HELM/ USAID Bekali Kepemimpinan Perempuan di Perguruan Tinggi
Universitas Muhammadiyah Malang
Arsip Berita
www.umm.ac.id
HELM/ USAID Bekali Kepemimpinan Perempuan di Perguruan Tinggi
Tanggal: 2013-03-27
Wakil Direktur DPPM Dr Vina Salviana, MSi, Ketua LP3A, Dra. Nurul Asfiah, MM dan PR III Dr Diah Karmiyati, Psi
Kepemimpinan perempuan di perguruan tinggi menjadi topik menarik bagi tiga dosen
perempuan dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Mereka adalah Pembantu
Rektor III Dr Diah Karmiyati, Psi, Wakil Direktur DPPM Dr Vina Salviana, MSi dan Ketua
Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LP3A), Dra. Nurul
Asfiah, MM.
Usai mengikuti lokakarya tentang kepemimpinan perempuan di perguruan tinggi,
pertengahan bulan lalu di Surabaya, tiga dosen itu mengaku semakin yakin dengan
pengembangan universitas yang memiliki sense of gender yang baik. “Di UMM,
kepemimpinan perempuan sudah cukup memperoleh peluang yang sangat baik. Terbukti
pada tingkat PR, Dekan, Pembantu Dekan, Kaprodi, ketua lembaga, banyak yang
dipegang perempuan dan berhasil,” ungkap Vina di kantornya, Rabu (27/3).
Lokakarya yang diselenggarakan Higher Education and Leadership Management
(HELM) dibiayai Badan Bantuan Pembangunan Internasional (United States Agency for
International Development/ USAID) diselenggarakan di Surabaya, 21-22 Februari lalu.
Persertanya merupakan perwakilan dari 13 PTN dan 1 PTS wilayah Indonesia Timur.
“UMM adalah satu-satunya perwakilan dari swasta yang dipercaya,” kata Vina.
Secara rinci, peserta terdiri dari 36 orang. Selain tiga perwakilan dari UMM peserta
lain berasal antara lain dari Universitas Airlangga, Universitas Hasanuddin, Universitas
Negeri Makassar, Universitas Cendrawasih, Universitas Negeri Papua, Universitas
Pattimura, Universitas Tadulako, Universitas Haluleo, Universitas Tanjung Pura,
Universitas Mulawarman, Universitas Negeri Samarinda, Universitas Negeri Malang dan
Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Lebih lanjut, Vina menjelaskan lokakarya ini merupakan bagian dari program
HELM. Dalam lokakarya tersebut dibahas mengenai minimnya kepemimpinan perempuan
baik di PTN maupun PTS yang ada di Indonesia.
Menurut data dari 92 PTN dan 3.124 PTS hanya terdapat 2 orang perempuan
saja yang menjadi rektor di PTN. Data lain mengenai persentase perempuan pada
jabatan fungsional, Lektor 38%, Lektor Kepala 31%, dan Guru Besar 20%.
HELM merasa tergerak untuk membahas lebih serius dan terprogram mengenai
fenomena minimnya kepemimpinan perempuan di Perguruan Tinggi, oleh karena itu
tujuan dari Lokakarya ini adalah memberikan perspektif dan berbagi tentang berbagai
hal.
Pertama, faktor-faktor di sekitar perempuan yang memberikan tantangan dan
peluang dalam mengambil peran kepemimpinan. Kedua, merencanakan pengembangan
pribadi dan profesional. Dan, ketiga, mengembangkan kelompok perempuan aktif untuk
page 1 / 2
Universitas Muhammadiyah Malang
Arsip Berita
www.umm.ac.id
menyebarkan semangat positif dalam mengambil peran kepemimpinan.
PR III yang ikut bagian dalam lokakarya itu menyatakan lokakarya menghasilkan
kesimpulan bahwa dalam pengambilan keputusan, perempuan lebih cenderung untuk
menggunakan gaya demokratis, partisipatif daripada laki-laki. Perempuan dinilai sebagai
lebih interpersonal, bisa mendengarkan sebagai keterampilan yang membuat orang lain
merasa nyaman dan penting.
“Perempuan memiliki pandangan pada kesetaraan. Perempuan dapat menjadi
lebih kooperatif dan mendukung, tidak suka menonjolkan diri dan kompetitif. Tidak suka
berkonflik, relatif sabar, telaten, teliti, kolegial,” urai Diah membaca hasil lokakarya itu.
Namun demikian, diakui masih ada hambatan dalam kepemimpinan perempuan.
Yakni, glass ceiling, adanya pembatasan dalam promosi akademik bagi perempuan, chilly
climate dalam proses akademik perempuan merasakan ketidaknyamanan dalam
lingkungan akademiknya, leaking pipeline atau representasi perempuan menurun dalam
beberapa bidang kehidupan akademik.
Vina menambahkan, untuk mengatasi hambatan itu diperlukan upaya bersama.
“Kita akan memanfaatkan momentum Hari Kartini 21 April nanti untuk melakukan refleksi
mengenang sosok pejuang emansipasi perempuan lewat pendidikan. Perjuangan R.A.
Kartini tentu tidak sekedar meningkatkan derajat melalui pendidikan saja tetapi masih
dapat diteruskan pada kepemimpinan perempuan di dunia pendidikan,” tambah Vina.
page 2 / 2
Arsip Berita
www.umm.ac.id
HELM/ USAID Bekali Kepemimpinan Perempuan di Perguruan Tinggi
Tanggal: 2013-03-27
Wakil Direktur DPPM Dr Vina Salviana, MSi, Ketua LP3A, Dra. Nurul Asfiah, MM dan PR III Dr Diah Karmiyati, Psi
Kepemimpinan perempuan di perguruan tinggi menjadi topik menarik bagi tiga dosen
perempuan dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Mereka adalah Pembantu
Rektor III Dr Diah Karmiyati, Psi, Wakil Direktur DPPM Dr Vina Salviana, MSi dan Ketua
Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LP3A), Dra. Nurul
Asfiah, MM.
Usai mengikuti lokakarya tentang kepemimpinan perempuan di perguruan tinggi,
pertengahan bulan lalu di Surabaya, tiga dosen itu mengaku semakin yakin dengan
pengembangan universitas yang memiliki sense of gender yang baik. “Di UMM,
kepemimpinan perempuan sudah cukup memperoleh peluang yang sangat baik. Terbukti
pada tingkat PR, Dekan, Pembantu Dekan, Kaprodi, ketua lembaga, banyak yang
dipegang perempuan dan berhasil,” ungkap Vina di kantornya, Rabu (27/3).
Lokakarya yang diselenggarakan Higher Education and Leadership Management
(HELM) dibiayai Badan Bantuan Pembangunan Internasional (United States Agency for
International Development/ USAID) diselenggarakan di Surabaya, 21-22 Februari lalu.
Persertanya merupakan perwakilan dari 13 PTN dan 1 PTS wilayah Indonesia Timur.
“UMM adalah satu-satunya perwakilan dari swasta yang dipercaya,” kata Vina.
Secara rinci, peserta terdiri dari 36 orang. Selain tiga perwakilan dari UMM peserta
lain berasal antara lain dari Universitas Airlangga, Universitas Hasanuddin, Universitas
Negeri Makassar, Universitas Cendrawasih, Universitas Negeri Papua, Universitas
Pattimura, Universitas Tadulako, Universitas Haluleo, Universitas Tanjung Pura,
Universitas Mulawarman, Universitas Negeri Samarinda, Universitas Negeri Malang dan
Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Lebih lanjut, Vina menjelaskan lokakarya ini merupakan bagian dari program
HELM. Dalam lokakarya tersebut dibahas mengenai minimnya kepemimpinan perempuan
baik di PTN maupun PTS yang ada di Indonesia.
Menurut data dari 92 PTN dan 3.124 PTS hanya terdapat 2 orang perempuan
saja yang menjadi rektor di PTN. Data lain mengenai persentase perempuan pada
jabatan fungsional, Lektor 38%, Lektor Kepala 31%, dan Guru Besar 20%.
HELM merasa tergerak untuk membahas lebih serius dan terprogram mengenai
fenomena minimnya kepemimpinan perempuan di Perguruan Tinggi, oleh karena itu
tujuan dari Lokakarya ini adalah memberikan perspektif dan berbagi tentang berbagai
hal.
Pertama, faktor-faktor di sekitar perempuan yang memberikan tantangan dan
peluang dalam mengambil peran kepemimpinan. Kedua, merencanakan pengembangan
pribadi dan profesional. Dan, ketiga, mengembangkan kelompok perempuan aktif untuk
page 1 / 2
Universitas Muhammadiyah Malang
Arsip Berita
www.umm.ac.id
menyebarkan semangat positif dalam mengambil peran kepemimpinan.
PR III yang ikut bagian dalam lokakarya itu menyatakan lokakarya menghasilkan
kesimpulan bahwa dalam pengambilan keputusan, perempuan lebih cenderung untuk
menggunakan gaya demokratis, partisipatif daripada laki-laki. Perempuan dinilai sebagai
lebih interpersonal, bisa mendengarkan sebagai keterampilan yang membuat orang lain
merasa nyaman dan penting.
“Perempuan memiliki pandangan pada kesetaraan. Perempuan dapat menjadi
lebih kooperatif dan mendukung, tidak suka menonjolkan diri dan kompetitif. Tidak suka
berkonflik, relatif sabar, telaten, teliti, kolegial,” urai Diah membaca hasil lokakarya itu.
Namun demikian, diakui masih ada hambatan dalam kepemimpinan perempuan.
Yakni, glass ceiling, adanya pembatasan dalam promosi akademik bagi perempuan, chilly
climate dalam proses akademik perempuan merasakan ketidaknyamanan dalam
lingkungan akademiknya, leaking pipeline atau representasi perempuan menurun dalam
beberapa bidang kehidupan akademik.
Vina menambahkan, untuk mengatasi hambatan itu diperlukan upaya bersama.
“Kita akan memanfaatkan momentum Hari Kartini 21 April nanti untuk melakukan refleksi
mengenang sosok pejuang emansipasi perempuan lewat pendidikan. Perjuangan R.A.
Kartini tentu tidak sekedar meningkatkan derajat melalui pendidikan saja tetapi masih
dapat diteruskan pada kepemimpinan perempuan di dunia pendidikan,” tambah Vina.
page 2 / 2