Karakterisasi Simplisia dan Isolasi serta Analisis Komponen Minyak Atsiri secara GC-MS dari Simplisia Temu Putih (Kaemferia rotunda L.)
KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN ISOLASI SERTA ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI SECARA GC-MS DARI SIMPLISIA RIMPANG TANAMAN
TEMU PUTIH (Kaemferia rotunda L.)
SKRIPSI
OLEH:
DESMI WARDANI NASUTION NIM 091524026
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN ISOLASI SERTA ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI SECARA GC-MS DARI SIMPLISIA RIMPANG TANAMAN
TEMU PUTIH (Kaemferia rotunda L.)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
DESMI WARDANI NASUTION NIM 091524026
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(3)
LEMBAR PENGESAHAN
KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN ISOLASI SERTA ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI
SECARA GC-MS DARI SIMPLISIA RIMPANG TANAMAN TEMU PUTIH (Kaemferia rotunda L.)
OLEH:
DESMI WARDANI NASUTION NIM 091524026
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal: Juni 2011
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Drs. Ismail, M.Si., Apt. Dr. M. Pandapotan Nasution, MPS., Apt. NIP 195006141980031001 NIP 194908111976031001
Pembimbing II, Drs. Ismail, M.Si., Apt.
NIP 195006141980031001
Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt. Dra. Saleha Salbi, M.Si.,Apt. NIP 195310301980031002 NIP 194909061980032001
Drs. Syahrial Yoenoes, S.U.,Apt. NIP 195112061983031001
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Dekan,
Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002
(4)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Karakterisasi Simplisia dan Isolasi serta Analisis Komponen Minyak Atsiri secara GC-MS dari Simplisia Temu Putih (Kaemferia
rotunda L.)” untuk memenuhi syarat guna mencapai gelar sarjana farmasi pada
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Noyan Nasution dan ibunda Tiopan Lubis tercinta, serta kakanda semua yang tersayang yang telah dengan penuh kesabaran dan kasih sayang selalu memberi dorongan, bimbingan, nasehat serta do’a.
Melalui tulisan ini ucapan terimakasih yang tulus dan ikhlas atas bimbingan, petunjuk, pemberian fasilitas serta saran dan bantuan lainnya, sebelum dan selama penelitian juga disampaikan kepada:
1. Bapak Drs. Ismail M.Si, Apt., dan Drs. Panal Sitorus M.Si, Apt., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini.
2. Bapak Dr. M. Pandapotan Nasution, MPS., Apt., Drs. Ismail M.Si, Apt., Dra. Saleha Salbi, M.Si.,Apt.dan Drs. Syahrial Yoenoes, S.U.,Apt. selaku penguji yang telah menguji dan memberikan masukan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini
(5)
3. Bapak Prof. Dr. Sumadiohadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah mensyahkan dan memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Prof. M.Timbul selaku dosen wali yang selama ini telah banyak membina dan membimbing penulis selama masa pendidikan.
5. Asisten Laboratorim Farmakognosi dan staf – staf farmasi khususnya Deni yang banyak memberikan dorongan dan bantuan selama penelitian.
6. Teman-teman penulis khususnya Tentuwin (emil, sri, winda, ipit, nita, rika, pipi, iza, k’ira, k’ve yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi
7. Semua mahasiswa/wi farmasi khususnya farmasi ekstensi 2009 yang tidak disebutkan satu persatu, terimakasih untuk semangat dan do’a nya. Semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya pada ilmu farmasi. Penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.
Medan, Juni 2011 Penulis
(6)
Karakterisasi Simplisia dan Isolasi serta Analisis Komponen Minyak Atsiri Secara GC-MS dari Rimpang Tanaman Temu Putih
(Kaemferia rotunda L.) Abstrak
Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap dengan komposisi yang berbeda– beda sesuai sumber penghasilnya dan terdiri dari campuran zat yang memiliki sifat fisika kimia berbeda-beda. Temu putih (Kaemferia rotunda L.) famili Zingiberaceae adalah salah satu tanaman yang mengandung minyak atsiri dan banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai obat anti kanker.
Penelitian yang dilakukan meliputi karakterisasi simplisia, isolasi minyak atsiri dengan cara destilasi air dan analisis komponen minyak atsiri secara Gas Chromatography-Mass Spectrophotometry (GC-MS) dari simplisia temu putih.
Hasil karakterisasi simplisia rimpang temu putih diperoleh kadar air 7,33%; kadar sari yang larut dalam air 18,91%; kadar sari yang larut dalam etanol 7,62%; kadar abu total 3,77%; kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,15%; hasil penetapan kadar minyak atsiri dengan alat Stahl diperoleh kadar minyak atsiri rimpang temu putih sebesar 1,09 % v/b. Hasil penetapan indeks bias minyak atsiri rimpang temu putih diperoleh sebesar 1,5020 bobot jenis minyak atsiri rimpang temu putih sebesar 0,9144.
Hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dari rimpang temu putih menunjukkan 31 komponen dan terdapat 6 senyawa sebagai komponen utama yaitu: Benzyl benzoat (60,71%), Hexadecane (29,22%), pentadecane (2,11%), Camphene (1,60%), Bornyl acetate (1,19%), dan Siklopropazulen (0,08%).
(7)
Characteristic of Simplex and Isolation and Analyzed Volatile Oil Component by GC-MS from Rhizome of White Ginger
(Kaemferia rotunda L.) Abstract
Volatile oil represents the essential oil with the different composition with chemical physics different. White Ginger (Kaemferia
rotunda L.) of the family Zingiberaceae is one part of species that contain
volatile oil and a lot of exploited asanti cancer.
The purpose of this research include simplex characteritation, isolation of volatile oil was accomplished by water destillation and analyzed volatile oil components by Gas Cromatography-Mass
Spectrophotometry (GC-MS) from simplex of white ginger (Kaemferia rotunda L.).
The result of simplex characteritation from simplex of white ginger obtained water value 7,33%, water soluable extract value 18,91%, ethanol soluble extract value 7,62%, total ash value 3,77%, acid insoluble ash value 0,15%, the volatile oil content of White Ginger 1,09 % v/b, the refractive index volatile oil of white ginger is 1,5020 and specific gravity is 0,9144.
The result of GC-MS analyzed of volatile oil from white ginger of obtained 31 compounds, 6 compounds of them was main compound, i.e. Benzyl benzoic (60,71%), Hexadecane (29,22%), Pentadecane (2,11%), Camphene (1,60%), Bornyl acetate (1,19%) and Siklopropazulen (0,08%).
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan masalah ... 3
1.3 Hipotesis... 3
1.4 Tujuan penelitian ... 3
1.5 Manfaat penelitian ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1. Uraian Tanaman ... 4
2.1.1. Nama Daerah ... 4
2.1.2. Taksonomi Tanaman ... 5
2.1.3. Morfologi Tumbuhan ... 5
2.1.4. Kandungan Senyawa Kimia ... 6
(9)
2.2. Minyak Atsiri ... 6
2.2.1. Lokalisasi Minyak Atsiri ... 7
2.2.2. Aktivitas Biologi Minyak Atsiri dan Penggunaan ... 7
2.2.3. Komposisi kimia minyak atsiri ... 7
2.3 Cara isolasi minyak atsiri ... 9
2.3.1. Metode Penyulingan ... 9
2.3.2. Metode Pengepresan ... 10
2.3.3. Ekstraksi dengan Pelarut Menguap ... 10
2.3.4. Ekstraksi dengan Lemak ... 10
2.4 Analisa Komponen Minyak Atsiri dengan GC-MS ... 11
2.4.1. Kromatografi Gas ... 11
2.4.1.1. Gas Pembawa ... 12
2.4.1.2. Sistem Injeksi ... 12
2.4.1.3 Kolom ... 12
2.4.1.4. Fase diam ... 13
2.4.1.5. Suhu ... 13
2.4.1.5.1. Suhu injektor ... 13
2.4.1.5.2. Suhu kolom ... 14
2.4.1.5.3. Suhu detektor ... 14
2.4.1.6 Detektor ... 14
(10)
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 16
3.1 Alat-alat ... 16
3.2 Bahan-bahan ... 16
3.3 Penyiapan Bahan Tumbuhan ... 16
3.3.1. Pengambilan Bahan Tumbuhan ... 17
3.3.2.Identifikasi Tumbuhan ... 17
3.3.3. Pembuatan Simplisia ... 17
3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia... 17
3.4.1. Pemeriksaan Makroskopik ... 17
3.4.2. Pemeriksaan Mikroskopik ... 17
3.4.3. Penetapan Kadar Air... 18
3.4.4. Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air ... 18
3.4.5. Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol ... 19
3.4.6. Penetapan Kadar Abu Total ... 19
3.4.7. Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam ... 19
3.4.8. Penetapan Kadar Minyak Atsiri ... 20
3.5. Isolasi Minyak Atsiri ... 20
3.6. Identifikasi Minyak Atsiri... 21
3.6.1. Penetapan Parameter Fisika ... 21
3.6.1.1. Penentuan Indeks Bias ... 21
3.6.1.2. Penentuan Bobot Jenis ... 21
(11)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23
4.1. Identifikasi Tumbuhan ... 23
4.2. Karakterisasi Simplisia Temu Putih ... 23
4.3. Identifikasi Minyak Atsiri ... 25
4.4. Analisis dengan GC-MS ... 27
4.5. Analisis dan Fragmentasi Hasil spektrofotometri massa ... 29
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 34
5.1. Kesimpulan ... 34
5.2. Saran ... 34
DAFTAR PUSTAKA ... 35
(12)
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Hasil Karakterisasi Serbuk Simplisia Temu Putih ... 23
Tabel 4.2. Hasil Penetapan Kadar Minyak Atsiri ... 25
Tabel 4.3. Hasil Penentuan Indeks Bias dan Bobot Jenis Minyak Atsiri... 26
(13)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kromatogram GC-MS Minyak Atsiri Temu Putih ... 27
Gambar 2. Rumus Bangun dari Senyawa Benzyl benzoate ... 29
Gambar 3. Rumus Bangun dari Senyawa Hexadecane ... 30
Gambar 4. Rumus Bangun dari Senyawa Camphene... 31
Gambar 5. Rumus Bangun dari Senyawa Pentadecane... 31
Gambar 6. Rumus Bangun dari Senyawa Bornyl acetate... 32
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 37
Lampiran 2. Foto Morfologi Tanaman Temu Putih ... 38
Lampiran 3. Foto Simplisia Temu Putih ... 39
Lampiran 4. Hasil Pemeriksaan Mikroskopik ... 40
Lampiran 5. Alat- alat Yang Digunakan Dalam Penelitian ... 41
Lampiran 6. Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Simplisa ... 44
Lampiran 7. Bagan Kerja Penelitian ... 52
Lampiran 8. Kromatogram GC-MS Minyak Atsiri Temu Putih ... 53
Lampiran 9. Spektrum Massa Minyak Atsiri Temu Putih ... 55
(15)
Karakterisasi Simplisia dan Isolasi serta Analisis Komponen Minyak Atsiri Secara GC-MS dari Rimpang Tanaman Temu Putih
(Kaemferia rotunda L.) Abstrak
Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap dengan komposisi yang berbeda– beda sesuai sumber penghasilnya dan terdiri dari campuran zat yang memiliki sifat fisika kimia berbeda-beda. Temu putih (Kaemferia rotunda L.) famili Zingiberaceae adalah salah satu tanaman yang mengandung minyak atsiri dan banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai obat anti kanker.
Penelitian yang dilakukan meliputi karakterisasi simplisia, isolasi minyak atsiri dengan cara destilasi air dan analisis komponen minyak atsiri secara Gas Chromatography-Mass Spectrophotometry (GC-MS) dari simplisia temu putih.
Hasil karakterisasi simplisia rimpang temu putih diperoleh kadar air 7,33%; kadar sari yang larut dalam air 18,91%; kadar sari yang larut dalam etanol 7,62%; kadar abu total 3,77%; kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,15%; hasil penetapan kadar minyak atsiri dengan alat Stahl diperoleh kadar minyak atsiri rimpang temu putih sebesar 1,09 % v/b. Hasil penetapan indeks bias minyak atsiri rimpang temu putih diperoleh sebesar 1,5020 bobot jenis minyak atsiri rimpang temu putih sebesar 0,9144.
Hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dari rimpang temu putih menunjukkan 31 komponen dan terdapat 6 senyawa sebagai komponen utama yaitu: Benzyl benzoat (60,71%), Hexadecane (29,22%), pentadecane (2,11%), Camphene (1,60%), Bornyl acetate (1,19%), dan Siklopropazulen (0,08%).
(16)
Characteristic of Simplex and Isolation and Analyzed Volatile Oil Component by GC-MS from Rhizome of White Ginger
(Kaemferia rotunda L.) Abstract
Volatile oil represents the essential oil with the different composition with chemical physics different. White Ginger (Kaemferia
rotunda L.) of the family Zingiberaceae is one part of species that contain
volatile oil and a lot of exploited asanti cancer.
The purpose of this research include simplex characteritation, isolation of volatile oil was accomplished by water destillation and analyzed volatile oil components by Gas Cromatography-Mass
Spectrophotometry (GC-MS) from simplex of white ginger (Kaemferia rotunda L.).
The result of simplex characteritation from simplex of white ginger obtained water value 7,33%, water soluable extract value 18,91%, ethanol soluble extract value 7,62%, total ash value 3,77%, acid insoluble ash value 0,15%, the volatile oil content of White Ginger 1,09 % v/b, the refractive index volatile oil of white ginger is 1,5020 and specific gravity is 0,9144.
The result of GC-MS analyzed of volatile oil from white ginger of obtained 31 compounds, 6 compounds of them was main compound, i.e. Benzyl benzoic (60,71%), Hexadecane (29,22%), Pentadecane (2,11%), Camphene (1,60%), Bornyl acetate (1,19%) and Siklopropazulen (0,08%).
(17)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Minyak atsiri yang juga disebut minyak eteris merupakan minyak yang mudah menguap dengan komposisi yang berbeda-beda sesuai sumber penghasilnya. Minyak atsiri bukan merupakan zat kimia tunggal murni, melainkan merupakan campuran zat-zat yang memiliki sifat fisika dan kimia berbeda-beda (Lutony dan Rahmayanti, 1994).
Peranan paling utama dari minyak atsiri terhadap tanaman itu sendiri adalah sebagai pengusir serangga serta sebagai pengusir hewan-hewan pemakan daun lainnya. Namun sebaliknya minyak atsiri berfungsi sebagai penarik serangga guna membantu terjadinya penyerbukan silang dari bunga (Tyler,et al,1970).
Kegunaan minyak atsiri sangat luas dan spesifik, khususnya dalam berbagai bidang industri, antara lain industri makanan digunakan sebagai bahan penyedap, industri parfum sebagai pewangi, industri farmasi, bahkan digunakan pula sebagai insektisida. Salah satu tanaman penghasil minyak atsiri adalah temu putih (Lutony, 1994)
Temu putih (Kaemferia rotunda L.) di Jawa Tengah dikenal dengan nama kunir putih. Daunnya berbentuk bundar menjorong lebar, berwarna hijau muda. Bunganya bermunculan diatas batang semu yang amat pendek. Akarnya berdaging seolah membengkak, membentuk umbi yang tidak terlalu besar, yakni hanya seukuran telur puyuh, rimpang temu putih berwarna pucat, banyak serat, dan rasanya sangat pahit.
(18)
Sebagai obat-obatan temu putih ini lebih banyak digunakan untuk mengatasi gangguan pencernaan, penurun panas, perangsang nafsu makan termasuk juga sebagai antineoplastik (antikanker).
Minyak atsiri dapat diproduksi dengan beberapa metode, namun sebagian besar minyak atsiri diperoleh dengan metode penyulingan yang dikenal dengan hidrodestilasi. Cara lain adalah metode ekstraksi yang menggunakan pelarut dan metode pengempaan (Lutony & Rahmayati, 1994).
Pada beberapa literatur metode penyulingan minyak atsiri dari rimpang temu putih dilakukan dengan cara destilasi uap (steam destillation). Komponen utama minyak atsiri dari temu putih ini diantaranya adalah benzyl benzoate (30,61%) dan siklopropazulen (26,85%) (Anonim, 2005).
Dalam hal ini penulis ingin meneliti salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yaitu temu putih (Kaemferia rotunda L.) yang layak untuk dikembangkan karena kandungan minyak atsiri didalamnya cukup banyak.
Oleh karena itu penulis ingin melakukan penyulingan minyak atsiri dari temu putih dengan metode destilasi air (water distillation) dan ingin melihat apakah ada perbedaan hasil komponen minyak atsiri yang ditemukan.
Pada metode ini, tanaman yang akan disuling mengalami kontak langsung dengan air mendidih. Bahan terendam secara sempurna, sehingga penyulingan minyak atsiri dapat berlangsung secara sempurna.
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan untuk dapat mengembangkan penelitian tentang bahan alam penghasil minyak atsiri yang banyak terdapat di Indonesia, dan dapat memberikan informasi komponen minyak atsiri dari rimpang temu putih (Kaemferia rotunda L.).
(19)
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diambil perumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah cara destilasi air dapat digunakan untuk mengisolasi minyak atsiri rimpang temu putih (Kaemferia rotunda L.)?
2. Apakah komponen minyak atsiri rimpang temu putih (Kaemferia
rotunda L.) dapat dipisahkan dan dianalisis secara GC-MS ? 1.3. Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka hipotesisnya adalah :
1. Cara destilasi air dapat digunakan untuk mengisolasi minyak atsiri rimpang temu putih (Kaemferia rotunda L.)
2. Komponen minyak atsiri rimpang temu putih (Kaemferia rotunda L.) dapat dipisahkan dan dianalisis secara GC-MS.
1.4. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengisolasi serta menganalisis komponen minyak atsiri rimpang temu putih (Kaemferia rotunda L.) secara GC-MS.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang
komponen minyak atsiri rimpang temu putih (Kaemferia rotunda L.) serta bermanfaat bagi ilmu pengetahuan untuk dapat mengembangkan penelitian tentang bahan alam penghasil minyak atsiri yang terdapat di Indonesia.
(20)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Tanaman
Kunci pepet termasuk kerabat temu-temuan, tanaman ini masih satu genus dengan temu kunci, yakni genus Kaemferia. Kunci pepet (Kaemferia rotunda L.) di Jawa Tengah dikenal dengan nama temu putih atau kunir putih. Daunnya berbentuk bundar menjorong lebar, berwarna hijau muda. Bunganya bermunculan diatas batang semu yang amat pendek dengan daun yang menutupi permukaan tanah, bunga tumbuh bergerombolan. Rimpang temu putih tumbuh pendek, ada beberapa rimpang yang sekaligus tumbuh bergerombolan. Akarnya berdaging seolah membengkak, membentuk umbi yang tidak terlalu besar, yakni hanya seukuran telur puyuh, rimpang temu putih berwarna pucat, banyak serat, dan rasanya pahit.
2.1.1. Nama Daerah
Nama daerah dari temu putih adalah kunir putih, ardong, kunci pepet (Jawa), temu putri (Jakarta), konce pet (Madura). Namun soal nama ini perlu berhati-hati, karena kunir putih atau kunyit putih juga merupakan nama dari
Curcuma zedoaria dan kunci pepet juga digunakan untuk menyebut Kaempferia angustifolia. Dalam bahasa Inggris Kaempferia rotunda dikenal sebagai Round-rooted Galangal[2]. (Agusta, 2000).
(21)
2.1.2 Taksonomi Tanaman
Menurut Johnny ria hutapea (2002), sistematika tanaman temu putih adalah sebagai berikut:
Devisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Bangsa : Zingiberales
Suku : Zingiberaceae
Marga : Kaemferia
Jenis : Kaemferia rotunda L.
2.1.3 Morfologi Tumbuhan
Tanaman temu putih merupakan habitus semak, semusim yang tingginya 30-70 cm. Ciri-ciri morfologi tanaman temu putih sebagai berikut:
Batang : lunak, berpelepah, membentuk rimpang, hitam keabu-abuan
Daun : tunggal, lanset, ujung runcing, pangkal berpelepah, tepi rata, ibu tulang daun menonjol, panjang ± 70 cm, hijau muda.
Bunga : majemuk, bentuk tabung, kelopak lanset, panjang 4-8 cm, lebar 2-3, 5 cm, mahkota panjang 10-19 cm, benang sari dan putik kecil, putih.
Akar : serabut, putih.
Rimpang : rimpang kunyit rasanya agak pahit dan getir dengan bau yang khas, warnanya jingga kecoklatan dari luar, sedangkan bagian dalamnya bila dipotong berwarna jingga terang atau agak kuning.
(22)
2.1.4 Kandungan Senyawa Kimia
Rimpang dan daun Kaemferia rotunda mengandung kurkuminoid, saponin, tanin dan minyak atsiri. Minyak temu putih mengandung 0,15 % minyak atsiri yang terdiri dari 11 senyawa dan terdapat 2 sebagai komponen utama, yaitu benzyl benzoate (30,61%), dan siklopropazulen (26,85%) (Agusta, 2000).
2.1.5 Kegunaan Tanaman
Kunyit putih dapat membantu mencegah kerusakan sel. Sedangkan kandungan minyak atsiri, kunyit putih dapat dipakai untuk menjaga kesehatan saluran pernafasan dan pencernaan. Kunyit Putih sangat bermanfaat untuk : Kanker, Tumor, Kista, dan Kolesterol. Selain itu oleh peracik jamu dan insustri obat-obatan digunakan sebagai campuran obat-obatan, campuran jamu-jamu, kosmetik tradisional, dan minuman dari ramuan temu lawak, selain itu enak dijadikan lalap (Fauziah, 1987).
2.2 Minyak Atsiri
Minyak atsiri yang dikenal juga dengan nama minyak eteris atau minyak terbang ( essential oil, volatile oil) dihasilkan oleh tanaman. minyak tersebut mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya, umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air (Ketaren, 1985).
2.2.1 Lokalisasi minyak atsiri
Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ, seperti di dalam rambut kelenjar (pada famili Labiatae), di dalam sel-sel parenkim (misalnya famili Piperaceae), di dalam saluran minyak yang disebut vittae (famili Umbellliferae), di dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (pada famili Pinaceae dan
(23)
Rutaceae), terkandung di dalam semua jaringan (pada famili Coniferae), pada kayu manis (Lauraceae) banyak ditemui di kulit batang (korteks) (Gunawan & Mulyani, 2004).
2.2.2 Aktivitas Biologi Minyak Atsiri dan Penggunaan
Pada tanaman, minyak atsiri mempunyai tiga fungsi yaitu: membantu proses penyerbukan dan menarik beberapa jenis serangga atau hewan, mencegah kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan, dan sebagai cadangan makanan bagi tanaman (Ketaren, 1985).
Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri, misalnya industri parfum, kosmetika, farmasi, bahan penyedap (flavoring agent) dalam industri makanan dan minuman (Ketaren, 1985).
2.2.3 Komposisi kimia minyak atsiri
Minyak atsiri terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia dengan sifat fisika dan kimia yang juga berbeda. Pada umumnya perbedaan komposisi minyak atsiri disebabkan perbedaan kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panen, metode ekstraksi yang digunakan, cara penyimpanan minyak dan jenis tanaman penghasil.
Minyak atsiri biasanya tersusun dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan oksigen (O). Pada umumnya komponen kimia minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan yaitu: 1) Hidrokarbon, yang terutama terdiri dari persenyawaan terpen dan 2) Hidrokarbon teroksigenasi.
a. Golongan hidrokarbon
Persenyawaan yang termasuk golongan ini terbentuk dari unsur Karbon (C) dan Hidrogen (H). Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri
(24)
sebagian besar terdiri dari monoterpen (2 unit isopren), sesquiterpen (3 unit isopren) dan diterpen (4 unit isopren)
b. Golongan hidrokarbon teroksigenasi
Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk dalam golongan ini adalah persenyawaan alkohol, aldehid, keton, ester, eter dan fenol. Ikatan karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari ikatan tunggal, ikatan rangkap dua dan ikatan rangkap tiga. Terpen mengandung ikatan tunggal dan ikatan rangkap dua.
Senyawa terpen memiliki aroma kurang wangi, sukar larut dalam alkohol encer dan jika disimpan dalam waktu lama akan membentuk resin. Golongan hidrokarbon teroksigenasi merupakan senyawa yang penting dalam minyak atsiri karena umumnya aroma yang lebih wangi (Ketaren, 1985).
2.3 Cara isolasi minyak atsiri
Isolasi minyak atsiri dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: 1) penyulingan (distillation), 2) pengepresan (pressing), 3) ekstraksi dengan pelarut menguap (solvent extraction), 4) ekstraksi dengan lemak.
2.3.1 Metode penyulingan a. Penyulingan dengan air
Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak langsung dengan air mendidih. Bahan dapat mengapung di atas air atau terendam secara sempurna, tergantung pada berat jenis dan jumlah bahan yang disuling. Ciri
(25)
khas model ini yaitu adanya kontak langsung antara bahan dan air mendidih. Oleh karena itu, sering disebut penyulingan langsung.
Penyulingan dengan cara langsung ini dapat menyebabkan banyaknya rendemen minyak yang hilang (tidak tersuling) dan terjadi pula penurunan mutu minyak yang diperoleh.
b. Penyulingan dengan uap
Model ini disebut juga penyulingan uap atau penyulingan tak langsung. Pada prinsipnya, model ini sama dengan penyulingan langsung. Hanya saja, air penghasil uap dan bahan yang akan disuling berada pada ketel yang berbeda. Uap yang digunakan berupa uap jenuh.
c. Penyulingan dengan air dan uap
Pada model penyulingan ini, bahan tanaman yang akan disuling diletakkan di atas rak-rak atau saringan. Kemudian ketel penyulingan diisi dengan air sampai permukaannya tidak jauh dari bagian bawah saringan. Ciri khas model ini yaitu uap selalu dalam keadaan basah, jenuh, dan tidak terlalu panas. Bahan tanaman yang akan disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas (Lutony & Rahmayati, 2000).
2.3.2 Metode pengepresan
Ekstraksi minyak atsiri dengan cara pengepresan umumnya dilakukan terhadap bahan berupa biji, buah atau kulit buah yang memiliki kandungan minyak atsiri yang cukup tinggi. Akibat tekanan pengepresan, maka sel-sel yang mengandung minyak atsiri akan pecah dan minyak atsiri akan mengalir ke
(26)
permukaan bahan, misalnya minyak atsiri dari kulit jeruk dapat diperoleh dengan cara ini (Ketaren, 1985).
2.3.3 Ekstraksi dengan pelarut menguap
Prinsipnya adalah melarutkan minyak atsiri dalam pelarut organik yang mudah menguap. Ekstraksi dengan pelarut organik pada umumnya digunakan untuk mengekstraksi minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan uap dan air, terutama untuk mengekstraksi minyak atsiri yang berasal dari bunga misalnya bunga cempaka, melati, mawar dan kena (Ketaren, 1985).
2.3.4 Ekstraksi dengan lemak padat
Proses ini umumnya digunakan untuk mengekstraksi bunga-bungaan, untuk mendapatkan mutu dan rendeman minyak atsiri yang tinggi. Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu enfleurasi dan maserasi (Ketaren, 1985).
2.4 Analisa Komponen Minyak Atsiri dengan GC-MS 2.4.1 Kromatografi gas
Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan komponen campuran kimia dalam suatu bahan, berdasarkan perbedaan polaritas campuran. Fase gerak akan membawa campuran sampel menuju kolom. Campuran dalam fase gerak akan berinteraksi dengan fase diam. Setiap komponen yang terdapat dalam campuran berinteraksi dengan kecepatan yang berbeda dimana interaksi komponen dengan fase diam dengan waktu yang paling cepat akan keluar pertama dari kolom dan yang paling lambat akan keluar paling akhir (Eaton, 1998).
(27)
Waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan di kolom disebut waktu tambat (waktu retensi) yang diukur mulai saat penyuntikan sampai saat elusi terjadi (Gritter, dkk., 1991).
Menurut Eaton (1989), hal yang mempengaruhi waktu retensi yaitu:
1. Sifat senyawa, semakin sama kepolaran dengan kolom dan makin kurang keatsiriannya maka akan tertahan lebih lama di kolom dan sebaliknya.
2. Sifat adsorben, semakin sama kepolaran maka senyawa akan semakin lama tertahan dan sebaliknya.
3. Konsentrasi adsorben, semakin banyak adsorben maka senyawa semakin lama tertahan dan sebaliknya.
4. Temperatur kolom, semakin rendah temperatur maka senyawa semakin lama tertahan dan sebaliknya.
5. Aliran gas pembawa, semakin kecil aliran gas maka senyawa semakin lama tertahan dan sebaliknya.
6. Panjang kolom, semakin panjang kolom akan menahan senyawa lebih lama dan sebaliknya.
Bagian utama dari kromatografi gas adalah gas pembawa, sistem injeksi, kolom, fase diam, suhu dan detektor.
2.4.1.1 Gas Pembawa
Gas pembawa harus memenuhi persyaratan antara lain harus inert, murni, dan mudah diperoleh. Pemilihan gas pembawa tergantung pada detektor yang dipakai, semua gas yang dipakai ini harus tidak reaktif, dapat dibeli dalam keadaan murni dan kering yang dapat dikemas dalam tangki bertekanan tinggi.
(28)
Gas pembawa yang sering dipakai adalah helium (He), argon (Ar), nitrogen (N2),
hidrogen (H2), dan karbon dioksida (CO2) (Gritter, 1991).
2.4.1.2 Sistem Injeksi
Cuplikan dimasukkan kedalam ruang suntik melalui gerbang suntik, biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau pemisah karet. Ruang suntik harus dipanaskan tersendiri, terpisah dari kolom, dan biasanya pada suhu 10-15oC lebih tinggi dari suhu maksimum. Jadi seluruh cuplikan diuapkan segera setelah disuntikkan dan dibawa ke kolom (Gritter, dkk., 1991).
2.4.1.3 Kolom
Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan hal sentral dalam kromatografi gas. Ada dua jenis kolom pada kromatografi gas yaitu kolom kemas (packing column) dan kolom kapiler (capillary column).
Kolom kemas terdiri atas fase cair yang tersebar pada permukaan penyangga yang lembam (inert) yang terdapat dalam tabung yang relatif besar (diameter dalam 1-3mm). Kolom kapiler jauh lebih kecil (0,02 – 0,2 mm) dan dinding kapiler bertindak sebagai penyangga lembam untuk fase diam cair. Semakin sempit diameter kolom, maka efisiensi pemisahan kolom semakin besar atau puncak kromatogram yang dihasilkan semakin tajam. Pada umumnya, seorang analis akan memilih kolom dengan diameter 0,2 atau yang lebih kecil ketika menganalisis sampel dengan konsentrasi yang kecil atau memisahkan komponen yang sangat kompleks (Rohman, 2007).
(29)
2.4.1.4 Fase diam
Banyak macam bahan kimia yang dipakai sebagai fase diam antara lain: squalen, DEGS (Dietilglikol suksinat). Fase diam yang dipakai dalam kolom kapiler dapat bersifat non polar, polar atau semi polar. Jenis fase diam akan menentukan urutan elusi komponen – komponen dalam campuran. Seorang analis harus memilih fase diam yang mampu memisahkan komponen – komponen dalam sampel (Rohman, 2007).
2.4.1.5 Suhu
Tekanan uap sangat bergantung pada suhu, maka suhu merupakan faktor utama dalam GC. Pada GC-MS terdapat tiga pengendali suhu yang berbeda, yaitu: suhu injektor, suhu kolom, suhu detektor.
2.4.1.5.1 Suhu injektor
Suhu injektor harus cukup panas untuk menguapkan cuplikan dengan cepat sehingga tidak menghilangkan keefisienan cara penyuntikan. Tetapi sebaliknya, suhu harus cukup rendah untuk mencegah peruraian atau penataan ulang akibat panas (McNair and Bonelli, 1988).
2.4.1.5.2 Suhu kolom
Suhu kolom harus cukup tinggi sehingga analisis dapat diselesaikan dalam waktu yang sesuai, dan harus cukup rendah sehingga terjadi pemisahan. Umumnya semakin rendah suhu kolom, semakin tinggi koefisien partisi dalam fase diam sehingga hasil pemisahan semakin baik. Pada beberapa hal tidak dapat digunakan suhu kolom yang rendah, terutama bila cuplikan terdiri atas senyawa dengan rentangan titik didih yang lebar, untuk itu suhu perlu diprogram.
(30)
2.4.1.5.3 Suhu detektor
Detektor harus cukup panas sehingga cuplikan dan air atau hasil samping yang terbentuk pada proses pengionan tidak mengembun (McNair and Bonelli,1988).
2.4.1.6 Detektor
Menurut McNair dan Bonelli (1988) ada dua detektor yang popular yaitu detektor hantar-thermal (DHB) dan detektor pengion nyala (DPN).
2.4.2 Spektrometri massa
Spektrofotometer massa pada umumnya digunakan untuk:
1. Menentukan massa molekul
2. Menentukan rumus molekul dengan menggunakan Spektrum Massa
Beresolusi Tinggi (High Resolution Mass Spectra)
3. mengetahui informasi dari struktur dengan melihat pola fragmentasinya (Dachriyanus,2004)
Spektrometer massa terdiri dari sistem pemasukan cuplikan, ruang pengion dan percepatan, tabung analisis, pengumpul ion dan penguat, dan pencatat.
Keuntungan utama spektrometri massa sebagai metode analisis yaitu metode ini lebih sensitif dan spesifik untuk identifikasi senyawa yang tidak diketahui atau untuk menetapkan keberadaan senyawa tertentu. Hal ini disebabkan adanya pola fragmentasi yang khas sehingga dapat memberikan informasi mengenai bobot molekul dan rumus molekul. (Silverstein, 1985).
(31)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan sampel, pemeriksaan karakteristik simplisia, isolasi dan analisis komponen – komponen minyak atsiri dari rimpang temu putih (Kaemferia rotunda L.) secara GC – MS.
3.1. Alat – Alat
Alat – alat yang digunakan dalam percobaan adalah alat – alat gelas laboratorium, timbangan kasar (Ohaus), lemari pengering, neraca analitik (Mettler
Toledo), seperangkat alat Stahl, seperangkat alat destilasi air (Water Destillation),
oven, mikroskop, Gas Chromatograph – Mass Spectrometer (GC-MS) model
Shimadzu QP 2010 S. 3.2. Bahan – Bahan
Bahan – bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah rimpang temu putih (Kaemferia rotunda L.), air suling, etanol 96%, sudan III, toluen pro analisa (E.Merck), kloroform pro analisa (E.Merck), dan natrium sulfat anhidrat pro analisa (E.Merck), kloralhidrat (E.Merck), kloroform (E.Merck), HCl pro analisa (E.Merck).
3.3. Penyiapan Bahan Tumbuhan
Penyiapan bahan tumbuhan meliputi pengambilan bahan tumbuhan, identifikasi tumbuhan dan pembuatan simplisia.
(32)
3.3.1. Pengambilan Bahan Tumbuhan
Pengambilan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif yaitu diambil dari satu daerah saja tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama di daerah lain. Temu putih ada 2 jenis, tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis temu putih yang daunnya berwarna sedikit ungu. Bahan diperoleh dari Pasar Sentral Pajak Sambu Kecamatan Medan Kota Provinsi Sumatera Utara.
3.3.2. Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor.
3.3.3. Pembuatan Simplisia
Rimpang dibersihkan dari tanah yang melekat dan dicuci dengan air hingga bersih, lalu ditiriskan. Kemudian rimpang dirajang secara melintang dengan ketebalan 3-4 mm, lalu ditimbang. Selanjutnya dikeringkan di lemari pengering pada suhu 50-60 oC sampai simplisia rapuh (sekitar satu minggu) kemudian ditimbang.
3.4. Pemeriksaan Karakteristik Simplisia 3.4.1. Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk luar dari simplisia rimpang temu putih.
3.4.2. Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia rimpang temu putih. Serbuk simplisia ditaburkan diatas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop. Untuk melihat minyak atsiri serbuk simplisia ditaburkan di atas
(33)
kaca objek yang telah ditetesi sudan III. Sedangkan untuk melihat pati serbuk simpisia diatas kaca objek yang telah ditetesi air.
3.4.3. Penetapan Kadar Air a. Penjenuhan Toluen
Sebanyak 200 ml toluen dimasukkan kedalam labu alas bulat, lalu ditambahkan 2 ml air suling, kemudian alat dipasang dan dilakukan destilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama ± 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,1 ml.
b. Penetapan Kadar Air Simplisia
Dimasukkan 5 g serbuk simplisia ke dalam labu tersebut, lalu dipanaskan hati – hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes per detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes per detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,1 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kadar air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO,1992).
3.4.4. Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air
Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air – kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama
(34)
diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 1050C sampai bobot tetap.
Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes,1977).
3.4.5. Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol
Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 1050C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 96% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, 1977).
3.4.6. Penetapan Kadar Abu Total
Sebanyak 2 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan – lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 500 - 6000C selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1992).
3.4.7. Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu didihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dan dipijarkan sampai bobot tetap,
(35)
kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang dikeringkan (WHO, 1992).
3.4.8. Penetapan Kadar Minyak Atsiri
Penetapan kadar minyak atsiri dilakukan dengan menggunakan alat Stahl. Gambar alat dapat dilihat pada lampiran 5 halaman 28.
Caranya : Sebanyak 10 g serbuk simplisia dimasukkan dalam labu alas bulat
berleher pendek, tambahkan air suling sebanyak 300 ml, letakkan labu di atas pemanas listrik. Labu dihubungkan dengan pendingin dan alat penampung berskala, isi buret dengan air sampai penuh. Didihkan isi labu dengan pemanasan yang sesuai untuk menjaga pendidihan berlangsung lambat tetapi teratur sampai minyak atsiri terdestilasi sempurna dan tidak bertambah lagi dalam alat berskala (6 jam). Setelah penyulingan selesai, biarkan tidak kurang dari 15 menit, catat volume minyak atsiri pada buret. Hitung kadar minyak atsiri dalam % v/b (Depkes, 1977).
3.5. Isolasi Minyak Atsiri
Isolasi minyak atsiri dilakukan dengan metode penyulingan air. Penyulingan dilakukan dengan menggunakan alat destilasi air.
Caranya: Sebanyak 200 g serbuk simplisia dimasukkan kedalam labu alas bulat
berleher panjang 2 L ditambahkan air suling sampai sampel terendam. Kemudian dirangkai alat destilasi air. Destilasi dilakukan selama 6 jam. Minyak atsiri yang diperoleh ditampung dalam corong pisah, setelah itu dipisahkan antara minyak dan air. Kemudian minyak atsiri yang diperoleh ditambahkan natrium sulfat anhidrat, dikocok dan didiamkan selama 1 hari. Minyak atsiri dipipet dan disimpan dalam botol berwarna gelap. Minyak yang diperoleh kemudian
(36)
dianalisis dengan GC-MS. Kemudian dilakukan penetapan parameter fisika yang meliputi penentuan indeks bias dan penentuan bobot jenis.
3.6. Identifikasi Minyak Atsiri 3.6.1. Penetapan Parameter Fisika 3.6.1.1. Penentuan Indeks Bias
Penentuan indeks bias dilakukan menggunakan alat Refraktometer Abbe.
Caranya: Alat Refraktometer Abbe dihidupkan. Prisma atas dan prisma bawah
dipisahkan dengan membuka klem dan dibersihkan dengan mengoleskan kapas yang telah dibasahi dengan alkohol. Cuplikan minyak diteteskan ke prisma bawah lalu ditutup. Melalui teleskop dapat dilihat adanya bidang terang dan bidang gelap lalu skrup pemutar prisma diputar sedemikian rupa, sehingga bidang terang dan gelap terbagi atas dua bagian yang sama secara vertikal. Dengan melihat skala dapat dibaca indeks biasnya.
3.6.1.2. Penentuan Bobot Jenis
Penentuan bobot jenis dilakukan dengan menggunakan alat Piknometer.
Caranya: Piknometer kosong ditimbang dengan seksama, lalu diisi dengan air
suling dan ditimbang. Kemudian piknometer dikosongkan dan dibilas beberapa kali dengan alkohol dan dikeringkan dengan bantuan hairdryer. Piknometer diisi dengan minyak, selanjutnya dilakukan seperti pengerjaan pada air suling. Hasil bobot minyak atsiri diperoleh dengan mengurangkan bobot piknometer yang diisi minyak atsiri dengan bobot piknometer kosong. Bobot jenis minyak atsiri adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot minyak atsiri dengan bobot air suling dalam piknometer (WHO, 1992).
(37)
3.6.2. Analisis Komponen Minyak Atsiri
Penentuan komponen minyak atsiri yang diperoleh dari rimpang temu putih dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU dengan menggunakan seperangkat alat Gas Cromatograph–Mass Spectrometer (GC-MS) model Shimadzu QP 2010 S. Gambar alat dapat dilihat pada lampiran 5 halaman 30.
Kondisi analisis adalah jenis kolom kapiler Rtx - 5MS, panjang kolom 30 m, diameter kolom dalam 0,25 mm, suhu injektor 1500C, gas pembawa He dengan laju alir 0,5 ml/menit. Suhu kolom terprogram (temperature programming) dengan suhu awal 500C selama 2 menit, lalu dinaikkan perlahan – lahan dengan rute kenaikan 20C/menit sampai suhu akhir 2000C selama 13 menit yang dipertahankan. Cara identifikasi komponen minyak atsiri adalah dengan membandingkan spektrum massa dan komponen minyak atsiri yang diperoleh (unknown) dengan data library yang memiliki tingkat kemiripan (similary index) tertinggi (Anonim,2005)
(38)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Tumbuhan
Hasil identifikasi yang dilakukan di Pusat Penelitian Biologi – LIPI Bogor terhadap rimpang tumbuhan temu putih yang diteliti adalah jenis Kaemferia
rotunda L. dari suku Zingiberaceae (Data selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran 1 halaman 24).
4.2 Karakterisasi Simplisia Rimpang Tumbuhan Temu Putih
Hasil pemeriksaan makroskopik rimpang tumbuhan temu putih dicirikan dengan rimpang yang agak kecil, irisan rimpang berwarna putih dengan tepi berwarna kuning muda, beraroma aromatik serta berasa pahit. Diameter kira-kira 2 cm.
Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia temu putih terdapat fragmen sel-sel parenkim berisi minyak yang berwarna kuning muda, fragmen parenkim yang berisi butir-butir pati, jaringan gabus, serta berkas pembuluh kayu.
Tabel 4.1. Hasil Karakterisasi Serbuk Simplisia Temu Putih No Pemeriksaan Karaktersasi
Simplisia
Kadar yang diperoleh(%)
1 Kadar air 7,33
2 Kadar sari yang larut dalam
etanol 7,62
3 Kadar sari yang larut dalam
air 18,91
4 Kadar abu total 3,77
5 Kadar abu yang tidak larut
dalam asam 0,15
6 Kadar minyak atsiri temu
putih 1,09
(39)
Kadar air dalam simplisia menunjukkan jumlah air yang terkandung dalam simplisia yang digunakan, dari hasil penelitian diperoleh kadar air simplisia temu putih adalah 7,33%. Kadar air simplisia berhubungan dengan proses pengeringan simplisia. Pengeringan merupakan suatu usaha untuk menurunkan kadar air bahan sampai tingkat yang didinginkan. Kadar air yang cukup aman, maka simplisia tidak mudah rusak dan dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama. Apabila simplisia yang dihasilkan tidak cukup kering maka kemungkinan akan terjadi pertumbuhan jamur dan jasad renik lainnya. Simplisia dinilai cukup aman bila mempunyai kadar air kurang dari 10% (Depkes, 1985).
Penetapan kadar sari yang larut dalam air dan dalam etanol dilakukan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari dalam air dan dalam etanol dari suatu simplisia. Senyawa yang bersifat polar dan larut dalam air akan tersari oleh air. Sedangkan senyawa yang larut dalam etanol akan tersari oleh etanol.
Penetapan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui kandungan mineral internal yang terdapat dalam simplisia yang diteliti.
Abu total terbagi dua yang pertama abu fisiologis adalah abu yang berasal dari jaringan tumbuhan itu sendiri dan yang kedua abu non fisiologis adalah sisa setelah pembakaran yang berasal dari bahan – bahan dari luar (seperti pasir dan tanah) yang terdapat pada permukaan simplisia (WHO, 1992).
(40)
4.3 Identifikasi Minyak Atsiri
Pemeriksaan organoleptis pada minyak atsiri yang diisolasi dari simplisia rimpang tumbuhan temu putih adalah memiliki warna putih kekuningan, bau aromatik, dan rasa pahit.
Tabel 4.2. Hasil Penetapan Kadar Minyak Atsiri
No Sampel Kadar Praktek (% v/b) Kadar berdasarkan literatur
(% v/b)
1 Simplisia rimpang
temu putih
1,09 % v/b Tidak kurang dari 0,15% v/b
Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 6 halaman 44
Minyak atsiri dapat terkandung dalam beberapa organ tumbuhan (Tyler,et al,1970):
1. Terdapat dalam rambut kelenjar contoh: famili Labiatae dan Moraceae
2. Terdapat di dalam sel-sel parenkim contoh: famili Piperaceae dan Zingiberaceae
3. Terdapat di dalam saluran minyak yang disebut vittae contoh: famili Umbelliferae
4. Terdapat di dalam rongga skizogen dan lisigen contoh: famili Pinaceae dan Rutaceae
Minyak atsiri yang terdapat pada rimpang temu putih yaitu berada di dalam sel-sel parenkim.
Kadar minyak atsiri yang terkandung di dalam rimpang temu putih dipengaruhi oleh umur panen, lingkungan, dan faktor genetik dimana minyak atsiri yang dihasilkan sudah maksimal (Depkes, 2000).
(41)
Tabel 4.3. Hasil Penentuan Indeks Bias dan Bobot Jenis Minyak Atsiri
No Sampel
Indeks bias Bobot jenis
Hasil Penetapan Hasil Penetapan
1 Minyak atsiri
temu putih
1,5020 0,9144
(Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 6 halaman 49-50)
Bobot jenis minyak atsiri merupakan perbandingan antara bobot minyak dengan bobot air pada volume air yang sama dengan volume minyak. Bobot jenis sering dihubungkan dengan jumlah komponen yang terkandung didalamnya. Semakin besar jumlah komponen yang terkandung dalam minyak, semakin besar pula nilai densitasnya (Armando, 2009).
Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya didalam udara dengan kecepatan cahaya didalam zat tersebut pada suhu tertentu. Indeks bias minyak atsiri berhubungan erat dengan komponen-komponen yang terkandung dalam minyak atsiri yang dihasilkan, sama halnya dengan berat jenis dimana komponen penyusun minyak atsiri dapat mempengaruhi nilai indeks biasnya (Armando, 2009).
Pada penentuan bobot jenis, piknometer yang digunakan adalah Sprengel kecil yang berkapasitas 2 ml yang ditentukan pada suhu ruang.
(42)
4.4. Analisis dengan GC-MS
Hasil analisis dengan GC-MS minyak atsiri dari rimpang temu putih diperoleh 31 puncak pada kromatogram GC, Hasil selengkapnya dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini.
Gambar 1. Kromatogram GC Minyak Atsiri Hasil Isolasi Dari Simplisia Rimpang Tanaman Temu Putih.
(43)
Hasil analisis dengan GC-MS dari 31 puncak menunjukkan 6 komponen utama minyak atsiri yang diperoleh dari simplisia rimpang temu putih yaitu Benzyl benzoate, Hexadecane, Pentadecane, Camphene, Bornyl acetate dan Siklopropazulen. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 10 halaman 58-63.
Tabel 4.4. Waktu Tambat dan Kadar Komponen Minyak Atsiri Hasil
Analisis GC-MS dari Simplisia Rimpang Temu Putih
No Nama Komponen Waktu
tambat (menit)
Rumus Molekul
Berat Molekul
Kadar (%)
1 Benzyl benzoat 60.758 C14H12O2 212 60,71
2 Hexadecane 45.308 C16H34 226 29,22
3 Camphene 9.650 C10H16 136 1,60
4 Pentadecane 32.200 C15H32 212 2,11
5 Bornyl acetate 31.225 C12H20O2 196 1,19
6 Siklopropazulen 44,600 C15H24 204 0,08
(44)
4.5 Analisis dan Fragmentasi Hasil Spektrofotometri Massa
Analisis dan fragmentasi hasil spektrofotometri massa komponen utama minyak atsiri dari simplisia rimpang temu putih adalah sebagai berikut:
Pola fragmentasi dari masing-masing senyawa, selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 10 halaman 58-63.
1. Puncak dengan waktu tambat 60.758 menit
Mempunyai M+212 diikuti fragmen m/z 212, 194, 167, 152, 105, 91, 77, 65]. Berdasarkan perbandingan antara spectrum MS unknown dengan data library, maka senyawa ini disimpulkan sebagai Benzyl benzoate dengan tingkat kemiripan (similarity index) = 97% dan rumus molekulnya C14H12O2 dengan rumus bangun
seperti pada gambar 2:
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 212 yang merupakan berat dari C14H12O2. Fragmentasi dapat terjadi dengan cara pelepasan
H2Odari puncak ion molekul C14H12O2 menghasilkan fragmen C14H10O]+. dengan
m/z 194. Pelepasan C2H3]+ menghasilkan fragmen C12H7O]+ dengan m/z 167.
]Pelepasan CH3]+ menghasilkan fragmen C11H4O]2+ dengan m/z 152. Pelepasan
C5H2 dari puncak ion molekul C12H7O menghasilkan fragmen C7H5O]+ dengan
m/z 105. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen C6H3O]+ dengan m/z 91.
Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen C5HO]3+ dengan m/z 77. Pelepasan C
(45)
2. Puncak dengan waktu tambat 45.308 menit
Mempunyai M+226 diikuti fragmen m/z 197, 182, 169, 99, 85, 71, 57, 43, 27. Berdasarkan perbandingan antara spectrum MS unknown dengan data library, maka senyawa ini disimpulkan sebagai Hexadecane dengan tingkat kemiripan (similarity index)= 97% dan rumus molekulnya C16H34 dengan rumus bangun
seperti pada gambar 3:
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 226 yang merupakan berat dari C16H34. Fragmentasi dapat terjadi dengan pelepasan C2H5]+
dari puncak ion molekul C16H34 menghasilkan fragmen C14H29]+ dengan m/z 197.
Pelepasan CH3]+ menghasilkan fragmen C13H26]+ dengan m/z 182. Pelepasan
CH]+ menghasilkan fragmen C12H25]+ dengan m/z 169. Pelepasan C5H10
menghasilkan fragmen C7H15]+ dengan m/z 99. Pelepasan CH2 menghasilkan
fragmen C6H13]+ dengan m/z 85. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen C5H11]+
dengan m/z 71. CH2 menghasilkan fragmen C4H9]+ dengan m/z 57. CH2
menghasilkan fragmen C3H7]+ dengan m/z 43. CH4 menghasilkan fragmen C2H3]+
dengan m/z 27.
3. Puncak dengan waktu tambat 9.650 menit
Mempunyai M+136 diikuti fragmen m/z 136, 121, 107, 93, 79, 67, 53, 41, 27. Berdasarkan perbandingan antara spectrum MS unknown dengan data library, maka senyawa ini disimpulkan sebagai Camphene dengan tingkat kemiripan (similarity index) = 96% dan rumus molekulnya C10H16 dengan rumus bangun
(46)
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat dari C10H16. Fragmentasi dapat terjadi dengan pelepasan CH3]+
dari puncak ion molekul C10H16 menghasilkan fragmen C9H13]+ dengan m/z 121.
Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen C8H11]+ dengan m/z 107. Pelepasan CH2
menghasilkan fragmen C7H9]+ dengan m/z 93. Pelepasan CH2 menghasilkan
fragmen C6H7]4+ dengan m/z 79. Pelepasan C menghasilkan fragmen C5H7]+
dengan m/z 67. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen C4H5]+ dengan m/z 53.
Pelepasan C menghasilkan fragmen C3H5]+ dengan m/z 41. Pelepasan CH2
menghasilkan fragmen C2H3]+ dengan m/z 27.
4. puncak dengan waktu tambat 32.200 menit
Mempunyai M+212 diikuti fragmen m/z 183, 169, 154, 141, 127, 113, 99, 85, 71, 43, 41. berdasarkan perbandingan antara spectrum MS unknown dengan data library, maka senyawa ini disimpulkan sebagai Pentadecane dengan tingkat kemiripan (similarity index) = 96% dan rumus molekulnya C15H32 dengan rumus
bangun seperti pada gambar 5:
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 212 yang merupakan berat dari C15H32. Fragmentasi dapat terjadi dengan pelepasan C2H5]+
dari puncak ion molekul C15H32 menghasilkan fragmen C13H27]+ dengan m/z 183.
Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen C12H25 dengan m/z 169. Pelepasan CH2
(47)
fragmen C10H21]+ dengan m/z 141. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen C9H19]+
dengan m/z 127. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen C8H17]+dengan m/z 113.
Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen C7H15]+ dengan m/z 99. Pelepasan CH2
menghasilkan fragmen C6H13]+ dengan m/z 85. Pelepasan CH2 menghasilkan
fragmen C5H11]+ dengan m/z 71. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen C3H7]+
dengan m/z 43. Pelepasan CH4 menghasilkan fragmen C2H3]+dengan m/z 41.
5. Puncak dengan waktu tambat 31.225 menit
Mempunyai M+ 196 diikuti fragmen m/z 154, 136, 121, 108, 95, 79. Berdasarkan perbandingan antara spectrum MS unknown dengan data library, maka senyawa ini disimpulkan sebagai Bornyl acetate dengan tingkat kemiripan (similarity index) = 96% dan rumus molekulnya C12H20O2 dengan rumus bangun
seperti pada gambar 6:
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 196 yang merupakan berat dari C12H20O2. Fragmentasi dapat terjadi dengan pelepasan C3H6
dari puncak ion molekul C12H20O2menghasilkan fragmen C9H14O2]2+dengan m/z
154. Pelepasan CH4 + H2 menghasilkan fragmen C8H8O2]2+ dengan m/z 136.
Pelepasan CH3]+ menghasilkan fragmen C7H5O2]3+ dengan m/z 121. Pelepasan
CH]+ menghasilkan fragmen C6H4O2]3+ dengan m/z 108. Pelepasan CH]+
menghasilkan fragmen C5H3O2]2+dengan m/z 95. Pelepasan CH]+ menghasilkan
(48)
6. Puncak dengan waktu tambat 44.600 menit
Mempunyai M+ 204 diikuti fragmen m/z 189, 175, 161, 147, 133, 119, 105, 91, 79, 67, 55, 41. Berdasarkan perbandingan antara spectrum MS unknown dengan data library, maka senyawa ini disimpulkan sebagai Siklopropazulene dengan tingkat kemiripan (similarity index) = 93% dan rumus molekulnya C15H24
dengan rumus bangun seperti pada gambar 7:
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 196 yang merupakan berat dari C12H20O2. Fragmentasi dapat terjadi dengan pelepasan C3H6
dari puncak ion molekul C12H20O2menghasilkan fragmen C9H14O2]2+dengan m/z
154. Pelepasan CH4 + H2 menghasilkan fragmen C8H8O2]2+ dengan m/z 136.
Pelepasan CH3]+ menghasilkan fragmen C7H5O2]3+ dengan m/z 121. Pelepasan
CH]+ menghasilkan fragmen C6H4O2]3+ dengan m/z 108. Pelepasan CH]+
menghasilkan fragmen C5H3O2]2+dengan m/z 95. Pelepasan CH]+ menghasilkan
(49)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Hasil karakterisasi simplisia rimpang temu putih (Kaemferia rotunda L.) diperoleh kadar abu total 3,77%; kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,15%; kadar sari yang larut dalam air 18,91%; kadar sari yang larut dalam etanol 7,62%; dan kadar air 7,33%. Hasil penetapan kadar minyak atsiri dari simplisia rimpang temu putih dengan alat Stahl diperoleh kadar minyak atsiri sebesar 1,09% v/b. Hasil penetapan indeks bias diperoleh sebesar 1,5020 dan bobot jenis diperoleh sebesar 0,9144.
Hasil analisis GC-MS minyak atsiri dari simplisia rimpang tanaman temu putih diperoleh 31 puncak dengan 6 komponen utama yaitu: Benzyl benzoate (60,71%), Hexadecane (29,22%), Pentadecane (2,11%), Camphene (1,60%)
Bornyl acetate (1,19%) dan Siklopropazulen (0,08%).
5.2. Saran
Dari hasil penelitian ini disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan isolasi komponen aktif tunggal dari minyak atsiri temu putih (Kaemferia rotunda L.).
(50)
DAFTAR PUSTAKA
Agusta, A. (2000). Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung : Penerbit ITB. Hal. 105-106.
Claus, E. P, Tyler, V.E, dan Brady, L.R. (1970). Pharmacognosy. Philadelphia: Lea & Febiger. Hal. 162.
Depkes. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 4.
Depkes. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 1030-1031.
Depkes. (1977). Materia Medika Indonesia. Jilid I. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 129-135.
Eaton, D.C. (1989). Laboratory Investigations in Organic Chemistry. USA: McGraw-Hill, Inc. Hal. 152-157.
Gritter, R.J, Bobbit, J.M, dan Schwarting, A.E. (1985). Introduction of
Chromatography. Penerjemah: K. Padmawinata. Pengantar Kromatografi.
Edisi III. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 36-39.
Guenther, E. (1987). The Essential Oils. Penerjemah: Ketaren, R.S. Minyak Atsiri. Jilid I. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 41-50.
Gunawan, D. dan Mulyani, S. (2004). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jilid I. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 107.
Haris, R. (1987). Tanaman Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal.4-5.
Ketaren, S. (1985). Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka. Hal. 37, 45-47, 61-67.
Lutony, T.L, dan Rahmayanti, Y. (1994). Produksi Dan Perdagangan Minyak
Atsiri. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 1-3, 32-51.
McLafferty, F.W. (1980). Interpretasi Spektra Massa.
Penerjemah: H. Sastrohamidjojo. Edisi III. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 25-30.
McNair, H dan Bonelli E.J. (1988). Basic Gas Chromatography.
Penerjemah: K. Padmawinata. Dasar Kromatografi Gas. Edisi V. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 7-14.
(51)
Muhlisah, F. (1999). Temu- temuan dan Empon- empon Budi Daya dan
Manfaatnya. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hal. 34-36.
Noerdin, D. (1985). Elusidasi Struktur Senyawa Organik dengan Cara
Spektroskopi Ultralembayung dan Inframerah. Bandung: Penerbit
Angkasa. Hal. 73-75.
Rukmana, R. (2004). Apotik Hidup di Pekarangan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hal. 33-36.
Sastrohamidjojo, H. (1985). Dasar-dasar Spektroskopi. Edisi I. Yogyakarta: Liberty. Hal. 161.
Sastrohamidjojo, H. (2004). Kimia Minyak Atsiri. Yogyakarta: Penerbit Universitas Gadjah Mada. Hal. 1-15.
Silverstein, R.M, Bassler, G.C, dan Morrill, T.C. (1986). Laboratory
Investigations in Organic Chemistry. Penerjemah: Hartono, dkk. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Jakarta: Erlangga. Hal. 3-81,
305-308.
Simon, S. (1981). Tables Of Spectral Data for Structure Determination of
Organic Compounds. Translated from the German by K. Biemann. Berlin:
J.G. Hal. 5-50.
Stecher, P.G. (1983). The Merck Index of Chemical and Drugs. New York: Rahway Merck and Co Inc. Hal. 788, 907, 1073.
(52)
(53)
Lampiran 2. Foto Morfologi Tanaman Temu Putih
A
B Keterangan:
A : Tanaman Temu Putih
(54)
Lampiran 3. Foto Simplisia Temu Putih
A
B
C
Keterangan:
A : Irisan Rimpang Temu Putih B : Simplisia Rimpang Temu Putih
(55)
Lampiran 4. Hasil Pemeriksaan Mikroskopik Rimpang Tanaman Temu Putih
Keterangan:
1. Jaringan gabus 2. Jaringan parenkim 3. Butir pati
4. Pembuluh kayu 2. Jaringan parenkim
1. Jaringan gabus
3. Butir pati
(56)
Lampiran 5. Alat – alat yang digunakan dalam penelitian
A
A
B
Keterangan: A : Alat Stahl
(57)
(lanjutan)
A
B Keterangan:
A : Alat Destilasi Air B : Alat Refraktometer
(58)
(lanjutan)
A
A
B
B
Keterangan:
A : Alat Piknometer
(59)
Lampiran 6. Hasil Perhitungan Karakterisasi Simplisia
6.1 Penetapan Kadar Air
Kadar Air = x100%
sampel Berat I Volume II Volume −
1. Simplisia temu putih
Sampel I = Volume I = 1,9 ml
Volume II = 2,3 ml Berat sampel = 5,005 g
Kadar air = 100%
005 , 5 9 , 1 3 , 2 x −
= 7,99 % b/v
Sampel II Volume I = 2,3 ml
Volume II = 2,7 ml Berat sampel = 5,005 g
Kadar air = 100%
005 , 5 3 , 2 7 , 2 x −
= 7,99% b/v
Sampel III Volume I = 2,7 ml
Volume II = 3,0 ml Berat sampel = 5,001 g
Kadar air = 100%
001 , 5 7 , 2 0 , 3 x −
= 5,99 % b/v
Kadar air rata – rata =
3 b/v 5,99% b/v 7,99% b/v
7,99% + +
(60)
Lampiran 6. (Lanjutan)
6.2 Penetapan Kadar Minyak Atsiri
Kadar Minyak Atsiri= x100%
sampel Berat ) atsiri minyak (Volume
1. Simplisia Temu Putih Sampel I
Volume minyak atsiri = 0,1ml
Berat sampel = 10,011 g
Kadar minyak atsiri = 100%
011 , 10 1 , 0 x
= 0,99% b/v Sampel II
Volume minyak atsiri = 0,13 ml
Berat sampel = 10,080 g
Kadar minyak atsiri = 100%
080 , 10 13 , 0 x
= 1,29% b/v Sampel III
Volume minyak atsiri = 0,1 ml
Berat sampel = 10,040 g
Kadar minyak atsiri = x
040 , 10 1 , 0 100%
= 0,99% b/v
Kadar minyak atsiri rata – rata =
3
0,99%b/v 1,29%b/v
0,99%b/v+ +
(61)
Lampiran 6. (Lanjutan)
6.3 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Air
Kadar sari larut dalam air = x100%
20 100 x sampel Berat sari Berat 1. Simplisia Sampel I
Berat sampel = 5,010 g
Berat sari = 0,182 g
Kadar sari larut air = 100%
20 100 010 , 5 182 , 0 x x g g
= 18,16 % b/v Sampel II
Berat sampel = 5,020 g
Berat sari = 0,197g
Kadar sari larut air = 100%
20 100 020 , 5 197 , 0 x x g g
= 19,52 % b/v Sampel III
Berat sampel = 5,011 g
Berat sari = 0,191g
Kadar sari larut air = 100%
20 100 011 , 5 191 , 0 x x g g
= 19,06 % b/v
Kadar rata – rata =
3 b/v 19,06% b/v % 19,52 b/v %
18,16 + +
(62)
Lampiran 6. (Lanjutan)
6.4 Kadar Sari Larut dalam Etanol
Kadar sari larut dalam etanol = x100%
20 100 x sampel Berat sari Berat
Simplisia Temu putih Sampel I
Berat sampel = 5,010 g
Berat sari = 0,072 g
Kadar sari larut etanol = 100%
20 100 010 , 5 072 , 0 x x g g
= 7,19% b/v Sampel II
Berat sampel = 5,020 g
Berat sari = 0,073 g
Kadar sari larut etanol = 100%
20 100 020 , 5 073 , 0 x x g g
= 7,27% b/v Sampel III
Berat sampel = 5,009 g
Berat sari = 0,084 g
Kadar sari larut etanol = 100%
20 100 009 , 5 084 , 0 x x g g
= 8,39% b/v
Kadar rata – rata =
3 b/v 8,39% b/v 7,27% b/v
7,19% + +
(63)
Lampiran 6. (Lanjutan)
6.5 Penetapan Kadar Abu Total
Kadar abu = x100%
sampel Berat
abu Berat
Simplisia Temu Putih Sampel I
Berat sampel = 2,0003 g Berat abu = 0,0746 g
Kadar abu = 100%
0003 , 2 0746 , 0 x
= 3,73% b/b Sampel II
Berat sampel = 2,0001 g Berat abu = 0,0746 g
Kadar abu = 100%
0001 , 2 0746 , 0 x
= 3,73% b/b Sampel III
Berat sampel = 2,0004 g Berat abu = 0,0770 g
Kadar abu = 100%
0004 , 2 0770 , 0 x
= 3,85% b/b
Kadar abu total rata – rata =
3 b/b 3,85% b/b 3,73% b/b
3,73% + +
(64)
Lampiran 6. (Lanjutan)
6.6 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam
Kadar abu yang tidak larut dalam asam = x100%
sampel Berat
abu Berat
Simplisia Temu Putih Sampel I
Berat sampel = 2,0003 g Berat abu = 0,0028 g
Kadar abu = 100%
0028 , 2 0028 , 0 x
= 0,14 % b/b Sampel II
Berat sampel = 2,0001 g Berat abu = 0,0033 g
Kadar abu = 100%
0001 , 2 0033 , 0 x
= 0,16% b/b Sampel III
Berat sampel = 2,0004 g Berat abu = 0,0032 g
Kadar abu = 100%
0004 , 2 0032 , 0 x
= 0,15 % b/b
Kadar abu total rata – rata =
3 b/b 0,15% b/b 0,16% b/b
0,14% + +
(65)
Lampiran 6. (Lanjutan)
6.7 Penetapan Indeks Bias 1. Simplisia Temu Putih
Sampel I = 1,5020
Sampel II = 1,5020
Sampel III = 1,5020
Indeks bias rata-rata =
3
1,5020 1,5020
1,5020+ +
(66)
Lampiran 6. (Lanjutan)
6.8 Penentuan Bobot Jenis Minyak Atsiri
Bobot jenis minyak atsiri = A C A B − −
Keterangan : A : Bobot piknometer kosong
B : Bobot piknometer + minyak atsiri C : Bobot piknometer + air sulin 1. A = 8,5414 g
B = 10,3710 g C = 10,5418 g
Bobot jenis minyak atsiri = 0,9146g
5414 , 8 5418 , 10 5414 , 8 3710 , 10 = − −
2. A = 8,5414 g B = 10,3700 g C = 10,5418 g
Bobot jenis minyak atsiri = 0,9141g
5414 , 8 5418 , 10 5414 , 8 3700 , 10 = − −
3. A = 8,5414 g B = 10,3710 g C = 10,5418 g
Bobot jenis minyak atsiri = g
g g g g 9146 , 0 5414 , 8 5418 , 10 5414 , 8 3710 , 10 = −−
Bobot jenis rata-rata = g g g 0,9144g
3 9146 , 0 9141 , 0 9146 , 0 = + +
(67)
Lampiran 7. Bagan Kerja Penelitian
Ditiriskan dan diiris
Dikarakterisasi Diidentifikasi Dengan GC-MS Rimpang Temu Putih
Minyak atsiri dan air
Air Minyak atsiri dengan
kemungkinan adanya air
Na2SO4 x H2O
Minyak atsiri
ditambah Na2SO4 anhidrat (1,0009
dipisahkan Dicuci
Dikeringkan dan ditimbang
Simplisia
1 Mikroskopis 2 Makroskopis 3 PK Air 4 PK Abu
-Total
-Tidak larut asam 5. PK Sari
-Larut air -Larut etanol 6. PK Minyak Atsiri
didestilasi air Ampas Secara Secara Spektrum GC Bobot
(68)
(69)
Lampiran 8.(Lanjutan)
(70)
Lampiran 9. Spektrum Massa Minyak Atsiri Temu Putih
Keterangan: puncak dengan waktu tambat 60.758
(71)
Lampiran 9. (Lanjutan)
Keterangan: puncak dengan waktu tambat 32.200
(72)
Lampiran 9. (Lanjutan)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)