Analisis Senyawa Metabolit Sekunder Dari Batang Spatholobus Ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth Yang Berfungsi Sebagai Antioksidan

Eva Marliana

JURNAL PENELITIAN MIPA
Volume 1, Nomor 1 Desember 2007

ANALISIS SENYAWA METABOLIT SEKUNDER
DARI BATANG Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth
YANG BERFUNGSI SEBAGAI ANTIOKSIDAN
Eva Marliana
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Mulawarman
Jl. Barong Tongkok No. 4 Kampus Gn. Kelua Samarinda Kalimantan Timur

Abstract
Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth is one of plants which used by Dayak’s Society in
East Kalimantan to cure some diseases, such as colic, fever and irregular menstruation. In this research,
secondary metabolic compounds from stems of Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth were
extracted with methanol. Methanol extracts examined by phytochemical screening and screening for
antioxidant with Thin Layer Cromathography (TLC) method also antioxidant activity assay. Screening for
antioxidant and antioxidant activity assay were determined according to the 2,2-Diphenyl-1-Picrylhydrazyl
(DPPH) radical scavenging assay. In antioxidant activity assay, the mixture of extract and DPPH were
incubated at 37°C, then the absorbance was measured at λ= 517 nm use spectrophotometer. The absorbance

of sampel, blanko and negative control were converted into the Percentage Antioxidant Activity (AA%).
Phytochemical screening showed that stems of Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth
contain compounds of alkaloid, flavonoid, polyphenol and terpenoid/steroid, while major capacity of DPPH
radical scavenging were in alkaloid compounds (Rf = 0,80 dan 0,87) and flavonoid compounds (Rf = 0,13;
0,72 dan 0,78). Based on result of the DPPH radical scavenging capacity assay spectrophotometrycally
showed that AA% from stems of Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth were 7,014% (1 ppm);
12,228% (2 ppm); 20,360% (4 ppm); 39,913% (8 ppm) dan 77,095% (16 ppm).
Keywords: Daun screening, phytochemistry, antioxidant, DPPH

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah negara dengan hutan tropis
paling besar ketiga di dunia (setelah Brazil dan
Zaire)(www.asiaforestnetwork.org). Keanekaragaman
hayati merupakan basis berbagai pengobatan dan
penemuan industri farmasi dimasa mendatang.
Jumlah tumbuhan berkhasiat obat di Indonesia
diperkirakan sekitar 1.260 jenis tumbuhan (Supriadi,
et al, 2001 dalam Noorhidayah dan Hajar, 2004).
Tumbuhan

menghasilkan
metabolit
sekunder yang berpotensi sebagai antioksidan, zat
perwarna, penambah aroma makanan, parfum,
insektisida dan obat. Ada 150.000 metabolit
sekunder yang sudah diidentifikasi dan ada 4000
metabolit sekunder “baru”/tahun (Indrayanto, 2006)
Baru-baru ini, antioksidan menjadi topik
menarik. Ini merupakan minat yang besar bagi
khalayak ramai, ahli obat, nutrisi, penelitian ilmu
kesehatan dan makanan untuk mengetahui kapasitas
dan unsur antioksidan pada makanan yang kita
konsumsi (Huang, et al., 2005) begitu pula pada
tumbuhan. Antioksidan dapat membantu melindungi

tubuh manusia melawan kerusakan yang disebabkan
oleh senyawa oksigen reaktif (ROS; Reactive
Oxygen Species) dan radikal bebas lainnya (Wang,
et al., 2003; Oke & Hamburger, 2002). Akibat
reaktivititas yang tinggi, radikal bebas dapat

merusak berbagai sel makromolekul, termasuk
protein, karbohidrat, lemak dan asam nukleat.
Radikal bebas mampu merusak molekul dan menjadi
penyebab dari beberapa penyakit degeneratif dan
penyakit kronis (Zhu, et al., 2002; Nia, et al., 2004;
Oke & Hamburger, 2002).
Banyak penelitian telah membuktikan
manfaat mengkonsumi tanaman yang berkhasiat
antioksidan, seperti dapat menurunkan resiko
penyakit jantung, kanker, katarak, dan penyakit
degeneratif lain karena proses penuaan (Shahidi,
1997). Hal ini menjadikan antioksidan terutama dari
alam banyak diminati oleh orang-orang di dunia,
saat ini.
Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi)
Benth yang dalam bahasa Dayak Kenya disebut aka
kelesi merupakan liana yang memanjat tinggi,
panjang sampai 25 m, tumbuh dalam belukar liar,
hutan sekunder dan jurang (Heyne, 1987). Air
23


Eva Marliana

JURNAL PENELITIAN MIPA
Volume 1, No.1 Desember 2007

rebusan dari batang Spatholobus ferrugineus
digunakan untuk pengobatan, diantaranya mengobati
batuk, demam, dan menstruasi yang tidak teratur.
Berbagai jenis Spatholobus telah diambil kandungan
astringentnya dan sebagai penurun demam. Ekstrak
Spatholobus suberectus Dunn telah dipatenkan di
Jepang untuk kosmetik pemutih kulit dan antipenuaan (Numan, 2003).
Metabolit
sekunder
yang
bersifat
antioksidatif diantaranya adalah alkaloid, flavonoid,
senyawa fenol, steroid, dan terpenoid. Berdasarkan
hal tersebut dan penelusuran secara kemotaksonomi,

penulis tertarik untuk mengetahui senyawa metabolit
sekunder yang bersifat antioksidatif dan aktivitas
antioksidan (%) dari ekstrak metanol batang
Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth
dengan
peredaman
radikal
2,2-diphenyl-1picrylhydrazyl (DPPH).
Permasalahan
Senyawa metabolit sekunder apa yang
terdapat pada batang Spatholobus ferrugineus (Zoll
& Moritzi) Benth yang bersifat antioksidatif? Berapa
persentase aktivitas antioksidan dari ekstrak metanol
batang Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi)
Benth dengan peredaman radikal DPPH secara
spektrofotometri?
Tujuan Penelitian
Mengetahui senyawa metabolit sekunder
dari batang Spatholobus ferrugineus (Zoll &
Moritzi) Benth yang bersifat antioksidatif.

Menentukan persentase aktivitas antioksidan dari
ekstrak metanol batang Spatholobus ferrugineus
(Zoll & Moritzi) Benth dengan peredaman radikal
DPPH secara spektrofotometri.
METODE PENELITIAN
Bahan-Bahan
Sampel
penelitian
adalah
batang
Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth
yang diambil dari taman Hutan Raya Bukit Soeharto
dan telah diidentifikasi di Laboratorium Botani
Stasiun Wanariset Balai Penelitian Kehutanan
Samboja.
Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah
proanalisis buatan Merck dan Sigma, yaitu; metanol,
asam askorbat, DPPH, ferri klorida, etil asetat, asam
sulfat pekat (96-97%), anisaldehid, bismut nitrat,
kalium iodida, asam asetat glasial 100%, amonia

pekat (25%), asam formiat, kloroform, n-heksan, nbutanol, silicon grease, yohimbin 1%, rutin 0,05%
dan aquadest.

24

Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah; bejana maserasi, peralatan gelas, neraca
analitik (Satorius), oven (Memmert), inkubator
(Heraus), refrigerator incubator shacker (Lab-line),
rotary evaporator model RV06-ML 1-B dengan
vacuum pump (IKA), spektrofotometer Genesys 20
(ThermoSpectronic), vortex (Thermoline), lampu
UV, TLC silica gel F254, mikro pipet, alumunium
foil, pipa kapiler yang telah dibakar dan desikator.
Prosedur Kerja
Persiapan sampel
Batang Spatholobus ferrugineus (Zoll &
Moritzi) Benth yang telah dikeringanginkan
kemudian dihaluskan.

Ekstraksi
Sampel yang telah dihaluskan sebanyak
1.233 g direndam dengan metanol kemudian
disimpan di tempat yang terlindung cahaya matahari
selama lima hari sambil sekali-sekali dishaker.
Selanjutnya filtrat metanol dipisahkan dengan cara filtrasi.
Filtrat metanol diuapkan dengan rotary
evaporator, sehingga diperoleh ekstrak metanol,
ekstrak ini dimasukkan di topless kecil yang telah
dilapisi alumunium foil dan ditempatkan di
desikator.
Skrining fitokimia dengan metode KLT
Fase diam yang digunakan dalam skrining
ini adalah Silika gel F254 ukuran 20x20 cm2 yang
kemudian dipotong sesuai kebutuhan, sedangkan
fase gerak dan penampak noda yang digunakan
sebagai berikut.
Identifikasi senyawa golongan alkaloid
Fase gerak: Etil asetat-metanol-air (6:4:2)
Penampak noda: Pereaksi Dragendorff

Jika timbul warna coklat atau jingga setelah
penyemprotan pereaksi Dragendorff menunjukkan
adanya alkaloid dalam ekstrak. Bila tanpa pereaksi
kimia, di bawah lampu UV 365 nm, alkaloid akan
berfluoresens biru, biru-hijau atau ungu.
Identifikasi senyawa golongan flavonoid
Fase gerak: Butanol-asam asetat glasial-air (4:1:5).
Fase gerak ini biasa disebut BAW (Butanol, Acetic
acid, Water) dan terdiri dari 2 lapisan. Lapisan atas
diambil dan dipakai sebagai fase gerak.
Penampak noda: Uap amonia
Jika timbul warna kuning atau kuning-coklat setelah
pemberian uap amoniak
menunjukkan adanya
flavonoid dalam ekstrak. Bila tanpa pereaksi kimia,
di bawah lampu UV 365 nm, flavonoid akan
berfluoresens biru, kuning atau hijau, tergantung
dari strukturnya.

Eva Marliana


JURNAL PENELITIAN MIPA
Volume 1, Nomor 1 Desember 2007

Identifikasi senyawa golongan polifenol
Fase gerak
: Kloroform-etil asetat-asam formiat
(0,5:9:0,5)
Penampak noda: pereaksi FeCl3 10%
Jika timbul warna hitam setelah penyemprotan
pereaksi FeCl 10% menunjukkan adanya senyawa
polifenol dalam ekstrak.
Identifikasi terpenoid/steroid
Fase gerak
: n-heksan-etil asetat (4:1)
Penampak noda: Anisaldehid asam sulfat
Jika timbul warna ungu-merah atau ungu setelah
penyemprotan pereaksi anisaldehid asam sulfat
menunjukkan adanya terpenoid/steroid dalam ekstrak.
(Wagner, 1996)

Skrining DPPH dengan metode KLT
Skrining DPPH menggunakan prosedur
yang sama dengan skrining fitokimia dengan metode
KLT mulai dari preparasi sampel yang akan
ditotolkan sampai fase gerak yang digunakan.
Namun untuk larutan pembanding digunakan larutan
asam askorbat dan setelah proses pengelusian plat
KLT disemprot dengan pereaksi DPPH 0,2% dalam
metanol. Timbulnya noda kuning keputih-putihan
setelah 30 menit kemudian menunjukkan positif
antioksidan (Ngan, 2005).
Uji aktivitas antioksidan dengan peredaman
radikal DPPH secara spektrofotometri (Samee,
2004 dengan modifikasi)
− Dibuat 3 ml konsentrasi sampel dalam metanol
1, 2, 4, 8, 16 ppm 3 kali perulangan untuk
tabung A dan B mulai dari tabung BI hingga
tabung Bv ditambah DPPH 1 ml, dikocok dan
dimasukan dalam inkubator bersuhu 37°C.

A(blanko = sampel + metanol), B (sampel +
metanol + DPPH)
− Tepat setelah 30 menit diukur absorbansinya
dengan λ=517 nm. Untuk zeroing awal
digunakan metanol 4 mL.
− Pertama kali diukur tabung B dahulu, mulai dari
tabung I hingga tabung V Setelah tabung B
selesai semua, dilanjutkan pada tabung A yang
dimulai pada tabung I hingga tabung V
− Dihitung persentase aktivitas antioksidan
(AA%) dengan rumus berikut.
AA% = 100 - {[(Asampel – Ablanko) x 100]/ Akontrol negatif}
Catatan:
ƒ Perlakuan sama untuk asam askorbat sebagai
kontrol positif
ƒ Kontrol negatif (3 mL MeOH + 1 mL DPPH)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Pada penelitian ini, 1.233 g batang
Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth
yang telah dihaluskan dimaserasi dengan metanol.
Ekstrak metanol yang diperoleh dari dua kali
maserasi adalah 26,5719 g, berbentuk cairan kental
dan berwarna coklat kemerah-merahan. Tehadap
ekstrak ini dilakukan skrining fitokimia dan
antioksidan untuk senyawa alkaloid, flavonoid,
polifenol dan terpenoid/steroid dengan metode KLT
(Tabel 1). Setelah itu dilakukan uji aktivitas
antioksidan dengan peredaman radikal DPPH,
sebagai kontrol positif diuji pula asam askorbat
(Tabel 2 dan 3).

Tabel 1. Hasil Skrining Fitokimia dan Antioksidan Ekstrak Metanol Batang Spatholobus ferrugineus (Zoll &
Moritzi) Benth
No.

Jenis
Identifikasi

Harga
Rf

+ Pereaksi

1

Alkaloid

0,80
0,87

Coklat
-

2

Flavonoid

0,13
0,72
0,78

Kuning coklat
Kuning coklat
-

3

Polifenol

0,41
0,84

Hitam
-

4

Terpenoid/steroid

0,06

Ungu hitam

0,16
0,24

Ungu merah
Ungu gelap

0,37

Ungu

0,74

Ungu

Warna Noda pada Kromatogram
UV 365 nm
sebelum
+ Pereaksi
Biru terang
Biru terang
fluoresens
fluoresens
Biru terang
Biru fluoresens
fluoresens
Biru terang
fluoresens
Biru terang
fluoresens
Biru terang
fluoresens
Biru terang
fluoresens
-

+ DPPH
Kuning
Kuning
Kuning
-

25

Eva Marliana

JURNAL PENELITIAN MIPA
Volume 1, No.1 Desember 2007

Hasil uji aktivitas antioksidan terhadap
antioksidan ekstrak metanol batang Spatholobus
ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth dengan
peredaman radikal DPPH disajikan pada tabel
berikut.

Grafik hubungan antara AA% dan
konsentrasi asam askorbat seperti pada gambar
berikut.
120
y = 6,0919x + 7,5185

Tabel 2. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Metanol Batang Spatholobus ferrugineus
(Zoll & Moritzi) Benth dengan Peredaman
Radikal DPPH
Konsentrasi
AA%
(ppm)
1
7,014
2
12,228
4
20,360
8
39,913
16
77,095

AA%

20
0
0

AA%

40

20

0
10

15

Gambar 1. Hubungan AA% dan Konsentrasi dari
Ekstrak Metanol Batang Spatholobus
ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth

Pada uji aktivitas antioksidan, diuji pula
asam askorbat yang digunakan sebagai kontrol
positif. Data hasil uji tersebut disajikan pada tabel
berikut.
Tabel 3. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Asam
Askorbat dengan Peredaman Radikal DPPH
Konsentrasi
AA%
(ppm)
1
6,890
2
15,705
4
32,464
8
74,984
16
96,400

26

10

15

Gambar 2. Hubungan AA% dan Konsentrasi dari
Asam Askorbat

60

Konsentrasi (ppm)

5

Konse ntrasi (ppm)

y = 4,669x + 2,374
R2 = 0,9998

5

60
40

100

0

R = 0,9191

80

Grafik hubungan antara AA% dan
konsentrasi sampel seperti pada gambar di bawah ini.

80

2

100

20

Pembahasan
Skrining fitokimia
Skrining
fitokimia
bertujuan
untuk
mengetahui jenis metabolit sekunder apa yang
terkandung dalam ekstrak. Jenis metabolit sekunder
yang ditentukan dalam penelitian ini adalah alkaloid,
flavonoid, polifenol, dan terpenoid/steroid. Hasilnya
disajikan pada Tabel 1.
Identifikasi alkaloid terhadap sampel
menggunakan fase gerak etil asetat-metanol-air
(6:4:2) memberikan hasil positif yang ditandai
dengan timbulnya noda berwarna coklat (Rf = 0,80),
setelah plat KLT disemprot dengan pereaksi
Dragendorff sedangkan larutan Yohimbin sebagai
pembanding berwarna jingga (Rf = 0,69). Bila tanpa
pereaksi kimia, timbul noda berwarna biru terang
fluoresens di bawah lampu UV 365 nm dengan
harga Rf = 0, 87. Menurut Wagner (1996), alkaloid
positif bila timbul noda berwarna coklat atau jingga
setelah penyemprotan Dragendorff. Bila tanpa
pereaksi kimia, di bawah lampu UV 365 nm,
alkaloid akan berfluoresens biru, biru-hijau atau
ungu.
Pemberian uap amoniak pada plat KLT
untuk identifikasi flavonoid dengan fase gerak
butanol-asam asetat glasial-air (4:1:5) memberikan
hasil positif karena timbulnya noda berwarna kuning
coklat pada sampel (Rf = 0,13 dan 0,72) maupun
rutin (Rf = 0,45). Bila tanpa pereaksi kimia, timbul
noda berwarna biru terang fluoresens di bawah
lampu UV 365 nm dengan harga Rf = 0,78,
sedangkan noda rutin dan kedua noda sampel
tampak gelap. Menurut Wagner (1996), bila tanpa
pereaksi kimia, flavonoid berfluoresensi kuning, biru
atau hijau, tergantung jenis strukturnya.

20

Eva Marliana

JURNAL PENELITIAN MIPA
Volume 1, Nomor 1 Desember 2007

Skrining antioksidan
Pada penelitian ini, skrining antioksidan
dilakukan dengan menotolkan sampel dan asam
askorbat yang telah diencerkan dengan metanol pada
plat KLT, lalu dielusi dengan fase gerak yang sama
dengan skrining fitokimia. Ini dimaksudkan agar
diketahui jenis metabolit sekunder mana yang
bersifat antioksidatif. Adanya antioksidan dapat
diketahui dengan timbulnya noda berwarna keputihputihan, kekuning-kuningan atau kuning pada plat
KLT setelah disemprot dengan pereaksi DPPH
(Ngan, 2005; Nia, et al., 2004; Oke & Hamburger,
2002). Asam askorbat digunakan sebagai
pembanding dalam skrining antioksidan, karena
asam askorbat telah dikenal secara luas sebagai
antioksidan.
Hasil skrining antioksidan ekstrak metanol
batang Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi)
Benth (Tabel 1) menunjukkan hanya dua jenis
metabolit sekunder yang mampu meredam radikal
DPPH yaitu alkaloid (Rf = 0,80 dan 0,87) dan
flavonoid (Rf = 0,13; 0,72 dan 0,78) dengan harga
Rf yang sama dengan noda pada skrining fitokimia.
Berdasarkan hal tersebut, diperkirakan metabolit
sekunder alkaloid dan flavonoid pada ekstrak
metanol batang Spatholobus ferrugineus (Zoll &
Moritzi) Benth bersifat antioksidatif. Hal ini
dibuktikan dengan timbulnya noda berwarna kuning
setelah plat KLT disemprot dengan pereaksi DPPH
0,2%.
Uji aktivitas antioksidan
Uji aktivitas antioksidan dari ekstrak
metanol batang Spatholobus ferrugineus (Zoll &
Moritzi) Benth menggunakan peredaman radikal
DPPH. Metode ini merupakan metode yang
sederhana yang digunakan untuk mengukur aktivitas
antioksidan dari ekstrak menggunakan senyawa
radikal bebas stabil DPPH.

120

100

80

AA%

Hasil positif juga diperoleh dalam
identifikasi polifenol yang ditandai timbulnya noda
berwarna hitam (Rf = 0,41) setelah plat KLT
disemprot pereaksi FeCl310%. Fase gerak yang
digunakan dalam identifikasi ini adalah kloroformetil asetat- asam formiat (0,5:9:0,5).
Identifikasi tepenoid/steroid bebas terhadap
sampel menggunakan fase gerak n-heksan-etil asetat
(4:1) memberikan hasil positif yang ditandai dengan
timbulnya noda berwarna ungu hitam (Rf = 0,06),
ungu merah (Rf = 0,16), ungu gelap (Rf = 0,24),
ungu (Rf = 0,37; 0,74), setelah plat KLT disemprot
dengan pereaksi anisaldehid asam sulfat dan
dipanaskan di oven dengan suhu 100°C selama 5-10
menit.

60

Spatholobus

40

Vitamin C
20

0
0

5

10

15

20

Konsentrasi (ppm)

Gambar 3. Persentase Aktivitas Antioksidan pada
Spatholobus ferrugineus dan Asam
Askorbat

Persentase aktivitas antioksidan tertinggi
dari ekstrak metanol dan asam askorbat dalam
penelitian ini
adalah 77,095% dan 96,400%.
Persentase tersebut menyatakan bahwa aktivitas
DPPH telah hilang sebesar 77,095% dan 96,400%
pada konsentrasi ekstrak metanol dan asam askorbat
16 ppm. Ini menunjukkan ekstrak metanol batang
Spatholobus ferrugineus mampu meredam radikal
DPPH. Meskipun kekuatan peredaman radikal
DPPH pada ekstrak metanol batang Spatholobus
ferrugineus masih rendah dibandingkan dengan
asam askorbat. Kemampuan peredaman radikal
DPPH ekstrak metanol batang Spatholobus
ferrugineus terutama pada metabolit sekunder
flavonoid (Rf = 0,13; 0,72 dan 0,78) dan alkaloid
(Rf = 0,80 dan 0,87).
Parameter yang biasa digunakan untuk
menginterpretasikan hasil dari uji aktivitas
antioksidan dengan peredaman radikal DPPH adalah
nilai efficient concentration (EC50) atau disebut nilai
IC50, yakni konsentrasi yang menyebabkan
hilangnya 50% aktivitas DPPH. Data yang diperoleh
(Tabel 2 dan 3) lalu diolah ke dalam persamaan
regresi linier y = bx+a (Gambar 1 dan 2). Nilai EC50
untuk Spatholobus ferrugineus yaitu 10,200 ppm,
sedangkan EC50 untuk asam askorbat adalah 6,973
ppm.
Flavonoid memiliki kemampuan antioksidan
yang mampu mentransfer sebuah elektron ke
senyawa radikal bebas dan membentuk kompleks
dengan logam (Gambar 4 dan 5). Kedua mekanisme
itu membuat flavonoid memiliki beberapa efek,
diantaranya menghambat peroksidasi lipid, menekan
kerusakan jaringan oleh radikal bebas dan
menghambat beberapa enzim (Kandaswami &
Middleton, 1997; www.antioxidants.com).

27

Eva Marliana

JURNAL PENELITIAN MIPA
Volume 1, No.1 Desember 2007

R

OH

*

RH

F l-O H

*

*

O
R

OH

F l-O H

KESIMPULAN DAN SARAN

OH

F l-O H

O

*

O

OH

*

RH

O

*

F l-O

Gambar 4. Peredaman radikal bebas oleh flavonoid.
Keterangan: R• = senyawa radikal bebas,
Fl-OH = senyawa golongan flavonoid, FlOH• = radikal-flavonoid

4

3

3

4
5

OH

5

OH

O

O

A

4

3

3

4
O

5
O

4

Cu

5
O

+

Cu

3

3
4

5

5
O

O
Cu

O

+

O
Cu

B

Gambar 5. (A) Daerah Pengkelat Aktif dari Flavanon
dan Flavon dan (B) Mekanisme
Pembentukan Kelat dari Flavanon dan
Flavon

Sebagian alkaloid memiliki kemampuan
antioksidan, contohnya indol alkaloid seperti strisin
dan brusin bila dilihat dari strukturnya dapat
menghambat 1O2 serta kafein dapat bertidak sebagai
peredam hidroksil radikal. Senyawa berbasis
nitrogen dari tumbuhan berpotensi menghambat
berbagai proses oksidatif. Senyawa radikal turunan
dari senyawa amina memiliki tahap terminasi yang
sangat lama (Gambar 6), dengan demikian mampu
menghentikan reaksi rantai radikal secara efisien
(Shukla, et al., 1997). Namun perlu penelitian lebih
mendalam, apakah senyawa baru yang terbentuk dari
proses peredaman radikal bebas tersebut bersifat
karsinogenik atau tidak bagi sel inangnya.
.

R

RH
R

N
H

.

N

.
N
R

Gambar 6. Peredaman Radikal Bebas Oleh Alkaloid

28

Kesimpulan
1. Batang Spatholobus ferrugineus (Zoll &
Moritzi) Benth mengandung senyawa metabolit
sekunder berdasarkan analisis kualitatif, yaitu
alkaloid,
flavonoid,
polifenol
dan
terpenoid/steroid, tetapi dalam penelitian ini
hanya senyawa alkaloid (Rf = 0,80 dan 0,87)
dan flavonoid (Rf = 0,13; 0,72 dan 0,78) yang
bersifat antioksidatif.
2. Berdasarkan uji peredaman radikal DPPH secara
spektrofotometri diperoleh AA% dari ekstrak
metanol batang Spatholobus ferrugineus (Zoll &
Moritzi) Benth yaitu, 7,014% (1 ppm); 12,228%
(2 ppm); 20,360% (4 ppm); 39,913% (8 ppm)
dan 77,095% (16 ppm).
Saran
1. Diperlukan penelitian lebih lanjut dalam
O
skrining fitokimia dengan variasi fase gerak
lainnya yang memberikan hasil pemisahan lebih
baik dan identifikasi senyawa metabolit
sekunder lainnya.
2. Diperlukan penelitian lebih lanjut dalam uji
peredaman
radikal
DPPH
secara
spektrofotometri untuk memperoleh AA%
maksimum dari ekstrak metanol batang
Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth.
3. Diperlukan penelitian lanjutan untuk uji
aktivitas antioksidan dengan metode lainnya
sebagai bahan perbandingan diantaranya, uji
kemampuan peredaman radikal superoksid,
radikal hidroksil, peroksida, kekuatan reduksi
dan lain sebagainya.
4. Perlu penelitian lebih lanjut, apakah senyawa
baru yang terbentuk dari proses peredaman
radikal bebas oleh alkaloid bersifat karsinogenik
atau tidak bagi sel inangnya.

DAFTAR PUSTAKA
Communities and Forest Management in East
Kalimantan; Pathway to Enviromental
Stability. Research Network Report #3.
www.asiaforestnetwork.org.
Tanggal
pengaksesan 5 Agustus 2006.
Cadenas, E.. “Flavonoids”. http://www.antioxidants.
com. Tanggal pengaksesan 5 Agustus 2006.
Heyne, K., 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia.
Jilid II. Cetakan pertama. Jakarta: Yayasan
Sarana Wana Jaya.

Eva Marliana

JURNAL PENELITIAN MIPA
Volume 1, Nomor 1 Desember 2007

Huang, D., B. Ou and R.L. Prior. 2005. “The
Chemistry behind Antioxidant Capacity
Assays”. Journal of Agricultural and Food
Chemistry. Vol. 53:1841-1856.
Indrayanto, G. 2006. “Prospek (Kimia) Bahan Alam
untuk Penemuan Bahan Obat Baru”. Presentasi
disajikan pada Seminar Umum Pendidikan
Program Dokter Universitas Mulawarman.
Kadaswami, C. and E. Middleton, Jr. 1997. “Flavonoid
as Antioxidant”. In: F. Shahidi. (Ed), Natural
Antioxidants: Chemistry, Health Effects, and
Applications. Illionis. AOCS Press.
Ngan, D.H., 2005. “Bioactivities and Chemical
Constituents of A Vietnamese Medicinal Plant
Jasminium Subtriplinerve Blume (Che Vang)”.
Master Thesis. Departemen of Chemistry and
Life Science, Roskilde University.
Nia, R., D.H. Paper, E.E. Essien, K.C. Iyadi, A.I.L.
Bassey, A.B. Antai and G. Franz. 2004.
“Evaluation of The Anti-oxidant and AntiAngiogenic Effects of Sphenocentrum
jollyanum Pierre”. African Journal of
Biomedic Research. Vol. 7: 129-132.
Noorhidayah dan I. Hajar. 2004. “Keanekaragaman
Tumbuhan Berkhasiat Obat Sepanjang
Broadwalk Sangkima Taman Nasional Kutai
Kalimantan Timur”. Jurnal Ilmiah Kehutanan
RIMBA Kalimantan Fakultas Kehutanan
Unmul. Vol. 9:40-6.
Numan, J.W.A.R.. 2003. “Spatholobus Hassk”. In
R.H.M.J. Lemmens dan N. Bunyapraphatsara,
(Ed). Plant Resources of South-East Asia No.
12(3) Medicinal & Poisonus Plants 3. Bogor:
PROSEA.

Oke, J.M. and M.O. Hamburger. 2002. “Screening
of Some Nigerian Medicinal Plants for
Antioxidants Activity Using 2,2 DiphenylPicryl-Hydrazyl Radical”. African Journal of
Biomedical Research. Vol. 5: 77-79.
Samee, W., N.S. Lee and J. Ungwitayatorn. 2004.
“Structure-Radical Scavenging Relationships
of the Synthesized Chromone Derivatives”.
SWU J Pharm Sci. Vol. 9 No. 1: 36-42.
Shahidi, F. 1997. “Natural Antioxidants: An
Overview”. In: F. Shahidi. (Ed), Natural
Antioxidants: Chemistry, Health Effects, and
Applications. Illionis. AOCS Press.
Shukla, V.K.S, P.K.J.P.D Wanasundara and F.
Shahidi. 1997. “Antioxidant from Oilseeds”.
In: F. Shahidi. (Ed), Natural Antioxidants:
Chemistry, Health Effects, and Applications.
Illionis. AOCS Press.
Wang, L. J.H. Yen, H.L. Liang and M.J. Wu. 2003.
“Antioxidant Effect of Methanol Extract from
Lotus Plumule and Blossom (Nelumbo
nucifera Gertn.)”. Journal of Food and Drug
Analysis. Vol. 11 No. 1:60-66.
Wagner, H. and S. Bland. 1996. Plant Drug
Analysis; A Thin Layer Chromatography
Atlas. 2nd Edition. Berlin Heidelberg:
Springer.
Zhu, Q.Y., R.M. Hackman, J.L. Ensunsa, R.R. Holt
and C.L. Keen. 2002. “Antioxidative
Activities of Oolong Tea”. Journal of
Agricultural and Food Chemistry. Vol. 50:
6929-6934.

29