Karakterisasi Simplisia Dan Isolasi Serta Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri Dari Buah Jintan Putih (Cuminum cyminum L.) Secara GC-MS

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN ISOLASI SERTA
ANALISIS KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DARI
BUAH JINTAN PUTIH (Cuminum cyminum L.)
SECARA GC-MS

SKRIPSI

OLEH:
SANDRO N. GINTING
NIM 071501026

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

Universitas Sumatera Utara

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN ISOLASI SERTA ANALISIS
KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DARI BUAH JINTAN PUTIH
(Cuminum cyminum L.)

SECARA GC-MS
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk mencapai
gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara

OLEH:
SANDRO N. GINTING
NIM 071501026

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

Universitas Sumatera Utara

Pengesahan Skripsi
KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN ISOLASI SERTA ANALISIS
KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DARI BUAH JINTAN PUTIH

(Cuminum cyminum L.) SECARA GC-MS
OLEH:
SANDRO N. GINTING
NIM 071501026
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji
Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: Juni 2011
Pembimbing I,

Panitia Penguji,

Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt.
NIP 194909101980031002

Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt.
NIP 195108161980031002

Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt.
NIP 194909101980031002


Pembimbing II

Prof.Dr.rer.nat.Effendy De Lux Putra, SU., Apt.
NIP 195306191983031001

Dra. Nahitma Ginting, M.Si., Apt.
NIP 195406281983031002

Drs. Herawaty Ginting, M.Si., Apt.
NIP 194909101980031002

Dekan Fakultas Farmasi

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.
NIP 195311281983031002

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan rahmat
kasih dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul “KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN ISOLASI SERTA
ANALISIS KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DARI BUAH JINTAN
PUTIH (Cuminum cyminum L.) SECARA GC-MS”. Skripsi ini diajukan
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Terimakasih dan penghargaan yang tulus kepada Ayahanda dan Ibunda
tercinta, D. Ginting dan R. Br. Sitepu, yang tiada pernah ada hentinya berkorban
dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis, juga kepada abang-abangku dr. Heri
Krisnata Ginting dan David Immanuel Ginting, SH. yang selalu setia memberi
doa, dorongan dan semangat.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus
dan ikhlas kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
USU Medan yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat
menyelesaikan pendidikan.
2. Bapak Panal Sitorus, M.Si, Apt. dan Prof.Dr.rer.nat. Effendy De Lux Putra,
SU., Apt. selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, dan
nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Maralaut Batubara M.Phill, Apt. selaku penasehat akademik yang
telah memberikan bimbingan kepada penulis selama masa perkuliahan.
4. Bapak Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt., Ibu Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt.
dan Bapak Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah
memberikan kritik, saran, dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
5. Ibu kepala Laboratorium Farmakognosi, Bapak kepala Laboratorium Penelitian
dan Bapak kepala Laboratorium Kimia Bahan Makanan yang telah
memberikan bantuan dan fasilitas selama penulis melakukan penelitian.
6. Sahabat-sahabatku panitia ”Rejoicing in Love”, ”The Upper: Febri, Martin,
Jimmy, Riwandi” dan bang Mula Sigiro yang memberi doa, dukungan, dan
motivasi, adik-adik kelompok kecilku: Yesaya, Christian, dan Chandra serta
kawan-kawan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
penyempurnaannya. Harapan saya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu
pengetahuan kefarmasian.
Medan, Mei 2011
Penulis
(Sandro N. Ginting)


Universitas Sumatera Utara

Karakterisasi Simplisia dan Isolasi serta Analisis Komponen Kimia Minyak
Atsiri dari Buah Jintan Putih (Cuminum cyminum L.) Secara GC-MS
ABSTRAK
Salah satu tumbuhan penghasil minyak atsiri dan telah lama dipergunakan
oleh masyarakat Indonesia sebagai tumbuhan berkhasiat obat adalah jintan putih.
Jintan putih (Cuminum cyminum L.) secara luas digunakan sebagai bumbu masak
dan juga telah lama digunakan dalam pengobatan tradisional.
Penetapan kadar minyak atsiri dilakukan dengan menggunakan alat Stahl dan
isolasi dilakukan dengan cara destilasi air dan destilasi uap. Komponen minyak
atsiri dianalisis dengan Kromatografi Gas-Spektrofotometri Massa (GC-MS).
Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia buah jintan putih (Cuminum cyminum
L.) diperoleh kadar abu total 6,8100%; kadar abu yang tidak larut dalam asam
0,3200%; kadar sari yang larut dalam air 12,3960%; kadar sari yang larut dalam
etanol 41,1360% dan kadar air 6,5920%. Hasil penetapan kadar minyak atsiri
diperoleh kadar minyak atsiri sebesar 1,5% v/b. Hasil penetapan indeks bias
dengan destilasi air diperoleh sebesar 1,5015 dan bobot jenis diperoleh sebesar
0,9169. Hasil penetapan indeks bias dengan destilasi uap diperoleh sebesar 1,5031

dan bobot jenis diperoleh sebesar 0,9199. Hasil analisis GC-MS minyak atsiri dari
simplisia buah jintan putih (Cuminum cyminum L.) yang diperoleh dengan
destilasi air menunjukkan enam komponen utama yaitu cuminaldehyde dengan
kadar 40,02% ; 2-caren-10-al dengan kadar 10,72% ; myrtenylacetate dengan
kadar 10,67% ; β-pinene dengan kadar 10,32% ; p-cimene dengan kadar 10,18% ;
γ-terpinene dengan kadar 9,19%. Sementara hasil analisis GC-MS minyak atsiri
dari simplisia buah jintan putih (Cuminum cyminum L.) yang diperoleh dengan
destilasi uap menunjukkan enam komponen utama yaitu β-pinene dengan kadar
22,37 % ; cuminaldehyde dengan kadar 21,70% ; p-cimene dengan kadar 16,47%
; γ-terpinene dengan kadar 15,84% ; benzenemethanol dengan kadar 5,60% ; 2caren-10-al dengan kadar 4,63 %.
Kata kunci: Jintan Putih, minyak atsiri, GC-MS

Universitas Sumatera Utara

The Characterization of Simplicia, Isolation and Analyses The Components
of Volatile Oil from Cuminum cyminum L. fructus by GC-MS
ABSTRACT
One of the essential oil-producing plants and had been used for a long time
by Indonesian society as a efficacious medicinal plants is Cuminum cyminum L.
Cuminum cyminum L. is a widely used ingredient. It has been used for a very long

time in traditional medicine.
The quantitative determination of volatile oil was accomplished by Stahl
apparatus and the isolation of volatile oil was accomplished by water distilation
and steam distillation. The components of volatile oil was analyzed by Gas
Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS). On the examination of simplicia
characteristics of Cuminum cyminum L. were obtained the total ash value
6,8100%; acid insoluble ash value 0.3200%; the water soluble extract value
12.3960%; the ethanol soluble extract value 41,1360% ; and the water value
6,5920%. The volatile oil content was 1,5% v/b. The refractive index by water
distillation is 1.5031 and the specific gravity is 0,9169. The refractive index by
steam distillation is 1,5031 and the specific gravity is 0,9199. The results of Gas
Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) analyses of the volatile oil from
dried Cuminum cyminum L. fructus by water distillation revealed the presence of
six main components, such as cuminaldehyde 40,02%; 2-caren-10-al 10,72%;
myrtenylacetate 10,67%; β-pinene 10,32%; p-cimene 10,18%; γ-terpinene 9,19%.
The results of Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) analyses of the
volatile oil from dried Cuminum cyminum L. fructus by steam distillation revealed
the presence of six main components, such as β-pinene 22,37%; cuminaldehyde
21,70%; p-cimene 16,47%; γ-terpinene 15,84%; benzenemethanol 5,60%; 2caren-10-al 4,63%.
Keywords: Cuminum cyminum, volatile oil, GC-MS


Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ........................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iv
ABSTRAK .................................................................................................. vi
ABSTRACT ................................................................................................ vii
DAFTAR ISI ............................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1.

Latar Belakang .................................................................... 1

1.2.


Perumusan Masalah ............................................................. 3

1.3.

Hipotesis .............................................................................. 3

1.4.

Tujuan Penelitian ................................................................. 4

1.5.

Manfaat Penelitian ............................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 5
2.1.

Uraian Tumbuhan ................................................................ 5
2.1.1. Nama Lain ................................................................. 5

2.1.2. Taksonomi Tumbuhan ................................................ 6
2.1.3. Morfologi Tumbuhan ................................................. 6
2.1.4. Kandungan Kimia ...................................................... 7
2.1.5. Kegunaan Tumbuhan ................................................ 7

Universitas Sumatera Utara

2.2.

Minyak Atsiri ....................................................................... 7
2.2.1. Keberadaan Minyak Atsiri dalam Tumbuhan ............... 8
2.2.2. Komposisi Kimia Minyak Atsiri .................................. 9

2.3.

Sifat Fisikokimia Minyak Atsiri ............................................ 10
2.3.1. Sifat Fisika Minyak atsiri ............................................. 10
2.3.2. Sifat Kimia Minyak Atsiri ........................................... 11

2.4.

Cara Isolasi Minyak Atsiri .................................................... 12

2.5.

Analisis Komponen Minyak Atsiri dengan GC-MS ............... 12
2.5.1. Kromatografi Gas ......................................................... 13
2.5.2. Spektrometer Massa .................................................... 16

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 18
3.1. Alat-alat .............................................................................. 18
3.2. Bahan-bahan ....................................................................... 18
3.3. Penyiapan Sampel ............................................................... 18
3.3.1. Pengambilan Sampel ................................................. 18
3.3.2. Identifikasi Sampel .................................................... 19
3.3.3. Pengolahan Sampel ................................................... 19
3.4.

Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ................................... 19
3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik ......................................... 19
3.4.2 Pemeriksaan Mikroskopik .......................................... 19
3.4.3 Penetapan Kadar Air .................................................. 19
3.4.4 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Air ............... 20
3.4.5 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol .......... 20
3.4.6 Penetapan Kadar Abu Total ........................................ 21

Universitas Sumatera Utara

3.4.7 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam . 21
3.4.8 Penetapan Kadar Minyak Atsiri .................................. 21
3.5.

Isolasi Minyak Atsiri .......................................................... 22

3.6.

Identifikasi Minyak Atsiri ................................................... 22
3.6.1 Penetapan Parameter Fisika ........................................ 22
3.6.1.1 Penentuan Indeks Bias .................................... 23
3.6.1.2 Penentuan Bobot Jenis .................................... 23
3.6.2 Analisis Komponen Minyak Atsiri ............................. 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 24
4.1. Identifikasi Tumbuhan .......................................................... 24
4.2. Karakterisasi Simplisia Buah Tumbuhan Jintan Putih ............. 24
4.2.1. Hasil Pemeriksaan Makroskopik ................................. 25
4.2.2. Hasil Pemeriksaan Mikroskopik .................................. 25
4.3. Identifikasi Minyak Atsiri ..................................................... 25
4.4. Analisis dengan GC-MS ........................................................ 27
4.4.1. Analisis Komponen Minyak Atsiri dengan Metode
Destilasi Air …………………………………................. 27
4.4.2. Analisis dan Fragmentasi Hasil Spektrofotometri
Massa ............................................................................... 29
4.4.3. Analisis Komponen Minyak Atsiri dengan Metode
Destilasi Uap …………………………………………... 34
4.4.4. Analisis dan Fragmentasi Hasil Spektrofotometri
Massa ............................................................................... 37

Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 43
5.1. Kesimpulan ............................................................................. 43
5.2. Saran ....................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 45
LAMPIRAN ................................................................................................ 47

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1. Hasil Karakterisasi Simplisia Buah Tumbuhan Jintan Putih .......... 24
Tabel 4.2. Hasil Penetapan Kadar Minyak Atsiri ........................................... 26
Tabel 4.3. Hasil Penentuan Indeks Bias dan Bobot Jenis Minyak
Atsiri Hasil Isolasi........................................................................ 26
Tabel 4.4. Waktu Tambat dan Konsentrasi Komponen Minyak Atsiri Hasil
Analisis GC-MS dari Simplisia Buah Jintan Putih dengan Metode
Destilasi Air ................................................................................ 29
Tabel 4.5. Waktu Tambat dan Konsentrasi Komponen Minyak Atsiri Hasil
Analisis GC-MS dari Simplisia Buah Jintan Putih dengan Metode
Destilasi Uap................................................................................ 36

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Kromatogram GC Minyak Atsiri Hasil Destilasi Air dari
Simplisia Buah Jintan Putih ....................................................... 28
Gambar 2. Rumus bangun dari senyawa β-Pinene ......................................... 31
Gambar 3. Rumus bangun dari senyawa p-Cimene ........................................ 31
Gambar 4. Rumus bangun dari senyawa γ-Terpinene .................................... 32
Gambar 5. Rumus bangun dari senyawa Cuminaldehyde .............................. 33
Gambar 6. Rumus bangun dari senyawa 2-Caren-10-al ................................. 33
Gambar 7. Rumus bangun dari senyawa Myrtenylacetate .............................. 34
Gamber 8. Kromatogram GC Minyak Atsiri Hasil Destilasi Uap dari
Simplisia Buah Jintan Putih ....................................................... 35
Gambar 9. Rumus bangun dari senyawa β-Pinene ......................................... 38
Gambar 10. Rumus bangun dari senyawa p-Cimene ...................................... 39
Gambar 11. Rumus bangun dari senyawa γ-Terpinene .................................. 39
Gambar 12. Rumus bangun dari senyawa Cuminaldehyde............................. 40
Gambar 13. Rumus bangun dari senyawa 2-Caren-10-al ............................... 41
Gambar 14. Rumus bangun dari senyawa Benzenemethanol............................ 41

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Hasil Identifikasi Tumbuhan ................................................... 47
Gambar Tumbuhan Jintan Putih dan Buah Jintan Putih............ 48
Foto Simplisia Jintan Putih dan Serbuk Simplisia .................... 49
Foto Alat-alat yang Dipakai..................................................... 50
Hasil Pemeriksaan Mikroskopik ................................................ 53
Hasil Perhitungan Karakterisasi Simplisia ............................... 54
Bagan Kerja Penelitian ............................................................ 64
Kromatogram GC Minyak Atsiri Jintan Putih dengan Metode
Destilasi Air ........................................................................... 65
Lampiran 9. Spektrum Massa Minyak Atsiri Jintan Putih ........................... 67
Lampiran 10. Kromatogram GC Minyak Atsiri Jintan Putih dengan Metode
Destilasi Uap ......................................................................... 73
Lampiran 11. Spektrum Massa Minyak Atsiri Jintan Putih ........................... 75
Lampiran 12. Pola Fragmentasi Komponen Senyawa Minyak Atsiri Jintan Putih
.................................................................................................. 81
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8.

Universitas Sumatera Utara

Karakterisasi Simplisia dan Isolasi serta Analisis Komponen Kimia Minyak
Atsiri dari Buah Jintan Putih (Cuminum cyminum L.) Secara GC-MS
ABSTRAK
Salah satu tumbuhan penghasil minyak atsiri dan telah lama dipergunakan
oleh masyarakat Indonesia sebagai tumbuhan berkhasiat obat adalah jintan putih.
Jintan putih (Cuminum cyminum L.) secara luas digunakan sebagai bumbu masak
dan juga telah lama digunakan dalam pengobatan tradisional.
Penetapan kadar minyak atsiri dilakukan dengan menggunakan alat Stahl dan
isolasi dilakukan dengan cara destilasi air dan destilasi uap. Komponen minyak
atsiri dianalisis dengan Kromatografi Gas-Spektrofotometri Massa (GC-MS).
Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia buah jintan putih (Cuminum cyminum
L.) diperoleh kadar abu total 6,8100%; kadar abu yang tidak larut dalam asam
0,3200%; kadar sari yang larut dalam air 12,3960%; kadar sari yang larut dalam
etanol 41,1360% dan kadar air 6,5920%. Hasil penetapan kadar minyak atsiri
diperoleh kadar minyak atsiri sebesar 1,5% v/b. Hasil penetapan indeks bias
dengan destilasi air diperoleh sebesar 1,5015 dan bobot jenis diperoleh sebesar
0,9169. Hasil penetapan indeks bias dengan destilasi uap diperoleh sebesar 1,5031
dan bobot jenis diperoleh sebesar 0,9199. Hasil analisis GC-MS minyak atsiri dari
simplisia buah jintan putih (Cuminum cyminum L.) yang diperoleh dengan
destilasi air menunjukkan enam komponen utama yaitu cuminaldehyde dengan
kadar 40,02% ; 2-caren-10-al dengan kadar 10,72% ; myrtenylacetate dengan
kadar 10,67% ; β-pinene dengan kadar 10,32% ; p-cimene dengan kadar 10,18% ;
γ-terpinene dengan kadar 9,19%. Sementara hasil analisis GC-MS minyak atsiri
dari simplisia buah jintan putih (Cuminum cyminum L.) yang diperoleh dengan
destilasi uap menunjukkan enam komponen utama yaitu β-pinene dengan kadar
22,37 % ; cuminaldehyde dengan kadar 21,70% ; p-cimene dengan kadar 16,47%
; γ-terpinene dengan kadar 15,84% ; benzenemethanol dengan kadar 5,60% ; 2caren-10-al dengan kadar 4,63 %.
Kata kunci: Jintan Putih, minyak atsiri, GC-MS

Universitas Sumatera Utara

The Characterization of Simplicia, Isolation and Analyses The Components
of Volatile Oil from Cuminum cyminum L. fructus by GC-MS
ABSTRACT
One of the essential oil-producing plants and had been used for a long time
by Indonesian society as a efficacious medicinal plants is Cuminum cyminum L.
Cuminum cyminum L. is a widely used ingredient. It has been used for a very long
time in traditional medicine.
The quantitative determination of volatile oil was accomplished by Stahl
apparatus and the isolation of volatile oil was accomplished by water distilation
and steam distillation. The components of volatile oil was analyzed by Gas
Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS). On the examination of simplicia
characteristics of Cuminum cyminum L. were obtained the total ash value
6,8100%; acid insoluble ash value 0.3200%; the water soluble extract value
12.3960%; the ethanol soluble extract value 41,1360% ; and the water value
6,5920%. The volatile oil content was 1,5% v/b. The refractive index by water
distillation is 1.5031 and the specific gravity is 0,9169. The refractive index by
steam distillation is 1,5031 and the specific gravity is 0,9199. The results of Gas
Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) analyses of the volatile oil from
dried Cuminum cyminum L. fructus by water distillation revealed the presence of
six main components, such as cuminaldehyde 40,02%; 2-caren-10-al 10,72%;
myrtenylacetate 10,67%; β-pinene 10,32%; p-cimene 10,18%; γ-terpinene 9,19%.
The results of Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) analyses of the
volatile oil from dried Cuminum cyminum L. fructus by steam distillation revealed
the presence of six main components, such as β-pinene 22,37%; cuminaldehyde
21,70%; p-cimene 16,47%; γ-terpinene 15,84%; benzenemethanol 5,60%; 2caren-10-al 4,63%.
Keywords: Cuminum cyminum, volatile oil, GC-MS

Universitas Sumatera Utara

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman penghasil minyak atsiri yang saat ini tumbuh di wilayah Indonesia
hampir seluruhnya sudah dikenal oleh sebagian masyarakat. Bahkan beberapa
jenis tanaman minyak atsiri menjadi bahan yang sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari (Lutony dan Rahmayati, 2002).
Minyak atsiri dihasilkan dari bagian tanaman tertentu seperti akar, batang,
kulit, daun, bunga, atau biji. Minyak atsiri bersifat mudah menguap pada suhu
kamar, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan aroma tanaman yang
menghasilkannya, dan umumnya larut dalam pelarut organik (Lutony dan
Rahmayati, 2002).
Minyak atsiri yang merupakan zat berbau yang terkandung dalam tanaman
bersifat mudah menguap di udara terbuka. Minyak atsiri umumnya tidak berwarna
dalam keadaan segar dan murni tanpa pencemar (Gunawan dan Mulyani, 2004).
Salah satu tumbuhan penghasil minyak atsiri tersebut adalah Jintan Putih
(Cuminum cyminum L.) dan istilah untuk minyak yang dihasilkannya sering
disebut sebagai cumin oil.
Jintan putih (Cuminum cyminum L.) merupakan tumbuhan berbunga dari
famili Apiaceae, merupakan tanaman tahunan berbentuk terna dan batang ramping
bercabang dengan tinggi 20-30 cm. Panjang daunnya 5-10 cm, berbentuk
menyirip atau menyirip rangkap dan memiliki anak daun seperti benang. Buah
jintan putih mirip dengan buah adas tetapi lebih kecil dan gelap (Anonim, 2009).
Tumbuhan jintan putih mengandung banyak manfaat antara lain sebagai
stomakikum, diuretik, karminatif, stimulansia, antispasmodik, hipoglikemik.
Komponen utama minyak jintan putih yaitu cuminaldehyde berperan dalam
menghambat aktivitas pada banyak spesies dari bakteri gram positif dan gram
negatif. Selain itu cumin juga telah diteliti mengandung senyawa yang dapat
menghambat kanker khususnya kanker prostat dan juga menurunkan kolesterol
(Mekawey, dkk., 2009).
Buah kering dari jintan putih banyak digunakan sebagai bumbu dan
merupakan salah satu konstituen flavor terpenting dalam jenis makanan dari India
Timur. Minyak buah jintan digunakan sebagai pengganti buah dalam berbagai tipe
senyawa flavor terutama dalam masakan kari dan berbagai hidangan khas ala
timur (Mekawey, dkk., 2009).
Berdasarkan pertimbangan uraian di atas, penulis tertarik memanfaatkan
tumbuhan jintan putih sebagai bahan penelitian dengan melakukan karakterisasi
simplisia, isolasi, serta identifikasi komponen minyak atsirinya.
Kadar minyak atsiri ditetapkan dengan alat Stahl dan komponen-komponen
minyak atsiri hasil isolasi dengan cara destilasi air dan destilasi uap dianalisis
secara GC-MS.

Universitas Sumatera Utara

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil perumusan masalah, yaitu:
Apakah karakteristik simplisia buah jintan putih yang diteliti memenuhi
persyaratan menurut literatur MMI?
Apakah terdapat perbedaan hasil yang diperoleh antara destilasi air dan destilasi
uap yang digunakan dalam mengisolasi minyak atsiri dari simplisia buah jintan
putih?
Apakah terdapat perbedaan komponen minyak atsiri dari simplisia buah jintan
putih yang diisolasi dengan destilasi air dan destilasi uap dan yang dianalisis
secara GC-MS?
Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka dibuat hipotesis, yaitu:
Karakteristik simplisia buah jintan putih yang diteliti memenuhi persyaratan
menurut literatur MMI.
Terdapat perbedaan hasil yang diperoleh dari isolasi minyak atsiri dengan destilasi
air dan destilasi uap pada simplisia buah jintan putih.
Terdapat perbedaan komponen minyak atsiri dari simplisia buah jintan putih yang
diisolasi dengan destilasi air dan destilasi uap dan yang dianalisis secara GC-MS.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkarakterisasi simplisia,
mengisolasi dan menganalisis komponen minyak atsiri yang diperoleh dari buah
jintan putih (Cuminum cyminum L.) secara GC-MS.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang komponenkomponen minyak atsiri pada buah jintan putih (Cuminum cyminum L.). Dengan
demikian, simplisia buah jintan putih dapat dimanfaatkan secara optimal untuk
berbagai keperluan seperti bahan obat, bumbu masak, makanan olahan serta
bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

Universitas Sumatera Utara

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
Jintan putih merupakan tanaman tahunan yang berbentuk ramping dan
indah, dengan tinggi satu kaki atau kurang dan berdaun halus. Buah matang yang
kering berbentuk oval memanjang dengan ukuran panjang 5-6 mm, dan berwarna
sawo muda serta berbau aromatik. Baunya sangat khas dan bila dikonsumsi
memiliki rasa hangat. Buah jintan putih mengandung 2,5 % minyak atsiri yang
dapat diisolasi dengan cara penyulingan (Guenther, 1990).
Buah kering banyak digunakan sebagai bumbu dan merupakan salah satu
konstituen terpenting dalam memberikan rasa pada beberapa jenis makanan dari
India Timur. Buah kering ini juga digunakan dalam masakan asli pribumi di
Amerika Tengah dan Selatan yang memberikan rasa dalam sosis dan keju tertentu.
Tumbuhan jintan ini telah tumbuh begitu lama di negara-negara Mediterania
sehingga sulit untuk menelusuri asal-usulnya. Tetapi kemungkinan tumbuhan ini
berasal dari Turki atau Saudi Arabia. Kini, tanaman jintan putih dibudidayakan di
India Timur, Rusia Selatan (Ukraina), Syria, Pulau Malta, dan Cyprus (Guenther,
1990).
2.1.1 Nama Lain
2.1.1.1 Nama Daerah
Jeura engkut, jeura puteh (Aceh), jiru putih (Gayo), jinten (Melayu), jinten
(Minangkabau), jinten bodas (Sunda), jinten putih (Jawa), jhinten pote (Madura),
jinten, jintar (Sulawesi Utara), jinda (Gorontalo), gingga (Boul), jintang kebo
(Makasar), jintang pute (Bugis), jinten, jinta (Bima), ginten (Bali) (Depkes RI,
1989).
2.1.1.2 Nama Asing
Yeera (Thailand), jintan putih (Malaysia), cumin (Inggris) (Anonim,
2008).
2.1.2 Taksonomi Tumbuhan
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Subkelas
: Dialypetalae
Ordo
: Umbellales / Umbeliflorae
Family
: Apiaceae / Umbelliferae
Genus
: Cuminum
Species
: Cuminum cyminum (Harder, dkk., 1965).
2.1.3 Morfologi Tumbuhan
Jintan putih merupakan tumbuhan terna, batang bergaris-garis, tidak
berambut, batang bila dimemarkan sangat wangi. Daun bertangkai pendek dan
berbentuk pita. Bunga berbentuk payung, yaitu suatu bunga majemuk tak berbatas
yang dari ujung ibu tangkainya mengeluarkan cabang-cabang yang sama
panjangnya. Masing-masing cabang mempunyai suatu daun pelindung pada
pangkalnya, dan karena pangkal daun sama tinggi letaknya, maka tampak seakanakan pada pangkal cabang-cabang tadi seperti terdapat daun-daun pembalut.
Panjang tangkai bunga 2 cm sampai 4 cm, terdiri dari 3 sampai 6 cabang dengan

Universitas Sumatera Utara

panjang 1 cm sampai 1,5 cm. Panjang buah 5 mm sampai 6 mm dengan lebar 3
mm (Depkes, 1989 ; Tjitrosoepomo, 2001).
2.1.4 Kandungan Kimia
Buah jintan putih mengandung minyak atsiri sebanyak kurang lebih 2-5%.
Komponen utama dalam minyak atsiri tersebut adalah cuminal (32%) dan safranal
(24%). Selain itu, komponen lain yang terkandung dalam minyak jintan putih
yaitu p-cimene, β-pinene, serta β-fellandren (Guenther, 1990 ; Anonim, 2009).
2.1.5 Kegunaan Tumbuhan
Berdasarkan hasil-hasil pengujian secara praklinis, dapat disimpulkan
bahwa jintan putih memiliki sifat sebagai antibakteri, antikarsinogenik,
antihiperglikemia, antioksidan, antispasme, karminatif, dan digestif. Sementara
itu, minyak jintan putih (Cuminum cyminum L.) dapat digunakan sebagai stimulan
dan aprodisiak. Selain itu minyak ini juga digunakan sebagai emenagogue,
memiliki sifat anestesi yang cukup kuat serta bersifat sebagai laksatif ( Anonim,
2009 ; Agustaa, 2000).
2.2 Minyak Atsiri
Minyak atsiri adalah salah satu kandungan tanaman yang sering disebut
“minyak terbang”. Minyak atsiri dinamakan demikian karena minyak tersebut
mudah menguap. Selain itu, minyak atsiri juga disebut essential oil (dari kata
essence) karena minyak atsiri tersebut memberikan bau pada tanaman. Minyak
atsiri itu berupa cairan jernih dan tidak berwarna. Namun, pada minyak-minyak
tertentu selama penyimpanan dapat terjadi perubahan seperti perubahan warna.
Hal tersebut terjadi karena adanya pengaruh oksidasi atau polimerisasi. Sebagai
contoh adalah minyak yang banyak mengandung terpen (misalnya minyak sitrus)
dan minyak yang mengandung aldehida dalam jumlah yang sangat besar, sangat
peka terhadap oksidasi atau polimerisasi. Untuk mencegah atau memperlambat
proses oksidasi dan polimerisasi tersebut, minyak atsiri harus dilindungi dari
pengaruh sinar matahari yang dapat merangsang terjadinya oksidasi. Minyak atsiri
tersebut sebaiknya disimpan dalam wadah berbahan dasar kaca yang berwarna
gelap (misalnya, botol berwarna cokelat atau biru gelap) untuk mengurangi sinar
yang masuk. Selain itu, botol penyimpanan minyak atsiri harus terisi penuh agar
udara yang ada dalam ruang tempat penyimpanan tersebut kecil
(Koensoemardiyah, 2010).
2.2.1 Keberadaan Minyak Atsiri dalam Tumbuhan
Minyak esensial (minyak atsiri) tidak tersebar merata di seluruh bagian
tanaman, dan kuantitas minyak esensial bervariasi di sepanjang masa
pertumbuhan tanaman sampai suatu derajat tertentu sehingga saat pemanenan,
bahkan harinya, dapat memberikan pengaruh yang menentukan terhadap kuantitas
serta kualitas minyak esensial yang dihasilkan. Sebagai contoh yaitu pada
tanaman jeruk (suku Rutaceae), minyak atsiri terdapat dalam mahkota bunga dan
komposisinya sangat berlainan dengan minyak atsiri yang ada di dalam kulit
buahnya. Contoh lainnya yaitu pada tanaman manis jangan (suku Lauraceae),
komposisi minyak atsiri yang terdapat dalam kulit batang berlainan dengan
minyak atsiri yang terdapat dalam daun (Price, 1996 ; Koensoemardiyah, 2010).
Dalam tumbuhan, minyak atsiri terkandung dalam berbagai jaringan,
seperti di dalam rambut kelenjar pada suku Labiatae, di dalam sel-sel parenkim
(pada suku Zingiberaceae dan Piperaceae), di dalam saluran minyak (pada suku

Universitas Sumatera Utara

Umbelliferae), di dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (pada suku
Myrtaceae, Pinaceae dan Rutaceae), dan terkandung di dalam semua jaringan
(pada suku Coniferae) (Tyler, et al., 1976 ; DepKes, 1978).
2.2.2 Komposisi Kimia Minyak Atsiri
Minyak atsiri yang mengandung bermacam-macam komponen kimia yang
berbeda dapat digolongkan ke dalam empat kelompok besar yang dominan yang
kemudian dapat menentukan sifat minyak atsiri tersebut. Keempat kelompok
tersebut yaitu:
1. Terpen, yang mempunyai hubungan dengan isoprena atau isopentena.
Komponen yang terdapat dalam golongan monoterpen dengan rumus empiris
C10H16 dapat disusun dari dua rantai isoprena. Jika tiga unit isoprena terdapat
dalam satu molekul persenyawaan disebut sesquiterpen.
2. Persenyawaan berantai lurus, tidak mengandung rantai cabang.
Dalam kelompok ini, minyak atsiri hanya mengandung hidrokarbon rantai lurus,
dan turunannya yang mengandung oksigen yaitu: alkohol, aldehid, keton, eter, dan
ester.
3. Turunan benzene
Persenyawaan ini ditemukan dalam berbagai tingkat oksidasi. Lingkaran aromatik
dapat mengandung gugus hidroksi atau metoksi.
4. Bermacam-macam senyawa lainnya
Anggota dari kelompok terakhir ini kurang penting dan kadang-kadang agak
spesifik dalam beberapa spesies tanaman dan mengandung senyawa kimia yang
berbeda dari senyawa yang dimiliki oleh ketiga kelompok pertama. Sebagai
contoh adalah minyak mustard yang mengandung alil tiosianat, ditemukan pada
minyak dari famili Cruciferae dan alil sulfida dalam minyak bawang putih
(Guenther, 1987).
2.3 Sifat Fisikokimia Minyak Atsiri
2.3.1 Sifat fisika minyak atsiri
Minyak atsiri mempunyai konstituen kimia yang berbeda, tetapi dari segi
fisikanya banyak yang sama. Parameter yang dapat digunakan untuk tetapan fisik
minyak atsiri antara lain:
Berbau karakteristik
Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini
disebut juga minyak menguap, minyak eteris, atau minyak esensial karena pada
suhu biasa (suhu kamar) mudah menguap di udara terbuka. Istilah esensial dipakai
karena minyak atsiri mewakili bau dari tanaman asalnya (Gunawan dan Mulyani,
2004).
Indeks bias
Perbedaan komposisi senyawa penyusun akan mempengaruhi nilai indeks bias
minyak atsiri. Indeks bias ditentukan oleh panjang rantai karbon senyawa
penyusun minyak. Semakin panjang rantai karbon menyebabkan tingkat kerapatan
minyak akan semakin tinggi sehingga lebih sukar membiaskan cahaya yang dating
dan menyebabkan nilai indeks bias menjadi lebih tinggi (Wibowo,dkk., 2009).
Bobot jenis
Nilai bobot jenis minyak atsiri didefenisikan sebagai perbandingan antara berat
minyak pada suhu tertentu dengan berat air pada volume air yang sama dengan
volume minyak pada suhu tersebut. Bobot jenis merupakan salah satu kriteria

Universitas Sumatera Utara

penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri (Wibowo,dkk.,
2009).
Putaran optik
Minyak atsiri jika ditempatkan dalam sinar atau cahaya yang dipolarisasikan
mempunyai sifat memutar bidang polarisasi ke arah kanan dan ke arah kiri.
Besarnya putaran optik tergantung pada jenis dan konsentrasi senyawa, panjang
jalan yang ditempuh sinar melalui senyawa tersebut, dan suhu pengukuran
(Wibowo, dkk., 2009).
2.3.2 Sifat Kimia Minyak Atsiri
Perubahan sifat kimia minyak atsiri merupakan ciri dari adanya suatu
kerusakan minyak dan ini dapat terjadi pada beberapa jenis minyak atsiri.
Kerusakan minyak atsiri yang mengakibatkan perubahan tersebut antara lain dapat
terjadi selama penyimpanan dan biasanya disebabkan oleh terjadinya oksidasi,
polimerisasi serta hidrolisis. Karena peristiwa tersebut maka minyak atsiri akan
berubah warna dan menjadi lebih kental. Proses-proses tersebut diaktifkan oleh
panas, oksigen udara, lembab, sinar matahari, dan molekul logam berat. Minyak
atsiri harus diberi perlakuan khusus agar proses tersebut tidak terjadi atau
setidaknya dapat diperlambat. Jadi, minyak atsiri sebaiknya disimpan dalam
wadah yang benar-benar kering dan harus bebas dari logam berat, serta bebas dari
cahaya yang masuk (Koensoemardiyah, 2010).
2.4 Cara Isolasi Minyak Atsiri
a. Penyulingan dengan air
Pada metode ini, bahan tumbuhan direbus dalam air mendidih dalam satu wadah.
Minyak atsiri akan dibawa oleh uap air yang kemudian didinginkan dengan
mengalirkannya melalui pendingin. Hasil sulingan adalah minyak atsiri yang
belum murni. Perlakuan ini sesuai untuk minyak atsiri yang tidak rusak oleh
pemanasan (Guenther, 1987).
b. Penyulingan dengan air dan uap
Bahan tumbuhan yang akan disuling dengan metode penyulingan
air dan uap ditempatkan dalam suatu tempat yang bagian bawah dan tengah
berlubang-lubang yang ditopang di atas dasar alat penyulingan. Ketel diisi dengan
air sampai permukaan air berada tidak jauh di bawah saringan, uap air akan naik
bersama minyak atsiri kemudian dialirkan melalui pendingin. Hasil sulingannya
adalah minyak atsiri yang belum murni (Guenther, 1987).
c. Penyulingan dengan uap
Pada metode ini bahan tumbuhan dialiri uap panas dengan tekanan
tinggi. Uap air selanjutnya dialirkan melalui pendingin dan hasil sulingan adalah
minyak atsiri yang belum murni. Cara ini baik digunakan untuk bahan tumbuhan
yang mempunyai titik didih yang tinggi (Guenther, 1987).
2.5 Analisis Komponen Minyak Atsiri dengan GC-MS
Sedikit sekali jenis minyak atsiri yang memiliki komponen tunggal dengan
porsi yang sangat besar, kebanyakan mengandung campuran senyawa dengan
berbagai tipe. Karena itu, analisis komponen minyak atsiri merupakan masalah
yang cukup rumit ditambah dengan sifatnya yang mudah menguap pada suhu
kamar. Jadi, untuk menganalisis minyak atsiri perlu diseleksi metode yang akan
diterapkan. Kendala yang lazim dihadapi pada saat menganalisis komponen
penyusun minyak atsiri adalah hilangnya sebagian komponen selama

Universitas Sumatera Utara

berlangsungnya proses analisis. Namun, sejak ditemukannya kromatografi gas
(GC), kendala dalam analisis komponen minyak atsiri ini mulai dapat diatasi
walaupun terbatas hanya pada analisis kualitatif dan penentuan kuantitatif
komponen penyusun minyak atsiri saja. Pada penggunaan GC ini, efek penguapan
dapat dihindari bahkan dihilangkan sama sekali. Perkembangan teknologi
instrumentasi yang sangat pesat akhirnya dapat melahirkan suatu alat yang
merupakan gabungan dua sistem dengan prinsip dasar yang berbeda satu sama
lain tetapi dapat saling menguntungkan atau saling melengkapi, yaitu gabungan
antara kromatografi gas dan spektrometri massa (GC-MS). Pada alat GC-MS ini
kedua alat dihubungkan dengan suatu interfase. Kromatografi gas di sini
berfungsi sebagai alat pemisah berbagai komponen campuran dalam sampel.
Sedangkan spectrometer massa berfungsi untuk mendeteksi masing-masing
molekul komponen yang telah dipisahkan pada sistem kromatografi gas. Analisis
dengan GC-MS merupakan metode yang cepat dan akurat untuk memisahkan
campuran yang rumit, mampu menganalisis cuplikan dalam jumlah sangat kecil,
dan menghasilkan data yang berguna mengenai struktur serta identifikasi senyawa
organik (Agustab, 2000).
2.5.1 Kromatografi Gas
Kromatografi gas merupakan metode yang tepat dan cepat untuk
memisahkan campuran yang sangat rumit. Waktu yang dibutuhkan beragam,
mulai dari beberapa detik untuk campuran sederhana sampai berjam-jam untuk
campuran yang mengandung 500-1000 komponen. Komponen campuran dapat
diidentifikasi dengan menggunakan waktu tambat (waktu retensi) yang khas pada
kondisi yang tepat. Waktu tambat ialah waktu yang menunjukkan berapa lama
suatu senyawa tertahan dalam kolom (Gritter, dkk., 1991).
Unsur-unsur penting yang berhubungan dengan kromatografi gas antara
lain gas pembawa, sistem injeksi, kolom, fase diam, suhu, dan detektor.
2.5.1.1 Gas Pembawa
Gas pembawa harus memenuhi persyaratan antara lain harus inert, murni,
dan mudah diperoleh. Pemilihan gas pembawa tergantung pada detektor yang
dipakai. Keuntungannya adalah karena semua gas ini harus tidak reaktif, dapat
dibeli dalam keadaan murni dan kering yang dapat dikemas dalam tangki
bertekanan tinggi. Gas pembawa yang sering dipakai adalah Helium (He), argon
(Ar), nitrogen (N2), hydrogen (H2), dan karbondioksida (CO2) (Agustab, 2000).
2.5.1.2 Sistem Injeksi
GC-MS memiliki dua system pemasukan sampel (injection), yaitu secara
langsung (direct inlet) dan melalui system kromatografi gas (indirect inlet). Untuk
sampel campuran seperti minyak atsiri, pemasukan sampel harus melalui sistem
GC (Agustab, 2000).
Cuplikan dimasukkan ke dalam ruang suntik melalui gerbang suntik, biasanya
berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau pemisah karet. Ruang suntik
harus dipanaskan tersendiri, terpisah dari kolom, dan biasanya pada suhu 10-15⁰C
lebih tinggi dari suhu maksimum. Jadi seluruh cuplikan diuapkan segera setelah
disuntikkan dan dibawa ke kolom (Gritter, dkk., 1991).
2.5.1.3 Kolom
Keberhasilan suatu proses pemisahan terutama ditentukan oleh pemilihan
kolom. Kolom dapat dibuat dari tembaga, baja tahan karat, aluminium, plastik dan
kaca. Kolom dapat berbentuk lurus, melengkung, ataupun gulungan spiral

Universitas Sumatera Utara

sehingga dapat lebih menghemat ruang. Ada dua macam kolom, yaitu kolom
kemas dan kolom kapiler. Kolom kemas adalah pipa yang terbuat dari logam,
kaca, atau plastik yang berisi penyangga padat yang inert. Fase diam, baik yang
berwujud padat maupun cair, diserap atau terikat secara kimia pada permukaan
penyangga padat tersebut. Diameter kolom biasanya 2-4 mm dengan panjang 0,56 m. Kolom kapiler berbeda dengan kolom kemas dalam hal adanya rongga pada
bagian dalam kolom yang menyerupai pipa sehingga disebut juga kolom pipa
terbuka. Bahan kolom biasanya terbuat dari gelas, baja tahan karat, atau silica
dengan panjang 10-100 m dan diameter 0,2-0,5 mm. Secara umum keuntungan
penggunaan kolom kapiler adalah jumlah sampel yang dibutuhkan sedikit, gas
pembawa yang dibutuhkan juga sedikit, dan pemisahan lebih sempurna ( Agustab,
2000).
2.5.1.4 Fase Diam
Fase diam dibedakan berdasarkan kepolarannya, yaitu nonpolar, semi
polar, dan polar. Berdasarkan minyak atsiri yang non polar sampai sedikit polar,
maka untuk keperluan analisis sebaiknya digunakan kolom fase diam yang
bersifat non polar, misalnya SE-52 dan SE-54. Jika dalam analisis minyak atsiri
digunakan kolom yang lebih polar, sejumlah puncak yang dihasilkan menjadi
lebar (tidak tajam) dan sebagian puncak tersebut juga membentuk ekor. Begitu
juga dengan garis dasarnya tidak rata dan terlihat bergelombang. Bahkan
kemungkinan besar komponen yang bersifat nonpolar tidak akan terdeteksi sama
sekali (Agustab, 2000).
2.5.1.5 Suhu
Tekanan uap sangat tergantung pada suhu, maka suhu merupakan faktor
utama dalam kromatografi gas. Pada GC-MS terdapat tiga pengendali suhu yang
berbeda, yaitu suhu injektor, suhu kolom, suhu detektor (Gritter, dkk., 1991).
2.5.2 Spektrometer Massa
Molekul senyawa organik pada spektrometer massa, ditembak dengan berkas
elektron dan menghasilkan ion bermuatan positif yang mempunyai energi yang
tinggi karena lepasnya elektron dari molekul yang dapat pecah menjadi ion yang
lebih kecil (Sastrohamidjojo, 1985).
Spektrum massa hasil analisis sistem spektroskopi massa merupakan gambaran
mengenai jenis dan jumlah fragmen molekul yang terbentuk dari suatu komponen
kimia (masing-masing puncak pada kromatogram). Setiap fragmen yang terbentuk
dari pemecahan suatu komponen kimia memiliki berat molekul yang berbeda dan
ditampilkan dalam bentuk diagram dua dimensi, m/z (m/e, massa/muatan) pada
sumbu X dan intensitas pada sumbu Y yang disebut dengan spektrum massa. Pola
pemecahan (fragmentasi) molekul yang terbentuk untuk setiap komponen kimia
sangat spesifik sehingga dapat dijadikan sebagai patokan untuk menentukan
struktur molekul suatu komponen kimia. Selanjutnya, spektrum massa komponen
kimia yang diperoleh dari hasil analisis diidentifikasi dengan cara dibandingkan
dengan spektrum massa yang terdapat dalam suatu bank data (Agustab, 2000).
Keuntungan utama spektrometri massa sebagai metode analisis yaitu
metode ini lebih sensitif untuk identifikasi senyawa yang tidak diketahui atau
untuk menetapkan keberadaan senyawa tertentu. Hal ini disebabkan adanya pola
fragmentasi yang khas sehingga dapat memberikan informasi mengenai bobot
molekul dan rumus molekul. Puncak ion molekul penting dikenali karena
memberikan bobot molekul senyawa yang diperiksa. Puncak paling kuat

Universitas Sumatera Utara

(tertinggi) pada spektrum disebut puncak dasar (base peak), dinyatakan dengan
nilai 100% dan kekuatan puncak lain, termasuk puncak ion molekulnya
dinyatakan sebagai persentase puncak dasar tersebut (Silverstein, dkk., 1986).

Universitas Sumatera Utara

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan sampel, pemeriksaan karakteristik
simplisia, isolasi dan identifikasi komponen-komponen kimia minyak atsiri
simplisia buah jintan putih secara GC-MS.
3.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam laboratorium adalah gelas laboratorium,
timbangan kasar (Ohaus), neraca analitik (Mettler Toledo), seperangkat alat Stahl,
seperangkat alat destilasi uap, seperangkat alat destilasi air, oven dan Gas
Chromatography-Mass Spectrometer (GC-MS) model Shimadju QP 2010 S.
3.2 Bahan-Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah buah jintan
putih, natrium sulfat anhidrat p.a (E. Merck), kloralhidrat (E. Merck), sudan III,
kloroform p.a (E. Merck), etanol 96%, toluene p.a, HCl p.a, dan air suling.
3.3 Penyiapan Sampel
Penyiapan sampel meliputi pengambilan sampel, identifikasi sampel,
pemeriksaan makroskopik sampel, serta pengolahan sampel.
3.3.1 Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu diambil dari satu
daerah yaitu Pasar Central Medan tanpa membandingkan dengan sampel yang
sama dari daerah lain.
3.3.2 Identifikasi Sampel
Identifikasi sampel (buah) dilakukan di Pusat Penelitian Biologi LIPI
Bogor.
3.3.3 Pengolahan Sampel
Buah dibersihkan dari bahan-bahan pengotor tanpa pencucian, kemudian
ditimbang. Selanjutnya dikeringkan di lemari pengering pada suhu 45oC sampai
simplisia rapuh (sekitar dua minggu) kemudian ditimbang.
3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia
3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk luar,
ukuran serta warna dari simplisia buah jintan putih.
3.4.2 Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia buah jintan
putih. Serbuk simplisia ditaburkan diatas kaca objek yang telah ditetesi dengan
larutan kloralhidrat dan tutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah
mikroskop.
3.4.3 Penetapan Kadar Air
a. Penjenuhan Toluen
Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu
alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2
jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume
air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,01 ml.

Universitas Sumatera Utara

b. Penetapan Kadar Air Simplisia
Kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 gram serbuk simplisia
yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah
toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian
besar air terdestilasi, kemudian kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik
sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan
sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin
dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung
penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah
sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,01 ml. Selisih kedua volume air
yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang
diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1992).
3.4.4 Penetapan Kadar Sari Yang Larut Dalam Air
Sebanyak 5 gram serbuk simplisia yang telah dikeringkan, dimaserasi
selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling
sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam
pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Sejumlah 20 ml
filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata
yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot
tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang
telah dikeringkan (Depkes, 1995).
3.4.5 Penetapan Kadar Sari Yang Larut Dalam Etanol
Sebanyak 5 gram serbuk simplisia yang telah dikeringkan di udara,
dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 95% dalam labu bersumbat sambil
dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam.
Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml
filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang
telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap.
Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 95% dihitung terhadap bahan
yang telah dikeringkan di udara (Depkes, 1995).
3.4.6 Penetapan Kadar Abu Total
Sebanyak 2 gram serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang
seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian
diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada
suhu 500-600oC selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai
diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan
di udara (WHO, 1992).
3.4.7 Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Dalam Asam
Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml
asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dipijarkan sampai bobot tetap,
kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam
dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (WHO, 1992).
3.4.8 Penetapan Kadar Minyak Atsiri
Penetapan kadar minyak atsiri dilakukan dengan menggunakan alat Stahl.
Caranya: sebanyak 15 gram buah jintan putih yang telah dimemarkan dimasukkan
ke dalam labu alas bulat berleher pendek 1000 ml, ditambahkan air suling
sebanyak 300 ml, labu diletakkan dalam pemanas listrik. Labu dihubungkan

Universitas Sumatera Utara

dengan pendingin dan alat penampung berskala, diisi buret dengan air hingga
penuh. Didihkan isi labu dengan pemanas yang sesua