Uji Efikasi Beberapa Agensia Hayati Terhadap Hama Perusak Daun Tembakau Deli Di Sampali

(1)

UJI EFIKASI BEBERAPA AGENSIA HAYATI TERHADAP HAMA

PERUSAK DAUN TEMBAKAU DELI

DI SAMPALI

SKRIPSI

ADE SETIAWAN 030302033

H P T

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UJI EFIKASI BEBERAPA AGENSIA HAYATI TERHADAP HAMA

PERUSAK DAUN TEMBAKAU DELI

DI SAMPALI

SKRIPSI

ADE SETIAWAN 030302033

H P T

Komisi Pembimbing :

( Ir. Mena Uly Tarigan MS. ) ( Ir. Yuswani P. Ningsih, MS. )

Ketua Anggota

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ABSTRACT

ADE SETIAWAN “ Efication test of Some Involve Agent to Control pest of Deli tobacco’s leaf at Sampali “. This research was conducted in BPTD PTPN II Sampali with approximately 25 meters height from the sea surface. This research was using non factorial random group device with 10 treatments and 3 replications. The treatments using Involve agent, that is : K0 = without treatment (control), T1 = Bacillus thuringiensis 10g/l of water, T2 = Bacillus thuringiensis 15g/l of water, T3 = Bacillus thuringiensis 20g/l of water, P1 = Paecilomyces fumoso roseous 100g/l of water, P2 = Paecilomyces fumoso roseus 150g/l of water, P3 = Paecilomyces fumoso roseus 200g/l of water, B1 = Beauveria bassiana 100g/l of water, B2 = Beauveria bassiana 150g/l of water, B3 = Beauveria bassiana 200 g/l of water. The parameter which observed was attack intensity of pest of Deli tobacco’s leaf such as Helicoverpa armigera, and Valanga nigricornis. The result showed that the highest Attack intensity of Helicoverpa armigera are found at K0 equal to 24.85, proposing P1= 14.66, B1=14.62, T1=14.37, P2=13.66, P3=13.4, B2=13.00, T2=11.74, B3=11.66, and the lowest attack intensity are found at T3 equal to 11.55. the highest Attack intensity of Valanga nigricornis are found at K0 equal to 27.40, proposing T1=19.22, P1=18.18, T3=17.92, P2=17.73, P3=17.70, T2=17.44, B1=17.37, B2=17.36, and the lowest attack intensity are found at B3 equal to 17.03. By giving Involve agent with the correct dose for Deli tobacco will gain more effectiveness to depress the pest attack of pest of leaf. Giving Bacillus thuringiensis was better in operation of caterpillar pest but less effective in overcoming the Grasshopper pest. Beauveria bassiana agent have better ability in depressing the attack of Valanga nigricornis compared to other agent.


(4)

ABSTRAK

ADE SETIAWAN “Uji Efikasi Beberapa Agensia Hayati Terhadap Hama Perusak

Daun Tanaman Tembakau Deli Di Sampali “ Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tembakau Deli PTPN II Sampali dengan ketinggian tempat + 25m diatas permukaan laut. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) non factorial dengan 10 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan dengan meggunakan Agensia hayati yaitu : K0 = tanpa perlakuan (kontrol), T1 = Bacillus thuringiensis 10g/l air, T2 = Bacillus thuringiensis 15g/l air, T3 = Bacillus thuringiensis 20g/l air, P1 = Paecilomyces fumoso roseous 100g/l air, P2 = Paecilomyces fumoso roseus 150g/l air, P3 = Paecilomyces fumoso roseus 200g/l air, B1 = Beauveria bassiana 100g/l air, B2 = Beauveria bassiana 150g/l air, B3 = Beauveria bassiana 200 g/l air. Parameter yang diamati adalah Intensitas serangan Hama perusak daun tembakau Deli Helicoverpa armigera, dan Valanga nigricornis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Intensitas serangan hama Helicoverpa armigera tertinggi terdapat pada perlakuan K0 sebesar 24.85, menyusul P1=14.66, B1=14.62, T1=14.37, P2=13.66, P3=13.4, B2=13.00, T2=11.74, B3=11.66, dan intensitas serangan terendah terdapat pada perlakuan B3 sebesar 11.55. Intensitas serangan hama Valanga nigricornis tertinggi terdapat pada perlakuan K0 sebesar 27.40, menyusul T1=19.22, P1=18.18, T3=17.92, P2=17.73, P3=17.70, T2=17.44, B1=17.37, B2=17.36, dan intensitas serangan terendah terdapat pada perlakuan B3 sebesar 17.03. Pemberian Agensia Hayati dengan dosis yang tepat ke tanaman tembakau Deli lebih efektif menekan serangan hama perusak daun. Pemberian Agens Bacillus thuringiensis lebih baik dalam pengendalian hama ulat tetapi kurang efaktif dalam mengatasi hama Belalang. Agensia Beauveria bassiana memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menekan serangan Valanga nigricornis dibanding agensia lainnya.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.

Adapun judul dari Skripsi ini adalah “ Uji Efikasi Beberapa Agensia Hayati Terhadap Hama Perusak Daun Tanaman Tembakau Deli Di Sampali “ yang bertujuan untuk membandingkan kemampuan berbagai agensia hayati dalam mencegah hama-hama daun untuk menimbulkan kerusakan pada tanaman tembakau Deli. Dan juga sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada saat ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ir. Mena Uly Tarigan MS. Sebagai ketua komisi pembimbing dan Ir. Yuswani P. Ningsih, MS. Selaku anggota komisi pembimbing dan juga kepada

pembimbing lapangan penulis yang telah banyak memberikan masukan dalam penyelesaian Skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dami kesempurnaan Skripsi ini nantinya.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2008


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRACT………..i

ABSTRAK……….ii

RIWAYAT HIDUP………..iii

KATA PENGANTAR………..iv

DAFTAR ISI………..v

DAFTAR TABEL………vi

DAFTAR GAMBAR………...vii

DAFTAR LAMPIRAN………...viii

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang………..……….1

2. Tujuan Penelitian……….………..2

3. Hipotesis Penelitian……….…………. 2

4. Kegunaan Penelitian……….……… 2

II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Hama-hama Penting Tembakau Deli……….…………... 3

2. Klasifikasi dan Biologi Agensia Hayati………..………….. 4

2.1.Beauveria bassiana………..……… 4

2.2.Paecelomyces fumoso roseus………..………. 5

2.3.Bacillus thuringiensis………..………. 6

3. Mekanisme Kerja dan Gejala Infeksi Agensia Hayati………….………. 7

3.1.Beauveria bassiana……….………. 7

3.2.Paecelomyces fumoso roseus……….……….. 8

3.3.Bacillus thuringiensis……….……….. 9

4. Faktor yang Mempengaruhi Infeksi Entomopatogen………..10

4.1.Beauveria bassiana……….10

4.2.Paecelomyces fumoso roseus………..10

4.3.Bacillus thuringiensis………. 11

III. BAHAN DAN METODE 1. Waktu dan Tempat Penelitian……….……….12

2. Bahan dan Alat……….………12

3. Metode Penelitian………....12


(7)

4.1.Persiapan Pembibitan……….……….14

4.2.Penanaman……….……….15

4.3.Penyediaan Agensia Hayati………16

4.4.Aplikasi Agensia Hayati……….16

5. Parameter Pengamatan……….17

5.1.Intensitas Serangan……… 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil……….18

1.1Intensitas Serangan Helicoverpa armigera………..18

1.2Intensitas serangan Valanga nigricornis………..20

V. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan………..24

2. Saran………24

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

1. Rataan Intensitas serangan Helicoverpa armigera pada pengamatan I-V……….18 2. Rataan Intensitas serangan Valanga nigricornis pada pengamatan I-V…………20


(9)

DAFTAR GAMBAR

No Keterangan Hal

1. Beauveria bassiana……….6 2. Paecilomyces fumoso roseus………...7 3. Diagram mekanisme serangan Bacillus thuringiensis………...10 4. Histogram Intensitas serangan Helicoverpa armigera pada pengamatan V……..20 5. Belalang mati oleh Beauveria bassiana………22 6. Histogram Intensitas serangan Valanga nigricornis pada pengamatan V……....23


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Hal

1. Bagan penelitian………...26

2. Bagan tanaman sampel...………...……..27

3. Deskripsi tanaman Tembakau varietas F1-45………28

4. Intensitas Serangan Helicoverpa armigera Pada Pengamatan I………....29

5. Intensitas Serangan Helicoverpa armigera Pada Pengamatan II………...31

6. Intensitas Serangan Helicoverpa armigera Pada Pengamatan III……….33

7. Intensitas Serangan Helicoverpa armigera Pada Pengamatan IV……….35

8. Intensitas Serangan Helicoverpa armigera Pada Pengamatan V………..35

9. Intensitas serangan Valanga nigricornis Pada Pengamatan I………37

10. Intensitas serangan Valanga nigricornis Pada Pengamatan II………..39

11. Intensitas serangan Valanga nigricornis Pada Pengamatan III……….41

12. Intensitas serangan Valanga nigricornis Pada Pengamatan IV……….43


(11)

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Tembakau pertama kali di budidayakan di daerah Deli oleh seorang pelopor Belanda bernama Jacobus Nienhuys pada tahun 1864. Dalam tahun-tahun berikutnya, tembakau Deli menunjukkan prospek yang bagus. Tembakau Deli atau di Eropa dikenal sebagai Tembakau Sumatera merupakan tembakau kelas elit karena mempunyai keistimewaan dalam hal rasa, aroma, elastisitas dan warna abu putih serta daya baker yang merata, sehingga sangat baik untuk digunakan sebagai pembalut cerutu. Keistimewaan yang dimiliki tersebut membuat tembakau Deli tidak dapat digantikan posisinya dengan tembakau jenis lainnya ( Erwin dan Suyani N., 2000 ).

Salah satu hama yang paling merugikan tanaman tembakau adalah ulat pupus (Helicoverpa armigera). Serangga ini merusak tanaman pada stadia ulat/larva, memakan daun sehingga daun menjadi berlubang-lubang dan tidak utuh. Oleh karena itu maka Helicoverpa armigera merupakan hama yang serius di pertanaman tembakau ( Erwin, 2000 ).

Salah satu upaya untuk mengurangi efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan insektisida kimia adalah dengan menggunakan insektisida biologis dengan bahan aktif bakteri yang dapat mematikan serangga hama. Bacillus thuringiensis adalah bahan aktif dari insektisida biologi thuricide. Insektisida ini dapat digunakan sebagai salah satu komponen dalam pengendalian secara terpadu karena efektif terhadap hama sasaran dan relatif aman terhadap parasitoid dan predator ( Nurdin, Dani dan Kiman, 1993 ).


(12)

Untuk mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia dalam pengendalian organisme pengganggu tanaman ( OPT ) maka saat ini banyak agensia hayati yang digunakan dalam pengendalian hayati berupa virus, jamur, bakteri, nematode dan sebagainya. Untuk itu penulis tertarik untuk membandingkan berbagai macam Agensia hayati yang saat ini sedang digalakkan untuk mengendalikan hama perusak daun.

2. Tujuan Penelitian

Untuk membandingkan kemampuan Agensia Hayati Beauveria bassiana, Paecelomyces fumoso roseus, dan Bacillus thuringiensis dalam usaha penekanan tingkat kerusakan yang timbul akibat dari serangan hama-hama daun pada pertanaman Tembakau Deli.

3. Hipotesis Penelitian

- Diduga Beauveria bassiana, Paecilomyces, dan Bacillus thuringiensis mampu mengendalikan hama perusak daun tembakau Deli.

- Beauveria bassiana diduga memiliki kemampuan yang paling baik dalam mengendalikan hama-hama daun pada tanaman Tembakau Deli.

4. Kegunaan Penelitian

- Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

- Sebagai salah satu bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan dan penelitian berikutnya.


(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Hama Daun Tembakau Deli

Helicoverpa spp. (Lepidoptera, Noctuidae).

Gejala yang ditimbulkan adalah daun tembakau berlubang-lubang karena ulat memakan pupus dan daun atas. Pada saat memakan pupus kerusakan tidak nampak, tetapi setelah daun membesar, lubang daun terlihat jelas. Selain memakan daun, ulat juga menggerek kapsul (buah) dan memakan biji (Subiyakto, 1999).

Selain tanaman tembakau, tanaman inang yang lain adalah kapas, jagung, tomat, kedelai, buncis, gude, mawar, canthel, lobak, asparagus, dan jarak.

Hama ini biasanya meletakkan telurnya secara tunggal di permukaan bawah daun, telur berwarna krem atau kuning, bentuk oval, panjang berkisar 0,5 mm dan lebar 0,4 mm. Telur menetas 3-8 hari. Ulat muda berwarna putih kekuningan, kepala berwarna hitam. Ulat yang sudah besar warnanya bervariasi, hitam, hijau kekuningan, hijau, hijau kecoklatan, atau campuran dari warna-warna tersebut. Stadia ulat berlangsung 2-3 minggu. Pupa berada dalam tanah, berwarna coklat kekuningan, coklat kemerahan selanjutnya berwarna coklat gelap. Ukuran pupa Helicoverpa armigera lebih besar daripada pupa H. assulta. Panjang pupa 15-22 mm dan lebarnya 4-6 mm. Stadia pupa lamanya10-14 hari. Ngengat jantan berwarna cerah. Lama hidup ngengat 2-15 hari dengan panjang 18 mm dan rentangan sayap 30-40 mm. Satu betina mampu bertelur 200-2000 butir. Lama siklus hidup 29-58 hari (Subiyakto, 1999).


(14)

Valanga nigricornis Krauss. (Orthoptera, Acrididae).

Warna belalang kayu abu-abu kecoklatan, paha berwarna coklat dan betis kemerahan atau ungu. Panjang tubuh betina 58-71mm, sedangkan jantan 49-63mm. tempat berkembang biak belalang kayu yang utama adalah hutan jati dan apabila tidak tersedia daun jati maka ia akan berpindah ketanaman lain disekelilingnya (Rukmana, 1997).

Gejala serangan dari belalang kayu pada tanaman adalah termakannya daun yang biasanya dimulai dari bagian tepi daun menuju kedalam. Pada serangan berat dari serangga ini dapat menyebabkan habisnya daun dan menyisakan tulang daun (Rukmana, 1997).

Serangga dewasa berukuran panjang 49 – 71 mm dengan warna kecoklatan sampai hijau kekuningan. Betina dewasa memiliki alat peletak telur atau yang disebut ovipositor. Telur dimasukkan kedalam tanah sedalam 5 –8 cm. telur tersebut dibungkus engan massa busa yang kemudian mengering dan memadat, berwarna coklat dengan panjang 2 –3 cm. setelah 5 – 7,5 bulan telur menetas, biasanya pada awal musim hujan (Oktober – November) (Sudarmo, 2000).

2. Klasifikasi dan Biologi Agensia Hayati

2.1 Beauveria bassiana.

Beauveria bassiana adalah jamur yang hidup di dalam tanah dan terdapat di seluruh dunia, dapat menyebabkan penyakit terhadap berjenis serangga karena bertindak sebagai parasit yang mana tergolong kedalam jamur entomopatogenik. B. bassiana telah digunakan sebagai agensia hayati untuk mengendalikan berjenis serangga seperti rayap, kutu putih, dan jenis-jenis kumbang. B. bassiana ditemukan pada tahun 1835 oleh seorang ahli serangga


(15)

Italia Agostino bassi sebagai penyebab penyakit Muscardine pada ulat sutera (Anonim, 2007).

B. bassiana adalah jenis jamur yang tergolong dalam kelas Deuteromycetes (jamur tak sempurna). Jamur B. bassiana mempunyai percabangan yang pendek, dalam 32 jam tabung kecambah dapat mencapai panjang 80 mikron. Bila konidia terbentuk banyak, konidia tersusun rapat pada konidiofor, hifa utama mempunyai percabangan pendek kesamping dan sering kali berupa sudut siku-siku terhadap poros utama. Strain-strain B. bassiana pada periode yang sangat lama telah diketahui mampu mempertahankan virulensinya. Pemindahan yang sering dapat menurunkan virulensinya, untuk itu lebih baik menyimpan biakan tunggal perioda yang lama daripada memindahkan berulang-ulang jika ingin mendapatkan jamur yang mempunyai virulensi yang tinggi (Sweetman, 1963).

Gbr. 1. Beauveria bassiana Sumber : Wikipedia

2.2. Paecilomyces fumoso roseus.

Paecilomyces adalah jamur yang bersifat kosmopolitan yang hidup di tanah, sisa tanaman yang telah membusuk, dan produk makanan. Beberapa jenis dari Paecilomyces dapat diisolasi dari serangga. Paecilomyces tidak hanya merupakan pencemar, tetapi dapat juga menyebabkan infeksi/peradangan pada binatang dan manusia (Anonim, 2007).

Misellium jamur Paecilomyces ini bersekat, berwarna putih dan berubah menjadi kuning muda. Struktur konidia sangat sederhana, konidiofor pendek, sederhana atau


(16)

bercabang sangat pendek. Konidiofor pada saat tumbuh panjangnya 7-15 mikron dan bergaris tengah 1,5-2 mikron. Koloni jamur dalam media PDA tumbuh lebih cepat yaitu 27-29 mm dalam 7 hari dan 55-80 mm dalam 14 hari. Perkembangan jamur ini tidak terjadi pada suhu 80C, sangat lambat dan jarang pada suhu 100C– 140C. perkembangannya juga tidak terjadi pada suhu 300C atau lebih dari suhu optimum untuk pertumbuhan dan perkembangan jamur 23–250C (Brown and Smith, 1975).

Gbr 2. Paecilomyces fumoso roseus Sumber :

2.3. Bacillus thuringiensis

B. thuringiensis adalah bakteri gram positif yang berbentuk batang, aerobik dan membentuk spora. Banyak strain dari bakteri ini yang menghasilkan protein yang beracun bagi serangga. Sejak diketahuinya potensi dari protein kristal Bt sebagai agen pengendali serangga, berbagai isolat Bt dengan berbagai jenis protein kristal yang dikandungnya telah teridentifikasi. Sampai saat ini telah diidentifikasi protein kristal yang beracun terhadap larva dari berbagai ordo serangga yang menjadi hama pada tanaman pangan dan hortikultura. Kebanyakan dari protein kristal tersebut lebih ramah lingkungan karena mempunyai target yang spesifik sehingga tidak mematikan serangga yang bukan sasaran dan mudah terurai sehingga tidak menumpuk dan mencemari lingkungan (Anonim, 2006a).


(17)

B. thuringiensis menghasilkan toksin yang memiliki daya racun terhadap serangga hama tertentu. Spesifitas terhadap serangga tertentu dipengaruhi oleh komponen kimiawi toksin sehingga kisaran serangga sasarannya sempit (Lay,1993).

Toksin yang dihasilkan dikenal sebagai delta toksin yangterdapat didalam protein kristal serta tidak bersifat racun terhadap manusia dan vertebrata lainnya (Heimpel, 1967 dalam Lay 1993).

3. Mekanisme Kerja dan Gejala Infeksi Agens Hayati

3.1. B. bassiana

B. bassiana adalah jamur yang menginfeksi dengan menimbulkan warna putih pada serangga yang diserangnya. Ketika spora pada jamur ini melekat dengan bagian kutikula serangga yang mdah terkena, jamur ini berkecambah dan tumbuh secara langsung dari kutikula sampai bagian dalam dari inang. Jamur ini berkembang biak dalam tubuh serangga, menghasilkan toksin dan menginfeksi saluran nutrisi, setelah itu serangga mati. Oleh karena itu cara menginfeksi patogen ini tidak sama dengan bakteri. B. bassiana dan patogen jamur lainnya menginfeksi serangga dengan melakukan kontak dan tidak membutuhkan yang lainnya karena sudah melakukan infeksi (Anonim, 2006b).

Gejala serangga yang terinfeksi B. bassiana umumnya menunjukkan gejala tidak aktif bergerak. Gejala ini terlihat 3-10 hari setelah infeksi mula-mula hifa muncul pada permukaan tubuh yang lunak atau pada antar segmen. Akhirnya seluruh tubuh ditutupi oleh serbuk berwarna putih seperti kapur (Junianto, 1996).

Jamur B. bassiana mempunyai percabangan yang pendek. Dalam 32 jam tabung kecambah dapat mencapai panjang 80 mikron. Bila konidia terbentuk banyak, konidia tersusun rapat pada konidiofor, hifa utama memiliki percabangan pendek kesamping dan


(18)

sering kali berupa sudut siku-siku terhadap poros utama. Strain-strain B. bassiana pada periode yang sangat lemah diketahui mampu mempertahankan virulensinya (Sweetman,1963).

Gbr 3. Gejala infeksi B. bassiana pada ulat Sumber : Wikipedia

3.2. P. fumoso roseus

Infeksi P. fumoso roseus pada serangga dapat melalui kontak atau termakan masuk ke lambung. Melalui kontak, konidia jamur yang menempel pada permukaan kulit akan berkecambah dan melakukan penetrasi kedalam tubuh inangnya. Didalam tubuh serangga jamur akan memperbanyak diri, hifa jamur berkembang dengan mengisi seluruh jaringan dan akhirnya menyebabkan kematian pada serangga inangnya.

Serangga yang terinfeksi menunjukkan gejala gerakannya lambat, aktifitas makannya berkurang dan akhirnya tidak mau makan. Serangga yang terinfeksi akhirnya mati dengan tubuh yang mengeras dan dalam keadaan lembab sebagian atau seluruh permukaan tubuh serangga akan diselimuti permukaan jamur yang berwarna putih yang akan berubah menjadi kuning muda dan tampak seperti bertepung yang merupakan penampakan dari konidia yang terbentuk (Burgers, 1981).

Mekanisme penetrasi dimulai dengan pertumbuhan spora kutikula, selanjutnya hifa mengeluarkan enzim khitinase, lipase dan protease yang membantu dalam menguraikan kutikula serangga. Penetrasi kutikula berlangsung selama 12-24 jam di dalam epidermis. Miselia berkembang dan akhirnya dapat mencapai haemolimph larva dalam waktu 1-2 hari. Aktifias peredaran haemolimph akan rusak sehingga haemolimph kental dan berwarna pucat,


(19)

peredarannya lambat dan akhirnya berhenti. Pada saat ini larva mengalami paralisis , tubuh melemah dan akhirnya mati (Moore and Landecker, 1996).

3.3. B. thuringiensis

B. thuringiensis telah diproduksi dengan nama dagang Dipel WP, bakteri ini sebagai bahan aktifnya. Insektisida biologi ini bekerja sebagai racun lambung, berbentuk tepung dan dapat disuspensikan dengan air yang berwarna coklat kekuning-kuningan dan bersifat selektif untuk mengendalikan hama pada tanaman kubis dan tomat terutama jenis hama ulat (Indrago, 1991).

Cara kerja Dipel WP yaitu hama ulat yang memakan daun/bagian tanaman yang mengandung Dipel WP akan segera terganggu pencernaannya dan berhenti makan. Dalam waktu 1-3 hari kemudian ulat akan mati (Indrago, 1991).

Gejala luar infeksi B. thuringiensis pada Lepidoptera adalah penghilangan selera makan dan mobilitas larva berkurang dengan cepat setelh aplikasi. Larva kelihtan kurang tanggap terhadap sentuhan. Setelah larva mati, larva kelihatan mengkerut dan perubahan warna pun semakin jelas terlihat. Tubuh serangga yang mati menjadi lunak dan mengandung cairan. Kadang-kadang terjadi penghancuran integumen (dinding tubuh serangga bagian luar) di beberapa bagian tubuh larva. Kemudian larva menjadi busuk (Steinhaus, 1951).


(20)

Gbr 4.

Sumber : Wikipedia

4. Faktor Yang Mempengaruhi Infeksi Entomopatogen

4.1. B. bassiana

Efektivitas cendawan B. bassiana tersebut sangat tergantung pada keadaan patogen, inang dan faktor lingkungan yang selalu bervariasi. Hasilnya akan memuaskan bila epizootiknya terjadi pada populasi serangga yang tinggi. Penularan cendawan dapat melalui saluran eksternal, integumen dan penularan oleh serangga betina melalui telur atau pda permukaan telur dan infeksi cendawan ini sangat dipengaruhi oleh sinar matahari, suhu, kelembapan, dan derajat keasaman (pH) (Saranga dan Daud, 1993).

4.2. P. fumoso roseus

Terjadinya infeksi jamur P. fumoso roseus secara luas tergantung kepada besarnya populasidan kondisi iklim yang ideal (Poinar dan Thomas, 1984).

Di daerah tropis diketahui bahwa kelangsungan hidup konidia di permukaan tidak sampai 100% dalam beberapa hari. Konidia P. fumoso roseus pada umumnya akan menjadi rusak oleh perlakuan sinar matahari langsung, halflifenya 1-2 hari akan menjadi rusak sama sekali setelah satu minggu terkena sinar matahari penuh (Deoust and Pereira, 1986).


(21)

4.3. B. thuringensis

B. thuringensis menjadi tidak aktif bila diespose langsung ke sinar matahari. Di lapangan, cahaya merupakan faktor merugikan bagi spora bakteri ini, lama penyinaran 1 menit pengaruhnya berkurang 12 persen, 2 menit berkurang 50 persen dan 10 menit berkurang 99,9 persen (Falcon 1971 dalam Astuti, 1993).

Temperatur, berpengaruh terhadap spora bakteri, serangga dan perkembangannya. Spora B. thuringensis jika dibiarkan pada temperatur 50ºC kemampuan hidup spora berkurang dan 50% spora akan rusak.

Seleksi bakteri, efisiensi bakteri untuk mengendalikan hama dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berhubungan dengan species atau varietas bakteri yang dipilih. Seleksi bakteri adalah kekhususan inang, artiny bakteri dapat mematikan serangga tertentu saja (Bugerjen dan Martouret, 1971 dalam Astuti, 1993).

B. thuringensis mempunyai sifat selektif tidak beracun terhadap hama bukan sasaran atau manusia dan ramah lingkungan karena mudah terurai dan tidak meninggalkan residu yang mencemari lingkungan (Anonim, 2006a).


(22)

III. BAHAN DAN METODE

1. Tempat dan waktu percobaan

Penelitian ini rencananya akan dilaksanakan pada bulan November 2007 di kebun percobaan BPTD Sampali. Dengan ketinggian tempat + 25 meter dpl.

2. Bahan dan Alat

Adapun bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Beauveria bassiana, Paecilomyces fumoso roseus, Bacillus thuringiensis sebagai bahan yang diuji, air, top soil, bibit tanaman tembakau varietas F1-45, pupuk mixed (NPK 12,5 : 7,5 : 10), KNO3, kompos, dan bahan-bahan pendukung lainnya.

Adapun alat yang digunakan adalah hand sprayer sebagai alat penyemprot, meteran, cangkul, tali plastik, plang nama, label nama, alat tulis, gembor, pacak dan alat-alat pendukung lainnya.

3. Metode

Penelitian ini dilaksanakan dengan rancangan acak kelompok ( RAK ) non faktorial dengan 9 perlakuan sebagai berikut :

K0 = kontrol

B1 = Beauveria bassiana dengan konsentrasi 100 gr/liter

B2 = Beauveria bassiana dengan konsentrasi 150 gr/liter

B3 = Beauveria bassiana dengan konsentrasi 200 gr/liter

P1 = Paecilomyces fumoso roseus dengan konsentrasi 100 gr/liter

P2 = Paecilomyces fumoso roseus dengan konsentrasi 150 gr/liter

P3 = Paecilomyces fumoso roseus dengan konsentrasi 200 gr/liter

T1 = Bacillus thuringiensis dengan konsentrasi 10 gr/liter

T2 = Bacillus thuringiensis dengan konsentrasi 15 gr/liter


(23)

Jumlah perlakuan ( t ) = 10 (t-1) (r–1) ≥ 15

(10-1) ( r – 1 ) ≥ 15 9r – 9 ≥ 15 9r ≥ 15 + 9 r ≥ 24 / 9 r ≥ 2,66 r ≈ 3 r ( ulangan ) = 3

Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Setiap perlakuan terdiri dari 16 tanaman sehingga didapat jumlah tanaman 10 X 3 X 16 = 480 tanaman

Jumlah Plot : 10 x 3 = 30 plot Jarak antar plot : 50 cm

Jarak antar ulangan : 1 m Paret keliling : 30 cm

Ukuran plot : 210 cm x 195 cm Jarak tanam : 50 X 45 cm Jumlah tanaman per plot : 16 tanaman Jumlah tanaman sampel : 4 tanaman


(24)

Model linier yang digunakan :

Yij = µ + 1 + 1 + ij, i = 1, 2, ……..t

j = 1, 2, ……..b

Dimana : Yij = Respon atau nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ = Nilai tengah umum 1 = Pengaruh perlakuan ke-i

j = Pengaruh blok ke-j

ij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

t = Jumlah perlakuan b = Jumlah kelompok / blok (Sastrosupadi, 2000).

4. Pelaksanaan Penelitian

4.1. Persiapan Pembibitan

Persemaian pembibitan dibuat bedengan dengan ukuran 1 m × 6 m dengan arah Utara-Selatan. Naungan pembibitan dibuat dengan arah Timur-Barat dan tinggi tiang sebelah Timur 80 cm dan sebelah Barat 60 cm.

Tanah yang digunakan dalam pembibitan yaitu tanah humus (top soil), pasir dan kompos terlebih dahulu disterilkan dengan cara memasak atau mengukusnya dalam drum sampai mencapai 100° C, kemudian didinginkan. Setelah itu dicampurkan dengan perbandingan 5 : 3 : 2 top soil, pasir dan kompos kemudian diaduk sampai merata.

Permukaan bedengan dialasi dengan plastik lalu tanah yang telah dicampur tadi diratakan di atasnya setebal lebih kurang 10 cm. benih yang telah dikecambahkan selama


(25)

lebih kurang 72 jam ditabur secara merata pada bedengan pembibitan dengan mencampurnya dengan air di dalam gembor, lalu pembibitan tersebut ditutupi dengan alang-alang. Selama 15 hari di pembibitan dilakukan penyiraman setiap pagi dan sore hari tergantung pada keadaan cuaca. Beberapa hari sebelum bibit dicabut untuk dipindahkan ke plot pembibitan, naungan dibuka agar bibit dilatih untuk tahan terhadap terik matahari.

Plat pembibitan tersebut diisi dengan tanah. Bibit yang berumur 15 hari tadi ditanam pada plot pembibitan, juga dilakukan penyiraman pada pagi dan sore hari selama 30 hari di plot pembibitan. Setelah 30 hari kemudian dipindahkan ke lapangan.

4.2. Penanaman

Setelah areal pertanaman selesai diolah dan bibit telah berumur 30 hari maka bibit tersebut dipindahkan ke lapangan. Untuk membuat barisan tanaman yang teratur digunakan tali plastik yang telah diberi tanda sesuai dengan jarak tanam yang digunakan yaitu 45 cm × 50 cm. Plot dibuat berukuran 210 cm x 195 cm dengan lebar parit 30cm. Bibit dicabut langsung dari permukaan tanah, dan waktu penanaman tanahnya ditekan sedikit agar tegak pertumbuhannya dan tidak mudah rebah.

Pemeliharaan

Penyiraman dilakukan setiap hari, yang dilakukan setiap pagi dan sore hari ataupun tergantung pada cuaca. Penyiraman dilakukan selama tanaman masih dalam tahap pertumbuhan.


(26)

Penyiangan dilakukan satu kali dalam dua minggu atau tergantung pada keadaan gulma di lapangan. Penyiangan dilakukan dengan menggunakan cangkul atau dicabut secara langsung.

Pemupukan dilakukan dua kali yaitu pupuk ZA 21% 4 gram dan pupuk ZK 50% 6 gram per satu pokok. Pemberian pertama dilakukan 15 hari setelah tanam dan pemberian kedua 30 hari setelah tanam, sedang pupuk TSP 46% 6 gram diberikan sekaligus pada saat pertanaman dilakukan.

4.3. Penyediaan Agensia Hayati

Jamur B. bassiana dan P. fumoso roseus didapat dari BP2TP, berbentuk serbuk dan siap diaplikasikan. Jamur tidak dibiakkan lagi untuk mendapatkan patogenisitas yang optimal. Bacillus thuringiensis var. Kurstaki diperoleh dari produk biologi (Dipel). Proses inokulasi dilakukan langsung ke tanaman 10 hari setelah tanam.

Seluruh Agensia hayati yang digunakan diencerkan terlebih dahulu kedalam air secukupnya kemudian disaring dengan kain muslin dan siap diaplikasikan.

4.4. Aplikasi Agensia Hayati

Aplikasi Agensia hayati diaplikasikan langsung ke tanaman 10 hari setelah tanam. Takaran agensia hayati per tanaman dihitung menurut kebutuhan air tanaman. Aplikasi dilakukan pada sore hari dengan interval 10 hari. Pengamatan dimulai dari aplikasi pertama dengan interval waktu 10 hari.]


(27)

5. Parameter pengamatan

5.1. Intensitas Serangan

Pengamatan Intensitas Serangan Hama dimulai dari aplikasi pertama hingga 50 hari setelah tanam dengan interval waktu pengamatan 10 hari. Intensitas Serangan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

I = ∑(n x v) x 100% Z x N

Keterangan :

I = Intensitas Serangan

n = Jumlah daun yang diamati dari setiap kategori kerusakan v = Nilai skala dari setiap kategori serangan

Z = Nilai skala dari setiap kategori kerusakan yang tertinggi N = Jumlah daun yang diamati

Skala untuk setiap kategori kerusakan : 0 : Tidak terdapat kerusakan pada daun 1 : Terdapat kerusakan lebih dari 0% - 20% 3 : Terdapat kerusakan lebih dari 20% - 40% 5 : Terdapat kerusakan lebih dari 40% - 60% 7 : Terdapat kerusakan lebih dari 60% - 80% 9 : Terdapat kerusakan lebih dari 80%


(28)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Adapun hasil penelitian uji efikasi beberapa agensia hayati terhadap hama perusak daun tembakau Deli di lapangan adalah sebagai berikut :

1. Intensitas Serangan

1.1 Hama Helicoverpa armigera

Hasil pengmatan Intensitas serangan Helicoverpa armigera mulai dari pengamatan I, II, III, IV dan V dapat dilihat pada lampiran 4.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan yang diuji memberikan pengaruh yang nyata dan sangat nyata terhadap populasi larva H. armigera kecuali pada pengamatan I (10 hst) memberikan pengaruh yang tidak nyata. Hal ini disebabkan karena pada pengamatan I baru dilakukan aplikasi atau penyemprotan agensia terhadap tanaman.

Rataan Intensitas serangan Helicoverpa armigera mulai dari pengamatan I, II, III, IV, dan V dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Rataan Intensitas Serangan (%) Helicoverpa armigera pada pengamatan I,II, III, IV, dan V.

Dari seluruh pengamatan yaitu I, II, III, IV, dan V menunjukkan intensitas serangan paling kecil terdapat pada perlakuan Bacillus Thuringiensis (T3). Hal ini disebabkan cara kerja


(29)

Dipel WP yang berupa racun lambung apabila hama ulat yang memakan bagian tanaman yang mengandung Dipel WP akan segera terganggu pencernaannya dan dapat berhenti makan (Indrago, 1991).

Begitu pula pada perlakuan Beauveria bassiana (B3). Intensitas serangan hama relative kecil. Hal ini disebabkan karena cara kerja jamur B. bassiana yang dapat menginfeksi secara langsung ulat yang memakan ataupun terkena jamur ini melalui kutikula dan menyebabkan ulat tidak aktif bergerak sehingga kegiatan makan juga terhambat (Junianto, 1996).

Pada perlakuan Bacillus thuringiensis terlihat kecendrungan rendahnya Intensitas serangan seiring dengan meningkatnya konsentrasi insektisida. Demikian juga halnya dengan Beauveria bassiana. Hal ini dapat dilihat padaseluruh waktu pengamatan menunjukkan pengaruh yang nyata. Semakin tinggi konsentrasi insektisida yang diberikan maka jumlah larva yang terinfeksi semakin banyak.

Demikian menurut Huffaker dan Messenger (1989), bahwa dengan pemberian inokulum secara sengaja, besarnya persentase serangga yang terkena pengaruhnya meningkat bersama dengan meningkatnya dosis.

Untuk lebih jelasnya hasil tersebut dapat dilihat pada histogram gambar

0 5 10 15 20 25

K0 T1 T2 T3 P1 P2 P3 B1 B2 B3

Intensitas serangan


(30)

Pada histogram diatas terlihat bahwa populasi larva semakin rendah seiring dengan meningkatnya konsentrasi insektisida yang diberikan ke tanaman tembakau.

1.2. Hama Valanga nigricornis

Pengamatan Intensitas serangan Valanga nigricornis dapat dilihat pada lampiran 9. Hasil sidikragam menunjukkan bahwa perlakuan yang diuji memberikan pengaruh yang nyata terhadap intensitas serangan Valanga nigricornis kecuali pada pengamatan I memberikan pengaruh yang tidak nyata. Hal ini disebabkan karena pada pengamatan I baru dilakukan penyemprotan agensia.

Rataan intensitas serangan Valanga nigricornis pada pengamatan I, II, III, IV, dan V dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Rataan Intensitas serangan (%) Valanga nigricornis pada pengamatan I, II, III, IV, dan V.

Pengamatan (%)

Perlakuan I II III IV V

KO 8.14 8.59a 13.48a 15.63A 27.40A T1 5.08 5.44bc 9.59bc 10.18BC 19.22B T2 4.20 4.33c 8.44bcd 8.99BCD 17.44C T3 3.40 5.44bc 8.03bcd 8.44BCD 17.92BC P1 4.87 5.88bc 9.63b 10.40B 18.88BC P2 4.74 4.81bc 8.85bcd 9.44BCD 17.73BC P3 3.70 5.07bc 7.73d 8.26CD 17.70BC B1 1.00 4.18c 9.03bcd 9.62BCD 17.37C B2 3.00 5.11bc 8.14bcd 8.66BCD 17.36C B3 1.33 6.18b 7.48d 8.14D 17.03C

Keterangan : Perlakuan dengan notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak Duncan

Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan kontrol K0 memiliki intensitas serangan yang paling tinggi. Intensitas serangan yang terendah terdapat pada perlakuan B3 ( Beauveria bassiana ) hal ini disebabkan karena Beauveria memang memiliki reputasi yang baik dalam


(31)

mengendalikan hama Valanga sp. Adapun Belalang yang terinfeksi jamur ini akan menunjukkan gejala berupa terdapatnya misellium jamur berwarna putih dipermukaan tubuh. Jamur tumbuh didalam tubuh serangga yang kemudian akan membunuh serangga (Anonimus, 2007).

Infeksi Beauveria bassiana pada belalang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gbr. 5 : Belalang mati oleh B. bassiana

Pada perlakuan Paecilomyces, perlakuan memang menunjukkan pengaruh nyata pada intensitas serangan Valanga nigricornis, tetapi relatif masih kurang efektif begitu juga pada perlakuan dengan Bacillus thuringiensis dibandingkan dengan perlakuan Beauveria bassiana seperti terlihat pada tabel.

Tetapi, dalam intensitas serangan Hama belalang dapat dilihat bahwa tidak satupun dari perlakuan yang sangat efektif untuk mengendalikan hama ini seperti terlihat pada tabel, bahwa intensitas serangan terkecil tidak selalu pada perlakuan yang sama. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh letak lahan yang dikelilingi oleh pertanaman jati yang mana adalah tempat hidup utama belalang kayu. Mobilitas belalang kayu serta curah hujan yang relatif tinggi juga sangat berpengaruh terhadap tingginya intensitas serangan.

Semakin tingginya dosis yang diberikan dinilai dapat mengurangi intensitas serangan yang terjadi, hal ini terlihat pada perlakuan Bacillus thuringiensis, perlakuan T3 (Dipel WP


(32)

20g/l air) intensitas serangan Valanga nigricornis lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan T2 (Dipel WP 15g/l air) dan T1 (Dipel WP 10g/l air).

Untuk lebih jelasnya besarnya intensitas serangan Valanga nigricornis pada 50 hari setelah tanam (pengamatan V) dapat dilihat pada histogram gambar 6.

0 5 10 15 20 25 30

K0 T1 T2 T3 P1 P2 P3 B1 B2 B3

Intensitas serangan

Gbr. 6. Histogram Intensitas serangan Valanga nigricornis pada pengamatan V

Histogram pada gbr 6 menunjukkan bahwa intensitas serangan T3 terendah jika dibandingkan dengan T2 dan T1. Demikian pula P3 lebih rendah jika dibandingkan dengan P1 dan P2. Hal yang sama juga terjadi pada perlakuan B3 yang lebih rendah jika dibandingkan dengan B1 dan B2. Hal ini menunjukkan bahwa B3 (Beauveria bassiana 200g/l air) adalah konsentrasi yang tepat untuk menekan serangan hama Valanga nigricornis, begitu pula dengan P3 (Paecilomyces 200g/l air) dan T3 (Bacillus thuringiensis 20g/l air).


(33)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Beauveria bassiana, Paecilomyces fumoso roseus, dan Bacillus thuringiensis dapat menekan tingkat kerusakan yang timbul akibat dari serangan hama-hama daun pada pertanaman Tembakau Deli.

2. Intensitas serangan hama Helicoverpa armigera tertinggi terdapat pada perlakuan K0 sebesar 24.85, menyusul P1= 14.66, B1=14.62, T1=14.37, P2=13.66, P3=13.4, B2=13.00, T2=11.74, B3=11.66, dan intensitas serangan terendah terdapat pada perlakuan T3 sebesar 11.55.

3. Intensitas serangan hama Valanga nigricornis tertinggi terdapat pada perlakuan K0 sebesar 27.40, menyusul T1=19.22, P1=18.18, T3=17.92, P2=17.73, P3=17.70, T2=17.44, B1=17.37, B2=17.36, dan intensitas serangan terendah terdapat pada perlakuan B3 sebesar 17.03.

4. Pemberian Agens Bacillus thuringiensis lebih baik dalam pengendalian hama ulat. 5. Agensia Beauveria bassiana memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menekan

serangan Valanga nigricornis dibanding agensia lainnya.

6. Pemberian agens Paecilomyces fumoso roseus dapat menekan tingkat intensitas serangan Helicoverpa armigera dan Valanga nigricornis.

Saran

Perlu adanya penelitian lebih lanjut penggunaan Beauveria bassiana, Bacillus thuringiensis, dan Paecilomyces pada tanaman tembakau Deli untuk dapat


(34)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2000. Capsid Bugs. University Collage London, Clarendon Press, Oxford. http://www.rosefinder.com/plantcare/capsidbug.html (7 Maret 2000)

______, 2006a, Bacillus thuringensis (bt

tanggal 3 April 2006.

______, 2006b, Integrated Pest Management Bulletin, Microbial Insectiside: Beauveria

bassiana. . Akses tanggal

3 April 2006.

Austi, R. 1993. Uji Pathogenitas Bacillus thuringensis terhadap Hymenia recurvalis F. Fakultas Pertanian, Universitas Medan Area.

Brown A.H.I and Smith, 1975. The Genus Paecilomyces Bainer and Its Perfect Stage Byssochamys Westling. Trans Brit. Mycol. Hal 40: 17-89.

Burgers H.D. and Tehsey, 1981. Mikrobial Control of Pest Disease. Academis Press. Yogyakarta. Hal 815.

Deoust R.A. and R.M. Pereira, 1986. Stability of Entomopatogenic of Fungi Beauveria bassiana and Metarrhizium anisopliae on Bettle Attacted to tubers and Cowpec Poliage in Brazil. Environ. Entomol. Hal 15.

Erwin dan Suryani N. 2000, Perlindungan Tanaman Tembakau Deli, Balai Penelitian Tembakau Deli, PTPN-II (Persero), Tanjung Morawa, Medan.

Erwin, 2000. Hama dan Penyakit Tembakau Deli. Balai Penelitian Tembakau Deli,PTPN-II (Persero), Tanjung Morawa, Medan.

Indrago Inc. 1991. Keterangan Singkat PT. Indrago Inc. (PT. Abbot), Jakarta.

Junianto Y.D., 1996. Pengenalan Agens Pengendalian Hayati dan Pemanfaatannya Pada Tanaman Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember.

Lay B.W. 1993. Serelogical Distribution of Bacillus thuringensis in Indonesian Jurnal of Tropical Agriculture. Bogor Agricultural University. Vol 3(2) hal. 29.

Messenger P.S. and Huffaker C.B. 1989. Teori dan Praktek Pengendalian Biologis. Penerjemah Suprapto Mangundiharjo Kasumbogo Untung. Universitas Indonesia. Moore E. dan Landacker, 1996. Fundamental of Fungi. Prentice International Inc. Hal


(35)

Nurdin F., J. Ghani dan Z. B. Kiman, 1993. Pengaruh beberapa konsentrasi Insektisida Biologi Thuricide HP Terhadap Mortalitas Ulat Grayak ( Spodoptera litura ) Pada Tanaman Kedelai. Prosiding Simposium Patologi Serangga I, Yogyakarta.

Poinar, G.O.Jr dan G.M. Thomas, 1984. Laboratory Guide to Natural Enemies in North America.

Rukmana, R. dan Sugandi, U., 1997, Hama tanaman dan teknik pengendalian. Kanisius, Yogyakarta.

Saranga A.P. dan I.D. Daud, 1993. Prospek Pemanfaatan Patogen Serangga Untuk Pengendalian Serangga Hama di Sulawesi Selatan. Prosiding Makalah Simposium Patologi Serangga I. Yogyakarta. Hal 86.

Sweetman, 1963. The Principles of Biological Control W.M.C. Brown Company Dubuque. Steinhaus E.A. 1951. Posible Use on B. thueingensis berliner As And In Aid in The

Biological Control of Alfalfa Caterpilar. Hilgardia. Hal 359-381.

Sudarmo, S., 2000. Tembakau. Pengendalian Hama dan Penyakit. Kanisius, Yogyakarta. Hal 53.


(36)

Lampiran 1

BAGAN PENELITIAN

14 m

II IV V III I

1m 30cm 50 cm 18 m U

S B1 T2 T1 P2 T3 P1 T3 B3 P3 B3 P3 K0 P1 B1

T2 T1

B2 T2 B3 B2 P2 T3 K0 P2 T1 B1 K0 P1 B2 P3


(37)

Lampiran 2

BAGAN TANAMAN SAMPEL

185 cm

U

250 cm

S

Keterangan :

: Tanaman tembakau

: Tanaman sampel

25 cm

45 cm 50 cm

100 cm


(38)

Lampiran 3

DESKRIPSI TANAMAN TEMBAKAU DELI (Nicotiana tabacum L.)

Varietas : F1-45

Bentuk permukaan daun : Ovalis/rata Urat daun : Halus Tepi daun : Rata

Warna daun : Hijau terang Panjang daun pasir (cm) : 38,6

Panjang daun kaki I (cm) : 48,23 Panjang daun kaki II (cm) : 19,12 Lebar daun pasir (cm) : 22,43 Lebar daun kaki I (cm) : 28,61 Lebar daun kaki II (cm) : 28,92 Tebal daun pasir (cm) : 0,38 Tebal daun kaki I (cm) : 0,29 Tebal daun kaki II (cm) : 0,28 Tinggi tanaman (cm) : 215 Diameter batang (cm) : 2,3 Intermedia (cm) : 7,5 Jumlah daun perpokok (hl) : 42 Jumlah daun produksi (hl) : 26 Mulai tanaman berbunga (hr) : 55-60 Sumber : BPTP PTPN II Sampali


(39)

Lampiran 4

Intensitas Serangan Helicoverpa armigera Pada Pengamatan I Ulangan

Perlakuan

I II III Total Rataan KO 4.44 1.11 2.77 8.32 2.77 T1 0.55 4.44 2.77 7.76 2.59 T2 1.11 2.22 0.00 3.33 1.11 T3 1.11 1.11 3.33 5.55 1.85 P1 0.00 3.88 0.00 3.88 1.29 P2 3.33 0.00 3.33 6.66 2.22 P3 2.77 1.11 2.77 6.65 2.22 B1 1.11 3.33 2.77 7.21 2.40 B2 2.77 1.66 2.77 7.20 2.40 B3 2.77 1.66 1.66 6.09 2.03 Total 19.96 20.52 22.17 62.65

Rataan 2.00 2.05 2.22 2.09 Intensitas Serangan H. armigera Transformasi Arcsin Vx

Ulangan Perlakuan

I II III Total Rataan KO 12.16 6.05 9.58 27.79 9.26

T1 4.25 12.16 9.58 26.00 8.67 T2 6.05 8.57 1.28 15.90 5.30 T3 6.05 6.05 10.51 22.61 7.54 P1 1.28 11.36 1.28 13.92 4.64 P2 10.51 1.28 10.51 22.31 7.44 P3 9.58 6.05 9.58 25.21 8.40 B1 6.05 10.51 9.58 26.14 8.71 B2 9.58 7.40 9.58 26.56 8.85 B3 9.58 7.40 7.40 24.39 8.13 Total 75.10 76.84 78.90 230.83 Rataan 7.51 7.68 7.89 7.69 Daftar Sidik Ragam

sk dB JK KT Fhit F.05 F.01 Ulangan 2 0.72 0.36 0.03 tn 3.55 6.01 Perlakuan 9 64.91 7.21 0.54 tn 2.46 3.60

Galat 18 241.68 13.43

Total 29 307.31 FK 1776.10

KK 48%

Keterangan : ** = Sangat nyata * = Nyata


(40)

Lampiran 5

Intensitas Serangan Helicoverpa armigera pada pengamatan II Ulangan

Perlakuan

I II III Total Rataan KO 5.55 6.33 4.88 16.76 5.59

T1 2.44 5.55 3.33 11.32 3.77 T2 2.77 2.44 3.33 8.54 2.85 T3 2.77 2.22 3.33 8.32 2.77 P1 4.44 3.88 5.88 14.20 4.73 P2 4.44 2.44 3.33 10.21 3.40 P3 2.77 2.22 3.88 8.87 2.96 B1 2.77 3.88 4.44 11.09 3.70 B2 3.33 2.77 4.22 10.32 3.44 B3 2.77 1.66 2.77 7.20 2.40 Total 34.05 33.39 39.39 106.83 Rataan 3.41 3.34 3.94 3.56

Intensitas Serangan H. armigera Transformasi Arcsin Vx Ulangan

Perlakuan

I II III Total Rataan KO 13.63 14.57 12.76 40.96 13.65

T1 8.99 13.63 10.51 33.13 11.04 T2 9.58 8.99 10.51 29.08 9.69 T3 9.58 8.57 10.51 28.66 9.55 P1 12.16 11.36 14.03 37.56 12.52 P2 12.16 8.99 10.51 31.67 10.56 P3 9.58 8.57 11.36 29.51 9.84 B1 9.58 11.36 12.16 33.10 11.03 B2 10.51 9.58 11.85 31.95 10.65 B3 9.58 7.40 9.58 26.56 8.85 Total 105.36 103.01 113.81 322.18 Rataan 10.54 10.30 11.38 10.74

Daftar Sidik Ragam

sk dB JK KT Fhit F.05 F.01 Ulangan 2 6.45 3.23 1.84 tn 3.55 6.01 Perlakuan 9 56.24 6.25 3.57 * 2.46 3.60

Galat 18 31.52 1.75

Total 29 94.21 Fk 3460.07


(41)

Uji Jarak Duncan Sy 0.44

P 2 3 4 5 6 7 8 9 10

SSR 0,05 2.97 3.12 3.21 3.27 3.32 3.35 3.37 3.39 3.41 LSR 0.05 1.31 1.38 1.42 1.44 1.46 1.48 1.49 1.50 1.50 5.59 Rataan 2.40 2.77 2.85 2.96 3.40 3.44 3.70 3.77 4.73 5.59 B3 T3 T2 P3 P2 B2 B1 T1 P1 K0

a b


(42)

Lampiran 6

Intensitas Serangan Helicoverpa armigera pada pengamatan III Ulangan

Perlakuan

I II III Total Rataan KO 12.33 10.00 12.33 34.66 11.55

T1 7.22 5.55 5.55 18.32 6.11 T2 4.44 5.22 5.00 14.66 4.89 T3 4.44 4.44 5.55 14.43 4.81 P1 9.77 6.33 8.33 24.43 8.14 P2 5.66 4.33 7.22 17.21 5.74 P3 5.33 6.66 6.66 18.65 6.22 B1 8.11 5.22 5.55 18.88 6.29 B2 4.44 6.11 4.88 15.43 5.14 B3 5.55 6.22 3.88 15.65 5.22 Total 67.29 60.08 64.95 192.32 Rataan 6.73 6.01 6.50 6.41

Intensitas Serangan H. armigera Transformasi Arcsin Vx Ulangan

Perlakuan

I II III Total Rataan KO 20.56 18.43 20.56 59.55 19.85

T1 15.59 13.63 13.63 42.84 14.28 T2 12.16 13.21 12.92 38.29 12.76 T3 12.16 12.16 13.63 37.95 12.65 P1 18.21 14.57 16.78 49.56 16.52 P2 13.76 12.01 15.59 41.36 13.79 P3 13.35 14.96 14.96 43.26 14.42 B1 16.55 13.21 13.63 43.38 14.46 B2 12.16 14.31 12.76 39.24 13.08 B3 13.63 14.44 11.36 39.43 13.14 Total 148.13 140.93 145.80 434.86 Rataan 14.81 14.09 14.58 14.50

Daftar Sidik Ragam

sk dB JK KT Fhit F.05 F.01 Ulangan 2 2.70 1.35 0.72 tn 3.55 6.01 Perlakuan 9 130.67 14.52 7.71 ** 2.46 3.60

Galat 18 33.89 1.88

Total 29 167.27 FK 6303.46


(43)

Uji Jarak Duncan Sy 0.46

P 2 3 4 5 6 7 8 9 10

SSR

0,05 2.97 3.12 3.21 3.27 3.32 3.35 3.37 3.39 3.41 LSR

0.05 1.36 1.43 1.47 1.50 1.52 1.53 1.54 1.55 1.56 11.55 Rataan 4.81 4.89 5.14 5.22 5.74 6.11 6.22 6.29 8.14 11.55 T3 T2 B2 B3 P2 T1 P3 B1 P1 K 0

.A B


(44)

Lampiran 7

Intensitas Serangan Helicoverpa armigera pada pengamatan IV Ulangan

Perlakuan

I II III Total Rataan KO 17.88 15.62 19.22 52.72 17.57

T1 12.22 10.33 13.33 35.88 11.96 T2 7.22 8.88 8.88 24.98 8.33 T3 9.88 6.66 7.22 23.76 7.92 P1 13.77 10.88 9.33 33.98 11.33 P2 7.77 9.33 14.33 31.43 10.48 P3 8.88 9.33 12.11 30.32 10.11 B1 12.44 11.33 10.77 34.54 11.51 B2 10.33 8.88 7.77 26.98 8.99 B3 10.33 8.44 6.33 25.10 8.37 Total 110.72 99.68 109.29 319.69 Rataan 11.07 9.97 10.93 10.66

Intensitas Serangan H. armigera Transformasi Arcsin Vx Ulangan

Perlakuan

I II III Total Rataan KO 25.01 23.28 26.00 74.30 24.77

T1 20.46 18.75 21.41 60.62 20.21 T2 15.59 17.34 17.34 50.26 16.75 T3 18.32 14.96 15.59 48.86 16.29 P1 21.78 19.26 17.79 58.83 19.61 P2 16.19 17.79 22.24 56.21 18.74 P3 17.34 17.79 20.36 55.49 18.50 B1 20.65 19.67 19.16 59.48 19.83 B2 18.75 17.34 16.19 52.27 17.42 B3 18.75 16.89 14.57 50.21 16.74 Total 192.84 183.05 190.65 566.53 Rataan 19.28 18.30 19.06 18.88

Daftar Sidik Ragam

sk dB JK KT Fhit F.05 F.01 Ulangan 2 5.28 2.64 0.83 tn 3.55 6.01 Perlakuan 9 167.87 18.65 5.89 ** 2.46 3.60

Galat 18 57.03 3.17

Total 29 230.19 FK 10698.60


(45)

Uji Jarak Duncan

Sy 0.59

P 2 3 4 5 6 7 8 9 10

SSR 0,05 2.97 3.12 3.21 3.27 3.32 3.35 3.37 3.39 3.41 LSR 0.05 1.76 1.85 1.90 1.94 1.97 1.99 2.00 2.01 2.02 17.57 Rataan 7.92 8.33 8.37 8.99 10.11 10.48 11.33 11.51 11.96 17.57

T3 T2 B3 B2 P3 P2 P1 B1 T1 K0 .A

B C

D E

F G


(46)

Lampiran 8

Intensitas Serangan Helicoverpa armigera pada pengamatan V Ulangan

Perlakuan

I II III Total Rataan KO 25.44 29.22 19.88 74.54 24.85

T1 15.33 14.00 13.77 43.10 14.37 T2 12.44 10.33 12.44 35.21 11.74 T3 12.44 9.22 13.33 34.99 11.66 P1 14.33 15.33 14.33 43.99 14.66 P2 10.33 13.44 17.22 40.99 13.66 P3 12.44 15.33 12.44 40.21 13.40 B1 15.33 15.77 12.77 43.87 14.62 B2 13.33 15.33 10.33 38.99 13.00 B3 11.33 13.44 9.88 34.65 11.55 Total 142.74 151.41 136.39 430.54

Rataan 14.27 15.14 13.64 14.35

Intensitas Serangan H. armigera Transformasi Arcsin Vx Ulangan

Perlakuan

I II III Total Rataan KO 30.29 32.72 26.48 89.49 29.83

T1 23.05 21.97 21.78 66.81 22.27 T2 20.65 18.75 20.65 60.05 20.02 T3 20.65 17.68 21.41 59.74 19.91 P1 22.24 23.05 22.24 67.54 22.51 P2 18.75 21.51 24.52 64.77 21.59 P3 20.65 23.05 20.65 64.36 21.45 B1 23.05 23.40 20.94 67.39 22.46 B2 21.41 23.05 18.75 63.21 21.07 B3 19.67 21.51 18.32 59.50 19.83 Total 220.42 226.68 215.75 662.85 Rataan 22.04 22.67 21.57 22.10

Daftar Sidik Ragam

sk dB JK KT Fhit F.05 F.01 Ulangan 2 6.02 3.01 0.85 tn 3.55 6.01 Perlakuan 9 228.24 25.36 7.14 ** 2.46 3.60

Galat 18 63.95 3.55

Total 29 298.21 FK 14645.73


(47)

Uji Jarak Duncan Sy 0.63

P 2 3 4 5 6 7 8 9 10

SSR 0,05 2.97 3.12 3.21 3.27 3.32 3.35 3.37 3.39 3.41 LSR 0.05 1.87 1.96 2.02 2.05 2.09 2.10 2.12 2.13 2.14 24.85 Rataan 11.55 11.66 11.74 13 13.4 13.66 14.37 14.62 14.66 24.85

T3 B3 T2 B2 P3 P2 T1 B1 P1 K0 .A B

C D

E F


(48)

Lampiran 9

Intensitas serangan Valanga nigricornis Pada Pengamatan I Ulangan

Perlakuan

I II III Total Rataan KO 8.88 6.66 8.88 24.42 8.14

T1 5.55 6.20 3.50 15.25 5.08 T2 2.00 6.60 4.00 12.60 4.20 T3 5.60 0.00 4.60 10.20 3.40 P1 6.60 4.00 4.00 14.60 4.87 P2 7.22 3.00 4.00 14.22 4.74 P3 5.55 5.55 0.00 11.10 3.70 B1 3.00 0.00 0.00 3.00 1.00 B2 0.00 4.00 5.00 9.00 3.00 B3 4.00 0.00 0.00 4.00 1.33 Total 48.40 36.01 33.98 118.39 Rataan 4.84 3.60 3.40 3.95

Intensitas Serangan V. nigricornis Transformasi Arcsin Vx Ulangan

Perlakuan

I II III

Total

Rataan

KO 17.34 14.96 17.34 49.63 16.54 T1 13.63 14.42 10.78 38.83 12.94 T2 8.13 14.89 11.54 34.55 11.52 T3 13.69 1.28 12.38 27.35 9.12 P1 14.89 11.54 11.54 37.96 12.65 P2 15.59 9.97 11.54 37.10 12.37 P3 13.63 13.63 1.28 28.53 9.51 B1 9.97 1.28 1.28 12.54 4.18 B2 1.28 11.54 12.92 25.74 8.58 B3 11.54 1.28 1.28 14.10 4.70 Total 119.67 94.78 91.88 306.33 Rataan 11.97 9.48 9.19 10.21

Daftar Sidik Ragam

sk dB JK KT Fhit F.05 F.01 Ulangan 2 46.688843 23.344 1.0314 tn 3.55 6.01 Perlakuan 9 392.93729 43.660 1.9289 tn 2.46 3.60

Galat 18 407.42 22.634

Total 29 847.04 FK 3127.981596


(49)

Lampiran 10

Intensitas serangan Valanga nigricornis pada pengamatan II Ulangan

Perlakuan

I II III Total Rataan KO 10.22 6.66 8.88 25.76 8.59

T1 5.55 6.33 4.44 16.32 5.44 T2 5.33 4.11 3.55 12.99 4.33 T3 5.55 6.11 4.66 16.32 5.44 P1 8.88 4.44 4.33 17.65 5.88 P2 7.11 4.11 3.22 14.44 4.81 P3 5.55 5.55 4.11 15.21 5.07 B1 3.33 4.44 4.77 12.54 4.18 B2 7.22 3.88 4.22 15.32 5.11 B3 5.55 6.33 6.66 18.54 6.18 Total 64.29 51.96 48.84 165.09 Rataan 6.43 5.20 4.88 5.50 Intensitas Serangan V. nigricornis Transformasi Arcsin Vx

Ulangan Perlakuan

I II III

Total

Rataan

KO 18.64 14.96 17.34 50.94 16.98 T1 13.63 14.57 12.16 40.36 13.45 T2 13.35 11.70 10.86 35.91 11.97 T3 13.63 14.31 12.47 40.40 13.47 P1 17.34 12.16 12.01 41.51 13.84 P2 15.46 11.70 10.34 37.50 12.50 P3 13.63 13.63 11.70 38.95 12.98 B1 10.51 12.16 12.62 35.29 11.76 B2 15.59 11.36 11.85 38.80 12.93 B3 13.63 14.57 14.96 43.15 14.38 Total 145.40 131.12 126.30 402.82 Rataan 14.54 13.11 12.63 13.43 Daftar Sidik Ragam

sk dB JK KT Fhit F.05 F.01 Ulangan 2 19.74 9.87 4.02 tn 3.55 6.01 Perlakuan 9 59.68 6.63 2.70 * 2.46 3.60

Galat 18 44.19 2.45

Total 29 123.61 FK 5408.687095


(50)

Uji Jarak Duncan Sy 0.52

P 2 3 4 5 6 7 8 9 10

SSR

0,05 2.97 3.12 3.21 3.27 3.32 3.35 3.37 3.39 3.41 LSR

0.05 1.55 1.63 1.68 1.71 1.73 1.75 1.76 1.77 1.78 Rataan 4.18 4.33 4.81 5.07 5.11 5.44 5.88 6.18 8.59 B1 T2 P2 P3 B2 T1 P1 B3 K0

T3

.a b


(51)

Lampiran 11

Intensitas serangan Valanga nigricornis Pada Pengamatan III Ulangan

Perlakuan

I II III Total Rataan KO 13.22 13.22 14.00 40.44 13.48

T1 12.88 7.44 8.44 28.76 9.59 T2 8.33 9.22 7.77 25.32 8.44 T3 7.44 7.77 8.88 24.09 8.03 P1 7.22 9.33 12.33 28.88 9.63 P2 8.88 8.33 9.33 26.54 8.85 P3 6.44 7.88 8.88 23.20 7.73 B1 12.11 7.22 7.77 27.10 9.03 B2 7.22 8.33 8.88 24.43 8.14 B3 7.22 6.33 8.88 22.43 7.48 Total 90.96 85.07 95.16 271.19 Rataan 9.10 8.51 9.52 9.04 Intensitas Serangan V. nigricornis Transformasi Arcsin Vx

Ulangan

Perlakuan I II III Total Rataan KO 21.32 21.32 21.97 64.61 21.54

T1 21.03 15.83 16.89 53.75 17.92 T2 16.78 17.68 16.19 50.64 16.88 T3 15.83 16.19 17.34 49.35 16.45 P1 15.59 17.79 20.56 53.93 17.98 P2 17.34 16.78 17.79 51.90 17.30 P3 14.70 16.30 17.34 48.34 16.11 B1 20.36 15.59 16.19 52.14 17.38 B2 15.59 16.78 17.34 49.70 16.57 B3 15.59 14.57 17.34 47.50 15.83 Total 174.12 168.81 178.92 521.85 Rataan 17.41 16.88 17.89 17.40 Daftar Sidik Ragam

sk dB JK KT Fhit F.05 F.01 Ulangan 2 5.12 2.56 0.96 tn 3.55 6.01 Perlakuan 9 71.15 7.91 2.95 * 2.46 3.60

Galat 18 48.16 2.68

Total 29 124.43 FK 9077.684599


(52)

Uji Jarak Duncan Sy 0.55

P 2 3 4 5 6 7 8 9 10

SSR

0,05 2.97 3.12 3.21 3.27 3.32 3.35 3.37 3.39 3.41 LSR

0.05 1.62 1.70 1.75 1.78 1.81 1.83 1.84 1.85 1.86 13.48 Rataan 7.48 7.73 8.03 8.14 8.44 8.85 9.03 9.59 9.63 13.48 B3 P3 T3 B2 T2 P2 B1 T1 P1 K0

.a b

c d


(53)

Lampiran 12

Intensitas serangan Valanga nigricornis Pada Pengamatan IV Ulangan

Perlakuan

I II III Total Rataan KO 15.55 17.33 14.00 46.88 15.63

T1 13.88 7.77 8.88 30.53 10.18 T2 8.88 9.77 8.33 26.98 8.99 T3 7.77 8.33 9.22 25.32 8.44 P1 7.77 10.22 13.22 31.21 10.40 P2 9.22 8.88 10.22 28.32 9.44 P3 7.22 8.33 9.22 24.77 8.26 B1 12.77 7.77 8.33 28.87 9.62 B2 7.77 8.88 9.33 25.98 8.66 B3 7.77 7.33 9.33 24.43 8.14 Total 98.60 94.61 100.08 293.29 Rataan 9.86 9.46 10.01 9.78 Intensitas Serangan V. nigricornis Transformasi Arcsin Vx

Ulangan Perlakuan

I II III Total Rataan KO 23.22 24.60 21.97 69.80 23.27

T1 21.87 16.19 17.34 55.40 18.47 T2 17.34 18.21 16.78 52.33 17.44 T3 16.19 16.78 17.68 50.64 16.88 P1 16.19 18.64 21.32 56.15 18.72 P2 17.68 17.34 18.64 53.66 17.89 P3 15.59 16.78 17.68 50.04 16.68 B1 20.94 16.19 16.78 53.90 17.97 B2 16.19 17.34 17.79 51.31 17.10 B3 16.19 15.71 17.79 49.68 16.56 Total 181.38 177.76 183.75 542.89 Rataan 18.14 17.78 18.37 18.10 Daftar Sidik Ragam

sk dB JK KT Fhit F.05 F.01 Ulangan 2 1.82 0.91 0.30 tn 3.55 6.01 Perlakuan 9 103.72 11.52 3.75 ** 2.46 3.60

Galat 18 55.36 3.08

Total 29 160.90 FK 9824.320054


(54)

Uji Jarak Duncan Sy 0.58

P 2 3 4 5 6 7 8 9 10

SSR

0,05 2.97 3.12 3.21 3.27 3.32 3.35 3.37 3.39 3.41 LSR

0.05 1.74 1.82 1.88 1.91 1.94 1.96 1.97 1.98 1.99 15.63 Rataan 8.14 8.26 8.44 8.66 8.99 9.44 9.62 10.18 10.40 15.63 B3 P3 T3 B2 T2 P2 B1 T1 P1 K0

.A B

C D


(55)

Lampiran 13

Intensitas serangan Valanga nigricornis Pada Pengamatan V Ulangan

Perlakuan

I II III Total Rataan KO 25.77 27.00 29.44 82.21 27.40

T1 17.55 19.33 20.77 57.65 19.22 T2 18.33 17.55 16.44 52.32 17.44 T3 20.44 15.44 17.88 53.76 17.92 P1 19.77 16.88 17.88 54.53 18.18 P2 18.88 17.55 16.77 53.20 17.73 P3 16.77 19.88 16.44 53.09 17.70 B1 20.33 17.33 14.44 52.10 17.37 B2 15.44 19.88 16.77 52.09 17.36 B3 15.44 19.33 16.33 51.10 17.03 Total 188.72 190.17 183.16 562.05 Rataan 18.87 19.02 18.32 18.74 Intensitas Serangan V. nigricornis Transformasi Arcsin Vx

Ulangan Perlakuan

I II III Total Rataan KO 30.51 31.31 32.86 94.67 31.56

T1 24.77 26.08 27.11 77.96 25.99 T2 25.35 24.77 23.92 74.04 24.68 T3 26.88 23.14 25.01 75.03 25.01 P1 26.40 24.26 25.01 75.67 25.22 P2 25.75 24.77 24.17 74.70 24.90 P3 24.17 26.48 23.92 74.57 24.86 B1 26.80 24.60 22.33 73.74 24.58 B2 23.14 26.48 24.17 73.79 24.60 B3 23.14 26.08 23.83 73.05 24.35 Total 256.91 257.96 252.36 767.22 Rataan 25.69 25.80 25.24 25.57 Daftar Sidik Ragam

sk dB JK KT Fhit F.05 F.01 Ulangan 2 1.77 0.89 0.40 tn 3.55 6.01 Perlakuan 9 124.88 13.88 6.23 ** 2.46 3.60

Galat 18 40.06 2.23

Total 29 166.71 FK 19621.06911


(56)

Uji Jarak Duncan Sy 0.50

P 2 3 4 5 6 7 8 9 10

SSR

0,05 2.97 3.12 3.21 3.27 3.32 3.35 3.37 3.39 3.41 LSR

0.05 1.48 1.55 1.60 1.63 1.65 1.67 1.68 1.69 1.70 27.40 Rataan 17.03 17.36 17.37 17.44 17.70 17.73 17.92 18.18 19.22 27.40

B3 B2 B1 T2 P3 P2 T3 P1 T1 K0 .A

B C


(57)

Lampiran 19


(58)


(1)

Ade Setiawan : Uji Efikasi Beberapa Agensia Hayati Terhadap Hama Perusak Daun Tembakau Deli Di Sampali, 2008 USU Repository © 2008

Intensitas serangan

Valanga nigricornis

Pada Pengamatan IV

Ulangan

Perlakuan

I II III Total Rataan

KO 15.55 17.33 14.00 46.88 15.63

T1 13.88 7.77 8.88 30.53 10.18

T2 8.88 9.77 8.33 26.98 8.99

T3 7.77 8.33 9.22 25.32 8.44

P1 7.77 10.22 13.22 31.21 10.40

P2 9.22 8.88 10.22 28.32 9.44

P3 7.22 8.33 9.22 24.77 8.26

B1 12.77 7.77 8.33 28.87 9.62

B2 7.77 8.88 9.33 25.98 8.66

B3 7.77 7.33 9.33 24.43 8.14

Total 98.60 94.61 100.08 293.29

Rataan 9.86 9.46 10.01 9.78

Intensitas Serangan

V. nigricornis

Transformasi Arcsin Vx

Ulangan

Perlakuan

I II III Total Rataan

KO 23.22 24.60 21.97 69.80 23.27

T1 21.87 16.19 17.34 55.40 18.47

T2 17.34 18.21 16.78 52.33 17.44

T3 16.19 16.78 17.68 50.64 16.88

P1 16.19 18.64 21.32 56.15 18.72

P2 17.68 17.34 18.64 53.66 17.89

P3 15.59 16.78 17.68 50.04 16.68

B1 20.94 16.19 16.78 53.90 17.97

B2 16.19 17.34 17.79 51.31 17.10

B3 16.19 15.71 17.79 49.68 16.56

Total 181.38 177.76 183.75 542.89

Rataan 18.14 17.78 18.37 18.10

Daftar Sidik Ragam

sk dB JK KT Fhit F.05 F.01

Ulangan 2 1.82 0.91 0.30 tn 3.55 6.01

Perlakuan 9 103.72 11.52 3.75 ** 2.46 3.60 Galat 18 55.36 3.08

Total 29 160.90

FK 9824.320054

KK 10%


(2)

P 2 3 4 5 6 7 8 9 10 SSR

0,05 2.97 3.12 3.21 3.27 3.32 3.35 3.37 3.39 3.41 LSR

0.05 1.74 1.82 1.88 1.91 1.94 1.96 1.97 1.98 1.99 15.63 Rataan 8.14 8.26 8.44 8.66 8.99 9.44 9.62 10.18 10.40 15.63 B3 P3 T3 B2 T2 P2 B1 T1 P1 K0

.A B

C D


(3)

Ade Setiawan : Uji Efikasi Beberapa Agensia Hayati Terhadap Hama Perusak Daun Tembakau Deli Di Sampali, 2008 USU Repository © 2008

Intensitas serangan

Valanga nigricornis

Pada Pengamatan V

Ulangan

Perlakuan

I II III Total Rataan

KO 25.77 27.00 29.44 82.21 27.40

T1 17.55 19.33 20.77 57.65 19.22

T2 18.33 17.55 16.44 52.32 17.44

T3 20.44 15.44 17.88 53.76 17.92

P1 19.77 16.88 17.88 54.53 18.18

P2 18.88 17.55 16.77 53.20 17.73

P3 16.77 19.88 16.44 53.09 17.70

B1 20.33 17.33 14.44 52.10 17.37

B2 15.44 19.88 16.77 52.09 17.36

B3 15.44 19.33 16.33 51.10 17.03

Total 188.72 190.17 183.16 562.05

Rataan 18.87 19.02 18.32 18.74

Intensitas Serangan

V. nigricornis

Transformasi Arcsin Vx

Ulangan

Perlakuan

I II III Total Rataan

KO 30.51 31.31 32.86 94.67 31.56

T1 24.77 26.08 27.11 77.96 25.99

T2 25.35 24.77 23.92 74.04 24.68

T3 26.88 23.14 25.01 75.03 25.01

P1 26.40 24.26 25.01 75.67 25.22

P2 25.75 24.77 24.17 74.70 24.90

P3 24.17 26.48 23.92 74.57 24.86

B1 26.80 24.60 22.33 73.74 24.58

B2 23.14 26.48 24.17 73.79 24.60

B3 23.14 26.08 23.83 73.05 24.35

Total 256.91 257.96 252.36 767.22

Rataan 25.69 25.80 25.24 25.57

Daftar Sidik Ragam

sk dB JK KT Fhit F.05 F.01

Ulangan 2 1.77 0.89 0.40 tn 3.55 6.01

Perlakuan 9 124.88 13.88 6.23 ** 2.46 3.60 Galat 18 40.06 2.23

Total 29 166.71

FK 19621.06911

KK 6%


(4)

P 2 3 4 5 6 7 8 9 10 SSR

0,05 2.97 3.12 3.21 3.27 3.32 3.35 3.37 3.39 3.41 LSR

0.05 1.48 1.55 1.60 1.63 1.65 1.67 1.68 1.69 1.70 27.40 Rataan 17.03 17.36 17.37 17.44 17.70 17.73 17.92 18.18 19.22 27.40

B3 B2 B1 T2 P3 P2 T3 P1 T1 K0

.A B


(5)

Ade Setiawan : Uji Efikasi Beberapa Agensia Hayati Terhadap Hama Perusak Daun Tembakau Deli Di Sampali, 2008 USU Repository © 2008


(6)