Xerostomia Akibat Penggunaan Tramadol

(1)

XEROSTOMIA AKIBAT PENGGUNAAN TRAMADOL

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

WAHYU RINANINGSIH NIM : 030600046

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2007


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Biologi Oral Tahun 2007

Wahyu Rinaningsih

Xerostomia Akibat Penggunaan Tramadol viii + 27 halaman

Nyeri sangat penting sebagai mekanisme proteksi bagi tubuh yang timbul bilamana jaringan sedang dirusak dan menyebabkan individu bereaksi untuk menghilangkan rangsang nyeri ini. Salah satu nyeri dari aspek oral fasial adalah nyeri wajah atipikal yang merupakan suatu nyeri wajah idiopatik yang persisten dan umumnya sering terjadi pada wanita daripada laki-laki.

Nyeri ini tidak mengikuti distribusi saraf kranial, tetapi menyebar pada maksila, mandibula, daerah leher ataupun wajah. Nyeri dapat menetap untuk beberapa hari dan tidak ada trigger zone yang dihubungkan dengan penyakit ini. Etiologi juga belum pasti, tetapi terdapat faktor-faktor resiko yang dapat dipertimbangkan sebagai faktor etiologinya.

Banyaknya keluhan dari pasien pada para medis di tempat prakteknya, maka nyeri ini merupakan masalah yang perlu untuk diperhatikan, terutama pada mereka yang sedang mengalami nyeri psikogenik depresif dan berkeras menyalahkan penyakit organik


(3)

Sebagai dokter gigi, kita harus berperan dalam mengenal dan mendiagnosa nyeri wajah atipikal sebagai salah satu penyebab nyeri sesudah prosedur kedokteran gigi dan diharapkan mampu memberikan perawatan awal untuk mengatasinya.


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi

Medan, 31 Mei 2007

Pembimbing : Tanda tangan

Yendriwati, drg., M.Kes ... NIP : 131 882 291


(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 31 Mei 2007

TIM PENGUJI

1. Mansyur Tanjung, drg. NIP : 130 353 130 2. Trikut Bangun, drg. NIP : 130 517 483


(6)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan perlindunganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini untuk diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Skripsi yang berjudul “Nyeri Wajah Atipikal dan Penatalaksanaannya” ini, penulis persembahkan terutama kepada ayahanda (Toto Suhartono) dan ibunda (Asmawaty) yang dengan penuh rasa sayang mendidik dan membesarkan penulis serta memberi dukungan yang sangat berarti kepada penulis, serta pada Hans VK dan Fithria E yang sangat membantu penulis secara langsung dalam semangat, pengertian dan doa yang diberikan.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, petunjuk dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati dan dengan penuh keikhlasan, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Yendriwati, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing skripsi yang telah menyediakan waktu untuk membimbing, membantu dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(7)

3. Lisna Unita R, drg., M.Kes selaku Kepala Departemen Biologi Oral yang telah memberikan masukan dan bimbingan pada penulis.

4. Seluruh staf pengajar terutama staf pengajar dan pegawai Departemen Biologi Oral di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

5. Teman-teman penulis “Wayu, Lisa, k’Ivo, Fitri, Uwie, Tina”, kakak-kakakku stambuk 2002, pengurus-pengurus BKM FKG USU dan pada teman-teman angkatan 2003 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas doa dan dukungan serta kebersamaannya selama ini.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pemikiran yang membangun bagi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Biologi Oral dalam pengembangan ilmu di masyarakat.

Medan, Mei 2007 Penulis

(Wahyu Rinaningsih) NIM : 030600046


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN TIM PENGUJI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

BAB 2 NYERI ... 3

2.1 Jenis Nyeri ... 4

2.1.1 Berdasarkan Mekanisme Nyeri... 4

2.1.2 Berdasarkan Kemunculan Nyeri... 5

2.1.3 Berdasarkan Klasifikasi Nyeri Wajah... 6

2.2 Etiologi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri... 7

2.3 Fisiologi Nyeri... 9

BAB 3 NYERI WAJAH ATIPIKAL... ... 13

3.1 Pengertian... 13

3.2 Faktor Resiko... 15

3.3 Diagnosa ATFP... 16

3.4 Diagnosa Banding... 18

3.4.1 Neuralgia Trigeminal... .. 18

3.4.2 Sindroma TMJ... 19


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1 Klasifikasi serabut saraf periferal... 10 2 Diagnosa banding dari nyeri wajah... 20


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1 Faktor-faktor yang berinteraksi dan mempengaruhi

pengalaman nyeri... 9 2 Teori Gate Control... 11


(11)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Biologi Oral Tahun 2007

Wahyu Rinaningsih

Xerostomia Akibat Penggunaan Tramadol viii + 27 halaman

Nyeri sangat penting sebagai mekanisme proteksi bagi tubuh yang timbul bilamana jaringan sedang dirusak dan menyebabkan individu bereaksi untuk menghilangkan rangsang nyeri ini. Salah satu nyeri dari aspek oral fasial adalah nyeri wajah atipikal yang merupakan suatu nyeri wajah idiopatik yang persisten dan umumnya sering terjadi pada wanita daripada laki-laki.

Nyeri ini tidak mengikuti distribusi saraf kranial, tetapi menyebar pada maksila, mandibula, daerah leher ataupun wajah. Nyeri dapat menetap untuk beberapa hari dan tidak ada trigger zone yang dihubungkan dengan penyakit ini. Etiologi juga belum pasti, tetapi terdapat faktor-faktor resiko yang dapat dipertimbangkan sebagai faktor etiologinya.

Banyaknya keluhan dari pasien pada para medis di tempat prakteknya, maka nyeri ini merupakan masalah yang perlu untuk diperhatikan, terutama pada mereka yang sedang mengalami nyeri psikogenik depresif dan berkeras menyalahkan penyakit organik sebagai penyebab rasa sakit tersebut.


(12)

Sebagai dokter gigi, kita harus berperan dalam mengenal dan mendiagnosa nyeri wajah atipikal sebagai salah satu penyebab nyeri sesudah prosedur kedokteran gigi dan diharapkan mampu memberikan perawatan awal untuk mengatasinya.


(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

Nyeri merupakan tanda penting terhadap adanya gangguan fisiologis. Nyeri secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat.1 Salah satu nyeri dari aspek oral-fasial adalah nyeri wajah atipikal.

Nyeri wajah atau nyeri fasialis harus dibedakan dari nyeri kepala. Yang dimaksud dengan nyeri kepala adalah nyeri yang berlokasi di atas garis orbitomeatal dan nyeri wajah adalah nyeri yang berlokasi di bawah garis orbitomeatal, serta di atas leher dan di depan telinga. Pendapat lain ada yang menganggap wajah itu sebagai bagian depan kepala yang tidak ditutupi rambut kepala. Ada juga yang memasukkan nyeri di daerah wajah ke dalam nyeri kepala, misalnya neuralgia kranialis.

2

Nyeri wajah atipikal biasanya dikenal sebagai suatu nyeri wajah idiopatik yang

persisten, umumnya sering terjadi pada wanita daripada laki-laki. 3

4,5

Kebanyakan pasien yang mengeluhkan nyeri wajah ini di klinik adalah wanita berumur di antara 30 sampai 50 tahun, umumnya nyeri ini mempengaruhi regio maksila dan tidak ditemukan adanya penyakit atau penyebab sebenarnya. Pada sebagian besar pasien, gejala-gejala nyeri dapat dianggap sebagai suatu penyakit yang serius, sedangkan pada sebagian kecil pasien, dianggap sebagai suatu akibat dari penyakit psikologis atau psikiatrik.

Nyeri ini tidak mengikuti distribusi saraf kranial, tetapi menyebar pada maksila, mandibula, daerah leher ataupun wajah, dapat menetap untuk beberapa hari dan tidak ada

trigger zone yang dihubungkan dengan penyakit ini. Etiologi juga 5


(14)

belum pasti, meskipun dalam beberapa kasus, mekanisme psikogenik telah dianggap sebagai bagian yang dapat mempengaruhi.

Nyeri wajah atipikal harus dibedakan dari nyeri wajah tipikal, sakit kepala primer dan nyeri gigi. Dalam hal perawatan, manajemen nyeri wajah atipikal membutuhkan pengetahuan khusus dari kriteria diagnosa yang sangat penting dalam menentukan diagnosa banding dan dalam pemilihan terapi yang efektif.

2,4,5

4

Mengingat banyaknya keluhan dari pasien pada para medis di tempat prakteknya, rumah sakit dan puskesmas, maka nyeri wajah atipikal merupakan masalah yang perlu untuk diperhatikan, terutama pada mereka yang sedang mengalami nyeri psikogenik

depresif dan berkeras menyalahkan penyakit organik sebagai penyebab rasa sakit

tersebut.

5,6

Merskey telah melaporkan bahwa 50 % nyeri yang berasal dari psikogenik dialami di wajah dan kepala.7 Nyeri wajah atipikal adalah salah satu nyeri psikogenik.

Dokter gigi kemungkinan besar dapat menjumpai pasien dengan keadaan seperti ini di tempat prakteknya, maka dokter gigi harus mengetahui pengertian, jenis, etiologi dan fisiologi terjadinya nyeri. Memahami pengertian, faktor resiko dan diagnosa banding terhadap pasien dengan nyeri wajah atipikal di klinik. Serta mengetahui perawatan dari nyeri ini.


(15)

BAB 2

NYERI

Nyeri adalah suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional serta termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatori, respon-respon yang mengantarkan ataupun reaksi-reaksi yang ditimbulkan oleh stimulus dalam suatu kasus nyeri.2,10

Biasanya dirasakan hanya dalam bentuk suatu sensasi, dengan gambaran yang dapat dibandingkan dengan sensasi lain (seperti sentuhan atau penglihatan) yang mengikuti untuk membedakan kualitas, lokasi, durasi dan intensitas dari suatu stimulus.

Nyeri sangat penting sebagai mekanisme proteksi tubuh yang timbul bilamana jaringan sedang dirusak dan menyebabkan individu bereaksi untuk menghilangkan rangsang nyeri ini.

2

11

Pada Pertemuan Ilmiah Nasional I (PB PAPDI), menyatakan nyeri sebagai perasaan atau pengalaman emosional yang disebabkan dan berhubungan dengan terjadinya kerusakan jaringan tubuh.

Persepsi nyeri sangat bersifat individual,

12,13,14

1,13

banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor non fisik, bukan hanya merupakan gangguan fisik tetapi merupakan kombinasi dari faktor fisiologis, patologis, emosional, psikologis, kognitif, lingkungan dan sosial.13


(16)

2.1 Jenis Nyeri

Jenis nyeri dapat dinyatakan dalam beberapa hal, seperti: berdasarkan mekanisme nyeri, berdasarkan kemunculan nyeri dan berdasarkan klasifikasi nyeri wajah.

2.1.1 Berdasarkan Mekanisme Nyeri

Nyeri dapat diklasifikasikan dalam 3 jenis yaitu

1. Nyeri fisiologis, terjadinya nyeri oleh karena stimulasi singkat yang tidak merusak jaringan, misalnya pukulan ringan akan menimbulkan nyeri yang ringan. Ciri khas nyeri sederhana adalah terdapatnya korelasi positif antara kuatnya stimuli dan persepsi nyeri, seperti semakin kuat stimuli maka semakin berat nyeri yang dialami.

2. Nyeri inflamasi, terjadinya nyeri oleh karena stimuli yang sangat kuat sehingga merusak jaringan. Jaringan yang dirusak mengalami inflamasi dan menyebabkan fungsi berbagai komponen nosiseptif berubah. Jaringan yang mengalami inflamasi mengeluarkan berbagai mediator inflamasi, seperti: bradikinin, leukotrin, prostaglandin, purin dan sitokin yang dapat mengaktivasi atau mensensitisasi nosiseptor secara langsung maupun tidak langsung. Aktivasi nosiseptor menyebabkan nyeri, sedangkan sensitisasi nosiseptor menyebabkan hiperalgesia. Meskipun nyeri merupakan salah satu gejala utama dari proses inflamasi, tetapi sebagian besar pasien tidak mengeluhkan nyeri terus menerus. Kebanyakan pasien mengeluhkan nyeri bila jaringan atau organ yang berlesi


(17)

mendapat stimuli, misalnya: sakit gigi semakin berat bila terkena air es atau saat makan, sendi yang sakit semakin hebat bila digerakkan.

3. Nyeri neuropatik adalah nyeri yang didahului dan disebabkan adanya disfungsi primer ataupun lesi pada sistem saraf yang diakibatkan: trauma, kompresi, keracunan toksin atau gangguan metabolik. Akibat lesi, maka terjadi perubahan khususnya pada Serabut Saraf Aferen (SSA) atau fungsi neuron sensorik yang dalam keadaan normal dipertahankan secara aktif oleh keseimbangan antara neuron dengan lingkungannya, sehingga menimbulkan gangguan keseimbangan. Gangguan keseimbangan tersebut dapat melalui perubahan molekuler sehingga aktivasi SSA (mekanisme perifer) menjadi abnormal yang selanjutnya menyebabkan gangguan fungsi sentral (mekanisme sentral).

14

14

2.1.1 Berdasarkan Kemunculan Nyeri

Menurut The International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu

1. Nyeri akut, nyeri yang biasanya berhubungan dengan kejadian atau kondisi yang dapat dideteksi dengan mudah. Nyeri akut merupakan suatu gejala biologis yang merespon stimuli nosiseptor (reseptor rasa nyeri) karena terjadinya kerusakan jaringan tubuh akibat penyakit atau trauma.13,14 Nyeri ini biasanya berlangsung sementara, kemudian akan mereda bila terjadi penurunan intensitas stimulus pada nosiseptor dalam beberapa hari sampai beberapa minggu.1,13,14 Contoh nyeri akut ialah nyeri akibat kecelakaan atau nyeri pasca bedah.1,13


(18)

2. Nyeri kronik, nyeri yang dapat berhubungan ataupun tidak dengan fenomena patofisiologik yang dapat diidentifikasi dengan mudah, berlangsung dalam periode yang lama dan merupakan proses dari suatu penyakit. Nyeri kronik berhubungan dengan kelainan patologis yang telah berlangsung terus menerus atau menetap setelah terjadi penyembuhan penyakit atau trauma dan biasanya tidak terlokalisir dengan jelas.1,13,14 Nyeri wajah atipikal adalah salah satu nyeri kronik.3,4,5,6,8

2.1.3 Berdasarkan Klasifikasi Nyeri Wajah

Nyeri pada wajah ataupun rongga mulut dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu

1. Nyeri somatik, nyeri yang dapat dihasilkan dari stimulasi reseptor-reseptor

neural ataupun saraf-saraf periferal. Jika stimulasi bermula dari bagian superfisial tubuh,

karakteristik klinisnya, seperti: nyeri dengan kualitas menstimulasi, lokalisasi nyeri yang tepat, adanya hubungan yang akurat antara tempat lesi dan sumber nyeri serta cara menghilangkan nyeri yang temporer dengan aplikasi anestesi topikal. Jika stimulasi bermula dari bagian dalam tubuh, karakteristik klinisnya, seperti: nyeri dengan kualitas mendepresikan, lokalisasi beragam dari nyeri yang menyebar, lokasi dari nyeri bisa ataupun tidak berhubungan dengan tempat lesi, sering menunjukkan efek-efek sekunder dari perangsangan pusat.

2. Nyeri neurogenik, nyeri yang dihasilkan dalam sistem sarafnya sendiri,


(19)

menstimulasikan, lokalisasi baik, adanya hubungan yang tertutup diantara lokasi dari nyeri dan lesi, pengantaran nyeri mungkin dengan gejala-gejala sensorik, motorik dan autonomik.10

3. Nyeri psikogenik, nyeri yang dapat memunculkan intensifikasi nyeri somatik atau neurogenik dan juga merupakan suatu manifestasi psikoneurotik. Karakteristik dari nyeri psikogenik, seperti: lokasi nyeri selalu tidak mempunyai hubungan dengan suatu penyebab yang mungkin, tindakan klinis dan respon pada pengobatan mungkin non fisiologis, tidak diharapkan dan tidak biasa.

10

Nyeri wajah Atipikal adalah salah satu nyeri psikogenik.3-9

2.2 Etiologi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Tidak hanya satu stimulus yang menghasilkan suatu yang spesifik dari nyeri, tetapi nyeri memiliki suatu etiologi multimodal. Nyeri biasanya dihubungkan dengan beberapa proses patologis spesifik.10 Kelainan yang mengakibatkan rasa nyeri, mencakup: infeksi, keadaan inflamasi, trauma, kelainan degenerasi, keadaan toksik metabolik atau neoplasma.15

Nyeri dapat juga timbul karena distorsi mekanis ujung-ujung saraf misalnya karena meningkatnya tekanan di dinding viskus / organ.

Banyak faktor yang mempengaruhi nyeri (gambar 1), antara lain: lingkungan, umur, kelelahan, riwayat nyeri sebelumnya, mekanisme pemecahan masalah pribadi, kepercayaan, budaya dan tersedianya orang-orang yang memberi dukungan.

15


(20)

Sebagian besar rasa nyeri hebat oleh karena: trauma, iskemia atau inflamasi disertai kerusakan jaringan. Hal ini mengakibatkan terlepasnya zat kimia tertentu yang berperan dalam merangsang ujung-ujung saraf perifer.

Nyeri dapat diperberat dengan adanya rangsangan dari lingkungan yang berlebihan, misalnya: kebisingan, cahaya yang sangat terang dan kesendirian. Kelelahan juga meningkatkan nyeri sehingga banyak orang merasa lebih nyaman setelah tidur. Riwayat nyeri sebelumnya dan mekanisme pemecahan masalah pribadi berpengaruh pula terhadap seseorang dalam mengatasi nyeri, misalnya: ada beberapa kalangan yang menganggap nyeri sebagai suatu kutukan. Tersedianya orang-orang yang memberi dukungan sangat berguna bagi seseorang dalam menghadapi nyeri, misalnya: anak-anak akan merasa lebih nyaman bila dekat dengan orang tua.

15

1

Faktor kognitif (seperti: kepercayaan seseorang) dapat meningkatkan ataupun menahan nyeri, terutama pemahaman tentang nyeri yang dimiliki individu merupakan penyebab yang mungkin atau implikasinya.

Dalam suatu penelitian yang dilakukan Woodrow et al, ditemukan bahwa toleransi terhadap nyeri meningkat sesuai dengan pertambahan umur, misalnya semakin bertambah usia seseorang maka semakin bertambah pula pemahaman terhadap nyeri dan usaha mengatasinya.

7

1,16

Toleransi terhadap nyeri lebih besar pada pria daripada wanita dan pada orang kulit putih lebih dapat mentoleransinya dibanding pada orang kulit hitam


(21)

dari nyeri. Menurut penelitian yang dilakukan Sternbach menyatakan bahwa kecemasan menambah sensitivitas nyeri dan meningkatkan respon nyeri.16

Gambar 1. Faktor-faktor yang berinteraksi dan mempengaruhi pengalaman nyeri (Isbagio H. Penatalaksanaan nyeri sebagai model pendekatan interdisiplin pada pasien geriatrik. Di dalam: Prodjosudjadi W, Seriati S, Alwi I, eds. Pertemuan Ilmiah Nasional I. 2003. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003: 168-79)

2.3 Fisiologi Nyeri

Karena banyaknya aspek yang membingungkan dari nyeri dan faktor-faktor yang menyokong pengalaman keseluruhan nyeri, maka tidaklah mengherankan bahwa adanya suatu pandangan yang tidak umum dari mekanisme otak yang menopang persepsi nyeri. Pertama kali harus dipertimbangkan teori yang telah membuat perhatian yang lebih pada nyeri dan mendukung serta mencatat titik kekuatan dan kelemahan teori tersebut sebelum melewati suatu pertimbangan dari aspek aferen primer (tabel 1) dan saraf pusat nyeri.2

Karakteristik dari Host

-Biologis:genetik,jenis kelamin,kontrol nyeri endogenous -Psikologis:kecemasan,depresi,turunan,tingkah laku. -Kognitif

NYERI

Penyakit Lingkungan

-Sejarah -Sosialisasi -Gaya Hidup -Penyakit yang ada -Trauma -Budaya


(22)

Tabel 1. KLASIFIKASI SERABUT SARAF PERIFERAL2

Tipe serabut Diameter Kecepatan Konduksi Sumber Angka Romawi Huruf Yunani (µm) (m/dtk)

I A-α 12-21 70-120 Spindel otot Organ tendon golgi Akson motoneuron pada otot II A-β 6-12 35-70 Spindel Otot

Mekanoreseptor threshold rendah A-∂ 2-8 12-48 Akson Motoneuron pada spindel III A-δ 1-6 2,5-35 Mekanoreseptor threshold rendah Thermoreseptor

Nosiseptor

B 1-3 2,5-15 Saraf autonomik preganglionik IV C 0,4-1,2 0,7-1,5 Mekanoreseptor threshold rendah

Thermoreseptor Nosiseptor

Saraf autonomik postganglionik

Mekanisme saraf komplek secara keseluruhan tidak dimengerti tentang keterlibatannya dengan nyeri, tetapi ada teori yang dapat dijelaskan. Teori Gate Control yang dikemukakan Melzack dan Wall merupakan teori yang komprehensif dalam menjelaskan transmisi dan persepsi nyeri.1 Dalam teori ini dijelaskan bahwa Substansia

Gelatinosa (SG), yaitu suatu area dari sel-sel khusus pada bagian ujung dorsal serabut


(23)

Gambar 3. Teori Gate Control (Walton RE. Prinsip dan praktik ilmu endodonsi. Alih Bahasa: Narlan Sumawinta, Winiarti Sidharta,

Bambang Nursasongko. Jakarta: EGC, 1998: 643-59).

Prinsip dasar Teori Gate Control (gambar 3),8,17

1. Masuknya aktivitas saraf aferen dimodulasi oleh mekanisme pembukaan / penutupan gerbang (gating mechanism) di dalam tanduk dorsal korda spinalis dan batang otak. Gerbang ini merupakan inhibitor atau fasilitator bagi aktivitas sel Transmisi (T) yang membawa aktivitas lebih jauh sepanjang jalur saraf.

yaitu:

2. Gerbang dipengaruhi oleh derajat relatif dari aktivitas serabut beta A dengan diameter besar, serabut delta A diameter kecil serta serabut C. Serabut beta A diameter besar diaktifkan oleh stimuli tidak berbahaya dan pada aktifitas serabut aferen besar cenderung menutup gerbang sedangkan aktifitas serabut kecil cenderung membukanya.

3. Mekanisme kontrol serabut saraf desendens dari tingkatan yang lebih tinggi di susunan saraf pusat dipengaruhi oleh proses kognitif, motivasional dan afektif.


(24)

Derajat mekanisme yang lebih tinggi ini juga memodulasi gerbang. Aktivitas di dalam serabut aferen besar tidak hanya cenderung menutup gerbang secara langsung tetapi juga mengaktifkan mekanisme kontrol pusat yang menutup gerbang.

4. Saat gerbang terbuka dan aktivitas di dalam aferen yang baru masuk cukup untuk mengaktifkan sistem transmisi, dua jalur asendens utama diaktifkan. Yang pertama adalah jalur sensoris-diskriminatif, yang bersambung dengan korteks somatosensoris serebri melalui thalamus ventroposterior. Jalur ini memungkinkan penentuan tempat nyeri. Kedua, jalur asendens yang melibatkan informasi retikuler melalui sistem thalamus dan limbus medial. Jalur ini berurusan dengan rasa tidak enak, penolakan (aversif) dan aspek emosional dari nyeri. Jalur desendens, selain berpengaruh pada gerbang tanduk dorsal, dapat juga berinteraksi dengan kedua sistem asendens ini.

Didapat banyak asosiasi antara rasa nyeri dan depresi. Penderita depresi sering mengeluh adanya rasa nyeri dan sebagian besar penderita nyeri kronik menjadi depresif. Terkadang didapatkan kesulitan menemukan penyebab yang primer (seperti masalah nyeri atau masalah depresinya) dan dalam menentukan faktor psikologis yang mengeksaserbasi rasa nyeri. Hal ini mempunyai implikasi terapeutik dan memberi dasar rasional terhadap penggunaan obat yang meringankan atau menghilangkan kecemasan. Sering hal ini sama efektifnya dengan analgetik dalam menanggulangi rasa nyeri.


(25)

BAB 3

NYERI WAJAH ATIPIKAL

Nyeri wajah atipikal disebut juga nyeri fasialis atipikal, neuralgia fasialis atipikal dan nyeri fasialis psikogenik.

Menurut The International Headache Society (IHS), nyeri wajah atipikal atau

Atypical Facial Pain (ATFP) biasanya dikenal sebagai nyeri wajah idiopatik yang

persisten, tetapi masih terdapat ketidakpastian dan tidak ada keterangan yang lebih

banyak. Dalam pengklasifikasian terdahulu, IHS menggambarkan ATFP sebagai suatu nyeri yang tidak mempunyai karakteristik neuralgia-neuralgia kranial, tidak dihubungkan dengan tanda-tanda fisik maupun penyebab organik. ATFP merupakan salah satu gangguan yang termasuk dalam kelompok nyeri orofasial kronik. Bentuk kata “atipikal” pertama kali digunakan Frazier dan Rusell pada pasien dengan nyeri wajah yang gagal merespon dalam perawatan bedah saraf.

3

4

Kondisi ini menyulitkan setiap tenaga medis, baik untuk mendiagnosa ataupun untuk memilih perawatannya. Banyak penelitian dilakukan guna mendapatkan perawatan yang terbaik. Tenaga medis dalam merawat kondisi ini umumnya menggunakan obat anti depresan dengan memikirkan aspek psikologisnya.

18

3.1 Pengertian

Nyeri wajah atipikal atau Atypical Facial Pain (ATFP) adalah suatu sindroma yang meliputi kelompok luas dari masalah-masalah nyeri wajah dan mempunyai


(26)

penyebab berbeda tetapi gejalanya sama.9,19 Nyeri ini merupakan nyeri wajah yang bersifat psikogenik.3-9,20 ATFP mempunyai gambaran klinis, berupa: rasa terbakar, nyeri

tidak terlokalisir, tidak paroksismal pada durasi singkat, terjadi tiap hari, menetap untuk waktu yang lama (kronis), muncul pada satu sisi dari wajah (unilateral) kadang bilateral dan tidak ada trigger zone yang dihubungkan dengan nyeri ini. Biasanya terjadi pada regio saraf trigeminus, lipatan nasolabial, sisi dagu, telinga, daerah temporal dan terutama terjadi pada wanita berumur diantara 30 sampai 50 tahun. Nyeri ini dapat menyebar ke bagian rahang atas, rahang bawah, leher dan wajah.2-6,9,17,19,21 Tanda-tanda obyektif tidak ada sehingga hasil pemeriksaan negatif.6 Meskipun pasien sering mengeluhkan nyeri, biasanya tidak menjadi nyeri yang hebat. Dari 95 % pasien ATFP mengeluhkan terjadinya gejala lain, seperti: nyeri kepala, nyeri leher, nyeri punggung, dermatitis,

pruritus, iritasi lambung dan disfungsi perdarahan uterin.

Nyeri wajah ini tidak disebabkan oleh penyakit organik dari struktur kraniofasial dan tidak mempunyai penampilan klinis seperti nyeri tipikal. Sebelum menetapkan suatu perawatan, kita harus menjelaskan pada pasien seberapa penting peran penyakit organik sebagai penyebab nyeri. Beberapa laporan menggambarkan penyakit organik, seperti: suatu neoplasma, malformasi arterio-venous dan penyakit-penyakit inflamasi kronis. Lokasi utama dari proses patologisnya adalah batang otak, sudut ponto-cerebellar dan sinus cavernous, tetapi pada observasi penyakit ditemukan adanya perbedaan pada regio


(27)

Nyeri wajah dapat dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu: nyeri neuralgia dan non

neuralgia. Bentuk tipe nyeri dapat akut atau kronik. Neuralgia akut menggambarkan

nyeri tipikal, seperti nyeri neuralgia trigeminal. Sedangkan bentuk nyeri kronik dianggap “atipikal”, karena berlangsung lebih lama daripada nyeri tipikal trigeminal.18

Nyeri ini umumnya berasal dari faktor psikologis daripada faktor fisiologis dan tidak dapat terdiagnosa hanya dengan anamnese tetapi dapat terdiagnosa dengan tes psikologis yang lengkap dan objektif.19,23

3.2 Faktor Resiko

Etiologi ATFP masih belum diketahui secara pasti.2,19 Suatu mekanisme

psikogenik didug a telah mempengaruhi kasus ini.2 Beberapa faktor resiko dapat dipertimbangkan sebagai faktor etiologi, yaitu pengaturan hormon-hormon pada wanita yang telah terimplikasi karena masalah psikologis dan modifikasi terapi estrogen sehingga ATFP lebih banyak pada wanita daripada pria, osteoporosis yang nyata berhubungan dengan menopause, Neuralgia Inducing Cavitational Osteonecrosis (NICO) dapat dihubungkan dengan nyeri ini, faktor psikososial juga merupakan gambaran yang biasa terjadi (merupakan penyebab atau diinduksi masalah psikososial). Dalam beberapa kasus, infeksi sinus maupun gigi ataupun trauma saraf minor dapat juga dipertimbangkan sebagai faktor resiko.4,5,9,19 Selain itu karena beberapa prosedur minor tindakan kedokteran gigi juga sering didapat.19 ATFP biasanya tanpa penyebab khusus. Terkadang

luka pada cabang nervus trigeminus yaitu pada divisi kedua dan kadang divisi ketiga yang berhubungan dengan trauma


(28)

wajah maupun tengkorak basal dapat menyebabkan penyakit ini. Faktor di atas tidak satupun dapat dipertimbangkan sebagai faktor etiologi satu-satunya.4

3.3 Diagnosa ATFP

Mendiagnosa ATFP bukan merupakan tugas yang mudah. Pasien ATFP tidak mudah menjalani beberapa prosedur tindakan kedokteran gigi karena banyaknya tes medis yang dilakukan untuk mendiagnosa dan merawat pasien ini. Diagnosa ATFP biasanya merupakan proses eliminasi yaitu dengan menyingkirkan sebab-sebab organik. Ketika pasien mengeluhkan nyeri wajah yang menetap pada satu sisi dari wajah, para tenaga medis harus terlebih dahulu mengamati beberapa kondisi lainnya.4,9 Tes laboratorium (seperti: Rontgenogram pada tengkorak, MRI dan CT-Scan), kewaspadaan dalam tindakan kedokteran gigi, pemeriksaan otolaringologi dan pemeriksaan neurologi harus dilakukan secara seksama.

ATFP masih mempunyai kekurangan dalam kriteria diagnosa karena tidak

dihubungkan dengan kehilangan sensori maupun tanda-tanda fisik lainnya. Pada pemeriksaan laboratorium dengan X-ray di wajah dan rahang tidak menunjukkan suatu keabnormalan.

9

4,20

Nyeri ini mungkin dapat diawali dengan adanya suatu tindakan operasi ataupun injuri pada wajah, gigi ataupun gusi tetapi menetap tanpa menunjukkan penyebab lokal.4

Contoh kasus:


(29)

perkawinannya dan kesulitan keuangan. Perawatan saluran akar gigi molar ketiga berhasil meredakan nyeri beberapa minggu lamanya, demikian juga dengan terapi splin oklusal dan perawatan farmakologis untuk depresinya. Namun rasa tidak enak kemudian timbul kembali.

Pemeriksaan: Pemeriksaan klinis dan radiografis tidak menunjukkan keadaan gigi yang

abnormal. Semua gigi molar bereaksi terhadap tes vitalitas dalam batas normal kecuali molar ketiga. Perawatan pada gigi molar ketiga tampaknya berhasil. Pemeriksaan klinis sendi temporomandibular tidak memperlihatkan adanya keadaan yang abnormal. Wawancara lebih lanjut mengungkapkan adanya stres emosional yang berat setelah perkawinannya gagal.

Diagnosa: Nyeri orofasial psikogenik.

Etiologi: Nyeri berasal dari pusat-pusat yang lebih tinggi dan mungkin afektif. Berbagai

bentuk perawatan efektif untuk sementara karena mempunyai efek pada pusat-pusat yang lebih tinggi. Redanya nyeri jangka panjang tampaknya hanya terjadi bila masalah mengenai perubahan-perubahan di pusat dihilangkan atau pasien menerima strategi supresif berdasarkan pemahaman akan mekanisme nyeri psikogenik.

Perawatan: Pasien diberi penjelasan terutama mengenai peranan komponen organik

maupun psikologisnya terhadap nyeri tersebut dengan cara tidak menghakimi mengenai nyeri psikogeniknya. Terungkap dengan jelas bahwa pasien memang merasakan nyeri tetapi karena tidak terbukti adanya penyebab organik, intervensi perawatan gigi tidak akan meredakan nyeri untuk selamanya. Dukungan emosional


(30)

dari dokter, keluarga atau para pendukung lainnya mungkin dapat menghilangkan nyeri tersebut.

Kegagalan mengenali nyeri kronis ini dapat mengarah pada perawatan yang tidak tepat dan tidak efektif. Pada contoh yang agak ekstrem, seseorang perempuan berumur 22 tahun mengalami perawatan saluran akar terpisah sebanyak 38 kali, 22 apikoektomi dan 12 pencabutan. Semua tindakan ini merupakan usaha yang sia-sia dalam menghilangkan nyeri yang dideritanya.

8

8

3.4 Diagnosa Banding

ATFP harus dibedakan dari nyeri wajah tipikal, sakit kepala primer dan nyeri gigi

(tabel 2). Banyak gangguan yang berbeda dapat dimasukkan ke dalam kategori diagnosa penyakit ini yang membuat diagnosa banding sangat kompleks. Pengamatan riwayat nyeri sebelumnya dan pemeriksaan yang akurat pada pasien penting untuk menegakkan diagnosa nyeri wajah atipikal ini.4

3.4.1 Neuralgia Trigeminal

Secara khusus Neuralgia Trigeminal (NT) dikarakteristikkan, sebagai suatu nyeri yang sangat kuat, muncul cepat dalam satu atau lebih dari cabang-cabang saraf trigeminus. Nyeri ini muncul secara langsung dan dapat kembali secara irregular sepanjang hari. Nyeri digambarkan seperti menyiksa dan selalu dipicu oleh pergerakan


(31)

ATFP. Biasanya disebabkan oleh kompresi saraf trigeminal terutama divisi kedua dan

ketiga. Perawatan biasanya dilakukan dengan pemberian anti konvulsan.4,20,21

3.4.2 Sindroma TMJ

Sindroma TemporoMandibular Joint (TMJ) dikarakteristikkan cenderung terjadi pada salah satu maupun kedua TMJ dan kondisi ini diperparah dengan mengunyah, berbicara serta pergerakan lateral rahang. Intensitasnya sedang dan perawatannya terdiri dari NSAID dan pembedahan.4

3.4.3 Carotidinia

Merupakan suatu sindroma nyeri kronik yang dikarakteristikkan dengan nyeri menekan yang timbul pada arteri carotis dan menyebar ke atas leher termasuk wajah, telinga, rahang dan gigi. Diagnosa dilakukan dengan palpasi pada arteri carotis yang mungkin menimbulkan ataupun meningkatkan nyeri.4,21 Penyebab tidak di ketahui tetapi diperkirakan adanya suatu infeksi virus. Perawatan untuk menghilangkan simptom adalah dengan analgesik.17,21


(32)

Tabel 2. DIAGNOSA BANDING DARI NYERI WAJAH4

NYERI WAJAH

LOKASI SIFAT / KUALITAS

INTENSITAS DURASI FAKTOR YANG MEMBERATKAN KARAKTERISTIK Neuralgia trigemin al Divisi kedua & ketiga dari nervus trigeminus, unilateral Pedih, tajam, terbakar, seperti kejutan listrik

Kuat Beberapa detik

Sentuhan,mencuci

muka, makan, mengunyah, tersenyum, berbicara, menguap, menyikat gigi, bercukur

- Post-herpetik neuralgia Cabang opthalmik us dan maksilaris dari n. V ,

unilateral

Sakit dan rasa terbakar

Kuat Konstan Bersentuhan, pergerakan - Nyeri wajah atipikal Satu sisi wajah, lipatan nasolabial, dagu, rahang dan leher, jarang terlokalisir Dalam, sakit, menarik Sedang hingga kuat Konstan - - Sindroma

TMJ Rahang,

regio preaurikular

Tajam Sedang Bermenit- menit hingga berjam- jam

Palpasi pada sendi rahang maupun otot pengunyahan, berbicara yang diperpanjang, pengunyahan Pembukaan rahang inkomplet, kliking pada pergerakan lateral Sindroma tolosa- hunt Terutama retro-orbital, unilateral

Sakit Kuat Konstan

-

Optalmoplegia,

kehilangan alat sensori di daerah dahi, ptosis,pupil

mengecil Sindroma reader-paratrige minal Fronto-temporal dan maksila, unilateral

Dalam, pedih Kuat Konstan - Ptosis, miosis

Carotidi nia Wajah, telinga, rahang, gigi, daerah di

Berdenyut Sedang Konstan Kompresi pada carotis bersama


(33)

hari

Migrain Fronto temporal, orbital, unilateral Memukul-mukul, berdenyut Sedang hingga kuat Berjam- jam

Aktivitas fisik Aura pada migrain

Pulpitis Gigi, wajah, tidak terlokalisir

Berdenyut Ringan hingga kuat Bermenit- menit hingga berjam- jam Mekanis, makanan, suhu - Tumor orofasial Berubah- ubah Berubah- ubah

Kuat Ringan hingga kuat

Pergerakan rahang Terdapat tanda neurologis,


(34)

BAB 4

PERAWATAN NYERI WAJAH ATIPIKAL

Pada pasien ATFP, usaha menghilangkan rasa sakit dengan perawatan gigi biasanya tidak berhasil.6 Perawatan ATFP dapat mengalami kesulitan dan ketidakpuasan pada pasien.4,9 Manajemen ATFP membutuhkan pengetahuan spesifik dari kriteria diagnosa yang sangat penting dalam melakukan diagnosa banding dan dalam pemilihan perawatan terapi yang efektif. Perawatan nyeri wajah masih membingungkan di masyarakat pada umumnya. Banyak masalah yang ada tidak terpecahkan karena mekanisme penyebabnya yang tidak jelas.

Terapi pada nyeri wajah atipikal yang tepat berdasarkan pengetahuan yang dimiliki sesuai dengan deskripsi penyakit yang ada dan lokasi yang berkenaan dengan patogenesis. Antidepresan trisiklik, terutama Amitriptilin (Triptil, Elavil) merupakan pilihan perawatan awal, karena banyak pasien yang mengeluhkan nyeri dan gejala depresif.

4

9,18

Amitriptilin dan Nortriptilin, biasanya selalu membantu dalam mengurangi nyeri.5

Tanda-tanda efikasi dari Amitriptilin, yaitu responnya baik dalam dosis rendah, tidak menimbulkan masalah psikis dan mula kerja obat lebih baik daripada antidepresan yang lain.

18


(35)

miofasial yang memberikan informasi sehingga dapat dikontrol menjadi nyeri kronik.18 Selain itu, Amitriptilin juga memiliki efek analgesik yang cepat.

Berdasarkan penelitian Mc. Quay et al, efek analgesik dari Amitriptilin muncul pada dosis rendah (75-150 mg / hari), level plasma terendah dan digunakan pada periode yang singkat (1-3 hari). Efek antidepresan dapat dicapai apabila digunakan pada waktu yang lama (3-6 minggu) dan membutuhkan dosis besar (150-300 mg / hari).

19

Penelitian ini telah menemukan bahwa Amitriptilin dengan dosis rendah merupakan analgesia yang efektif untuk pasien ATFP karena kualitas sedasinya yang baik. Efek samping yang diketahui adalah mulut kering dan mengantuk.

Perawatan tambahan pada pasien ini setelah diberikan terapi medikasi adalah dengan memberikan edukasi pada pasien seperti penjelasan tentang penyakit yang dideritanya dan konseling psikologis tentang permasalahan yang sedang dialaminya sehingga dapat membantu pasien.

19

Tidak diindikasikan prosedur pembedahan pada kasus nyeri wajah atipikal, karena bukan suatu kebutuhan tetapi dapat menjadi suatu kegawatdaruratan dan dapat memperberat nyeri.

4,5

4,9,18

Dokter gigi memiliki peranan penting dalam mengenal ATFP sebagai salah satu penyebab nyeri sesudah prosedur kedokteran gigi, seperti yang disarankan Madland et al yaitu suatu pendekatan multidisipliner dibutuhkan untuk mendiagnosa dan menangani


(36)

BAB 5

KESIMPULAN

Nyeri wajah atipikal merupakan suatu nyeri wajah idiopatik yang persisten, bersifat psikogenik dan mempunyai beberapa faktor resiko yang dapat dipertimbangkan sebagai faktor etiologi. Namun tidak satupun dari faktor-faktor tersebut dapat dipertimbangkan sebagai faktor etiologi satu-satunya.

Faktor-faktor resiko penyebab ATFP, yaitu pengaturan hormon-hormon pada wanita yang telah terimplikasi karena masalah psikologis dan modifikasi terapi estrogen,

osteoporosis yang nyata berhubungan dengan menopause, faktor psikososial, infeksi

sinus, infeksi gigi, trauma saraf minor dan pengalaman dari beberapa prosedur minor tindakan kedokteran gigi.

Gambaran nyeri yang biasa terjadi, seperti: rasa terbakar, nyeri tidak terlokalisir, tidak paroksismal, terjadi tiap hari, menetap untuk waktu yang lama (kronis), muncul pada satu sisi dari wajah (unilateral) kadang bilateral, umumnya terjadi pada wanita berumur di antara 30 sampai 50 tahun, tidak ada trigger zone yang dihubungkan dengan nyeri ini dan tanda-tanda obyektif tidak ada sehingga hasil pemeriksaan negatif. Nyeri ini biasanya terjadi pada regio saraf trigeminus, lipatan nasolabial, sisi dagu, telinga dan daerah temporal serta dapat menyebar ke bagian maksila, mandibula, leher dan wajah.


(37)

menunjukkan suatu keabnormalan. Manajemen nyeri ini membutuhkan pengetahuan khusus dalam menentukan diagnosa bandingnya. Pengamatan riwayat pasien, pemeriksaan yang akurat pada pasien serta suatu pendekatan multidisipliner dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa dan mengatur ATFP.

Antidepresan trisiklik terutama Amitriptilin (Triptil, Elavil) merupakan pilihan perawatan awal, karena banyak pasien yang mengeluhkan gejala depresif dan nyeri ini. Tanda efikasi dari efek Amitriptilin, yaitu: responnya baik dalam dosis rendah (75-150 mg / hari), efikasi pada pasien tanpa masalah psikiatrik, mula kerja obat lebih baik daripada antidepresan yang lain serta memiliki efek analgesik yang cepat. Efek samping yang diketahui, seperti: mulut kering dan mengantuk.

Selaku dokter gigi diharapkan dapat mengenal nyeri wajah atipikal sebagai salah satu penyebab nyeri sesudah prosedur kedokteran gigi dan mampu memberikan perawatan awal untuk mengatasi nyeri ini. Apabila setelah tindakan perawatan tersebut pasien masih mengeluhkan nyeri, dokter gigi sebaiknya bekerja sama dengan ahli bidang ilmu lainnya, seperti: psikologi, neurologi ataupun psikiatri untuk bersama-sama mengatasi nyeri ini.


(38)

DAFTAR RUJUKAN

1. Priharjo R. Asuhan keperawatan untuk mengatasi nyeri. Di dalam: Asih Y, eds.

Pemenuhan aktifitas istirahat pasien. Jakarta: EGC, 1996: 33-47.

2. Roth GI, Calmes R. Oral biology. ST Louis: The CV Mosby Company, 1981: 3-21. 3. Nuartha AABN. Nyeri kepala dan wajah. Di dalam: Harsono, eds. Kapita selekta

neuralgia. Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press, 2003: 237-8, 248.

4. E Agostoni, R Frigerio, P Santoro. Atypical facial pain: clinical considerations and

differential diagnosis. Neurol Sci. 2005; 10(26): S71-4.

5. European Association of Oral Medicine. Atypical & idiopathic facial pain. 2005. <http: (16 Nov 2006).

6. Barnes EI, Walls A. Perawatan gigi terpadu untuk lansia. Alih Bahasa. Cornella Hutauruk. Jakarta: EGC, 2006: 22-3.

7. Klineberg I. Craniomandibular disorders and orofacial pain. Oxford: Butterworth-Heinemann ltd. 1991: 1-25, 36-42.

8. Walton RE. Prinsip dan praktik ilmu endodonsi. Alih Bahasa: Narlan Sumawinta, Winiati Sidharta, Bambang Nursasongko. Jakarta: EGC, 1998: 643-59.

9. Facial Neuralgia Resources. Atypical facial pain: condition facial neuralgias. 2006. (16 Nov 2006).

10.Lavelle CLB. Applied oral physiology. 2nd ed. London: Butterworth & Co, 1988: 1-11.

11.Guyton AC. Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit. Alih Bahasa. Petrus Andrianto. Jakarta: EGC, 1987: 443-53.

12.Van der wall I. Sindrom mulut terbakar. Alih Bahasa: Lilian Yuwono. Jakarta: Widya Medika, 1992: 44-7.


(39)

14.Meliala L. Nyeri orofasial, mekanisme dan farmakoterapi. Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi. 2003; 1(2): 123-8.

15.Lumantobing SM. Neurogeriatry. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001: 135-57.

16.Sternbach RA. Modern concepts of pain. In: Dalessio DJ, eds. Wolff’s headache and

other head pain. New York: Oxford University Press, 1987: 14-33.

17.Lance JW. Mechanism and management of headache. 4th ed. London: Butterworth & Co, 1982: 53-4, 58-61.

18.F Frediani. Pharmacological therapy of atypical facial pain: actuality and

perspective. Neurol Sci. 2005; 10(26): 592-4.

19.Guler N, Durmus E, Tuncer S. Long-term follow-up of patients with atypical facial

pain treated with amitriptyline. New York State Dental Journal. 2005; 71(4): 38-42.

20.Walsh TD. Kapita selekta penyakit dan terapi. Alih Bahasa: Caroline Wijaya. Jakarta: EGC, 1997: 356.

21.Dalessio DJ. The major neuralgias, postinfectious neuritis and atypical facial pain. In: Dalessio DJ, eds. Wollf’s headache and other head pain. New York: Oxford University Press, 1987: 266-88.

22.G Madland, C Feinmann. Chronic facial pain: a multidisciplinary problem. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 2001; 71: 716-9.

23.Burchiel KJ. A new classification for facial pain. 2006.


(1)

BAB 4

PERAWATAN NYERI WAJAH ATIPIKAL

Pada pasien ATFP, usaha menghilangkan rasa sakit dengan perawatan gigi biasanya tidak berhasil.6 Perawatan ATFP dapat mengalami kesulitan dan ketidakpuasan pada pasien.4,9 Manajemen ATFP membutuhkan pengetahuan spesifik dari kriteria diagnosa yang sangat penting dalam melakukan diagnosa banding dan dalam pemilihan perawatan terapi yang efektif. Perawatan nyeri wajah masih membingungkan di masyarakat pada umumnya. Banyak masalah yang ada tidak terpecahkan karena mekanisme penyebabnya yang tidak jelas.

Terapi pada nyeri wajah atipikal yang tepat berdasarkan pengetahuan yang dimiliki sesuai dengan deskripsi penyakit yang ada dan lokasi yang berkenaan dengan patogenesis. Antidepresan trisiklik, terutama Amitriptilin (Triptil, Elavil) merupakan pilihan perawatan awal, karena banyak pasien yang mengeluhkan nyeri dan gejala depresif.

4

9,18

Amitriptilin dan Nortriptilin, biasanya selalu membantu dalam mengurangi nyeri.5

Tanda-tanda efikasi dari Amitriptilin, yaitu responnya baik dalam dosis rendah, tidak menimbulkan masalah psikis dan mula kerja obat lebih baik daripada antidepresan yang lain.

18

Hal ini dimungkinkan karena efek farmakologi dari obat tersebut terutama menginhibisi reuptake serotonin, aksi langsung dalam reseptor serotoninergik,


(2)

miofasial yang memberikan informasi sehingga dapat dikontrol menjadi nyeri kronik.18 Selain itu, Amitriptilin juga memiliki efek analgesik yang cepat.

Berdasarkan penelitian Mc. Quay et al, efek analgesik dari Amitriptilin muncul pada dosis rendah (75-150 mg / hari), level plasma terendah dan digunakan pada periode yang singkat (1-3 hari). Efek antidepresan dapat dicapai apabila digunakan pada waktu yang lama (3-6 minggu) dan membutuhkan dosis besar (150-300 mg / hari).

19

Penelitian ini telah menemukan bahwa Amitriptilin dengan dosis rendah merupakan analgesia yang efektif untuk pasien ATFP karena kualitas sedasinya yang baik. Efek samping yang diketahui adalah mulut kering dan mengantuk.

Perawatan tambahan pada pasien ini setelah diberikan terapi medikasi adalah dengan memberikan edukasi pada pasien seperti penjelasan tentang penyakit yang dideritanya dan konseling psikologis tentang permasalahan yang sedang dialaminya sehingga dapat membantu pasien.

19

Tidak diindikasikan prosedur pembedahan pada kasus nyeri wajah atipikal, karena bukan suatu kebutuhan tetapi dapat menjadi suatu kegawatdaruratan dan dapat memperberat nyeri.

4,5

4,9,18

Dokter gigi memiliki peranan penting dalam mengenal ATFP sebagai salah satu penyebab nyeri sesudah prosedur kedokteran gigi, seperti yang disarankan Madland et al yaitu suatu pendekatan multidisipliner dibutuhkan untuk mendiagnosa dan menangani


(3)

BAB 5

KESIMPULAN

Nyeri wajah atipikal merupakan suatu nyeri wajah idiopatik yang persisten, bersifat psikogenik dan mempunyai beberapa faktor resiko yang dapat dipertimbangkan sebagai faktor etiologi. Namun tidak satupun dari faktor-faktor tersebut dapat dipertimbangkan sebagai faktor etiologi satu-satunya.

Faktor-faktor resiko penyebab ATFP, yaitu pengaturan hormon-hormon pada wanita yang telah terimplikasi karena masalah psikologis dan modifikasi terapi estrogen,

osteoporosis yang nyata berhubungan dengan menopause, faktor psikososial, infeksi

sinus, infeksi gigi, trauma saraf minor dan pengalaman dari beberapa prosedur minor tindakan kedokteran gigi.

Gambaran nyeri yang biasa terjadi, seperti: rasa terbakar, nyeri tidak terlokalisir, tidak paroksismal, terjadi tiap hari, menetap untuk waktu yang lama (kronis), muncul pada satu sisi dari wajah (unilateral) kadang bilateral, umumnya terjadi pada wanita berumur di antara 30 sampai 50 tahun, tidak ada trigger zone yang dihubungkan dengan nyeri ini dan tanda-tanda obyektif tidak ada sehingga hasil pemeriksaan negatif. Nyeri ini biasanya terjadi pada regio saraf trigeminus, lipatan nasolabial, sisi dagu, telinga dan daerah temporal serta dapat menyebar ke bagian maksila, mandibula, leher dan wajah.


(4)

menunjukkan suatu keabnormalan. Manajemen nyeri ini membutuhkan pengetahuan khusus dalam menentukan diagnosa bandingnya. Pengamatan riwayat pasien, pemeriksaan yang akurat pada pasien serta suatu pendekatan multidisipliner dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa dan mengatur ATFP.

Antidepresan trisiklik terutama Amitriptilin (Triptil, Elavil) merupakan pilihan perawatan awal, karena banyak pasien yang mengeluhkan gejala depresif dan nyeri ini. Tanda efikasi dari efek Amitriptilin, yaitu: responnya baik dalam dosis rendah (75-150 mg / hari), efikasi pada pasien tanpa masalah psikiatrik, mula kerja obat lebih baik daripada antidepresan yang lain serta memiliki efek analgesik yang cepat. Efek samping yang diketahui, seperti: mulut kering dan mengantuk.

Selaku dokter gigi diharapkan dapat mengenal nyeri wajah atipikal sebagai salah satu penyebab nyeri sesudah prosedur kedokteran gigi dan mampu memberikan perawatan awal untuk mengatasi nyeri ini. Apabila setelah tindakan perawatan tersebut pasien masih mengeluhkan nyeri, dokter gigi sebaiknya bekerja sama dengan ahli bidang ilmu lainnya, seperti: psikologi, neurologi ataupun psikiatri untuk bersama-sama mengatasi nyeri ini.


(5)

DAFTAR RUJUKAN

1. Priharjo R. Asuhan keperawatan untuk mengatasi nyeri. Di dalam: Asih Y, eds.

Pemenuhan aktifitas istirahat pasien. Jakarta: EGC, 1996: 33-47.

2. Roth GI, Calmes R. Oral biology. ST Louis: The CV Mosby Company, 1981: 3-21. 3. Nuartha AABN. Nyeri kepala dan wajah. Di dalam: Harsono, eds. Kapita selekta

neuralgia. Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press, 2003: 237-8, 248.

4. E Agostoni, R Frigerio, P Santoro. Atypical facial pain: clinical considerations and

differential diagnosis. Neurol Sci. 2005; 10(26): S71-4.

5. European Association of Oral Medicine. Atypical & idiopathic facial pain. 2005. <http: (16 Nov 2006).

6. Barnes EI, Walls A. Perawatan gigi terpadu untuk lansia. Alih Bahasa. Cornella Hutauruk. Jakarta: EGC, 2006: 22-3.

7. Klineberg I. Craniomandibular disorders and orofacial pain. Oxford: Butterworth-Heinemann ltd. 1991: 1-25, 36-42.

8. Walton RE. Prinsip dan praktik ilmu endodonsi. Alih Bahasa: Narlan Sumawinta, Winiati Sidharta, Bambang Nursasongko. Jakarta: EGC, 1998: 643-59.

9. Facial Neuralgia Resources. Atypical facial pain: condition facial neuralgias. 2006. (16 Nov 2006).

10. Lavelle CLB. Applied oral physiology. 2nd ed. London: Butterworth & Co, 1988: 1-11.

11. Guyton AC. Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit. Alih Bahasa. Petrus Andrianto. Jakarta: EGC, 1987: 443-53.

12. Van der wall I. Sindrom mulut terbakar. Alih Bahasa: Lilian Yuwono. Jakarta: Widya Medika, 1992: 44-7.

13. Isbagio H. Penatalaksanaan nyeri sebagai model pendekatan interdisiplin pada pasien geriatrik. Di dalam: Prodjosudjadi W, Setiati S, Alwi I, eds. Pertemuan Ilmiah


(6)

14. Meliala L. Nyeri orofasial, mekanisme dan farmakoterapi. Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi. 2003; 1(2): 123-8.

15. Lumantobing SM. Neurogeriatry. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001: 135-57.

16. Sternbach RA. Modern concepts of pain. In: Dalessio DJ, eds. Wolff’s headache and

other head pain. New York: Oxford University Press, 1987: 14-33.

17. Lance JW. Mechanism and management of headache. 4th ed. London: Butterworth & Co, 1982: 53-4, 58-61.

18. F Frediani. Pharmacological therapy of atypical facial pain: actuality and

perspective. Neurol Sci. 2005; 10(26): 592-4.

19. Guler N, Durmus E, Tuncer S. Long-term follow-up of patients with atypical facial

pain treated with amitriptyline. New York State Dental Journal. 2005; 71(4): 38-42.

20. Walsh TD. Kapita selekta penyakit dan terapi. Alih Bahasa: Caroline Wijaya. Jakarta: EGC, 1997: 356.

21. Dalessio DJ. The major neuralgias, postinfectious neuritis and atypical facial pain. In: Dalessio DJ, eds. Wollf’s headache and other head pain. New York: Oxford University Press, 1987: 266-88.

22. G Madland, C Feinmann. Chronic facial pain: a multidisciplinary problem. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 2001; 71: 716-9.

23. Burchiel KJ. A new classification for facial pain. 2006. (16 Nov 2006).