Karakterisasi Simplisia, Isolasi Dan Analisi Komponen Minyak Atsiri Dari Rimpang Dan Daun Kunyit (Curcuma Domestica Val.) Kering Secara Gc-Ms
KARAKTERISASI SIMPLISIA, ISOLASI, DAN ANALISIS
KOMPONEN MINYAK ATSIRI DARI RIMPANG DAN DAUN
KUNYIT (Curcuma domestica Val.) KERING SECARA GC-MS
SKRIPSI
RINCES A. NAIBAHO
060824039
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
KARAKTERISASI SIMPLISIA, ISOLASI, DAN ANALISIS
KOMPONEN MINYAK ATSIRI DARI RIMPANG DAN DAUN
KUNYIT (Curcuma domestica Val.) KERING SECARA GC-MS
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
RINCES A. NAIBAHO
060824039
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
(3)
PENGESAHAN SKRIPSI
KARAKTERISASI SIMPLISIA, ISOLASI, DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI DARI RIMPANG DAN DAUN KUNYIT (Curcuma
domestica Val.) KERING SECARA GC-MS
OLEH:
RINCES A. NAIBAHO NIM 060824039
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal : Desember 2008 Disetujui Oleh:
Pembimbing I, Panitia Penguji,
(Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt.) (Dra. Misra Gafar, MS., Apt.)
NIP 130 872 283 NIP 131 569 407
Pembimbing II, (Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt.)
NIP 130 872 283
(Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt.) (Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt.)
NIP 130 810 738 NIP 131 270 667
(Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt.) NIP 131 283 717
Dekan,
(Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.) NIP 131 283 716
(4)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kasih yang telah melimpahkan kasih-Nya, sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.
Penulis mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya dan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda A. Miller Naibaho dan Ibunda Rohani Sinurat, Adek Rinta, Adek Eko atas segala doa, kasih sayang, dorongan semangat kepada penulis.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada:
1. Bapak Drs. Panal Sitorus, M.Si, Apt., dan Ibu Dra. Herawaty Ginting M.Si, Apt., selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan dan nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. 2. Bapak, Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas
Farmasi USU Medan yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.
3. Bapak dan Ibu Staf Laboratorium Farmakognosi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama penulis melakukan penelitian.
4. Ibu Dra. Misra Gafar, MS., Apt., Ibu Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., dan Bapak Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
(5)
5. Kepada Regina, Ferna, Iin, Tiur, Abang Lero, terima kasih atas dorongan dan bantuan selama penulis melakukan penelitian.
6. Rekan-rekan mahasiswa Ekstensi Farmasi 2006 atas dorongan dan bantuan selama perkuliahan hingga selesai pendidikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi kontribusi yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.
Medan, Nopember 2008 Penulis
(6)
ABSTRAK
Telah dilakukan karakterisasi simplisia, isolasi minyak atsiri dengan destilasi uap, dan identifikasi minyak atsiri dari rimpang serta daun tumbuhan kunyit (Curcuma domestica Val).
Minyak atsiri dari rimpang dan daun kunyit dianalisis dengan GC-MS. Komponen terbesar dari minyak yang diperoleh dari rimpang adalah Ar-tumeron (43,06%). Minyak yang diperoleh dari daun didominasi oleh α-Fellandren (39,04%) dan α-Terpinolen (34,23%).
Hasil karakterisasi simplisia rimpang kunyit di peroleh kadar abu total 6,46%; kadar abu yang tidak larut dalam asam 1,10%; kadar sari larut dalam air 17,82%, kadar sari larut dalam etanol 12,08%; dan kadar air 7,99%; kadar minyak atsiri 4,83%. Hasil penetapan indeks bias 1,4670 dan berat jenis 0,9241. Hasil karakterisasi dari simplisia daun kunyit diperoleh kadar abu total 9,41%; kadar abu yang tidak larut dalam asam 1,15%; kadar sari larut dalam air 16,30%, kadar sari larut dalam etanol 9,22%; dan kadar air 7,97%; kadar minyak atsiri 3,72%. Hasil penetapan indeks bias 1,4670 dan berat jenis 0,9229.
(7)
ABSTRAC
The characterization, isolation of volatile oil by steam distillation, and identification of volatile oil from dried rhizomes and leaves of Curcuma domestica Val. had been carried out.
The volatile oils of rhizomes and leaves of Curcuma domestica val., zingiberaceae were analysed by GC-MS. The major constituent of rhizome oil was Ar-Tumeron (43,06%) while leaf oil was dominated by α-Fellandren (39,04%) and α- Terpinolen (34,23 %).
On the examination of rhizomes simplicia characteristics were obtained the total ash value 6,46%; acid insoluble ash value 1,10%; the water soluble extract value 17,82%; the ethanol soluble extract value 12,08%; and the water value 7,99%. The volatile oil content was 4,83%v/b. The refractive index 1,4670 and specific grafity 0,9241. The examination of leaves simplicia characteristics were obtained the total ash value 9,41%; acid insoluble ash value 1,15%; the water soluble extract value 16,30%; the ethanol soluble extract value 9,22%; and the water value 7,97%. The volatile oil content was 3,72%v/b. The refractive index 1,4670 and specific grafity 0,9229.
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan masalah ... 3
1.3 Hipotesis... 3
1.4 Tujuan penelitian ... 3
1.5 Manfaat penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Minyak atsiri ... 5
2.1.1 Lokalisasi minyak atsiri ... 5
2.1.2 Penggunaan dan Aktivitas Biologi Minyak Atsiri ... 5
2.1.3 Komposisi kimia minyak atsiri ... 6
2.2 Cara isolasi minyak atsiri ... 7
2.2.1 Metode penyulingan ... 7
(9)
2.2.4 Ekstraksi dengan lemak padat ... 9
2.3 Kunyit (Curcuma domestica Val.) ... 9
2.4 Analisa Komponen Minyak Atsiri dengan GC-MS ... 10
2.4.1 Kromatografi gas ... 10
2.4.1.1 Gas Pembawa ... 11
2.4.1.2 Sistem Injeksi ... 12
2.4.1.3 Kolom ... 12
2.4.1.4 Fase diam ... 12
2.4.1.5 Suhu ... 13
2.4.1.6 Detektor ... 14
2.4.2 Spektrometri massa ... 14
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 15
3.1 Alat-alat ... 15
3.2 Bahan-bahan ... 15
3.3 Penyiapan bahan tumbuhan ... 15
3.3.1 Pengambilan bahan tumbuhan ... 15
3.3.2 Identifikasi tumbuhan ... 16
3.3.3 Pengolahan bahan tumbuhan ... 16
3.4 Pemeriksaan karakteristik simplisia ... 16
3.4.1 Pemeriksaan makroskopik ... 16
3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 16
3.4.3 Penetapan kadar air ... 17
3.4.4 Penetapan kadar sari larut dalam air... 17
(10)
3.4.6 Penetapan kadar abu total ... 18
3.4.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam... 19
3.4.8 Penetapan kadar minyak atsiri ... 19
3.5 Isolasi minyak atsiri... 19
3.6 Identifikasi minyak atsiri ... 20
3.6.1 Penetapan parameter fisika ... 20
3.6.1.1 Penentuan indeks bias ... 20
3.6.1.2 Penentuan bobot jenis ... 20
3.6.2 Analisis komponen minyak atsiri ... 21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 22
4.1 Identifikasi tumbuhan ... 22
4.2 Karakterisasi simplisia rimpang dan daun kunyit ... 22
4.3 Identifikasi minyak atsiri ... 23
4.4 Analisis dengan GC/MS ... 23
4.4.1 Analisis minyak atsiri rimpang kunyit ... 23
4.4.2 Analisis minyak atsiri daun kunyit ... 30
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 37
5.1 Kesimpulan ... 37
5.2 Saran ... 38
DAFTAR PUSTAKA ... 39
(11)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 41
Lampiran 2. Morfologi Tanaman dan Simplisia Rimpang dan Daun Kunyit ... 42
Lampiran 3. Gambar Minyak Atsiri Hasil Destilasi Uap ... 44
Lampiran 4. Gambar Alat-Alat yang Dipakai... 45
Lampiran 5. Hasil Pemeriksaan Mikroskopik ... 48
Lampiran 6. Penetapan Kadar Abu Total ... 51
Lampiran 7. Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam ... 53
Lampiran 8. Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Air... 55
Lampiran 9. Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol ... 57
Lampiran 10. Penetapan Kadar Air ... 59
Lampiran 11. Penetapan Kadar Minyak Atsiri ... 61
Lampiran 12. Penetapan Bobot Jenis Minyak Atsiri... 63
Lampiran 13. Penetapan Indeks Bias Minyak Atsiri... 65
Lampiran 14. Flowsheet isolasi minyak atsiri rimpang/daun kunyit ... 66
Lampiran 15. Spektrum Massa Minyak Atsiri dari Rimpang Kunyit ... 67
Lampiran 16. Spektrum Massa Minyak Atsiri dari Daun Kunyit ... 71
Lampiran 17. Pola Fragmentasi Komponen Minyak Atsiri Rimpang dan Daun Kunyit... 74
(12)
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil Karakterisasi Simplisia Rimpang dan Daun Kunyit ... 22 Tabel 2. Hasil Penentuan Indeks Bias dan Bobot Jenis Hasil Isolasi ... 23 Tabel 3. Waktu Tambat dan Konsentrasi Komponen Minyak
Atsiri Rimpang Kunyit Hasil Analisis GC-MS ... 24 Tabel 4. Waktu Tambat dan Konsentrasi Komponen Minyak Atsiri Daun
(13)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kromatogram GC minyak atsiri hasil destilasi uap
dari simplisia rimpang kunyit... 24
Gambar 2. Rumus bangun dari senyawa α-Fellandren... 26
Gambar 3. Rumus bangun dari senyawa Cineol ... 27
Gambar 4. Rumus bangun dari senyawa Zingiberen ... 27
Gambar 5. Rumus bangun dari senyawa β-Seskuifellandren ... 28
Gambar 6. Rumus bangun dari senyawa Ar-Tumeron ... 29
Gambar 7. Rumus bangun dari senyawa 2-(3-Hidroksi-2-Nitro-sikloheksil)-1-fenil-Etanon) ... 29
Gambar 8. Rumus bangun dari senyawa α-Tumeron ... 30
Gambar 9. Kromatogram GC minyak atsiri hasil destilasi uap dari simplisia daun kunyit ... 31
Gambar 10. Rumus bangun dari senyawa α-Fellandren... 33
Gambar 11. Rumus bangun dari senyawa p-Cymen ... 33
Gambar 12. Rumus bangun dari senyawa Cineol ... 34
Gambar 13. Rumus bangun dari senyawa α-Terpinolen ... 35
Gambar 14. Rumus bangun dari senyawa Ar-Tumeron ... 35
Gambar 15. Rimpang kunyit ... 42
Gambar 16. Simplisia rimpang kunyit ... 42
Gambar 17. Daun kunyit ... 43
Gambar 18. Simplisia daun kunyit ... 43
Gambar 19. Minyak atsiri hasil destilasi uap ... 44
Gambar 20. Alat stahl ... 45
(14)
Gambar 22. Alat Refraktometer Abbe ... 46
Gambar 23. Alat piknometer ... 46
Gambar 24. Alat Gas Chromatography-Mass Spectrometer (GC-MS) ... 47
Gambar 25. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia rimpang kunyit ... 48
Gambar 26. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia daun kunyit ... 49
Gambar 29. Spektrum massa dengan waktu tambat (Rt) 8,208 menit ... 67
Gambar 30. Spektrum massa dengan waktu tambat (Rt) 9,075 menit ... 67
Gambar 31. Spektrum massa dengan waktu tambat (Rt) 23,258 menit ... 68
Gambar 32. Spektrum massa dengan waktu tambat (Rt) 24,033 menit ... 68
Gambar 33. Spektrum massa dengan waktu tambat (Rt) 27,825 menit ... 69
Gambar 34. Spektrum massa dengan waktu tambat (Rt) 27,875 menit ... 69
Gambar 35. Spektrum massa dengan waktu tambat (Rt) 28,600 menit ... 70
Gambar 36. Spektrum massa dengan waktu tambat (Rt) 8,283 menit ... 71
Gambar 37. Spektrum massa dengan waktu tambat (Rt) 8,883 menit ... 71
Gambar 38. Spektrum massa dengan waktu tambat (Rt) 9,092 menit ... 72
Gambar 39. Spektrum massa dengan waktu tambat (Rt) 11,058 menit ... 72
(15)
ABSTRAK
Telah dilakukan karakterisasi simplisia, isolasi minyak atsiri dengan destilasi uap, dan identifikasi minyak atsiri dari rimpang serta daun tumbuhan kunyit (Curcuma domestica Val).
Minyak atsiri dari rimpang dan daun kunyit dianalisis dengan GC-MS. Komponen terbesar dari minyak yang diperoleh dari rimpang adalah Ar-tumeron (43,06%). Minyak yang diperoleh dari daun didominasi oleh α-Fellandren (39,04%) dan α-Terpinolen (34,23%).
Hasil karakterisasi simplisia rimpang kunyit di peroleh kadar abu total 6,46%; kadar abu yang tidak larut dalam asam 1,10%; kadar sari larut dalam air 17,82%, kadar sari larut dalam etanol 12,08%; dan kadar air 7,99%; kadar minyak atsiri 4,83%. Hasil penetapan indeks bias 1,4670 dan berat jenis 0,9241. Hasil karakterisasi dari simplisia daun kunyit diperoleh kadar abu total 9,41%; kadar abu yang tidak larut dalam asam 1,15%; kadar sari larut dalam air 16,30%, kadar sari larut dalam etanol 9,22%; dan kadar air 7,97%; kadar minyak atsiri 3,72%. Hasil penetapan indeks bias 1,4670 dan berat jenis 0,9229.
(16)
ABSTRAC
The characterization, isolation of volatile oil by steam distillation, and identification of volatile oil from dried rhizomes and leaves of Curcuma domestica Val. had been carried out.
The volatile oils of rhizomes and leaves of Curcuma domestica val., zingiberaceae were analysed by GC-MS. The major constituent of rhizome oil was Ar-Tumeron (43,06%) while leaf oil was dominated by α-Fellandren (39,04%) and α- Terpinolen (34,23 %).
On the examination of rhizomes simplicia characteristics were obtained the total ash value 6,46%; acid insoluble ash value 1,10%; the water soluble extract value 17,82%; the ethanol soluble extract value 12,08%; and the water value 7,99%. The volatile oil content was 4,83%v/b. The refractive index 1,4670 and specific grafity 0,9241. The examination of leaves simplicia characteristics were obtained the total ash value 9,41%; acid insoluble ash value 1,15%; the water soluble extract value 16,30%; the ethanol soluble extract value 9,22%; and the water value 7,97%. The volatile oil content was 3,72%v/b. The refractive index 1,4670 and specific grafity 0,9229.
(17)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Minyak atsiri yang dikenal juga dengan minyak eteris atau minyak terbang
(essential oil, volatile oil) dihasilkan oleh tanaman. Minyak tersebut mudah
menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, rasa getir (pungent
taste), berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya, umumnya larut
dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air (Ketaren, 1985).
Kegunaan minyak atsiri sangat luas dan spesifik, khususnya dalam berbagai bidang industri, antara lain dalam industri kosmetik (sabun, pasta gigi, sampo, losion); dalam industri makanan sebagai bahan penyedap atau penambah cita rasa; dalam industri parfum sebagai pewangi; dalam industri farmasi atau obat-obatan sebagai antinyeri, antiinfeksi, pembunuh bakteri; dalam industri bahan pengawet; bahkan digunakan pula sebagai insektisida, oleh karena itu tidak heran jika minyak atsiri banyak diburu berbagai negara (Lutony & Rahmayati,1994).
Beberapa metode isolasi minyak atsiri seperti penyulingan, pengepresan, ekstraksi dengan pelarut menguap, ekstraksi dengan lemak padat. Namun, sebagian besar minyak atsiri diperoleh melalui metode penyulingan yang dikenal juga dengan hidrodestilasi (Guenther, 1987;Lutony & Rahmayati, 1994).
Meskipun proses pengambilan minyak atsiri melalui metode penyulingan merupakan model tertua, tetapi hingga kini masih banyak dilakukan oleh para perajin minyak atsiri di berbagai negara, khususnya negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia (Lutony & Rahmayati, 1994).
(18)
Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan tanaman terna tahunan. Tanaman ini berbatang semu, mempunyai pelepah daun yang agak lunak, serta mempunyai aroma yang khas. Tinggi tanaman ini bisa mencapai lebih kurang 1 meter dengan bunga berwarna putih muncul di pucuk batang semu. Rimpang luar berwarna jingga kecokelatan serta daging buah berwarna kuning hingga merah jingga. Biasanya rimpang bergerombol dan bercabang (Hayati, 2003).
Kunyit secara tradisional digunakan untuk menyembuhkan sakit perut, karminatif, membersihkan darah, vermicide, dan antiseptic. Untuk perawatan kecantikan, wanita telah menggunakannya untuk mencegah pigmentasi, dapat membuat kulit halus dan bercahaya juga dapat menjaga kulit dari alergi terhadap air. Daun kunyit biasanya digunakan untuk memberi aroma pada masakan seperti rendang, gulai dan sebagai pembalut ikan atau daging yang dibakar. Telah diteliti bahwa minyak atsiri yang diperoleh dari daun kunyit menunjukkan potensi dalam menghambat pertumbuhan jamur patogen Fusarium oxysporum, F. oxysporum,
dan Curvularia trifolii (John Wiley & Sons, 2005).
Kebutuhan minyak atsiri meningkat terus seiring dengan kegunaan yang makin beragam dari minyak atsiri. Hal ini merupakan upaya untuk menambah produksi zat antimikroba. Dalam hal ini penulis ingin meneliti salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yaitu tanaman kunyit dari rimpang dan daunnya. Dengan demikian, rimpang dan daun kunyit dapat dijadikan sebagai sumber minyak atsiri alam.
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan untuk dapat mengembangkan penelitian tentang bahan alam penghasil minyak atsiri di
(19)
Indonesia, dan dapat memberikan informasi komponen minyak atsiri dari simplisia rimpang dan daun kunyit.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat diambil perumusan masalah yaitu: 1. Apakah karakterisasi simplisia rimpang dan daun kunyit telah memenuhi
persyaratan MMI?
2. Apakah cara destilasi uap dapat digunakan untuk mengisolasi minyak atsiri dari rimpang dan daun kunyit (Curcuma domestica Val.) ?
3. Apakah komponen minyak atsiri dari rimpang dan daun kunyit kering yang diisolasi dengan cara destilasi uap dapat dipisahkan dan dianalisis secara GC-MS?
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah diatas maka dibuat hipotesis yaitu:
1. Karakterisasi simplisia rimpang dan daun kunyit memenuhi persyaratan MMI 2. Cara destilasi uap dapat digunakan untuk mengisolasi minyak atsiri dari
rimpang dan daun kunyit (Curcuma domestica Val.).
3. Minyak atsiri yang diisolasi dengan cara destilasi uap, komponennya dapat dipisahkan dan dianalisis dengan kromatografi gas-spektrometer massa.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkarakterisasi, mengisolasi, dan menganalisis komponen minyak atsiri yang diperoleh dari rimpang dan daun kunyit (Curcuma domestica Val.).
(20)
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang komponen minyak atsiri dari rimpang dan daun kunyit (Curcuma domestica Val.) kering. Khususnya dalam pemberdayaan daun kunyit sebagai penghasil minyak atsiri yang biasanya dibuang pada waktu pemanenan.
(21)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Minyak atsiri
Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini disebut juga minyak menguap, minyak eteris, minyak esensial karena pada suhu kamar mudah menguap. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau dari tanaman asalnya. Dalam keadaan segar dan murni, minyak atsiri umumnya tidak berwarna. Namun, pada penyimpanan lama minyak atsiri dapat teroksidasi. Untuk mencegahnya, minyak atsiri harus disimpan dalam bejana gelas yang berwarna gelap, diisi penuh, ditutup rapat, serta disimpan di tempat yang kering dan sejuk (Gunawan & Mulyani, 2004).
2.1.1 Lokalisasi minyak atsiri
Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ, seperti didalam rambut kelenjar (pada famili Labiatae), di dalam sel-sel parenkim (misalnya famili Piperaceae), di dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (pada famili Pinaceae dan Rutaceae).
Minyak atsiri dapat terbentuk secara langsung oleh protoplasma akibat adanya peruraian lapisan resin dari dinding sel atau oleh hidrolisis dari glikosida tertentu (Gunawan & Mulyani, 2004).
2.1.2 Penggunaan dan Aktivitas Biologi Minyak Atsiri
Pada tanaman, minyak atsiri mempunyai tiga fungsi yaitu: membantu proses penyerbukan dan menarik beberapa jenis serangga atau hewan, mencegah
(22)
kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan, dan sebagai cadangan makanan bagi tanaman (Sudaryani & Sugiharti, 1998).
Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri, misalnya industri parfum, kosmetika, farmasi, bahan penyedap (flavoring agent) dalam industri makanan dan minuman (Ketaren, 1985).
2.1.3 Komposisi kimia minyak atsiri
Pada umumnya perbedaan komposisi minyak atsiri disebabkan perbedaan jenis tanaman penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panenan, metode ekstraksi yang digunakan dan cara penyimpanan minyak.
Minyak atsiri biasanya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan oksigen (O). Pada umumnya komponen kimia minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan yaitu: 1) Hidrokarbon, yang terutama terdiri dari persenyawaan terpen dan 2) Hidrokarbon teroksigenasi.
a. Golongan hidrokarbon
Persenyawaan yang termasuk golongan ini terbentuk dari unsur Karbon (C) dan Hidrogen (H). Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri sebagian besar terdiri dari monoterpen (2 unit isopren), sesquiterpen (3 unit isopren), diterpen (4 unit isopren) dan politerpen.
b. Golongan hidrokarbon teroksigenasi
Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsure Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk dalam golongan ini adalah persenyawaan alcohol, aldehid, keton, ester, eter, dan fenol. Ikatan karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari ikatan tunggal,
(23)
ikatan rangkap dua, dan ikatan rangkap tiga. Terpen mengandung ikatan tunggal dan ikatan rangkap dua.
Senyawa terpen memiliki aroma kurang wangi, sukar larut dalam alkohol encer dan jika disimpan dalam waktu lama akan membentuk resin. Golongan hidrokarbon teroksigenasi merupakan senyawa yang penting dalam minyak atsiri karena umumnya aroma yang lebih wangi. Fraksi terpen perlu dipisahkan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk pembuatan parfum, sehingga didapatkan minyak atsiri yang bebas terpen (Ketaren, 1985).
2.2 Cara isolasi minyak atsiri
Isolasi minyak atsiri dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: 1) penyulingan (distillation), 2) pengepresan (pressing), 3) ekstraksi dengan pelarut menguap (solvent extraction), 4) ekstraksi dengan lemak.
2.2.1 Metode penyulingan
a. Penyulingan dengan air
Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak langsung dengan air mendidih. Bahan dapat mengapung di atas air atau terendam secara sempurna, tergantung pada berat jenis dan jumlah bahan yang disuling. Ciri khas model ini yaitu adanya kontak langsung antara bahan dan air mendidih. Oleh karena itu, sering disebut penyulingan langsung.
Penyulingan dengan cara langsung ini dapat menyebabkan banyaknya rendemen minyak yang hilang (tidak tersuling) dan terjadi pula penurunan mutu minyak yang diperoleh.
(24)
b. Penyulingan dengan uap
Model ini disebut juga penyulingan uap atau penyulingan tak langsung. Pada prinsipnya, model ini sama dengan penyulingan langsung. Hanya saja, air penghasil uap tidak diisikan bersama-sama dalam ketel penyulingan. Uap yang digunakan berupa uap jenuh atau uap kelewat panas dengan tekanan lebih dari 1 atmosfer.
c. Penyulingan dengan air dan uap
Pada model penyulingan ini, bahan tanaman yang akan disuling diletakkan di atas rak-rak atau saringan berlubang. Kemudian ketel penyulingan diisi dengan air sampai permukaannya tidak jauh dari bagian bawah saringan. Ciri khas model ini yaitu uap selalu dalam keadaan basah, jenuh, dan tidak terlalu panas. Bahan tanaman yang akan disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas (Lutony & Rahmayati, 1994).
2.2.2 Metode pengepresan
Ekstraksi minyak atsiri dengan cara pengepresan umumnya dilakukan terhadap bahan berupa biji, buah, atau kulit buah yang memiliki kandungan minyak atsiri yang cukup tinggi. Akibat tekanan pengepresan, maka sel-sel yang mengandung minyak atsiri akan pecah dan minyak atsiri akan mengalir ke permukaan bahan. Contohnya minyak atsiri dari kulit jeruk dapat diperoleh dengan cara ini (Ketaren, 1985).
2.2.3 Ekstraksi dengan pelarut menguap
Prinsipnya adalah melarutkan minyak atsiri dalam pelarut organik yang mudah menguap. Ekstraksi dengan pelarut organik pada umumnya digunakan mengekstraksi minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan uap dan air,
(25)
terutama untuk mengekstraksi minyak atsiri yang berasal dari bunga misalnya bunga cempaka, melati, mawar, dan kenanga.
Pelarut yang umum digunakan adalah petroleum eter, karbon tetra klorida dan sebagainya (Ketaren, 1985).
2.2.4 Ekstraksi dengan lemak padat
Proses ini umumnya digunakan untuk mengekstraksi bunga-bungaan, untuk mendapatkan mutu dan rendeman minyak atsiri yang tinggi. Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu enfleurasi dan maserasi.
2.3 Kunyit (Curcuma domestica Val.)
Kunyit dikenal dengan nama ilmiah Curcuma domestica. Di berbagai daerah, kunyit mempunyai nama yang berbeda-beda, seperti runyit untuk daerah Aceh, kunyir di daerah Palembang, koneng temcu di daerah Jawa Barat, kunyit
atau kunir di daerah Jawa Timur, konyek di Madura, janar di Kalimantan Selatan,
lawahu di Gorontalo, uni di daerah Toraja, nikwai di daerah Irian Jaya, kunidi di Sulawesi Utara, kumino di daerah Ambon, dan rame di daerah Riau.
Urutan sistematika tumbuhan kunyit adalah sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledon
Subkelas : Zingiberidae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
(26)
2.4 Analisa Komponen Minyak Atsiri dengan GC-MS
Analisa komponen minyak atsiri merupakan masalah yang cukup rumit karena minyak atsiri mengandung campuran senyawa dan sifatnya yang mudah menguap pada suhu kamar. Setelah ditemukannya kromatografi gas (GC), kendala dalam analisis komponen minyak atsiri mulai dapat diatasi. Pada penggunaan GC, efek penguapan dapat dihindari bahkan dihilangkan sama sekali. Perkembangan teknologi instrumentasi yang pesat akhirnya dapat menghasilkan suatu alat yang merupakan gabungan dua system dengan prinsip dasar yang berbeda satu sama lain tetapi saling melengkapi, yaitu gabungan antara kromatografi gas dan spectrometer massa. Kromatografi gas berfungsi sebagai alat pemisah berbagai campuran komponen dalam sampel sedangkan spectrometer massa berfungsi untuk mendeteksi masing-masing komponen yang telah dipisahkan pada kromatografi gas (Agusta, 2000).
2.4.1 Kromatografi gas
Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan komponen campuran kimia dalam suatu bahan, berdasarkan perbedaan polaritas campuran. Fase gerak akan membawa campuran sampel menuju kolom. Campuran dalam fase gerak akan berinteraksi dengan fase diam. Setiap komponen yang terdapat dalam campuran berinteraksi dengan kecepatan yang berbeda dimana interaksi komponen dengan fase diam dengan waktu yang paling cepat akan keluar pertama dari kolom dan yang paling lambat akan keluar paling akhir (Eaton, 1998).
Waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan di kolom disebut waktu tambat (waktu retensi) yang diukur mulai saat penyuntikan sampai saat elusi terjadi (Gritter, dkk., 1991).
(27)
Menurut Eaton (1989), hal yang mempengaruhi waktu retensi yaitu:
1. Sifat senyawa, semakin sama kepolaran dengan kolom dan makin kurang keatsiriannya maka akan tertahan lebih lama di kolom dan sebaliknya. 2. Sifat adsorben, semakin sama kepolaran maka senyawa akan semakin
lama tertahan dan sebaliknya.
3. Konsentrasi adsorben, semakin banyak adsorben maka senyawa semakin lama tertahan dan sebaliknya.
4. Temperatur kolom, semakin rendah temperatur maka senyawa semakin lama tertahan dan sebaliknya.
5. Aliran gas pembawa, semakin kecil aliran gas maka senyawa semakin lama tertahan dan sebaliknya.
6. Panjang kolom, semakin panjang kolom akan menahan senyawa lebih lama dan sebaliknya.
Bagian utama dari kromatografi gas adalah gas pembawa, sistem injeksi, kolom, fase diam, suhu dan detektor.
2.4.1.1 Gas Pembawa
Gas pembawa harus memenuhi persyaratan antara lain harus inert, murni, dan mudah diperoleh. Pemilihan gas pembawa tergantung pada detektor yang dipakai. Keuntungannya adalah karena semua gas ini harus tidak reaktif, dapat dibeli dalam keadaan murni dan kering yang dapat dikemas dalam tangki bertekanan tinggi. Gas pembawa yang sering dipakai adalah helium (He), argon (Ar), nitrogen (N2), hidrogen (H2), dan karbon dioksida (CO2) (Agusta, 2000).
(28)
2.4.1.2 Sistem Injeksi
Cuplikan dimasukkan kedalam ruang suntik melalui gerbang suntik, biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau pemisah karet. Ruang suntik harus dipanaskan tersendiri, terpisah dari kolom, dan biasanya pada suhu 10-15o
2.4.1.3 Kolom
C lebih tinggi dari suhu maksimum. Jadi seluruh cuplikan diuapkan segera setelah disuntikkan dan dibawa ke kolom (Gritter, dkk., 1991).
Ada dua macam kolom, yaitu kolom kemas dan kolom kapiler (Agusta, 2000; McNair and Bonelli, 1988).
Kolom kemas adalah pipa yang terbuat dari logam, kaca atau plastic yang berisi penyangga padat yang inert. Fase diam, baik berwujud padat maupun cair diserap atau terikat secara kimia pada permukaan penyangga padat tersebut.
Kolom kapiler banyak digunakan untuk menganalisis komponen minyak atsiri. Hal ini disebabkan oleh kelebihan kolom tersebut yang memberikan hasil analisis dengan daya pisah tinggi dan sekaligus memiliki sensitivitas yang tinggi. Bahan kolom biasanya dari gelas baja tahan karat atau silica. Fase cair berupa lapisan film dilapiskan pada dinding kolom bagian dalam. Secara umum keuntungan penggunaan kolom kapiler adalah jumlah sampel yang dibutuhkan sedikit dan pemisahan lebih sempurna (Agusta, 2000).
2.4.1.4 Fase diam
Fase diam dibedakan berdasarkan kepolarannya, yaitu non polar, sedikit polar, polar, semi polar dan sangat polar. Berdasarkan sifat minyak atsiri yang nonpolar sampai sedikit polar maka untuk keperluan analisis sebaiknya digunakan
(29)
kolom dengan fase diam yang bersifat sedikit polar, misalnya SE-52 dan SE-54 (Agusta, 2000).
2.4.1.5 Suhu
Tekanan uap sangat bergantung pada suhu, maka suhu merupakan factor utama dalam GC. Pada GC-MS terdapat tiga pengendali suhu yang berbeda, yaitu: suhu injektor, suhu kolom, suhu detektor.
Suhu injector
Suhu injector harus cukup panas untuk menguapkan cuplikan dengan cepat sehingga tidak menghilangkan keefisienan cara penyuntikan. Tetapi sebaliknya, suhu harus cukup rendah untuk mencegah peruraian atau penataan ulang akibat panas (McNair and Bonelli, 1988).
Suhu kolom
Suhu kolom harus cukup tinggi sehingga analisis dapat diselesaikan dalam waktu yang sesuai, dan harus cukup rendah sehingga terjadi pemisahan. Umumnya semakin rendah suhu kolom, semakin tinggi koefisien partisi dalam fase diam sehingga hasil pemisahan semakin baik. Pada beberapa hal tidak dapat digunakan suhu kolom yang rendah, terutama bila cuplikan terdiri atas senyawa dengan rentangan titik didih yang lebar, untuk itu suhu perlu diprogram.
Suhu detektor
Detektor harus cukup panas sehingga cuplikan dan air atau hasil samping yang terbentuk pada proses pengionan tidak mengembun (McNair and Bonelli,1988).
(30)
2.4.1.6 Detektor
Menurut McNair dan Bonelli (1988) ada dua detektor yang popular yaitu detektor hantar-thermal (DHB) dan detektor pengion nyala (DPN).
2.4.2 Spektrometri massa
Spektrometri massa adalah suatu teknik analisis yang didasarkan pada pemisahan berkas-berkas ion yang sesuai dengan perbandingan massa dengan muatan dan pengukuran intensitas dari berkas-berkas ion tersebut. Molekul senyawa organik pada spectrometer massa ditembak dengan berkas elektron dan menghasilkan ion bermuatan positif yang mempunyai energi yang tinggi karena lepasnya elektron dari molekul yang dapat pecah menjadi ion yang lebih kecil. Spectrum massa merupakan gambar antara limpahan relatif lawan perbandingan massa/muatan (Sastrohamidjojo, 1985).
Spektrometer massa terdiri dari sistem pemasukan cuplikan, ruang pengion dan percepatan, tabung analisis, pengumpul ion dan penguat, dan pencatat.
Keuntungan utama spektrometri massa sebagai metode analisis yaitu metode ini lebih sensitif dan spesifik untuk identifikasi senyawa yang tidak diketahui atau untuk menetapkan keberadaan senyawa tertentu. Hal ini disebabkan adanya pola fragmentasi yang khas sehingga dapat memberikan informasi mengenai bobot molekul dan rumus molekul. Puncak ion molekul penting dikenali karena memberikan bobot molekul senyawa yang diperiksa. Puncak paling kuat pada spektrum, disebut puncak dasar (base peak), dinyatakan dengan nilai 100% dan kekuatan puncak lain, termasuk puncak ion molekulnya dinyatakan sebagai persentase puncak dasar tersebut (Silverstein, 1985).
(31)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan bahan tumbuhan, determinasi tumbuhan, karakterisasi simplisia, isolasi, dan analisis komponen minyak atsiri dari rimpang dan daun kunyit (Curcuma domestica Val.) secara GC-MS.
3.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan adalah alat-alat gelas laboratorium, neraca kasar (Ohaus), neraca listrik (Mettler Toledo), seperangkat alat Stahl, seperangkat alat destilasi uap (Steam Distillation), oven, Gas
Chromatography-Mass Spectrometer (GC-MS) model Shimadzu QP 2010 S.
3.2 Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah simplisia rimpang dan daun kunyit (Curcuma domestica Val.), Na2SO4
3.3 Penyiapan Bahan Tumbuhan
anhidrat pro analisis (E. Merck), toluen (E. Merck), kloralhidrat (E. Merck), kloroform (E.Merck), etanol 95% dan air suling.
Penyiapan bahan tumbuhan meliputi pengambilan tumbuhan dan pengolahan tumbuhan.
3.3.1 Pengambilan Bahan Tumbuhan
Pengambilan sampel dilakukan secara purposif, tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Bahan diperoleh dari daerah Gorilla, Tanjung Pinggir Kotamadya Pematangsiantar, Sumatera Utara.
(32)
3.3.2 Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Laboratorium taksonomi tumbuhan, Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 41.
3.3.3 Pengolahan Bahan Tumbuhan
Sampel yang digunakan adalah rimpang dan daun kunyit (Curcuma
domestica Val.) dimana rimpang dan daun kunyit berasal dari tanaman yang
berusia 7-8 bulan. Rimpang dibersihkan dari kotoran yang melekat dan dicuci dengan air hingga bersih, lalu ditiriskan dan dirajang. Daun dipilih dan dipisahkan dari bagian yang sudah menguning atau tua, kemudian dicuci dan ditiriskan. Rimpang dan daun selanjutnya dikeringkan pada lemari pengering.
3.4Pemeriksaan Karakteristik Simplisia 3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk luar dari simplisia rimpang dan daun kunyit. Gambar simplisia rimpang dan daun kunyit dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 42.
3.4.2 Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap sampel segar dan serbuk simplisia. Sampel segar dan serbuk simplisia ditaburkan diatas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati dibawah mikroskop. Untuk melihat pati, serbuk rimpang ditaburkan di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan air. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 48.
(33)
3.4.3 Penetapan Kadar Air a. Penjenuhan toluen
Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,01 ml.
b. Penetapan kadar air simplisia
Kedalam labu yang berisi toluen jenuh di atas dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,01 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (Depkes RI, 1989). Hasil penetapan kadar air untuk simplisia rimpang dan daun kunyit dapat dilihat pada Lampiran 10 halaman 59.
3.4.4 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil sesekali di kocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama
(34)
diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105o
3.4.5 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol
C sampai bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1989). Hasil dapat dilihat pada Lampiran 8 halaman 55.
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 95% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105o
3.4.6 Penetapan Kadar Abu Total
C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 95% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1989). Hasil dapat dilihat pada Lampiran 9
halaman 57.
Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 600o C selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1989; WHO, 1992). Hasil dapat dilihat pada Lampiran 6
(35)
3.4.7 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang dikeringkan di udara (Depkes RI, 1989).
Hasil dapat dilihat pada Lampiran 7 halaman 53.
3.4.8 Penetapan kadar minyak atsiri
Penetapan kadar minyak atsiri dilakukan dengan menggunakan alat Stahl.
Gambar alat dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 45.
Sebanyak 10 g simplisia rimpang kunyit dimasukkan kedalam labu alas bulat berleher pendek, tambahkan air suling sebanyak 300 ml, letakkan labu dalam pemanas listrik. Hubungkan labu dengan pendingin dan alat penampung berskala, isi buret dengan air hingga penuh dan dididihkan isi labu dengan pemanas yang sesuai untuk menjaga agar pendidihan berlangsung lambat tetapi teratur sampai minyak atsiri terdestilasi sempurna dan tidak bertambah lagi dalam alat penampung berskala. Setelah penyulingan selesai tidak kurang dari 15 menit, catat volume minyak atsiri pada buret. Hitung kadar minyak atsiri dalam % v/b (Depkes RI,1979). Percobaan ini dilakukan lagi untuk simplisia daun kunyit dengan berat 20 g. Hasil penetapan kadar minyak atsiri untuk simplisia rimpang dan daun kunyit dapat dilihat pada Lampiran 11 halaman 61.
3.5 Isolasi minyak atsiri
Isolasi minyak atsiri dilakukan dengan metode penyulingan uap (steam distillation). Gambar alat dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 45.
(36)
Sebanyak 150 g sampel dimasukkan kedalam labu alas bulat berleher panjang 2 L yang telah dirangkai dalam perangkat alat destilasi uap. Destilasi dilakukan selama 5-6 jam. Minyak atsiri yang diperoleh ditampung dalam corong pisah lalu dipisahkan antara minyak dengan air. Kemudian minyak atsiri yang diperoleh ditambahkan Na2SO4
3.6Identifikasi Minyak Atsiri
anhidrat, dikocok dan didiamkan selama 1 hari. Minyak atsiri dipipet dan disimpan dalam botol berwarna gelap (Ketaren,1985).
3.6.1 Penetapan Parameter Fisika 3.6.1.1 Penentuan indeks bias
Penentuan Indeks bias dilakukan dengan menggunakan alat Refraktometer Abbe. Gambar alat dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 46.
Caranya: Alat Refraktometer Abbe dihubungkan pada termostat dengan pipa karet dan sirkulasi air yang melaui prisma diatur agak lambat dengan aliran yang tetap. Prisma dibersihkan dengan alkohol kemudian diteteskan cuplikan minyak yang akan ditentukan indeks biasnya. Melalui teleskop dapat dilihat adanya bidang terang dan bidang gelap lalu putar skrup pemutar prisma sedemikian rupa, sehingga bidang terang dan gelap terbagi atas dua bagian yang sama secara vertikal. Dengan melihat skala dapat dibaca indeks biasnya. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 13 halaman 65.
3.6.1.2 Penentuan bobot jenis
Penentuan bobot jenis dilakukan dengan menggunakan alat Piknometer. Gambar alat dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 46.
Caranya: Piknometer dibersihkan dan dikeringkan, isi dengan air suling lalu
(37)
beberapa kali dengan alkohol kemudian dikeringkan dengan bantuan hairdryer
dan ditimbang seksama. Piknometer diisi dengan minyak selanjutnya dilakukan seperti pengerjaan pada air suling. Hasil bobot minyak atsiri diperoleh dengan mengurangkan bobot piknometer yang diisi minyak atsiri dengan bobot piknometer kosong. Bobot jenis minyak atsiri adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot minyak atsiri dengan bobot air suling dalam piknometer, kecuali dinyatakan lain dalam monograf keduanya ditetapkan pada suhu 25o
3.6.2 Analisa Komponen Minyak Atsiri
C (Depkes, 1995). Hasil dapat dilihat pada Lampiran 12 halaman 63.
Penentuan komponen minyak atsiri yang diperoleh dari simplisia rimpang dan daun kunyit dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA UGM dengan menggunakan seperangkat alat Gas Chromatography-Mass Spectrometer (GC-MS) model Shimadzu QP 2010S.
Kondisi analisis adalah jenis kolom kapiler Rtx-5MS, panjang kolom 30 m, diameter kolom 0,25 mm, suhu injektor 300oC, tekanan 14,0 kPa, gas pembawa He dengan laju alir 0,5 ml/menit. Suhu kolom terprogram (temperature
programming) dengan suhu awal 70oC selama 5 menit, lalu dinaikan perlahan–
lahan dengan rate kenaikan 5,0oC/menit sampai mencapai suhu akhir 270oC dan dipertahankan.
(38)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Tumbuhan
Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Laboratorium taksonomi tumbuhan-Biologi USU terhadap sampel yang diteliti adalah jenis Curcuma domestica
Valeton, dari suku Zingiberaceae. (Data selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 1 halaman 41).
4.2 Karakterisasi Simplisia Rimpang dan Daun Kunyit
Tabel 1. Hasil Karakterisasi Simplisia Rimpang dan Daun Kunyit
No. Pemeriksaan Karakteristik Simplisia
Kadar Praktek (%) Rimpang menurut MMI
(%) Rimpang Daun
1 Penetapan kadar air 7,99 7,97 Tidak lebih dari 10 2 Penetapan kadar sari
yang larut dalam etanol 12,08 9,22
Tidak kurang dari 10 3 Penetapan kadar sari
yang larut dalam air 17,82 16,30
Tidak kurang dari 15 4 Penetapan kadar abu total 6,46 9,41 Tidak lebih dari
9 5
Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam
1,10 1,15 Tidak lebih dari 1,6 6 Penetapan kadar minyak
atsiri 4,83 3,72 3-5
(Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 6 s/d 11 halaman 51 s/d 62)
Hasil pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk rimpang kunyit terdapat parenkim dengan sel berisi minyak atsiri, parenkim yang berisi butir pati, butir pati yang memiliki bentuk yang khas dan tersebar, rambut penutup, dan pembuluh kayu dengan penebalan tangga dan jala, sedangkan pada simplisia daun kunyit
(39)
terdapat stomata dengan bentuk parasitik, dengan trichoma atau rambut penutup biasa. (Gambar dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 48).
4.3 Identifikasi Minyak Atsiri
Tabel 2. Hasil Penentuan Indeks Bias Dan Bobot Jenis Minyak Atsiri Hasil Isolasi
No. Parameter Rimpang Daun
1 Indeks bias 1,4670 1,4670
2 Bobot jenis 0,9241 0,9229
(Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 12 s/d 13 halaman 63 s/d 65)
Dari informasi data tabel diatas, dapat dilihat bahwa penetapan kadar minyak atsiri yang diperoleh menggunakan alat Stahl pada simplisia rimpang kunyit adalah sebesar 4,83% yaitu sesuai dengan kadar pada MMI yaitu 3-5 % sedangkan kadar pada simplisia daun kunyit adalah 3,72%.
Minyak atsiri dari rimpang kunyit yang diisolasi berwarna kuning kehijauan dan berbau khas sedangkan minyak atsiri yang diisolasi dari daun kunyit berwarna kuning kehijauan dan sedikit lebih gelap dan sedikit lebih berbau menusuk dibandingkan dengan dari rimpang kunyit. (Gambar dapat dilihat pada
Lampiran 3 halaman 44).
4.4 Analisis Dengan GC-MS
4.4.1 Analisis Minyak Atsiri Rimpang Kunyit
Hasil analisis GC-MS minyak atsiri dari rimpang kunyit kering, yang diperoleh dengan cara destilasi uap diperoleh 27 puncak, seperti yang tampak pada gambar 1, akan tetapi komponen yang akan dibahas dan dibuat data fragmentasinya adalah tujuh komponen dengan konsentrasi paling tinggi.
(40)
Gambar 1.Kromatogram GC minyak atsiri hasil destilasi uap dari simplisia rimpang kunyit.
Waktu tambat dan konsentrasi komponen minyak atsiri hasil analisis Gas
Chromatography-Mass Spectrometer (GC-MS) rimpang kunyit dapat dilihat
pada tabel 3.
Tabel 3. Waktu tambat dan konsentrasi komponen minyak atsiri Rimpang Kunyit hasil analisis GC-MS
No Nama komponen
Waktu tambat (menit)
Rumus molekul
Berat molekul
Kadar (%)
1 α-Fellandren 8,208 C10H16 136 1,88
2 Cineol 9,075 C10H18O 154 1,31
3 Zingiberen 23,258 C15H24 204 2,03
4 β-Seskuifellandren 24,033 C15H24 204 1,76
5 Ar-Tumeron 27,825 C15H20O 216 43,06
6
2-(3-Hidroksi-2-Nitro-sikloheksil)-1-fenil-Etanon 27,875 C14H17NO4 263 18,38
(41)
Fragmentasi hasil spektrometer massa komponen minyak atsiri rimpang kunyit adalah sebagai berikut :
1. Puncak dengan waktu tambat 8,208 menit mempunyai M+
2. Puncak dengan waktu tambat 9,075 menit mempunyai M
136 diikuti fragmen m/z 121, 105, 93, 77, 65, 51, 39. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 15 halaman 67.
+
3. Puncak dengan waktu tambat 23,258 menit mempunyai M
154 diikuti fragmen m/z 139, 121, 108, 81, 69, 43, 41. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 15 halaman 67.
+
4. Puncak dengan waktu tambat 24,033 menit mempunyai M
204 diikuti fragmen m/z 161, 133, 119, 105, 93, 77, 69, 55, 41. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 15 halaman 68.
+
5. Puncak dengan waktu tambat 27,825 menit mempunyai M
204 diikuti fragmen m/z 161, 147, 133, 120, 109, 93, 77, 69, 55, 41. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 15 halaman 68.
+
6. Puncak dengan waktu tambat 27,875 menit mempunyai M
216 diikuti fragmen m/z 200, 185, 157, 126, 120, 105, 91, 83, 65, 56. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 15 halaman 69.
+
7. Puncak dengan waktu tambat 28,600 menit mempunyai M
263 diikuti fragmen m/z 216, 199, 157, 145, 129, 120, 105, 97, 77, 67, 41. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 15 halaman 69.
+
218 diikuti fragmen m/z 132, 120, 105, 91, 83, 65, 56. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 15 halaman 70.
(42)
Analisis spektrum massa komponen minyak atsiri dari simplisia rimpang kunyit:
1. Puncak dengan waktu tambat (Rt) 8,208 menit
Dengan membandingkan spektrum massa unknown dengan data library
yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (97%), maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai α-Fellandren (C10H16) dengan rumus bangun seperti
pada gambar 2.
Gambar 2. Rumus bangun dari senyawa α-Fellandren
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat molekul dari C10H16. Pelepasan CH3• menghasilkan fragmen
[C9H13]+ dengan m/z 121 dari puncak ion molekul C10H16. Pelepasan C2H4
menghasilkan fragmen [C7H9]+ dengan m/z 93. Pelepasan C2H4 menghasilkan
fragmen [C5H5]+
2. Puncak dengan waktu tambat (Rt) 9,075 menit
dengan m/z 65. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 17 halaman 74.
Dengan membandingkan spektrum massa unknown dengan data library
yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (93%) maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai Cineol (C10H18O) dengan rumus bangun seperti
(43)
Gambar 3. Rumus bangun dari senyawa Cineol
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 154 yang merupakan berat molekul dari C10H18O. Pelepasan CH3• menghasilkan fragmen [C9H15O]+ dengan m/z 139 dari puncak ion molekul C10H18O. Pelepasan OCH3
menghasilkan fragmen [C8H12]+ dengan m/z 108. Pelepasan C2H3 menghasilkan
fragmen [C6H9]+ dengan m/z 81. Pelepasan C3H2 menghasilkan fragmen [C3H7]+
3. Puncak dengan waktu tambat (Rt) 23,258 menit
dengan m/z 43. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 17 halaman 74.
Dengan membandingkan spektrum massa unknown dengan data library
yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (96%) maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai Zingiberen (C15H24) dengan rumus bangun seperti
gambar 4.
Gambar 4. Rumus bangun dari senyawa Zingiberen
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 204 yang merupakan berat molekul dari C15H24. Pelepasan C3H7• menghasilkan fragmen
(44)
menghasilkan fragmen [C10H13]+ dengan m/z 133. Pelepasan CH2 menghasilkan
fragmen [C9H11]+ dengan m/z 119. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen
[C8H9]+ dengan m/z 105. Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C6H5]+
4. Puncak dengan waktu tambat (Rt) 24,033 menit
dengan m/z 77. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 17 halaman 74.
Dengan membandingkan spektrum massa unknown dengan data library
yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (95%) maka senyawa tersebut
dapat disimpulkan sebagai β-Seskuifellandren (C15H24) dengan rumus bangun
seperti gambar 5.
Gambar 5. Rumus bangun dari senyawa β-Seskuifellandren
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 204 yang merupakan berat molekul dari C15H24. Pelepasan C3H7 menghasilkan fragmen
[C12H17]+ dengan m/z 161 dari puncak ion molekul C15H24. Pelepasan CH2
menghasilkan fragmen [C11H15]+ dengan m/z 147. Pelepasan CH2 menghasilkan
fragmen [C10H13]+ dengan m/z 133. Pelepasan C4H8 menghasilkan fragmen
[C6H5]+
5. Puncak dengan waktu tambat (Rt) 27,825 menit
dengan m/z 77. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 17 halaman 75.
(45)
O
Dengan membandingkan spektrum massa unknown dengan data library
yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (80%) maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai Ar-Tumeron (C15H20O) dengan rumus bangun seperti
gambar 6.
Gambar 6. Rumus bangun dari senyawa Ar-Tumeron
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 216 yang merupakan berat molekul dari C15H20O. Pelepasan OCH3 menghasilkan fragmen
[C14H17]+ dengan m/z 185 dari puncak ion molekul C15H20O. Pelepasan C6H8
menghasilkan fragmen [C8H9]+ dengan m/z 105. Pelepasan CH2 menghasilkan
fragmen [C7H7]+
6. Puncak dengan waktu tambat (Rt) 27,875 menit
dengan m/z 91. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 17 halaman 75.
Dengan membandingkan spektrum massa unknown dengan data library
yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (77%) maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai 2-(3-Hidroksi-2-Nitro-sikloheksil)-1-fenil-Etanon (C14H17NO4) dengan rumus bangun seperti gambar 7.
NO2
(46)
Gambar 7. Rumus bangun dari senyawa 2-(3-Hidroksi-2-Nitro-sikloheksil)-1-fenil-Etanon
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 263 yang merupakan berat molekul dari C14H17NO4. Pelepasan C6H9NO3 menghasilkan
fragmen [C8H8O]+ dengan m/z 120 dari puncak ion molekul C14H17NO4.
Pelepasan CH3 menghasilkan fragmen [C7H5O]+ dengan m/z 105. Pelepasan CO
menghasilkan fragmen [C6H5]+
7. Puncak dengan waktu tambat (Rt) 28,600 menit
dengan m/z 77. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 17 halaman 76.
Dengan membandingkan spektrum massa unknown dengan data library
yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (86%) maka senyawa tersebut
dapat disimpulkan sebagai α-Tumeron (C15H22O) dengan rumus bangun seperti
gambar 8.
Gambar 8. Rumus bangun dari senyawa α-Tumeron
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 218 yang merupakan berat molekul dari C15H22O. Pelepasan C7H13O menghasilkan
fragmen [C8H9]+ dengan m/z 105 dari puncak ion molekul C15H22O. Pelepasan
CH2 menghasilkan fragmen [C7H7]+
4.4.2 Analisis Minyak Atsiri Daun Kunyit
dengan m/z 91. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 17 halaman 76.
(47)
Hasil analisis GC-MS minyak atsiri dari daun kunyit kering, yang diperoleh dengan cara destilasi uap diperoleh 24 puncak, seperti yang tampak pada gambar 9, akan tetapi komponen yang akan dibahas dan dibuat data fragmentasinya adalah 5 komponen dengan konsentrasi paling tinggi.
Gambar 9.Kromatogram GC minyak atsiri hasil destilasi uap dari simplisia daun kunyit.
Waktu tambat dan konsentrasi komponen minyak atsiri hasil analisis Gas
Chromatography-Mass Spectrometer (GC-MS) daun kunyit dapat dilihat pada
tabel 4.
Tabel 4. Waktu tambat dan konsentrasi komponen minyak atsiri Daun Kunyit hasil analisis GC-MS
No Nama komponen Waktu tambat (menit)
Rumus molekul
Berat molekul
Kadar (%)
1 α-Fellandren 8,283 C10H16 136 39,04
(48)
3 Cineol 9,092 C10H18O 154 5,26
4 α-Terpinolen 11,058 C10H16 136 34,23
5 Ar-Tumeron 27,725 C15H20O 216 3,30
Fragmentasi hasil spektrometer massa komponen minyak atsiri daun kunyit adalah sebagai berikut :
1. Puncak dengan waktu tambat 8,283 menit mempunyai M+
2. Puncak dengan waktu tambat 8,883 menit mempunyai M
136 diikuti fragmen m/z 121, 105, 93, 77, 65, 51, 39. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 16 halaman 71.
+
3. Puncak dengan waktu tambat 9,092 menit mempunyai M
134 diikuti fragmen m/z 119, 103, 91, 77, 65, 51, 39. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 16 halaman 71.
+
4. Puncak dengan waktu tambat 11,058 menit mempunyai M
154 diikuti fragmen m/z 139, 121, 108, 84, 69, 43, 41. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 16 halaman 72.
+
5. Puncak dengan waktu tambat 27,725 menit mempunyai M
136 diikuti fragmen m/z 121, 105, 93, 79, 67, 43, 41. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 16 halaman 72.
+
216 diikuti fragmen m/z 200, 185, 157, 126, 120, 105, 91, 83, 65, 56. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 16 halaman 73.
Analisis spektrum massa komponen minyak atsiri dari simplisia daun kunyit:
(49)
Dengan membandingkan spektrum massa unknown dengan data library
yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (96%), maka senyawa tersebut
dapat disimpulkan sebagai α-Fellandren (C10H16) dengan rumus bangun seperti
pada gambar 10.
Gambar 10. Rumus bangun dari senyawa α-Fellandren
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat molekul dari C10H16. Pelepasan CH3• menghasilkan fragmen
[C9H13]+ dengan m/z 121 dari puncak ion molekul C10H16. Pelepasan C2H4
menghasilkan fragmen [C7H9]+ dengan m/z 93. Pelepasan C2H4 menghasilkan
fragmen [C5H5]+
2. Puncak dengan waktu tambat (Rt) 8,883 menit
dengan m/z 65. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 17 halaman 74.
Dengan membandingkan spektrum massa unknown dengan data library
yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (96%) maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai p-Cymen (C10H14) dengan rumus bangun seperti
gambar 11.
(50)
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 134 yang merupakan berat molekul dari C10H14. Pelepasan CH3• menghasilkan fragmen [C9H11]+ dengan m/z 119 dari puncak ion molekul C10H14. Pelepasan C2H4
menghasilkan fragmen [C7H7]+ dengan m/z 91. Pelepasan CH2 menghasilkan
fragmen [C6H5]+
3. Puncak dengan waktu tambat (Rt) 9,092 menit
dengan m/z 77. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 17 halaman 76.
Dengan membandingkan spektrum massa unknown dengan data library
yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (92%) maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai Cineol (C10H18O) dengan rumus bangun seperti
gambar 12.
Gambar 12. Rumus bangun dari senyawa Cineol
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 154 yang merupakan berat molekul dari C10H18O. Pelepasan CH3• menghasilkan fragmen [C9H15O]+ dengan m/z 139 dari puncak ion molekul C10H18O. Pelepasan OCH3
menghasilkan fragmen [C8H12]+ dengan m/z 108. Pelepasan C2H3 menghasilkan
fragmen [C6H9]+ dengan m/z 81. Pelepasan C3H2 menghasilkan fragmen [C3H7]+
4. Puncak dengan waktu tambat (Rt) 11,058 menit
dengan m/z 43. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 17 halaman 74.
(51)
O
Dengan membandingkan spektrum massa unknown dengan data library
yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (98%) maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai alpha-Terpinolen (C10H16) dengan rumus bangun
seperti gambar 13.
Gambar 13. Rumus bangun dari senyawa α-Terpinolen
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat molekul dari C10H16. Pelepasan CH3 menghasilkan fragmen
[C9H13]+ dengan m/z 121 dari puncak ion molekul C10H16. Pelepasan C2H4
menghasilkan fragmen [C7H9]+ dengan m/z 93. Pelepasan CH2 menghasilkan
fragmen [C6H7]+
5. Puncak dengan waktu tambat (Rt) 27,725 menit
dengan m/z 79. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 17 halaman 77.
Dengan membandingkan spektrum massa unknown dengan data library
yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (84%) maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai Ar-Tumeron (C15H20O) dengan rumus bangun seperti
gambar 14.
(52)
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 216 yang merupakan berat molekul dari C15H20O. Pelepasan OCH3 menghasilkan fragmen
[C14H17]+ dengan m/z 185 dari puncak ion molekul C15H20O. Pelepasan C6H8
menghasilkan fragmen [C8H9]+ dengan m/z 105. Pelepasan CH2 menghasilkan
fragmen [C7H7]+ dengan m/z 91. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat
(53)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) diperoleh kadar abu total 6,46%; kadar abu yang tidak larut dalam asam 1,10%; kadar sari yang larut dalam air 17,82%; kadar sari yang larut dalam etanol 12,08% dan kadar air 7,99%. Hasil penetapan kadar minyak atsiri dari rimpang kunyit dengan alat Stahl diperoleh kadar minyak atsiri sebesar 4,83% v/b. Hasil penetapan indeks bias diperoleh sebesar 1,4670 dan bobot jenis diperoleh sebesar 0,9241. Karakterisasi simplisia rimpang kunyit telah memenuhi persyaratan Materia Medika Indonesia.
Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia daun kunyit (Curcuma domestica Val.) diperoleh kadar abu total 9,41%; kadar abu yang tidak larut dalam asam 1,15%; kadar sari yang larut dalam air 16,30% ; kadar sari yang larut dalam etanol 9,22% dan kadar air 7,97%. Hasil penetapan kadar minyak atsiri dari daun kunyit dengan alat Stahl diperoleh kadar minyak atsiri sebesar 3,72% v/b. Hasil penetapan indeks bias diperoleh sebesar 1,4670 dan bobot jenis diperoleh sebesar 0,9229.
Hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dari rimpang kunyit kering, menunjukkan 7 komponen dengan konsentrasi paling tinggi yaitu; α -Fellandren dengan kadar 1,88%; Cineol dengan kadar 1,31%; Zingiberen dengan
(54)
kadar 2,03%; β-Seskuifellandren dengan kadar 1,76%; Ar-Tumeron dengan konsentrasi 43,06%, 2-(3-Hidroksi-2-Nitro-Sikloheksil)-1-Fenil-Etanon dengan
kadar 18,38%; dan α-Tumeron dengan kadar 18,09%, sedangkan hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dari daun kunyit kering, menunjukkan 5 komponen dengan konsentrasi paling tinggi yaitu; α-Fellandren dengan kadar 39,04%; p-Cymen dengan kadar 4,72%; Cineol dengan kadar 5,26%; α -Terpinolen dengan kadar 34,23%; Ar-Tumeron dengan konsentrasi 3,30%.
5.2 Saran
Dengan melihat kandungan komponen-komponen dari minyak atsiri rimpang dan daun kunyit maka disarankan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk meneliti manfaatnya sehingga dapat diaplikasikan ke masyarakat dalam bentuk sediaan yang sesuai.
(55)
DAFTAR PUSTAKA
Agusta, A. (2000). Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 29-34
Depkes RI. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 813.
Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 1030-1031.
Depkes RI. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid V. Cetakan V. Jakarta: Departemen Kesehatan R.I. Hal. 534-541.
Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 72-76.
Eaton, D. C. (1989). Laboratory Investigations in Organic Chemistry. USA: McGraw-Hill, Inc. P. 152-157.
Gritter, R. J. Bobbit, J. M. Schwatting. (1985). Introduction of Chromatography. Penerjemah: Kosasih Padmawinata. (1991). Pengantar Kromatografi. Edisi ke-3. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 36-39.
Guenther, E. (1987). The Essential Oils. Terjemahan. Ketaren, R.S. (1987).
Minyak Atsiri. Jilid I. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. hal 287-289.
Gunawan, D. & Mulyani, S. (2004). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jilid I. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 107.
Hayati, M. (2003). Terampil Membuat Ekstrak Temu-temuan. Cetakan I. Yogyakarta: Penerbit Adicita. Hal. 20.
Ketaren, S. (1985). Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka. Hal. 28-29.
Lutony, T.L. & Rahmayati, Y. (2000). Produksi Dan Perdagangan Minyak Atsiri.
(56)
McNair, H and Bonelli E. J. (1988). Basic Gas Chromatography. Penerjemah: K. Patmawinata. Dasar Kromatografi Gas. Edisi ke-5. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 7-14
Sastrohamidjojo, H. (1985). Dasar-Dasar Spektroskopi. Edisi ke-1. Yogyakarta: Liberty. Hal. 161.
Silverstein, R. M. Bassler, G. C., dan Morril, T. C. (1986). Laboratory
Investigations in Organic Chemistry. Penerjemah: Hartono, dkk.
Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Jakarta: Erlangga. Hal
(57)
Lampiran 1
(58)
Lampiran 2
Morfologi Tanaman dan Simplisia Rimpang dan Daun Kunyit
Gambar 15. Rimpang kunyit
(59)
Lampiran 2
(lanjutan)
(60)
Gambar 18. Simplisiadaun kunyit
Lampiran 3
Gambar Minyak Atsiri Hasil Destilasi Uap
Gambar 19. Minyak atsiri hasil destilasi uap
Keterangan:
A. Minyak atsiri dari simplisia rimpang kunyit B. Minyak atsiri dari simplisia daun kunyit
(61)
Lampiran 4
Gambar Alat-Alat yang Dipakai
(62)
Gambar 21. Alat destilasi uap
Lampiran 4
(lanjutan)
(63)
Gambar 23. Alat Piknometer
Lampiran 4
(lanjutan)
(64)
Lampiran 5
Hasil Pemeriksaan Mikroskopik
Gambar 25. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia rimpang kunyit
KETERANGAN:
1. Butir-butir pati 2. Periderm
3. Parenkim dengan sel-sel minyak atsiri. 4. Parenkim berisi butir pati
5. Pembuluh kayu dengan penebalan tangga dan jala 6. Rambut penutup
1
2 3 4
6 5
(65)
Lampiran 5
(lanjutan)
Gambar 26. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia daun kunyit
KETERANGAN:
1. Sel-sel parenkim berisi minyak atsiri
2. Rambut penutup (Trichoma)
3. Pembuluh kayu bentuk spiral
4. Stomata bentuk parasitik dan sel-sel berisi butiran minyak 1
2
3
(66)
Lampiran 6. Penetapan Kadar Abu Total
x100%
Sampel Berat Abu Berat Abu Kadar = A. Rimpang
Sampel I
Berat sampel = 2,0332 g Berat abu = 0,1381 g
Kadar abu = 100%
0332 , 2 1381 , 0 x
= 6,79 % Sampel II
Berat sampel = 2,0318 g Berat abu = 0,1292 g
Kadar abu = 100% 0318 , 2 1292 , 0 x
= 6,35 % Sampel III
Berat sampel = 2,0369 g Berat abu = 0,1277 g
Kadar abu = 100%
0369 , 2 1277 , 0 x
= 6,26 %
Kadar abu rata-rata rimpang kunyit kering =
3
6,26% 6,35%
%
6,79 + +
(67)
B. Daun
Sampel I
Berat sampel = 2,1180 g Berat abu = 0,2009 g
Kadar abu = 100%
1180 , 2 2009 . 0 x
= 9,48 % Sampel II
Berat sampel = 2,1885 g Berat abu = 0,2068 g
Kadar abu = 100% 1885 , 2 2068 , 0 x
= 9,45 % Sampel III
Berat sampel = 2,1589 g Berat abu = 0,2008 g
Kadar abu = 100%
1589 , 2 2008 , 0 x
= 9,30 %
Kadar abu rata-rata daun kunyit kering =
3 % 9,30 % 9,45 %
9,48 + +
(68)
Lampiran 7. Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam % 100 x Sampel Berat Abu Berat Asam dalam Larut Tidak Yang Abu Kadar = A. Rimpang Sampel I
Berat sampel = 2,0332 g Berat abu = 0,0278 g
Kadar abu = 100%
0332 , 2 0278 , 0 x = 1,37% Sampel II
Berat sampel = 2,0318 g Berat abu = 0,0217 g
Kadar abu = 100%
0318 , 2 0217 , 0 x = 1,07% Sampel III
Berat sampel = 2,0369 g Berat abu = 0,0177 g
Kadar abu = 100%
0369 , 2 0177 , 0 x
= 0,87 %
Kadar rata-rata =
3 % 87 , 0 % 07 , 1 % 37 ,
1 + +
(69)
B. Daun
Sampel I
Berat sampel = 2,1180 g Berat abu = 0,0245 g
Kadar abu = 100%
1180 , 2 0245 , 0 x
= 1,15 % Sampel II
Berat sampel = 2,1885 g Berat abu = 0,0310 g
Kadar abu = 100%
1885 , 2 0310 , 0 x
= 1,42 % Sampel III
Berat sampel = 2,1589 g Berat abu = 0,0295 g
Kadar abu = 100%
1589 , 2 0295 , 0 x
= 1,36 %
Kadar rata-rata =
3 % 36 , 1 % 42 , 1 % 15 ,
1 + +
(70)
Lampiran 8. Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Air % 100 20 100 x x Sampel Berat Sari Berat Air Larut Sari Kadar = A. Rimpang Sampel I
Berat sampel = 5,001 g Berat sari = 0,180 g
Kadar sari larut air = 100% 20 100 001 , 5 180 , 0 x x
= 17,99% Sampel II
Berat sampel = 5,001 g Berat sari = 0,196 g
Kadar sari larut air = 100% 20 100 001 , 5 196 , 0 x x = 19,59% Sampel III
Berat sampel = 5,005 g Berat sari = 0,159 g
Kadar sari larut air = 100% 20 100 005 , 5 159 , 0 x x = 15,88%
Kadar sari larut air rata-rata =
3 % 88 , 15 % 59 , 19 % 99 ,
17 + +
= 17,82% x
(71)
B. Daun
Sampel I
Berat sampel = 5,017 g Berat sari = 0,165 g
Kadar sari larut air = 100% 20 100 017 , 5 165 , 0 x x
= 16,44% Sampel II
Berat sampel = 5,004 g Berat sari = 0,150 g
Kadar sari larut air = 100% 20 100 004 , 5 150 , 0 x x = 14,98% Sampel III
Berat sampel = 5,004 g Berat sari = 0,175 g
Kadar sari larut air = 100% 20 100 004 , 5 175 , 0 x x = 17,49%
Kadar sari larut air rata-rata =
3 % 49 , 17 % 98 , 14 % 44 ,
16 + +
= 16,30% x
(72)
Lampiran 9. Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol
Kadar Sari Larut Etanol = 100%
20 100 x x Sampel Berat Sari Berat A. Rimpang Sampel I
Berat sampel = 5,005 g Berat sari = 0,137 g
Kadar sari larut etanol = 100% 20 100 005 , 5 137 , 0 x x
= 13,69% Sampel II
Berat sampel = 5,011 g Berat sari = 0,110 g
Kadar sari larut etanol = 100% 20 100 011 , 5 110 , 0 x x
= 10,97% Sampel III
Berat sampel = 5,009 g Berat sari = 0,116 g
Kadar sari larut etanol = 100% 20 100 009 , 5 116 , 0 x x
= 11,58%
Kadar sari larut etanol rata-rata =
3 % 58 , 11 % 97 , 10 % 69 ,
13 + +
(73)
B. Daun
Sampel I
Berat sampel = 5,002 g Berat sari = 0,081 g
Kadar sari larut etanol = 100% 20 100 002 , 5 081 , 0 x x
= 8,09% Sampel II
Berat sampel = 5,002 g Berat sari = 0,093 g
Kadar sari larut etanol = 100% 20 100 002 , 5 093 , 0 x x
= 9,29% Sampel III
Berat sampel = 5,012 g Berat sari = 0,103 g
Kadar sari larut etanol = 100% 20 100 009 , 5 116 , 0 x x
= 10,27%
Kadar sari larut etanol rata-rata =
3 % 27 , 10 % 29 , 9 % 09 ,
8 + +
(74)
Lampiran 10. Penetapan Kadar Air Sampel Berat I Volume II Volume Air
Kadar = −
A. Rimpang
Sampel I Volume I = 1,8 ml Volume II = 2,2 ml Berat sampel = 5,005 g
Kadar air = 100%
005 , 5 8 , 1 2 , 2 x −
= 7,99% Sampel II Volume I = 2,2 ml Volume II = 2,6 ml Berat sampel = 5,006 g
Kadar air = 100%
006 , 5 2 , 2 6 , 2 x −
= 7,99% Sampel III Volume I = 2,6 ml Volume II = 3,0 ml Berat sampel = 5,008 g
Kadar air = 100%
008 , 5 6 , 2 0 , 3 x −
= 7,99%
Kadar air rata-rata =
3 % 99 , 7 % 99 , 7 % 99 ,
7 + +
(75)
B. Daun
Sampel I Volume I = 1,9 ml Volume II = 2,3 ml Berat sampel = 5,015 g
Kadar air = 100%
015 , 5 9 , 1 3 , 2 x −
= 7,98% Sampel II Volume I = 2,3 ml Volume II = 2,7 ml Berat sampel = 5,009 g
Kadar air = 100%
009 , 5 3 , 2 7 , 2 x −
= 7,98% Sampel III Volume I = 2,7 ml Volume II = 3,1 ml Berat sampel = 5,022 g
Kadar air = 100%
022 , 5 7 , 2 1 , 3 x −
= 7,96%
Kadar air rata-rata =
3 % 96 , 7 % 98 , 7 % 98 ,
7 + +
(76)
Lampiran 11. Penetapan Kadar Minyak Atsiri
Kadar minyak atsiri = x100%
Sampel Berat Atsiri Minyak Volume A. Rimpang
Sampel I
Volume minyak atsiri = 0,49 ml Berat sampel = 10,001 g
Kadar minyak atsiri = 100% 001 , 10 49 , 0 x
= 4,90% Sampel II
Volume minyak atsiri = 0,48 ml Berat sampel = 10,005 g
Kadar minyak atsiri = 100% 005 , 10 48 , 0 x
= 4,80% Sampel III
Volume minyak atsiri = 0,48 ml Berat sampel = 10,002 g
Kadar minyak atsiri = 100% 002 , 10 48 , 0 x
= 4,80%
Kadar minyak atsiri rata-rata =
3 % 80 , 4 % 80 , 4 % 90 ,
4 + +
(77)
B. Daun
Sampel I
Volume minyak atsiri = 0,75 ml Berat sampel = 20,004 g
Kadar minyak atsiri = 100% 004 , 20 75 , 0 x
= 3,75% Sampel II
Volume minyak atsiri = 0,74 ml Berat sampel = 20,001 g
Kadar minyak atsiri = 100% 001 , 20 74 , 0 x
= 3,70% Sampel III
Volume minyak atsiri = 0,74 ml Berat sampel = 19,998 g
Kadar minyak atsiri = 100% 998 , 19 74 , 0 x
= 3,70%
Kadar minyak atsiri rata-rata =
3 % 70 , 3 % 70 , 3 % 75 ,
3 + +
(78)
Lampiran 12. Penetapan Bobot Jenis Minyak Atsiri
A. Rimpang
Sampel I
Bobot piknometer kosong = 8,688 g Bobot piknometer + minyak atsiri = 10,734 g Bobot piknometer + air suling = 10,904 g
Bobot jenis minyak atsiri =
688 , 8 904 , 10 688 , 8 734 , 10 − −
= 0,9233
Sampel II
Bobot piknometer kosong = 8,688 g Bobot piknometer + minyak atsiri = 10,740 g Bobot piknometer + air suling = 10,905 g
Bobot jenis minyak atsiri =
688 , 8 905 , 10 688 , 8 740 , 10 − −
= 0,9256
Sampel III
Bobot piknometer kosong = 8,688 g Bobot piknometer + minyak atsiri = 10,734 g Bobot piknometer + air suling = 10,904 g
Bobot jenis minyak atsiri =
688 , 8 904 , 10 688 , 8 734 , 10 − −
= 0,9233
Rata-rata =
3 9233 , 0 9256 , 0 9233 ,
0 + +
(79)
B. Daun
Sampel I
Bobot piknometer kosong = 8,688 g Bobot piknometer + minyak atsiri = 10,735 g Bobot piknometer + air suling = 10,905 g
Bobot jenis minyak atsiri =
688 , 8 905 , 10 688 , 8 735 , 10 − −
= 0,9233
Sampel II
Bobot piknometer kosong = 8,688 g Bobot piknometer + minyak atsiri = 10,736 g Bobot piknometer + air suling = 10,908 g
Bobot jenis minyak atsiri =
688 , 8 908 , 10 688 , 8 736 , 10 − −
= 0,9225
Sampel III
Bobot piknometer kosong = 8,688 g Bobot piknometer + minyak atsiri = 10,739 g Bobot piknometer + air suling = 10,910 g
Bobot jenis minyak atsiri =
688 , 8 910 , 10 688 , 8 739 , 10 − −
= 0,9230
Rata-rata =
3 9230 , 0 9225 , 0 9233 ,
0 + +
(80)
Lampiran 13. Penetapan Indeks Bias Minyak Atsiri
A. Rimpang
Sampel I = 1,4670 Sampel II = 1,4670 Sampel III = 1,4670
Indeks bias rata-rata =
3
4670 , 1 4670 , 1 4670 ,
1 + +
= 1,4670
B. Daun
Sampel I = 1,4670 Sampel II = 1,4670 Sampel III = 1,4670
Indeks bias rata-rata =
3
4670 , 1 4670 , 1 4670 ,
1 + +
(81)
Lampiran 14. Flowsheet isolasi minyak atsiri rimpang/daun kunyit . diserbuk dikarakterisasi Rimpang/Daun Kunyit
Serbuk simplisia Minyak atsiri dan air
Indeks bias Bobot jenis
Air Minyak atsiri dengan
kemungkinan adanya air
Na2SO4 x H2O
Secara Fisika Secara Fisikokimia Minyak atsiri
ditambah Na2SO4 anhirat
dengan GC-MS dipisahkan Dicuci Ditiriskan Dikeringkan Simplisia 1. Mikroskopis 2. Makroskopis 3. PK Air 4. PK Abu
-Total
-Tidak larut asam 5. PK Sari
-Larut air -Larut etanol
6. PK Minyak Atsiri diidentifikasi
(82)
Lampiran 15
Spektrum Massa Minyak Atsiri dari Rimpang Kunyit
Gambar 29. Spektrum massa dengan waktu tambat (Rt) 8,208 menit
(83)
Lampiran 15
(lanjutan)
Gambar 31. Spektrum massa dengan waktu tambat (Rt) 23,258 menit
(84)
Lampiran 15
(lanjutan)
Gambar 33. Spektrum massa dengan waktu tambat (Rt) 27,825 menit
(85)
Lampiran 15
(lanjutan)
(86)
Lampiran 16
Spektrum Massa Minyak Atsiri dari Daun Kunyit
Gambar 36. Spektrum massa dengan waktu tambat (Rt) 8,283 menit
(87)
Lampiran 16
(lanjutan)
Gambar 38. Spektrum massa dengan waktu tambat (Rt) 9,092 menit
(88)
Lampiran 16
(lanjutan)
(89)
- CH3• 15
- C2H4 28
- C2H4
- CH3• 15
- OCH3 - C2H3
- C3H2
Lampiran 17
Pola Fragmentasi Komponen Minyak Atsiri Rimpang dan Daun Kunyit
A. Senyawa α-Fellandren
[C10H16]± [C9H13]+ [C7H9]+ [C5H5]
m/z 136 m/z 121 m/z 93 m/z 65
+
B. Senyawa Cineol
[C10H18O]± [C9H15O]+ [C8H12]+ [C6H9]
m/z 154 m/z 139 m/z 108 m/z 81
+
[C3H7]+
m/z 43
C. Senyawa Zingiberen
28
27 31
(90)
- C3H7 43
- C2H4 - CH2
- CH2 - C2H4
- C3H7 43
- CH2 - CH2
- C4H8
- C6H8 - CH2
O
- OCH3• 31
Lampiran 17
(lanjutan)
[C15H24]± [C12H17]+ [C10H13]+ [C9H11]
m/z 204 m/z 161 m/z 133 m/z 119
+
[C8H9]+ [C6H5]
m/z 105 m/z 77
D. Senyawa β-Seskuifellandren
[C15H24]± [C12H17]+ [C11H15]+ [C10H13]
m/z 204 m/z 161 m/z 147 m/z 133
+
[C6H5]+
m/z 77
E. Senyawa Ar-Tumeron
[C15H20O]± [C14H17]+ [C8H9]+ [C7H7]
m/z 216 m/z 185 m/z 105 m/z 91
+
14 28
14 28
14 14
56
14 80
(91)
- C6H9NO3 - CH3 - CO 143
- C7H13O - CH2
113
- CH3• 15
- C2H4 28
- CH2
Lampiran 17
(lanjutan)
F. Senyawa 2-(3-hidroksi-2-nitro-sikloheksil)-1-fenil-etanon
[C14H17NO4]± [C8H8O]+ [C7H5O]+ [C6H5]
m/z 263 m/z 120 m/z 105 m/z 77
+
G. Senyawa α-Tumeron
[C15H22O]± [C8H9]+ [C7H7]
m/z 218 m/z 105 m/z 91
+
H. Senyawa p-Cymen
[C10H14]± [C9H11]+ [C7H7]+ [C6H5]
m/z 134 m/z 119 m/z 91 m/z 77
+
OH NO2
2HC C O
15 28
14
(92)
- CH3• 15
- C2H4 28
- CH2
Lampiran 17
(lanjutan)
I. Senyawa α-Terpinolen
[C10H16]± [C9H13]+ [C7H9]+ [C6H7]
m/z 136 m/z 121 m/z 93 m/z 79
+
(1)
Gambar 38. Spektrum massa dengan waktu tambat (Rt) 9,092 menit
(2)
(lanjutan)
(3)
- CH3• 15
- C2H4 28
- C2H4
- CH3• 15
- OCH3 - C2H3
- C3H2
A. Senyawa α-Fellandren
[C10H16]± [C9H13]+ [C7H9]+ [C5H5] m/z 136 m/z 121 m/z 93 m/z 65
+
B. Senyawa Cineol
[C10H18O]± [C9H15O]+ [C8H12]+ [C6H9] m/z 154 m/z 139 m/z 108 m/z 81
+
[C3H7]+ m/z 43
C. Senyawa Zingiberen
28
27 31
(4)
- C3H7 43
- C2H4 - CH2
- CH2 - C2H4
- C3H7 43
- CH2 - CH2
- C4H8
- C6H8 - CH2 O
- OCH3• 31
(lanjutan)
[C15H24]± [C12H17]+ [C10H13]+ [C9H11] m/z 204 m/z 161 m/z 133 m/z 119
+
[C8H9]+ [C6H5]
m/z 105 m/z 77
D. Senyawa β-Seskuifellandren
[C15H24]± [C12H17]+ [C11H15]+ [C10H13] m/z 204 m/z 161 m/z 147 m/z 133 +
[C6H5]+
m/z 77
E. Senyawa Ar-Tumeron
[C15H20O]± [C14H17]+ [C8H9]+ [C7H7] m/z 216 m/z 185 m/z 105 m/z 91
+ 14
28
14 28
14 14
56
14 80
(5)
- C6H9NO3 - CH3 - CO 143
- C7H13O - CH2 113
- CH3• 15
- C2H4 28
- CH2
F. Senyawa 2-(3-hidroksi-2-nitro-sikloheksil)-1-fenil-etanon
[C14H17NO4]± [C8H8O]+ [C7H5O]+ [C6H5] m/z 263 m/z 120 m/z 105 m/z 77 +
G. Senyawa α-Tumeron
[C15H22O]± [C8H9]+ [C7H7] m/z 218 m/z 105 m/z 91
+
H. Senyawa p-Cymen
[C10H14]± [C9H11]+ [C7H7]+ [C6H5] m/z 134 m/z 119 m/z 91 m/z 77
+ OH
NO2
2HC C O
15 28
14
(6)
- CH3• 15
- C2H4 28
- CH2 (lanjutan)
I. Senyawa α-Terpinolen
[C10H16]± [C9H13]+ [C7H9]+ [C6H7] m/z 136 m/z 121 m/z 93 m/z 79
+ 14