HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PENERIMAAN DIRI TERHADAP PENSIUN

i

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN
PENERIMAAN DIRI TERHADAP PENSIUN

NASKAH PUBLIKASI

Oleh:
Ayu Azkhari
201210230311066

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
TAHUN 2016

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN
PENERIMAAN DIRI TERHADAP PENSIUN

SKRIPSI

Oleh:

Ayu Azkhari
201210230311066

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
TAHUN 2016

i

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN
PENERIMAAN DIRI TERHADAP PENSIUN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai salah satu persyaratan
untuk memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Oleh:
Ayu Azkhari
201210230311066


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016

ii

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Skripsi
terhadap pensiun
2. Nama Peneliti
3. NIM
4. Fakultas
5. Perguruan Tinggi
6. Waktu Penelitian

: Hubungan antara kecerdasan emosi dengan penerimaan diri
: Ayu Azkhari
: 201210230311066

: Psikologi
: Universitas Muhammadiyah Malang
: 1 Maret – 14 Maret 2016

Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji pada tanggal 4 Mei 2016
Dewan Penguji
Ketua Penguji
: Dr. Iswinarti, M.si
Anggota Penguji : 1. Diana Savitri Hidayati, M.Psi
2. Yudi Sudarsono, M.Si
3. Zainul Anwar, M.Psi

(
(
(
(

)
)
)

)

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Iswinarti, M.Si

Diana Savitri Hidayati, M.Psi

Malang,
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

Tri Dayakisni, Dra., M.Si

iii

SURAT PERNYATAAN


Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama

: Ayu Azkhari

NIM

: 201210230311066

Jurusan/Fakultas

: Psikologi/Psikologi

Perguruan Tinggi

: Universitas Muhammadiyah Malang

Menyatakan bahwa skripsi/karya ilmiah yang berjudul :
Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dengan Penerimaan Diri Terhadap Pensiun.
1. Bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam bentuk kutipan

yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya.
2. Hasil tulisan karya ilmiah / skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan hak
bebas royalti non ekslusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini
tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Mengetahui,

Malang, 04 Mei 2016

Ketua Program Studi

Yang Menyatakan

Yuni Nurhamida, S.Psi., M. Si.

Ayu Azkhari

iv


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan Rahmat, Nikmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis diberi banyak kemudahan
untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Hubungan Antara Kecerdasan
Emosi dengan Penerimaan Diri Terhadap Pensiun” yang merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan serta
bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati
penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dra. Tri Dayakisni, M.Si., selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah
Malang.
2. Dr. Iswinarti, M.Si., selaku Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu dan
pikiran untuk membimbing dan memotivasi penulis dalam penyusuan skripsi.
dengan penuh kesabaran, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
3. Diana Savitiri Hidayati M.Psi., selaku Pembimbing II sekaligus dosen wali penulis yang
telah mendukung dan memberi pengarahan dengan sabar sejak awal perkuliahan hingga
selesainya skripsi ini.
4. Yuni Nurhamida, S.Psi., M.Psi., selaku ketua program Psikologi Universitas

Muhammadiyah Malang yang telah memberikan berbagai kemudahan kepada penulis
dalam penyusunan skripsi ini.
5. Bapak-bapak dan ibu-ibu pensiunan Kota Malang yang telah menjadi responden dalam
penelitian ini, yang dengan senang hati meluangkan waktunya untuk mengisi kuosiner
penelitian saya.
6. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen di Fakultas Psikologi UMM yang selama ini telah
membekali penulis dengan pengetahuan dan ilmu yang bermanfaat, terimakasih atas
bimbingannya selama ini.
7. Ayahanda Abdul Muis dan Ibunda Hadija yang senantiasa memberikan kasih sayangnya
dan memberi dukungan serta mendo’akan kesuksesan anaknya. Hal ini merupakan
motivasi terbesar penulis dalam menjalankan perkuliahan hingga proses skripsi ini
selesai.
8. Saudaraku tercinta Roby Azhari dan Muhammad Azhari yang telah memberikan nasihat
serta motivasi dalam meyelesaikan studi ini.
9. Teman-teman Fakultas Psikologi khususnya kelas Psikologi A angkatan 2012 yang selalu
memberikan semangat dan juga bantuan dalam proses penyelesaian skripsi.
10. Sahabat-sahabatku Kak Santi, Defi, Manda, Syifa, Ika, Satria, Alim, Dik Lady dan Dik
Evi yang telah memberikan motivasi serta bantuan dalam proses turun lapang.
11. Keluarga besar Co. Trainer P2KK 2015-2016 yang menyemangati penulis untuk segera
menyelasaikan skripsi ini.

12. Keluarga besar LSO-K LISFA Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang
yang senantiasa memberikan do’a dan dukungan yang memotivasi penulis.
v

13. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu,
Semoga jasa dan amal baik yang telah Bapak, Ibu dan Teman-teman berikan mendapatkan
imbalan yang setimpal dari Allah SWT, Aamiin.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat
penulis harapkan guna menyempurnakan skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga karya ini bisa bermanfaat bagi kita semua, Aamiin.

Malang, 04 Mei 2016
Penulis

Ayu Azkhari

vi


DAFTAR ISI
Halaman Sampul Depan ................................................................................................. i
Halaman Sampul Dalam ................................................................................................. ii
Halaman Judul ................................................................................................................ iii
Halaman Pengesahan ....................................................................................................... iv
Surat Pernyataan .............................................................................................................. v
Kata Pengantar ................................................................................................................ vi
Daftar Isi ........................................................................................................................ viii
Daftar Tabel .................................................................................................................... ix
Daftar Gambar ................................................................................................................. x
Daftar Lampiran ............................................................................................................. xi
Judul Skripsi ................................................................................................................... 1
Abstrak ........................................................................................................................... 1
Pendahuluan ................................................................................................................... 2
Landasan Teori ................................................................................................................ 5
Hipotesa Penelitian .......................................................................................................... 9
Metode Penelitian ........................................................................................................... 9
Hasil Penelitian .............................................................................................................. 11
Diskusi ........................................................................................................................... 12
Simpulan dan Implikasi .................................................................................................. 15

Referensi ........................................................................................................................ 15
Lampiran ......................................................................................................................... 18

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian ......................................................................... 11
Tabel 2. Uji Normalitas ................................................................................................... 11
Tabel 3. Uji T-Score Skala Kecerdasan Emosi ................................................................. 12
Tabel 4. Uji T-Score Skala Penerimaan Diri .................................................................... 12
Tabel 5. Uji korelasi Product Moment. ............................................................................ 12

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka berfikir penelitian ........................................................................... 9

ix

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. (Skala Try Out Penelitian) ......................................................................

18

Lampiran 2. (Blue Print Skala Try Out Penelitian) ......................................................

26

Lampiran 3. (Skala Turun Lapang Penelitian) .............................................................

29

Lampiran 4. (Input Hasil Penelitian) ...........................................................................

35

Lampiran 5. (Output Analisis Data) ............................................................................

42

Lampiran 6. (Data Kasar) ...........................................................................................

45

x

1

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN
PENERIMAAN DIRI TERHADAP PENSIUN
Ayu Azkhari
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang
Ayuap26@gmail.com

Penerimaan diri terhadap pensiun dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang
memiliki penghargaan yang tinggi pada dirinya sendiri dimasa pensiun. Individu akan
dikatakan memiliki penerimaan diri yang baik ketika mereka dapat memahami dan menerima
segala kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya, terlebih usia pensiun masuk dalam
kategori madya lanjut. Penerimaan diri yang baik dimasa pensiun akan terbentuk apabila
didukung oleh salah satu faktor yaitu kecerdasan emosi, karena hal-hal yang dapat
mempengaruhi seseorang dalam menerima masa pensiun sebenarnya adalah kecerdasan
emosional para pensiun itu sendiri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan antara kecerdasan emosi dengan penerimaan diri terhadap pensiun. Penelitian ini
adalah penelitian kuantitatif dengan subjek penelitian sebanyak 161 pensiun PNS di Kota
Malang. Metode pengumpulan data menggunakan dua skala yaitu skala Kecerdasan Emosi
dan skala Penerimaan diri terhadap pensiun yang dianalisis melalui korelasi product moment.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan
emosi dengan penerimaan diri terhadap pensiun dengan nilai korelasi r = 0.689; p = 0.000 <
0.05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosi dapat memberikan
kontribusi pada penerimaan diri terhadap pensiun.
Kata Kunci: Kecerdasan emosi, Penerimaan diri terhadap Pensiun
Self-acceptance of pensions can be defined as a situation where a person has a high reward
in itself future retirement. Individuals can be said have to a good self-acceptance when they
can understand and accept all their advantage and disadvantage, especially the retirement
age into the category of middle-up. A good self-acceptance in future pensions will be formed
if it is supported by one of the factors that emotional intelligence, because the things that can
affect receiving retirement is actually the emotional intelligence of the pensions itself. The
purpose of this research is to determine the relations between emotional intelligence and selfacceptance toward retirement. This research is quantitative research with research subject as
many as 161 pensions’ civil servants (PNS) in Malang. Methods of data collection using two
scales that are emotional intelligence scale and self-acceptance scale were analyzed through
product moment correlation. The result showed a significant positive relationship between
emotional intelligence and self-acceptance towards retirement with a value of correlation r =
0689; p = 0.000> 0.05. Thus, it can be concluded that emotional intelligence can contribute
to the acceptance of the pension.
Keywords: emotional intelligence, self-acceptance of pensions

2

Seseorang yang bekerja dan sudah memasuki usia tua maka akan tiba saatnya berhenti bekerja
dan menikmati hasil kerja yang diperolehnya selama ini, sehingga pada masa ini biasanya
disebut dengan masa pensiun. Pensiun merupakan sebuah masa yang tidak dapat dihindari
bagi seseorang pekerja, terlebih seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Bagaimana pun juga
pada masa ini pasti akan dihadapi oleh para PNS yang telah memasuki batasan usia tertentu,
dimana para pekerja tersebut selanjutnya harus berhenti dari pekerjaannya selama ini. Pada
masa ini merupakan sebuah masa transisi yang menempatkan seseorang sampai pada status
yang baru dalam masyarakat atau tahapan yang baru di dalam hidupnya.
Usia pensiun masuk dalam kategori madya lanjut. Pada tahap ini sebenarnya seseorang masih
cukup produktif namun kenyataannya mereka harus tetap memasuki masa pensiun. Masa
pensiun terkadang membuat individu berat menjalaninya, dengan berbagai asumsi seperti
merasa kehilangan identitas diri ataupun status. Mereka yang berada di masa pensiun akan
memunculkan reaksi-reaksi yang berbeda yaitu mereka yang dapat menerima kepensiunannya
dan individu yang tidak siap dan menjadi terpuruk dengan kepensiunannya. Fenomena
semacam ini sesuai dengan pendapat Rini (2001) bahwa pensiun seringkali dianggap sebagai
kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah
merasa cemas karena tidak tahu kehidupan yang seperti apa yang akan dihadapinya kelak.
Idealnya masa pensiun tidak perlu ditanggapi dengan kecemasan, artinya seseorang akan lebih
merasa banyak sisi positif yang bisa di ambil ketika masa pensiun tiba.
Penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2011) yaitu mengenai fenomena yang menjelaskan
tentang hal yang terjadi di masa pensiun yaitu pensiunan PNS di Yogyakarta merasa tidak
berguna lagi, aktivitas kesehariannya hanya luntang-lantung. Banyak kasus yang
menyebutkan bahwa pensiunan langsung jatuh sakit karena kaget dengan fase baru yang harus
mereka hadapi, yaitu kehidupan setelah pensiun. Sebelum masa pensiun terjadi, dalam
kesehariannya mereka memiliki aktivitas dengan jadwal kerja yang padat dan dihormati
bawahan. Namun, begitu masuk masa pensiun, tiba-tiba terlepas dari rutinitas kesibukan
mereka. Ini berarti bahwa individu yang berada pada masa pensiun secara tidak langsung
megalami perubahan pola hidup, yaitu dimana dulunya bekerja menjadi tidak bekerja.
Sehingga orang-orang yang berada pada masa pensiun diharapkan mampu menyesuaikan diri
terhadap berbagai perubahan kondisi dan memiliki kemauan untuk hidup dengan keadaan
tersebut (Pannes dalam Hurlock, 1973)
Menurut Jhonson (1993) penerimaan diri dipandang sebagai suatu keadaan dimana seseorang
memiliki penghargaan yang tinggi pada dirinya sendiri. Penerimaan diri terjadi hampir di
semua aspek kehidupan seseorang. Setiap individu pasti akan menghadapi masa transisi
dalam hidupnya, salah satunya adalah masa transisi dari kerja menuju pensiun. Masa transisi
dapat dilewati dengan sukses apabila individu memiliki penerimaan diri yang baik di masa
pensiun. Individu dengan persiapan yang baik cenderung memiliki penerimaan diri yang baik
pula. Sedangkan individu yang kurang memiliki persiapan yang baik maka penerimaan
dirinya juga menjadi kurang baik. Hal ini didukung oleh pendapat Burns (1993) bahwa
apabila seseorang memiliki konsep diri yang positif maka ia akan memiliki penerimaan diri
yang positif, dan apabila ia memiliki konsep diri yang negatif maka ia tidak akan memiliki
penerimaan atas dirinya.Individu akan dikatakan memiliki penerimaan diri yang baik ketika
mereka dapat memahami dan menerima segala kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya.
Pada kenyataannya, meskipun memasuki masa pensiun adalah sebuah fenomena yang lazim
dan sering dijumpai, namun tidak semua individu secara langsung menerima kehadiran masa
pensiunnya dengan mudah. Sikap seseorang terhadap masa pensiun akan mempengaruhi
kesiapan atau ketidaksiapannya dalam menghadapi masa pensiun. Pada penelitian yang

3

dilakukan tahun 1986 oleh Braithwaite dkk (dalam Hoyer, 2003) yaitu mengenai perbedaan
gaya penyesuaian diri terhadap pensiun. Penelitian tersebut berfokus pada orang-orang yang
tidak dapat menerima pemberhentian dengan masa pensiun mereka dan berlanjut memiliki
problem coping. Bagi mereka yang memiliki penyesuaian yang buruk terhadap masa pensiun
biasanya menunjukkan kesehatan yang buruk, sikap yang negatif terhadap pensiun, memiliki
kesulitan melakukan transisi dan penyesuaian sepanjang rentang kehidupan dan
ketidakmampuan untuk melawan perasaan kehilangan pekerjaan, sehingga dengan kata lain
individu tersebut tidak dapat melakukan penerimaan diri.
Merujuk pada penjelasan tersebut, maka penerimaan diri menghadapi pensiun dapat
disimpulkan bahwa individu menerima diri dan mau menjalani pola hidup baru yang dialami
di masa pensiunnya serta mengembangkan kemampuan diri baik dari segi produktifitas dan
kreatifitas yang dimiliki, sehingga mampu memunculkan usaha-usaha dalam pencapaian
kebutuhan hidup dan menghasilkan sesuatu yang dapat membanggakan di masa pensiun. Hal
ini sejalan dengan pendapat Pannes (dalam Hurlock, 1973) yang mengartikan penerimaan diri
sebagai suatu tingkatan kesadaran individu tentang karakteristik pribadinya dan adanya
kemauan untuk hidup dengan keadaan tersebut. Individu yang melakukan penerimaan diri di
masa pensiunnya akan merasa bahwa karakteristik tertentu yang dimilikinya adalah bagian
diri yang tidak terpisahkan, yang selanjutnya dihayati dan disyukuri sebagai anugerah. Segala
apa yang ada pada dirinya dirasakan sebagai sesuatu yang menyenangkan, sehingga individu
tersebut memiliki keinginan untuk terus dapat menikmati kehidupan di masa pensiunnya.
Terdapat dua kemungkinan yang akan terjadi di masa pensiun yaitu individu dapat menerima
status kepensiunannya ataupun tidak menerima status kepensiunannya. Individu pensiun akan
lebih merasa banyak sisi positif yang bisa diambil apabila menggunakan potensinya dengan
aktivitas-aktivitas yang bermanfaat, sehingga secara tidak langsung individu dapat melakukan
penerimaan diri yang baik terhadap status kepensiunannya. Menurut Back (dalam Admin,
2007) faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam menerima masa pensiun dalah
masalah emosional para pekerja terhadap pensiun itu sendiri. Sehingga dari uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa kondisi emosional yang memiliki asumsi bahwa masa pensiun
hanya merupakan masa transisi dari kehidupan bekerja menjadi kehidupan tidak bekerja,
maka akan membuat individu yang memasuki masa pensiun merasa tidak terlalu terbebani
dengan keadaan tersebut.
Pentingnya proses penerimaan diri pada masa pensiun dikemukakan oleh oleh Hawari (2004)
yang menyatakan bahwa kehilangan pekerjaan (PHK atau pensiun) yang berakibat pada
pengangguran akan berdampak pada gangguan kesehatan bahkan bisa sampai pada kematian.
Berdasarkan hasil penelitian Brenner pada tahun 1979 yang dikutip oleh Hawari (2004)
terbukti untuk setiap 1% kenaikan pengangguran di Amerika Serikat tercatat 44% mengalami
stress dan menunjukkan perubahan perilaku emosi. Sehingga fenomena semacam ini
seharusnya menjadikan orang-orang yang berada pada masa pensiun harus cerdas dalam
mengelola keadaan emosinya, menerima masa pensiun dengan lapang dada serta melakukan
persiapan-persiapan yang bermanfaat agar nantinya akan lebih siap untuk menyambut masa
pensiun.
Menurut Back (dalam Admin, 2007) salah satu hal yang dapat mempengaruhi seseorang
dalam menerima masa pensiun sebenarnya adalah masalah emosional para pekerja terhadap
pensiun itu sendiri. Apabila pensiun semakin dianggap sebagai perubahan ke status baru,
maka pensiun akan semakin tidak dianggap sebagai membuang status yang berharga dengan
demikian akan terjadi transisi yang lebih baik. Memasuki masa transisi ini seseorang sudah
menyusun rencana-rencana yang harus dilakukan setelah tiba masa pensiun. Artinya

4

seseorang akan lebih merasa banyak sisi positif yang bisa di ambil ketika masa pensiun tiba
guna memperoleh suatu kebahagiaan di masa lanjut usia ini, karena komponen kebahagiaan
bagi individu lanjut usia adalah penerimaan diri (Hurlock, 1959).
Individu yang memiliki kecerdasan emosi di masa pensiun maka akan membuat mereka
mampu mengatasi hal-hal yang terjadi di masa tersebut karena memiliki kemampuan
pengendalian dirinya atas keadaan-keadaan di masa pensiun. Hal ini didukung oleh pendapat
Bar-on (dalam Stein & Book, 2002) bahwa kecerdasan emosi dapat mempengaruhi
kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan,
namun orang-orang yang dikuasai dorongan hati yang kurang memiliki kendali diri maka
akan kurang mampu dalam hal pengendalian moral (Hurlock, 1994).
Menurut Goleman (2006) individu yang mempunyai kecerdasan emosi tinggi akan lebih kritis
dan rasional dalam menghadapi berbagai macam masalah, sehingga individu yang memasuki
masa pensiun yang memperoleh skor tinggi dalam kecerdasan emosionalnya maka akan lebih
mampu membantu mereka untuk beradaptasi dengan tuntunan hidup, karena dengan
keterampilan emosi yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan bahagia dan
berhasil dalam melakukan penerimaan diri menjalani kehidupan pensiun. Dapat dikatakan
bahwa individu dengan kecerdasan emosi mampu menyikapi secara positif perubahanperubahan yang terjadi berkaitan dengan masa pensiunnya, namun sebaliknya apabila
individu tidak dapat mengendalikan kehidupan emosinya maka akan mengalami pertarungan
batin yang merampas kemampuan mereka untuk berkonsentrasi pada pekerjaan ataupun untuk
memiliki pikiran yang jernih (Admin, 2007).
Menurut Schneiders (1955) individu yang memiliki kecerdasan emosi berarti individu mampu
menempatkan potensi yang dikembangkan oleh dirinya dalam suatu perubahan kondisi,
dimana tuntutan yang nyata dari kehidupan individu dewasa dapat diatasi dengan cara yang
efektif dan sehat. Artinya dengan kecerdasan emosi individu mampu menerima tanggung
jawab akan perubahan-perubahan dalam hidupnya sebagai beban, dengan rasa percaya diri
berusaha mencari pemecahan masalahnya dengan cara-cara yang aman untuk diri dan
lingkungannya, serta dapat diterima secara sosial. Kemudian pada akhirnya, individu lanjut
usia yang memiliki kecerdasan emosi akan mampu menerima dirinya seperti apa adanya,
sehingga mampu beradaptasi dengan lingkungan (Mouly, 1960). Artinya individu yang
memiliki kecerdasan emosi yang baik akan mampu mengatasi permasalahan yang dialaminya
di masa pensiun, sehingga ketakutan-ketakutan yang ada pada dirinya tidak akan dibiarkan
bekermbang begitu saja.
Berdasarkan uraian di atas yang menjelaskan tentang kecerdasan emosi dan penerimaan diri
pada pensiun, maka diperoleh asumsi bahwa diantara kedua variabel tersebut memiliki
korelasi. Kecerdasan emosi yang tinggi dapat mengarahkan individu pada penerimaan diri,
sebaliknya individu yang memiliki kecerdasan emosi yang rendah maka tidak dapat memiliki
penerimaan diri. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuryoto (2002)
yaitu mengenai penerimaan diri pada lanjut usia ditinjau dari kecerdasan emosi. Dari
penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara
kecerdasan emosi dengan penerimaan diri pada individu lanjut usia. Dimana para pensiun
dapat menjaga keseimbangan dengan lingkungan sekitar sehingga pada akhirnya individu
dapat melakukan penyesuaian dengan aktifitas baru dan dapat melakukan penerimaan diri,
yaitu memiliki kepercayaan atas kemampuan untuk dapat menghadapi kehidupannya di masa
pensiun. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi kematangan emosi individu lanjut usia maka
akan semakin tinggi penerimaan diri individu, dan semakin rendah kematangan emosi

5

individu lanjut usia maka akan semakin rendah juga penerimaan dirinya. Sehingga dari
fenomena tersebut, penulis tertarik untuk melakukan sebuah penelitian yang berjudul
“Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Penerimaan Diri terhadap Pensiun”. Dimana
penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui apakah hubungan antara kecerdasan emosi
dengan penerimaan diri terhadap pensiun? Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu
harapannya dapat menambah rujukan referensi dalam bidang ilmu pengetahuan khususnya
dalam kajian psikologi yang menyangkut tentang hubungan kecerdasan emosi dengan
penerimaan diri pensiun. Bagi peneliti, dapat memahami bagaimana konsep penerimaan diri
para pensiun yang berhubungan dengan kecerdasan emosi, sehingga nantinya berguna di
kemudian hari. Sedangkan bagi responden diharapkan dapat melakukan persiapan-persiapan
di masa pensiun sehingga dapat melakukan penerimaan diri yang baik.
Kecerdasan Emosi
Menurut Salovey (dalam Goleman, 2000) kecerdasan emosi merupakan proses mental yang
terlibat dalam pengakuan, penggunaan, pemahaman, dan pengelolaan sendiri dan keadaan
emosional orang lain untuk memecahkan masalah dan mengatur perilaku. Selanjutnya
kecerdasan emosi menunjukkan bahwa individu dapat berinteraksi dengan baik sehingga
menjadi kualitas untuk mengenali emosi pada diri sendiri kemudian emosi tersebut dikelola
dan digunakan agar dapat memotivasi diri sendiri dan memberi manfaat dalam hubungannya
dengan orang lain. Pada kenyataannya kecerdasan emosi memiliki peran yang sangat penting
untuk mencapai kesuksesan sehari-hari, karena kecerdasan emosi dan kecerdasan intelektual
yang dimiliki oleh seseorang keduanya berinteraksi secara dinamis dalam hubungannya
dengan lingkungan. Berikut ini merupakan aspek-aspek dalam kecerdasan emosi menurut
Goleman (2000) yaitu:
1. Kesadaran diri (mengenali emosi diri), kemampuan individu untuk menyadari dan
memahami keseluruhan proses yang terjadi di dalam dirinya, perasaannya, pikirannya, dan
latar belakang dari tindakannya. Arti lainnya adalah individu mampu terhubung dengan
emosi-emosinya, pikiran-pikirannya dan keterhubungan ini membuat individu mampu
menamakan dari setiap emosi yang muncul.
2. Mengelola emosi, yaitu kemampuan individu untuk mengelola dan menyeimbangkan
emosi-emosi yang dialaminya. Kemampuan mengelola emosi-emosi ini, khususnya emosi
yang negatif seperti kemarahan, kesedihan, kecewa dan dendam. Emosi dapat berhasil
dikelola apabila dapat menghibur diri ketika sedih, dapat melepaskan kecemasan,
kemurungan, ketersinggungan dan dapat bangkit kembali dari semua itu.
3. Memotivasi diri, yaitu kemampuan individu untuk memotivasi diri ketika berada dalam
keadaan putus asa, mampu berpikir positif, dan menumbuhkan optimisme dalam
hidupnya. Kemampuan ini akan membuat individu mampu bertahan dalam masalah yang
membebaninya, mampu untuk terus berjuang ketika menghadapi hambatan yang besar,
tidak pernah mudah putus asa dan kehilangan harapan.
4. Empati (mengenali emosi orang lain), yaitu kemampuan individu untuk memahami
perasaan, pikiran dan tindakan orang lain berdasarkan sudut pandang orang tersebut hanya
dari bahasa nonverbal, ekspresi wajah, atau intonasi suara orang tersebut.
5. Keterampilan sosial (membina hubungan dengan orang lain), yaitu kemampuan individu
untuk membangun hubungan secara efektif dengan orang lain, kemampuan
mempertahankan hubungan sosial tersebut, dan mampu menangani konflik-konflik
interpersonal, sehingga akan mudah berinteraksi dengan orang lain dan senantiasa
bersikap saling menghormati.

6

Di sisi lain Bar-On (dalam Stein dan Book, 2002) mengartikan kecerdasan emosi sebagai
sekumpulan kecakapan dan sikap yang perbedaan yang jelas, namun saling tumpang tindih.
Adapun kumpulan yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:
1. Intra pribadi, terkait dengan kemampuan untuk mengenal dan mengendalikan diri sendiri
yaitu terdiri dari; kesadaran diri, sikap asertif, kemandirian, dan aktualisasi diri.
2. Antarpribadi, adapun ranah antarpribadi yang dimaksudkan adalah berkaitan dengan
keterampilan bergaul yang dimiliki individu, dimana kemampuan untuk berinteraksi dan
bergaul baik dengan orang lain. Pada bagian ini dibagi menjadi tiga yaitu; empati,
tanggung jawab, dan hubungan antarpribadi.
3. Penyesuaian diri adalah kemampuan untuk bersikap lentur dan realistis, dan untuk
memecahkan berbagai masalah yang ada. Adapun pada wilayah ini dibagi menjadi tiga
yaitu; uji realitas, sikap fleksibel, dan pemecahan masalah.
4. Pengendalian stres, pada bagian ini berkaitan dengan kemampuan yang dimiliki oleh
individu untuk menghadapi stress dan mengendalikan impuls. Pada bagian ini dibagi
menjadi dua yaitu; ketahanan menanggung stress dan pengendalian impuls.
5. Suasana hati, dimana terdiri dari optimisme dan kebahagiaan.
Penerimaan Diri terhadap Pensiun
Menurut Palmore, dkk (1984) bahwa orang-orang dewasa lanjut yang menjalani masa pensiun
dikatakan memiliki penerimaan diri paling baik adalah lanjut usia yang sehat, memiliki
pendapatan yang layak, aktif, berpendidikan baik, memiliki relasi sosial yang luas termasuk
diantaranya teman-teman dan keluarga, dan biasanya merasa puas dengan kehidupannya
sebelum pensiun.
Individu lanjut usia yang dapat menerima perubahan-perubahan berkaitan dengan proses
penuaan akan gembira dalam menjalani kehidupan masa tuanya. Hal ini disebabkan individu
dengan penerimaan diri di masa pensiun memiliki toleransi terhadap frustrasi atau kejadiankejadian yang menjengkelkan, dan toleransi terhadap kelemahan-kelemahan dirinya tanpa
harus menjadi sedih atau marah. Hal ini sesuai dengan pendapat Semiun (2006) bahwa
penerimaan diri pada pensiun adalah suatu proses yang melibatkan respon-respon mental dan
tingkah laku yang menyebabkan individu berusaha menanggulangi berbagai kebutuhan,
tegangan-tegangan, frustasi, dan konflik-konflik batin, serta menyelaraskan tuntutan batin
dengan tuntutan-tuntutan yang dikenakan kepadanya oleh dunia dimana ia hidup.
Jadi, individu yang mampu menerima dirinya adalah individu yang dapat menerima
kekurangan dirinya sebagaimana kemampuannya untuk menerima kelebihannya. Pada
dasarnya penerimaan ini tidak berarti seseorang menerima begitu saja kondisi diri tanpa
berusaha mengembangkan diri lebih lanjut. Untuk mencapai suatu konsep diri maka seorang
pensiun harus dapat menjalankan penerimaan atas dirinya. Jika seseorang memiliki konsep
diri yang positif maka ia akan memiliki penerimaan diri yang positif, dan jika ia memiliki
konsep diri yang negatif maka ia tidak akan memiliki penerimaan atas dirinya (Burns, 1993).
Ciri-ciri Penerimaan Diri
Menurut Sheerer (dalam Cronbach, 1963) komponen yang ada dalam penerimaan diri
yaitu:(1) memiliki kepercayaan atas kemampuan untuk dapat menghadapi hidupnya, (2)
menganggap dirinya berharga sebagai seorang manusia yang sederajat dengan individu
lain,(3) Tidak menganggap dirinya hebat atau abnormal dan tidak berharap dikucilkan, (4)

7

tidak malu-malu atau sadar diri,(5) Mempertanggung jawabkan perbuatannya, (6)Mengikuti
standard pola hidupnya dan tidak ikut-ikutan, (7) Menerima pujian atau celaan secara
objektif, (8) Tidak menganiaya diri sendiri dengan kekangan-kekangan yang berlebihan, (9)
menyatakan perasaan secara wajar.
Selain itu Jersild (1963) juga memaparkan mengenai ciri-ciri individu dengan penerimaan diri
yaitu antara lain: (1) memiliki penghargaan yang realistis terhadap kelebihan-kelebihan
dirinya; (2) memiliki keyakinan akan standar-standar dan prinsip-prinsip dirinya tanpa harus
diperbudak oleh opini individu-individu lain; (3) memiliki kemampuan untuk memandang
dirinya secara realistis tanpa harus menjadi malu akan keadaannya; (4) mengenali kelebihankelebihan dirinya dan bebas memanfaatkannya; (5) mengenali kelemahan-kelemahan dirinya
tanpa harus menyalahkan dirinya; (6) memiliki spontanitas dan rasa tanggung jawab dalam
diri; (7) menerima potensi dirinya tanpa menyalahkan dirinya atas kondisi-kondisi yang
berada di luar kontrol mereka; (8) tidak melihat diri mereka sebagai individu yang harus
dikuasai rasa marah atau takut atau menjadi tidak berarti karena keinginan-keinginannya tapi
dirinya bebas dari ketakutan untuk berbuat kesalahan; (9) merasa memiliki hak untuk
memiliki ide-ide dan keinginan keinginan serta harapan-harapan tertentu; dan (10) tidak
merasa iri akan kepuasan-kepuasan yang belum mereka raih.
Masa Pensiun
Kimmel (1990) mendefinisikan pensiun merupakan saat-saat yang paling menentukan dalam
perkembangan kehidupan dewasa, karena pensiun merupakan peristiwa sosial yang penting
yang menandai peralihan dari tahun-tahun pertengahan menuju ke tahun-tahun berikutnya di
dalam hidup. Selain itu juga masa pensiun dipandang sebagai masa transisi, dan biasanya
ditandai dengan berakhirnya masa kerja menjadi tahap kritis seseorang dalam memasuki masa
usia lanjut.Konsekuensi-konsekuensi yang mengikuti pensiun seperti berkurangnya
pendapatan, perubahan status, hilangnya kekuasaan seringkali menimbulkan kecemasan. Hal
ini didukung dengan pendapat Rini (2011) yang mengemukakan bahwa masa pensiun
seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang
masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan macam apa
yang akan dihadapinya kelak.
Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1979 tertulis bahwa pensiun adalah pemberhentian yang
mengakibatkan yang bersangkutan tidak bekerja lagi pada satu satuan organisasi negara,
tetapi masih berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Adapun batas usia pensiun adalah 56-65
tahun dimana tergantung pada jabatan yang dipegangnya, karena jika ditinjau dari segi fisik,
maka pada usia tersebut merupakan batas usia seorang PNS untuk mampu melaksanakan
tugas-tugasnya.
Sejalan dengan penjelasan di atas, Hasibuan (2005) mengemukakan bahwa beberapa hal yang
menyebabkan pemberhentian kerja pada perusahaan yaitu; undang-undang, keinginan
perusahaan, keinginan karyawan, pensiun, kontrak kerja yang berakhir, kesehatan karyawan,
meninggal dunia, perusahaan dilikuidasi, dsb. Adapun pensiun didefinisikan sebagai
pemberhentian karyawan atas keinginan perusahaan, undang-undang, ataupun keinginan
karyawan sendiri. Keinginan perusahaan mempensiunkan karyawan karena produktivitas
kerjanya rendah sebagai akibat usia lanjut, cacat fisik, kecelakaan dalam melaksanakan
pekrjaan, dsb. Undang-undang mempensiunkan seseorang karena telah mencapai batas usia
dan masa kerja tertentu, misalnya usia 55 dan minimum masa kerja 15 tahun. Keinginan

8

karyawan adalah pensiun atas permintaan sendiri dimana mengajukan surat permohonan
setelah mencapai masa kerja tertentu dan permohonan dikabulkan oleh perusahaan.
Dari penjelasan di atas mengenai definisi pensiun, dapat disimpulkan bahwa masa pensiun
merupakan masa dimana seseorang berhenti bekerja dan telah mencapai batas usia tertentu
yang telah ditetapkan, dimana pada batas usia tersebut seseorang akan mulai memasuki masa
usia lanjut dan masa usia yang memiliki produktivitas menurun.
Jenis-jenis Pensiun
Menurut Hurlock (1999) bahwa secara umum jenis-jenis pensiun menjadi tiga, yaitu :
1.

2.

3.

Pensiun secara sukarela, pensiun secara sukarela adalah pensiun yang dilakukan sebelum
masa pensiun wajib. Hal ini dilakukan karena alasan kesehatan atau ingin menghabiskan
sisa hidupnya dengan melakukan hal-hal yang lebih berarti buat diri mereka daripada
pekerjaannya.
Wajib Pensiun, pensiun jenis ini sering disebut dengan pensiun yang dilakukan secara
terpaksa, karena organisasi atau tempat seorang bekerja menetapkan usia tertentu sebagai
batas seseorang untuk pemsiun, tanpa mempertimbangkan orang tersebut senang atau
tidak.
Pensiun lebih awal, terkadang pensiun ini terpaksa diambil karena kebijakan manajemen
yang ingin mengadakan berbagai perubahan dan pembaharuan sehingga mendesak
pekerja lanjut usia untuk berhenti bekerja, untuk memberikan kesempatan bagi pekerja
baru, akan tetapi terkadang pensiun ini juga dijalani secara sukarela.

Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Penerimaan Diri Pensiun
Menurut Back (dalam Admin, 2007) hal-hal yang dapat mempengaruhi seseorang dalam
menerima masa pensiun sebenarnya adalah masalah emosional para pekerja terhadap pensiun
itu sendiri. Apabila pensiun semakin dianggap sebagai perubahan ke status baru, maka
pensiun akan semakin tidak dianggap sebagai membuang status yang berharga dengan
demikian akan terjadi transisi yang lebih baik. Memasuki masa transisi ini seseorang sudah
menyusun rencana-rencana yang harus dilakukan setelah tiba masa pensiun. Artinya
seseorang akan lebih merasa banyak sisi positif yang bisa di ambil ketika masa pensiun tiba
guna memperoleh suatu kebahagiaan di masa lanjut usia ini, karena komponen kebahagiaan
bagi individu lanjut usia adalah penerimaan diri (Hurlock, 1959).
Dinamika psikologis antara kecerdasan emosi terhadap penerimaan diri pensiun yaitu
menjaga keseimbangan dengan lingkungan sekitar terlebih jika lingkungan tersebut
mengalami perubahan, dan harapannya adalah setiap individu memiliki pola keseimbangan
hidup, sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap individu mampu menyesuaikandiri untuk
melakukan penerimaan diri di masa pensiun. Untuk itu memasuki masa pensiun merupakan
salah satu peristiwa yang membawa perubahan dalam hidup individu yang bekerja. Idealnya
masa pensiun dijadikan sebagai suatu masa peralihan hidup dimana dapat mendatangkan
bentuk penerimaan diri yang positif. Apabila individu dapat melakukan pengelolaan diri yang
baik maka dapat pula mengendalikan emosinya, serta hal ini juga memberikan dampak positif
berkaitan dengan apa yang dikerjakannya. Selain itu orang yang mampu mengendalikan
emosinya dengan baik akan memahami diri sendiri yang pada akhirnya dapat menangani
berbagai permasalahanyang ada di masa pensiun.

9

Menurut Schneiders (1955) individu yang memiliki kecerdasan emosi berarti individu mampu
menempatkan potensi yang dikembangkan oleh dirinya dalam suatu perubahan kondisi,
dimana tuntutan yang nyata dari kehidupan individu dewasa dapat diatasi dengan cara yang
efektif dan sehat. Artinya dengan kecerdasan emosi individu mampu menerima tanggung
jawab akan perubahan-perubahan dalam hidupnya sebagai beban, dengan rasa percaya diri
berusaha mencari pemecahan masalahnya dengan cara-cara yang aman untuk diri dan
lingkungannya, serta dapat diterima secara sosial. Kemudian pada akhirnya, individu lanjut
usia yang memiliki kecerdasan emosi akan mampu menerima dirinya seperti apa adanya,
sehingga mampu beradaptasi dengan lingkungan (Mouly, 1960). Artinya individu yang
memiliki kecerdasan emosi yang baik akan mampu mengatasi permasalahan yang dialaminya
di masa pensiun, sehingga ketakutan-ketakutan yang ada pada dirinya tidak akan dibiarkan
bekermbang begitu saja. Adapun kerangka berfikir pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:
KECERDASAN EMOSI

Mengelolah emosi dan
memahami keadaan
diri disetiap perubahan
kondisi di masa
pensiun

Menerima tanggung
jawab akan
perubahanperubahan dalam
hidupnya

Membina
hubungan sosial
baik dalam
masyarakat

Mampu mengatasi
permasalahan yang
dialami dengan
percaya diri

Kecerdasan emosi tinggi
PENERIMAAN DIRI POSITIF
Gambar 1. Kerangka berfikir Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua variabel, dimana yang menjadi variabel X adalah kecerdasan
emosi yang merupakan variabel bebas. Sedangkan variabel Y adalah penerimaan diri yang
merupakan variabel terikat. Adapun kecerdasan emosi memiliki beberapa aspek yaitu
mengenali emosi, mengelola emosi, memotivasi diri, empati, dan keterampilan sosial, dimana
akan dilihat hubungan antara kecerdasan emosi dengan penerimaan diri terhadap pensiun.
Ketika kecerdasan emosi tinggi maka penerimaan diri pada pensiun tinggi.
Hipotesa
Terdapat korelasi positif antara kecerdasan emosi dengan penerimaan diri terhadap pensiun.
Artinya semakin tinggi kecerdasan emosi individu maka akan semakin baik melakukan
penerimaan diri di masa pensiun.

METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Adapun penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana penelitian kuantitatif
adalah metode pengumpulan data dengan jenis data yang dapat dikuantifikasikan, serta dapat

10

diolah dengan teknik statistik (Yusuf, 2005). Penelitian yang digunakan yaitu kuantitatif
korelasional antara dua variabel dengan pengumpulan data yang menggunakan instrumen
penelitian dan analisa data statistik tertentu sehingga akan diketahui ada atau tidak
hubunganantara dua variabel yang diteliti.
Subjek Penelitian
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 161 orang yang merupakan
populasidari 300 pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kota Malang, berjenis kelamin
laki-laki danperempuan. Mengenai jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini yaitu
berdasarkan Sugiyono (2011) dimana terdapat tabel penentuan jumlah subjek dari populasi
tertentu dengan taraf kesalahan 1%, 5%, dan 10%, namun dalam hal ini peneliti mengambil
taraf kesalahan 5%. Penentuan karakteristik subjek yaitu peneliti menyesuaikannya dengan
pertimbangan ciri-ciri ataupun sifat-sifat tertentu yang sesuai dengan syarat kepensiunan
dengan penjelasan yang sudah disampaikan sebelumnya. Adapun rentang usia subjek ialah
antara 55-65 tahun. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purpose
sampling yaitu memberikan skala kepada orang-orang yang memasuki masa pensiun
berdasarkan ciri-ciri atau sifat tertentu yang dipandang sesuai dengan syarat-syarat yang telah
ditentukan.
Variabel dan Instrumen Penelitian
Adapun variabel bebas dalam penelitian ini yaitu kecerdasan emosi, sedangkan variabel
terikatnya adalah penerimaan diri pada pensiun. Kecerdasan emosi adalah kemampuan yang
dimiliki individuyang mencakup pengendalian diri, penyesuaian diri, kemampuan untuk
memotivasi diri sendiri, serta semangat dan ketekunan dalam pengaturan emosi.Sedangkan
Penerimaan diri pada pensiun adalah bentuk sikap individu yang akan berhenti bekerja
dimana pada hakikatnya merasa puas terhadap dirinya sendiri dan mampu melakukan
penyesuaian diri terhadap kondisi pensiunnya.
Metode pengumpulan data variabel kecerdasan emosi yaitu menggunakan skala dengan
jumlah 47 item skala. Adapun jenis skala yang digunakan adalah Skala Likert yang disusun
oleh peneliti dengan menggunakan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Daniel Goleman
yaitu: (1) kesadaran emosi diri, (2) mengelola emosi, (3) motivasi diri, (4) empati, (5)
keterampilan sosial. Tingkat Kecerdasan emosi akan dapat dilihat dari skor total yang
diperoleh pada skala ini. Semakin tinggi skor yang diperoleh semakin tinggi kecerdasan
emosi. Semakin rendah skor yang diperoleh semakin rendah kecerdasan emosi.
Variabel penerimaan diri menggunakan instrumen skalayang juga disusun oleh peneliti
dengan jumlah 50 item skala. Jenis skala yang digunakan yaitu Skala Likert dengan
menggunakan indikator yang dikemukakan oleh Sheerer (dalam Cronbach, 1963) yaitu:(1)
memiliki kepercayaan atas kemampuan untuk dapat menghadapi hidupnya, (2) menganggap
dirinya berharga sebagai seorang manusia yang sederajat dengan individu lain,(3) Tidak
menganggap dirinya hebat atau abnormal dan tidak berharap dikucilkan, (4) tidak malu-malu
atau sadar diri,(5) Mempertanggung jawabkan perbuatannya, (6)Mengikuti standard pola
hidupnya dan tidak ikut-ikutan, (7) Menerima pujian atau celaan secara objektif, (8) Tidak
menganiaya diri sendiri dengan kekangan-kekangan yang berlebihan, (9) menyatakan
perasaan secara wajar.

11

Prosedur dan Analisa Data Penelitian
Penelitian ini diawali dengan melakukan peninjauan terhadap berbagai macam teori dengan
topik penelitian yang diamati. Setelah itu melakukan diskusi bersama dosen pembimbing,
sehingga pada akhirnya setelah melewati revisi judul, peneliti menemukan judul penelitian
yaitu “Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Penerimaan Diri Terhadap Pensiun”. Selanjutnya
penentuan subjek penelitian dengan ciri-ciri yang telah ditentukan. Kemudian dilanjutkan
dengan menyusun instrumen penelitian berupa skala yang disesuaikan dengan aspek-aspek
yang digunakan dalam teori penelitian, dimana terdapat dua skala yaitu skala kecerdasan
emosi dan skala penerimaan diri.
Tahap selanjutnya yaitu peneliti menyebarkan skala untuk dilakukan uji coba atau try out
pada subjek yang memiliki karakteristik sama dengan sampel penelitian. Hal ini dilakukan
oleh peneliti dengan pertimbangan untuk mempermudah memperoleh subjek yang diinginkan
sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Adapun proses selanjutnya yaitu melakukan uji
validitas dan reliabilitas dari hasil sebaran uji coba, hal ini bertujuan untuk mengetahui itemitem pernyataan yang valid dari kedua skala yang nantinya dapat digunakan pada saat turun
lapang.
Setelah diperoleh item-item pernyataan yang valid maka proses selanjutnya adalah turun
lapang, dimana menyebarkan skala-skala yang sudah teruji validitas dan reliabilitasnya
kepada subjek penelitian. Adapun tahap selanjutnya yaitu melakukan analisa dari hasil
keseluruhan penyebaran skala turun lapang. Data-data yang diperoleh selanjutnya diolah
dengan menggunakan program SPSS dengan teknik analisis korelasi product moment dari
Pearson untuk mengetahui hubungan antara variabel X dengan variabel Y. Selanjutnya
peneliti membahas keseluruhan dari hasil analisa tersebut dengan mengaitkan teori-teori dan
penelitian-penelitian terdahulu, kemudian tahap akhir yaitu peneliti mengambil kesimpulan
penelitian.

HASIL PENELITIAN
Sebelum dilakukan analisis data dengan metode korelasi Product Moment, maka terlebih
dahulu untuk mengetahui gambaran subjek penelitian, dan selanjutnya dilakukan uji asumsi
yang meliputi uji normalitas yang merupakan syarat sebelum melakukan pengetesan terhadap
nilai korelasi dengan bantuan program SPSS.
Setelah dilakukan penelitian dengan penyebaran skala, diperoleh gambaran subjek penelitian
dalam tabel berikut:
Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian
Usia
Jenis Kelamin
Total

Kategori
55-65 Tahun
Laki-laki
Perempuan

Frekuensi

Persentase

101
60

62.74%
37.26%

161

100%

Berdasarkan Tabel 1 diperoleh gambaran subjek penelitian yaitu terlihat bahwa dari 161
subjek penelitian, jumlah responden laki-laki sebanyak 101 orang (62.74%), sedangkan
responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 60 orang (37.26%).

12

Tabel 2. Uji Normalitas
Kategori
Kecerdasan Emosi
Penerimaan diri

Kolmogorove-Smirnov Z
1.219
1.022

P
0.103
0.247

Uji normalitas bertujuan untuk melihat normal atau tidaknya distribusi sebaran jawaban
subjek pada suatu variabel yang dianalisis. Pada tahap uji normalitas ini, yaitu menggunakan
teknik analisis One-Sample Kolmogorov smirnov Test. Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat
hasil uji normalitas dari variabel kecerdasan emosi dengan koefisien K-SZ = 1.219 ; p= 0.103
(p > 0.05). Sedangkan penerimaan diri pada pensiun K-SZ = 1.022 ; p= 0.247 (p > 0.05). Jadi
hasil uji normalitas dari kedua variabel tersebut dikatakan normal.
Tabel 3. Uji T-Score Skala Kecerdasan Emosi
Kategori

Frekuensi
90
71
161

Tinggi
Rendah

Persentase
55.9%
44.1%
100%

Berdasarkan skala yang disebarkan, diperoleh data bahwa subjek yang memiliki kecerdasan
emosi tinggi lebih banyak dari yang memiliki kecerdasan emosi rendah. Hal ini dijelaskan
pada tabel di atas bahwa dari 161 jumlah subjek penelitian, sebanyak 90 orang yang masuk
dalam kategori kecerdasan emosi tinggi dengan persentase 55.9%. Sedangkan subjek yang
memiliki kecerdasan emosi kategori rendah yaitu sebanyak 71 orang dengan persentase
44.1%.
Tabel 4. Uji T-Score Skala Penerimaan Diri
Kategori

Frekuensi
51
110
161

Tinggi
Rendah

Persentase
31.7%
68.3%
100%

Berdasarkan data skala penerimaan diri, diperoleh data bahwa jumlah subjek yang memiliki
nilai penerimaan diri yang tinggi lebih sedikit dari yang memiliki penerimaan diri yang
rendah. Dimana jumlah subjek yang memiliki nilai penerimaan diri kategori tinggi sebanyak
51 orang dengan persentase 31.7%. Selanjutnya, subjek yang memiliki nilai penerimaan diri
kategori rendah sebanyak 110 orang dengan jumlah persentase 68.3%.
Tabel 5. Uji korelasi Product Moment
Koefisien Korelasi
(r)
0.689

Sig/P

Keterangan

Kesimpulan

0,000

P < 0,05

Sangat Signifikan

Dari uji korelasi yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil bahwa ada hubungan positif yang
signifikan antara kecerdasan emosi dengan penerimaan diri terhadap pensiun, dimana dalam
penelitian ini menggunakan tingkat signifikansi 5%. Adapun nilai signifikansi yang
ditunjukkan yaitu 0.000 lebih kecil dari taraf signifikansi yang digunakan yaitu P < 0.05 =

13

0.000 < 0.05, dan nilai koefisien korelasi = 0.689 menunjukkan hubungan positif antara
kecerdasan emosi dengan penerimaan diri terhadap pensiun, dengan demikian dapat dikatakan
hipotesis dalam penelitian ini diterima. Adapun hasil tersebut menunjukkan semakin tinggi
kecerdasan emosi individu maka akan semakin baik penerimaan diri di masa pensiun.
Sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi yang dimiliki maka semakin buruk penerimaan
diri terhadap pensiun.

DISKUSI
Berdasarkan analisis data penelitian, diperoleh hasil bahwa ada hubungan positif yang
signifikan antara kecerdasan emosi dengan penerimaan diri terhadap pensiun, yang artinya
semakin tinggi kecerdasan emosi yang dimiliki oleh pensiun maka akan semakin baik pula
penerimaan diri yang dilakukannya. Hal ini membuktikan bahwa hipotesis dalam penelitian
ini diterima. Dengan terbuktinya hipotesa penelitian, maka dapat dipahami bahwa kecerdasan
emosi berhubungan dengan penerimaan terhadap pensiun, dengan kata lain bahwa kecerdasan
emosi yang tinggi dapat menjadi salah satu faktor terbentuknya penerimaan diri yang baik
pada pensiun.
Individu yang dikatakan mampu mengembangkan dan memelihara kecerdasan emosinya
adalah individu yang berin

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI MAHASISWA PERANTAU ASAL LAMPUNG Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Penyesuaian Diri Mahasiswa Perantau Asal Lampung.

0 4 18

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI MAHASISWA PERANTAU ASAL LAMPUNG Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Penyesuaian Diri Mahasiswa Perantau Asal Lampung.

0 2 18

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB).

0 2 14

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN KECERDASAN EMOSI DENGAN PENERIMAAN DIRI BAGI SISWA KELAS X Hubungan Antara Konsep Diri Dan Kecerdasan Emosi Dengan Penerimaan Diri Pada Siswa Smk.

0 2 14

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN KECERDASAN EMOSI DENGAN PENERIMAAN DIRI PADA SISWA SMK Hubungan Antara Konsep Diri Dan Kecerdasan Emosi Dengan Penerimaan Diri Pada Siswa Smk.

0 2 16

PENDAHULUAN Hubungan Antara Konsep Diri Dan Kecerdasan Emosi Dengan Penerimaan Diri Pada Siswa Smk.

0 1 7

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KEYAKINAN DIRI (SELF-EFFICACY) DENGAN HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KEYAKINAN DIRI (SELF-EFFICACY) DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA AKSELERASI.

0 1 13

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENERIMAAN DIRI PADA DEWASA MADYA Hubungan Antara Kematangan Emosi Dengan Penerimaan Diri Pada Dewasa Madya.

0 0 15

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI AKADEMIK DAN KECERDASAN EMOSI DENGAN Hubungan Antara Konsep Diri Akademik dan Kecerdasan Emosi dengan Prestasi Belajar.

0 3 18

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MASA PENSIUN PADA PEGAWAI SKRIPSI

0 3 17