiangkan rasa serta bau yang disebabkan oleh zat-zat organik. Selain itu, aerasi juga dapat meningkatkan pH dan menurunkan suhu termal air laut. alam 24 jam, larva udang membutuhkan proses aerasi dengan menggunakan aeratorselama proses inkubasi. Aerasi bertujuan terjadi perpindahan senyawa yang bersifat volatile dengan prinsip terjadinya kontak antara air dan udara sehingga Proses aerasi dapat meningkatkan jumlah O2 didalam air, menghilangkan CO2, H2S dan


(33)

dari aerasi juga dapat meningkatkan pH dan menurunkan suhu termal air laut.24 Proses aerasi dapat dilakukan dengan dua cara:

1. Dengan memompakan udara atau oksigen kedalam air sehingga dihasilkan gelembung udara yang berkontak langsung dengan air.24

2. Menekan air keatas untuk berkontak langsung dengan udara proses tersebut dilakukan dengan bantuan pemutaran pemutaran baling-baling pada permukaan air.24


(34)

23

2.2.Kerangka Konsep

Ekstrak Daun Garcinia benthamiPierre

Memiliki senyawa bioaktif

Menghambat aktivitas radikal bebas

Berperan sebagai antioksidan

Berpotensi sebagai obat herbal antikanker

Berkolerasi dengan tingginya kandungan toksik

Uji toksisitas tingkat I (uji toksisitas akut) BSLT (<24 jam)

Metode meyer: melihat tingkat mortalitas hewan berderajat rendah larva Artemia salina Leach setelah penambahan ekstrak Didapatkan data:

-persentase kematian -nilai probit

-log konsetrasi

Persamaan linear: Y =a+bx

Nilai LC50 < 1000

ppm senyawa toksik


(35)

2.3.Definis Operasional

No Variabel Definisi Cara ukur Alatukur Skalaukur Hasilukur

1. Konsentras i ekstrak etil asetat daun

Garcinia

Konsentrasilarut anujidalam ppm

(1 μg/mL)

V1M1=V2M2

(perbandinganμ

gekstrakdengan mL etil asetat)

- Numerik 50 ppm, 100 ppm, 200ppm, 500ppm, 1000 ppm 2. 3. LC50 prosentase kematian larva Artemia salina Nilai yang menunjukankon sentrasiekstrak (ppm) yang mampu mematikan larva sebanyak 50% Jumlah larva yang mati setelah 24 jam dibandingkan dengan jumlah larva uji Persamaanregre si linier dengananalisa probit. Jumlah larva mati jumlah larva uji kemudian dikalikan 100% - - Kategorik Numerik Sangat toksik <30 ppm, toksik: 30-1000 ppm, dan tidak toksik >1000 ppm Akan dicocokkan dalam tabel probit kemudian dijadikan variabel terikat dalam analisis probit


(36)

25

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan post test only control group design di laboratorium, yaitu pemberian ekstrak etil asetat daun Garcinia benthami Pierre terhadap larva Artemia salina Leach melalui metode BSLT.

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan kurang lebih selama lima bulan, yaitu dimulai dari Januari– Agustus 2013. Lokasi penelitian di laboratorium Farmakognosi dan Fitofarmaka, laboratorium Farmakologi, dan laboratorium Biologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.3Populasi dan sampel

3.3.1Populasi

Populasi penelitian ini adalah larva Artemia Salina Leach yang berasal dari laboratorium kimia LIPI, Bogor dan didapatkan pada bulan Maret 2013. Sebelum menjadi larva, telur Artemia salina Leach direndam dengan air laut. Suhu penetasan adalah ± 25–30 oC dan larvanya disebut nauplius. Larva ini siap untuk uji BSLT setelah berumur 48 jam.

3.3.2Besar Populasi

Larva Artemia salina Leach yang digunakan berjumlah 10 ekor pada setiap kelompok dalam sekali perlakuan. Pada penelitian ini, terdapat lima kelompok perlakuan dimana akan dilakukan replikasi tiga kali (triplo) untuk tiap kelompok perlakuan dan jumlah sampel yang diperlukan adalah 150 ekor larva. Selain itu,


(37)

penelitian ini juga melakukan penilaian kontrol negatif tanpa penambahan sampel dengan jumlah replikasi yang sama sebanyak 3 kali sehingga membutuhkan 30 ekor. Jadi, besar populasi total dalam satu kali perlakuan yang digunakan adalah 180 larva Artemia salina Leach.

3.3.3 Kriteria Inklusi

Larva Artemia Salina Leach berumur 48 jam sebagai hewan uji.

3.3.4 Kriteria Ekslusi

Larva Artemia Salina Leachyang tidak menunjukkan aktivitas pergerakan sebelum perlakuan.

3.3.5 Cara Pengambilan Populasi

Cara pengambilan sampel larva Artemia salina Leach dengan purposive random sampling. Larva ini merupakan anggota populasi yang memiliki kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel karena telah bersifat homogen, yaitu sampel ini dengan jenis dan cara penyediaanya yang sama.

3.3.6 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah daun Garcinia benthami Pierre yang dikumpulkan pada bulan Februari 2013 dari Kebun raya Bogor dan identitas biologi tumbuhan ini ditentukan oleh ahli botani Hebarium Bogoriense, LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), Bogor. Pembuatan ekstrak daun Garcinia benthami Pierre yang digunakan dimaserasi secara berjenjang (pelarut n-heksan, etil asetat, dan metanol) dan dibuat konsentrasinya sebanyak lima yaitu 5 ppm, 10 ppm, 20 ppm, 500 ppm, dan 1000 ppm (masing-masing dibuat triplo). Selanjutnya ekstrak etil asetat dipakai dalam uji toksisitas akut terhadap hewan coba larva Artemia salina Leach dengan metode bioassay yang pertama, yaitu BSLT dalam waktu selama 24 jam setelah itu ditemukan nilai LC50.


(38)

27

3.4 Alat dan bahan

3.4.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender, tabung hitam, gelas ukur, pisau, tabung reaksi, mikro pipiet 2-20 μL, mikro pipet 20-200 μL, mikro pipet 100-1000 μL, cawan penguap, batang pengaduk kaca, neraca analitik, pipet, kaca pembesar, vial atau botol kaca, kotak penetasan larva udang, alumunium foil, pengatur udara, dan lampu.

3.4.2Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Garcinia benthami Pierre yang diperoleh dari Kebun Raya Bogor pada bulan Maret 2013, etil asetat, aquadest, larva Artemia salina Leach, dan air laut.

3.5 Cara Kerja Penelitian

3.5.1 Penyiapan Bahan

Pembuatan ekstrak daun Garcinia benthami Pierredimulai dengan pengumpulan bahan daun segaryang diperoleh dari Kebun Raya bogor pada bulan Februari 2013 sebanyak 6 kg. Selanjutnya, daun segar dikeringkan di Balai Penelitian Tanaman Rempa dan Obat (BALITRO), Bogor dengan menggunakan oven, selama 5 hari. Pengeringan ini dilakukan disana agar proses tersebut dilakukan dalam keadaan terawasi untuk mencegah terjadinya perubahan kimia yang terlalu banyak. Daun yang sudah kering didapatkan jumlah 3 kilogram.4

Daun kering yang didapatkan dipilih dan dibersihkan dari kotoran-kotoran yang tertinggal. Setelah daunnya kering, mula-mula dibersihkan bagian permukaannya. Pada tahap ini satu yang harus diperhatikan adalah daun Garcinia benthami Pierre tidak dijangkit oleh mikroba dan mikroorganisme seperti virus, bakteri atau jamur. Lalu dipotong menjadi bagian yang kecil-kecil dan dihancurkan dengan blender namun dalam bentuk yang tidak terlalu halus dan didapatkan 1 kg serbuk simplisia.4


(39)

3.5.2 Pembuatan Ekstrak

Serbuk simplisia daun Garcinia benthami Pierre yang digunakan dalam percobaan sebesar 800 gram. Ekstrak dibuat dengan metode maserasi, caranya merendam simplisia dalam pelarut etil asetat selama 48 jam, disaring dengan kertas saring, kemudian ampas direndam kembali dalam etil asetat dalam waktu yang sama sampai tersaring atau terekstraksi sempurna. Sebelumnya, etil asetat yang digunakan untuk maserasi terlebih dahulu didestilasi selama 7 hari. Bila ampas jaringan pada ekstraksi ulang sama sekali tidak bewarna hijau lagi, dapat dianggap semua senyawa berbobot molekul rendah telah terekstraksi. Setelah itu filtrat tersisa diuapkan dengan alat rotary evaporator pada suhu 41o C sehingga didapatkan ekstrak kental etil asetat.4

Karena pada penelitian ini menggunakan metode maserasi berjenjang, yaitu menggunakan beberapa pelarut yang memiliki sifat kepolaran yang berbeda, maka proses diatas dilakukan dengan tiga pelarut yang berbeda. Perbedaan polaritas dimaksudkan agar seluruh kandungan senyawa metabolit sekunder dalam sampel terekstraksi. Pelarut pertama yang dipakai adalah n-heksan yang memiliki sifat non polar, dilakukan perlakuan yang sama sampai ditemukan warna n-heksan menjadi bening.4

Kemudiansisa ampas hasil maserasi n-heksan, dipakai kembali untuk maserasi dengan pelarut etil asetat yang memiliki sifat semipolar. Apabila telah ditemukan warna etil asetat bening kembali, terakhir lakukan maserasi pada ampas dengan pelarut yang bersifat polar, yaitu metanol sampai warna metanol bening kembali.4

3.5.3 Penyiapan larva

Penyiapan larva Artemia salina Leach dilakukan dengan menetaskan telur udang 48 jam, yaitu merendam telut tersebut dalam air laut secukupnya dalam wadah sebelum dilakukan uji. Wadah dibagi menjadi dua bagianoleh steroform (di lubangkan pada dua sisinya), yaitu bagian gelap dan terang. Bagian


(40)

29

gelap adalah yang ditutupi oleh alumunium foil tempat dimasukkannya telur larva Artemia salina Leach. Selanjutnya, telur ditimbang sebanyak 1 gram dandimasukkan ke dalam1 liter air laut. Bagian wadah yang tidak ditempati telur udang diberi penerangan dengan sinar lampu. Larva berumur 48 jam siap digunakan untuk uji toksisitas akut.5

3.5.5 Pembagian konsentrasi

Setelah dilakukan orientasi dosis, kemudian ditentukan rentang konsentrasi yang digunakan, Ektrak daun Garcinia bentami Pierre ditimbang sebesar 250 mg kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 250 mL. Setelah itu, masukkan aquades sampai batas garis gelas ukur dan diputar atau dikocok ke atas dan bawah sampai sudah tercampur seluruhnya dan hasilnya merupakan konsetrasi 1000ppm, sebagai larutan A. Untuk konsentrasi 500ppm, ambil 12,5 mLdari larutan A lalu pindahkan ke labu ukur 25 mL beri aquades didapatkan larutan B. Perlakuan yang sama juga diberikan untuk membuat konsetrasi 200ppm (larutan C), yaitu dengan mengambil 5 ml larutan A ke dalam labu ukur 25 mL dan beri aquades. Untuk pembuatan konsentrasi 100ppm atau larutan D, ambil sebanyak 2,5 mL dan konsetrasi 50ppm atau larutan E ambil sebanyak 1mL dan masukkan masing-masing kedalam labu ukur lalu beri aquades.5

3.5.6 Pelaksanaan Uji Toksisitas

Pelaksanaan uji dilakukan dengan mula-mula memasukkan 10 larva udang yang berumur 48 jam kedalam masing-masing tabung. Kedalamnya dimasukkan ekstrak daun Garcinia benthami Pierre sebanyak 1 mL dari setiap masing-masing konsentrasi dan tambahkan air laut sebanyak 9 mL sehingga volume masing-masing tabung 10 dan diletakkan selama 24 jam dibawah penerangan yang cukup.5

Pada penelitian ini larva udang dibagi menjadi lima kelompok perlakuan secara acak, lalu ditambahkan ekstrak etil asetat daun Garcinia


(41)

benthami Pierre. Kemudian ditambahkan air laut sebayak 9 mL. Namun, ditambahkan air laut dalam tabung hingga volumenya mencapai 10 mL, maka konsentrasi ekstrak yang di teteskan juga mengalami pengenceran. Hal tersebut berarti mengencerkan nilai konsentrasi sehingga masing-masing dari nilai konsentrasi dibagi 1/10 sesuai dengan banyaknya volume cairan dalam tabung. (pada penelitian ini dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali/triplo).Setelahnya, dihitung dan menentukan larva udang yang mati dengan menggunakan kaca pembesar, yaitu bila larva udang tidak menunjukkan pergerakan selama observasi, maka masukkan kedalam kriteria udang yang mati.5


(42)

31

3.5.7 Alur Penelitian

= tidak dilakukan

Gambar 3.1 : Bagan Alur Ekstraksi Daun Garcinia benthami Pierre Daun basah Garcinia benthami Pierre (6 kilogram)

Dikeringkan dengan oven di LIPI Bogor ( 3 kilogram)

Disortasi, dirajang, dikeringkan, dihaluskan dengan blender dan disaring

Simplisia Garcinia benthami Pierre(800 gr)

Ekstraksi dengan metode maserasi selama 48 jam dengan pelarut etil asetat sebanyak 5 L

Ekstrak n-heksan

Maserasi bertingkat ke-1 (uji toksisitas) akut)

(maserasi dengan n-heksan, disaring, dievaporasi)

ampas

disaring evaporasi

ampas

Ekstrak etil asetat (9, 63 gr)

Maserasi dengan metanol,disaring dievaporasi Ekstrak metanol Uji toksisitas akut


(43)

Gambar 3.2 : Bagan Penyiapan larva Artemia salina Leach Menetaskan telur Artemia salina Leach (1 gram) dalam air laut dalam wadah

Wadah dibagi steroform (lubangkan pada dua sisinya) menjadi dua bagian:

gelap terang

Ditutupi alumunium foil (tempat dimasukkannya telur udang)

Diberi penerangan sinar lampu

Larva berumur 48 jam  uji toksisitas akut


(44)

33

Gambar 3.3: Pelaksanaan Uji Toksisitas Ektrak daun Garcinia benthami Pierre ditimbang 250 mg

• Dimasukkan kedalam labu ukur

• Beri aquades sampai batas garis labu ukur

• Dikocok-kocok

Konsentrasi induk 1000 ppm

Ambil 12,5 ml ke labu ukur 25 ml

Sisa konsentrasi 100 ppm Konsentrasi 5 ppm Beri aquades Ambil 1,25 ml ke labu ukur 25 ml Ambil 2,5

ml ke labu ukur 25 ml Ambil 5 ml

ke labu ukur 25 ml

Beri aquades Beri aquades Konsentrasi

20 ppm

Konsentrasi 10 ppm

Beri aquades Konsentrasi 5 ppm


(45)

3.6 Managemen Data

Data hasil penelitian akan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Data dari uji toksisitas tersebut akan dianalisis dengan analisis probit menggunakan Microsoft Excel 2010 for windows untuk mengetahui harga LC50,

perumusan probit sederhana untuk membandingkan hasil LC50dengan perhitungan

analisis probit, dan menggunakan SPSS 16.0 for windows untuk menentukan normalitas distribusi data.5


(46)

35

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ekstraksi

Pada penelitian ini, pembuatan ekstrak daun Garcinia benthami Pierre dilakukan dengan metode maserasi berjenjang. Tujuannya adalah agar seluruh senyawa dalam daun Garcinia benthami Pierre dapat terekstraksi seluruhnya. Pemilihan metode maserasi dikarenakan relatif sederhana yaitu tidak memerlukan alat-alat yang rumit, mudah, murah, dan dapat menghindari rusaknya komponen senyawa akibat panas. Namun metode ini memiliki kekurangan dimana membutukan waktu yang lebih lama, pelarut yang lebih banyak, dan penyaringan yang tidak sempurna.25 Pada awalnya, Simplisia daun Garcinia benthami Pierre diambil sebanyak 1000 gram dan dimaserasi dengan n-heksan sebanyak 7 kali. Selanjutnya hasil maserasi disaring dan dievaporasi menggunakan rotary evaporator untuk menguapkan n-heksan, didapatkan ekstrak kental n-heksan daun Garcinia benthami Pierre.

Ampas dari n-heksan dilakukan kembali maserasi, yaitu dengan menggunakan pelarut etil asetat sebanyak 10 liter. Maserasi dilakukan sebanyak 5 kali dalam 10 hari. Setelahnya, hasil maserasi disaring dan filtrat dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu rata-rata 41oC sehingga didapatkan ekstrak etil asetat daun Garciniabenthami Pierre sebesar 9,63 gram.

Terhadap ampas dari etil asetat pun dilakukan maserasi dengan pelarut metanol. Namun pada penelitian kali ini hanya menggunakan pelarut etil asetat dan proses maserasi pelarut n-heksan dan metanol dilakukan oleh peneliti lain. Rendemen setiap ekstrak dihitung dengan membandingkan bobot ekstrak yang diperoleh dengan simplisia.

Rendemen : B x 100% A


(47)

Keterangan:

A: bobot simplisia (gram) B: bobot ekstrak (gram)

Nilai rendemen yang didapatkan yaitu: (9,63 g x 100) / 1- (800 g x 0,83) = 2,86.26 Hasil nilai rendemen ekstrak etil asetat daun Garcinia benthami Pierre dalam dilihat dalam tabel 4.1.

Tabel 4.1 Data rendemen ekstrak etil asetat daun Garcinia benthami Pierre

Nama Simplisia Berat Ekstrak (gram) Rendemen ekstrak (%)

Ekstrak etil asetat 9,63 gram 2,86

4.2 Penentuan Nilai LC50

Ekstrak yang digunakan adalah ekstrak daun Garcinia benthami Pierre yang dibuat larutan dengan konsentrasi yang berbeda-beda yaitu mulai dari 1000 ppm, 500 ppm, 200 ppm, 100 ppm, dan 50 ppm. Hal ini bertujuan untuk mengetahui LC50 dari masing-masing ekstrak tersebut dengan berbagai

konsentrasi. Pada penelitian kali ini tidak menggunakan kontrol dengan menggunakan obat antikanker sintetik yang sudah terbukti secara klinis dapat merusak sel kanker. Hal ini disebabkan sulitnya birokrasi dalam mendapatkan obat tersebut, namun penelitian ini melakukan kontrol negatif, yaitu tidak memasukkan ekstrak kedalam tabung yang berisi larva dan 9 mL air laut. Selanjutnya, larutan ekstrak dari masing-masing konsentrasi dimasukkan dalam tabung reaksi yang berisi 10 buah larva dengan 9 mL air laut dan percobaan dilakukan triplo agar didapat data statistik yang baik.

Dalam uji ini, konsentrasi yang digunakan adalah berdasarkan nilai toksisitas suatu senyawa, yaitu <1000 ppm. Karena itu, digunakan nilai konsetrasi


(48)

37

terbesar sebanyak 1000 ppm. Untuk nilai konsentrasi dibawahnya, digunakan kelipatan yang tetap, yaitu 500 ppm, 200 ppm, 100 ppm, dan 50 ppm.

Pada penelitian ini, ekstrak 1 mL yang diberikan kedalam tabung berisi 10 larva ditambahkan kembali air laut sebanyak 9 mL sehingga didalam tabung berisi 10 mL larutan dan larva. Perlakuan tersebut akan mengurangi nilai konsentrasi ekstrak, karena itu tidak lagi digunakan konsentrasi 1000 µg/mL, 500 ppm, 200 ppm, 100 ppm, dan 50 ppm, melainkan setiap konsentrasi dibagi 1/10 agar didapatkan hasil yang sesungguhnya. Jadi, nilai konsentrasi pada penelitian ini adalah 100 ppm, 50 ppm, 20 ppm, 10 ppm, dan 5 ppm. Hal ini dilakukan karena dalam proses penelitian tidak tersedia wellplate, yaitu alat yang digunakan pada metode BSLT. Apabila terdapat wellplate, maka 10 larva bisa langsung diteteskan ekstrak tanpa terlebih dahulu dilakukan pengenceran.

Mortalitas larva Artemia salina Leach pada setiap tabung uji masing-masing kosentrasi ekstrak daun Garciniabenthami Pierre ditunjukkan pada tabel 4.2. Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa berbagai konsentrasi ekstrak daun Garcinia benthami Pierre memperlihatkan pengaruh yang berbeda terhadap kematian larva Artemiasalina Leach. Hasil penelitian seperti yang disajikan pada tabel 4.2.

Perlakuan

ke-Angka Kematian Larva Artemia salina Leach dari 10 Larva Kontrol

negatif Konsentrasi ekstrak pada tabung uji (ppm)

100 50 20 10 5 0

1 6 7 1 1 1 0

2 7 6 2 1 1 0

3 2 6 1 1 0 0

Total kematian 15 11 4 3 2 0

Rata-rata

kematian 5 3,67 1,33 1 0,67 0

Persen kematian

(%) 50 36,67 13,33 10 6,67 0

standar deviasi 2,64 0 0,57 0 0,57 0


(49)

Hasil akhir yang dinilai pada uji ini adalah jumlah larva yang mati 50% dari total larva uji. Nilai LC50 didapatkan melalui cara masukkan angka probit

(50% kematian larva uji). Efek toksisitas dianalisis dari persen kematian.27

% kematian: jumlah larva mati X 100% jumlah larva uji

Selanjutnya dibuat persamaan garis y=a+bx , dimana y adalah konsentrasi larutan, dan x adalah persen kematian larva. LC50 merupakan nilai y yang

diperoleh dengan memasukkan nilai x = 50%. Apabila pada kontrol ada larva yang mati, maka persen kematian ditentukan dengan rumus Abbot:

% kematian: T - K x 100% 10

Dimana T merupakan jumlah larva uji yang mati, K adalah jumlah larva kontrol yang mati, dan 10 adalah jumlah larva uji. Namun karena tidak didapatkan kematian larva pada kontrol negatif, tidak digunakan rumus Abbot dalam menentukan persen kematian.27

Data hasil penelitian tersebut, harus dipastikan terlebih dahulu bahwa tidak ada pengaruh pelarut etil asetat yang meningkatkan persentase kematian larva. Pada penelitian kali ini, dilakukan uji untuk menilai pengaruh pelarut tersebut dengan mempersiapkan blanko kemudian teteskan 1 mL pelarut yang sduah diencerkan dalam labu ukur 250 mL kedalamnya. Jumlah volume yang diteteskan berdasarkan data sifat pelarut etil asetat berikut:

pH : tidak ada data.

Titik didih : 77°C (170.6°F) Titik leleh : -83°C (-117.4°F) Temperatur kritis : 250°C (482°F) Berat jenis : 0.902 (Water = 1) Tekanan udara : 12.4 kPa (@ 20°C)29


(50)

39

Berat jenis etil asetat adalah 0,902 hal tersebut berarti dalam 1 ml etil asetat terdapat 0,902 gram. Kemudian 1 ml pelarut yang diencerkan tersebut nilainya sebesar 4000 ppm. Hasilnya tidak terdapat kematian larva dan hal ini menunjukkan didalam konsentrasi tertinggi tidak ada yang mati dan untuk konsentrasi yang lebih rendah dari 4000 ppm pun seharusnya juga tidak ada yang mati. Selain itu, pada saat menguapkan filtrat hasil maserasi dengan menggunakan rotary evaporator, seharusnya sudah tidak etil asetat yang tersisa.

Selanjutnya, untuk dapat menghitung LC50 berdasarkan beberapa cara.

Dalam penelitian ini dengan menggunakan metode probit, yaitu:12 1) Mempunyai tabel probit

2) Menentukan nilai probit dari % kematian tiap kelompok hewan uji 3) Menentukan log dosis tiap-tiap kelompok

4) Menentukan persamaan garis lurus hubungan antara nilai probit dengan log dosis, Y= aX + b

5) Masukkan nilai 5 (probit dari 50% kematian hewan coba) pada persamaan garis lurus pada nilai Y. Nilai LD50 atau LC50 dihitung dari nilai antilog X

pada saat Y= 5 Berdasarkan tabel 4.2,

Untuk mencari nilai a, b, dan r didapat dengan : x = Log C ; y = Probit

konsentrasi Log C % kematian Probit

5 ppm 0,69 6,67% 3,4937

10 ppm 1 10% 3,7184

20 ppm 1,30 13,33% 3,8877

50 ppm 1,69 36,67% 4,6575

100 ppm 2 53,33% 5,0828


(51)

Grafik 4.1 Probit Kematian dari Setiap Konsentrasi Ekstrak

Sehingga didapat nilai : a = 2,4916 b = 1,2548 Maka, y = a + bX

5 = 2,4916+1,2548X 5 - 1,2548= 2,4916X 3,7452/2,4916= X

X= LC50 = antilog X = antilog = 99,78 µg/mL.

Pada metode probit ini didapatkan nilai LC50 adalah 99,78 µg/mL

sehingga hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun Garcinia benthami bersifat toksik terhadap larva udang karena nilai LC50 nya ≤ 1000 ppm, sedangkan suatu

ekstrak dikatakan toksik apabila mempunyai LC50≤ 1000 ppm.

Sedangkan bila menggunakan rumus metode probit sederhana, maka:12 Nilai slope (m) = ∑(x)(y) - n∑ (xy)

( ∑(x))2–n∑(x2)

y = 1,2548x + 2,4916 R² = 0,954

0 1 2 3 4 5 6

0 0,5 1 1,5 2 2,5

P

ro

b

it

Log C

Probit Kematian dari Setiap

Konsentrasi Ekstrak

Y-Values Linear (Y-Values)


(52)

41

Intersep (b) = ∑(x)∑(xy) - ∑(x2)∑y ( ∑ (x))2

- n∑ (x2)

Apabila dimasukkan kedalam rumus maka nilai slope (m) = 2,49 dan nilai intersep (b) adalah 1,25. Tabel perhitungan LC50 dapat dilihat pada lampiran 2.

Hal ini membuktikan bahwa dengan memakai cara analisis probit dengan persamaan regresi linear maupun menggunakan rumus analisis probit sederhana, didapatkan hasil yang sama yaitu LC50 adalah 99,78 ppm. Kemudian uji

normalitas dengan SPSS 16.0 menggunakan kolmogorov-smirnov didapatkan hasil p-value 156. Dari hasil tersebut, dapat ditentukan bahwa distrubusi data penelitian ini normal karena p-value lebih dari 50.

Walaupun didapatkan data mengenai aktivitas toksik didalam esktrak etil asetat daun Garcinia benthami Pierre dengan nilai LC50 adalah 99,78 ppm, namun

belum ditemukan penelitian sebelumnya yang menguji senyawa apa saja yang terdapat pada ekstrak etil asetat daun Garcinia benthami Pierre. Pada penelitian ini pun tidak dilakukan uji fitokimia, yaitu uji untuk dapat menentukan senyawa apa yang terdapat dalam ekstrak tersebut. Sehingga belum dapat disimpulkan senyawa apakah yang berpotensi toksik didalam ekstrak etil asetat daun Garcinia benthami Pierre namun sudah dapat disimpulkan bahwa ekstrak tersebut bersifat toksik.


(53)

42

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian uji toksisitas akut dengan metode BSLT menunjukkan nilai LC50 adalah 99,78 ppm berdasarkan analisis probit. Selain itu,

untuk menilai LC50 pada penelitian ini juga digunakan perhitungan dengan

menggunakan rumus metode probit sederhana dan didapatkan hasil yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun Garcinia benthami bersifat toksik terhadap larva udang karena nila LC50≤ 1000 ppm, sedangkan suatu ekstrak

dikatakan aktif apabila mempunyai LC50≤ 1000 ppm.

5.2. Saran

Penelitian ini menunjukkan terdapat potensi toksisitas akut pada ekstrak daun Garcinia benthami Pierre. Setelah penelitian ini. Dapat dilakukan uji-uji berikutnya untuk membuktikan toksisitas esktrak etil asetat daun Garcinia benthami Pierre, yaitu uji toksisitas subakut, uji toksisitas kronik, uji farmakologi, dan uji lainnya. Setelah melewati beberapa tahap uji tersebut, ekstrak etil asetat daun Garcinia benthami Pierre dapat dijamin keamanannya untuk dikonsumsi sebagai obat herbal.


(54)

43

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO Traditional medicine. www.who.int/mediacentre-factsheets-fs134/en. Diunduh pada tanggal 10 Januari 2013. Pukul 19.00.

2. C. Lu, Frank. Toksikologi Dasar. Jakarta. University of Indonesia press; 2006. Hal 15-16.

3. Sari, R. Koleksi Garcinia Kebun Raya Bogor : Konservasi dan Potensi. Prosiding Seminar Nasional Konservasi Flora Nusantara. Balai Pengembangan Kebun Raya, Lembaga Pengetahuan Indonesia Bogor; 1999.

4. Amelia, P. Isolasi, elusidasi struktur dan uji aktivitas antioksidan senyawa kimia dari daun Garcinia benthami Pierre. Universitas Indonesia; 2011.

5. L, Vivi. Wiryowidagdo, S. Kardono, L. Broto. Brine shrimp Lethality Test (BSLT) dari berbagai fraksi ekstrak daging buah dan kulit biji mahkota dewa (Phaleriamacrocarpa); 2006.

6. Rosenda, A. Uji toksisitas akut ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum sanctum Linn.) terhadap larva Artemia salina Leach dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Fakultas kedokteran Universitas Dipenogoro Semarang; 2009.

7. Heinrich M, Joanne B, Gibbons S, M.Williamson E, Fundamental of Pharmacognosy and phytotherapy. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta; 2010. Hal 6-9.

8. Ir. Rukmana, R. Budidaya Manggis. Kanisius Press. Yogyakarta; 1995.

9. Harborne, J.B. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Bandung: ITB; 2006. Hal 99.

10.Maulina, S. Lina, Aktivitas antioksidan dan toksisitas senyawa bioaktif dari ekstrak rumput laut hijau ulva reticulata Forsakel. Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Srengseng Sawah, Jakarta; 2011.

11.Hasiolan, Anju. Isolasi, Uji Aktivitas Antioksidan dan Karakterisasi senyawa dari Ekstrak Daun Garcinia hombroniana pierre; 2012.


(55)

12.Drs.Priyanto, Apt, M.Biomed. Toksikologi: mekanisme, terapi antidotum, dan penilaian risiko. Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi Indonesia (LESKONFI). Jakarta; 2009

13.Hanif, Z. Uji Toksisitas Ekstrak Kasar Organospesifik Achanshanter dengan Metode Brine Shrimp Letality Test (BSLT); 2012.

14.Soemirat, Juli. Toksikologi Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta; 2003. Hal 163-171.

15.Drs.Priyanto, Apt, M.Biomed. Toksikologi: mekanisme, terapi antidotum, dan penilaian risiko. Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi Indonesia (LESKONFI). Jakarta; 2009

16.L. Brunton, Laurence, SL, John, L. Parker, Keith. Good&gilman’s the Pharmacological Basis of Therapeutics. 11th edition. The McGraw-Hill companies; 2006. Page 217-219.

17.Jusadi, Dedi. Budidaya pakan alami. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. 2003

18.William, Burson. Industrial Toxicology: Safety and Health Applications in the Workplace; 1985.

19.Batubara, I, Sudirman S, Ramadhan W, Oktavia, Y, Tirta R.Roza. Kandungan kimia, senyawa aktif dan toksisitas dari Eucheuma cottonii, Caulerpa sp, dan Solen sp. Departemen kimia FMIPA IPB. Sekolah pasca sarjana, Departemen Teknologi hasil perairan IPB; 2010.

20.Cahyadi, R. Uji toksisitas akut ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia L.) terhadap larva Artemia salina Leach dengan metode BSLT; 2009.

21.Sukandar D, Hermanto S, Lestari E. Uji potensi antikanker ekstrak daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb) dengan metode brine shrimp lethality test (BSLT); 2010.

22.Diah.SH. Pembenihan udang galah Macrobrahium rosenbergi den Man (laporan kerja Praktik). Bandung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Tekhnologi Bandung; 1991.


(56)

45

24.Panjaitan bontomi, R. Uji toksisitas akut ekstrak kulit batan pulasari Alychiae cortex dengan metode BSLT. Fakultas Farmasi, Universitas Sanatadarma. Yogyakarta; 2011.

25.Septiiyanti, C. Potensi pelepah temulawak (Curcuma xanthorriz) sebagai antikanker dan juga antioksidan. Departemen kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor; 2012.

26.Diah.SH. Pembebihhan udang galah Macrobrahium rosenbergi den Man (laporan kerja Praktik). Bandung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Tekhnologi Bandung; 1991.

27.Setiarto HB. Deteksi dan Uji Toksisitas LC50 senyawa aflatoksin B1, B2, G1, G2

pada kacang tanah (Arachhis Hypogeal L) (skripsi). Bogor: Fakultas Matematika dan IPA, Institut Pertanian Bogor; 2009.

28.Panjaitan bontomi, R. Uji toksisitas akut ekstrak kulit batan pulasari Alychiae cortex dengan metode BSLT. Fakultas Farmasi, Universitas Sanatadarma. Yogyakarta; 2011.

29.Material Safety Data Sheet Ethyl acetate. www.sciencelab.com. Diunduh pada tanggal 30 Agustus 2013. Pukul 15.00.


(57)

46


(58)

47

Lampiran 2

Konsentrasi Log C

(X)

% kematian

Probit

(Y) X

2

Y2 XY

5 ppm 0,69 6,67 3,49 0,47 12,18 2,408

10 ppm 1 10 3,71 1 13,76 3,71

20 ppm 1,30 13,33 3,88 1,69 15,05 5,044

50 ppm 1,69 36,67 4,65 2,85 21,63 7,85

100 ppm 2 53,33 5,08 4 25,80 10,16

6,68 20,81 10,01 88,42 29,172

Tabel 6.1 Data perumusan probit sederhana

Nilai slope (m) = ∑(x)(y) - n∑ (xy) ( ∑(x))2–n∑(x2)

Intersep (b) = ∑(x)∑(xy) - ∑(x2)∑y ( ∑ (x))2

- n∑ (x2)

∑(x)(y) = 139,01

n∑ (xy) = 5 x 29,172 = 145,86 ∑(x))2

= 44,62

n∑(x2) = 50,05(m) = 2,49 ∑(x)∑(xy) = 194,86 ∑(x2)∑y = 885,08

dari hasil tersebut didapatkan nilai slope (m) adalah 2,49 dan nilai intersep (b) adalah 1,25.


(59)

Lampiran 3


(60)

49


(61)

(62)

(63)

(64)

53

Lampiran 4

Gambar Bahan dan Alat Penelitian

Gambar 6.4 Daun Garcinia benthami Gambar 6.5 Maserasi dengan etil asetat

Gambar 6.6 Filtrat hasil maserasi Gambar 6.7 Destilasi dengan rotary evaporator


(65)

Gambar 6.8 Ekstrak etil asetat 9,63 gr Gambar 6.9 Ekstrak kental etil asetat


(66)

55

Gambar 6.12 Telur Artemia salina Gambar 6.13 Wadah penetasan udang


(67)

Gambar 6.16 Kaleng telur Artemia salina Leach Gambar 6.17 Kaleng telur Artemia salina Leach tampak depan


(1)

(2)

(3)

Lampiran 4 Gambar Bahan dan Alat Penelitian

Gambar 6.4 Daun Garcinia benthami Gambar 6.5 Maserasi dengan etil asetat

Gambar 6.6 Filtrat hasil maserasi Gambar 6.7 Destilasi dengan rotary evaporator


(4)

Gambar 6.8 Ekstrak etil asetat 9,63 gr Gambar 6.9 Ekstrak kental etil asetat


(5)

Gambar 6.12 Telur Artemia salina Gambar 6.13 Wadah penetasan udang


(6)

Gambar 6.16 Kaleng telur Artemia salina Leach Gambar 6.17 Kaleng telur Artemia salina Leach tampak depan


Dokumen yang terkait

Uji Toksisitas Ekstrak Tinta Cumi-Cumi (Photololigo Duvaucelii) Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (Bslt)

20 174 104

Uji toksisitas akut ekstrak metanol daun laban abang (aglaia elliptica blume) terhadap larva udang (artemia salina leach) dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

4 23 58

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Daun Paku Pedang (Nephrolepis falcata) terhadap Larva Artemia Salina L dengan metode Brain Shirmp Lethaly Test (BSLT)

0 45 48

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Metanol Daun Garcinia benthami Pierre Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

2 29 75

Uji aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Garcinia benthami Pierre dengan Metode Dilusi

6 31 75

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum canum Sims) Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

1 14 64

Uji Toksisitas Akut Ekstrak nheksan Daun Garcinia benthami Pierre Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

0 5 63

Uji toksisitas akut ekstrak metanol daun annona muricata l terhadap larva artemia salina leach dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

3 54 69

Uji Toksisitas Ekstrak Benalu Kopi (Loranthus ferrugineus Roxb.) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

4 40 68

UJI TOKSISITAS FRAKSI DAUN MAJAPAHIT (Crescentia cujete L.) DENGAN MENGGUNAKAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT) JUDUL - Uji Toksisitas Fraksi Daun Majapahit (Crescentia cujete L.) dengan Menggunakan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) - Rep

0 2 100