KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTEK EMPIRIS

Fakultas Hukum Universitas Udayana Kajian Akademik Rancangan Peraturan Walikota Denpasar tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor.15 Tahun 2011 tentang Izin Gangguan 7

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTEK EMPIRIS

2.1 Kajian Teoritis

Konsep-konsep pokok yang digunakan dalam kajian ini adalah konsep retribusi dan rancangan peraturan walikota yang akan diurai dalam urutan sebagai berikut: 1. Menempatkan sudut pandang perbedaan pajak daerah dan retribusi daerah. 2. Konsep retribusi daerah. 3. Konsep Retribusi Izin Gangguan. 4. Konsep peraturan daerah.

1. Menempatkan Sudut Pandang Perbedaan Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah Secara umum, pendapatan daerah dapat dibedakan menjadi dua,yakni: 1 Retribusi yang dipungut dengan kompensasi layanan tertentu dan 2 Pajak yang dipungut tanpa kompensasi layanan. 4 Pada retribusi daerah terdapat suatu tegenprestatie atau pengembalian jasa yang langsung dari pihak pemerintah. 5 Secara argumentum a contrario, pada pajak daerah tidak terdapat pengembalian jasa yang langsung dari pihak pemerintah. Unsur pengembalian jasa yang lansung dan yang tidak lansung merupakan pembeda retribusi daerah dan pajak daerah, sebagaimanatampak pada pendapat berikut. Pajak Daerah, di dalamnya harus pula terdapat unsur imbalankontraprestasi sebagaimana halnya 4 Wahyudi Kumorotomo, 2006, Desentralisasi Fiskal: Politik PerubahanKebijakan 1974-2004, Kencana, Jakarta h. 125 5 R. Soedargo, 1964, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, N.V. Eresco, Bandung, h. 29. Fakultas Hukum Universitas Udayana Kajian Akademik Rancangan Peraturan Walikota Denpasar tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor.15 Tahun 2011 tentang Izin Gangguan 8 retribusi daerah. Faktor yang membedakan, pada pajak daerah kontraprestasi tersebut untukmasyarakat yang lebih luas, atau setidak- tidaknya untuk sektor pajak yangbersangkutan, sedangkan pada retribusi daerah kontraprestasinya langsungkepada pembayar retribusi. 6 Artinya, setiap pembayaran pajak memberi kontribusi atas jasa-jasa pelayanan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, tetapi pembayarannya tidak menerima konstraprestasi langsung yang dapat dinikmati, dan setiap pembayaran retribusi menerima kontraprestasi langsung berupa jasa-jasa pembayaran yang telah disediakan atau dibuatuntuk itu. 7 Jenis pelayanan yang membedakan dalam pengenaan pajak dan retribusi adalah tergantung pada tipe pelayanan. Pelayanan suatu barang publik, yakni barangjasa yang memberi keuntungan kepada orang secara kolektif, maka pembebanan pungutannya adalah pajak. Pelayanan suatubarang privat, yakni barangjasa yang memberi keuntungan pada diri sendiri, maka pembebanan pungutannya adalah retribusi. Dengan demikian, secara konseptual dalam konsep pajak daerah terdapat ciri-ciri, yang membedakannya dengan retribusi daerah, yakni: a. pengembalian barangjasa yang tidak langsung dari pihak pemerintah daerah; b. berupa barangjasa yang memberi keuntungan kepada orang secara kolektif; dan c. untuk masyarakat yang lebih luas, atau setidak-tidaknya untuk sektor retribusi yang bersangkutan 6 Tjip Ismail, 2007, Pengaturan Pajak Daerah di Indonesia, Yellow Printing, Jakarta, h. 56. 7 Kesit Bambang Prakosa, 2003, Pajak dan Retribusi Daerah, UII Press, Yogyakarta, h. 35 Fakultas Hukum Universitas Udayana Kajian Akademik Rancangan Peraturan Walikota Denpasar tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor.15 Tahun 2011 tentang Izin Gangguan 9

2. Konsep Retribusi Daerah.

Konsepsi Pengaturan Retribusi Daerah memposisikan pemahaman dan pandangan mengenai materi muatan Peraturan Daerah tentang Retribusi Daerah berikut model kerangka rancangannya di dalam sistem pengaturan tentang retribusi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah UU PDRD, sistem perundang-undangan daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan UU P3 dan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 UU Pemda. Pemosisian itu menjadi penting dalam konteks pembentukan peraturan daerah tentang retribusi daerah, yang bermuara pada isu-isu: [1] apakah semua ketentuan tentang retribusi daerah dalam UU PDRD dimasukan sebagai materi muatan Peraturan Daerah tentang Retribusi Daerah, [2] bagaimanakah pengelompokan materi muatan pengaturan retribusi daerah di dalam kerangka Peraturan Daerah, [3] apakah ketentuan pidana dalam UU PDRD dimasukan sebagai ketentuan pidana dalam Peraturan Daerah tentang Retribusi Daerah. Menempatkan sudut pandang Retribusi Daerah dalam Sistem Pungutan Daerah. Secara umum, pendapatan daerah dapat dibedakan menjadi dua, yakni: 1 Retribusi yang dipungut dengan kompensasi layanan tertentu dan 2 Pajak yangdipungut tanpa kompensasi layanan. Pada retribusi daerah terdapat suatu kontraprestasi langsung Menurut Soedargo juga memberikan konsepsi Pengaturan Retribusi Daerah tegenprestatie atau pengembalian jasa yang langsung Fakultas Hukum Universitas Udayana Kajian Akademik Rancangan Peraturan Walikota Denpasar tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor.15 Tahun 2011 tentang Izin Gangguan 10 dari pihak pemerintah. 8 Secara argumentum a contrario, pada pajak daerah tidak terdapat pengembalian jasa yang langsung dari pihak pemerintah. Unsur pengembalian jasa yang lansung dan yang tidak lansung merupakan pembeda retribusi daerah dan pajak daerah, sebagaimana tampak pada pendapat berikut. Pajak Daerah, di dalamnya harus pula terdapat unsure imbalankontraprestasi sebagaimana halnya retribusi daerah. faktor yang membedakan, pada pajak daerah kontraprestasi tersebut untuk masyarakat yang lebih luas, atau setidak-tidaknya untuk sektor pajak yang bersangkutan, sedangkan pada retribusi daerah kontraprestasinya langsung kepada pembayar retribusi. 9 Artinya, setiap pembayaran pajak memberi kontribusi atas jasa-jasa pelayanan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, tetapi pembayarannya tidak menerima konstraprestasi langsung yang dapat dinikmati, dan setiap pembayaran retribusi menerima kontraprestasi langsung berupa jasa-jasa pembayaran yang telah disediakan atau dibuat untuk itu. 10 Jenis pelayanan yang membedakan dalam pengenaan pajak dan retribusi adalah tergantung pada tipe pelayanan. Pelayanan suatu barang publik, yakni barangjasa yang memberi keuntungan kepada orang secara kolektif, maka pembebanan pungutannya adalah pajak. Pelayanan suatu barang privat, yakni barangjasa yang memberi keuntungan pada diri sendiri, maka pembebanan pungutannya adalah retribusi. 11 Dengan demikian, secara konseptual dalam konsep pajak 8 R. Soedargo, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, N.V. Eresco, Bandung, 1964, h. 29 9 Tjip Ismail, Pengaturan Pajak Daerah di Indonesia, Yellow Printing, Jakarta, 2007, h. 56. 10 Kesit Bambang Prakosa, Pajak dan Retribusi Daerah, UII Press, Yogyakarta, 2003, h.35. 11 Kesit Bambang Prakosa, ibid h 35. Fakultas Hukum Universitas Udayana Kajian Akademik Rancangan Peraturan Walikota Denpasar tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor.15 Tahun 2011 tentang Izin Gangguan 11 daerah terdapat ciriciri, yang membedakannya dengan retribusi daerah, yakni: a. pengembalian barangjasa yang tidak langsung dari pihak pemerintah daerah; b. berupa barangjasa yang memberi keuntungan kepada orang secara kolektif; dan c. untuk masyarakat yang lebih luas, atau setidak-tidaknya untuk sektor pajak yang bersangkutan.

3. Konsep Retribusi Daerah dan Retribusi Izin Gangguan

Pasal 1 angka 62 UU PDRD 2009 menentukan Retribusi daerah adalah Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan danatau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Dalam Pasal 144 ayat 1 dan ayat 2UU PDRD 2009 obyek retribusi izin gangguan adalah : 1 Objek Retribusi Izin Gangguan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 huruf c adalah pemberian izin tempat usahakegiatan kepada orang pribadi atau Badan yang dapat menimbulkan ancaman bahaya, kerugian danatau gangguan, termasuk pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha secara terus- menerus untuk mencegah terjadinya gangguan ketertiban, keselamatan, atau kesehatan umum, memelihara ketertiban lingkungan, dan memenuhi norma keselamatan dan kesehatan kerja. 2 Tidak termasuk objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah tempat usahakegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Fakultas Hukum Universitas Udayana Kajian Akademik Rancangan Peraturan Walikota Denpasar tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor.15 Tahun 2011 tentang Izin Gangguan 12

4. Konsep Peraturan Walikota

Menurut Pasal 1 angka 26 UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Kepala Daerah adalah Peraturan Kepala Daerah yang selanjutnya disebut Perkada adalah peraturan gubernur dan peraturan bupatiwali kota Peraturan Walikota yang dimaksud dalam kajian ini adalah Peraturan Walikota Denpasar , yakni peraturan perundang-undangan yang Walikota berdasarkan adanya pendelegasian kewenagan mengatur. Berdasarkan Pasal 246 UU No 233 Tahun 2014 Perkada adalah 1 Untuk melaksanakan Perda atau atas kuasa peraturan perundang-undangan, kepala daerah menetapkan Perkada. 2 Ketentuan mengenai asas pembentukan dan materi muatan, serta pembentukan Perda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 237 berlaku secara mutatis mutandis terhadap asas pembentukan dan materi muatan, serta pembentukan Perkada. Dengan demikian dalam pengertian Peraturan Walikota Kabupaten Kota terdapat unsur-unsur: 1. Bentuknya berupa peraturan tertulis; 2. Pembentuknya adalah Walikota i; dan 3. Kekuatan mengikat adalah mengikat secara umum. Mengikat secara umum merupakan konsekuensi logis dari karakter norma hukum yang termuat dalam peraturan tertulis tersebut, yakni norma hukum yang umum-abstrak, atau sekurang-kurangnya norma hukum yang umum-konkret. 12 Norma umum-abstrak adalah 12 A. Hamid S. Attamimi, 1990, “Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesiadalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara: Suatu Studi Analisis mengenai KeputusanPresiden yang Berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I – Pelita IV”, DisertasiDoktor, Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, h. 317. Fakultas Hukum Universitas Udayana Kajian Akademik Rancangan Peraturan Walikota Denpasar tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor.15 Tahun 2011 tentang Izin Gangguan 13 norma yang ditujukan kepadaorang tidak tertentu dan objek yang diatur berupa fakta tidak tertentu. Norma umum-konkret adalah norma yang ditujukan kepada orang tidak tertentu dan objek yang diatur berupa fakta tertentu.Berdasarkan pemahaman tersebut, penyusunan konsep awal Perwali tentang Retribusi Izin Gangguan sebagai salah satu keluaran dari kajian akademik ini diarahkan pada karakter norma hukum tersebut di atas.

2.2 Kajian Terhadap AsasPrinsip yang Terkait dengan Penyusunan

Norma Berikutnya, tentang Asas Pembentukan Peraturan Perundang- undangan yang Baik, yang secara teoritik meliputi Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Baik yang bersifat formal dan Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Baik yang bersifat materiil. 13 Asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik yang bersifat formal dituangkan dalam UU pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang secara muatais mutandis belakujuga bagi pembentukan Peraturan Walikota. Asas pembentukan Peraturan Perundang- undangan yang baik”, yang meliputi: a. kejelasan tujuan; b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan; d. dapat dilaksanakan; e. kedayagunaan dan kehasilgunaan; f. kejelasan rumusan; dan 13 Ibid h. 238-309. Fakultas Hukum Universitas Udayana Kajian Akademik Rancangan Peraturan Walikota Denpasar tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor.15 Tahun 2011 tentang Izin Gangguan 14 g. keterbukaan. Asas-asas materiil pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik diatur dalam Pasal 6 ayat 1 dan ayat 2 UU P3 khususnya berkenaan dengan Perda diatur dalam Pasal 138 ayat 1 dan ayat 2 UU Pemda, yakni: materi muatan Peraturan Perundang-undangan mengandung asas: a. pengayoman; b. kemanusiaan; c. kebangsaan; d. kekeluargaan; e. kenusantaraan; f. bhineka tunggal ika; g. keadilan; h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; i. ketertiban dan kepastian hukum; danatau j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Selain asas tersebut, Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan. Mengenai asas-asas materiil yang lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan tertentu dijelaskan dalam Penjelasan UU Pembentukan Peraturan perundang-undangan yang dimaksud dengan asas sesuai dengan bidang hukum masing-masing antara lain: a. dalam Hukum Pidana misalnya asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah; b. dalam Hukum Perdata misalnya dalam hukum perjanjian antara lain asas kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan itikad baik. Fakultas Hukum Universitas Udayana Kajian Akademik Rancangan Peraturan Walikota Denpasar tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor.15 Tahun 2011 tentang Izin Gangguan 15 Relevansi asas-asas formal pembentukan peraturan perundang- undangan yang baik dengan pengaturan retribusi dapat diuraikan sebagai berikut: Pertama, kejelasan tujuan. Pengaturan retribusi bertujuan: 1 memberikan kepastian bagi masyarakat mengenai siapa dan apa yang dikenakan retribusi, dan berapa besaran yang harus dibayar dan bagaimana cara membayarnya; dan 2 memperkuat dasar hukum bagi Pemerintah Daerah melakukan pungutan retribusi, sehingga retribusi dapat menjadi sumber pendapatan asli daerah dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pelayanan kepada masyarakat. Tujuan pemungutan retribusi sebagai sumber pedapatan asli daerah atau menambah kas daerah secara teoritik dapat dibenarkan, dengan analogi pada teori tentang fungsi pajak baca: fungsi pungutan, yang dapat dikelompokkan menjadi 2 dua, yakni fungsi penerimaan bubgetair dan fungsi pengaturan regulerend. Fungsi Penerimaan adalah pungutan sebagai instrumen untuk mengisi kas Negara yang digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Fungsi Pengaturan adalah retribusi digunakan sebagai instrumen untuk mencapai tujuan tertentu. 14 Misalnya retribusi izin mendirikan bangunan IMB dimaksudkan untuk menjamin keselamatan penghuni bangunan dan lingkungannya. Kedua, kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat. Contoh: Pengaturan retribusi dengan Peraturan Daerah dilakukan oleh Walikota 14 Anggito Abimanyu, et.al., Evaluasi Pelaksanaan UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pusat Pengkajian Ekonomi dan Keuangan Badan Pengkajian Ekonomi, Keuangan, dan Kerjasama Internasional Departemen Keuangan RI, Jakarta, 2005, h. 34. Tim Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pedoman Nasional Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan RI, Jakarta, t.t., h. 15-16. Fakultas Hukum Universitas Udayana Kajian Akademik Rancangan Peraturan Walikota Denpasar tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor.15 Tahun 2011 tentang Izin Gangguan 16 Denpasar dengan persetujuan bersama DPRD Kota Denpasar. Rancangan dapat berasal dari Walikota atau dari DPRD. Ketiga, kesesuaian antara jenis dan materi muatan. Pungutan retribusi harus dengan Peraturan Daerah. Adapun materi pokok yang diatur dengan Peraturan Daerah mengacu pada Pasal 156 ayat 3 dan ayat 4 UU PDRD. Keempat, dapat dilaksanakan. Agar asas ini dapat diwujudkan dengan dibentuknya Peraturan Daerah tentang retribusi adalah harus memperhatikan beberapa aspek: 1 filosofis, yakni ada jaminan keadilan dalam pengenaan retribusi; 2 yuridis, adanya jaminan kepastian dalam pengenaan retribusi, termasuk subsansinya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; dan 3 sosiologis, pengaturan retribusi memang dapat memberikan manfaat, baik bagi pemerintah daerah maupun bagi masyarakat, termasuk substansinya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum. Kelima, kedayagunaan dan kehasilgunaan. Asas ini dapat diwujudkan sepanjang pengaturan retribusi memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan benegara. Salah satu indikasi pengaturan retribusi memang benar-benar dibutuhkan adalah adanya wajib retribusi, sebagaimana telah dikemukakan dalam kondisi eksisting di atas. Keenam, kejelasan rumusan. Asas ini dapat terwujud dengan pembentukan Peraturan Daerah tentang retribusi sesuai persyaratan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya. Singkatnya, rumusan aturan Fakultas Hukum Universitas Udayana Kajian Akademik Rancangan Peraturan Walikota Denpasar tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor.15 Tahun 2011 tentang Izin Gangguan 17 hukum dalam Peraturan Daerah tentang retribusi yang menjamin kepastian. Ketujuh, keterbukaan. Proses pembentukan Peraturan Daerah ini harus menjamin partisipasi masyarakat, dalam artian masyarakat dijamin haknya untuk memberikan masukan, baik tertulis maupun lisan, serta kewajiban Pemerintah Daerah untuk menjamin masukan tersebut telah dipertimbangkan relevansinya. Untuk terselenggaranya partisipasi masyarakat itu, maka terlebih dahulu Pemerintah Daerah memberikan informasi tentang proses pembentukan Peraturan Daerah bersangkutan. Secara khusus UU PDRD mengatur kewajiban untuk melakukan sosialisasi Peraturan Daerah untuk jenis Retribusi yang tergolong dalam Retribusi Perizinan Tertentu kepada masyarakat sebelum ditetapkan Pasal 156 ayat 7 UU PDRD. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan mekanisme pelaksanaan penyebarluasan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat 7 diatur dengan Peraturan Kepala Daerah. Relevansi asas-asas materiil pembentukan peraturan perundang- undangan yang baik dengan pengaturan retribusi dapat diuraikan sebagai berikut: Pertama, keadilan. Peraturan Daerah tentang retribusi harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga masyarakat tanpa kecuali. Tuntutan keadilan mempunyai dua arti. Dalam arti formal keadilan menuntut bahwa hukum berlaku umum. Dalam arti materiil dituntut agar hukum sesuai dengan cita-cita keadilan dalam masyarakat. 15 Demikian pula dalam penyusunan norma hukum retribusi adalah dimaksudkan untuk berlaku umum untuk 15 Franz Magnis-Suseno, Etika Politik: Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Moden, Gramedia, Jakarta, 1987,h. 81. Fakultas Hukum Universitas Udayana Kajian Akademik Rancangan Peraturan Walikota Denpasar tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor.15 Tahun 2011 tentang Izin Gangguan 18 setiap wajib retribusi dan dikenakan untuk setiap objek retribusi. Agar mendapatkan rumusan norma hukum retribusi yang sesuai dengan aspirasi keadilan yang berkembang dalam masyarakat, maka harus diadakan konsultasi publik. Kedua, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan. Berdasarkan asas ini materi muatan Peraturan Daerah tentang retribusi tidak berisi ketentuan-ketentuan yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang antara lain agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial. Inti dari kesamaan adalah keadilan, yang menjamin perlakuan yang sama, sesuai hak dan kewajibannya. 16 Ketiga, ketertiban dan kepastian hukum. Agar Peraturan Daerah tentang retribusi dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum. Jaminan kepastian hukum mempunyai dua arti. Pertama, kepastian hukum dalam arti kepastian pelaksanaannya, yakni bahwa hukum yang diundangkan dilaksanakan dengan pasti oleh negara. Kedua, kepastian hukum dalam arti kepastian orientasi, yakni hukum harus sedemikian jelas sehingga masyarakat dan pemerintah serta hakim dapat berpedoman padanya. Masing-masing pihak dapat mengetahui tentang hak dan kewajibannya. 17 Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan kepastian hukum adalah kepastian hukum dalam arti kepastian orientasi. Ini berarti yakni norma hukum retribusi harus sedemikian jelas sehingga masyarakat dan pemerintah serta hakim dapat berpedoman padanya. Terutama masyarakat dapat dengan jelas mengetahui hak dan kewajiban dalam kaitannya dengan retribusi. Termasuk di sini, adalah 16 Tentang inti dari kesamaan tersebut diadaptasi dari Franz Magnis-Suseno, Ibid., h. 116. 17 Tentang dua arti kepastian hukum berdasarkan Franz Magnis-Suseno, Ibid., h. 79-80. Fakultas Hukum Universitas Udayana Kajian Akademik Rancangan Peraturan Walikota Denpasar tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor.15 Tahun 2011 tentang Izin Gangguan 19 norma hukum retribusi dan sanksinya atas pelanggarannya tidak boleh berlaku surut. Keempat, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Dalam konteks penyusunan norma hukum retribusi harus ada keseimbangan beban dan manfaat, atau, kewajiban membayar retribusi dengan hak yang didapatkannya dengan membayar retribusi. Juga harus ada keseimbangan antara sanksi antara aparatur dan wajib retribusi ketika melakukan kelalaian atau pelanggaran. 18 Mengenai asas-asas materiil yang lain, sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat 2 UU P3, dalam pengaturan tentang retribusi berkaitan dengan kriteria umum tentang pungutan daerah, yakni: 1. prinsip memberikan pendapatan yang cukup dan elastik, artinya dapat mudah naik turun mengikuti naikturunnya tingkat pendapatan masyarakat. 2. adil dan merata secara vertikal artinya sesuai dengan tingkatan kelompok masyarakat dan horizontal artinya berlaku sama bagi setiap anggota kelompok masyarakat. 3. administrasi yang fleksibel artinya sederhana, mudah dihitung, pelayanan memuaskan bagi masyarakat terkena pungutan daerah. 4. secara politis dapat diterima oleh masyarakat, sehingga timbul motivasi dan kesadaran pribadi untuk membayar pungutan. 5. non-distorsi terhadap perekonomian, implikasi pungutan yang hanya menimbulkan pengaruh minimal terhadap perekonomian; jangan sampai suatu pungutan menimbulkan beban tambahan 18 Berdasarkan H. Lauddin Marsuni, Hukum dan Kebijakan Perpajakan Di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2006, h. 113. Fakultas Hukum Universitas Udayana Kajian Akademik Rancangan Peraturan Walikota Denpasar tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor.15 Tahun 2011 tentang Izin Gangguan 20 yang berlebihan, sehingga akan menimbulkan kerugian pada masyarakat. 19 Selain itu, berkaitan dengan prinsip yang diperkenalkan oleh Adam Smith sebagai “The Four Maxims” untuk dipertimbangkan dalam merumuskan suatu kebijakan retribusi, antara lain: 1. Prinsip keadilan Equty. Dalam prinsip ini ditekankan pentingnya keseimbangan berdasarkan kemampuan masing-masing subjek retribusi, yakni dalam pemungutan retribusi tidak ada diskriminasi di antara sesama wajib retribusi yang memiliki kemampuan yang sama. 2. Prinsip kepastian Certainty. Dalam prinsip ini ditekankan pentingnya kepastian, baik bagi petugas retribusi maupun semua wajib retribusi dan seluruh masyarakat, antara lain mencakup dasar hukum yang mengaturnya, kepastian mengenai subjek retribusi, kepastian mengenai objek retribusi, dan kepastian mengenai tata cara pemungutannya. 3. Prinsip efisiensi Efficiency. Dalam prinsip ini ditekankan pentingnya efisiensi pemungutan retribusi, artinya biaya yang dikeluarkan dalam melaksanakan pemungutan tidak boleh lebih besar dari jumlah retribusi yang dipungut. 20

2.3 Relevansinya dengan Pengaturan Retribusi Izin Gangguan

Pengaturan retrubusi izin gangguan mendasarkan pada tiga landasan keabsahan, yakni filofofis, yuridis, dan sosiologis, 19 Anggito Abimanyu, et.al., Op. Cit., h. 32. Tjip Ismail, “Optimalisasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah”, dalam Orpha Jane, et.al., eds., Prosiding Workshop Internasional Implementasi Desentralisasi Fiskal sebagai Upaya Memberdayakan Daerah dalam Membiayai Pembangunan Daerah, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, 2002, h. 115-143. Tjip Ismail, Pengaturan Pajak Daerah Di Indonesia, Edisi Kedua, Yellow Printing, Jakarta, 2007 ,h. 197-202. 20 Tim Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, t.t.,h. 13-14. Fakultas Hukum Universitas Udayana Kajian Akademik Rancangan Peraturan Walikota Denpasar tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor.15 Tahun 2011 tentang Izin Gangguan 21 sebagaimana diamanatkan UU P3. Pertama, Landasan Filosofis. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bertujuan untuk memberikan pengayoman dan memajukan kesejahteraan masyarakat dalam rangka mewujudkan tata kehidupan bangsa yang aman, tertib, sejahtera, dan berkeadilan. Sejalan dengan itu, dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik dibagi atas daerah- daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah. Masing-masing pemerintahan daerah itumengatur dan mengurus sendiri pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Otonomi dimaksud adalah otonomi seluas-luasnya. Ketentuan konstitusional tersebut dilaksanakan dengan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Berlakunya Undang-Undang ini, maka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya, disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara. Retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah. Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah, perlu dilakukan perluasan retribusi daerah dan pemberian diskresi dalam penetapan tariff. Kebijakan pajak daerah dan retribusi daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip demokrasi, Fakultas Hukum Universitas Udayana Kajian Akademik Rancangan Peraturan Walikota Denpasar tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor.15 Tahun 2011 tentang Izin Gangguan 22 pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat, dan akuntabilitas dengan memperhatikan potensi daerah. 21 Berdasarkan uraian tersebut dapat ditegaskan, landasan filosofis pengaturan retribusi izin gangguan merupakan sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, sehingga perlu pengaturan retribusi daerah berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran sertamasyarakat, dan akuntabilitas dengan memperhatikan potensi daerah. Jadi, Pemerintahan Kota Denpasar membuat Peraturan Daerah tentang retribusi izin gangguan, berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, peranserta masyarakat, dan akuntabilitas. Adapun tujuan pembentukan Peraturan Daerah ini adalah sebagai landasan hukum pemungutan retribusi izin gangguan, yang merupakan salah satu sumber pendapatan Kota Denpasar yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan pemerintahan daerah dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di Kota Denpasar. Didasarkan pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Konsideran “Menimbang” Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD. Kedua, Landasan Yuridis. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni Pasal 18 ayat 1, ayat 2, dan ayat 5, penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan 21 Didasarkan pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Konsideran “Menimbang” Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Fakultas Hukum Universitas Udayana Kajian Akademik Rancangan Peraturan Walikota Denpasar tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor.15 Tahun 2011 tentang Izin Gangguan 23 mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Penyelenggaran Pemerintahan Daerah selanjutnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Undang-Undang ini, yakni Pasal 158 ayat 1, ditentukan Pajak Daerah ditetapkan dengan Undang- Undang yang pelaksanaannya di daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah. Pengaturan perpajakan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdapat dalam Pasal 23A, yang menegaskan Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Ketentuan-ketentuan konstitusional tersebut menegaskan, bahwa pemungutan Daerah harus didasarkan pada Undang-Undang. Selama ini pungutan daerah yang berupa Retribusi diatur dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000,yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jenis Retribusi kabupatenkota yang diatur dalam Pasal 108 Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 terdiri atas: Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha dan Perizinan Tertentu dalam Pasal 156 ayat 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Fakultas Hukum Universitas Udayana Kajian Akademik Rancangan Peraturan Walikota Denpasar tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor.15 Tahun 2011 tentang Izin Gangguan 24

2.4 Kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi yang ada,

serta permasalahan yang dihadapi masyarakat Dalam praktik penyelenggaran perizinan terkait dengan izin gangguan merupakan salah satu bentuk pelayanan publik yang merupakan komitmen pelayanan yang dimulai dari bentuk pengaturan antara lain : Objek, Subjek, dan Golongan Retribusi. Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa, Prinsip dalam Penetapan Stuktur dan Besarnya Tarif Retribusi, Struktur dan Besarnya Tarif Retibusi, Wilayah Pemungutan, Penentuan Pembayaran, Tempat Pembayaran, dan Penundaan Pembayaran, Sanksi Administratif, Penagihan, Penghapusan Piutang Retribusi yang Kedaluwarsa. Penerapan terkait dengan izin ganguan ini merupakan salah satu cara untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.

2.5 Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru yang akan

diatur dalam Peraturan Daerah terhadap aspek kehidupan masyarakat dan dampaknya terhadap aspek beban keuangan daerah Pembentukan Rancangan Peraturan Walikota tentang Izin Gangguan merupakan sarana untuk menjaga agar terlaksananya : a. terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan izin gangguan ; b. terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik mengatur mengenai izin gangguan; dan c. terwujudnya penyelenggaran izin gangguan merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk menghubungkan kemampuan pelayanan dan bentuk bentuk kewajiban dari pemegang izin gangguan Fakultas Hukum Universitas Udayana Kajian Akademik Rancangan Peraturan Walikota Denpasar tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor.15 Tahun 2011 tentang Izin Gangguan 25 Pembentukan Peraturan Walikota Kota Denpasar tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Izin Gangguan membawa implikasi pada aspek keuangan daerah, sehingga sangat diperlukan adanya pengaturan sebagai dasar izin gangguan. Fakultas Hukum Universitas Udayana Kajian Akademik Rancangan Peraturan Walikota Denpasar tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor.15 Tahun 2011 tentang Izin Gangguan 26

BAB III EVALUASI DAN ANALISIS