Persepsi Masyarakat dan Prospek Pembangunan Hutan Wisata Lumban Julu (Studi Kasus di Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara)

(1)

PERSEPSI MASYARAKAT DAN PROSPEK PEMBANGUNAN HUTAN WISATA LUMBAN JULU

(Studi Kasus di Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara)

SKRIPSI

Oleh:

PINONDANG AFRIANTY 011201016/ MANAJEMEN HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2007


(2)

Judul Skripsi : Persepsi Masyarakat dan Prospek Pembangunan Hutan Wisata Lumban Julu (Studi Kasus di Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara)

Nama : Pinondang Afrianty

Nim : 011201016

Program Studi : Manajemen Hutan

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Agus Purwoko, S.Hut, M.Si Oding Affandi, S.Hut, M.P

Ketua Anggota

Mengetahui

Ketua Departemen Kehutanan


(3)

ABSTRACT

Tourism Forest is intended for established and kept to use tourism important and hunt tour. The basic of tourism development is the society development and the district, example to incite the economy activity, to grow the love for fatherland and the nation, and to keep the continuation of the function of environment. Reinforcement of this position is be done with analyze SWOT. The potency study of Hutan Wisata Lumban Julu based on perception society, field observation and discussion to get the development strategy of area. Exploiting of natural resources and forest and also society culture in a form of tourism product will become strength and opportunity of area. Exploiting of the product and tourism service by continuously and improvement of human resources will be minimization weakness and threat of area. The characteristic of society are dominated men, age 31 – 40 years, earnings RP 1.000.000,00 - RP 1.500.000,00, work of farmer, end study of high school generally have almost same perception that is good perception for the development of Hutan Wisata Lumban Julu. According the analyze SWOT that has been done tourism object of Hutan Wisata Lumban Julu is not looking yet be tourism object area that has the prospect in Kabupaten Toba Samosir. So that need to keep up, order and develop Hutan Wisata Lumban Julu’s area.

Keywords: society, strategy, prospect of Hutan Wisata Lumban Julu’s development


(4)

ABSTRAK

Hutan wisata diperuntukkan secara khusus untuk dibina dan dipelihara guna kepentingan pariwisata dan/atau wisata buru. Pengembangan pariwisata pada dasarnya adalah pengembangan masyarakat dan wilayahnya, misalkan menggalakkan kegiatan ekonomi, memupuk rasa cinta tanah air dan bangsa dan memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup. Penguatan posisi ini dilakukan dengan analisis SWOT. Studi potensi terhadap Hutan Wisata Lumban Julu didasarkan persepsi masyarakat, observasi lapangan dan diskusi untuk mendapatkan strategi pengembangan kawasan. Pemanfaatan potensi sumberdaya alam dan hutan serta kebudayaan masyarakat dalam bentuk produk wisata akan menjadi kekuatan sekaligus peluang terhadap kawasan. Pemanfaatan produk dan jasa wisata yang lestari dan peningkatan sumberdaya manusia akan meminimalkan ancaman dan kelemahan terhadap kawasan. Karakteristik masyarakat yang didominasi masyarakat Laki-laki, umur 31 - 40 tahun, pendapatan RP 1.000.000,- sampai dengan RP 1.500.000,-, pekerjaan petani, tingkat pendidikan umumnya tamat Sekolah Menengah Umum/sederajat, memiliki persepsi yang hampir seragam yaitu persepsi yang baik terhadap pembangunan hutan wisata Lumban Julu. Berdasarkan analisis SWOT yang telah dilakukan objek wisata Hutan Wisata Lumban Julu belum kelihatan menjadi daerah objek wisata yang memiliki prospek di kabupaten Toba Samosir. Sehingga perlu memperhatikan, membenahi dan mengembangkan kawasan Hutan Wisata Lumban Julu.


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 April 1983, anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak T. Panjaitan dan Ibu T. Siagian.

Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SD Negeri No.173569 Hutanamora tahun 1995 dilanjutkan SLTP Negeri 2 Silaen tahun 1998. Sekolah Lanjutan Tingkat Atas diselesaikan di SMU Negeri 1 Silaen tahun 2001.

Pada tahun 2001, penulis lulus sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian Departemen Kehutanan program studi Manajemen Hutan melalui jalur PMDK. Tahun 2003 penulis melaksanakan Praktek Umum Kehutanan (PUK) di hutan lindung Gunung Sinabung, hutan wisata alam Sibolangit dan hutan mangrove Bandar Khalifa dan tahun 2005 melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di HPH PT. Panei Lika Sejahtera kabupaten Padang Sidempuan.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatnya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul Persepsi Masyarakat dan Prospek Pembangunan Hutan Wisata Lumban Julu (Studi Kasus di Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara).

Pada kesempatan ini, penulis juga megucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu, membimbing dan memberikan saran dalam menyelesaikan penelitian ini. Ucapan terima kasih ini penulis sampaikan kepada:

1. Penghargaan tertinggi kepada orang tua yang sangat penulis cintai ayahanda T. Panjaitan dan Ibunda T. Siagian buat segala kasih, doa dan pengorbanannya.

2. Agus Purwoko, S.Hut, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Oding Affandi, S.Hut, M.P selaku komisi pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian penelitian.

3. Ketua Departemen Kehutanan, Sekretaris Departeman Kehutanan, serta seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Kehutanan atas segala bantuan, saran dan arahan.

4. Saudara-saudaraku tersayang (Marianus Fredly, Noverdi dan Willy) atas dukungan, harapan dan doanya.

5. Abang Boston Pane atas bantuan, dukungan dan doa buat studi yang saya jalani.


(7)

6. Keluarga besar Pinomparni Opung Si Ponding dan Opung Si Limbong atas bantuan, motivasi dan doa.

7. Opung P. Siagian beserta keluarga atas segala bantuan dan arahan.

8. Buat sahabat-sahabatku tercinta (Junita Elisa Barutu, Dje-Dje dan Tina ) dan teman kelompokku Merpati B. Petrus (Kak Devi, Asnija dan Junita).

9. Rekan-rekan seperjuangan di Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, khususnya program studi Manajemen Hutan angkatan 2001 untuk kerjasama, persaingan dan persahabatan yang telah ditunjukkan.

10.Bapak Syamsudin Manurung selaku Kepala Desa Sionggang Utara, Kecamatan Lumban Julu, Kabupaten Toba Samosir beserta keluarga dan masyarakat atas bantuan dan kerjasamanya sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan penelitian.

11.Pihak Kantor Kecamatan Lumban Julu, Kantor Unit Pelaksana Teknis Dinas Kehutanan Lumban Julu dan Kantor Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir yang juga telah membantu penulis menyelesaikan penelitian.

12.Semua pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu namanya yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Akhir kata penulis berharap semoga penelitian ini memberikan manfaat dan informasi bagi pihak yang memerlukan.


(8)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRACT ... iii

ABSTRAK ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Batasan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Hutan dan Hutan Wisata ... 5

Masyarakat di sekitar Hutan Wisata ... 8

Prospek Pembangunan Hutan Wisata... 10

Konsep Persepsi ... 15

Analisis SWOT ... 20

KONDISI UMUM LOKASI ... 22

Keadaan Geografis dan Bentang Alam ... 22

Demografi dan Sosial Ekonomi serta Budaya Masyarakat ... 22

Sarana dan Prasarana ... 24

METODOLOGI PENELITIAN ... 26

Tempat dan Waktu Penelitian ... 26

Bahan dan Alat ... 26

Pemilihan Responden ... 26

Pengumpulan Data ... 27

Analisis Data ... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

Karakteristik Responden... 30

Umur ... 30

Pendidikan ... 31


(9)

Jenis Kelamin ... 33

Pendapatan ... 33

Kondisi Hutan ... 34

Persepsi terhadap Hutan, Keberadaan Hutan Wisata Lumban Julu, Manfaat Hutan Wisata Lumban Julu, Fungsi Hutan Wisata Lumban Julu dan Resiko Hutan Wisata Lumban Julu ... 36

Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan... 36

Persepsi Masyarakat terhadap Keberadaan Hutan Wisata Lumban Julu ... 39

Persepsi Mayarakat terhadap Manfaat Hutan Wisata Lumban Julu ... 41

Persepsi Mayarakat terhadap Fungsi Hutan Wisata Lumban Julu ... 42

Persepsi Masyarakat terhadap Resiko Hutan Wisata Lumban Julu ... 44

Analisis SWOT terhadap Hutan Wisata Lumban Julu ... 46

Faktor Internal ... 46

Faktor Eksternal ... 51

Penentuan Strategi berdasarkan Analisis SWOT ... 51

Prospek Pembangunan Hutan Wisata Lumban Julu ... 53

KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

Kesimpulan ... 55

Saran ... 55


(10)

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Analisis SWOT ... 29

Tabel 2. Kisaran Umur Responden ... 30

Tabel 3. Tingkat Pendidikan Responden ... 32

Tabel 4. Jenis Pekerjaan Pokok Responden ... 32

Tabel 5. Jenis Kelamin Responden ... 33

Tabel 6. Pendapatan Responden ... 34

Tabel 7. Persepsi Masyarakat terhadap Hutan ... 36

Tabel 8. Persepsi Masyarakat terhadap Keberadaan Hutan Wisata Lumban Julu ... 39

Tabel 9. Persepsi Masyarakat terhadap Manfaat Hutan Wisata Lumban Julu ... 41

Tabel 10.Persepsi Masyarakat terhadap Fungsi Hutan Wisata Lumban Julu ... 42

Table 11.Persepsi Masyarakat terhadap Resiko Hutan Wisata Lumban Julu ... 44

Tabel 12. Faktor Internal Hutan Wisata Lumban Julu ... 49

Tabel 13. Faktor Eksternal Hutan Wisata Lumban Julu ... 51


(11)

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 1. Pelaksanaan wawancara mendalam dengan salah seorang

Warga Desa Sionggang Utara ... 77

Gambar 2. Pelaksanaan wawancara dengan Sekertaris Camat

Lumban Julu ... 77 Gambar 3. Salah Satu Objek Wisata Hutan Wisata Lumban Julu ... 78 Gambar 4. Kondisi Umum Hutan Wisata Lumban Julu ... 78


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

dari Kepala Desa Sionggang Utara ... 57

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari Kantor Kecamatan Lumban Julu

Kabupaten Toba Samosir ... 58 Lampiran 3. Peta Lokasi Hutan Wisata Lumban Julu ... 59

Lampiran 4. Surat Penunjukkan Kawasan Hutan Wisata Lumban Julu

oleh Bupati Toba Samosir ... 60

Lampiran 5. Kuisioner Penelitian ... 71


(13)

ABSTRACT

Tourism Forest is intended for established and kept to use tourism important and hunt tour. The basic of tourism development is the society development and the district, example to incite the economy activity, to grow the love for fatherland and the nation, and to keep the continuation of the function of environment. Reinforcement of this position is be done with analyze SWOT. The potency study of Hutan Wisata Lumban Julu based on perception society, field observation and discussion to get the development strategy of area. Exploiting of natural resources and forest and also society culture in a form of tourism product will become strength and opportunity of area. Exploiting of the product and tourism service by continuously and improvement of human resources will be minimization weakness and threat of area. The characteristic of society are dominated men, age 31 – 40 years, earnings RP 1.000.000,00 - RP 1.500.000,00, work of farmer, end study of high school generally have almost same perception that is good perception for the development of Hutan Wisata Lumban Julu. According the analyze SWOT that has been done tourism object of Hutan Wisata Lumban Julu is not looking yet be tourism object area that has the prospect in Kabupaten Toba Samosir. So that need to keep up, order and develop Hutan Wisata Lumban Julu’s area.

Keywords: society, strategy, prospect of Hutan Wisata Lumban Julu’s development


(14)

ABSTRAK

Hutan wisata diperuntukkan secara khusus untuk dibina dan dipelihara guna kepentingan pariwisata dan/atau wisata buru. Pengembangan pariwisata pada dasarnya adalah pengembangan masyarakat dan wilayahnya, misalkan menggalakkan kegiatan ekonomi, memupuk rasa cinta tanah air dan bangsa dan memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup. Penguatan posisi ini dilakukan dengan analisis SWOT. Studi potensi terhadap Hutan Wisata Lumban Julu didasarkan persepsi masyarakat, observasi lapangan dan diskusi untuk mendapatkan strategi pengembangan kawasan. Pemanfaatan potensi sumberdaya alam dan hutan serta kebudayaan masyarakat dalam bentuk produk wisata akan menjadi kekuatan sekaligus peluang terhadap kawasan. Pemanfaatan produk dan jasa wisata yang lestari dan peningkatan sumberdaya manusia akan meminimalkan ancaman dan kelemahan terhadap kawasan. Karakteristik masyarakat yang didominasi masyarakat Laki-laki, umur 31 - 40 tahun, pendapatan RP 1.000.000,- sampai dengan RP 1.500.000,-, pekerjaan petani, tingkat pendidikan umumnya tamat Sekolah Menengah Umum/sederajat, memiliki persepsi yang hampir seragam yaitu persepsi yang baik terhadap pembangunan hutan wisata Lumban Julu. Berdasarkan analisis SWOT yang telah dilakukan objek wisata Hutan Wisata Lumban Julu belum kelihatan menjadi daerah objek wisata yang memiliki prospek di kabupaten Toba Samosir. Sehingga perlu memperhatikan, membenahi dan mengembangkan kawasan Hutan Wisata Lumban Julu.


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dengan semakin pesatnya pertumbuhan jumlah penduduk di negara Indonesia maka semakin besar kebutuhan hidup penduduknya sehingga tidak dapat dihindari terdapatnya angka kemiskinan yang relatif tinggi. Namun kendati adanya kenaikan jumlah penduduk dan stagnasi ekonomi nasional tidak berarti angka kemiskinan di Indonesia selalu naik. Perkembangan ini disebabkan adanya rangsangan oleh pengusaha sumberdaya alam Indonesia, terutama minyak bumi dan gas, bahan tambang, hasil pertanian begitu juga dengan hutan.

Sebelum terjadinya krisis moneter di negara Indonesia, kegiatan pariwisata memiliki potensi yang berpengaruh cukup besar terhadap pendapatan devisa negara. Dengan demikian kegiatan pariwisata mampu meningkatkan pendapatan nasional dan daerah. Hutan wisata merupakan salah satu dari objek wisata yang dapat dikembangkan guna meningkatkan pendapatan nasional maupun pendapatan daerah.

Kondisi riil hutan di Toba Samosir terus mengalami kerusakan dan luasnya terus berkurang, sebagai akibat akumulasi tekanan faktor eksternal yang tidak terkuasai dan melemahnya kondisi internal pengelola kehutanan. Mengingat kondisi topografi dan iklim di kabupaten toba Samosir, maka dasar pijak utama pengelolaan hutan tetap harus mengutamakan fungsi konservasi ekosistem hutan


(16)

sebagai inti lingkungan penyangga kehidupan (Kabupaten Toba Samosir No. 25 Tentang Program Pembangunan Daerah Kabupaten Toba Samosir, 2001).

Adapun program pengembangan Hutan Wisata Lumban Julu berdasarkan peraturan daerah Kabupaten Toba Samosir No.25 tahun 2001 memiliki tujuan meningktkan pemanfaatan hutan tanpa melakukan penebangan untuk menambah daya tarik wisata.

Hal inilah yang melatar-belakangi penulis untuk meneliti persepsi mayarakat Desa Sionggang Utara, Kecamatan Lumban Julu, Kabupaten Toba Samosir terhadap pembangunan Hutan Wisata Lumban Julu dan prospek pembangunan Hutan Wisata Lumban Julu.

Identifikasi Masalah

Hutan Wisata Lumban Julu sengaja dibuat oleh pemerintah Kabupaten Toba Samosir. Belum banyak yang mengetahui tentang keberadaan hutan wisata ini. Hal ini disebabkan Hutan Wisata Lumban Julu ini masih dalam tahap pembangunan sehingga kurang didapati kegiatan pengembangan pelayanan dan promosi yang signifikan. Sehingga perlu diketahui bagaimana persepsi masyarakat terhadap pembangunan Hutan Wisata Lumban Julu dan apa prospek pembangunan Hutan Wisata Lumban Julu.


(17)

Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi karakteristik masyarakat Desa Sionggang Utara, Kecamatan Lumban Julu, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara berdasarkan umur, pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin dan pendapatan.

2. Mengetahui persepsi masyarakat Desa Sionggang Utara, Kecamatan Lumban Julu, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara terhadap hutan, keberadaan Hutan Wisata Lumban Julu, manfaat Hutan Wisata Lumban Julu, fungsi Hutan Wisata Lumban Julu dan resiko Hutan Wisata Lumban Julu.

3. Mengetahui prospek pembangunan Hutan Wisata Lumban Julu.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat sebagai Informasi tentang persepsi masayarakat Desa Sionggang Utara, Kecamatan Lumban Julu, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara terhadap pembangunan Hutan Wisata Lumban Julu dan prospek pembangunan Hutan Wisata Lumban Julu.


(18)

Batasan Penelitian

Batasan dalam penelitian ini mencakup:

1. Responden ialah Masyarakat Desa Sionggang Utara yang terdiri dari 5 dusun yaitu: Dusun Lumban Gorat, Dusun Lumban Pea, Dusun Lumban Rang, Dusun Aek Natolu dan Dusun Perbatasan.

2. Persepsi mencakup persepsi terhadap hutan, keberadaan Hutan Wisata Lumban Julu, manfaat Hutan Wisata Lumban Julu, fungsi Hutan Wisata Lumban Julu, dan resiko Hutan Wisata Lumban Julu.

3. Analisis SWOT ialah indentifikasi faktor internal Kekuatan dan Kelemahan dengan faktor eksternal Peluang dan Ancaman lokasi Hutan Wisata Lumban Julu yang dipergunakan untuk menyusun strategi dan operasional pengusahaan hutan wisata.

4. Prospek Pembangunan Hutan Wisata Lumban Julu ialah gambaran sebagai masukan untuk pembangunan Hutan Wisata Lumban Julu.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan dan Hutan Wisata

Menurut Undang-Undang No. 41 tahun 1999 hutan memiliki pengertian sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.

Menurut Arief (2001), dilihat dari sudut pandang orang ekonomi hutan merupakan tempat orang menanam modal jangka panjang yang sangat menguntungkan dalam bentuk Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Dilihat dari ekologinya hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai oleh pohon-pohon dan memiliki keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan di luar hutan. Dari segi fungsi, hutan berfungsi sebagai pelindung (hutan lindung), konservasi (hutan konservasi).

Menurut Zain (1998), hutan merupakan faktor penting yang ikut menentukan keadaan iklim serta lingkungan global. Hutan memiliki peran yang besar dalam proses pembersihan udara dan mengurangi pemanasan bumi yang diakibatkan oleh polusi industri yang semakin pesat di negara maju.

Dari segi fungsi, hutan berfungsi sebagai pelindung (hutan lindung), konservasi (hutan konservasi), dan fungsi produksi (hutan produksi). Walaupun demikian fungsi hutan tidak lepas sebagai penyelenggara keseimbangan O2 dan


(20)

CO2, mempertahankan kesuburan tanah, keseimbang tata air wilayah dan

kelestarian daerah dari erosi (Arief,1994).

Salim (1997) membedakan manfaat hutan menjadi dua bagian yaitu: manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung ialah manfaat yang dapat dirasakan secara langsung oleh manusia, contohnya: kayu, rotan, getah, buah-buahan dan madu. Manfaat tidak langsung dapat dibagi menjadi delapan bagian yaitu:

1. Dapat mengatur air

2. Dapat mencegah terjadinya erosi

3. Dapat memberikan manfaat terhadap kesehatan 4. Dapat memberikan rasa keindahan

5. Dapat memberikan manfaat di sektor pariwisata

6. Dapat memberikan manfaat dalam bidang pertahanan dan keamanan 7. Dapat menampung tenaga kerja

8. Dapat menambah devisa negara.

Masyarakat di Sekitar Hutan Wisata

Masyarakat sekitar hutan memiliki kesamaan dengan masyarakat pedesaan, pada umumnya adalah masyarakat agraris yang sangat tergantung pada alam lingkungannya. Mata pencaharian utama adalah petani. Tapi tidak semua kebutuhan hidup dapat dipenuhi dari pekerjaan ini, akibat dari kondisi tanahnya


(21)

dan kemampuan serta teknik bertani yang masih sederhana. Maka kehidupan mereka sangat tergantung pada hutan (Anonim, 1987).

Akibat adanya ketidakseimbangan antara sumberdaya alam yang tersedia, lingkungan biofisik dan sumberdaya manusia, kondisi demikian ditambah adanya kesempatan, menimbulkan masalah-masalah yang menyangkut gangguan keamanan hutan dan keagrarian (Anonim,1987).

Suatu kegiatan pengembangan terhadap suatu lokasi komunitas tertentu, dimana karakter masyarakat lokal secara fisik dan sosial budaya merupakan sumberdaya utama, maka pendekatan pengembangan perlu memandang masyarakat lokal sebagai sumberdaya yang berkembang dinamis untuk berkembang sebagai subyek, dan bukan sekedar sebagai obyek. Oleh karena itu setiap langkah keputusan perencanaan harus mencerminkan dialog yang kreatif dengan masyarakat lokal secara aktif dalam proses pengambilan keputusan pembangunan kepariwisataan (Fandeli, 2001).

Fandeli (2001) juga mengungkapkan bahwa dengan perlibatan partisipasi masyarakat sejak awal atau lebih menjamin kesesuaian program pengembangan dengan aspirasi masyarakat setempat, kesesuaian dengan kapasitas yang ada, serta menjamin adanya komitmen masyarakat karena adanya rasa memiliki yang kuat. Konsep pendekatan ini dalam jangka panjang akan mendukung dan memungkinkan tingkat keberlanjutan yang tinggi.


(22)

Masyarakat lokal, terutama penduduk asli yang bermukim di kawasan wisata, menjadi salah satu pemain kunci dalam pariwisata, karena sesungguhnya merekalah yang akan menyediakan sebagian besar atraksi sekaligus menentukan produk wisata. Pengelolaan lahan pertanian secara tradisional seperti di Bali, upacara adat, kerajinan tangan dan kebersihan merupakan beberapa contoh peran yang memberikan daya tarik bagi wisatawan (Weber dan Damanik, 2006).

Pengembangan pariwisata pada dasarnya adalah pengembangan masyarakat dan wilayah dan selanjutnya perlu didasarkan pada kriteria sebagai berikut:

1. Memajukan tingkat hidup masyarakat sekaligus melestarikan identitas budaya dan tradisi lokal.

2. Meningkatkan tingkat pendapatan secara ekonomis sekaligus mendistribusikan merata pada penduduk lokal.

3. Berorientasi pada pengembangan wirausaha berskala kecil dan menengah dengan daya serap tenaga kerja besar dan berorientasi pada teknologi cooperative.

4. Memanfaatkan pariwisata seoptimal mungkin sebagai agen penyumbang tradisi budaya dengan dampak negatif yang seminimal mungkin (Fandeli, 2001).

Pembangunan kepariwisataan memiliki tiga fungsi, yaitu: menggalakkan kegiatan ekonomi, memelihara kepribadian bangsa dan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan mutu lingkungan hidup, dan memupuk rasa cinta tanah air


(23)

dan bangsa, serta menanamkan jiwa semangat dan nilai-nilai luhur bangsa dalam rangka memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional (Fandeli, 2001).

Prospek Pembangunan Hutan Wisata

Dalam memasuki era tinggal landas dan pembangunan jangka panjang tahap II (PJPT II), setiap sektor diharapkan untuk meningkatkan kontribusinya terhadap pembangunan nasional. Industri pariwisata merupakan salah satu sektor non-migas yang menjadi pembuat tumpuan bagi kesinambungan kiprah pembangunan nasional pada PJPT II dan seterusnya. Hal ini berdasarkan pada prestasi gemilang yang telah dicapai oleh sektor ini melalui kontribusi yang besar terhadap Gross National Product (GNP) dan penyediaan lapangan kerja secara signifikan selama dasawarsa terakhir (Fandeli, 2001).

Pengembangan kegiatan pariwisata di Indonesia yang merupakan suatu hal baru mulai mendapat perhatian dan sangat menarik banyak peminat. Pengembangan kegiatan ini secara ideal diharapkan mampu menciptakan saling keterkaitan dan saling menjaga secara harmonis antara unsur-unsur lingkungan fisik, sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Namun, kegiatan pengembangan pariwisata mempunyai dampak positif dan negatif. Dampak positifnya antara lain dapat meningkatkan devisa negara, perluasan lapangan kerja, mendorong pengembangan usaha baru, serta diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat terutama wisatawan tentang konservasi sumberdaya alam. Sedangkan dampak negatifnya antara lain adalah terjadinya degradasi lingkungan (erosi),


(24)

kerusakan sumberdaya alam, serta munculnya kesenjangan sosial-ekonomi dan perubahan dengan masyarakat setempat (Fandeli, 2001).

Kegiatan-kegiatan pariwisata membutuhkan dukungan tenaga-tenaga operasional untuk pengelolaan sumberdaya alam dan ekosistemya, khususnya kawasan pelestarian alam, sehingga dalam pelaksanaannya di lapangan masih bisa terarah (Fandeli, 2001).

Rasa optimis bahwa wisata alam di Indonesia mempunyai prospek yang cerah dan banyak nilai tambah, perlu diimbangi dengan melihat “sisi lain” yang menjadi kendala pengembangan wisata alam. Hal ini penting agar pengembangan wisata alam di Indonesia dilakukan secara lebih berhati-hati dan bijaksana sehingga pada akhirnya nanti diperoleh hasil yang memuaskan (Nurrochmat, 2005).

Di banyak negara termasuk Indonesia, pariwisata memegang peranan utama dalam penetapan kawasan konservasi, dan potensi wisata suatu kawasan adalah faktor penting dalam proses seleksi. Dalam menentukan suatu kawasan hutan untuk kepentingan rekreasi alam, banyak faktor yang perlu untuk dipertimbangkan. Faktor-faktor yang membuat suatu kawasan hutan menarik untuk dikunjungi sebagai obyek wisata alam antara lain dapat dikemukakan dalam butir-butir pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah kawasan teresbut dekat dengan bandar udara atau pusat wisata utama? (dekat, agak jauh, jauh)

2. Perjalanan ke kawasan tersebut: mudah dan nyaman, agak sulit dan kurang nyaman, sulit dan tidak nyaman.


(25)

3. Apakah kawasan itu memiliki: atraksi spesies binatang, satwa/tumbuhan lain yang menarik.

4. Apakah keberhasilan melihat satwa: dijamin, biasa, bila nasib baik, jarang sekali.

5. Kawasan tersebut memiliki banyak obyek yang menarik, lebih dari satu, satu obyek saja.

6. Apakah kawasan tersebut memiliki tambahan atraksi lain: budaya yang sangat menarik, cukup menarik, biasa.

7. Apakah kawasan itu unik dalam penampilannya, sedikit berbeda, serupa dengan cagar alam lain.

8. Apakah kawasan itu cukup dengan obyek wisata lain yang menarik: amat potensial, cukup, biasa.

9. Pemandangan sekitar kawasan: sangat indah, cukup menarik, biasa.

10. Bagaimana standar anakan dan akomodasi yang tersedia: sangat baik, cukup baik, kurang baik (Fandeli,2001).

Menurut Weber dan Damanik (2006) penawaran pariwisata dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:atraksi, aksesibilitas dan amenitas. Secara singkat atraksi dapat diartikan sebagai obyek wisata (baik yang bersifat tangible maupun

intangible) yang memberikan kenikmatan kepada wisatawan. Atraksi dapat dibagi

menjadi tiga yaitu alam (pemandangan alam seperti danau, gunung, hutan perawan , sungai dan gua), budaya (peninggalan sejarah: candi, adat-istiadat masyarakat) dan buatan (kebun raya Bogor, Taman Impian Jaya Ancol dan sebagainya). Aksesibilitas mencakup keseluruhan infrastruktur transportasi yang


(26)

darat, laut, dan udara. Amenitas adalah infrastruktur yang sebenarnya tidak langsung terkait dengan pariwisata tetapi sering menjadi bagian dari kebutuhan wisatawan. Yang dapat digolongkan dalam bagian ini yaitu: bank, penukaran uang, telekomunikasi, usaha persewaan rental, penerbit dan penjual buku panduan pariwisata, seni pertunjukkan (teater dan bioskop).

Fandeli (2001) mengungkapkan pada umumnya faktor-faktor yang mempengaruhi kepariwisataan alam:

1. Penduduk. Faktor penduduk ini terdiri atas struktur (umur, mata pencaharian dan pendidikan) serta jumlah yang bertempat tinggal di kota dan di desa.

2. Dana. Faktor dana ini berhubungan dengan besarnya pendapatan penduduk serta kemampuannya untuk menabung.

3. Waktu. Faktor waktu berkaitan dengan pekerjaan dan mobilitas. Jenis pekerjaan yang berbeda mempunyai kesempatan yang berbeda pula.

4. Komunikasi. Faktor ini sangat erat dengan mass media (koran, majalah, booklet) akan memberikan pengaruh langsung. Adpertensi merupakan alat komunikasi yang efektif kepada calon wisatawan.

5. Pasar. Faktor pasar ini terdiri atas dua aspek yaitu ketersediaan obyek pariwisata dan tingkat aksesibilitasnya.

Menurut Weber dan Damanik (2006) penawaran pariwisata dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:atraksi, aksesibilitas dan amenitas. Secara singkat atraksi dapat diartikan sebagai obyek wisata (baik yang bersifat tangible maupun


(27)

menjadi tiga yaitu alam (pemandangan alam seperti danau, gunung, hutan perawan , sungai dan gua), budaya (peninggalan sejarah: candi, adat-istiadat masyarakat) dan buatan (kebun raya Bogor, Taman Impian Jaya Ancol dan sebagainya). Aksesibilitas mencakup keseluruhan infrastruktur transportasi yang menghubungkan wisatawan dari, ke dan selama di daerah tujuan wisata mulai dari darat, laut, dan udara. Amenitas adalah infrastruktur yang sebenarnya tidak langsung terkait dengan pariwisata tetapi sering menjadi bagian dari kebutuhan wisatawan. Yang dapat digolongkan dalam bagian ini yaitu: bank, penukaran uang, telekomunikasi, usaha persewaan rental, penerbit dan penjual buku panduan pariwisata, seni pertunjukkan (teater dan bioskop).

Syarat utama dalam mencapai keberhasilan pembangunan pariwisata adalah peningkatan profesionalisme yang didukung oleh kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia, juga masalah koordinasi, integrasi dan sinkronisasi (KIS) dalam pembangunan pariwisata (Fandeli, 2001).

Fandeli (2001) menyatakan peranan pengembangan obyek wisata alam akan dapt memberikan keuntungan berupa materi dari hasil kegiatan wisata, juga memberikan manfaat lainnya berupa:

1. Penyediaan lapangan kerja 2. Peningkatan masyarakat 3. Perbaikan lingkungan

4. Peningkatan sumber ekonomi


(28)

Konsep Persepsi

Persepsi sangat penting dalam hal menafsirkan dunia di sekeliling kita dan setiap orang memiliki persepsi masing-masing yang berbeda-beda terhadap apa yang dimaksud dalam situasi ideal. Memang secara tipikal persepsi setiap orang berbeda-beda, namun persepsi merupakan proses yang otomatis dan bekerja dengan cara yang serupa pada masing-masing individu (Winardi,2001).

Persepsi juga dapat diartikan sebagai pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan pada stimulasi inderawi (sensory stimuly) sehingga manusia mendapatkan pengetahuan baru. Sama halnya dengan yang dijelaskan Kayam dalam Basyuni, 2001 persepsi adalah pandangan atau penilaian seseorang terhadap obyek tertentu yang dihasilkan oleh kemampuan mengorganisir pengamatan (Rahmat dalam Effendi, 2002).

Menurut Wibowo (1998), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi veridikalitas persepsinya sendiri atau menimbulkan perbedaan persepsi antara perseptor yang satu dengan perseptor yang lain. Faktor-faktor tersebut yaitu:

1. Faktor Pengalaman

Semakin banyak pengalaman yang dimiliki seseorang mengenai obyek stimulusnya sebagai hasil dari seringnya kontak antara perseptor dan obyek, semakin tinggi pula veridikalitasnya. Pengayaan pengalaman ini


(29)

dapat pula terjadi karena kontak-kontak dengan obyek-obyek stimulus yang serupa.

2. Faktor Intelegensia

Semakin tinggi tingkat kecerdasan atau intelegensia seseorang yang berangkutan maka semakin besar pula kemungkinan ia akan bertindak obyektif dalam memberikan penilaian atau pembangunan pesan mengenai obyek stimulus.

3. Faktor Kemampuan Menghayati Stimuli

Setiap orang dalam taraf yang berbeda-beda, memiliki untuk menangkap perasaan orang lain sebagaimana adanya. Kemampuan tersebut dinamakan empati.

4. Faktor Ingatan

Veridikalitas persepsi seseorang juga dapat ditentukan oleh daya ingat seseorang.

5. Faktor Disposisi Kepribadian

Disposisi kepribadian yang dapat menentukan veridikalitas persepsi yang baik adalah kecenderungan kepribadian yang relatif menetap pada diri seseorang.

6. Faktor Sikap Terhadap Stimulus

Sikap secara umum dapat dinyatakan sebagai suatu kecenderungan yang ada pada diri seseorang untuk berpikir atau berpandangan, berperasaan dan berkehendak dan berbuat secara tertentu terhadap suatu obyek.


(30)

7. Faktor Kecemasan

Seseorang yang dikecam oleh kecemasan karena suatu hal yang berkaitan dengan objek stimulusnya akan mudah dihadapkan pada hambatan dalam mempersepsikan obyek tersebut sehingga dapat mengatasi keadaan dalam dirinya.

8. Faktor Pengharapan

Faktor ini merupakan kumpulan dari beberapa bentuk pengharapan yang bersumber dari adanya asumsi-asumsi tertentu mengenai manusia, perilaku dan ciri-cirinya, yang sampai taraf tertentu diyakini kebenarannya.

Wibowo (1998) juga mengungkapkan bahwa persepsi juga bergantung pada:

1. Pendidikan

2. Kedudukan dalam strata 3. Latar belakang sosial budaya 4. Usia.

Analisis SWOT

Menurut Rangkuti (1997) analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal Peluang (opportunity) dan Ancaman (Threat) dengan faktor internal Kekuatan (Strength) dan Kelemahan (Weakness).

Saleh ( 2000 ) menyatakan analisis SWOT mempertimbangkan berbagai kondisi internal lokasi, yaitu Strength dan Weakness serta kondisi eksternal, yaitu


(31)

Opportunity dan Threat. Analisis SWOT dirumuskan berdasarkan hasil studi

puataka, wawancara dan pengamatan langsung di lapangan, selanjutnya hasil SWOT ini dipergunakan untuk menyusun strategi dan operasional pengusahaan wisata. Untuk mengusahakan ekowisata di suatu tempat yang perlu dikenali adalah keadaan (keindahan dan daya tarik) yang spesifik atau unit dari obyek wisata yang bersangkutan, prasarana yang tersedia (lancer/tidak lancer, nyaman/tidak nyaman), tersedianya sumberdaya manusia (yang terlatih maupun tidak terlatih), tingkat pendidikan dan budaya masyarakatnya.


(32)

KONDISI UMUM LOKASI

Keadaan Geografis dan Bentang Alam

Hutan Wisata Lumban Julu terletak di Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir dan terletak pada 30º LU – 140º LU dan 99º BT - 100º BT. Hutan Wisata Lumban Julu memiliki luas 10 Ha dengan batas – batas sebagai berikut:

1. Sebelah Utara : Kabupaten Simalungun / Kecamatan Ajibata 2. Sebelah Selatan : Kecamatan Lumban Julu dan Kecamatan Porsea / Kecamatan Uluan

3. Sebelah Timur : Bukit Barisan 4. Sebelah Barat : Danau Toba

Keadaan permukaan tanah pada umunya bergelombang / berbukit dengan ketinggian 900 – 1200 m di atas permukaan laut.

Kawasan Hutan Wisata Lumban Julu memiliki iklim sedang / sejuk dengan temperatur udara berkisar 26º C - 28º C. Curah hujan rata – rata 2.200 mm / tahun.

Demografi dan Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat

Penduduk Desa Sionggang Utara berjumlah 1.977 jiwa; 980 laki-laki dan 997 perempuan yang tersebar pada 5 dusun yaitu Dusun Lumban Rang, Dusun Lumban Gorat, Dusun Lumban Pea, Dusun Aek Natolu dan Dusun Perbatasan.


(33)

Penduduk di sekitar kawasan mayoritas suku Batak Toba, selebihnya suku Jawa, Simalungun dan Karo.

Mata pencaharian penduduk Desa Sionggang Utara pada umumnya dominan hidup dari pertanian yaitu sebanyak 1.703 orang. Mata pencaharian lainnya yaitu buruh tani 100 orang, buruh / swasta 13 orang, montir 2 orang, TNI-POLRI 55 orang, dokter 1 orang, pedagang 15 orang, supir 6 orang dan tidak menentu 55 orang.

Agama yang dianut oleh penduduk adalah Islam 140 orang, Kristen Protestan 736 orang, Katolik 1053 orang dan aliran kepercayaan 48 orang.

Tingkat pendidikan masyarakat Desa Sionggang Utara terdiri dari belum sekolah 327 orang, usia 7 – 45 tahun tidak pernah sekolah 5 orang, pernah sekolah SD tetapi tidak tamat 322 orang, tamat SD / sederajat 522 orang, SLTP / sederajat 430 orang, SLTA / sederajat 211 orang, Diploma-I 15 orang, Diploma-II 15 orang, Diploma-III 50 orang dan Strata-I 70 orang.

Adat – istiadat yang biasa dilaksanakan oleh masyarakat Desa Sionggang Utara yaitu pesta pernikahan, acara pemakaman, acara makkaroan (pembuatan nama, pengangkatan marga dan penempatan rumah pertama) yang tidak lepas dari budaya suku Batak asli. Prinsip atau pedoman adat Batak Dalihan Natolu yang berisikan manat mardongan tubu (menjaga hubungan dengan saudara sepupunya),

elek marboru (menyanjung anak perempuannya), somba marhula – hula (hormat


(34)

Desa Sionggang Utara. Alat musik tradisional yang digunakan adalah Gondang

Sabangunan dan kain khas Batak yaitu Ulos. Tarian Tor – tor merupakan tari

tradisional masyarakat setempat.

Sarana dan Prasarana

Adapun sarana dan prasarana yang tersedia yaitu:

1. Untuk mempermudah transportasi masyarakat telah dibangun jalan antar desa dan kecamatan sepanjang 1,8 Km dalam keadaan baik. Namun tidak dijumpai sarana angkutan umum yang berasal dari daerah ini. Kendaraan umum yang melewati jalan adalah berasal dari luar daerah yang melintasi jalan antar desa maupun kecamatan Lumban Julu.

2. Prasarana komunikasi yang terdapat di desa Sionggang Utara yaitu warung telepon dan kantor pos pembantu.

3. Prasarana air bersih yang digunakan yaitu sumur pompa dan mata air. 4. Prasarana irigasi berupa saluran primer, saluran sekunder, pintu sadap dan

pintu pembagi air untuk membantu kegiatan pertanian.

5. Prasarana peribadatan yang tersedia yaitu mesjid, gereja Kristen Protestan dan gereja Kristen Katolik.

6. Untuk menunjang kesehatan masyarakat terdapat parasarana kesehatan seperti puskesmas, posyandu, toko obat dan tempat penyimpanan obat serta sarana kesehatan seperti dokter umum, bidan desa, paramedis dan ambulans.


(35)

7. Prasarana pendidikan yang tersedia yaitu gedung Sekolah Dasar saja. Sementara untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang tingkat SLTP / sederajat dan seterusnya masyarakat harus ke luar desa Sionggang Utara.


(36)

KONDISI UMUM LOKASI

Keadaan Geografis dan Bentang Alam

Hutan Wisata Lumban Julu terletak di Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir dan terletak pada 30º LU – 140º LU dan 99º BT - 100º BT. Hutan Wisata Lumban Julu memiliki luas 10 Ha dengan batas – batas sebagai berikut:

1. Sebelah Utara : Kabupaten Simalungun / Kecamatan Ajibata 2. Sebelah Selatan : Kecamatan Lumban Julu dan Kecamatan Porsea / Kecamatan Uluan

3. Sebelah Timur : Bukit Barisan 4. Sebelah Barat : Danau Toba

Keadaan permukaan tanah pada umunya bergelombang / berbukit dengan ketinggian 900 – 1200 m di atas permukaan laut.

Kawasan Hutan Wisata Lumban Julu memiliki iklim sedang / sejuk dengan temperatur udara berkisar 26º C - 28º C. Curah hujan rata – rata 2.200 mm / tahun.

Demografi dan Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat

Penduduk Desa Sionggang Utara berjumlah 1.977 jiwa; 980 laki-laki dan 997 perempuan yang tersebar pada 5 dusun yaitu Dusun Lumban Rang, Dusun Lumban Gorat, Dusun Lumban Pea, Dusun Aek Natolu dan Dusun Perbatasan.


(37)

Penduduk di sekitar kawasan mayoritas suku Batak Toba, selebihnya suku Jawa, Simalungun dan Karo.

Mata pencaharian penduduk Desa Sionggang Utara pada umumnya dominan hidup dari pertanian yaitu sebanyak 1.703 orang. Mata pencaharian lainnya yaitu buruh tani 100 orang, buruh / swasta 13 orang, montir 2 orang, TNI-POLRI 55 orang, dokter 1 orang, pedagang 15 orang, supir 6 orang dan tidak menentu 55 orang.

Agama yang dianut oleh penduduk adalah Islam 140 orang, Kristen Protestan 736 orang, Katolik 1053 orang dan aliran kepercayaan 48 orang.

Tingkat pendidikan masyarakat Desa Sionggang Utara terdiri dari belum sekolah 327 orang, usia 7 – 45 tahun tidak pernah sekolah 5 orang, pernah sekolah SD tetapi tidak tamat 322 orang, tamat SD / sederajat 522 orang, SLTP / sederajat 430 orang, SLTA / sederajat 211 orang, Diploma-I 15 orang, Diploma-II 15 orang, Diploma-III 50 orang dan Strata-I 70 orang.

Adat – istiadat yang biasa dilaksanakan oleh masyarakat Desa Sionggang Utara yaitu pesta pernikahan, acara pemakaman, acara makkaroan (pembuatan nama, pengangkatan marga dan penempatan rumah pertama) yang tidak lepas dari budaya suku Batak asli. Prinsip atau pedoman adat Batak Dalihan Natolu yang berisikan manat mardongan tubu (menjaga hubungan dengan saudara sepupunya),

elek marboru (menyanjung anak perempuannya), somba marhula – hula (hormat


(38)

Desa Sionggang Utara. Alat musik tradisional yang digunakan adalah Gondang

Sabangunan dan kain khas Batak yaitu Ulos. Tarian Tor – tor merupakan tari

tradisional masyarakat setempat.

Sarana dan Prasarana

Adapun sarana dan prasarana yang tersedia yaitu:

1. Untuk mempermudah transportasi masyarakat telah dibangun jalan antar desa dan kecamatan sepanjang 1,8 Km dalam keadaan baik. Namun tidak dijumpai sarana angkutan umum yang berasal dari daerah ini. Kendaraan umum yang melewati jalan adalah berasal dari luar daerah yang melintasi jalan antar desa maupun kecamatan Lumban Julu.

2. Prasarana komunikasi yang terdapat di desa Sionggang Utara yaitu warung telepon dan kantor pos pembantu.

3. Prasarana air bersih yang digunakan yaitu sumur pompa dan mata air. 4. Prasarana irigasi berupa saluran primer, saluran sekunder, pintu sadap dan

pintu pembagi air untuk membantu kegiatan pertanian.

5. Prasarana peribadatan yang tersedia yaitu mesjid, gereja Kristen Protestan dan gereja Kristen Katolik.

6. Untuk menunjang kesehatan masyarakat terdapat parasarana kesehatan seperti puskesmas, posyandu, toko obat dan tempat penyimpanan obat serta sarana kesehatan seperti dokter umum, bidan desa, paramedis dan ambulans.


(39)

7. Prasarana pendidikan yang tersedia yaitu gedung Sekolah Dasar saja. Sementara untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang tingkat SLTP / sederajat dan seterusnya masyarakat harus ke luar desa Sionggang Utara.


(40)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Hutan Wisata Lumban Julu Desa Sionggang Utara, Kecamatan Lumban Julu, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara pada bulan Mei – Juni 2007.

Bahan dan Alat

Adapun bahan atau obyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Sionggang Utara, Kecamatan Lumban Julu, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara.

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner, alat tulis, kalkulator dan kamera

Pemilihan Responden

Dalam suatu penelitian yang menggunakan metode survei, individu dalam suatu populasi tidaklah perlu seluruhnya untuk diteliti. Penelitian ini dapat menambah hasil yang dapat mewakili gambaran atau penjelasan yang akurat.

Penelitian ini memilih masyarakat Desa Sionggang Utara sebagai populasi penelitian. Hal ini disebabkan masyarakat tersebut adalah masyarakat yang terdekat dengan kawasan tersebut.


(41)

Pemilihan responden pada penelitian ini yaitu dengan menggunakan metode Purposive Sampling (sampel bertujuan). Maka dibutuhkan pengambilan sampel yang berdasarkan kesengajaan menurut ciri atau dengan karakter yang diperlukan seperti yang dikemukakan oleh Soekarwi (1995).

Responden diambil dari masyarakat Desa Sionggang Utara sebanyak 50 orang. Desa Sionggang Utara terdiri dari 5 dusun yaitu Dusun Lumban Gorat, Dusun Lumban Pea, Dusun Lumban Rang, Dusun Aek Natolu dan Dusun Perbatasan. Maka masing-masing dusun terdiri dari 10 orang responden yang berciri-ciri utama yaitu sebagai kepala rumah tangga, dan berusia 20 – 50 tahun.

Pengumpulan Data

Data-data yang dibutuhkan adalah: 1. Data Primer

Data primer mencakup karakterisitik masyarakat Desa Sionggang Utara yang terdiri dari umur, tingkat pendidikan, pekerjaan pokok, jenis kelamin, dan pendapatan dengan cara menyebarkan kuisioner, melakukan wawancara, dan observasi. Persepsi masyarakat Desa Sionggang Utara yang terdiri dari persepsi tentang keberadaan Hutan Wisata Lumban Julu, manfaat Hutan Wisata Lumban Julu, fungsi Hutan Wisata Lumban Julu, dan resiko Hutan Wisata Lumban Julu dengan cara menyebarkan kuisioner, dan melakukan wawancara dengan masyarakat. Data primer yang lainnya yaitu prospek pembangunan Hutan Wisata Lumban Julu dengan mengetahui terlebih dahulu faktor internal dan faktor eksternal


(42)

Hutan Wisata Lumban Julu dengan cara melakukan observasi dan diskusi dengan masyarakat, pihak Unit Pelaksana Dinas Kehutanan Lumban Julu dan pihak Kantor Kecamatan Lumban Julu.

2. Data Sekunder

Data sekunder mencakup data profil Desa Sionggang Utara yang diperoleh dari Kepala Desa Sionggang Utara. Data program dan kegiatan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Toba Samosir, peta Hutan Wisata Lumban Julu dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Toba Samosir.

Analisis Data

Dalam penentuan analisis data sangat dipengaruhi oleh macam dan bentuk datanya. Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini bersifat studi kasus. Oleh sebab itu penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif (ditentukan dari keberadaan kawasan, karakteristik penduduk dan nilai keunggulan kawasan penelitian) sebagai metode utama. Penelitian ini akan mendeskripsikan persepsi masyarakat terhadap pembangunan Hutan Wisata Lumban Julu dan prospek pembangunan Hutan Wisata Lumban Julu.

Kuisioner ini akan dibagikan kepada masyarakat Desa Sionggang Utara, Kecamatan Lumban Julu yang telah dipilih secara acak menurut karakteristik, dengan jumlah yang telah ditentukan sesuai dengan perhitungan penentuan ukuran sampel yang telah diterapkan oleh Hasan (2000).


(43)

Analisis SWOT juga digunakan dalam penelitian ini untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada Hutan Wisata Lumban Julu.

Tabel 1. Analisis SWOT Faktor Internal

Faktor Eksternal

Kekuatan (S) Kelemahan (W)

Peluang (O) Strategi SO Strategi WO

Ancaman (T) Strategi ST Strategi WT

Sumber: Rangkuti, 1997

Analisis ini maka dapat ditentukan strategi yang dibutuhkan dan prospek pembangunan Hutan Wisata Lumban Julu dengan memperhatikan faktor internal, yaitu kekuatan dan kelemahan dan faktor eksternal, yaitu peluang dan ancaman yang ditemui pada Hutan Wisata Lumban Julu ini. Saleh (2000) menyatakan bahwa untuk mengusahakan wisata alam di suatu tempat yang perlu dikenali adalah keadaan (keindahan dan daya tarik) dari objek wisata yang bersangkutan, prasarana yang tersedia, sumberdaya manusianya, tingkat pendidikan dan budaya masyarakat.


(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Responden yang dipilih dalam penelitian ini sebanyak 50 orang yang terbagi dalam 5 dusun yaitu: Dusun Lumban Gorat, Dusun Lumban Pea, Dusun Lumban Rang, Dusun Aek Natolu, dan Dusun Parbatasan. Responden diperoleh dengan cara Purposive Sampling. Karakteristik responden penelitian meliputi kelompok umur, pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin, dan pendapatan.

Umur

Data karakteristik responden penelitian dapat diuraikan pada Tabel 2 dengan komposisi kisaran umur antara 21-50 tahun.

Tabel 2. Kisaran Umur Responden

Kisaran Umur

Jumlah ( orang ) Total Persentase (%) Dusun Lumban Gorat Dusun Lumban Pea Dusun Lumban Rang Dusun Aek Natolu Dusun Perbata-san

21 – 30 Tahun 2 6 0 2 0 10 20

31 – 40 Tahun 3 2 7 6 2 20 40

41 – 50 Tahun 2 2 2 2 6 14 28

> 50 Tahun 3 0 1 0 2 6 12

Jumlah 10 10 10 10 10 50 100

Data Primer, 2007

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa responden mayoritas berusia antara 31 - 40 tahun (40%). Penduduk pada usia 31 – 40 tahun tersebut sudah


(45)

mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang menetap. Kisaran umur 41 - 50 tahun (28%) juga sudah mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang menetap. Sedangkan kisaran umur 21- 30 tahun (20%) ada yang tinggal menetap di sana dan ada juga yang merantau untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Penduduk yang berumur di atas 50 tahun sudah banyak yang meninggal dunia.

Pendidikan

Dari hasil pengambilan data responden penelitian, dijumpai bahwa respoden yang memiliki tingkat pendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU) / sederajat mendominasi dibandingkan dengan tingkat pendidikan lainnya. Namun berdasarkan sistem pendataan profil desa dan profil kelurahan, masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan SMU atau sederajat lebih sedikit dibandingkan dengan karakteristik tingkat pendidikan di bawahnya. Dengan demikian tingkat pendidikan penduduk di desa Sionggang Utara masih memiliki tingkat pendidikan yang rendah meskipun dari data responden tingkat pendidikan Sekolah Menengah Umum / sederajat lebih banyak. Untuk lebih jelasnya tingkat pendidikan responden disajikan dalam Tabel 3 dan tingkat pendidikan masyarakat Desa Sionggang Utara pada umumnya dapat dilihat dengan jelas pada lampiran potensi sumber daya manusia.


(46)

Tabel 3. Tingkat Pendidikan Responden

Pendidikan Jumlah ( orang ) Total Persentase

(%) Dusun Lumban Gorat Dusun Lumban Pea Dusun Lumban Rang Dusun Aek Natolu Dusun Perbatasan Tidak Tamat SD

0 0 0 0 0 0 0

Tamat SD 0 0 1 0 0 1 2

SLTP/sederajat 2 3 0 3 2 10 20

SMU/sederajat 8 5 7 6 8 34 68

Perguruan Tinggi/ Akademik

0 2 2 1 0 5 10

Jumlah 10 10 10 10 10 50 100

Data Primer, 2007

Pekerjaan Pokok

Karakteristik responden dilihat dari segi pekerjaan pokok atau mata pencaharian mayoritas sebagai petani (62 %), sisanya adalah wiraswasta (sebesar 22 %), Pegawai Negeri Sipil (12 %), Supir (2 %), dan Karyawan atau Buruh (2 %). Jenis pekerjaan pokok responden penelitian disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Jenis Pekerjaan Pokok Responden.

Pekerjaan Jumlah ( orang ) Total Persentase

(%) Dusun Lumban Gorat Dusun Lumban Pea Dusun Lumban Rang Dusun Aek Natolu Dusun Perba-tasan

Bertani 7 3 7 5 9 31 62

Wira Swasta 3 5 1 2 0 11 22

Supir 0 1 0 0 0 1 2

Karyawan / buruh

0 1 0 0 0 1 2

PNS 0 0 2 3 1 6 12

Jumlah 10 10 10 10 10 50 100


(47)

Jenis Kelamin

Karakteristik responden dilihat dari segi jenis kelamin dijumpai bahwa pada umumnya kepala rumah tangga adalah laki-laki. Apabila dalam rumah tangga, perempuan berperan sebagai kepala rumah tangga karena suami atau ayahnya yang menjadi kepala rumah tangga sudah meninggal dunia. Data karakteristik responden penelitian menurut jenis kelamin dapat diuraikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Jenis Kelamin Responden

Jenis Kelamin

Jumlah ( orang ) Total Persentase (%)

Dusun Lumban Gorat

Dusun Lumban Pea

Dusun Lumban Rang

Dusun Aek Natolu

Dusun Perba-tasan

Laki-laki 8 8 10 10 10 46 92

Perempuan 2 2 0 0 0 4 8

Jumlah 10 10 10 10 10 50 100

Data Primer, 2007

Pendapatan

Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner dan wawancara diperoleh tingkat pendapatan rumah tangga responden seperti terlihat pada Tabel 6.


(48)

Tabel 6. Pendapatan Responden

Pendapatan Responden

Jumlah ( orang ) Total Persentase (%) Dusun Lumban Gorat Dusun Lumban Pea Dusun Lumban Rang Dusun Aek Natolu Dusun Perba-tasan

< Rp500.000,- 1 0 0 0 0 1 2

Rp 500.000,- s/d

Rp 1.000.000,- 6 2 1 1 4 14 28

Rp1.000.000,- s/d

Rp 1.500.000,- 2 4 4 2 5 17 34

Rp1.500.000,- s/d

Rp 2.000.000,- 1 2 2 7 1 13 26

> Rp 2.000.000 0 2 3 0 0 5 10

Jumlah 10 10 10 10 10 50 100

Data Primer, 2007

Masyarakat Desa Sionggang Utara berpendapatan rata- rata Rp 1.000.000,- sampai dengan Rp 1.500.000,- per bulan. Pendapatan masyarakat di dusun ini tergolong kelas menengah ke bawah. Pada umumnya masyarakat desa Sionggang Utara memiliki pekerjaan pokok sebagai petani, sebagian kecil memiliki pekerjaan pokok sebagai wiraswasta, pegawai negeri sipil dan karyawan. Sebagian masyarakat yang memiliki pendapatan tergolong tinggi disebabkan memiliki pekerjaan sampingan yang menambah pendapatan pokok mereka.

Kondisi Hutan

Hutan di sekitar Desa Sionggang Utara memiliki kondisi yang baik. Sebagian kecil dari responden menyatakan kondisi hutan di sekitar Desa Sionggang Utara sudah mengalami kerusakan akibat kegiatan illegal logging.


(49)

Berdasarkan hasil wawancara bersama pihak Unit Pelaksana Teknis Dinas Kehutanan Lumban Julu, pada tahun 1975 kawasan hutan pinus yang dimiliki masyarakat Lumban Julu diserahkan kepada Pemerintahan Daerah Tapanuli Utara sehingga Menteri Kehutanan Republik Indonesia mengeluarkan Ijin Penebangan Kayu (IPK). Masyarakat yang menyerahkan lahannya kemudian merubah pikirannya sehingga ingin menarik kembali lahannya dari pemerintah daerah kabupaten Toba Samosir. Namun masyarakat dan pemerintah membuat kesepakatan bahwa hutan tersebut akan ditanam kembali dan dijadikan sebagai hutan wisata.

Pada tahun 2000 pemerintah mengadakan penanaman hutan kembali pada kawasan hutan yang ditebang tersebut dengan jarak tanam 6 x 6 m2. Pada tahun

2006 pemerintah daerah Kabupaten Toba Samosir menjadikannya sebagai hutan wisata yaitu seluas 10 Ha. Jenis pohon yang ditanam yaitu Meranti, Mahoni, Nangka, Kecapi, Medang, Ingul, Pinus, Andalehat, Kemenyan, Petai, Sampinur Tali dan Halembang. Sisa lahan yang diserahkan masyarakat Lumban Julu kepada pemerintah Kabupaten Toba Samosir diserahkan kepada Lembaga Swadaya Masyarakat Mekar Toba.

Sumber pendanaan pengelolaan Hutan Wisata Lumban Julu yaitu APBD Kabupaten Toba Samosir dan Otorita Asahan.

Kegiatan pemeliharaan Hutan Wisata seluas 10 Ha masih mengalami kendala, yaitu terjadi keterlambatan pemeliharaan dan pertumbuhan tanaman menjadi bervariasi. Menurut Bapak R. Manalu pengawas Hutan Wisata Lumban


(50)

Julu, seharusnya pemeliharaan ditindak lanjuti sebanyak 1 x 6 bulan secara rutin, agar pertumbuhan tanaman tidak bervariasi dan menjadi baik.

Persepsi Terhadap Hutan, Keberadaan Hutan Wisata Lumban Julu, Manfaat Hutan Wisata Lumban Julu, Fungsi Hutan Wisata Lumban Julu dan Resiko Hutan Wisata Lumban Julu

Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan

Persepsi masyarakat terhadap hutan dibutuhkan untuk mengetahui bagaimana pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang hutan secara umum. Persepsi responden terhadap hutan dapat dikelompokkan seperti dalam Tabel 7.

Tabel 7. Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan

Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan Jumlah Responden

Persentase (%)

Persepsi masyarakat terhadap hutan secara umum dengan baik

50 100

Persepsi masyarakat terhadap hutan secara umum dengan tidak baik

0 0

Jumlah 50 100

Data Primer, 2007

Seluruh responden memiliki persepsi yang baik terhadap hutan secara umumnya. Hutan dinyatakan sebagai kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Dengan adanya persepsi ini sebagian besar masyarakat tidak mengganggu atau mengeksploitasikan hutan tetapi cenderung menjaganya dari kerusakan hutan


(51)

karena pohon dan persekutuan alam lingkungannya baik biotic maupun abiotik tidak dapat dipisahkan. Apabila salah satunya terganggu maka hutan akan mengalami kerusakan dan merugikan manusia di sekitarnya.

Hutan memiliki manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kehidupan manusia. Seperti yang dikemukakan Salim, 1997 manfaat langsung, contoh kayu, rotan, getah, buah, madu dan binatang buruan. Manfaat tidak langsung, contohnya mengatur air mencegah terjadinya erosi, memberikan manfaat terhadap kesehatan, memberi rasa keindahan, bermanfaat di sektor periwisata, bermanfaat terhadap bidang pertahanan dan keamanan, menampung tenaga kerja dan menambah devisa Negara.

Responden menyatakan bahwa kondisi hutan di kecamatan Lumban Julu baik. Namun masih ditemukan pembakaran hutan untuk pembuatan ladang yang dilakukan oleh masyarakat. Hal ini disebabkan masyarakat masih sangat bergantung dengan pertanian. Mereka masih menganggap bahwa lahan hutan yang diwariskan kepada mereka merupakan properti untuk membuka lahan pertanian.

Kondisi hutan di Indonesia mengalami kerusakan dan luas arealnya berkurang. Melalui media elektronik maupun media cetak masyarakat memperoleh informasi tentang keberadaan hutan di Indonesia pada umumnya. Seiring berjalan waktu, luas hutan di Indonesia secara keseluruhan semakin berkurang. Hal ini disebabkan terjadinya pembalakan liar dan pembakaran hutan.


(52)

Apabila sumber daya hutan mengalami kerusakan akan merugikan bagi manusia dan lingkungannya. Kerusakan sumber daya hutan dapat mengakibatkan erosi tanah / tanah longsor dan kebanjiran yang dapat merusak lahan pertanian sumber mata pencaharian mayoritas pada desa ini dan mengganggu kelangsungan hidup masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

Kerusakan hutan dapat disebabkan oleh siapapun baik masyarakat, pemerintah maupun pengelola lainnya sehingga dapat merugikan semua pihak. Berdasarkan wawancara dengan responden bahwa masyarakat membuka lahan pertanian yang baru dengan menebang kayu dan membakar hutan. Kayu yang mereka tebang ada yang dijual atau digunakan sendiri baik itu sebagai bahan bangunan maupun kayu bakar. Sementara pembalakan liar juga dilakukan oleh pihak – pihak lain untuk kebutuhan usaha yang dikelolanya. Dengan demikian kerusakan hutan pun terjadi dan luas arealnya semakin berkurang. Kurang tegasnya pemerintah dalam memberikan sanksi terhadap pihak – pihak yang merusak hutan juga dapat berpengaruh terhadap keberadaan hutan saat ini.

Seluruh pihak baik masyarakat, para pengelola hutan atau perusahaan-perusahaan yang berkaitan dengan hutan maupun pemerintah memerlukan kerja sama yang baik untuk mempertahankan kelestarian hutan di Indonesia.


(53)

Persepsi Terhadap Keberadaan Hutan Wisata Lumban Julu

Persepsi terhadap keberadaan Hutan Wisata Lumban Julu dari hasil penyebaran kuesioner dan wawancara secara garis besar dikelompokkan seperti terlihat dalam Tabel 8.

Tabel 8. Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Hutan Wisata Lumban Julu

Persepsi Masyarakat terhadap Keberadaan Hutan Wisata Lumban Julu

Jumlah Responden

Persentase (%)

Hutan Wisata Lumban Julu sudah baik keberadaannya, masyarakat dan pemerintah bekerja sama dengan baik

3 6

Hutan Wisata Lumban Julu sudah baik keberadaannya, masyarakat dan pemerintah kurang bekerja sama dengan baik.

24 48

Hutan Wisata Lumban Julu belum baik keberadaannya

23 46

Jumlah 50 100

Data Primer, 2007

Ada 3 persepsi masyarakat terhadap keberadaan Hutan Wisata Lumban Julu. Kelompok responden pertama (6 %) yaitu responden yang berkarakteristik berumur 31 – 40 tahun, seluruhnya wanita, bermata pencaharian bertani memiliki persepsi Hutan Wisata Lumban Julu sudah baik keberadaannya, masyarakat dan pemerintah bekerja sama dengan baik. Bentuk dari pada kerjasama masyarakat dan pemerintah yaitu dalam penanaman pohon masyarakat turut serta melaksanakannya dan memelihara Hutan Wisata dengan tidak mengganggu kawasan tersebut. Kelompok responden ini juga menyatakan bahwa Hutan Wisata


(54)

sudah baik keberadaannya, tinggal sedikit penataan pada kawasan tersebut supaya lebih indah dan menarik.

Kelompok responden kedua (48 %) adalah responden mayoritas laki-laki, berumur 31 – 40 tahun, berpendidikan tamatan Sekolah Menengah Umum sederajat ke atas, bermata pencaharian bertani maupun bukan bertani, mengemukakan bahwa Hutan Wisata Lumban Julu sudah baik keberadaannya, pemerintah dan masyarakat kurang bekerjasama dengan baik. Hutan Wisata Lumban Julu dinyatakan sudah baik keberadaannya karena fasilitas transportasi yang memadai, tidak terlalu jauh dari jalan dan jenis pohon yang ditanam beragam dan langka sehingga dapat menarik minat para wisatawan untuk mengunjungi Hutan Wisata Lumban Julu. Dalam pengelolaan dan pemeliharaan masyarakat kurang diberdayakan. Kelompok responden ini mengungkapkan bahwa masyarakat yang ikut serta menolong pemerintah diberi upah.

Kelompok responden ketiga (46 %) adalah responden yang memiliki karakteristik yang sama dengan responden kelompok kedua menyatakan Hutan Wisata Lumban Julu belum baik keberadaannya. Hingga saat ini kelompok responden ini tidak melihat kemajuan setelah penanaman pohon Hutan Wisata Lumban Julu yang sudah dimulai pada tahun 2000, masih banyak yang perlu dibenahi untuk menambah keindahannya. Terlebih hutan ini menjadi obyek wisata rohani yang membutuhkan suasana yang lebih tenang dan nyaman. Dengan pertumbuhan pohon yang bervariasi hutan ini masih kurang nyaman dan tenang untuk dijadikan objek wisata rohani. Berdasarkan pengamatan mereka tempat ini dikunjungi orang untuk tempat persinggahan saja, bukan untuk tempat wisata,


(55)

bahkan para petani yang berladang di sekitar hutan wisata ini sering melintasi hutan ini untuk memotong jalan menuju tempat tinggal atau ladang mereka. Sebagian responden mengatakan bahwa keberadaan hutan ini menjadi tempat binatang-binatang yang datang dari hutan sekitarnya mencari makan, maka tidak sedikit ladang di sekitarnya rusak karena diganggu oleh binatang- binatang tersebut. Hal ini disebabkan hutan ini belum memiliki sistem penjagaan atau keamanan yang baik.

Persepsi Masyarakat Terhadap Manfaat Hutan Wisata Lumban Julu

Dari hasil penyebaran kuesioner dan wawancara hanya ditemukan satu kelompok responden (100 %) yaitu kelompok responden yang menyatakan Hutan Wisata Lumban Julu dapat memberi keuntungan finansial dan peningkatan kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Tidak ada responden yang menyatakan Hutan Wisata Lumban Julu tidak dapat memberi kontribusi apapun. Persepsi masyarakat terhadap manfaat Hutan Wisata Lumban Julu dapat dilihat dalam Tabel 9.

Tabel 9. Persepsi Masyarakat Terhadap Manfaat Hutan Wisata Lumban Julu

Persepsi Masyarakat Terhadap Manfaat Hutan Wisata Lumban Julu

Jumlah Responden

Persentase (%)

Hutan Wisata Lumban Julu memberi keuntungan finansial dan peningkatan kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan serta ilmu pengetahuan dan teknologi.

50 100

Hutan Wisata Lumban Julu tidak memberi kontribusi apapun.

0 0


(56)

Hutan Wisata Lumban Julu bermanfaat bagi kepentingan pariwisata, penyediaan lapangan kerja, peningkatan sumber ekonomi atau pendapatan masyarakat, peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbaikan lingkungan. Kebanyakan dari responden menyatakan Hutan Wisata Lumban Julu memiliki kelima manfaat tersebut secara keseluruhan. Namun pada saat ini manfaat tersebut belum dapat dirasakan oleh masyarakat, karena masih sedikitnya pengunjung Hutan Wisata Lumban Julu dan Hutan Wisata ini belum memiliki nilai jual. Hal ini disebabkan Hutan Wisata Lumban Julu masih dalam proses pembangunan dan penataan sehingga belum memiliki nilai jual sebagai kawasan wisata terutama sebagai daerah objek wisata Hutan Wisata.

Persepsi Masyarakat terhadap Fungsi Hutan Wisata Lumban Julu

Dari hasil penyebaran kuesioner dan wawancara, persepsi masyarakat terhadap fungsi Hutan Wisata Lumban Julu dapat dilihat dalam Tabel 10.

Tabel 10. Persepsi Masyarakat Terhadap Fungsi Hutan Wisata Lumban Julu

Persepsi Masyarakat Terhadap Fungsi Hutan Wisata Lumban Julu

Jumlah Responden

Persentase (%)

Hutan Wisata Lumban Julu memiliki fungsi ekologis, sosial dan ekonomis sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tanpa merusak lingkungan sekitarnya.

47 94

Masyarakat kurang menyadari akan pentingnya fungsi ekologis, sosial dan ekonomis Hutan Wisata Lumban Julu.

3 6

Hutan Wisata Lumban Julu tidak memiliki fungsi ekologis, sosial dan ekonomis yang baik.

0 0

Jumlah 50 100


(57)

Kelompok responden pertama (94 %) adalah responden yang memiliki keseluruhan karakteristik menyatakan Hutan Wisata Lumban Julu memiliki fungsi ekologis, sosial dan ekonomis sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tanpa merusak lingkungan sekitarnya. Secara ekologis Hutan Wisata Lumban Julu dapat memperbaiki lingkungan sekitarnya untuk menghindar dari kebanjiran, erosi tanah dan menjaga pengaturan air dengan baik. Secara sosial Hutan Wisata Lumban Julu dapat meningkatkan kepekaan sosial terhadap sesamanya dan mengembangkan budaya Batak berupa adat - istiadat masyarakat sekitarnya, tarian tradisional dan cara bercocok tanam agar menjadi lebih baik dan lebih dikenal oleh para wisatawan. Secara ekonomi Hutan Wisata Lumban Julu dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dengan cara membuka lapangan kerja seperti membuka toko, warung dan tempat penginapan di sekitar Hutan Wisata Lumban Julu serta dapat meningkatkan devisa negara.

Kelompok responden kedua (6 %) adalah responden yang memiliki tingkat pendidikan dominan tamatan Sekolah Dasar sederajat kurang menyadari akan pentingnya fungsi ekologis, sosial dan ekonomis Hutan Wisata Lumban Julu. Kebanyakan dari masyarakat memiliki pekerjaan pokok bertani. Mereka hanya menganggap pertanian jauh lebih penting, misalnya harga pupuk, harga padi maupun beras sehingga mereka kurang perduli dengan keberadaan Hutan Wisata Lumban Julu. Namun mereka membenarkan persepsi bahwa Hutan Wisata Lumban Julu memiliki fungsi ekologis, sosial dan ekonomi yang baik.


(58)

Tidak ada responden yang memiliki persepsi bahwa Hutan Wisata Lumban Julu tidak memiliki fungsi ekologis, sosial dan ekonomis yang baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Hutan Wisata Lumban Julu memiliki fungsi sosial, ekonomi dan ekologi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tanpa terkecuali dan dapat meningkatkan pendapatan daerah maupun devisa negara apabila fungsi Hutan Wisata Lumban Julu dapat dikelola dengan baik.

Persepsi Masyarakat terhadap Resiko Hutan Wisata Lumban Julu.

Persepsi responden terhadap Resiko Hutan Wisata Lumban Julu dari hasil penyebaran kuesioner dan wawancara secara garis besar dapat dikelompokkan seperti dalam Tabel 11.

Tabel 11. Persepsi Masyarakat Terhadap Resiko Hutan Wisata Lumban Julu

Persepsi Masyarakat Terhadap Resiko Hutan Wisata Lumban Julu

Jumlah Responden

Persentase (%)

Keberadaan Hutan Wisata Lumban Julu beresiko tinggi terhadap kehidupan sosial, ekonomi dan ekologi masyarakat sehingga tidak dapat dikendalikan.

13 26

Keberadaan Hutan Wisata Lumban Julu memiliki resiko namun dapat dikendalikan.

37 74

Jumlah 50 100

Data Primer, 2007

Persepsi yang dikemukakan responden penelitian terhadap resiko Hutan Wisata Lumban Julu dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama (26 %) yang terdiri dari responden yang dominan memiliki usia 41 sampai 50 tahun ke atas, bermata pencaharian bertani dan berwira swasta, dan


(59)

berpendidikan tamatan Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Sederajat menyatakan keberadaan Hutan Wisata Lumban Julu beresiko tinggi terhadap kehidupan sosial, ekonomi dan ekologi masyarakat sehingga tidak dapat dikendalikan. Kelompok responden ini menganggap keberadaan Hutan Wisata Lumban Julu dapat mengubah bahkan melunturkan nilai-nilai kebudayaan Batak Asli dengan hadirnya budaya asing yang dibawa oleh para wisatawan, keanekaragaman motivasi para pengunjung bisa saja mengakibatkan kerusakan sumber daya alam dan lingkungan sekitarnya serta keberadaan peningkatan pendapatan masyarakat di sekitar Hutan Wisata juga belum tentu menggambarkan kesejahteraan yang meningkat bisa jadi akan terjadi kemerosotan daya beli masyarakat. Ketiga kelompok resiko tersebut dianggap masyarakat tidak dapat dikendalikan lagi apabila terjadi akibat keberadaan Hutan Wisata Lumban Julu karena belum siapnya masyarakat menghadapi resiko–resiko tersebut.

Kelompok kedua (74%) adalah responden yang terdiri dari semua karakteristik umur, mata pencaharian, tingkat pendapatan dan dominan berpendidikan Sekolah Menengah Umum sederajat ke atas, menyatakan keberadaan Hutan Wisata Lumban Julu memiliki resiko namun dapat dikendalikan. Sebagai daerah objek wisata Hutan Wisata Lumban Julu bermanfaat sebagai agen penyumbang tradisi budaya dengan dampak negatif yang seminimal mungkin apabila masyarakat dapat menyaring budaya – budaya asing yang masuk (Fandeli, 2001). Dalam wisata alam jumlah pengunjung yang terlalu banyak justru dapat berarti bencana dan dapat memperkecil tingkat kepuasan konsumen.. Dengan berbagai motivasi pengunjung tersebut dapat mengakibatkan kerusakan sumber daya alam dan sekitarnya akibat tidak sanggupnya kawasan tersebut


(60)

menampung berbagai aktivitas wisatawan sehingga perlu perluasan dan diversifikasi atraksi wisata. Hutan Wisata Lumban Julu merupakan daerah objek wisata rohani sehingga motivasi pengunjung pada umumnya hanya untuk aktivitas rohani (Weber dan Damanik, 2006). Demikian juga dengan resiko peningkatan pendapatan masyarakat di sekitar hutan agro wisata yang dianggap belum tentu meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena terjadinya kemerosotan daya beli masyarakat, hal ini bisa saja terjadi apabila peluang keterlibatan masyarakat lokal lebih terbatas karena pengelolaannya bersifat tertutup oleh pemerintah daerah kabupaten Toba Samosir. Untuk mengatasinya seluruh masyarakat harus diberi peluang untuk pengembangan pariwisata daerah tersebut secara merata di bawah pengawasan pemerintah daerah kabupaten Toba Samosir agar tidak terjadi kesenjangan sosial dan ekonomi masyarakat.

Kesimpulannya sebagian besar responden menganggap resiko Hutan Wisata Lumban Julu tidaklah perlu dikuatirkan karena setiap resiko yang akan dihadapi dapat dikendalikan dengan adanya kerja sama yang baik antara pemerintah dengan masyarakat.

Analisis SWOT terhadap Hutan Wisata Lumban Julu Faktor Internal

Faktor internal yang diidentifikasi di sini menyangkut segala hal yang terkait/berasal dari lingkungan/diri masyarakat/individu anggota masyarakat itu sendiri (Rangkuti, 1997) yang meliputi antara lain:

1. Pada umumnya masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah memandang hutan sebagai sumber kehidupan yang perlu dilestarikan,


(61)

namun mereka relatif menggunakan atau memanfaatkan hutan dengan efisien.

2. Sebagai daerah objek wisata rohani, fasilitas penginapan yang sangat dibutuhkan. Salah satu kegiatan wisata rohani adalah retreat. Kegiatan ini biasanya dilakukan beberapa hari, otomatis kegiatan ini membutuhkan temapat penginapan.

3. Kawasan hutan wisata sedang berkembang. Pengembangan pariwisata termasuk salah satu prioritas pembangunan yang dilakukan oleh pemerintahan daerah kabupaten Toba Samosir. Untuk meningkatkan perekonomian daerah , tidak selamanya harus mengeksploitasi kekayaan SDA seperti pertanian, perkebunan, pertambangan dan kehutanan. Oleh karena itu perlu terobosan baru untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pariwisata dan salah satunya adalah Hutan Wisata Lumban Julu.

4. Kesadaran lingkungan masih rendah. Masyarakat kurang peduli dengan adanya sampah organik dan anorganik yang mencemari lingkungan tempat tinggal masyarakat dan sekitar kawasan objek wisata. Pemerintah juga kurang tegas daam memonitoring dan mengavaluasi perlindungan terhadap lingkungan.

5. Masyarakat lokal diberdayakan dalam mengelola hutan wisata baik dalam kegiatan penanaman pohon – pohon maupun dalam hal promosi.

6. Kebudayaan suku Batak asli. Wisatawan menaruh perhatian besar pada budaya masyarakat di daerah tujuan wisata. Pengalaman budaya di daerah tujuan menjadi salah satu daya tarik yang diperhitungkan.


(62)

7. Kelembagaan lokal pariwisata diartikan baik sebagai kebijakan maupun kegiatan – kegiatan yang mendukung perkembangan pariwisata yang digagas oleh pemerintah. Pemerintah berkepentingan membuka peluang besar terhadap orang yang berwisata dan memiliki kesempatan berusaha untuk memperlancar kegiatan wisata.

8. Aksesibilitas mecakup keseluruhan infrastruktur transportasi yang menghubungkan wisatawan dari, ke dan selama di daerah tujuan wisata. Kawasan ini tidak jauh dari jalan raya lintas sumatera, jadi tidak sulit untuk menemukan trasportasi di sana. Akses ini tidak hanya menyangkut aspek kuantitas tetapi juga kualitas, ketepatan waktu, kenyamanan dan keselamatan.

9. Untuk menjalankan peran yang sangat strategis ini pemerintah penting memiliki rencana detail pengembangan kawasan hutan wisata misalnya tata-guna lahan; bagaimana daya dukung lingkungan, berapa rata- rata kapasitas atau daya tampung lokasi untuk wisatawan, di mana lokasi akomodasi, tempat parkir, taman, tempat atraksi, bagaimana rute jalan ke dan di dalam kawasan wisata.

10. Minimnya data base atraksi wisata disebabkan masih sedikitnya atraksi wisata di kawasan ini, yaitu atraksi buatan saja. Hutan ini sengaja dibuat oleh pemerintah untuk daerah obyek wisata rohani.

11. Potensi kebakaran tinggi karena pohon yang ditanam jenis kayu keras yang rentan dengan kebakaran.


(63)

Berdasarkan diskusi bersama pihak kantor Unit Pelaksana Teknis Dinas Kehutanan Lumban Julu dan kantor Kecamatan Lumban Julu diperoleh faktor– faktor internal yang dimiliki Hutan Wisata Lumban Julu tertera dalam Tabel 12.

Tabel 12. Faktor Internal Hutan Wisata Lumban Julu

Faktor Internal Hutan Wisata Lumban Julu

Kekuatan Kelemahan

1. Masyarakat memandang hutan

sebagai sumber kehidupan yang perlu dilestarikan.

1. Tingkat Pendidikan masyarakat

relatif rendah mengakibatkan rendahnya kualitas dan kapasitas masyarakat.

2. Kawasan sedang berkembang. 2. Sumber daya manusia dan

kelembagaan yang kompeten terbatas.

3. Kebudayaan suku Batak Asli. 3. Belum tersedianya fasilitas

akomodasi. 4. Keterlibatan masyarakat lokal

dalam mengelola hutan wisata.

4. Minimnya data base atraksi wisata.

5. Komitmen kuat pemerintah

daerah.

5. Kesadaran lingkungan masyarakat

masih rendah . 6. Memiliki rencana detail

pengembangan kawasan hutan wisata.

7. Kelembagaan local pariwisata .

Data Primer, 2007

Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang dapat diidentifikasi di sini adalah menyangkut segala sesuatu yang berasal dari luar lingkungan masyarakat, desa, dan secara umum faktor tersebut sulit dikuasai oleh masyarakat. Faktor-faktor eksternal dimaksud adalah:


(64)

1. Kawasan Hutan Wisata Lumban Julu terletak di Desa Sionggang Utara, Kecamatan Lumban Julu, Kabupaten Toba Samosir merupakan daerah perbatasan kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Simalungun. Daerah obyek wisata Danau Toba, Parapat, Kabupaten Simalungun terletak dekat dengan kawasan Hutan Wisata Lumban Julu dapat menjadi peluang yang baik dalam mempermudah kegiatan promosi kawasan Hutan Wisata Lumban Julu sebagai daerah obyek wisata.

2. Kegiatan wisata rohani yang dilakukan oleh sejumlah perkumpulan baik dari lokal maupun luar daerah mempengaruhi jumlah atau intensitas kedatangan pengunjung menuju Hutan Wisata Lumban Julu.

3. Adanya kerja sama dengan pemerintah daerah Kabupaten Toba Samosir misalnya Otorita Asahan dalam hal penanaman modal.

4. Adanya inisatif politik pemerintah pusat dengan keluarnya peraturan perundang – undangan tentang otonomi daerah. Otonomi memberi kewenangan bagi daerah untuk melakukan perencanaan, pengembangan dan pengelolaan kawasan Hutan Wisata Lumban Julu di Kabupaten Toba Samosir. Proses dan mekanisme pengambilan keputusan menjadi lebih sederhana dan cepat.

5. Ekspansi perdagangan bebas dapat mempengaruhi daya saing yang sangat tinggi terhadap daerah – daerah wisata yang lain. Berbagai budaya yang masuk bisa saja menjadi ancaman bagi masyarakat misalnya gaya hidup wisatawan yang hura- hura, menggunakan pakaian dan rentannya barang – barang atau obat- obat terlarang yang masuk secara illegal.


(65)

6. Bahaya kebakaran hutan di sekitar Hutan Wisata Lumban Julu dapat merembes ke Hutan Wisata Lumban Julu dengan mudah pada saat musim panas khususnya. Hal ini akan menjadi kendala dalam kegiatan wisata di kawasan tersebut.

Berdasarkan diskusi bersama pihak kantor Unit Pelaksana Teknis Dinas Kehutanan Lumban Julu dan kantor Kecamatan Lumban Julu juga diperoleh faktor–faktor eksternal yang dimiliki Hutan Wisata Lumban Julu dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Faktor Eksternal Hutan Wisata Lumban Julu

Faktor Eksternal Hutan Wisata Lumban Julu

Peluang Ancaman

1. Dekat dengan kawasan pariwisata Danau Toba, Parapat.

1. Ekspansi (meluasnya) perdagangan bebas.

2. Aktivitas wisata rohani 2. Bahaya kebakaran di sekitar hutan.

3. Adanya kerjasama dengan

pemerintah kabupaten

4. Adanya inisiatif politik pemeritah pusat dengan keluarnya peraturan perundang-undangan tentang otonomi daerah

Data Primer, 2007

Penentuan Strategi Berdasarkan Analisis SWOT

Setelah diketahui faktor internal dan faktor eksternal Hutan Wisata Lumban Julu maka ditentukan strategi berdasarkan analisa SWOT. Berikut adalah Tabel 14. Penentuan Strategi Berdasarkan Analisis SWOT.


(66)

Tabel. 14. Penentuan Strategi Berdasarkan Analisis SWOT Faktor Internal Faktor Eksternal Kekuatan (S) Kelemahan (W)

1. Masyarakat memandang

hutan sebagai sumber kehidupan yang perlu dilestarikan.

2. Kawasan sedang

berkembang.

3. Kebudayaan suku Batak

Asli.

4. Keterlibatan Masyarakat

lokal dalam mengelola hutan wisata.

5. Komitmen kuat pemerintah.

6. Memiliki rencana detail

pengembangan kawasan hutan wisata.

1. Tingkat pendidikan

masyarakat relatif rendah mengakibatkan rendahnya kualitas dan kapasitas masyarakat. 2. Sumber daya manusia

dan kelembagaan yang kompeten terbatas.

3. Belum tersedianya

fasilitas akomodasi.

4. Minimnya data base

atraksi wisata.

5. Kesadaran lingkungan masyarakat masih rendah .

Peluang (O)

Strategi S – O Strategi W – O

1. Dekat dengan kawasan

pariwisata Danau Toba, Parapat

2. Aktivitas wisata rohani.

3. Adanya kerjasama dengan

pemerintah kabupaten.

4. Adanya inisiatif politik pemeritah pusat dengan keluarnya peraturan perundang-undangan tentang

otonomi daerah.

1. Aktivitas wisata budaya dan rohani merupakan atraksi yang perlu dikembangkan di kawasan Hutan Wisata Lumban Julu dimana atraksi ini juga merupakan salah satu atraksi yang ramah lingkungan dan mempunyai nilai pasar yang baik.

2. Promosi atau pengenalan

Hutan Wisata Lumban Julu sebagai kawasan wisata rohani yang terletak tidak jauh dari kawasan pariwisata Danau Toba, Parapat.

3. Menambah fasilitas dan

memperluas jaringan kelompok dan organisasi kepariwisataan mewujudkan komitmen kuat pemerintah terhadap pariwisata.

4. Keberhasilan rencana detail pengembangan kawasan

1. Pelatihan masyarakat

dalam upaya pengoptimalan sumber

daya manusia di kawasan Hutan Wisata Lumban Julu .

2. Pentingnya diadakan

sosialisasi ke masyarakat dan sekolah-sekolah mengenai pentingnya memelihara lingkungan hidup.

3. Pembuatan peraturan-peraturan serta sanksi bagi masyarakat dalam upaya pemeliharaan lingkungan hidup.

4. Penambahan fasilitas

akomodasi (penginapan).

5. Penambahan atraksi

wisata sesuai potensi kawasan yang dekat


(67)

Hutan Wisata seperti pembangunan pariwisata berkelanjutan, struktur admisnistrasi dan politik pariwisata yang mencakup pemerintah lokal, peraturan perundang-undangan,

otonomi daerah dan keragaman potensi wisata.

5. Obyek wisata Hutan

Wisata Lumban Julu tidak jauh dengan jalan raya lintas Sumatera yang aman dan nyaman utuk dilintasi.

dengan kawasan

pariwisata Danau Toba, Parapat.

6. Peningkatan keamanan dengan mendirikan posko-posko pengamatan dan penanggulangan kebakaran. Ancaman (T)

Strategi S – T Strategi W – T

1. Ekspansi (meluasnya) perdagangan bebas.

2. Bahaya kebakaran di sekitar hutan.

3. Kerusakan lingkungan akibat kagiatan illegal logging

1. Kegiatan wisata didasari pada pencarian hasil (keuntungan / kepuasan) yang optimal dengan tetap menjaga agar semua produk dan jasa wisata yang digunakan tersebut lestari dan berkembang dengan baik, melihat ancaman baru yaitu ekspansi kawasan-kawasan wisata ke daerah-daerah pedalaman.

2. Sosialisasi kepada

masyarakat mengenai bahayanya kebakaran hutan danm kegiatan illegall logging.

1. Penguatan kompetensi sumber daya manusia melalui pelatihan yang sesuai dengan skill yang dibutuhkan di tengah persaingan dengan ekspansi daerah obyek wisata lainnya. 2. Penguatan

kelembagaan yang berkompeten dalam perkembangan sistem kepariwisataan.

Data Primer, 2007

Prospek Pembangunan Hutan Wisata Lumban Julu

Berdasarkan observasi, Hutan Wisata Lumban Julu masih memiliki banyak kekurangan dalam pengelolaannya. Keadaannya saat ini belum menunjukkan adanya pembangunan Hutan Wisata Lumban Julu yang berhasil karena Hutan Wisata Lumban Julu belum dapat dilihat sebagai daerah objek wisata yang patut “dijual” pada turis mancanegara maupun domestic dan sebagai daerah objek wisata yang memiliki prospek di Kabupaten Toba Samosir.


(1)

Persepsi Terhadap Hutan

1. Pengertian hutan

 Suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan

 Ekosistem yang terdidi pohon-pohon, binatang dan lingkungan

 Lahan yang dapat digunakan untuk memperoleh manfaat ekonomi saja 2. Hutan memiliki manfaat

 Ya

 Tidak

3. Manfaat langsung daripada hutan

 Tidak ada

 Kayu, rotan, getah, buah-buahan, madu, hewan buruan, dan lain-lain... 4. Kondisi hutan di sini

 Baik

 Tidak baik

5. Kondisi hutan di Indonesia

 Rusak dan luas arealnya berkurang

 Tidak mengalami kerusakan

6. Hutan tidak dapat dipisahkan dengan manusia dan lingkungan

 Benar

 Salah

7. Sumberdaya hutan yang mengalami kerusakan

 Merugikan

 Tidak merugikan

8. Akibat adaya ketidakseimbangan antara sumberdaya alam yang tersedia, lingkungan biofisik dan sumberdaya manusia maka dapat menimbulkan masalah-masalah yang menyangkut gangguan keamanan hutan daan pertanian

 Ya

 Tidak

9. Penyebab terjadinya kerusakan hutan

 Masyarakat / Pemerintah / Pengelola lainya (coret jika ada yang tidak perlu)

 Tidak ada

10. Pihak yang dirugikan apabila hutan mengalami kerusakan

 Masyarakat / Pemerintah / Pengelola lainya (coret jika ada yang tidak perlu)


(2)

Persepsi terhadap Keberadaan Hutan Wisata Toba Samosir

1. Apakah Anda mengetahui tentang Hutan Wisata Toba Samosir?

 Ya

 Tidak

2. Kondisi Hutan Wisata Toba Samosir

 Baik

 Tidak baik

3. Peran serta masyarakat membantu pemerintah dalam pengelolaan Hutan Wisata Toba Samosir

 Ada

 Tidak ada Jelaskan!

4. Jumlah pengunjung yang datang ke Hutan Wisata Toba Samosir

 Banyak

 Tidak banyak

5. Keberadaan kawasan Hutan Wisata Toba Samosir perlu dikembangkan

 Ya

 Tidak Alasannya,…

Persepsi terhadap Manfaat Hutan Wisata Toba Samosir

1. Hutan Wisata Toba Samosir bermanfaat bagi kepentingan pariwisata

 Ya

 Tidak

2. Hutan Wisata Toba Samosir bermanfaat bagi penyediaan lapangan kerja

 Ya

 Tidak

3. Hutan Wisata Toba Samosir bermanfaat bagi peningkatan sumber ekonomi atau pendapatan masyarakat

 Ya


(3)

4. Hutan Wisata Toba Samosir bermanfaat bagi peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi

 Ya

 Tidak

5. Hutan Wisata Toba Samosir bermanfaat bagi perbaikan lingkungan

 Ya

 Tidak

Persepsi terhadap Fungsi Hutan Wisata Toba Samosir

1. Keberadaan Hutan Wisata Toba Samosir meningkatkan kualitas kesejahteraan sosial masyarakat

 Ya

 Tidak

2. Keberadaan Hutan Wisata Toba Samosir dapat meningkatkan pendapatan masyarakat

 Ya

 Tidak

3. Keberadaan Hutan Wisata Toba Samosir dapat mempertahankan kualitas sumberdaya alam tanpa merusak lingkungan di sekitarnya

 Ya

 Tidak

4. Kesadaran yang tinggi dari pengelola agar fungsi ekologis, sosial dan ekonomis tetap terjamin itu penting. Menurut Anda, siapakah yang mempunyai hak atau pantas untuk mengelola kawasan Hutan Wisata Toba Samosir?

 Masyarakat

 Pemerintah

 LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)/ Pengusaha

 Masyarakat dan pemerintah

 Masyarakat, pemerintah dan pengelola lainnya seperti LSM/ pengusaha 5. Pihak yang paling dirugikan jika Hutan Wisata Toba Samosir mengalami

kerusakan

 Masyarakat

 Pemerintah


(4)

Persepsi terhadap Resiko Hutan Wisata Toba Samosir

1. Pembangunan Hutan Wisata Toba Samosir oleh Pemerintah Kabupaten Toba Samosir berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat di sini

 Ya

 Tidak

2. Salah satu kriteria pengembangan pariwisata yaitu memanfaatkan pariwisata sebagai agen penyumbang tradisi budaya. Dengan kehadiran budaya asing yang dibawa oleh para pengunjung apakah itu akan berdampak baik bagi kebudayaan masyarakat sekitar Hutan Wisata Toba Samosir? (Ya/Tidak) Alasannya…

3. Fakta keberadaan peningkatan pendapatan masyarakat di sekitar Hutan Wisata, belum tentu menggambarkan kesejahteraan yang meningkat bisa jadi akan terjadi kemerosotan daya beli masyarakat.

 Ya

 Tidak

4. Keanekaragaman motivasi pengunjung mendatangi Hutan Wisata Toba Samosir bisa saja mengakibatkan kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan sekitarnya.

 Ya

 Tidak

5. Pentingnya kegiatan konservasi untuk memperkecil dampak negatif terhadap lingkungan

 Ya


(5)

Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Pelaksanaan wawancara mendalam dengan salah seorang warga Desa

Sionggang Utara


(6)

Gambar 3. Salah satu objek wisata Hutan Wisata Lumban Julu