Penggunaan Agensia Hayati Trichoderma koningii Oud. Untuk Menekan Jamur Akar Cokelat (Phellinus noxius) Pada Pembibitan Tanaman Kakao Di Rumah Kassa
PENGGUNAAN AGENSIA HAYATI Trichoderma koningii Oud.
UNTUK MENEKAN JAMUR AKAR COKELAT
(Phellinus noxius) PADA PEMBIBITAN TANAMAN KAKAO
DI RUMAH KASSA
SKRIPSI
ALPRISNI SURBAKTI
060302005
HPT
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
Universitas Sumatera Utara
PENGGUNAAN AGENSIA HAYATI Trichoderma koningii Oud.
UNTUK MENEKAN JAMUR AKAR COKELAT
(Phellinus noxius) PADA PEMBIBITAN TANAMAN KAKAO
DI RUMAH KASSA
SKRIPSI
ALPRISNI SURBAKTI
060302005
HPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana
di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Disetujui oleh,
Komisi Pembimbing
Ir. Lahmuddin Lubis, MP
Ketua
Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M. Agr
Anggota
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Alprisni Surbakti, “The Utilization of Biological Agent
Trichoderma koningii Oud. to Emphasize Brown Root Rot (Phellinus noxius) on
Cacao Nursery in Green House”. Supervised by Lahmuddin Lubis and Mukhtar
Iskandar Pinem. The thump of modern system plantation that very depend on
synthetic fungicide awaked our consciousness to set back biological management
sketch in our plantation system now. The research aimed to know the potential of
T. koningii Oud. to emphasize brown root rot (Phellinus noxius) in cacao nursery
at several media and dossage. The research was held in Green House of
Agriculture Faculty, University of North Sumatera, Medan. The research used
Randomized Block Design non-factorial with 10 treatment (T0 (control), T1
(T. koningii in corn media 15 g/ polybag), T2 (T. koningii in corn media 25 g/
polybag), T3 (T. koningii in corn media 35 g/ polybag), T4 (T. koningii in rice
media 15 g/ polybag), T5 (T. koningii in rice media 25 g/ polybag), T6
(T. koningii in rice media 35 g/ polybag), T7 (T. koningii in bran media 15 g/
polybag), T8 (T. koningii in bran media 25 g/ polybag), and T9 (T. koningii in
bran media 35 g/ polybag)) with three replications.
The result showed that the disease incidence and severity only come on T0
(control) with 77,78% and 19,44%. The longest primary radix is in T2
(T. koningii in corn media 25 g/ polybag) with 47,67 cm that give no real different
effect with T1, T3, T4, T5, T6, T7, T8, T9 then the shortest is in T0 (control) with
23 cm that showed real different effect with the other treatment. The highest
spores number is in corn media with 0,88 x 108 then followed by bran at
0,33 x 108 spores number and rice at 0,2 x 108. The furnishing of T. koningii
showed no real effect to the soil salinity.
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Alprisni Surbakti, “Penggunaan Agensia Hayati
Trichoderma koningii Oud. Untuk Menekan Jamur Akar Cokelat
(Phellinus noxius) Pada Pembibitan Tanaman Kakao Di Rumah Kassa”.
Dibimbing oleh Lahmuddin Lubis dan Mukhtar Iskandar Pinem. Dampak sistem
budidaya tanaman modern yang sangat tergantung pada fungisida sintetik
menggugah kesadaran kita untuk menempatkan kembali kerangka pengendalian
hayati secara klasik dalam sistem budidaya tanaman kita saat ini. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui kemampuan Trichoderma koningii Oud. dalam
menekan perkembangan penyakit jamur akar cokelat (Phellinus noxius) pada
pembibitan tanaman kakao dalam berbagai dosis dan media. Penelitian
dilaksanakan di Rumah Kassa, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,
Medan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok non-faktorial
dengan 10 perlakuan (T0 (kontrol), T1 (T. koningii dalam media jagung 15 g/
polibag), T2 (T. koningii dalam media jagung 25 g/ polibag), T3 (T. koningii
dalam media jagung 35 g/ polibag), T4 (T. koningii dalam media beras 15 g/
polibag), T5 (T. koningii dalam media beras 25 g/ polibag), T6 (T. koningii dalam
media beras 35 g/ polibag), T7 (T. koningii dalam media dedak 15 g/ polibag), T8
(T. koningii dalam media dedak 25 g/ polibag), T9 (T. koningii dalam media
dedak 35 g/ polibag) ) dengan tiga ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas dan kejadian penyakit
hanya terdapat pada perlakuan T0 (kontrol) yaitu sebesar 19,44% dan 77,78%.
Akar tunggang terpanjang yaitu pada perlakuan T2 (T. koningii dalam media
jagung 25 g/ polibag) yaitu 47,67 cm yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan
T1, T3, T4, T5, T6, T7, T8, T9 dan yang terpendek pada perlakuan T0 (kontrol)
yaitu 23 cm yang menunjukkan efek berbeda nyata dengan perlakuan lain. Jumlah
spora tertinggi terdapat pada media jagung yaitu 0,88 x 108 diikuti dedak 0,33 x
108 dan kemudian beras 0,2 x 108. Pemberian jamur T. koningii menunjukkan efek
yang tidak nyata pada derajat kemasaman tanah.
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP
Alprisni Surbakti lahir pada 15 April 1986 di Rantau, Aceh Timur.
Merupakan anak kelima dari enam bersaudara pasangan Bapak Neken Surbakti
dan Ibu Saminah br. Tarigan.
Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:
- Lulus dari SD YKPP 1 Prabumulih pada tahun 1998
- Lulus dari SLTP YKPP Prabumulih pada tahun 2001
- Lulus dari SMA Negeri 11 Yogyakarta pada tahun 2004
- Tahun 2006 diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan,
Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan melalui jalur SPMB.
Semasa kuliah penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan
yakni menjadi Anggota Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman (IMAPTAN)
(2006-2011), Pengurus Badan Kenadziran Musholla (BKM) Al- Mukhlisin
(2007-2009), Anggota Komunikasi Muslim (KOMUS) HPT (2006-2011). Penulis
juga pernah menjadi asisten laboratorium pada beberapa praktikum yaitu Dasar
Perlindungan Tanaman (2007-2010), Mikologi dan Bakteriologi (2008), Penyakit
Penting Tanaman Utama Perkebunan (2009), Mikrobiologi Pertanian (2009) dan
Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu (2010). Penulis melakukan Praktik
Kerja Lapangan (PKL) di PTPN III Afd. VII Kebun Rambutan pada tahun 2010
dan melaksanakan penelitian skripsi di Rumah Kassa Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan pada bulan November 2010 sampai April
2011.
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt karena atas rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tulisan ini dengan baik.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “PENGGUNAAN AGENSIA
HAYATI Trichoderma koningii Oud. UNTUK MENEKAN JAMUR AKAR
COKELAT (Phellinus noxius) PADA PEMBIBITAN TANAMAN KAKAO
DI RUMAH KASSA” yang disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat
memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
komisi pembimbing Ir. Lahmuddin Lubis, MP selaku ketua dan Ir. Mukhtar
Iskandar Pinem, M. Agr selaku anggota yang telah banyak memberikan masukan
dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini dimasa yang akan datang.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini
bermanfaat.
Medan, Juni 2011
Penulis
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
ABSTRACT ..................................................................................................
ABSTRAK.....................................................................................................
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................
KATA PENGANTAR ...................................................................................
DAFTAR ISI .................................................................................................
DAFTAR TABEL .........................................................................................
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
i
ii
iii
iv
v
vii
viii
ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang ...................................................................................
Tujuan Penelitian ................................................................................
Hipotesa Penelitian ..............................................................................
Kegunaan Penelitian ............................................................................
1
3
3
3
TINJAUAN PUSTAKA
Sistematika Tanaman...........................................................................
Botani Tanaman ..................................................................................
Syarat Tumbuh ....................................................................................
Tanah .......................................................................................
Iklim ........................................................................................
Biologi Penyebab Penyakit ..................................................................
Daur Hidup ..........................................................................................
Gejala Serangan...................................................................................
Pengelolaan Penyakit ...........................................................................
Trichoderma koningii Oud...................................................................
Biologi Trichoderma koningii Oud ...........................................
Ekologi Trichoderma koningii Oud .........................................
Fisiologi Trichoderma.koningii Oud .........................................
Komposisi Nutrisi Media Organik .......................................................
Jagung dan Beras .....................................................................
Dedak Padi .............................................................................
4
4
7
7
7
8
11
12
13
14
15
16
19
21
21
22
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................
Bahan dan Alat ...................................................................................
Metode Penelitian................................................................................
Pelaksanaan Penelitian ........................................................................
Penyediaan Sumber Inokulum Phellinus noxius.................. ......
Penyediaan Jamur Trichoderma koningii Oud..................... ......
Perbanyakan Trichoderma koningii Oud...................................
Persiapan Benih..........................................................................
Persiapan Media Tanam....................................................... ......
23
23
23
25
25
26
26
26
28
Universitas Sumatera Utara
Pengaplikasian Trichoderma koningii Oud ...............................
Penanaman Benih ....................................................................
Pembuatan Food Base Phellinus noxius ...................................
Inokulasi Food Base Phellinus noxius ......................................
Pemeliharaan ...........................................................................
Peubah Amatan ...................................................................................
Persentase Serangan (Kejadian Penyakit) P. noxius..................
Intensitas Penyakit (%) P. noxius .............................................
Jumlah Konidia T. koningii Pada Media Organik .....................
Panjang Akar Tunggang...........................................................
Derajat Kemasaman Tanah (pH tanah) .....................................
28
28
29
30
30
30
30
31
32
33
33
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persentase Serangan (Kejadian Penyakit) P. noxius..................
Intensitas Penyakit (%) P. noxius .............................................
Jumlah Konidia T. koningii Pada Media Organik .....................
Panjang Akar Tunggang...........................................................
Derajat Kemasaman Tanah (pH tanah) .....................................
34
35
37
38
39
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan.............................................................................. 41
Saran ....................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
No.
Judul
Hlm.
1.
Komposisi nutrisi jagung putih pipilan dan beras giling (sosoh) ........
21
2.
Data pengamatan persentase serangan (kejadian penyakit)
pada pengamatan 10, 12 dan 14 msi ..................................................
34
Data pengamatan intensitas penyakit (%) pada pengamatan 10, 12
dan 14 msi.........................................................................................
36
Data pengamatan jumlah konidia T. koningii pada pengamatan
9, 17 dan 25 hsi pada media jagung, beras, dedak ..............................
37
Data panjang akar tunggang akibat pengaplikasian jamur T. koningii
melalui media jagung, beras dan dedak .............................................
38
Rataan pH tanah akibat pengaplikasian T. koningii ...........................
39
3.
4.
5.
6.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
No.
Judul
Hlm.
1. a) Basidiocarp tipis dan datar pada media serbuk gergaji
b) Arthrospora dari Phellinus noxius pada media PDA
c) Trichocyst dari Phellinus noxius pada media PDA .........................
10
2. Biakan murni Phellinus noxius pada media PDA ................................
11
3. Daur penyakit jamur akar cokelat .......................................................
11
4. Tubuh buah P. noxius di lapangan (a) muda (b) tua ............................
12
5. Biakan murni Trichoderma koningii pada media PDA........................
15
6. Trichoderma koningii .........................................................................
16
7. Sketsa penanaman benih ....................................................................
29
8. pH-meter ............................................................................................
33
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Judul
Hlm.
1.
Bagan percobaan penelitian ...............................................................
45
2.
Bagan plot penelitian ........................................................................
46
3.
Data pengamatan kejadian penyakit (%) P. noxius pada pembibitan
tanaman kakao di rumah kassa (10 msi) ............................................
47
4.
Sidik ragam kejadian penyakit 10 msi ...............................................
47
5.
Data pengamatan kejadian penyakit (%) P. noxius pada pembibitan
tanaman kakao di rumah kassa (12 msi) ............................................
48
6.
Sidik ragam kejadian penyakit 12 msi ...............................................
48
7.
Data pengamatan kejadian penyakit (%) P. noxius pada pembibitan
tanaman kakao di rumah kassa (14 msi) ............................................
49
8.
Sidik ragam kejadian penyakit 14 msi ..............................................
49
9.
Data pengamatan intensitas penyakit (%) P. noxius pada pembibitan
tanaman kakao di rumah kassa (10 msi) ............................................
50
10. Sidik ragam intensitas penyakit 10 msi ..............................................
50
11. Data pengamatan intensitas penyakit (%) P. noxius pada pembibitan
tanaman kakao di rumah kassa (12 msi) ............................................
51
12. Sidik ragam intensitas penyakit 12 msi ..............................................
51
13. Data pengamatan intensitas penyakit (%) P. noxius pada pembibitan
tanaman kakao di rumah kassa (14 msi) ............................................
52
14. Sidik ragam intensitas penyakit 14 msi ..............................................
52
15. Data panjang akar pada pembibitan tanaman kakao di rumah kassa ...
53
16. Sidik ragam panjang akar ..................................................................
53
17. Data pengamatan analisis pH tanah ...................................................
54
18. Sidik ragam pH tanah ........................................................................
54
Universitas Sumatera Utara
19. Biakan murni Phellinus noxius pada media PDA ..............................
55
20. Gejala serangan bagian atas akibat adanya gangguan pada bagian
akar (beberapa daun tampak menguning dan layu) ...........................
55
21. Gejala serangan pada bagian akar akibat jamur akar cokelat (skala 1)
56
22. Biakan murni Trichoderma koningii pada media PDA......................
56
23. Trichoderma koningii pada media (a) jagung (b) beras (c) dedak......
57
24. Food base yang sudah diinokulasi P. noxius umur 1 bulan ...............
57
25. Foto lahan penelitian ........................................................................
58
26. Foto supervisi...................................................................................
58
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Alprisni Surbakti, “The Utilization of Biological Agent
Trichoderma koningii Oud. to Emphasize Brown Root Rot (Phellinus noxius) on
Cacao Nursery in Green House”. Supervised by Lahmuddin Lubis and Mukhtar
Iskandar Pinem. The thump of modern system plantation that very depend on
synthetic fungicide awaked our consciousness to set back biological management
sketch in our plantation system now. The research aimed to know the potential of
T. koningii Oud. to emphasize brown root rot (Phellinus noxius) in cacao nursery
at several media and dossage. The research was held in Green House of
Agriculture Faculty, University of North Sumatera, Medan. The research used
Randomized Block Design non-factorial with 10 treatment (T0 (control), T1
(T. koningii in corn media 15 g/ polybag), T2 (T. koningii in corn media 25 g/
polybag), T3 (T. koningii in corn media 35 g/ polybag), T4 (T. koningii in rice
media 15 g/ polybag), T5 (T. koningii in rice media 25 g/ polybag), T6
(T. koningii in rice media 35 g/ polybag), T7 (T. koningii in bran media 15 g/
polybag), T8 (T. koningii in bran media 25 g/ polybag), and T9 (T. koningii in
bran media 35 g/ polybag)) with three replications.
The result showed that the disease incidence and severity only come on T0
(control) with 77,78% and 19,44%. The longest primary radix is in T2
(T. koningii in corn media 25 g/ polybag) with 47,67 cm that give no real different
effect with T1, T3, T4, T5, T6, T7, T8, T9 then the shortest is in T0 (control) with
23 cm that showed real different effect with the other treatment. The highest
spores number is in corn media with 0,88 x 108 then followed by bran at
0,33 x 108 spores number and rice at 0,2 x 108. The furnishing of T. koningii
showed no real effect to the soil salinity.
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Alprisni Surbakti, “Penggunaan Agensia Hayati
Trichoderma koningii Oud. Untuk Menekan Jamur Akar Cokelat
(Phellinus noxius) Pada Pembibitan Tanaman Kakao Di Rumah Kassa”.
Dibimbing oleh Lahmuddin Lubis dan Mukhtar Iskandar Pinem. Dampak sistem
budidaya tanaman modern yang sangat tergantung pada fungisida sintetik
menggugah kesadaran kita untuk menempatkan kembali kerangka pengendalian
hayati secara klasik dalam sistem budidaya tanaman kita saat ini. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui kemampuan Trichoderma koningii Oud. dalam
menekan perkembangan penyakit jamur akar cokelat (Phellinus noxius) pada
pembibitan tanaman kakao dalam berbagai dosis dan media. Penelitian
dilaksanakan di Rumah Kassa, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,
Medan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok non-faktorial
dengan 10 perlakuan (T0 (kontrol), T1 (T. koningii dalam media jagung 15 g/
polibag), T2 (T. koningii dalam media jagung 25 g/ polibag), T3 (T. koningii
dalam media jagung 35 g/ polibag), T4 (T. koningii dalam media beras 15 g/
polibag), T5 (T. koningii dalam media beras 25 g/ polibag), T6 (T. koningii dalam
media beras 35 g/ polibag), T7 (T. koningii dalam media dedak 15 g/ polibag), T8
(T. koningii dalam media dedak 25 g/ polibag), T9 (T. koningii dalam media
dedak 35 g/ polibag) ) dengan tiga ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas dan kejadian penyakit
hanya terdapat pada perlakuan T0 (kontrol) yaitu sebesar 19,44% dan 77,78%.
Akar tunggang terpanjang yaitu pada perlakuan T2 (T. koningii dalam media
jagung 25 g/ polibag) yaitu 47,67 cm yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan
T1, T3, T4, T5, T6, T7, T8, T9 dan yang terpendek pada perlakuan T0 (kontrol)
yaitu 23 cm yang menunjukkan efek berbeda nyata dengan perlakuan lain. Jumlah
spora tertinggi terdapat pada media jagung yaitu 0,88 x 108 diikuti dedak 0,33 x
108 dan kemudian beras 0,2 x 108. Pemberian jamur T. koningii menunjukkan efek
yang tidak nyata pada derajat kemasaman tanah.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Latar belakang
Kakao merupakan salah satu komoditas andalan nasional dan berperan
penting bagi perekonomian Indonesia, terutama dalam penyediaan lapangan kerja,
sumber pendapatan petani dan sumber devisa bagi negara disamping mendorong
berkembangnya agribisnis kakao dan agroindustri (Anonimus, 2008).
Kakao (Theobroma cacao L.) yang daerah asalnya adalah lereng timur
bawah Pegunungan Andes, Amerika Selatan sudah ditanam di pekaranganpekarangan Minahasa pada akhir abad ke-18. Namun kakao baru diperkebunkan
sebagai perkebunan besar sekitar tahun 1880 di Jawa Tengah. Penanaman disini
dipacu oleh rusaknya kebun-kebun kopi Arabika karena penyakit karat
(Hemileia vastatrix) sekitar tahun 1880 tersebut (Semangun, 2000).
Cokelat merupakan produk popular dan eksotis yang terbuat dari biji
kakao. Pada umumnya, biji kakao diperdagangkan dalam bentuk kering
fermentasi. Di dunia, volume transaksi biji kakao mencapai 3 juta ton per tahun
(ICCO, 2007) dengan tiga produsen utamanya adalah Pantai Gading, Ghana dan
Indonesia. Tingkat produksi kakao meningkat sebesar 2-5% setiap tahunnya
menurut data ICCO (2007) (Rahmadi, 2008).
Jenis penyakit akar yang dijumpai pada perkebunan kakao antara lain
penyakit akar merah, penyakit akar cokelat, dan penyakit akar putih. Dari ketiga
penyakit akar ini, jika dilihat gejalanya tampak sama. Mula-mula daun kelihatan
menguning, layu dan akhirnya gugur kemudian diikuti dengan matinya tanaman.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mengetahui patogennya dengan tepat harus dilakukan pemeriksaan
terhadap leher akar dan perakaran tanaman (Anonimus, 2008).
Dari ketiga penyakit jamur akar diatas, penyakit jamur akar cokelat dinilai
paling merugikan dan paling berbahaya pada tanaman kakao. Jamur ini banyak
dijumpai
pada
pertanaman
kakao
diseluruh
wilayah
Indonesia
(Anonimus, 2008).
Trichoderma menghasilkan enzim kitinase dan glukanase yang masingmasing mampu melisiskan dinding hifa jamur dari kelas basidiomycetes dan
askomycetes serta tidak ada satupun dinding hifa jamur yang tahan terhadap
kitinase Trichoderma khususnya jamur patogen yang berasal dari klas
askomycetes dan basidiomycetes. Endokitinase dan eksokitinase (N-acetyl-β-Dglukosaminidase) dan ketobiosidase dari Trichoderma aktivitasnya 100 kali lebih
aktif daripada kitinase tanaman (Anonimus, 2009).
Dampak sistem budidaya tanaman modern yang sangat tergantung pada
fungisida sintetik menggugah kesadaran kita untuk menempatkan kembali
kerangka pengendalian hayati secara klasik dalam sistem budidaya tanaman saat
ini. Penggunaan agens hayati dalam budidaya tanaman memiliki tiga keuntungan
yaitu: a) permanen: agens mapan dalam ekosistem sehingga populasi penyakit
dijaga dalam keadaan seimbang. b) aman: relatif tidak memilki efek samping
terhadap lingkungan dan c) ekonomis: menjaga agar eksistensi agens terjaga
dalam ekosistem (Anonimus, 2009).
Trichoderma adalah mikroba yang tahan terhadap berbagai perlakuan
pestisida sehingga dapat bertahan hidup dalam kondisi dan jenis tanah pada saat
mikroba lain tidak dapat hidup. Misalnya setelah fumigasi tanah dengan bromida,
Universitas Sumatera Utara
maka mikroba yang pertama kali akan mendominasi tanah tersebut adalah
Trichoderma (Soepena, 1993).
Sehubungan dengan hal itu, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai usaha pengendalian terhadap penyakit jamur akar
cokelat (Phellinus noxius) pada tanaman kakao dengan menggunakan agensia
hayati, dalam hal ini Trichoderma koningii Oud.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui kemampuan Trichoderma koningii Oud. dalam
menekan perkembangan penyakit jamur akar cokelat (Phellinus noxius) pada
pembibitan tanaman kakao dalam berbagai dosis dan media.
Hipotesa Penelitian
Penyakit akar cokelat (Phellinus noxius) pada tanaman kakao
dapat
ditekan dengan penggunaan jamur antagonis Trichoderma koningii Oud. dengan
berbagai dosis dan media.
Kegunaan Penelitian
-
Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
-
Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Sistematika Tanaman
Sistematika tanaman kakao adalah sebagai berikut:
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Sub kelas
: Dialypetalae
Ordo
: Malvales
Famili
: Sterculiaceae
Genus
: Theobroma
Spesies
: Theobroma cacao L.
(Anonimus, 2008).
Botani Tanaman
Akar
Akar kakao atau cokelat adalah akar tunggang (radix primaria).
Pertumbuhan akar kakao bisa sampai 8 meter ke arah samping dan 15 meter ke
arah bawah (Anonimusa, 2011).
Akar kecambah yang telah berumur 1-2 minggu biasanya menumbuhkan
akar-akar cabang (radix lateralis). Dari akar cabang ini tumbuh rambut-rambut
akar (fibrillia) yang jumlahnya sangat banyak. Pada bagian ujung akar ini terdapat
bulu akar yang dilindungi tudung akar (calyptra). Bulu akar inilah yang berfungsi
untuk menghisap larutan dan garam-garam tanah (Anonimusa, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Batang dan Cabang
Tanaman kakao bersifat dimorfisme. Artinya mempunyai dua bentuk tunas
vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut tunas ortotrop atau
tunas air (wiwilan atau chupon), sedangkan tunas yang arah pertumbuhannya ke
samping disebut plagiotrop (cabang kipas atau fan) (Anonimus, 2008).
Tanaman kakao asal biji, setelah mencapai tinggi 0,9-1,5 meter akan
berhenti tumbuh dan membentuk jorket (jorquette). Jorket adalah tempat
percabangan dari pola percabangan ortotrop ke plagiotrop dan khas hanya pada
tanaman kakao (Anonimus, 2008).
Daun
Sama dengan sifat percabangannya, daun kakao juga bersifat dimorfisme.
Pada tunas ortotrop, tangkai daunnya panjang, yaitu 7,5-10 cm sedangkan pada
tunas plagiotrop panjang tangkai daunnya hanya sekitar 2,5 cm (dalam Hall,
1932). Tangkai daun bentuknya silinder dan bersisik halus, bergantung pada
tipenya (Anonimus, 2008).
Salah satu sifat khusus daun kakao yaitu adanya dua persendian
(articulation) yang terletak di pangkal dan ujung tangkai daun. Dengan persendian
ini dilaporkan daun mampu membuat gerakan dengan arah datangnya sinar
matahari (Anonimus, 2008).
Bentuk helai daun bulat memanjang (oblongus), ujung daun meruncing
(acuminatus), panjang daun runcing (acutus). Susunan tulang daun menyirip dan
tulang daun menonjol ke permukaan bawah helai daun. Tepi daun rata, daging
daun tipis tetapi kuat seperti perkamen. Warna daun dewasa hijau tua bergantung
Universitas Sumatera Utara
pada kultivarnya. Panjang daun dewasa 30 cm dan lebarnya 10 cm. Permukaan
daun licin dan mengilap (Anonimus, 2008).
Bunga
Tanaman kakao bersifat kaulifori, artinya bunga tumbuh dan berkembang
dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut
semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan bantalan
bunga (cushion) (Anonimus, 2008).
Bunga kakao mempunyai rumus K5C5A5+5G(5). Artinya, bunga disusun
oleh 5 daun kelopak yang bebas satu sama lain, 5 daun mahkota, 10 tangkai sari
yang tersusun dalam 2 lingkaran dan masing-masing terdiri dari 5 tangkai sari
tetapi hanya 1 lingkaran fertil dan 5 daun buah yang bersatu. Bunga kakao
berwarna putih, ungu atau kemerahan. Tangkai bunga kecil tetapi panjang (1-1,5
cm). Daun mahkota panjangnya 6-8 mm, terdiri atas dua bagian. Bagian pangkal
berbentuk seperti kuku binatang (claw) dan biasanya terdapat dua garis merah.
Bagian
ujung
berupa
lembaran
tipis,
fleksibel
dan
berwarna
putih
(Anonimus, 2008).
Buah dan Biji
Warna buah kakao sangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya ada dua
macam warna. Buah yang ketika muda berwarna hijau atau hijau agak putih jika
sudah masak akan berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika muda
berwarna merah, setelah masak berwarna jingga (oranye) (Anonimus, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Buah akan masak setelah berumur enam bulan. Pada saat itu ukurannya
beragam, dari panjang 10 hingga 30 cm, bergantung pada kultivar dan faktorfaktor lingkungan selama perkembangan buah (Anonimus, 2008).
Biji tersusun dalam lima baris mengelilingi poros buah. Jumlahnya
beragam, yaitu 20-50 butir per buah. Jika dipotong melintang, tampak bahwa biji
disusun oleh dua kotiledon yang saling melipat dan bagian pangkalnya menempel
pada poros lembaga (embryo axis). Biji dibungkus oleh daging buah (pulpa) yang
berwarna putih, rasanya asam manis dan diduga mengandung zat penghambat
perkecambahan. Biji kakao tidak memiliki masa dorman (Anonimus, 2008).
Syarat Tumbuh
Tanah
Kemasaman (pH) tanah yang baik untuk kakao adalah netral atau berkisar
5,6-6,8. Sifat ini khusus berlaku untuk tanah atas (top soil), sedangkan pada tanah
bawah (sub soil) keasaman tanah sebaiknya netral, agak asam, atau agak basa.
Tanaman kakao membutuhkan tanah berkadar bahan organik tinggi, yaitu diatas
3% (Anonimus, 2008).
Tekstur tanah menunjukkan perbandingan tertentu antara tiga fraksi tanah,
yaitu pasir, debu dan lempung. Susunan ketiga komponen tersebut menentukan
kemampuan tanah dalam mendukung pertumbuhan tanaman. Semakin tinggi
kadar lempungnya, semakin rendah daya dukungnya terhadap pertumbuhan kakao
(Anonimus, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Iklim
Iklim mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kakao. Karena itu, unsur
ini perlu diperhatikan dalam membuat penilaian kesesuaian lahan. Sebaran curah
hujan lebih berpengaruh terhadap produksi kakao dibandingkan dengan jumlah
curah hujan yang tinggi. Jumlah curah hujan mempengaruhi pola pertunasan
kakao (flush). Pertumbuhan dan produksi kakao banyak ditentukan oleh
ketersediaan air sehingga kakao dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik
ditempat yang curah hujannya relatif sedikit tetapi merata sepanjang tahun
(Anonimus, 2008).
Proses fisiologi tanaman kakao juga dipengaruhi oleh suhu udara. Suhu
udara yang rendah akan menghambat pembentukan tunas dan bunga (Alvim, 1979
dalam Anonimus, 2008), sedangkan suhu udara yang tinggi dapat menghambat
pertumbuhan pucuk dan mendorong pertumbuhan cabang serta mengakibatkan
daun-daun kurang berkembang (Wood, 1975 dalam Anonimus, 2008).
Kelembaban udara berkaitan erat dengan curah hujan dan suhu udara.
Kecepatan angin juga menentukan keberhasilan usaha tani kakao. Kecepatan
angin yang tinggi dan berlangsung lama jelas akan merusak daun kakao, sehingga
daun menjadi rontok dan tanaman menjadi gundul (Anonimus, 2008).
Biologi Penyebab Penyakit
Penyakit akar cokelat dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom
: Fungi
Divisio
: Basidiomycota
Kelas
: Hymenomycetes
Universitas Sumatera Utara
Ordo
: Aphyllochorales (Polyporales)
Famili
: Hymenochaetaceae
Genus
: Phellinus (Fomes)
Spesies
: Phellinus noxius
(Agrios, 1996).
Penyakit
Phellinus
akar
lamaoensis
cokelat
(Murr)
Hein
disebabkan
sinonimnya
Fomes
oleh
noxius
jamur
Corner,
Fomes lamaoensis Murr. Penularan terjadi dengan kontak langsung antara akar
sakit dan sehat. Pada umumnya jamur menyerang akar tunggang dan selanjutnya
menyerang ke akar-akar yang lebih kecil. Apabila seluruh permukaan akar
tunggang telah ditutupi kerak, maka tanaman segera menguning kemudian mati
(Anonimus, 2008).
Jamur-jamur akar tersebut jarang membentuk tubuh buah. Tubuh buah
hanya terbentuk bila penyakit sudah sangat lanjut dan tanaman sudah mati
(Semangun, 2000).
P. noxius adalah makhluk hidup dengan pertumbuhan cepat. Angka
pertumbuhan linear dapat menjadi 35 mm/ hari pada PDA pada 300 C. Jamur
memproduksi koloni cokelat pada PDA dengan dengan garis-garis cokelat gelap
tak beraturan. Arthrospora dan trikhosis tetapi bukan clamp connection seringkali
diproduksi
dalam
kultur.
Ketika
ditumbuhkan
pada
medium
gergaji
P. noxius memproduksi basidiokarp yang tipis dan keras (Ann, et al. , 2002).
Universitas Sumatera Utara
a)
b)
c)
Gambar 1: a) Basidiocarp tipis dan datar pada media serbuk gergaji
b) Arthrospora dari Phellinus noxius pada media PDA c) Trichocyst dari
Phellinus noxius pada media PDA
Sumber: (Ann, et al. , 2002)
P. noxius adalah makhluk hidup dengan temperatur tinggi dengan
pertumbuhan optimal berkisar 300 C dan tidak ada pada suhu 80 C. Ini
menjelaskan kawasan geografis dari penyakit ini yaitu kawasan tropik dan
subtropik. Jamur ini lebih suka kondisi asam dan dapat tumbuh pada pH serendah
3,5. Pertumbuhan terhambat pada pH 7,5 (Ann, et al. , 2002).
Kultur dari fungi yang memproduksi pigmentasi cokelat ditransfer ke malt
ekstrak. Kultur diperiksa dibawah mikroskop cahaya untuk kehadiran miselium
arthrospora yang merupakan tipikal dari Phellinus noxius. Kultur yang positif
diletakkan pada agar miring malt ekstrak atau potato dekstrose agar (PDA) atau
air suling murni dan disimpan dalam ruang ber-AC (Supriadi, dkk, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Biakan murni Phellinus noxius pada media PDA
(Sumber: Anonimus, 2010a)
Daur Hidup Penyakit
Akar-akar yang sehat akan terjangkit jamur akar bila bersinggungan
dengan akar yang sakit atau dengan sisa-sisa akar yang mengandung jamur yang
bersangkutan. Dalam akar-akar yang besar jamur dapat bertahan selama bertahuntahun, khususnya jamur akar merah dan jamur akar cokelat (Semangun, 2000).
Gambar 3. Daur penyakit jamur akar cokelat
Sumber: (Bartz, F. , 2007)
atas kehormatan V. Brewster
Universitas Sumatera Utara
Gejala Serangan
Busuk
akar
cokelat
mungkin
terjadi
disemua
umur
tanaman.
Perkembangan penyakit dihampir semua jenis tanaman cepat. Daun-daun pada
tanaman yang sakit berganti warna dari warna normal menjadi hijau pucat
kemudian cokelat antara satu sampai dua bulan (Ann, et al. , 2002).
a)
b)
Gambar 4. Tubuh buah P. noxius di lapangan (a) muda (b) tua
Sumber: (Ann, et al. , 2002)
Pada penyakit akar cokelat permukaan akar diliputi oleh benang-benang
jamur yang mengikat butir-butir tanah dengan sangat erat, sehingga menjadi kerak
tanah yang sukar terlepas meskipun dicuci. Jika diperhatikan diantara butir-butir
tanah terdapat hifa jamur yang berwarna cokelat tua. Didalam kayu terdapat garisgaris cokelat yang terdiri atas jaringan jamur (Semangun, 2000).
Penyakit akar hanya dijumpai di kebun-kebun tertentu di Indonesia,
terutama di bekas kebun yang terserang penyakit dan pembongkaran akarnya
kurang bersih. Pada kebun tersebut kerugian yang diakibatkan bisa mengurangi
populasi pohon kakao sampai 50 persen. Kerusakan karena jamur akar ini
umumnya kurang mendapat perhatian yang serius. Alasannya masalah penyakit
Universitas Sumatera Utara
ini sudah ada sejak dulu dan perkembangannya lambat. Padahal kerusakan yang
diakibatkannya sangat fatal (Anonimus, 2008).
Tanaman yang menunjukkan gejala sakit biasanya telah terserang parah
sehingga tidak bisa ditolong lagi. Sebenarnya serangan jamur akar ini tidak boleh
dianggap ringan, walaupun perkembangannya lambat tetapi bisa mematikan
tanaman. Disamping menyerang tanaman kakao, jamur akar juga sering
menyerang tanaman peneduh dan tanaman sekeliling kebun. Kerusakan pada
tanaman lain juga bisa menular ke tanaman kakao. Begitu juga sebaliknya
kerusakan pada tanaman kakao dapat menyebabkan tanaman peneduh tertular dan
mengalami kematian (Anonimus, 2008).
Pengelolaan Penyakit
1. Kerugian karena penyakit akar dapat dicegah dengan membersihkan sisa-sisa
tanaman lama pada waktu membuka kebun kakao. Khususnya hal ini perlu
mendapat perhatian jika akan menanam kakao di bekas kebun karet yang
mendapat banyak gangguan jamur akar (Semangun, 2000).
2. Tanaman yang sakit dibongkar, sisa-sisa akar dibersihkan dan dibakar
(Semangun, 2000).
3. Tanaman yang telah mati akibat serangan jamur akar harus dibongkar berserta
akar-akarnya sampai bersih. Akar-akar tersebut dikumpulkan kemudian dibakar.
Pada lubang bekas bongkaran diberi belerang sebanyak 600 gram. Untuk bisa
ditanami lagi, lubang tersebut dibiarkan sekitar satu tahun. Tanaman selain kakao
yang tumbuh disekitar kebun atau pohon peneduh yang terserang jamur akar juga
Universitas Sumatera Utara
dibongkar apabila telah mati atau menunjukkan gejala serangan berat
(Semangun, 2000).
4. Untuk mencegah penyebaran ke tanaman lain, perlu dibuat parit isolasi sedalam
sekitar 80 cm pada daerah satu baris diluar tanaman mati. Hal ini untuk mencegah
penularan jamur akar terutama yang terjadi kontak akar atau perantaraan
rhizomorf (Anonimus, 2008).
5. Tanaman yang berada disekitar tanaman mati perlu dilakukan pemeriksaan akar
tunggangnya. Pada serangan awal akan tampak adanya tanda-tanda berupa
miselium atau rhizomorf pada permukaan akar. Miselium tersebut harus
dibersihkan dengan sikat kemudian akar dioles dengan fungisida khusus untuk
jamur akar. Ada beberapa fungisida yang cukup efektif misalnya Fomac 2, Calixin
CP, Sheel Collar Protectan, Ingro Paste (Anonimus, 2008).
6. Pada areal pertanaman, tanaman kakao yang terserang berat dibongkar sampai
ke akarnya dan dibakar ditempat itu juga. Lubang bekas bongkaran dibiarkan
terkena sinar matahari selama 1 tahun. Minimal 4 pohon disekitarnya diberi
Trichoderma sp. 200 gr/pohon pada awal musim hujan dan diulang setiap 6 bulan
sekali sampai tidak ditemukan gejala penyakit akar di areal pertanaman kakao
tersebut (Anonimus, 2004).
Trichoderma koningii Oud.
Sifat antagonis jamur Trichoderma sp. telah diteliti sejak lama. Inokulasi
Trichoderma sp. ke dalam tanah dapat menekan serangan penyakit layu yang
menyerang di persemaian, hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh toksin yang
dihasilkan jamur ini yang dapat diisolasi dari biakan yang ditumbuhkan di dalam
Universitas Sumatera Utara
petri. Spesies lain dari jamur ini telah diketahui bersifat antagonistik atau
parasitik terhadap jamur patogen tular tanah yang banyak menimbulkan kerugian
pada tanaman pertanian (Khairul, 2001)
Gambar 5. Biakan murni Trichoderma koningii pada media PDA
Sumber: (Anonimus, 2003)
Biologi Trichoderma koningii Oud.
Jamur ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom
: Fungi
Sub divisio
: Deuteromycotina
Kelas
: Hyphomycetes
Ordo
: Hyphales (Moniliales)
Famili
: Moniliaceae
Genus
: Trichoderma
Spesies
: Trichoderma koningii Oud.
(Agrios, 1996)
Jamur antagonis Trichoderma koningii mempunyai stadium teleomorf,
yaitu Hypocrasea ceramica Ellis & Everh. dan Hypocrea brunneo-lutea Doi.
Koloninya mencapai diameter 3-5 cm dalam waktu lima hari pada suhu 200 C di
medium
oatmeal
agar
(OA).
Konidiofornya
bercabang
seperti
pada
Universitas Sumatera Utara
Trichoderma viride, tetapi konidiumnya berdinding lembut, agak kasar, berbentuk
silinder pendek dengan bagian dasar terpotong, dan berukuran (3-4,8) x (1,9-2,8)
µ m (Soesanto, 2008).
Trichoderma
koningii
sering
diragukan
dengan
Trichoderma pseudokoningii Rifai, yang mempunyai kemiripan fialida dan
konidium. Akan tetapi, pada spesies Trichoderma pseudokoningii tersebut,
fialidanya sering muncul secara tunggal dan mendatar, serta keseluruhan sistem
konidiofor berbentuk agak memanjang dari piramid (Soesanto, 2008).
Fialides
Konidia
Konidiofor
Gambar 6. Trichoderma koningii
Sumber: Foto langsung
Ekologi Trichoderma koningii Oud.
Spesies Trichoderma adalah jamur tanah kosmopolitan (Waksman, 1952).
Mereka berkoloni dalam kisaran yang luas dalam nisia tanah dari suhu dingin
sampai iklim tropis pada tanah pertanian, tanah kebun buah, tanah hutan, tanah
padang rumput dan tanah padang pasir (Domsch et al., 1980; Hagn et al., 2003;
Roiger et al., 1991). Kondisi penyebaran alam dari saprofit Trichoderma
mengartikan bahwa jamur ini umumnya terdapat pada lapisan tanah atas (F dan H)
dimana kerapatan yang tinggi dari miselium dapat dijumpai khususnya dalam
Universitas Sumatera Utara
serasah
lembab
hutan
pohon
berdaun
jarum
(Danielson & Davey, 1973; Widden & Abitbol, 1980).
Jamur antagonis ini sering diisolasi dari tanah hutan, misalnya dibawah
pohon pinus atau berdaun jarum, acacia, nothofagus, pohon berdaun lebar lainnya,
pada pembibitan tanaman hutan, tanah hutan yang subur dibawah tetumbuhan
pioner dalam komunitas tanaman hutan, sangat sering diisolasi dari tanah
pertanian, tanah padang rumput, perkebunan jeruk, tanah kebun, kebun anggur,
tanah lapang gambut, tanah rawa, tanah bergaram, tanah berpasir tanah coklat,
podsolik, gua, dan disemua jenis tanah di dunia. Jamur ini sering dijumpai di
lapisan permukaan tanah, tetapi juga pada kedalaman tanah 120 cm, dan
umumnya pada habitat yang agak asam. Jamur juga sering dijumpai pada tanah
yang diperlakukan dengan alil alkohol atau beragam fungisida (Soesanto, 2008).
Jamur antagonis ini juga umum ditemukan di sisa-sisa tanaman , misalnya
dari Abies firma, Abies grandis, Picea sitchensis, Pinus sylvestris, Ginkyo biloba,
Castanea
sativus,
Allium
ascalonicum,
Spartina
townsendii,
Heraclium sphdylium, kayu yang terdedah ke tanah, tunggul Lentinus edoa, akar
gandum, buncis, bit gula, pinus, rizosfer cengkeh, kacang tanah, alfalfa, ketumbar,
kopi, kentang, gandum, oat, mikoriza Suilus luteus pada Pinus strobus, biji kapri,
Avena fatua, ampas jagung, sarang burung, bubur kertas, dan lainnya.
Perkecambahan konidium relatif tak peka terhadap mikostasis tanah. Pertumbuhan
in vitro tampak dihentikan oleh kontak hifa dengan tuber melanosporum
(Soesanto, 2008).
Perkecambahan konidium dibawah kondisi miskin hara memerlukan
sumber hara luar dan CO2. Perkecambahan lebih baik pada kondisi asam daripada
Universitas Sumatera Utara
kondisi netral, pengaruh keasaman dapat dikurangi dengan penggunaan ekstrak
kecambah (Soesanto, 2008).
Suhu optimum untuk pertumbuhannya adalah 260 C atau lebih tinggi,
tergantung pada asal isolat. Suhu maksimumnya 32-400 C dan optimum pH 3,76,0 pada tekanan CO2 normal. Pertumbuhan sangat dihambat oleh ion HCO3-,
tumbuh dengan baik pada potensi air -30 bar dan tidak dibawah -110 bar
(Soesanto, 2008).
Pertumbuhan optimum terjadi pada amino-N, diikuti oleh amonium, urea,
dan nitrat; yang diketahui sebagai sumber C yang sesuai termasuk D-fruktosa, Dribosa, selubiose, melibiosa, D-trehalosa, gliserol, meso-eritritol, dekstrin, Dmanosa, D-glukosa, D-silosa, maltosa, fruktosan, dan asam fumarat. Penguraian
selulosa dengan produksi C1, C2, β-glukosidase dan 1,4-β-glukan selobiohidrolase;
amilase, β-fruktofuranosidase, α-glukosidae, dan endo-1,3-β-silanase telah dicatat.
Trichoderma koningii juga akan tumbuh pada sodium polipektat dan pektin, dan
dua endopoligalaturonase; kitin dan tanin digunakan, dan ribonuklease, fenol
oksidase, dan enzim proteolisis dihasilkan. Dieldrin dilaporkan dapat diuraikan
oleh Trichoderma koningii in vitro (Soesanto, 2008).
Fase pertumbuhan mikroorganisme yang pada fase awal pertumbuhannya
lamban disebut lag phase, kemudian diikuti oleh suatu periode pertumbuhan yang
cepat disebut fase logaritmik atau fase eksponensial, kemudian mendatar (fase
statis), dan akhirnya diikuti oleh suatu penurunan populasi sel-sel hidup (fase
kematian atau fase penurunan) (Syatrawati, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Fisiologi Trichoderma koningii Oud.
Jamur antagonis Trichoderma koningii dalam mekanisme antagonisnya
membentuk senyawa dengan sifat mikostatis dan juga senyawa anti jamur,
meskipun
belum
dapat
diidentifikasi.
Di
laboratorium,
jamur
Trichoderma koningii mampu menghambat pertumbuhan jamur patogen
Rigidoporus lignosus, penyebab penyakit akar putih pada tanaman karet. Pada
tanah kebun jeruk, jamur tidak dapat menghambat jamur patogen Fusarium spp.
Akan tetapi, jamur mampu membelit hifa Lentinus edodes dan beberapa jamur
saprofit atau parasit lainnya. Beberapa isolat dijumpai mampu merangsang
produksi oospora dari Phytophthora cinnamomi. Pada tanah dengan kandungan
104_105 propagul g-1, Trichoderma koningii menghasilkan becak 70-100% pada
bibit jagung. Jamur tampak mempunyai toleran yang tinggi terhadap CO2
(Soesanto, 2008).
Isolat Trichoderma koningii mampu membunuh sklerotium antara 62100%.
Jamur
mikoparasit
ini
dengan
mudah
mengganti
penempatan
Trichoderms viride. Trichoderma koningii juga memarasit hifa hidup dari
miselium vegetatif dan basidium cendawan. Penyakit busuk basah lunak awalnya
menjadi pertanda cendawan yang mati pada bedengan, yang kemudian menyebar
ke cendawan hidup lainnya sebagai miselium yang tumbuh di permukaan medium
cendawan. Tudung cendawan terinfeksi berwarna cokelat ungu dan menjadi pecah
dan miselium melunak serta membusuk. Trichoderma koningii membentuk spora
dengan lemah bila dibandingkan dengan Trichoderma viride dan daerah tepung
berspora warna hijau muda Trichoderma koningii terbatas pada basidium
(Soesanto, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Trichoderma koningii dan spesies Trichoderma lainnya merupakan jamur
tular tanah, yang sekali diberikan dan menetap didalam tanah akan selamanya
menetap. Trichoderma koningii mampu berperan sebagai agensia penekan
terhadap patogen berbahaya, seperti Gaeumannomyces graminis var. tritici pada
gandum. Keaktifan Trichoderma koningii dipengaruhi oleh pH, yang menjadi
lebih besar pada tanah asam. Penambahan mikoparasit ini pada tanah asam juga
menyebabkan penekanan patogen yang diperlama, sedangkan penekanan tidak
akan
terjadi
bila
ditambahkan
pada
tanah
berkapur.
Penambahan
Trichoderma koningii buatan ke tanah yang terinfestasi patogen meningkatkan
potensi inokulumnya, mengurangi potensi inokulum patogen, dan menurunkan
keberadaan penyakit. Jamur antagonis mampu menghambat jamur patogen
pembentuk sklerotium, seperti Sclerotina sclerotium, Corticium rolfsii, dan
Rhizoctonia solani (Soesanto, 2008).
Keberadaan spora yang hidup pada suatu cendawan dengan media tempat
tumbuhnya menentukan persentase jumlah spora hidup yang dihasilkan
(Syatrawati, 2008).
Substrat atau media organik tempat tumbuh cendawan antagonis
berpengaruh dalam menghasilkan berbagai bentuk spora, zat anti cendawan
maupun anti bakteri. Kombinasi cendawan antagonis dan media organik yang
tepat harus digunakan agar dapat menekan penyakit dengan baik (Howell, 1991).
Universitas Sumatera Utara
Komposisi Nutrisi Media Organik
Jagung dan Beras
Biji jagung terdiri dari kulit ari, lembaga, tip cap dan endosperma.
Sebagian besar pati (85 %) terdapat pada endosperma. Pati terdiri dari fraksi
amilopektin (73 %) dan amilosa (27 %). Serat kasar terutama terdapat pada kulit
ari. Komponen utama serat kasar adalah hemiselulosa (41,16 %). Gula terdapat
pada lembaga (57 %) dan endosperma (15 %). Protein sebagian besar terdapat
pada
endosperma
(Anonimus,
2005).
Beras (Oryza sativa) terdiri dari dua jenis, yaitu Japonica yang ditanam di
tanah yang mempunyai musim dingin, dan Indica atau Javanica yang ditanam di
daerah tropis. Bagian yang berharga dari tanaman padi adalah gabah. Bila gabah
kering dikelupaskan kulit bijinya, diperoleh sekam yang berwarna kuning sampai
ungu kotor dengan jumlah sampai 20 % dari gabah kering dan isi biji yang disebut
dengan beras pecah kulit. Untuk perdagangan beras pecah kulit disosoh untuk
membuang
kulit
arinya (Anonimus,
2005).
Komposisi nutrisi jagung putih pipilan lebih tinggi dibandingkan beras
giling. Hal ini bisa dilihat pada tabel 1:
Tabel 1. Komposisi nutrisi jagung putih pipilan dan beras giling (sosoh)
Nama Bahan
Komponen (%)
Air
Protein
Karbohidrat
Serat
Abu
Kasar
Jagung putih pipilan
Beras giling (sosoh)
12,00
12,00
8,60
6,69
72,60
72,23
2,00
0,92
1,10
0,64
(Anonimusb, 2011)
Universitas Sumatera Utara
Dedak Padi
Dedak padi (hu’ut dalam bahasa sunda) merupakan hasil sisa dari
penumbukan atau penggilingan gabah padi. Dedak tersusun dari tiga bagian yang
masing masing berbeda kandungan zatnya. Ketiga bagian tersebut adalah; kulit
gabah yang banyak mengandung serat kasar dan mineral, selaput perak yang kaya
akan protein dan vitamin B1 juga lemak dan mineral, serta lembaga beras yang
sebagian besar terdiri dari karbohidrat yang mudah dicerna (Anonimusc, 2011).
Berhubung dedak merupakan campuran dari ketiga bagian tersebut diatas
maka nilai/ martabatnya selalu berubah-ubah tergantung dari proporsi bagianbagian tersebut. Dedak halus biasa merupakan hasil sisa dari penumbukan padi
secara tradisional (disebut juga dedak kampung). Dedak halus biasa ini banyak
mengandung komponen kulit gabah, juga selaput perak dan pecahan lembaga
beras. Kadar serat kasarnya masih cukup tinggi akan tetapi sudah termasuk dalam
golongan konsentrat karena kadar serat kasar dibawah 18%. Martabat pati-nya
termasuk rendah dan hanya sebagian kecil saja yang dapat dicerna.
Analisa nutrisi: 16.2% air, 9.5% protein, 43.8% bahan ekstrak tanpa N, 16.4%
serat kasar, 3.3% lemak dan 10.8% abu serta nilai martabat pati-nya 53.
(Anonimusc, 2011).
Universitas Sumatera Utara
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Percobaan
Penelitian
ini dilaksanakan di Rumah Kassa Fakultas Pertanian USU
dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl. Pelaksanaan dimulai bulan November 2010
sampai April 2011.
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kakao
lindak hibrida F1 TSH 858, pupuk kandang, top soil, air, polibag ukuran 3 kg,
aquades, biakan murni Trichoderma koningii, inokulum jamur Phelinus noxius,
Potato Destrose Agar (PDA), tissu gulung, klorox, jagung giling, beras, dedak,
dan potongan akar sehat yang akan dibuat menjadi food base P.
UNTUK MENEKAN JAMUR AKAR COKELAT
(Phellinus noxius) PADA PEMBIBITAN TANAMAN KAKAO
DI RUMAH KASSA
SKRIPSI
ALPRISNI SURBAKTI
060302005
HPT
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
Universitas Sumatera Utara
PENGGUNAAN AGENSIA HAYATI Trichoderma koningii Oud.
UNTUK MENEKAN JAMUR AKAR COKELAT
(Phellinus noxius) PADA PEMBIBITAN TANAMAN KAKAO
DI RUMAH KASSA
SKRIPSI
ALPRISNI SURBAKTI
060302005
HPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana
di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Disetujui oleh,
Komisi Pembimbing
Ir. Lahmuddin Lubis, MP
Ketua
Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M. Agr
Anggota
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Alprisni Surbakti, “The Utilization of Biological Agent
Trichoderma koningii Oud. to Emphasize Brown Root Rot (Phellinus noxius) on
Cacao Nursery in Green House”. Supervised by Lahmuddin Lubis and Mukhtar
Iskandar Pinem. The thump of modern system plantation that very depend on
synthetic fungicide awaked our consciousness to set back biological management
sketch in our plantation system now. The research aimed to know the potential of
T. koningii Oud. to emphasize brown root rot (Phellinus noxius) in cacao nursery
at several media and dossage. The research was held in Green House of
Agriculture Faculty, University of North Sumatera, Medan. The research used
Randomized Block Design non-factorial with 10 treatment (T0 (control), T1
(T. koningii in corn media 15 g/ polybag), T2 (T. koningii in corn media 25 g/
polybag), T3 (T. koningii in corn media 35 g/ polybag), T4 (T. koningii in rice
media 15 g/ polybag), T5 (T. koningii in rice media 25 g/ polybag), T6
(T. koningii in rice media 35 g/ polybag), T7 (T. koningii in bran media 15 g/
polybag), T8 (T. koningii in bran media 25 g/ polybag), and T9 (T. koningii in
bran media 35 g/ polybag)) with three replications.
The result showed that the disease incidence and severity only come on T0
(control) with 77,78% and 19,44%. The longest primary radix is in T2
(T. koningii in corn media 25 g/ polybag) with 47,67 cm that give no real different
effect with T1, T3, T4, T5, T6, T7, T8, T9 then the shortest is in T0 (control) with
23 cm that showed real different effect with the other treatment. The highest
spores number is in corn media with 0,88 x 108 then followed by bran at
0,33 x 108 spores number and rice at 0,2 x 108. The furnishing of T. koningii
showed no real effect to the soil salinity.
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Alprisni Surbakti, “Penggunaan Agensia Hayati
Trichoderma koningii Oud. Untuk Menekan Jamur Akar Cokelat
(Phellinus noxius) Pada Pembibitan Tanaman Kakao Di Rumah Kassa”.
Dibimbing oleh Lahmuddin Lubis dan Mukhtar Iskandar Pinem. Dampak sistem
budidaya tanaman modern yang sangat tergantung pada fungisida sintetik
menggugah kesadaran kita untuk menempatkan kembali kerangka pengendalian
hayati secara klasik dalam sistem budidaya tanaman kita saat ini. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui kemampuan Trichoderma koningii Oud. dalam
menekan perkembangan penyakit jamur akar cokelat (Phellinus noxius) pada
pembibitan tanaman kakao dalam berbagai dosis dan media. Penelitian
dilaksanakan di Rumah Kassa, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,
Medan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok non-faktorial
dengan 10 perlakuan (T0 (kontrol), T1 (T. koningii dalam media jagung 15 g/
polibag), T2 (T. koningii dalam media jagung 25 g/ polibag), T3 (T. koningii
dalam media jagung 35 g/ polibag), T4 (T. koningii dalam media beras 15 g/
polibag), T5 (T. koningii dalam media beras 25 g/ polibag), T6 (T. koningii dalam
media beras 35 g/ polibag), T7 (T. koningii dalam media dedak 15 g/ polibag), T8
(T. koningii dalam media dedak 25 g/ polibag), T9 (T. koningii dalam media
dedak 35 g/ polibag) ) dengan tiga ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas dan kejadian penyakit
hanya terdapat pada perlakuan T0 (kontrol) yaitu sebesar 19,44% dan 77,78%.
Akar tunggang terpanjang yaitu pada perlakuan T2 (T. koningii dalam media
jagung 25 g/ polibag) yaitu 47,67 cm yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan
T1, T3, T4, T5, T6, T7, T8, T9 dan yang terpendek pada perlakuan T0 (kontrol)
yaitu 23 cm yang menunjukkan efek berbeda nyata dengan perlakuan lain. Jumlah
spora tertinggi terdapat pada media jagung yaitu 0,88 x 108 diikuti dedak 0,33 x
108 dan kemudian beras 0,2 x 108. Pemberian jamur T. koningii menunjukkan efek
yang tidak nyata pada derajat kemasaman tanah.
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP
Alprisni Surbakti lahir pada 15 April 1986 di Rantau, Aceh Timur.
Merupakan anak kelima dari enam bersaudara pasangan Bapak Neken Surbakti
dan Ibu Saminah br. Tarigan.
Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:
- Lulus dari SD YKPP 1 Prabumulih pada tahun 1998
- Lulus dari SLTP YKPP Prabumulih pada tahun 2001
- Lulus dari SMA Negeri 11 Yogyakarta pada tahun 2004
- Tahun 2006 diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan,
Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan melalui jalur SPMB.
Semasa kuliah penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan
yakni menjadi Anggota Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman (IMAPTAN)
(2006-2011), Pengurus Badan Kenadziran Musholla (BKM) Al- Mukhlisin
(2007-2009), Anggota Komunikasi Muslim (KOMUS) HPT (2006-2011). Penulis
juga pernah menjadi asisten laboratorium pada beberapa praktikum yaitu Dasar
Perlindungan Tanaman (2007-2010), Mikologi dan Bakteriologi (2008), Penyakit
Penting Tanaman Utama Perkebunan (2009), Mikrobiologi Pertanian (2009) dan
Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu (2010). Penulis melakukan Praktik
Kerja Lapangan (PKL) di PTPN III Afd. VII Kebun Rambutan pada tahun 2010
dan melaksanakan penelitian skripsi di Rumah Kassa Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan pada bulan November 2010 sampai April
2011.
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt karena atas rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tulisan ini dengan baik.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “PENGGUNAAN AGENSIA
HAYATI Trichoderma koningii Oud. UNTUK MENEKAN JAMUR AKAR
COKELAT (Phellinus noxius) PADA PEMBIBITAN TANAMAN KAKAO
DI RUMAH KASSA” yang disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat
memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
komisi pembimbing Ir. Lahmuddin Lubis, MP selaku ketua dan Ir. Mukhtar
Iskandar Pinem, M. Agr selaku anggota yang telah banyak memberikan masukan
dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini dimasa yang akan datang.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini
bermanfaat.
Medan, Juni 2011
Penulis
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
ABSTRACT ..................................................................................................
ABSTRAK.....................................................................................................
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................
KATA PENGANTAR ...................................................................................
DAFTAR ISI .................................................................................................
DAFTAR TABEL .........................................................................................
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
i
ii
iii
iv
v
vii
viii
ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang ...................................................................................
Tujuan Penelitian ................................................................................
Hipotesa Penelitian ..............................................................................
Kegunaan Penelitian ............................................................................
1
3
3
3
TINJAUAN PUSTAKA
Sistematika Tanaman...........................................................................
Botani Tanaman ..................................................................................
Syarat Tumbuh ....................................................................................
Tanah .......................................................................................
Iklim ........................................................................................
Biologi Penyebab Penyakit ..................................................................
Daur Hidup ..........................................................................................
Gejala Serangan...................................................................................
Pengelolaan Penyakit ...........................................................................
Trichoderma koningii Oud...................................................................
Biologi Trichoderma koningii Oud ...........................................
Ekologi Trichoderma koningii Oud .........................................
Fisiologi Trichoderma.koningii Oud .........................................
Komposisi Nutrisi Media Organik .......................................................
Jagung dan Beras .....................................................................
Dedak Padi .............................................................................
4
4
7
7
7
8
11
12
13
14
15
16
19
21
21
22
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................
Bahan dan Alat ...................................................................................
Metode Penelitian................................................................................
Pelaksanaan Penelitian ........................................................................
Penyediaan Sumber Inokulum Phellinus noxius.................. ......
Penyediaan Jamur Trichoderma koningii Oud..................... ......
Perbanyakan Trichoderma koningii Oud...................................
Persiapan Benih..........................................................................
Persiapan Media Tanam....................................................... ......
23
23
23
25
25
26
26
26
28
Universitas Sumatera Utara
Pengaplikasian Trichoderma koningii Oud ...............................
Penanaman Benih ....................................................................
Pembuatan Food Base Phellinus noxius ...................................
Inokulasi Food Base Phellinus noxius ......................................
Pemeliharaan ...........................................................................
Peubah Amatan ...................................................................................
Persentase Serangan (Kejadian Penyakit) P. noxius..................
Intensitas Penyakit (%) P. noxius .............................................
Jumlah Konidia T. koningii Pada Media Organik .....................
Panjang Akar Tunggang...........................................................
Derajat Kemasaman Tanah (pH tanah) .....................................
28
28
29
30
30
30
30
31
32
33
33
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persentase Serangan (Kejadian Penyakit) P. noxius..................
Intensitas Penyakit (%) P. noxius .............................................
Jumlah Konidia T. koningii Pada Media Organik .....................
Panjang Akar Tunggang...........................................................
Derajat Kemasaman Tanah (pH tanah) .....................................
34
35
37
38
39
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan.............................................................................. 41
Saran ....................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
No.
Judul
Hlm.
1.
Komposisi nutrisi jagung putih pipilan dan beras giling (sosoh) ........
21
2.
Data pengamatan persentase serangan (kejadian penyakit)
pada pengamatan 10, 12 dan 14 msi ..................................................
34
Data pengamatan intensitas penyakit (%) pada pengamatan 10, 12
dan 14 msi.........................................................................................
36
Data pengamatan jumlah konidia T. koningii pada pengamatan
9, 17 dan 25 hsi pada media jagung, beras, dedak ..............................
37
Data panjang akar tunggang akibat pengaplikasian jamur T. koningii
melalui media jagung, beras dan dedak .............................................
38
Rataan pH tanah akibat pengaplikasian T. koningii ...........................
39
3.
4.
5.
6.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
No.
Judul
Hlm.
1. a) Basidiocarp tipis dan datar pada media serbuk gergaji
b) Arthrospora dari Phellinus noxius pada media PDA
c) Trichocyst dari Phellinus noxius pada media PDA .........................
10
2. Biakan murni Phellinus noxius pada media PDA ................................
11
3. Daur penyakit jamur akar cokelat .......................................................
11
4. Tubuh buah P. noxius di lapangan (a) muda (b) tua ............................
12
5. Biakan murni Trichoderma koningii pada media PDA........................
15
6. Trichoderma koningii .........................................................................
16
7. Sketsa penanaman benih ....................................................................
29
8. pH-meter ............................................................................................
33
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Judul
Hlm.
1.
Bagan percobaan penelitian ...............................................................
45
2.
Bagan plot penelitian ........................................................................
46
3.
Data pengamatan kejadian penyakit (%) P. noxius pada pembibitan
tanaman kakao di rumah kassa (10 msi) ............................................
47
4.
Sidik ragam kejadian penyakit 10 msi ...............................................
47
5.
Data pengamatan kejadian penyakit (%) P. noxius pada pembibitan
tanaman kakao di rumah kassa (12 msi) ............................................
48
6.
Sidik ragam kejadian penyakit 12 msi ...............................................
48
7.
Data pengamatan kejadian penyakit (%) P. noxius pada pembibitan
tanaman kakao di rumah kassa (14 msi) ............................................
49
8.
Sidik ragam kejadian penyakit 14 msi ..............................................
49
9.
Data pengamatan intensitas penyakit (%) P. noxius pada pembibitan
tanaman kakao di rumah kassa (10 msi) ............................................
50
10. Sidik ragam intensitas penyakit 10 msi ..............................................
50
11. Data pengamatan intensitas penyakit (%) P. noxius pada pembibitan
tanaman kakao di rumah kassa (12 msi) ............................................
51
12. Sidik ragam intensitas penyakit 12 msi ..............................................
51
13. Data pengamatan intensitas penyakit (%) P. noxius pada pembibitan
tanaman kakao di rumah kassa (14 msi) ............................................
52
14. Sidik ragam intensitas penyakit 14 msi ..............................................
52
15. Data panjang akar pada pembibitan tanaman kakao di rumah kassa ...
53
16. Sidik ragam panjang akar ..................................................................
53
17. Data pengamatan analisis pH tanah ...................................................
54
18. Sidik ragam pH tanah ........................................................................
54
Universitas Sumatera Utara
19. Biakan murni Phellinus noxius pada media PDA ..............................
55
20. Gejala serangan bagian atas akibat adanya gangguan pada bagian
akar (beberapa daun tampak menguning dan layu) ...........................
55
21. Gejala serangan pada bagian akar akibat jamur akar cokelat (skala 1)
56
22. Biakan murni Trichoderma koningii pada media PDA......................
56
23. Trichoderma koningii pada media (a) jagung (b) beras (c) dedak......
57
24. Food base yang sudah diinokulasi P. noxius umur 1 bulan ...............
57
25. Foto lahan penelitian ........................................................................
58
26. Foto supervisi...................................................................................
58
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Alprisni Surbakti, “The Utilization of Biological Agent
Trichoderma koningii Oud. to Emphasize Brown Root Rot (Phellinus noxius) on
Cacao Nursery in Green House”. Supervised by Lahmuddin Lubis and Mukhtar
Iskandar Pinem. The thump of modern system plantation that very depend on
synthetic fungicide awaked our consciousness to set back biological management
sketch in our plantation system now. The research aimed to know the potential of
T. koningii Oud. to emphasize brown root rot (Phellinus noxius) in cacao nursery
at several media and dossage. The research was held in Green House of
Agriculture Faculty, University of North Sumatera, Medan. The research used
Randomized Block Design non-factorial with 10 treatment (T0 (control), T1
(T. koningii in corn media 15 g/ polybag), T2 (T. koningii in corn media 25 g/
polybag), T3 (T. koningii in corn media 35 g/ polybag), T4 (T. koningii in rice
media 15 g/ polybag), T5 (T. koningii in rice media 25 g/ polybag), T6
(T. koningii in rice media 35 g/ polybag), T7 (T. koningii in bran media 15 g/
polybag), T8 (T. koningii in bran media 25 g/ polybag), and T9 (T. koningii in
bran media 35 g/ polybag)) with three replications.
The result showed that the disease incidence and severity only come on T0
(control) with 77,78% and 19,44%. The longest primary radix is in T2
(T. koningii in corn media 25 g/ polybag) with 47,67 cm that give no real different
effect with T1, T3, T4, T5, T6, T7, T8, T9 then the shortest is in T0 (control) with
23 cm that showed real different effect with the other treatment. The highest
spores number is in corn media with 0,88 x 108 then followed by bran at
0,33 x 108 spores number and rice at 0,2 x 108. The furnishing of T. koningii
showed no real effect to the soil salinity.
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Alprisni Surbakti, “Penggunaan Agensia Hayati
Trichoderma koningii Oud. Untuk Menekan Jamur Akar Cokelat
(Phellinus noxius) Pada Pembibitan Tanaman Kakao Di Rumah Kassa”.
Dibimbing oleh Lahmuddin Lubis dan Mukhtar Iskandar Pinem. Dampak sistem
budidaya tanaman modern yang sangat tergantung pada fungisida sintetik
menggugah kesadaran kita untuk menempatkan kembali kerangka pengendalian
hayati secara klasik dalam sistem budidaya tanaman kita saat ini. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui kemampuan Trichoderma koningii Oud. dalam
menekan perkembangan penyakit jamur akar cokelat (Phellinus noxius) pada
pembibitan tanaman kakao dalam berbagai dosis dan media. Penelitian
dilaksanakan di Rumah Kassa, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,
Medan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok non-faktorial
dengan 10 perlakuan (T0 (kontrol), T1 (T. koningii dalam media jagung 15 g/
polibag), T2 (T. koningii dalam media jagung 25 g/ polibag), T3 (T. koningii
dalam media jagung 35 g/ polibag), T4 (T. koningii dalam media beras 15 g/
polibag), T5 (T. koningii dalam media beras 25 g/ polibag), T6 (T. koningii dalam
media beras 35 g/ polibag), T7 (T. koningii dalam media dedak 15 g/ polibag), T8
(T. koningii dalam media dedak 25 g/ polibag), T9 (T. koningii dalam media
dedak 35 g/ polibag) ) dengan tiga ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas dan kejadian penyakit
hanya terdapat pada perlakuan T0 (kontrol) yaitu sebesar 19,44% dan 77,78%.
Akar tunggang terpanjang yaitu pada perlakuan T2 (T. koningii dalam media
jagung 25 g/ polibag) yaitu 47,67 cm yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan
T1, T3, T4, T5, T6, T7, T8, T9 dan yang terpendek pada perlakuan T0 (kontrol)
yaitu 23 cm yang menunjukkan efek berbeda nyata dengan perlakuan lain. Jumlah
spora tertinggi terdapat pada media jagung yaitu 0,88 x 108 diikuti dedak 0,33 x
108 dan kemudian beras 0,2 x 108. Pemberian jamur T. koningii menunjukkan efek
yang tidak nyata pada derajat kemasaman tanah.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Latar belakang
Kakao merupakan salah satu komoditas andalan nasional dan berperan
penting bagi perekonomian Indonesia, terutama dalam penyediaan lapangan kerja,
sumber pendapatan petani dan sumber devisa bagi negara disamping mendorong
berkembangnya agribisnis kakao dan agroindustri (Anonimus, 2008).
Kakao (Theobroma cacao L.) yang daerah asalnya adalah lereng timur
bawah Pegunungan Andes, Amerika Selatan sudah ditanam di pekaranganpekarangan Minahasa pada akhir abad ke-18. Namun kakao baru diperkebunkan
sebagai perkebunan besar sekitar tahun 1880 di Jawa Tengah. Penanaman disini
dipacu oleh rusaknya kebun-kebun kopi Arabika karena penyakit karat
(Hemileia vastatrix) sekitar tahun 1880 tersebut (Semangun, 2000).
Cokelat merupakan produk popular dan eksotis yang terbuat dari biji
kakao. Pada umumnya, biji kakao diperdagangkan dalam bentuk kering
fermentasi. Di dunia, volume transaksi biji kakao mencapai 3 juta ton per tahun
(ICCO, 2007) dengan tiga produsen utamanya adalah Pantai Gading, Ghana dan
Indonesia. Tingkat produksi kakao meningkat sebesar 2-5% setiap tahunnya
menurut data ICCO (2007) (Rahmadi, 2008).
Jenis penyakit akar yang dijumpai pada perkebunan kakao antara lain
penyakit akar merah, penyakit akar cokelat, dan penyakit akar putih. Dari ketiga
penyakit akar ini, jika dilihat gejalanya tampak sama. Mula-mula daun kelihatan
menguning, layu dan akhirnya gugur kemudian diikuti dengan matinya tanaman.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mengetahui patogennya dengan tepat harus dilakukan pemeriksaan
terhadap leher akar dan perakaran tanaman (Anonimus, 2008).
Dari ketiga penyakit jamur akar diatas, penyakit jamur akar cokelat dinilai
paling merugikan dan paling berbahaya pada tanaman kakao. Jamur ini banyak
dijumpai
pada
pertanaman
kakao
diseluruh
wilayah
Indonesia
(Anonimus, 2008).
Trichoderma menghasilkan enzim kitinase dan glukanase yang masingmasing mampu melisiskan dinding hifa jamur dari kelas basidiomycetes dan
askomycetes serta tidak ada satupun dinding hifa jamur yang tahan terhadap
kitinase Trichoderma khususnya jamur patogen yang berasal dari klas
askomycetes dan basidiomycetes. Endokitinase dan eksokitinase (N-acetyl-β-Dglukosaminidase) dan ketobiosidase dari Trichoderma aktivitasnya 100 kali lebih
aktif daripada kitinase tanaman (Anonimus, 2009).
Dampak sistem budidaya tanaman modern yang sangat tergantung pada
fungisida sintetik menggugah kesadaran kita untuk menempatkan kembali
kerangka pengendalian hayati secara klasik dalam sistem budidaya tanaman saat
ini. Penggunaan agens hayati dalam budidaya tanaman memiliki tiga keuntungan
yaitu: a) permanen: agens mapan dalam ekosistem sehingga populasi penyakit
dijaga dalam keadaan seimbang. b) aman: relatif tidak memilki efek samping
terhadap lingkungan dan c) ekonomis: menjaga agar eksistensi agens terjaga
dalam ekosistem (Anonimus, 2009).
Trichoderma adalah mikroba yang tahan terhadap berbagai perlakuan
pestisida sehingga dapat bertahan hidup dalam kondisi dan jenis tanah pada saat
mikroba lain tidak dapat hidup. Misalnya setelah fumigasi tanah dengan bromida,
Universitas Sumatera Utara
maka mikroba yang pertama kali akan mendominasi tanah tersebut adalah
Trichoderma (Soepena, 1993).
Sehubungan dengan hal itu, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai usaha pengendalian terhadap penyakit jamur akar
cokelat (Phellinus noxius) pada tanaman kakao dengan menggunakan agensia
hayati, dalam hal ini Trichoderma koningii Oud.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui kemampuan Trichoderma koningii Oud. dalam
menekan perkembangan penyakit jamur akar cokelat (Phellinus noxius) pada
pembibitan tanaman kakao dalam berbagai dosis dan media.
Hipotesa Penelitian
Penyakit akar cokelat (Phellinus noxius) pada tanaman kakao
dapat
ditekan dengan penggunaan jamur antagonis Trichoderma koningii Oud. dengan
berbagai dosis dan media.
Kegunaan Penelitian
-
Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
-
Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Sistematika Tanaman
Sistematika tanaman kakao adalah sebagai berikut:
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Sub kelas
: Dialypetalae
Ordo
: Malvales
Famili
: Sterculiaceae
Genus
: Theobroma
Spesies
: Theobroma cacao L.
(Anonimus, 2008).
Botani Tanaman
Akar
Akar kakao atau cokelat adalah akar tunggang (radix primaria).
Pertumbuhan akar kakao bisa sampai 8 meter ke arah samping dan 15 meter ke
arah bawah (Anonimusa, 2011).
Akar kecambah yang telah berumur 1-2 minggu biasanya menumbuhkan
akar-akar cabang (radix lateralis). Dari akar cabang ini tumbuh rambut-rambut
akar (fibrillia) yang jumlahnya sangat banyak. Pada bagian ujung akar ini terdapat
bulu akar yang dilindungi tudung akar (calyptra). Bulu akar inilah yang berfungsi
untuk menghisap larutan dan garam-garam tanah (Anonimusa, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Batang dan Cabang
Tanaman kakao bersifat dimorfisme. Artinya mempunyai dua bentuk tunas
vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut tunas ortotrop atau
tunas air (wiwilan atau chupon), sedangkan tunas yang arah pertumbuhannya ke
samping disebut plagiotrop (cabang kipas atau fan) (Anonimus, 2008).
Tanaman kakao asal biji, setelah mencapai tinggi 0,9-1,5 meter akan
berhenti tumbuh dan membentuk jorket (jorquette). Jorket adalah tempat
percabangan dari pola percabangan ortotrop ke plagiotrop dan khas hanya pada
tanaman kakao (Anonimus, 2008).
Daun
Sama dengan sifat percabangannya, daun kakao juga bersifat dimorfisme.
Pada tunas ortotrop, tangkai daunnya panjang, yaitu 7,5-10 cm sedangkan pada
tunas plagiotrop panjang tangkai daunnya hanya sekitar 2,5 cm (dalam Hall,
1932). Tangkai daun bentuknya silinder dan bersisik halus, bergantung pada
tipenya (Anonimus, 2008).
Salah satu sifat khusus daun kakao yaitu adanya dua persendian
(articulation) yang terletak di pangkal dan ujung tangkai daun. Dengan persendian
ini dilaporkan daun mampu membuat gerakan dengan arah datangnya sinar
matahari (Anonimus, 2008).
Bentuk helai daun bulat memanjang (oblongus), ujung daun meruncing
(acuminatus), panjang daun runcing (acutus). Susunan tulang daun menyirip dan
tulang daun menonjol ke permukaan bawah helai daun. Tepi daun rata, daging
daun tipis tetapi kuat seperti perkamen. Warna daun dewasa hijau tua bergantung
Universitas Sumatera Utara
pada kultivarnya. Panjang daun dewasa 30 cm dan lebarnya 10 cm. Permukaan
daun licin dan mengilap (Anonimus, 2008).
Bunga
Tanaman kakao bersifat kaulifori, artinya bunga tumbuh dan berkembang
dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut
semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan bantalan
bunga (cushion) (Anonimus, 2008).
Bunga kakao mempunyai rumus K5C5A5+5G(5). Artinya, bunga disusun
oleh 5 daun kelopak yang bebas satu sama lain, 5 daun mahkota, 10 tangkai sari
yang tersusun dalam 2 lingkaran dan masing-masing terdiri dari 5 tangkai sari
tetapi hanya 1 lingkaran fertil dan 5 daun buah yang bersatu. Bunga kakao
berwarna putih, ungu atau kemerahan. Tangkai bunga kecil tetapi panjang (1-1,5
cm). Daun mahkota panjangnya 6-8 mm, terdiri atas dua bagian. Bagian pangkal
berbentuk seperti kuku binatang (claw) dan biasanya terdapat dua garis merah.
Bagian
ujung
berupa
lembaran
tipis,
fleksibel
dan
berwarna
putih
(Anonimus, 2008).
Buah dan Biji
Warna buah kakao sangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya ada dua
macam warna. Buah yang ketika muda berwarna hijau atau hijau agak putih jika
sudah masak akan berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika muda
berwarna merah, setelah masak berwarna jingga (oranye) (Anonimus, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Buah akan masak setelah berumur enam bulan. Pada saat itu ukurannya
beragam, dari panjang 10 hingga 30 cm, bergantung pada kultivar dan faktorfaktor lingkungan selama perkembangan buah (Anonimus, 2008).
Biji tersusun dalam lima baris mengelilingi poros buah. Jumlahnya
beragam, yaitu 20-50 butir per buah. Jika dipotong melintang, tampak bahwa biji
disusun oleh dua kotiledon yang saling melipat dan bagian pangkalnya menempel
pada poros lembaga (embryo axis). Biji dibungkus oleh daging buah (pulpa) yang
berwarna putih, rasanya asam manis dan diduga mengandung zat penghambat
perkecambahan. Biji kakao tidak memiliki masa dorman (Anonimus, 2008).
Syarat Tumbuh
Tanah
Kemasaman (pH) tanah yang baik untuk kakao adalah netral atau berkisar
5,6-6,8. Sifat ini khusus berlaku untuk tanah atas (top soil), sedangkan pada tanah
bawah (sub soil) keasaman tanah sebaiknya netral, agak asam, atau agak basa.
Tanaman kakao membutuhkan tanah berkadar bahan organik tinggi, yaitu diatas
3% (Anonimus, 2008).
Tekstur tanah menunjukkan perbandingan tertentu antara tiga fraksi tanah,
yaitu pasir, debu dan lempung. Susunan ketiga komponen tersebut menentukan
kemampuan tanah dalam mendukung pertumbuhan tanaman. Semakin tinggi
kadar lempungnya, semakin rendah daya dukungnya terhadap pertumbuhan kakao
(Anonimus, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Iklim
Iklim mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kakao. Karena itu, unsur
ini perlu diperhatikan dalam membuat penilaian kesesuaian lahan. Sebaran curah
hujan lebih berpengaruh terhadap produksi kakao dibandingkan dengan jumlah
curah hujan yang tinggi. Jumlah curah hujan mempengaruhi pola pertunasan
kakao (flush). Pertumbuhan dan produksi kakao banyak ditentukan oleh
ketersediaan air sehingga kakao dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik
ditempat yang curah hujannya relatif sedikit tetapi merata sepanjang tahun
(Anonimus, 2008).
Proses fisiologi tanaman kakao juga dipengaruhi oleh suhu udara. Suhu
udara yang rendah akan menghambat pembentukan tunas dan bunga (Alvim, 1979
dalam Anonimus, 2008), sedangkan suhu udara yang tinggi dapat menghambat
pertumbuhan pucuk dan mendorong pertumbuhan cabang serta mengakibatkan
daun-daun kurang berkembang (Wood, 1975 dalam Anonimus, 2008).
Kelembaban udara berkaitan erat dengan curah hujan dan suhu udara.
Kecepatan angin juga menentukan keberhasilan usaha tani kakao. Kecepatan
angin yang tinggi dan berlangsung lama jelas akan merusak daun kakao, sehingga
daun menjadi rontok dan tanaman menjadi gundul (Anonimus, 2008).
Biologi Penyebab Penyakit
Penyakit akar cokelat dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom
: Fungi
Divisio
: Basidiomycota
Kelas
: Hymenomycetes
Universitas Sumatera Utara
Ordo
: Aphyllochorales (Polyporales)
Famili
: Hymenochaetaceae
Genus
: Phellinus (Fomes)
Spesies
: Phellinus noxius
(Agrios, 1996).
Penyakit
Phellinus
akar
lamaoensis
cokelat
(Murr)
Hein
disebabkan
sinonimnya
Fomes
oleh
noxius
jamur
Corner,
Fomes lamaoensis Murr. Penularan terjadi dengan kontak langsung antara akar
sakit dan sehat. Pada umumnya jamur menyerang akar tunggang dan selanjutnya
menyerang ke akar-akar yang lebih kecil. Apabila seluruh permukaan akar
tunggang telah ditutupi kerak, maka tanaman segera menguning kemudian mati
(Anonimus, 2008).
Jamur-jamur akar tersebut jarang membentuk tubuh buah. Tubuh buah
hanya terbentuk bila penyakit sudah sangat lanjut dan tanaman sudah mati
(Semangun, 2000).
P. noxius adalah makhluk hidup dengan pertumbuhan cepat. Angka
pertumbuhan linear dapat menjadi 35 mm/ hari pada PDA pada 300 C. Jamur
memproduksi koloni cokelat pada PDA dengan dengan garis-garis cokelat gelap
tak beraturan. Arthrospora dan trikhosis tetapi bukan clamp connection seringkali
diproduksi
dalam
kultur.
Ketika
ditumbuhkan
pada
medium
gergaji
P. noxius memproduksi basidiokarp yang tipis dan keras (Ann, et al. , 2002).
Universitas Sumatera Utara
a)
b)
c)
Gambar 1: a) Basidiocarp tipis dan datar pada media serbuk gergaji
b) Arthrospora dari Phellinus noxius pada media PDA c) Trichocyst dari
Phellinus noxius pada media PDA
Sumber: (Ann, et al. , 2002)
P. noxius adalah makhluk hidup dengan temperatur tinggi dengan
pertumbuhan optimal berkisar 300 C dan tidak ada pada suhu 80 C. Ini
menjelaskan kawasan geografis dari penyakit ini yaitu kawasan tropik dan
subtropik. Jamur ini lebih suka kondisi asam dan dapat tumbuh pada pH serendah
3,5. Pertumbuhan terhambat pada pH 7,5 (Ann, et al. , 2002).
Kultur dari fungi yang memproduksi pigmentasi cokelat ditransfer ke malt
ekstrak. Kultur diperiksa dibawah mikroskop cahaya untuk kehadiran miselium
arthrospora yang merupakan tipikal dari Phellinus noxius. Kultur yang positif
diletakkan pada agar miring malt ekstrak atau potato dekstrose agar (PDA) atau
air suling murni dan disimpan dalam ruang ber-AC (Supriadi, dkk, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Biakan murni Phellinus noxius pada media PDA
(Sumber: Anonimus, 2010a)
Daur Hidup Penyakit
Akar-akar yang sehat akan terjangkit jamur akar bila bersinggungan
dengan akar yang sakit atau dengan sisa-sisa akar yang mengandung jamur yang
bersangkutan. Dalam akar-akar yang besar jamur dapat bertahan selama bertahuntahun, khususnya jamur akar merah dan jamur akar cokelat (Semangun, 2000).
Gambar 3. Daur penyakit jamur akar cokelat
Sumber: (Bartz, F. , 2007)
atas kehormatan V. Brewster
Universitas Sumatera Utara
Gejala Serangan
Busuk
akar
cokelat
mungkin
terjadi
disemua
umur
tanaman.
Perkembangan penyakit dihampir semua jenis tanaman cepat. Daun-daun pada
tanaman yang sakit berganti warna dari warna normal menjadi hijau pucat
kemudian cokelat antara satu sampai dua bulan (Ann, et al. , 2002).
a)
b)
Gambar 4. Tubuh buah P. noxius di lapangan (a) muda (b) tua
Sumber: (Ann, et al. , 2002)
Pada penyakit akar cokelat permukaan akar diliputi oleh benang-benang
jamur yang mengikat butir-butir tanah dengan sangat erat, sehingga menjadi kerak
tanah yang sukar terlepas meskipun dicuci. Jika diperhatikan diantara butir-butir
tanah terdapat hifa jamur yang berwarna cokelat tua. Didalam kayu terdapat garisgaris cokelat yang terdiri atas jaringan jamur (Semangun, 2000).
Penyakit akar hanya dijumpai di kebun-kebun tertentu di Indonesia,
terutama di bekas kebun yang terserang penyakit dan pembongkaran akarnya
kurang bersih. Pada kebun tersebut kerugian yang diakibatkan bisa mengurangi
populasi pohon kakao sampai 50 persen. Kerusakan karena jamur akar ini
umumnya kurang mendapat perhatian yang serius. Alasannya masalah penyakit
Universitas Sumatera Utara
ini sudah ada sejak dulu dan perkembangannya lambat. Padahal kerusakan yang
diakibatkannya sangat fatal (Anonimus, 2008).
Tanaman yang menunjukkan gejala sakit biasanya telah terserang parah
sehingga tidak bisa ditolong lagi. Sebenarnya serangan jamur akar ini tidak boleh
dianggap ringan, walaupun perkembangannya lambat tetapi bisa mematikan
tanaman. Disamping menyerang tanaman kakao, jamur akar juga sering
menyerang tanaman peneduh dan tanaman sekeliling kebun. Kerusakan pada
tanaman lain juga bisa menular ke tanaman kakao. Begitu juga sebaliknya
kerusakan pada tanaman kakao dapat menyebabkan tanaman peneduh tertular dan
mengalami kematian (Anonimus, 2008).
Pengelolaan Penyakit
1. Kerugian karena penyakit akar dapat dicegah dengan membersihkan sisa-sisa
tanaman lama pada waktu membuka kebun kakao. Khususnya hal ini perlu
mendapat perhatian jika akan menanam kakao di bekas kebun karet yang
mendapat banyak gangguan jamur akar (Semangun, 2000).
2. Tanaman yang sakit dibongkar, sisa-sisa akar dibersihkan dan dibakar
(Semangun, 2000).
3. Tanaman yang telah mati akibat serangan jamur akar harus dibongkar berserta
akar-akarnya sampai bersih. Akar-akar tersebut dikumpulkan kemudian dibakar.
Pada lubang bekas bongkaran diberi belerang sebanyak 600 gram. Untuk bisa
ditanami lagi, lubang tersebut dibiarkan sekitar satu tahun. Tanaman selain kakao
yang tumbuh disekitar kebun atau pohon peneduh yang terserang jamur akar juga
Universitas Sumatera Utara
dibongkar apabila telah mati atau menunjukkan gejala serangan berat
(Semangun, 2000).
4. Untuk mencegah penyebaran ke tanaman lain, perlu dibuat parit isolasi sedalam
sekitar 80 cm pada daerah satu baris diluar tanaman mati. Hal ini untuk mencegah
penularan jamur akar terutama yang terjadi kontak akar atau perantaraan
rhizomorf (Anonimus, 2008).
5. Tanaman yang berada disekitar tanaman mati perlu dilakukan pemeriksaan akar
tunggangnya. Pada serangan awal akan tampak adanya tanda-tanda berupa
miselium atau rhizomorf pada permukaan akar. Miselium tersebut harus
dibersihkan dengan sikat kemudian akar dioles dengan fungisida khusus untuk
jamur akar. Ada beberapa fungisida yang cukup efektif misalnya Fomac 2, Calixin
CP, Sheel Collar Protectan, Ingro Paste (Anonimus, 2008).
6. Pada areal pertanaman, tanaman kakao yang terserang berat dibongkar sampai
ke akarnya dan dibakar ditempat itu juga. Lubang bekas bongkaran dibiarkan
terkena sinar matahari selama 1 tahun. Minimal 4 pohon disekitarnya diberi
Trichoderma sp. 200 gr/pohon pada awal musim hujan dan diulang setiap 6 bulan
sekali sampai tidak ditemukan gejala penyakit akar di areal pertanaman kakao
tersebut (Anonimus, 2004).
Trichoderma koningii Oud.
Sifat antagonis jamur Trichoderma sp. telah diteliti sejak lama. Inokulasi
Trichoderma sp. ke dalam tanah dapat menekan serangan penyakit layu yang
menyerang di persemaian, hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh toksin yang
dihasilkan jamur ini yang dapat diisolasi dari biakan yang ditumbuhkan di dalam
Universitas Sumatera Utara
petri. Spesies lain dari jamur ini telah diketahui bersifat antagonistik atau
parasitik terhadap jamur patogen tular tanah yang banyak menimbulkan kerugian
pada tanaman pertanian (Khairul, 2001)
Gambar 5. Biakan murni Trichoderma koningii pada media PDA
Sumber: (Anonimus, 2003)
Biologi Trichoderma koningii Oud.
Jamur ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom
: Fungi
Sub divisio
: Deuteromycotina
Kelas
: Hyphomycetes
Ordo
: Hyphales (Moniliales)
Famili
: Moniliaceae
Genus
: Trichoderma
Spesies
: Trichoderma koningii Oud.
(Agrios, 1996)
Jamur antagonis Trichoderma koningii mempunyai stadium teleomorf,
yaitu Hypocrasea ceramica Ellis & Everh. dan Hypocrea brunneo-lutea Doi.
Koloninya mencapai diameter 3-5 cm dalam waktu lima hari pada suhu 200 C di
medium
oatmeal
agar
(OA).
Konidiofornya
bercabang
seperti
pada
Universitas Sumatera Utara
Trichoderma viride, tetapi konidiumnya berdinding lembut, agak kasar, berbentuk
silinder pendek dengan bagian dasar terpotong, dan berukuran (3-4,8) x (1,9-2,8)
µ m (Soesanto, 2008).
Trichoderma
koningii
sering
diragukan
dengan
Trichoderma pseudokoningii Rifai, yang mempunyai kemiripan fialida dan
konidium. Akan tetapi, pada spesies Trichoderma pseudokoningii tersebut,
fialidanya sering muncul secara tunggal dan mendatar, serta keseluruhan sistem
konidiofor berbentuk agak memanjang dari piramid (Soesanto, 2008).
Fialides
Konidia
Konidiofor
Gambar 6. Trichoderma koningii
Sumber: Foto langsung
Ekologi Trichoderma koningii Oud.
Spesies Trichoderma adalah jamur tanah kosmopolitan (Waksman, 1952).
Mereka berkoloni dalam kisaran yang luas dalam nisia tanah dari suhu dingin
sampai iklim tropis pada tanah pertanian, tanah kebun buah, tanah hutan, tanah
padang rumput dan tanah padang pasir (Domsch et al., 1980; Hagn et al., 2003;
Roiger et al., 1991). Kondisi penyebaran alam dari saprofit Trichoderma
mengartikan bahwa jamur ini umumnya terdapat pada lapisan tanah atas (F dan H)
dimana kerapatan yang tinggi dari miselium dapat dijumpai khususnya dalam
Universitas Sumatera Utara
serasah
lembab
hutan
pohon
berdaun
jarum
(Danielson & Davey, 1973; Widden & Abitbol, 1980).
Jamur antagonis ini sering diisolasi dari tanah hutan, misalnya dibawah
pohon pinus atau berdaun jarum, acacia, nothofagus, pohon berdaun lebar lainnya,
pada pembibitan tanaman hutan, tanah hutan yang subur dibawah tetumbuhan
pioner dalam komunitas tanaman hutan, sangat sering diisolasi dari tanah
pertanian, tanah padang rumput, perkebunan jeruk, tanah kebun, kebun anggur,
tanah lapang gambut, tanah rawa, tanah bergaram, tanah berpasir tanah coklat,
podsolik, gua, dan disemua jenis tanah di dunia. Jamur ini sering dijumpai di
lapisan permukaan tanah, tetapi juga pada kedalaman tanah 120 cm, dan
umumnya pada habitat yang agak asam. Jamur juga sering dijumpai pada tanah
yang diperlakukan dengan alil alkohol atau beragam fungisida (Soesanto, 2008).
Jamur antagonis ini juga umum ditemukan di sisa-sisa tanaman , misalnya
dari Abies firma, Abies grandis, Picea sitchensis, Pinus sylvestris, Ginkyo biloba,
Castanea
sativus,
Allium
ascalonicum,
Spartina
townsendii,
Heraclium sphdylium, kayu yang terdedah ke tanah, tunggul Lentinus edoa, akar
gandum, buncis, bit gula, pinus, rizosfer cengkeh, kacang tanah, alfalfa, ketumbar,
kopi, kentang, gandum, oat, mikoriza Suilus luteus pada Pinus strobus, biji kapri,
Avena fatua, ampas jagung, sarang burung, bubur kertas, dan lainnya.
Perkecambahan konidium relatif tak peka terhadap mikostasis tanah. Pertumbuhan
in vitro tampak dihentikan oleh kontak hifa dengan tuber melanosporum
(Soesanto, 2008).
Perkecambahan konidium dibawah kondisi miskin hara memerlukan
sumber hara luar dan CO2. Perkecambahan lebih baik pada kondisi asam daripada
Universitas Sumatera Utara
kondisi netral, pengaruh keasaman dapat dikurangi dengan penggunaan ekstrak
kecambah (Soesanto, 2008).
Suhu optimum untuk pertumbuhannya adalah 260 C atau lebih tinggi,
tergantung pada asal isolat. Suhu maksimumnya 32-400 C dan optimum pH 3,76,0 pada tekanan CO2 normal. Pertumbuhan sangat dihambat oleh ion HCO3-,
tumbuh dengan baik pada potensi air -30 bar dan tidak dibawah -110 bar
(Soesanto, 2008).
Pertumbuhan optimum terjadi pada amino-N, diikuti oleh amonium, urea,
dan nitrat; yang diketahui sebagai sumber C yang sesuai termasuk D-fruktosa, Dribosa, selubiose, melibiosa, D-trehalosa, gliserol, meso-eritritol, dekstrin, Dmanosa, D-glukosa, D-silosa, maltosa, fruktosan, dan asam fumarat. Penguraian
selulosa dengan produksi C1, C2, β-glukosidase dan 1,4-β-glukan selobiohidrolase;
amilase, β-fruktofuranosidase, α-glukosidae, dan endo-1,3-β-silanase telah dicatat.
Trichoderma koningii juga akan tumbuh pada sodium polipektat dan pektin, dan
dua endopoligalaturonase; kitin dan tanin digunakan, dan ribonuklease, fenol
oksidase, dan enzim proteolisis dihasilkan. Dieldrin dilaporkan dapat diuraikan
oleh Trichoderma koningii in vitro (Soesanto, 2008).
Fase pertumbuhan mikroorganisme yang pada fase awal pertumbuhannya
lamban disebut lag phase, kemudian diikuti oleh suatu periode pertumbuhan yang
cepat disebut fase logaritmik atau fase eksponensial, kemudian mendatar (fase
statis), dan akhirnya diikuti oleh suatu penurunan populasi sel-sel hidup (fase
kematian atau fase penurunan) (Syatrawati, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Fisiologi Trichoderma koningii Oud.
Jamur antagonis Trichoderma koningii dalam mekanisme antagonisnya
membentuk senyawa dengan sifat mikostatis dan juga senyawa anti jamur,
meskipun
belum
dapat
diidentifikasi.
Di
laboratorium,
jamur
Trichoderma koningii mampu menghambat pertumbuhan jamur patogen
Rigidoporus lignosus, penyebab penyakit akar putih pada tanaman karet. Pada
tanah kebun jeruk, jamur tidak dapat menghambat jamur patogen Fusarium spp.
Akan tetapi, jamur mampu membelit hifa Lentinus edodes dan beberapa jamur
saprofit atau parasit lainnya. Beberapa isolat dijumpai mampu merangsang
produksi oospora dari Phytophthora cinnamomi. Pada tanah dengan kandungan
104_105 propagul g-1, Trichoderma koningii menghasilkan becak 70-100% pada
bibit jagung. Jamur tampak mempunyai toleran yang tinggi terhadap CO2
(Soesanto, 2008).
Isolat Trichoderma koningii mampu membunuh sklerotium antara 62100%.
Jamur
mikoparasit
ini
dengan
mudah
mengganti
penempatan
Trichoderms viride. Trichoderma koningii juga memarasit hifa hidup dari
miselium vegetatif dan basidium cendawan. Penyakit busuk basah lunak awalnya
menjadi pertanda cendawan yang mati pada bedengan, yang kemudian menyebar
ke cendawan hidup lainnya sebagai miselium yang tumbuh di permukaan medium
cendawan. Tudung cendawan terinfeksi berwarna cokelat ungu dan menjadi pecah
dan miselium melunak serta membusuk. Trichoderma koningii membentuk spora
dengan lemah bila dibandingkan dengan Trichoderma viride dan daerah tepung
berspora warna hijau muda Trichoderma koningii terbatas pada basidium
(Soesanto, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Trichoderma koningii dan spesies Trichoderma lainnya merupakan jamur
tular tanah, yang sekali diberikan dan menetap didalam tanah akan selamanya
menetap. Trichoderma koningii mampu berperan sebagai agensia penekan
terhadap patogen berbahaya, seperti Gaeumannomyces graminis var. tritici pada
gandum. Keaktifan Trichoderma koningii dipengaruhi oleh pH, yang menjadi
lebih besar pada tanah asam. Penambahan mikoparasit ini pada tanah asam juga
menyebabkan penekanan patogen yang diperlama, sedangkan penekanan tidak
akan
terjadi
bila
ditambahkan
pada
tanah
berkapur.
Penambahan
Trichoderma koningii buatan ke tanah yang terinfestasi patogen meningkatkan
potensi inokulumnya, mengurangi potensi inokulum patogen, dan menurunkan
keberadaan penyakit. Jamur antagonis mampu menghambat jamur patogen
pembentuk sklerotium, seperti Sclerotina sclerotium, Corticium rolfsii, dan
Rhizoctonia solani (Soesanto, 2008).
Keberadaan spora yang hidup pada suatu cendawan dengan media tempat
tumbuhnya menentukan persentase jumlah spora hidup yang dihasilkan
(Syatrawati, 2008).
Substrat atau media organik tempat tumbuh cendawan antagonis
berpengaruh dalam menghasilkan berbagai bentuk spora, zat anti cendawan
maupun anti bakteri. Kombinasi cendawan antagonis dan media organik yang
tepat harus digunakan agar dapat menekan penyakit dengan baik (Howell, 1991).
Universitas Sumatera Utara
Komposisi Nutrisi Media Organik
Jagung dan Beras
Biji jagung terdiri dari kulit ari, lembaga, tip cap dan endosperma.
Sebagian besar pati (85 %) terdapat pada endosperma. Pati terdiri dari fraksi
amilopektin (73 %) dan amilosa (27 %). Serat kasar terutama terdapat pada kulit
ari. Komponen utama serat kasar adalah hemiselulosa (41,16 %). Gula terdapat
pada lembaga (57 %) dan endosperma (15 %). Protein sebagian besar terdapat
pada
endosperma
(Anonimus,
2005).
Beras (Oryza sativa) terdiri dari dua jenis, yaitu Japonica yang ditanam di
tanah yang mempunyai musim dingin, dan Indica atau Javanica yang ditanam di
daerah tropis. Bagian yang berharga dari tanaman padi adalah gabah. Bila gabah
kering dikelupaskan kulit bijinya, diperoleh sekam yang berwarna kuning sampai
ungu kotor dengan jumlah sampai 20 % dari gabah kering dan isi biji yang disebut
dengan beras pecah kulit. Untuk perdagangan beras pecah kulit disosoh untuk
membuang
kulit
arinya (Anonimus,
2005).
Komposisi nutrisi jagung putih pipilan lebih tinggi dibandingkan beras
giling. Hal ini bisa dilihat pada tabel 1:
Tabel 1. Komposisi nutrisi jagung putih pipilan dan beras giling (sosoh)
Nama Bahan
Komponen (%)
Air
Protein
Karbohidrat
Serat
Abu
Kasar
Jagung putih pipilan
Beras giling (sosoh)
12,00
12,00
8,60
6,69
72,60
72,23
2,00
0,92
1,10
0,64
(Anonimusb, 2011)
Universitas Sumatera Utara
Dedak Padi
Dedak padi (hu’ut dalam bahasa sunda) merupakan hasil sisa dari
penumbukan atau penggilingan gabah padi. Dedak tersusun dari tiga bagian yang
masing masing berbeda kandungan zatnya. Ketiga bagian tersebut adalah; kulit
gabah yang banyak mengandung serat kasar dan mineral, selaput perak yang kaya
akan protein dan vitamin B1 juga lemak dan mineral, serta lembaga beras yang
sebagian besar terdiri dari karbohidrat yang mudah dicerna (Anonimusc, 2011).
Berhubung dedak merupakan campuran dari ketiga bagian tersebut diatas
maka nilai/ martabatnya selalu berubah-ubah tergantung dari proporsi bagianbagian tersebut. Dedak halus biasa merupakan hasil sisa dari penumbukan padi
secara tradisional (disebut juga dedak kampung). Dedak halus biasa ini banyak
mengandung komponen kulit gabah, juga selaput perak dan pecahan lembaga
beras. Kadar serat kasarnya masih cukup tinggi akan tetapi sudah termasuk dalam
golongan konsentrat karena kadar serat kasar dibawah 18%. Martabat pati-nya
termasuk rendah dan hanya sebagian kecil saja yang dapat dicerna.
Analisa nutrisi: 16.2% air, 9.5% protein, 43.8% bahan ekstrak tanpa N, 16.4%
serat kasar, 3.3% lemak dan 10.8% abu serta nilai martabat pati-nya 53.
(Anonimusc, 2011).
Universitas Sumatera Utara
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Percobaan
Penelitian
ini dilaksanakan di Rumah Kassa Fakultas Pertanian USU
dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl. Pelaksanaan dimulai bulan November 2010
sampai April 2011.
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kakao
lindak hibrida F1 TSH 858, pupuk kandang, top soil, air, polibag ukuran 3 kg,
aquades, biakan murni Trichoderma koningii, inokulum jamur Phelinus noxius,
Potato Destrose Agar (PDA), tissu gulung, klorox, jagung giling, beras, dedak,
dan potongan akar sehat yang akan dibuat menjadi food base P.