1
BAB I PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Sabu adalah sebuah pulau kecil yang terletak di tataran wilayah Nusa Tenggara Timur NTT. Sabu ini terletak di daerah bagian paling selatan dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Secara astronomis, pulau Sabu terletak antara 120 45’ dan 121
55’ Bujur Timur dan antara 10
30’ dan 11 35’ Lintang Selatan. Batas-batas geografisnya adalah Timur dengan Pulau
Rote dan Ndao, Barat dengan Laut Sabu dan Pulau Sumba, Utara dengan Laut Sabu, Selatan dengan Samudera Indonesia.
1
Kabupaten Sabu Raijua ini memiliki 6 enam kecamatan yaitu kecamatan Raijua, Sabu Barat, Hawu Mehara, Sabu Timur, Sabu Liae dan Sabu Tengah.
2
Pulau Sabu memiliki sejarah yang panjang dan bermula dengan sejarah kerajaan
Majapahit. Itu dapat dilihat dari wilayah Mesara yang terdapat dua desa yaitu Tanah Jawa dan Desa Mulie. Desa Tanah Jawa pada awal mulanya adalah tempat bermukim orang-orang Jawa
Majapahit yang bekerja sebagai pegawai Majapahit di daerah Sabu dan Raijua. Sementara desa
Mulie terletak di bagian pantai barat Mesara. Mulie berasal dari kata bahasa Jawa mulih artinya
pulang. Selain itu juga, ada sejumlah adat-istiadat dan upacara yang menyangkut siklus hidup manusia yang masih dipatuhi oleh orang Sabu yang sangat mirip dengan yang ada di kalangan
orang Jawa. Misalnya upacara perkawinan, upacara labuhan di Jawa yang persis sama dengan upacara pelepasan perahu di laut pada waktu Hole.
3
1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Arsitektur Tradisional Daerah Nusa Tenggara Timur, Kupang:… 9
2
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Arsitektur Tradisional Daerah NTT,9
3
Hole adalah upacara panen yang dilaksanakan oleh masyarakat Sabu sesuai dengan kalender adat Sabu yang terjadi sekitar bulan Mei
2
Pulau Sabu memiliki banyak kekayaaan budaya. Warisan budaya yang masih ada sampai sekarang antara lain bangunan tempat rumah ibadah agama suku, rumah-rumah asli tempat
tinggal yang sarat dengan makna religius, tenun ikat dengan beraneka ragam motif yang dipakai pada peristiwaupacara tertentu, berbagai seni anyam. Benda ukiran dengan beraneka motif
memiliki kaitan dengan religi, seni tari dan seni musik sangat terbatas jenis dan ragamnya. Terdapat juga beragam cerita rakyatdongeng yang bermuatan pendidikan.
4
Selain itu upacara- upacara adat dalam kehidupan orang Sabu berkaitan dengan musiman dan tahap-tahap hidup
manusia. Misalnya upacara kelahiran “permandian”, sunat, upacara memasah gigi atau
menggosok gigi, upacara perkawinan, upacara bagi orang sakit dan upacara kematian.
5
Pulau Sabu termasuk dalam kategori pulau kecil dengan luas wilayah hanya 460,78 km persegi,
6
sehingga tidak mampu menampung keberadaan semua masyarakat Sabu yang ada di dalamnya. Karena itu sebagian dari orang Sabu merantau ke daerah di luar Sabu. Tujuan utama
dari orang Sabu yang merantau adalah untuk mencari pekerjaan atau bahkan untuk menetap di tanah perantauan. Dalam perantauan tersebut orang Sabu memutuskan untuk menetap di tanah
perantauan. Khusus orang Sabu yang merantau untuk mencari pekerjaan, Jenis pekerjaan yang ditekuni adalah kuli bangunan, penjaga toko, pembantu rumah tangga, dan lain-lain. Sebagian
lagi bekerja sebagai pegawai negeri karena orang tua mereka telah lama tinggal dan bekerja di tempat tersebut. Tetapi tidak sedikit juga orang Sabu diaspora yang sukses di tanah perantauan.
Anak-anak yang lahir di Sabu harus melalui ritus tertentu agar sekalipun mereka berada di tanah perantauan tidak akan melupakan pulau Sabu. Hal itu dapat dilihat dari lagu Elemoto.
Inilah lirik lagu Elemoto beserta dengan terjemahannya:
4
Robert Riwu Kaho, Orang Sabu dan Budayanya, Panitia Sidang Majelis inode GMIT XXV di Sabu, 2000, 99
5
Niko L Kana, Dunia Orang Sawu Jakarta Timur: Sinar Harapan, 1983, 36
6
https:indoculture.wordpress.com, diakses pada 20102015, 18.00 WIB
3
Elemoto para liru Nun bintang di langit Na wodi e e, anak e e
Do mi pegile manu tada bagaikan putaran tanda kehidupan Na wo di e e anak e e
Ie ie ie ie baik baik baik baik Kiri dai ke ali la rai kala engkau tiba tempatrantau orang
Mangngi neta haro ie yang penuh kemudahankemewahan Bole balo rai di rai hawu jangan lupa pulau kita Sabu
Rai due donahu pulau tuak dan gula Lagu Elemoto di atas mengisahkan tentang ritual, tempat dan identitas Sabu. Lagu ini
juga meminta kepada buah hati yang mengejar mimpi di tanah sebrang, untuk terus mengingat tanah kelahirannya. Sang ibu hanya berkata: jangan lupa pulau kita, Sabu, ia tidak memaksa
anaknya untuk pulang. Cukup baginya jika sang buah hati-yang sudah mapan di tanah rantau- tetap mengingat tanah kelahiran. Bagi ibu-ibu Kepulauan Sabu, kesuksesan buah hati di tanah
seberang bagaikan sinar bintang indah dan terang.
7
Kristalisasi dari ajaran lagu Elemoto adalah pulau Sabu itu digambarkan sebagai bintang. Anak-anak yang keluar dari Sabu dan pergi ke
tempat perantauan harus mengingat bintang itu. Lagu ini sebenarnya mau mengingatkan agar anak-anak Sabu yang berangkat ke perantauan dan sudah mengalami kemakmuran di tanah
perantauan untuk tidak boleh lupa dengan kampung halaman mereka beserta dengan adat- istiadatnya.
Tempat asal bagi masyarakat diaspora merupakan komponen penting bagi rasa identitas diri mereka sebagai subjek. Dengan adanya tempat, masyarakat dapat menemukan budaya. Oleh
karena itu, tempat tidak dapat dipahami di luar konteks budaya.
8
Makna tempat dan ruang dikonseptualisasikan, sebagai ruang kebebasan manusia untuk dapat melekat pada identitas satu
dengan yang lainnya.
9
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa masyarakat diaspora menemukan identitas mereka ketika mereka kembali ke tempat asal mereka, bertemu dengan
7
lagudaerahindonesiatimur.blogspot.co.id diunduh pada Rabu, 9 Maret 2016 pukul 18.00
8
Anastasia Christou, Narratives of Place, Culture and Identity Amsterdam: 2006, 32.
9
Anastasia Christou, Narratives of Place ..... , 33.
4
keluarga di tempat asal dan melaksanakan berbagai ritual yang ada dalam tempat asal tersebut. Ritual
pebale rau kattu do made
adalah salah bentuk ritual dari masyarakat Sabu diaspora yang dilakukan untuk menunjukkan bahwa sekalipun masyarakat Sabu diaspora telah mengalami
kemakmuran di daerah perantauan tetapi mereka tidak melupakan pulau Sabu. Pesan-pesan orang tua yang berada di Sabu bersambung dengan sikap-sikap yang
ditunjukkan oleh anak-anak mereka yang berada di tanah perantauan. Misalnya di tanah perantauan mereka membentuk komunitas yang sangat rapat dan menamakan komunitas mereka
dengan nama “kampung sabu”. Pembentukkan komunitas “kampung Sabu” ini adalah sebagai sebuah cara untuk menjaga kesatuan identitas mereka. Dengan kata lain, meskipun orang Sabu
diaspora jauh dari pulau Sabu namun mereka tetap menjaga nilai-nilai budaya Sabu di tanah perantauan.
Menurut Jenkins, identitas merupakan pemahaman akan siapa kita, dan siapa orang lain, serta secara resiprokal, pemahaman orang lain akan diri mereka sendiri dan orang lain.
Sedangkan, identitas sosial adalah ciri-ciri atau keadaan khusus sekelompok masyarakat. Identitas ini menunjukkan cara-cara di mana individu dan kolektivitas-kolektivitas dibedakan
dalam hubungan mereka dengan individu dan kolektivitas lain.
10
Penekanan relasi antara identitas individual dan identitas sosial menjadi semakin jelas ketika memperhatikan pendapat
Jenkins bahwa seluruh identitas manusia ditentukan oleh definisi identitas sosial.
11
Identitas yang melekat pada diri seseorang ialah identitas pribadi tetapi juga identitas sosial. Identitas
sosial diperoleh melalui proses-proses sosial yang ada didalamnya. Identitas itu bersifat kultural dalam segala aspeknya yang bersifat khas sesuai dengan ruang dan waktu tertentu. Identitas
kultural yang ditunjukkan oleh orang Sabu diaspora adalah ketika mereka berada di daerah
10
Richard Jenkins, Social Identity London and New York: Routledge Taylor Group, 2008, 18.
11
Richard Jenkins, Social Identity ,...., 4.
5
perantauan mereka membentuk komunitas “kampung Sabu”. Tujuan pembentukkan komunitas tersebut adalah untuk menjaga kesatuan identitas mereka. Identitas kultural orang Sabu diaspora
juga ditemukan ketika keluarga yang berada di perantauan keluarga diaspora kembali ke tempat asal dan melaksanakan ritual
pebale rau kattu do made.
Identitas ini diperoleh ketika masyarakat dispora kembali melakukan proses-proses sosial dan budaya dengan masyarakat tempat asal
masyarakat yang berada di Sabu. Orang Sabu diaspora yang telah bekerja dan menetap bahkan meninggal di daerah
perantauan maka keluarga akan berupaya untuk membawa jenazah kembali ke pulau Sabu. Jika jenazah dari orang Sabu diaspora yang telah meninggal tidak dibawa pulang oleh karena
berbagai kendala, terutama pada musim penghujan sehingga tidak ada transportasi, baik transportasi laut maupun udara atau karena keputusan keluarga sendiri untuk menguburkan
jenazah dari keluarga mereka yang meninggal di tanah diaspora. Jika jenazah orang Sabu diaspora tidak dibawa pulang ke pulau Sabu maka keluarga wajib untuk melaksanaan ritual
pebale rau kattu do made
. Secara etimologi
rau kattu
dalam bahasa Sabu terdiri dari dua suku kata yaitu
rau
: bulu, rambut dan
kattu
: kepala. Jadi
rau kattu
ialah rambut kepala. Rambut menjadi simbol yang di pakai untuk mewakili diri dari si mati untuk kembali ke kampung halaman, keluarga dan
rumahnya. Ritual
pebale rau kattu do made
dibuat oleh karena adanya kepercayaan bahwa orang Sabu yang meninggal yaitu para leluhur dan anggota keluarga yang sudah meninggal secara fisik
tidak dapat dilihat. Akan tetapi arwah mereka masih ada dan tetap berhubungan dengan anak cucu yang masih hidup. Sewaktu-waktu arwah mereka akan datang mengunjungi keluarganya
yang masih hidup. Tempat arwah mereka bermukim mula-mula di pulau Sabu, lalu pergi ke pulau Dana dan akhirnya bermukim di
Juli-Haha
yaitu suatu tempat tinggal yang kekal dari
6
arwah orang mati.
Juli-Haha
adalah suatu tempat yang terletak di
Tanjung Sasar
pulau Sumba. Ada upacara khusus yang diadakan untuk menghantar arwah seseorang anggota keluarga ke
Juli- Haha
. Atas dasar kepercayaan itulah, maka orang Sabu yang meninggal di perantauan harus dibawa kembali arwahnya ke pulau Sabu supaya dapat berkumpul dengan arwah-arwah leluhur
dan keluarga yang sudah meninggal.
12
Dalam pengertian
rau kattu
yang adalah rambut maka
rau kattu
ini dapat dikategorikan sebagai simbol. Menurut F.W. Dillistone, simbol dapat dipandang sebagai: sebuah kata atau
barang atau objek atau tindakan atau peristiwa atau pola atau pribadi atau hal yang konkret. Simbol juga dipandang sebagai yang mewakili atau menggambarkan atau mengisyaratkan atau
menandakan atau menyelubungi atau menyampaikan atau mengunggah atau mengungkapkan atau mengingatkan atau merujuk kepada atau berdiri menggantikan atau mencorakkan atau
menunjukkan atau berhubungan dengan atau bersesuaian dengan atau menerangi atau mengacu kepada atau mengambil bagian dalam atau menggelar kembali atau berkaitan dengan. Simbol
juga dapat dipandang sebagai sesuatu yang lebih besar atau transenden atau tertinggi atau terakhir: sebuah makna, realitas, suatu cita-cita, nilai, prestasi, kepercayaan, masyarakat, konsep,
lembaga dan suatu keadaan.
13
Simbol dalam perkembangannya bisa terus memberikan daya hidup tapi juga bisa memberikan daya mati. Salah satu penyebab matinya simbol adalah upaya
memberikan tafsiran tetap terhadap simbol yang tetap, terbatas dan tidak berubah. Simbol yang terus hidup menyesuaikan, diselaraskan dan ditafsirkan kembali dalam konteks yang baru.
Simbol
rau kattu
rambut ini akan tetap hidup apabila ia berada dalam sebuah ritual kematian. Simbol
rau kattu
juga dalam perkembangan akan mengalami pergeseran makna ketika
rau kattu
itu dapat digantikan oleh pakaian dari si mati, sarungselimut Sabu dan batu kubur yang kecil.
12
Robert Riwu Kaho, Orang Sabu dan Budayanya, Panitia Sidang Majelis Sinode GMIT XXV di Sabu, 2000, 83
13
F.W. Dillistone, Daya Kekuatan Simbol, Yogyakarta: Kanisius, 2002, 20
7
Penyebaran orang Sabu hampir terdapat di seluruh wilayah NTT. Penyebaran orang Sabu inilah juga yang turut mempengaruhi pelaksanaan ritual
pebale rau kattu do made
. Hal itu dapat
dilihat dari penyebaran orang Sabu terdapat di bagian Barat-Timur dari Pulau Sabu juga turut
mempengaruhi pelaksanaan ritual
pebale rau kattu do made
. Hal itu dapat dilihat jika orang Sabu yang meninggal diperantauan yang terletak di bagian Timur dari pulau Sabu yang perlu untuk
melaksanakan ritual
pebale rau kattu do made
. Sementara orang Sabu yang meninggal di perantauan yang terletak di ufuk Barat tidak perlu untuk mengadakan acara
pebale rau kattu do made
oleh karena dianggap sudah langsung berada di
Juli-Haha
, karena
Juli-Haha
terletak di ufuk Barat dari pulau Sabu.
14
Itu berarti bahwa ritus
pebale rau kattu do made
itu hanya dapat dilakukan oleh orang Sabu yang lahir di Sabu dan meninggal di daerah perantauan bagian Timur
dari Sabu. Dari 2 dua kasus ini menjadi jelas bahwa pulau Sabu dalam imajinasi orang Sabu
diaspora menjadi sesuatu yang sangat penting. Hal itu dapat dilihat dari anak-anak yang merantau ke luar Sabu tidak boleh melupakan pulau Sabu dan itu tergambar dalam lirik lagu
Elemoto sebagai ekspresi mereka yang berada di tanah rantau. Sementara orang Sabu diaspora yang meninggal di tanah perantauan maka keluarga akan membawa
rau kattu
ke Sabu. Dalam ritual
pebale rau kattu do made
ini pulau Sabu mendapat tempat yang sangat penting dalam kehidupan orang Sabu. Dengan demikian judul penelitian yang dirumuskan adalah:
Pebale Rau Kattu Do Made Narasi Tempat dan Identitas Kultural dalam Ritual Kematian Orang Sabu Diaspora
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apa makna pulau Sabu sebagaimana dicerminkan dalam ritual
pebale rau kattu do made
bagi orang Sabu diaspora? dan bagaimana narasi tempat dan identitas dalam pemahaman komunitas Sabu diaspora? sehingga
14
Robert Riwu Kaho, Orang Sabu dan Budayanya …., 84
8
tujuan penelitiannya adalah mendeskripsikan makna pulau Sabu sehingga menjadi terminal pemberangkatan bagi orang-orang Sabu yang meninggalkan ke tempat perkumpulan arwah
leluhur Sabu di
Juli-Haha
Tanjung Sasar dan menganalisis narasi tempat dan identitas kultural dalam pemahaman komunitas Sabu diaspora.
Signifikansi penelitian ini adalah penelitian ini memberi manfaat bagi masyarakat Sabu sebagai titik masuk perdamaian. Hal itu terlihat dalam pelaksanan ritual
pebale rau kattu do made
yang dilaksanakan oleh semua agama yang berada di Sabu yaitu agama Kristen Protestan, Katolik, Islam dan agama suku Sabu
jingitiu
. Pada waktu pelaksanaan ritus ini, warga atau jemaat dari semua agama yang berada di Sabu dapat menyatu. Studi yang dilakukan terhadap
ritual ini menjadi perekat perdamaian diantara masyarakat Sabu yang berbeda-beda agama. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa simbol tradisional ini dapat mengikat satukan semua
orang yang berada di dalam sebuah komunitas.
2. METODE PENELITIAN