Pengaruh Lama Perkawinan dan Umur Imago Jantan Sturmiopsis inferens Towns. Terhadap Jumlah Tempayak Yang Dihasilkan Di Laboratorium

(1)

PENGARUH LAMA PERKAWINAN dan UMUR IMAGO

JANTAN

Sturmiopsis inferens

Towns. TERHADAP

JUMLAH TEMPAYAK YANG DIHASILKAN

DI LABORATORIUM

SKRIPSI

OLEH

AHMAD IMAM TAMBUNAN

070302032

HPT

DEPARTEMEN HAMA PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN


(2)

PENGARUH LAMA PERKAWINAN dan UMUR IMAGO

JANTAN

Sturmiopsis inferens

Towns. TERHADAP

JUMLAH TEMPAYAK YANG DIHASILKAN

DI LABORATORIUM

SKRIPSI

OLEH

AHMAD IMAM TAMBUNAN 070302032

HPT

Skripsi Merupakan Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

Diperiksa Oleh : Komisi Pembimbing

(Ir. Syahrial Oemry, MS ) (Ir. Fatimah Zahara) Ketua Anggota

DEPARTEMEN HAMA PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRACT

Ahmad Imam Tambunan, "The Effect of Long Copulation and the Old Age Imago Males Sturmiopsis inferens Towns (Diptera: Tachinidae) to Total Grubs Which Produced in the Laboratory", under the guidance of Syahrial Oemry and Fatimah Zahara. Research conducted at the Laboratory of Research and Development of Sugar Cane Plant, Sei Semayang from July to August 2011. The purpose of this research was to determine the effect of copulation and the age old male imago S. inferens Towns. against the number of Grubs produced in the multiplication of S. inferens Towns. in the laboratory

The research was conducted using a completely randomized factorial design, which is a factor I is a long marriage where, P1 (5 minutes), P2 (10 minutes), P3 (15 minutes), P4 (20 minutes), Factor II is the age in which the male imago, R1 (0 days), R2 (1 day), R3 (2 days) and R4 (3 days) with a combined treatment P1R1, P1R2, P1R3, P1R4, P2R1, P2R2, P2R3, P2R4, P3R1, P3R2, P3R3, P3R4, P4R1 , P4R2, P4R3, P4R4 with 3 replications.

The most effective treatment is with long copulation with P3R3 15 minutes long marriage and the age of 2 days and male imago are less effective in the treatment P1R1, P2R1, P3R1 P4R1 by imago males age 0 days (emerging into imago)


(4)

ABSTRAK

Ahmad Imam Tambunan, ”Pengaruh Lama Perkawinan dan Umur Imago Jantan Sturmiopsis inferens Towns (Diptera; Tachinidae) Terhadap Jumlah Tempayak Yang Dihasilkan di Laboratorium”, dibawah bimbingan Syahrial Oemry dan Fatimah Zahara. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Riset dan Pengembangan Tanaman Tebu, Sei Semayang pada bulan Juli sampai Agustus 2011. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui pengaruh lama perkawinan dan umur imago jantan S. inferens Towns. terhadap jumlah tempayak yang dihasilkan dalam perbanyakan S. inferens Towns. di laboratorium

Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap

faktorial, yaitu faktor I adalah lama perkawinan dimana, P1 (5 menit), P2 (10 menit), P3 (15 menit), P4 (20 menit), Faktor II adalah umur imago jantan

dimana, R1 (0 hari), R2 (1 hari), R3 (2 hari) dan R4 (3 hari) dengan kombinasi perlakuan P1R1, P1R2, P1R3, P1R4, P2R1, P2R2, P2R3, P2R4, P3R1, P3R2, P3R3, P3R4, P4R1, P4R2, P4R3, P4R4 dengan 3 ulangan.

Perlakuan yang paling efektif yaitu dengan lama perkawinan P3R3 dengan lama perkawinan 15 menit dan umur imago jantan 2 hari dan yang kurang efektif pada perlakuan P1R1, P2R1, P3R1 P4R1 dengan umur imago jantan 0 hari (baru muncul menjadi imago)


(5)

RIWAYAT HIDUP

Ahmad Imam Tambunan lahir pada tanggal 1 Februari 1989 di Medan dari Ayahanda Muliadi Tambunan dan Ibunda Eriwati Saragih. Penulis merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis yaitu :

- Tahun 2001 lulus dari Sekolah Dasar (SD) Negeri 060898 Medan

- Tahun 2004 lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 36 Medan.

- Tahun 2007 lulus dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 3 Medan.

- Tahun 2007 lulus dan diterima di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB.

Pengalaman Kegiatan Akademis

1. Tahun 2007 - 2011 menjadi anggota Komunitas Muslim (KOMUS) HPT Universitas Sumatera Utara.

2. Tahun 2007 - 2011 menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman (IMAPTAN).

3. Tahun 2010 mengikuti seminar “How Do We Feed A Growing Population” di Fakultas Pertanian USU.

4. Tahun 2011 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada bulan Juli sampai Agustus di PT. Perkebunan Sumatera Utara Tanjung Kasau.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun skripsi saya ini dengan judul ”Pengaruh Lama Perkawinan dan Umur Imago Jantan

Sturmiopsis inferens Towns. (Diptera: Tachinidae) Terhadap Jumlah

Tempayak Yang Dihasilkan DiLaboratorium”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada ketua komisi pembimbing, bapak Ir. Syahrial Oemry, MS. selaku ketua komisi pembimbing dan kepada Ibu Ir. Fatimah Zahara selaku anggota komisi pembimbing, yang telah memberikan banyak bimbingan serta memberikan banyak arahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Direksi, Staff dan Seluruh Karyawan Riset dan Pengembangan Tanaman Tebu, Sei Semayang atas penyediaan sarana dan prasarana serta bantuan yang diberikan kepada penulis selama penulis melaksanakan penelitian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

Akhir kata dengan kerendahan hati penulis mengharapkan agar kiranya tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Medan, September 2011


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Tujuan Penilitian... 5

Hipotesa Penelitian ... 5

Kegunaan Penilitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Lalat parasit S. inferens Towns ... 6

Lalat sebagai parasit ... 8

Perkawinan S. inferens Towns ... 8

Pembuahan pada serangga ... 9

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 11

Bahan dan Alat ... 11

Metode Penelitian ... 11

Pelaksanaan Penelitian ... 14

Persiapan Larutan Madu ... 14

Persiapan Kandang Starter ... 14

Persiapan Parasitoid ……….. ... 15

Perkawinan Parasitoid ………. 15

Parameter Pengamatan ... 17


(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil ... 18 Pembahasan ... 19

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 27 Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hlm

1. Imago Lalat Parasit S. inferens Towns ... 6

2. Tempayak Lalat Parasit S. inferens Towns ... 7

3. Pupa Lalat Parasit S. inferens Towns ... 7

4. Perkawinan Lalat Parasit S. inferens Towns ... 9

5. Larutan Madu ... 14

6. Kandang Starter S. inferens Towns ... 14

7. Parasitoid S. inferens Towns yang siap dikawinkan . ... 15

8. Perkawinan S. inferens Towns di Laboratorium ... 16

9. Grafik Pengaruh Interaksi Lama Perkawinan dan Umur Imago Jantan S. inferens Towns Terhadap Jumlah Tempayak Yang Dihasilkan ……… .. 23

10. Grafik Pengaruh Interaksi Lama Perkawinan dan Umur Imago Jantan S. inferens Towns Terhadap Persentase Tempayak Hidup ……….……… 26


(10)

DAFTAR TABEL

No Judul Hlm

1. Pengaruh Lama Perkawinan Terhadap Jumlah Tempayak Yang ... 18 Dihasilkan

2. Pengaruh Umur Imago Jantan S. inferens Terhadap Jumlah Tempayak .. 19 Yang Dihasilkan

3. Pengaruh Lama Perkawinan dan Umur Imago Jantan

S. inferens Towns. Terhadap Jumlah Tempayak Yang Dihasilkan ... 20 2. Pengaruh Lama Perkawinan dan Umur Imago Jantan


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Hlm

1. Bagan Penelitian……….. 30

2. Foto Penelitian………. 32

3. Hasil Penelitian ……….. 33

4. Data Pengamatan Analisis Sidik Ragam Jumlah Tempayak ………...35


(12)

ABSTRACT

Ahmad Imam Tambunan, "The Effect of Long Copulation and the Old Age Imago Males Sturmiopsis inferens Towns (Diptera: Tachinidae) to Total Grubs Which Produced in the Laboratory", under the guidance of Syahrial Oemry and Fatimah Zahara. Research conducted at the Laboratory of Research and Development of Sugar Cane Plant, Sei Semayang from July to August 2011. The purpose of this research was to determine the effect of copulation and the age old male imago S. inferens Towns. against the number of Grubs produced in the multiplication of S. inferens Towns. in the laboratory

The research was conducted using a completely randomized factorial design, which is a factor I is a long marriage where, P1 (5 minutes), P2 (10 minutes), P3 (15 minutes), P4 (20 minutes), Factor II is the age in which the male imago, R1 (0 days), R2 (1 day), R3 (2 days) and R4 (3 days) with a combined treatment P1R1, P1R2, P1R3, P1R4, P2R1, P2R2, P2R3, P2R4, P3R1, P3R2, P3R3, P3R4, P4R1 , P4R2, P4R3, P4R4 with 3 replications.

The most effective treatment is with long copulation with P3R3 15 minutes long marriage and the age of 2 days and male imago are less effective in the treatment P1R1, P2R1, P3R1 P4R1 by imago males age 0 days (emerging into imago)


(13)

ABSTRAK

Ahmad Imam Tambunan, ”Pengaruh Lama Perkawinan dan Umur Imago Jantan Sturmiopsis inferens Towns (Diptera; Tachinidae) Terhadap Jumlah Tempayak Yang Dihasilkan di Laboratorium”, dibawah bimbingan Syahrial Oemry dan Fatimah Zahara. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Riset dan Pengembangan Tanaman Tebu, Sei Semayang pada bulan Juli sampai Agustus 2011. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui pengaruh lama perkawinan dan umur imago jantan S. inferens Towns. terhadap jumlah tempayak yang dihasilkan dalam perbanyakan S. inferens Towns. di laboratorium

Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap

faktorial, yaitu faktor I adalah lama perkawinan dimana, P1 (5 menit), P2 (10 menit), P3 (15 menit), P4 (20 menit), Faktor II adalah umur imago jantan

dimana, R1 (0 hari), R2 (1 hari), R3 (2 hari) dan R4 (3 hari) dengan kombinasi perlakuan P1R1, P1R2, P1R3, P1R4, P2R1, P2R2, P2R3, P2R4, P3R1, P3R2, P3R3, P3R4, P4R1, P4R2, P4R3, P4R4 dengan 3 ulangan.

Perlakuan yang paling efektif yaitu dengan lama perkawinan P3R3 dengan lama perkawinan 15 menit dan umur imago jantan 2 hari dan yang kurang efektif pada perlakuan P1R1, P2R1, P3R1 P4R1 dengan umur imago jantan 0 hari (baru muncul menjadi imago)


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tebu merupakan bahan baku gula yang mengandung 20% cairan gula. Olahan tebu akan menghasilkan gula 5%, ampas tebu 90% dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air. Beberapa tahun terakhir industri gula mengalami penurunan produksi hingga mencapai 1,48 juta ton pada tahun 1999. Sementara itu pada tahun 2002 produksi gula mencapai 1,76 juta ton, sedangkan konsumsi gula nasional mencapai 3,3 juta ton, sehingga mencapai defisit sebesar 1,54 juta ton (P3GI, 2008).

Kebutuhan gula di Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun dan belum mampu dipenuhi hingga saat ini, salah satu kendala dalam budidaya tebu adalah adanya serangan berbagai jenis hama disepanjang pertumbuhan tanaman. Kerugian gula yang disebabkan oleh hama tebu di Indonesia ditaksir dapat mencapai 75%. Lebih dari 100 jenis binatang dapat mengganggu dan merusak tanaman tebu di lapangan. Namun hanya beberapa diantaranya yang sering merusak dan menimbulkan kerugian yang cukup besar seperti serangga hama Penggerek Batang Tebu Bergaris (Chilo sacchariphagus), Penggerek Batang Tebu Berkilat (Chilo auricilius), Penggerek Batang Jambon (Sesamia inferens) dan oleh serangan Penggerek Batang Tebu Raksasa (Phragmatoecia castaneae) (Nugroho, 2009).

Phragmatoecia castaneae Hubner (Penggerek Batang Raksasa) (Lepidoptera; Cossidae) merupakan salah satu kendala produksi terhadap perindustrian gula di Sumatera Utara. Serangan hama ini menjadi kendala dalam


(15)

peningkatan produktivitas tebu, karena menyebabkan kerugian dan kehilangan hasil gula yang cukup tinggi yaitu sekitar 15%. Tingginya intensitas serangan hama ini pula yang menjadi salah satu faktor penyebab turunnya produktivitas rata-rata tebu giling PTPN II dari 70 ton/ha menjadi hanya 40 ton/hektar. Kerugian gula akibat serangan hama ini ditentukan oleh jarak waktu antara saat penyerangan dan saat tebang. Kehilangan rendemen dapat mencapai 50 % jika menyerang tanaman tebu umur 4-5 bulan dan 4-15 % pada tebu yang berumur 10 bulan (Diyasti, 2000).

Ph. castaneae Hubner (Penggerek Batang Raksasa) termasuk dalam Ordo: Lepidoptera, Family: Cossidae. Ph. castaneae masuk kedalam batang dengan membuat lorong gerekan pada pelepah daun. Pada serangan berat, bagian dalam batang akan hancur. Hama ini juga dapat merusak tebu-tebu liar (Saefudin, 2009). Pada serangan awal akan tampak adanya titik putih dibawah pelepah daun ke 3 atau 4 disertai dengan adanya gerekan larva yang baru menetas, selanjutnya terdapat lorong gerekan pada ruas muda maupun tua. Pada serangan berat tanaman tebu akan mati pucuk (PTPN II, 2001). Kalshoven (1981) mencatat hama ini telah ada di Sumatera Utara sejak tahun 1977. Sampai saat ini penggerek batang tebu raksasa hanya ditemukan di Perkebunan Tebu Sumatera Utara.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan populasi hama dilapangan, diantaranya adalah faktor cara pengelolaan hama itu sendiri oleh manusia. Cara pengelolaan hama yang tidak tepat menyebabkan masalah hama tidak pernah selesai. Oleh karena itu sering terjadi tindakan pengendalian yang tidak efektif, sebaliknya pengelolaan hama yang bijaksana dapat memberikan


(16)

kontribusi yang besar dalam menekan populasi hama hingga dibawah ambang ekonomi (Pramono, 2007).

Berbagai upaya pengendalian telah dilakukan, dengan penggunaan varietas tahan, teknik bercocok tanam dan penggunaan insektisida dengan alasan bahwa insektisida dapat secepatnya menurunkan populasi hama. Penggunaan pestisida secara terus-menerus justru mengkibatkan hama menjadi resisten, resugensi hama sasaran, terbunuhnya musuh alami bahkan residu pada tanaman, tanah bahkan pencemaran air tanah (Isbagio, 1998). Pemakaian pestisida dalam pengendalian

Ph. castaneae (Penggerek Batang Raksasa) cukup sulit dilaksanakan, karena kebiasaan larva yang menggerek kedalam batang sehingga sulit dicapai pestisida (Purnama, 2007).

Pengendalian biologi merupakan pengendalian dengan memanfaatkan musuh alami, sehingga menghasilkan suatu keseimbangan umum. Pengendalian biologi merupakan salah satu pengendalian yang dinilai cukup aman karena mempunyai beberapa keuntungan, yaitu: selektifitas tinggi dan tidak menimbulkan hama baru, organisme yang digunakan sudah ada dialam, organisme yang digunakan dapat mencari dan menemukan inangnya, dapat berkembang biak dan menyebar, hama tidak menjadi resisten dan pengendalian akan berjalan dengan sendirinya (Isbagio, 1998).

Pada tahun 1979 (Anon) menunjukkan adanya parasit Tachinidae yang menyerang larva penggerek batang tebu raksasa. Oleh K.M. Harris dari Commonwealth Institute Of Entomology di London, parasit tersebut diidentifikasi sebagai Sturmiopsis inferens Towns (Ramli dkk, 2006).


(17)

Dengan diketahui adanya parasitoid Tachinidae, maka mulai dikembangkannya lalat parasit Sturmiopsis inferens (Diptera; Tachinidae). Lalat parasit ini menyerang larva Ph. castaneae, maka terbukalah kemungkinan pengendalian Ph. castaneae secara hayati (James and Wood, 2006).

Di kebun-kebun tebu PTP IX Sumatera Utara, S. inferens banyak dijumpai menyerang larva Ph. castaneae. Sehingga perlu dilakukan pelepasan parasit

S. inferens secara berulang untuk mengendalikan hama penggerek batang tebu raksasa ini. Dalam upaya pengendalian ini maka perlu dilakukannya perbanyakan parasitoid di Laboratorium (Ramli dkk, 2006). Zuraidah dkk (2006) menyatakan bahwa Lalat parasit S. inferens telah dapat dikembangkan di Laboratorium sejak Agustus 1985.

Dalam usaha perbanyakan parasitoid S. inferens di Laboratorium dapat dijumpai berbagai hambatan, seperti penyediaan serangga inang, umur parasitoid ataupun perkawinan. Informasi mengenai potensi parasitoid ini dalam mengendalikan hama penggerek batang tebu raksasa di lapangan sangat diperlukan. Untuk mendukung dalam program pengendalian Ph. Castaneae maka

dilakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai potensi parasitoid

S. inferens. Penelitian dirancang untuk mempelajari pengaruh lama perkawinan dan umur imago jantan S. inferens terhadap jumlah tempayak yang dihasilkan, guna untuk perbanyakan parasitoid di Laboratorium. Informasi ini bisa dimanfaatkan untuk pengembangan parasitoid guna mengendalikan populasi hama Ph. castaneae


(18)

Dari uraian diatas peneliti ingin melakukan penelitian tentang Pengaruh Lama Perkawinan dan Umur Imago Jantan S. inferens terhadap jumlah tempayak yang dihasilkan.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh lama perkawinan dan umur imago jantan

S. inferens terhadap jumlah tempayak yang dihasilkan dalam perbanyakan

S. inferens di laboratorium

Hipotesa Penelitian

1. Lama perkawinan S. inferens berpengaruh terhadap jumlah tempayak yang dihasilkan dalam perbanyakan di Laboratorium

2. Umur imago jantan S. inferens berpengaruh terhadap jumlah tempayak yang dihasilkan dalam perbanyakan di Laboratorium

3. Lama perkawinan dan umur imago jantan S. inferens berpengaruh terhadap jumlah tempayak yang dihasilkan dalam perbanyakan di Laboratorium

Kegunaan Penelitian

- Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Departemen Hama Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns.

Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Diptera Famili : Tachinidae Genus : Sturmiopsis

Spesies : S. inferens Towns.

Lalat S. inferens merupakan salah satu parasit entomophagus atau serangga yang memarasit serangga. Sepintas lalu menyerupai lalat rumah dan berwarna gelap (coklat hitam) dan bersifat endoparasitoid (Sastrodiharjo, 1979).

Gambar 1. Imago S. inferens

Foto Langsung

Siklus hidup dari telur hingga menjadi imago berkisar antara 45-73 hari. Masa telur 5-11 hari, tempayak 15-24 hari, pupa 11-14 hari dan Imago 14-24 hari


(20)

dan penetasan terjadi dalam organ tersebut. Sering kali tempayak dikeluarkan masih dalam keadaan diselubungi oleh lapisan kulit telur yang tipis (Khairiyah, 2008 dalam Wirioatmojo, 1980).

Larva dari ordo Diptera disebut sebagai ulat atau tempayak. Bagian kepala atau tubuh tidak dapat dibedakan, selalu tidak bertungkai atau tidak berkaki (Khairiyah, 2008 dalam Santoso, 1980). Tempayak yang baru keluar dari telur berwarna putih bening dengan panjang tubuh 0,46 mm dan lebar 0,11 mm. Tempayak begitu menemukan inangnya akan langsung melekat pada tubuh inang dengan menggunakan taring dan melubangi tubuh inangnya. Semakin bertambah umurnya semakin besar dan gemuk (Khairiyah, 2008 dalam Sunaryo dkk, 1988).

Gambar 2. Tempayak S. inferens

Foto Langsung

Pupa yang baru terbentuk berwarna putih kemudian berangsur-angsur menjadi gelap dan menjelang lalat dewasa keluar berwarna cokelat tua. Masa stadia pupa 11-14 hari (Khairiyah, 2008 dalam Sunaryo dkk, 1988).

Gambar 3. Pupa S. inferens


(21)

Lalat Sebagai Parasit

Lalat berasal dari Ordo; Diptera. Lalat umumnya mempunyai sepasang sayap besar dan sayap kecil untuk menjaga keseimbangan saat terbang. (Suska, 2008). Tachinidae adalah salah satu dari banyak family dari Ordo; Diptera yang bertindak sebagai parasitoid. Family ini sangat penting sebagai musuh alami dari larva Lepidoptera. Semua spesies Tachinidae merupakan parasitoid yang bersifat sebagai endoparasit. Serangan didalam tubuh larva biasanya selama 1-3 minggu (James and Wood, 2006).

Tachinidae adalah lalat yang sering digunakan sebagai pengendali hayati. Bentuknya hampir sama dengan lalat rumah, hanya saja meletakkan tempayak pada tubuh larva Lepidoptera. Memiliki rambut yang lebih banyak dari lalat rumah. Bila pupa keluar akan menyebabkan kematian pada inang (Susilo, 2007).

Tachinidae adalah lalat berduri hitam atau kelabu, ukuran sedikit lebih besar dibandingkan lalat rumah. Apabila lalat betina menemukan inangnya, akan langsung hinggap dan meletakkan tempayak ditubuh inangnya dan hidup didalam tubuh inangnya (Untung dan Wirjosuharjo, 1994).

Perkawinan Lalat S. inferens

Menurut Waage, Karl, Mills dan Greathead (1985) dalam Khairiyah (2008), serangga dalam grup Diptera umumnya mengalami kesulitan

dalam perkawinan, seperti halnya Syrpidae. Terbang sambil bercumbu (courtship flight) menjadi sangat penting untuk terjadinya perkawinan. Namun Ghorpade, Jadhay dan Ajri (1988), mengemukakan bahwa di India perkawinan sering terjadi


(22)

Perkawinan lalat S. inferens dipengaruhi oleh umur serangga, cahaya dan kelembaban. Perkawinan S. inferens di Laboratorium dilakukan di dalam tabung untuk mengetahui lamanya waktu perkawinan. Untuk merangsang terjadinya perkawinan didalam tabung dapat dilakukan dengan cara menggoyang-goyangkan tabung (Ramli dkk, 2006).

Gambar 4. Perkawinan Lalat Foto Langsung

Pembuahan Pada Serangga

Pembuahan atau fertilisasi merupakan terjadinya penyatuan sperma dan ovum yang terjadi di dalam tubuh serangga betina. Hal ini dapat terjadi karena adanya peristiwa kopulasi, yaitu masuknya alat kelamin jantan ke dalam alat kelamin betina. Setelah sel gamet jantan dan betina melakukan fertilisasi, embrio akan berkembang dalam telur dan dilindungi oleh cangkang (Ariesta dkk, 2003). Sedangkan pada S. inferens (Diptera: Tachinidae), Khairiyah, 2008 dalam (Wirioatmojo, 1980), menyatakan bahwa, telur yang telah dibuahi akan ditahan di dalam uterus. Penetasan telur terjadi dalam organ tersebut yaitu berada di dalam ovarium. Sering kali tempayak dikeluarkan masih dalam keadaan diselubungi oleh lapisan kulit telur yang tipis. Sehingga yang dikeluarkan sudah dalam stadia tempayak.


(23)

Pada serangga jantan sperma berkembang dalam sepasang testis dan dialirkan sepanjang duktus (saluran) yang melilit-lilit menuju dua vesikula seminalis, tempat sperma akan disimpan. Selama perkawinan sperma diejakulasi ke system reproduksi betina. Pada betina telur berkembang dalam sepasang ovarium dan dialirkan melalui duktus ke vagina, dimana fertilisasi terjadi. Pada banyak spesies system reproduksi meliputi spermateka yaitu sebuah kantong tempat sperma disimpan didalamnya selama satu tahun atau lebih (Campbell, 2002).

Pada serangga dewasa memiliki alat kelamin yang telah matang dan dapat menghasilkan keturunan. Serangga pradewasa berkembang melalui satu seri pergantian kulit, dan bertambah ukurannya setelah tiap ganti kulit. Tiap tahap perkembangan disebut instar. Instar akhir, yang serangga itu sudah matang secara seksual dan bersayap sempurna (pada jenis-jenis yang memang bersayap), adalah tahap dewasa atau imago (Sunarjo, 1990).

Serangga menggunakan sejumlah besar tenaga dalam melakukan perkembangbiakannya. Keadaan ini paling mungkin terjadi karena pembiakan memastikan gen serangga dipindahkan ke generasi organisme berikutnya. Siklus hidup masing-masing serangga tersebut akan berakhir, tetapi gennya akan terus ada selama terjadi pembiakan. Dari segi evolusi, organisme yang paling kuat merupakan organisme yang menghasilkan banyak keturunan untuk mempertahankan kehidupannya. Organisme tersebut dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan dan menguntungkan spesies karena lebih banyak membiak dari pada jenisnya (Mader, 1995).


(24)

BAHAN DAN METODA

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hama Risbang Tebu Sei Semayang PTPN II, dengan ketinggian tempat ±50-60 meter diatas permukaan laut. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai selesai.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan antara lain: Imago jantan umur o hari (baru muncul menjadi imago), 1, 2 dan 3 hari dan betina S. inferens berumur 0 hari (baru muncul menjadi imago), larutan madu 2%, aquadest, dan bahan pendukung lainnya.

Alat yang digunakan antara lain: Pisau bedah, petridish, kelambu lalat, lup (kaca pembesar), kaca cembung warna hitam, kuas, kapas, paranet hijau, stereoform, stopwatch, tabung reaksi, kalkulator, alat tulis dan alat pendukung lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial, dimana: Faktor 1: Lama Perkawinan

P1: 5 menit P2: 10 menit P3: 15 menit P4: 20 menit


(25)

Faktor 2: Umur lalat jantan setelah muncul menjadi imago R1: Lalat jantan berumur 0 hari (baru muncul menjadi imago) R2: Lalat jantan berumur 1 hari

R3: Lalat jantan berumur 2 hari R4: Lalat jantan berumur 3 hari Kombinasi perlakuan:

P1R1 P2R1 P3R1 P4R1

P1R2 P2R2 P3R2 P4R2 P1R3 P2R3 P3R3 P4R3 P1R4 P2R4 P3R4 P4R4 Diperoleh 16 kombinasi perlakuan

Ulangan dilakukan sebanyak t1 (t2-1) (r-1) ≥15 4 (4-1) (r-1) ≥15 4 (3) (r-1) ≥15 12 (r-1) ≥15 12r – 12 ≥15 12r ≥27

r = 27 = 2,25

12

r = 3

Jumlah perlakuan : 8 perlakuan


(26)

Model linier yang digunakan:

Yijk= µ +

ρ

i + αj + βk + (αβ)jk + Eij ;

Dimana:

Yijk : Hasil pengamatan pada ulangan ke-i, perlakuan ke j dan k

µ

: Rataan nilai tengah

ρ

i : Efek ulangan ke-i αj : Efek dari perlakuan ke j βk : Efek perlakuan ke k

(αβ)jk (αβ)jk : Efek interaksi perlakuan ke j dan perlakuan ke k

Eijk : Efek error dari ulangan pada taraf ke i dan perlakuan ke j dan


(27)

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan Larutan Madu 2 %

Larutan madu 2% merupakan bahan makanan S. inferens yang dibuat dengan cara mengencerkan madu asli dengan menggunakan aquadest. Madu asli diukur sebanyak 2 ml dengan menggunakan gelas ukur dan dimasukkan kedalam beakerglass bervolume 100 ml dan dimasukkan air aquadest hingga volume menjadi 100 ml. Larutan madu diaduk hingga menjadi homogen.

Gambar 5. Larutan Madu Foto Langsung

Pembuatan Kandang Starter

Kandang starter merupakan kandang untuk lalat betina yang telah siap dikawinkan. Kandang dibuat dengan menggunakan kain paranet. Kain paranet dibuat berbentuk tabung lalu dihekter. Pada bagian ujung kandang starter ditutup dengan menggunakan stereoform agar lalat betina tidak keluar.


(28)

Persiapan Parasitoid

S. inferens yang digunakan adalah pada stadia imago, yang telah disediakan dari Laboratorium Hama Risbang Tebu PTPN II, yang diperoleh dari perbanyakan di laboratorium. Perbanyakan parasitoid ini dilakukan pada larva

Ph. Castaneae, yang telah diinokulasi tempayak S. inferens dan dipelihara didalam gelagah selama ± 21 hari. Setelah ± 21 hari dilakukan pembongkaran gelagah, sehingga diperoleh pupa S. inferens. Pupa S. inferens selanjutnya dikumpulkan kedalam cawan petri dan dimasukkan kedalam kelambu hingga muncul imago. Bila lalat telah keluar, dipisahkan jantan dan betina untuk tujuan perkawinan lalat. Dipisahkan juga antara lalat jantan berumur 0, 1, 2, dan 3 hari, betina berumur setengah hari dan dimasukkan ke dalam kelambu untuk dilakukan percobaan.

Gambar 7. Parasitoid S. inferens yang siap dikawinkan Foto Langsung

Perkawinan Parasitoid

Dilakukan perkawinan terhadap imago jantan S. inferens berumur 0, 1, 2 dan 3 hari, imago betina berumur 0 hari. Seekor lalat jantan dan betina dimasukkan kedalam satu tabung kaca berukuran panjang 200 mm dan lebar 18 mm. Setiap tabung diisi satu pasang lalat berturut-turut jantan berumur 0, 1, 2 dan


(29)

3 hari dengan betina berumur 0 hari untuk dilakukan perkawinan. Untuk merangsang terjadinya perkawinan di dalam tabung maka tabung digoyang-goyangkan. Perkawinan dibiarkan selama 5, 10, 15 dan 20 menit dengan menggunakan stopwatch. Lalat betina yang sudah kawin dipelihara didalam kandang pemeliharaan starter selama sepuluh hari dan diberi larutan madu 2% sebagai makanannya. Setelah 10 hari lalat dibedah untuk mengeluarkan ovarium yang berisi tempayak dan dihitung tempayak yang dihasilkan

Gambar 8. Perkawinan S. inferens dalam tabung Foto Langsung


(30)

Parameter Pengamatan

Pengamatan dilakukan dengan menghitung

1. Jumlah tempayak yang dihasilkan imago betina S. inferens

Pengamatan dilakukan setelah 10 hari dari perkawinan S. inferens

Selanjutnya dilakukan pembedahan terhadap imago lalat betina dengan tujuan untuk mengeluarkan ovarium yang berisi tempayak S. inferens.

Dilakukan penghitungan tempayak dengan menggunakan lup (kaca pembesar).

2. Persentase tempayak yang hidup

Dihitung persentase tempayak yang hidup dengan cara:

Jumlah tempayak yang hidup

× 100%

Jumlah seluruh tempayak


(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Jumlah Tempayak S. inferens Faktor P (Lama Perkawinan)

Hasil data pengamatan jumlah tempayak yang diperoleh dari pengaruh lama perkawinan S. inferens selama 5, 10, 15 dan 20 menit (Faktor P) pada pengamatan hari ke sepuluh setelah dilakukan perkawinan (dapat dilihat pada lampiran 4). Dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa lama perkawinan

S. inferens berpengaruh nyata terhadap jumlah tempayak yang dihasilkan. Untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Beda uji rataan pengaruh lama perkawinan S. inferens terhadap jumlah tempayak yang dihasilkan pada pengamatan 10 hari setelah dikawinkan.

Keterangan: Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan taraf 5%

Tabel 1 menunjukkan bahwa hasil jumlah tempayak tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (lama perkawinan 20 menit) yaitu sebesar 613,25 tempayak. Sedangkan perlakuan yang terendah pada perlakuan P1 (lama perkawinan 5 menit) yaitu sebesar 265,58 tempayak. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan lamanya perkawinan S. inferens jantan yang membuahi S. inferens betina sehingga menghasilkan tempayak yang lebih banyak. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Ariesta dkk (2003), yang mengemukakan

Perlakuan Jumlah Tempayak

P1 265.58D

P2 343.83C

P3 539.83B


(32)

yang terjadi di dalam tubuh serangga betina. Jika pembuahan tidak terjadi maka embrio tidak akan terbentuk dan sel telur tidak akan dihasilkan, hal ini dapat dibandingkan pada perlakuan P1 (lama perkawinan 5 menit) yang merupakan jumlah tempayak terendah yang hanya menghasilkan tempayak sebesar 265,58 dimana pembuahan tidak berlangsung sempurna.

2. Jumlah Tempayak S. inferens Faktor R (Umur Imago Jantan)

Hasil data pengamatan jumlah tempayak yang diperoleh dari hasil perkawinan S. inferens dengan umur imago jantan berumur 0, 1, 2 dan 3 hari (Faktor R) pada pengamatan hari ke sepuluh setelah dilakukan perkawinan (dapat dilihat pada lampiran 4). Dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa umur imago jantan S. inferens berpengaruh nyata terhadap jumlah tempayak yang dihasilkan. Untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Beda uji rataan pengaruh perkawinan umur imago jantan S. inferens

terhadap jumlah tempayak yang dihasilkan pada pengamatan 10 hari setelah dikawinkan.

Keterangan: Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan taraf 5%

Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil jumlah tempayak tertinggi terdapat pada perlakuan R4 (umur imago jantan 3 hari) sebesar 674,58 tempayak, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan R3 (umur imago jantan 2 hari) dengan diperoleh tempayak sebesar 671,08 tempayak. Hal ini disebabkan bahwa umur

Perlakuan Jumlah Tempayak

R1 0.00C

R2 416.83B

R3 671.08A


(33)

imago jantan berpengaruh terhadap jumlah tempayak yang dihasilkan, dimana pada umur imago jantan S. inferens 2 dan 3 hari telah mengalami matang seksual. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Sunarjo (1990), yang mengemukakan bahwa pada tiap serangga akan mengalami masa matang seksual, pada masa matang seksual tersebut serangga telah dapat melakukan perkembangbiakan. Serangga juga akan mengalami masa pra-dewasa yang belum dapat melakukan pembuahan secara sempurna, serta menurut Ramli dkk (2006), perkawinan lalat S. inferens dipengaruhi oleh umur serangga, tampak seperti pada perlakuan R1 (umur imago jantan 0 hari) yang merupakan jumlah tempayak terendah sebesar 0,00 tempayak yang belum mengalami matang seksual.

3. Jumlah Tempayak S. inferens Faktor P × R

Data pengamatan jumlah tempayak yang diperoleh dari hasil perkawinan

S. inferens selama 5, 10, 15 dan 20 menit dan umur imago jantan 0, 1, 2 dan 3 hari pada pengamatan hari ke sepuluh setelah dilakukan perkawinan (dapat dilihat pada lampiran 4). Dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa perkawinan

S. inferens berpengaruh nyata terhadap jumlah tempayak yang dihasilkan. Untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Beda uji rataan pengaruh interaksi lama perkawinan dan umur imago jantan S. inferens terhadap jumlah tempayak yang dihasilkan pada pengamatan 10 hari setelah dikawinkan.

Perlakuan Jumlah tempayak

P1R1 0.00I

P1R2 231.33H

P1R3 414.00F


(34)

Keterangan: Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama

tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan taraf 5%

Tabel 3 menunjukkan bahwa hasil jumlah tempayak tertinggi terdapat pada perlakuan P4R4 (lama perkawinan 20 menit umur imago jantan 3 hari) sebesar 925,66 tempayak. Sedangkan yang terendah pada perlakuan P1R1, P2R1, P3R1 dan P4R1 (lama perkawinan 5, 10, 15 dan 20 menit dengan umur imago jantan 0 hari (baru muncul menjadi imago), diperoleh jumlah tempayak sebesar 0,00.

Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan tertinggi dalam menghasilkan tempayak terdapat pada perlakuan P4R4 jika dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Pada perlakuan P4R4 diperoleh tempayak sebesar 925,66 tempayak, dengan lama perkawinan 20 menit dan umur imago jantan 3 hari. Hal ini dikarenakan pada perkawinan parasitoid S. inferens dengan lama perkawinan 20 menit dan umur imago jantan 3 hari telah terjadi matang seks pada imago jantan

S. inferens dan proses pembuahan telah terjadi pembuahan secara sempurna jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Sehingga pada perlakuan P4R4 dapat menghasilkan tempayak dengan jumlah yang lebih banyak. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Sunarjo (1990), yang mengemukakan bahwa pada tiap serangga akan mengalami masa matang seksual, pada masa matang

P2R4 532.66D

P3R1 0.00I

P3R2 511.66E

P3R3 824.66B

P3R4 823.00B

P4R1 0.00I

P4R2 606.33C

P4R3 921.00A


(35)

seksual tersebut serangga telah dapat melakukan perkembangbiakan. Serangga juga akan mengalami masa pra-dewasa yang belum dapat melakukan pembuahan secara sempurna, serta menurut Ramli dkk (2006), perkawinan lalat S. inferens

dipengaruhi oleh umur serangga.

Dari tabel 3 menunjukkan perlakuan terendah dalam menghasilkan tempayak tampak pada perlakuan P1R1, P2R1, P3R1 dan P4R1 jika dibanding dengan perlakuan yang lainnya. Pada perlakuan ini diperoleh jumlah tempayak sebesar 0,00 tempayak dengan umur imago jantan 0 hari (baru muncul menjadi imago) dan lama perkawinan 5 , 10, 15 dan 20 menit. Hal ini dikarenakan pada umur imago jantan yang baru berumur 0 hari (baru muncul menjadi imago) belum mengalami matang seksual walaupun telah memasuki fase dewasa. Serangga yang belum mengalami matang seksual tidak dapat menghasilkan sel sperma yang sempurna, sehingga pembuahan pada saat perkawinan tidak terjadi walaupun alat kelamin jantan telah masuk ke dalam alat kelamin betina. Pembuahan akan mempengaruhi jumlah tempayak yang dihasilkan, sebab jika pembuahan tidak berlangsung sempurna maka sel telur tempayak tidak akan terbentuk di dalam ovarium. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Ariesta dkk (2003), yang mengemukakan bahwa pembuahan merupakan terjadinya penyatuan sperma dan ovum yang terjadi di dalam tubuh serangga betina. Jika pembuahan tidak terjadi maka embrio tidak akan terbentuk dan sel telur tidak akan dihasilkan, begitu juga dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Sunarjo (1990), yang mengemukakan bahwa serangga akan mengalami masa pra-dewasa yang belum dapat melakukan pembuahan secara sempurna.


(36)

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh interaksi lama perkawinan dan umur imago jantan S. inferens terhadap jumlah tempayak yang dihasilkan S. inferens. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Grafik pengaruh lama perkawinan dan umur imago jantan S. inferens

terhadap jumlah tempayak yang dihasilkan

Keterangan: P: Lama Perkawinan dan R: Umur Imago Jantan S. inferens

P1R1: 5 menit 0 hari, P1R2: 5 menit 1 hari, P1R3: 5 menit 2 hari, P1R4: 5 menit 3 hari, P2R1: 10 menit 0 hari, P2R2: 10 menit 1 hari, P2R3: 10 menit 2 hari, P2R4: 10 menit 3 hari, P3R1: 15 menit 0 hari, P3R2: 15 menit 1 hari, P3R3: 15 menit 2 hari, P3R4: 15 menit 3 hari, P4R1: 20 menit 0 hari, P4R2: 20 menit 1 hari, P4R3: 20 menit 2 hari, P4R4: 20 menit 3 hari.


(37)

4. Persentase Tempayak Hidup

Dari hasil pengamatan terdapat jumlah tempayak yang hidup dengan jumlah yang berbeda dari jumlah tempayak yang diperoleh dari setiap perlakuan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Beda uji rataan persentase tempayak hidup dari pengaruh interaksi lama perkawinan dan umur imago jantan S. inferens pada pengamatan 10 hari setelah dikawinkan.

Keterangan: Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan taraf 5%

Tabel 4 menunjukkan bahwa persentase tempayak hidup tertinggi terdapat pada perlakuan P3R3 jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya, yaitu sebesar 82,98 % dengan lama perkawinan 15 menit dan umur imago jantan 2 hari. Hal ini dikarenakan kemampuan suatu individu/ serangga untuk menghasilkan seluruh keturunannya dalam keadaan sempurna. Dimana didalam ovarium S. inferens

terjadi persaingan selama didalam ovarium betina S. inferens, sehingga tampak

Perlakuan Rataan

P1R1 0.00H

P1R2 0.00H

P1R3 6.45G

P1R4 6.14G

P2R1 0.00H

P2R2 58.16F

P2R3 60.52E

P2R4 60.94E

P3R1 0.00H

P3R2 76.28C

P3R3 82.98A

P3R4 82.29A

P4R1 0.00H

P4R2 68.27D

P4R3 77.69B


(38)

secara sempurna. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Mader (1995), yang mengemukakan bahwa dari segi evolusi, organisme yang paling kuat merupakan organisme yang menghasilkan banyak keturunan untuk mempertahankan kehidupannya, namun tidak semua dari keturunan tersebut akan bertahan hidup. Hal ini juga dapat berpengaruh pada saat perkawinan S. inferens, dimana pada imago jantan umur 2 hari jauh lebih aktif melakukan perkawinan jika dibanding dengan imago jantan umur 3 hari dan imago jantan yang lainnya. Sehingga tempayak dari hasil perkawinan imago jantan 2 hari menghasilkan persentase tempayak hidup lebih tinggi jika dibanding dengan perlakuan yang lainnya.

Dari tabel 2 dapat dilihat perlakuan persentase tempayak hidup terendah terdapat pada perlakuan P1R1, P1R2, P2R1, P3R1 dan P4R1 sebesar 0,00 %. Hal ini dikarenakan tidak berlangsungnya pembuahan yang sempurna, sehingga embrio tidak berkembang dan tempayak tidak terbentuk. Dimana pada serangga yang belum mengalami matang seksual belum dapat melakukan pembuahan pada serangga betina walaupun terjadinya perkawinan pembuahan belum tentu terjadi sehingga embrio belum tentu berkembang sehingga tempayak tidak terbentuk. Hal ini tampak pada S. inferens yang masih berumur 0 hari dan 1 hari, dimana belum mengalami matang seksual. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Ramli dkk, (2006) yang mengemukakan bahwa perkawinan dipengaruhi oleh umur serangga.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh interaksi lama perkawinan dan umur imago jantan S. inferens terhadap persentase tempayak yang hidup. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 10.


(39)

Gambar 10. Grafik persentase tempayak S. inferens yang hidup Keterangan: P: Lama Perkawinan dan R: Umur Imago Jantan S. inferens

P1R1: 5 menit 0 hari, P1R2: 5 menit 1 hari, P1R3: 5 menit 2 hari, P1R4: 5 menit 3 hari, P2R1: 10 menit 0 hari, P2R2: 10 menit 1 hari, P2R3: 10 menit 2 hari, P2R4: 10 menit 3 hari, P3R1: 15 menit 0 hari, P3R2: 15 menit 1 hari, P3R3: 15 menit 2 hari, P3R4: 15 menit 3 hari, P4R1: 20 menit 0 hari, P4R2: 20 menit 1 hari, P4R3: 20 menit 2 hari, P4R4: 20 menit 3 hari.


(40)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Jumlah tempayak tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (lama perkawinan 20 menit) yaitu sebesar 613,25 tempayak dan jumlah tempayak terendah pada perlakuan P1 (lama perkawinan 5 menit) yaitu sebesar 265,58 tempayak. 2. Jumlah tempayak tertinggi terdapat pada perlakuan R4 (umur imago jantan 3

hari) yaitu sebesar 674,58 tempayak dan tidak berbeda nyata pada perlakuan R3 (umur imago jantan 2 hari) yaitu sebesar 671,08 tempayak.

3. Jumlah tempayak tertinggi terdapat pada interaksi perlakuan P4R4 (lama perkawinan 20 menit umur imago jantan 3 hari) sebesar 925,66 tempayakdan yang terendah terdapat pada perlakuan P1R1, P2R1, P3R1 dan P4R1 sebesar 0,00 tempayak.

4. Persentase tempayak hidup tertinggi terdapat pada perlakuan P3R3 (lama perkawinan 15 menit umur imago jantan 2 hari) sebesar 82,98 % dan yang terendah terdapat pada perlakuan P1R1, P1R2, P2R1, P3R1 dan P4R1 sebesar 0,00 %.

5. Lama perkawinan dan umur imago jantan mempengaruhi jumlah tempayak yang dihasilkan.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh lama perkawinan dan umur imago jantan S. inferens dengan lama perkawinan 15, 20 dan 25 menit dan umur imago jantan lebih dari 3 hari.


(41)

DAFTAR PUSTAKA

Ariesta, A.R. Eka, N.F. Fida, S dan Nisa, P.K., 2003. Sistem Reproduksi Betina. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UMSU, Medan.

Campbell (2002). Biologi. Erlangga, Jakarta

Diyasti, F., 2000. Waspada Penggerek Batang Tebu Raksasa. PT. Bale, Bandung.

Isbagio, P., 1998. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian, Bogor

James, E and D. Monty Wood., 2006. Tachinidae. Annu. Rev. Entomol, Canada http:///www.google.wright.edu/~john.stireman/StiremanetalARE2006.pdf Khairiyah, U., 2008. Daya Parasitasi Lalat (Sturmiopsis inferens Town) (Diptera: Tachinidae) Turunan Dari Beberapa Hasil Perkawinan Pada Ulat Penggerek Batang Tebu Raksasa (Phragmataecea castaneae Hub.) (Lepidoptera: Cossidae) di Laboratorium. USU Repository, Medan. Kalshoven, L.G.E., 1981. The Pest Of Crop In Indonesian. Revised and Translated By P. A. Vanderlean. PT. Ichtiar Baru-Van Hoove, Jakarta. Mader, S. S., 1995. Biologi Evolusi, Keanekaragaman dan Lingkungan. Diterjemahkan oleh: Babby Sri Poernomo. Kucica, Jakarta.

Nugroho, B. A., 2009. Hama Penggerek Pucuk dan Teknik Pengendaliannya.

http: /// www. google. ditjenbun. deptan. go. id. diakses pada tanggal 5 Agustus 2011

Prosiding Temu Ilmiah Entomologi Perkebunan Indonesia 1986. Disunting Oleh: Arifin, D dan M. Majnu. Perhimpunan Entomologi Indonesia Cabang Sumatera Utara-Aceh 1989.

Pramono, D., 2007. Program EWS Sebagai Dasar Penentuan Kebijakan Dan Strategi Pengelolaan Hama Secara Terpadu (PHT) Pada Penggerek Batang Raksasa Di Kawasan PTPN II Persero, Medan. PTP Nusantara II (Persero)., 2001. Pengendalian Secara Hayati Penggerek Batang Raksasa (Phragmatoecia castaneae Hubner) Pada Tanaman Tebu. PTPN II Tg. Morawa, Medan.

Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI)., 2008. Konsep Peningkatan Rendemen Untuk Mendukung Program Akselerasi Industri Gula


(42)

Ramli, S. Harahap, C. P dan Boedijono., 2006. Perkawinan S. inferens Tns, Lalat Parasit Dari Ph. castaneae Hbn. PTP IX, Medan

Suska, D., 2008. Parasit Lalat. Infovet Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan, Jakarta. Diakses dari: infovet.wordpress.com. Diakses Tanggal 5 Agustus 2011

Susilo, F. X., 2007. Pengendalian Hayati dengan Memberdayakan Musuh Alami Hama Tanaman. Graha Ilmu, Yogyakarta. Hal 106-107

Saefudin., 2009. Organisme Pengganggu Tanaman Karantina. IKAGI Cabang Sumatera, Medan.

Sunarjo, P. I. 1990. Reproduksi Serangga. Jakarta. Diakses dari http:// makalahbiologiku. blogspot. com/2009/10/reproduksi-serangga.html

Diakses Tanggal 5 Agustus 2011

Untung, K dan Wirjosuharjo, S., 1994. Serangga, Laba-Laba dan Patogen Yang Membantu. Program Nasional Dalam Pengendalian Hama Terpadu, Jakarta.

Zuraida, B. Abidin, Z dan Ramli, S., 2006. Pembiakan S. inferens Tns. Dan Kemampuan Memarasit Ph. castaneae Hbn. PTP IX, Medan


(43)

Lampiran 1 Bagan Penelitian

II I III

P1R2 P1R1 P3R3 P3R4 P1R3 P1R4 P3R2 P3R1 P2R1 P2R2 P2R3 P2R4 P4R1 P4R2 P4R3 P4R4 P2R4 P2R2 P4R2 P4R3 P2R3 P2R1 P4R1 P4R4 P1R3 P1R1 P1R2 P1R4 P4R1 P4R4 P4R3 P4R2 P4R1 P1R1 P2R2 P1R2 P3R1 P2R1 P4R2 P3R2 P2R3 P3R3 P4R3 P1R3 P4R4 P1R4 P2R4 P3R4


(44)

Keterangan

P1R1 : Lama perkawinan 5 menit jantan 0 hari P1R2 : Lama perkawinan 5 menit jantan 1 hari P1R3 : Lama perkawinan 5 menit jantan 2 hari P1R4 : Lama perkawinan 5 menit jantan 3 hari P2R1 : Lama perkawinan 10 menit jantan 0 hari P2R2 : Lama perkawinan 10 menit jantan 1 hari P2R3 : Lama perkawinan 10 menit jantan 2 hari P2R4 : Lama perkawinan 10 menit jantan 3 hari P3R1 : Lama perkawinan 15 menit jantan 0 hari P3R2 : Lama perkawinan 15 menit jantan 1 hari P3R3 : Lama perkawinan 15 menit jantan 2 hari P3R4 : Lama perkawinan 15 menit jantan 3 hari P4R1 : Lama perkawinan 20 menit jantan 0 hari P4R2 : Lama perkawinan 20 menit jantan 1 hari P4R3 : Lama perkawinan 20 menit jantan 2 hari P4R4 : Lama perkawinan 20 menit jantan 3 hari


(45)

Lampiran 2. Foto Penelitian


(46)

Lampiran 3 Foto Penelitian

Pupa S. inferens dalam kelambu Kelambu pemeliharaan pupa hingga

diperoleh imago jantan dan betina

dengan umur yang diinginkan

Kelambu Imago jantan dan betina yang Imago S. inferens di dalam kelambu telah dipisahkan sesuai umur imago


(47)

Perkawinan S. inferens di dalam tabung Perkawinan di dalam tabung

Lalat betina yang telah kawin di dalam Kandang starter kandang starter selama 10 hari

Tempayak S. inferens

Setelah 10 hari S. inferens dibelah Tempayak S. inferens


(48)

Lampiran 4. Jumlah Tempayak

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

P1R1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

P1R2 231.00 237.00 226.00 694.00 231.33

P1R3 412.00 409.00 421.00 1242.00 414.00

P1R4 418.00 423.00 410.00 1251.00 417.00

P2R1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

P2R2 311.00 324.00 319.00 954.00 318.00

P2R3 528.00 514.00 532.00 1574.00 524.67

P2R4 530.00 539.00 529.00 1598.00 532.67

P3R1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

P3R2 518.00 511.00 506.00 1535.00 511.67

P3R3 824.00 819.00 831.00 2474.00 824.67

P3R4 829.00 823.00 817.00 2469.00 823.00

P4R1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

P4R2 613.00 605.00 601.00 1819.00 606.33

P4R3 920.00 927.00 916.00 2763.00 921.00

P4R4 932.00 924.00 921.00 2777.00 925.67

Total 7066.00 7055.00 7029.00 21150.00

Rataan 441.63 440.94 439.31 1321.88 440.63

Tabel Transformasi

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

P1R1 0.71 0.71 0.71 2.12 0.71

P1R2 231.71 237.71 226.71 696.12 232.04

P1R3 412.71 409.71 421.71 1244.12 414.71

P1R4 418.71 423.71 410.71 1253.12 417.71

P2R1 0.71 0.71 0.71 2.12 0.71

P2R2 311.71 324.71 319.71 956.12 318.71

P2R3 528.71 514.71 532.71 1576.12 525.37

P2R4 530.71 539.71 529.71 1600.12 533.37

P3R1 0.71 0.71 0.71 2.12 0.71

P3R2 518.71 511.71 506.71 1537.12 512.37

P3R3 824.71 819.71 831.71 2476.12 825.37

P3R4 829.71 823.71 817.71 2471.12 823.71

P4R1 0.71 0.71 0.71 2.12 0.71

P4R2 613.71 605.71 601.71 1821.12 607.04

P4R3 920.71 927.71 916.71 2765.12 921.71

P4R4 932.71 924.71 921.71 2779.12 926.37


(49)

Rataan 442.33 441.64 440.02 441.33 Tabel Dwikasta Total

P/R R1 R2 R3 R4 Total Rataan

P1 0.00 694.00 1242.00 1251.00 3187.00 796.75

P2 0.00 954.00 1574.00 1598.00 4126.00 1031.50

P3 0.00 1535.00 2474.00 2469.00 6478.00 1619.50

P4 0.00 1819.00 2763.00 2777.00 7359.00 1839.75

Total 0.00 5002.00 8053.00 8095.00 21150.00

Rataan 0.00 1250.50 2013.25 2023.75 1321.88

Tabel Dwikasta Rataan

P/R R1 R2 R3 R4 Total Rataan

P1 0.00 231.33 414.00 417.00 1062.33 265.58

P2 0.00 318.00 524.67 532.67 1375.33 343.83

P3 0.00 511.67 824.67 823.00 2159.33 539.83

P4 0.00 606.33 921.00 925.67 2453.00 613.25

Total 0.00 1667.33 2684.33 2698.33 7050.00

Rataan 0.00 416.83 671.08 674.58 440.63

Tabel Transformasi Dwikasta Total

P/R R1 R2 R3 R4 Total Rataan

P1 2.12 696.12 1244.12 1253.12 3195.49 798.87

P2 2.12 956.12 1576.12 1600.12 4134.49 1033.62

P3 2.12 1537.12 2476.12 2471.12 6486.49 1621.62

P4 2.12 1821.12 2765.12 2779.12 7367.49 1841.87

Total 8.49 5010.49 8061.49 8103.49 21183.94

Rataan 2.12 1252.62 2015.37 2025.87 1324.00

Tabel Transformasi Dwikasta Rataan

P/R R1 R2 R3 R4 Total Rataan

P1 0.71 232.04 414.71 417.71 1065.16 266.29

P2 0.71 318.71 525.37 533.37 1378.16 344.54

P3 0.71 512.37 825.37 823.71 2162.16 540.54

P4 0.71 607.04 921.71 926.37 2455.83 613.96

Total 2.83 1670.16 2687.16 2701.16 7061.31


(50)

Daftar Sidik Ragam

Uji Jarak Duncan Faktor P

SY 3.27 255.84 333.60 529.31 602.53

P 2 3 4 5

SSR 0,05 2.98 3.13 3.22 3.28

LSR 0,05 9.74 10.23 10.52 10.72

Perlakuan P1 P2 P3 P4

Rataan 265.58 343.83 539.83 613.25

B· C·

Uji Jarak Duncan Faktor R

SY 3.27 -9.74 406.60 660.56 663.86

P 2 3 4 5

SSR 0,05 2.98 3.13 3.22 3.28

LSR 0,05 9.74 10.23 10.52 10.72

Perlakuan R0 R2 R3 R4

Rataan 0.00 416.83 671.08 674.58

A

SK db JK KT Fhit 0.05 0.01

Perlakuan 15 4933420.6 328894.7

P 3 955798.8 318599.6 5591.39 ** 3.20 2.44

R 3 3630767.8 1210255.9 21239.87 ** 3.20 2.44

P X R 9 346854.1 38539.3 676.36 ** 2.49 2.03

Galat 17 968.67 56.98

Total 32 4934389.3

** sangat nyata

FK 9349153.4 * nyata


(51)

Persentase Tempayak Hidup

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

P1R1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

P1R2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

P1R3 6.06 5.37 7.94 19.37 6.46

P1R4 5.74 7.56 5.12 18.42 6.14

P2R1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

P2R2 57.55 58.33 58.62 174.50 58.17

P2R3 60.79 60.81 59.96 181.56 60.52

P2R4 60.94 60.66 61.24 182.84 60.95

P3R1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

P3R2 75.86 76.51 76.48 228.85 76.28

P3R3 83.13 83.15 82.67 248.95 82.98

P3R4 82.38 82.38 82.12 246.88 82.29

P4R1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

P4R2 68.51 68.26 68.05 204.82 68.27

P4R3 77.71 77.66 77.72 233.09 77.70

P4R4 78.11 78.03 77.63 233.77 77.92

Total 656.78 658.72 657.55 1973.05 657.68

Rataan 41.05 41.17 41.10 123.32 41.11

Tabel Transformasi

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

P1R1 0.71 0.71 0.71 2.12 0.71

P1R2 0.71 0.71 0.71 2.12 0.71

P1R3 6.77 6.08 8.65 21.49 7.16

P1R4 6.45 8.27 5.83 20.54 6.85

P2R1 0.71 0.71 0.71 2.12 0.71

P2R2 58.26 59.04 59.33 176.62 58.87

P2R3 61.50 61.52 60.67 183.68 61.23

P2R4 61.65 61.37 61.95 184.96 61.65

P3R1 0.71 0.71 0.71 2.12 0.71

P3R2 76.57 77.22 77.19 230.97 76.99

P3R3 83.84 83.86 83.38 251.07 83.69


(52)

P4R3 78.42 78.37 78.43 235.21 78.40

P4R4 78.82 78.74 78.34 235.89 78.63

Total 668.09 670.03 668.86 2006.99

Rataan 41.76 41.88 41.80 41.81

Tabel Dwikasta Total

P/R R1 R2 R3 R4 Total Rataan

P1 0.00 0.00 19.37 18.42 37.79 9.45

P2 0.00 174.50 181.56 182.84 538.90 134.73

P3 0.00 228.85 248.95 246.88 724.68 181.17

P4 0.00 204.82 233.09 233.77 671.68 167.92

Total 0.00 608.17 682.97 681.91 1973.05

Rataan 0.00 152.04 170.74 170.48 123.32

Tabel Dwikasta Rataan

P/R R1 R2 R3 R4 Total Rataan

P1 0.00 0.00 6.46 6.14 12.60 3.15

P2 0.00 58.17 60.52 60.95 179.63 44.91

P3 0.00 76.28 82.98 82.29 241.56 60.39

P4 0.00 68.27 77.70 77.92 223.89 55.97

Total 0.00 202.72 227.66 227.30 657.68

Rataan 0.00 50.68 56.91 56.83 41.11

Tabel Transformasi Dwikasta Total

P/R R1 R2 R3 R4 Total Rataan

P1 2.12 2.12 21.49 20.54 46.28 11.57

P2 2.12 176.62 183.68 184.96 547.39 136.85

P3 2.12 230.97 251.07 249.00 733.17 183.29

P4 2.12 206.94 235.21 235.89 680.17 170.04

Total 8.49 616.66 691.46 690.40 2006.99

Rataan 2.12 154.16 172.86 172.60 125.44

Tabel Transformasi Dwikasta Rataan

P/R R1 R2 R3 R4 Total Rataan

P1 0.71 0.71 7.16 6.85 15.43 3.86

P2 0.71 58.87 61.23 61.65 182.46 45.62

P3 0.71 76.99 83.69 83.00 244.39 61.10


(53)

Total 2.83 205.55 230.49 230.13 669.00

Rataan 0.71 51.39 57.62 57.53 41.81

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT Fhit 0.05 0.01

Perlakuan 15 60160.0 4010.7

P 3 24577.1 8192.4 15991.88 ** 3.20 2.44

R 3 27340.7 9113.6 17790.13 ** 3.20 2.44

P X R 9 8242.3 915.8 1787.70 ** 2.49 2.03

Galat 17 8.71 0.51

Total 32 60168.7

** sangat nyata

FK 83916.9 * nyata

KK 0.01 tn tidak nyata

Uji Jarak Duncan Faktor P

SY 0.31 2.23 43.94 54.98 59.37

P 2 3 4 5

SSR 0,05 2.98 3.13 3.22 3.28

LSR 0,05 0.92 0.97 1.00 1.02

Perlakuan P1 P2 P4 P3

Rataan 3.15 44.91 55.97 60.39

B· C·


(54)

LSR 0,05 0.92 0.97 1.00 1.02

Perlakuan R0 R2 R4 R3

Rataan 0.00 50.68 56.83 56.91

A

B· C·


(1)

Rataan 442.33 441.64 440.02 441.33

Tabel Dwikasta Total

P/R R1 R2 R3 R4 Total Rataan

P1 0.00 694.00 1242.00 1251.00 3187.00 796.75 P2 0.00 954.00 1574.00 1598.00 4126.00 1031.50 P3 0.00 1535.00 2474.00 2469.00 6478.00 1619.50 P4 0.00 1819.00 2763.00 2777.00 7359.00 1839.75 Total 0.00 5002.00 8053.00 8095.00 21150.00

Rataan 0.00 1250.50 2013.25 2023.75 1321.88

Tabel Dwikasta Rataan

P/R R1 R2 R3 R4 Total Rataan

P1 0.00 231.33 414.00 417.00 1062.33 265.58 P2 0.00 318.00 524.67 532.67 1375.33 343.83 P3 0.00 511.67 824.67 823.00 2159.33 539.83 P4 0.00 606.33 921.00 925.67 2453.00 613.25 Total 0.00 1667.33 2684.33 2698.33 7050.00

Rataan 0.00 416.83 671.08 674.58 440.63

Tabel Transformasi Dwikasta Total

P/R R1 R2 R3 R4 Total Rataan

P1 2.12 696.12 1244.12 1253.12 3195.49 798.87 P2 2.12 956.12 1576.12 1600.12 4134.49 1033.62 P3 2.12 1537.12 2476.12 2471.12 6486.49 1621.62 P4 2.12 1821.12 2765.12 2779.12 7367.49 1841.87 Total 8.49 5010.49 8061.49 8103.49 21183.94

Rataan 2.12 1252.62 2015.37 2025.87 1324.00

Tabel Transformasi Dwikasta Rataan

P/R R1 R2 R3 R4 Total Rataan

P1 0.71 232.04 414.71 417.71 1065.16 266.29 P2 0.71 318.71 525.37 533.37 1378.16 344.54 P3 0.71 512.37 825.37 823.71 2162.16 540.54 P4 0.71 607.04 921.71 926.37 2455.83 613.96 Total 2.83 1670.16 2687.16 2701.16 7061.31


(2)

Daftar Sidik Ragam

Uji Jarak Duncan Faktor P

SY

3.27

255.84

333.60

529.31

602.53

P

2

3

4

5

SSR 0,05

2.98

3.13

3.22

3.28

LSR 0,05

9.74

10.23

10.52

10.72

Perlakuan

P1

P2

P3

P4

Rataan

265.58

343.83

539.83

613.25

Uji Jarak Duncan Faktor R

SY

3.27

-9.74

406.60

660.56

663.86

P

2

3

4

5

SSR 0,05

2.98

3.13

3.22

3.28

LSR 0,05

9.74

10.23

10.52

10.72

Perlakuan

R0

R2

R3

R4

Rataan

0.00

416.83

671.08

674.58

A

SK db JK KT Fhit 0.05 0.01

Perlakuan 15 4933420.6 328894.7

P 3 955798.8 318599.6 5591.39 ** 3.20 2.44

R 3 3630767.8 1210255.9 21239.87 ** 3.20 2.44

P X R 9 346854.1 38539.3 676.36 ** 2.49 2.03

Galat 17 968.67 56.98

Total 32 4934389.3

** sangat nyata

FK 9349153.4 * nyata


(3)

Persentase Tempayak Hidup

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

P1R1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

P1R2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

P1R3 6.06 5.37 7.94 19.37 6.46

P1R4 5.74 7.56 5.12 18.42 6.14

P2R1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

P2R2 57.55 58.33 58.62 174.50 58.17

P2R3 60.79 60.81 59.96 181.56 60.52

P2R4 60.94 60.66 61.24 182.84 60.95

P3R1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

P3R2 75.86 76.51 76.48 228.85 76.28

P3R3 83.13 83.15 82.67 248.95 82.98

P3R4 82.38 82.38 82.12 246.88 82.29

P4R1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

P4R2 68.51 68.26 68.05 204.82 68.27

P4R3 77.71 77.66 77.72 233.09 77.70

P4R4 78.11 78.03 77.63 233.77 77.92

Total 656.78 658.72 657.55 1973.05 657.68

Rataan 41.05 41.17 41.10 123.32 41.11

Tabel Transformasi

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

P1R1 0.71 0.71 0.71 2.12 0.71

P1R2 0.71 0.71 0.71 2.12 0.71

P1R3 6.77 6.08 8.65 21.49 7.16

P1R4 6.45 8.27 5.83 20.54 6.85

P2R1 0.71 0.71 0.71 2.12 0.71

P2R2 58.26 59.04 59.33 176.62 58.87

P2R3 61.50 61.52 60.67 183.68 61.23

P2R4 61.65 61.37 61.95 184.96 61.65

P3R1 0.71 0.71 0.71 2.12 0.71

P3R2 76.57 77.22 77.19 230.97 76.99

P3R3 83.84 83.86 83.38 251.07 83.69

P3R4 83.09 83.09 82.83 249.00 83.00

P4R1 0.71 0.71 0.71 2.12 0.71


(4)

P4R3 78.42 78.37 78.43 235.21 78.40

P4R4 78.82 78.74 78.34 235.89 78.63

Total 668.09 670.03 668.86 2006.99

Rataan 41.76 41.88 41.80 41.81

Tabel Dwikasta Total

P/R R1 R2 R3 R4 Total Rataan

P1 0.00 0.00 19.37 18.42 37.79 9.45

P2 0.00 174.50 181.56 182.84 538.90 134.73 P3 0.00 228.85 248.95 246.88 724.68 181.17 P4 0.00 204.82 233.09 233.77 671.68 167.92 Total 0.00 608.17 682.97 681.91 1973.05

Rataan 0.00 152.04 170.74 170.48 123.32

Tabel Dwikasta Rataan

P/R R1 R2 R3 R4 Total Rataan

P1 0.00 0.00 6.46 6.14 12.60 3.15

P2 0.00 58.17 60.52 60.95 179.63 44.91

P3 0.00 76.28 82.98 82.29 241.56 60.39

P4 0.00 68.27 77.70 77.92 223.89 55.97

Total 0.00 202.72 227.66 227.30 657.68

Rataan 0.00 50.68 56.91 56.83 41.11

Tabel Transformasi Dwikasta Total

P/R R1 R2 R3 R4 Total Rataan

P1 2.12 2.12 21.49 20.54 46.28 11.57

P2 2.12 176.62 183.68 184.96 547.39 136.85 P3 2.12 230.97 251.07 249.00 733.17 183.29 P4 2.12 206.94 235.21 235.89 680.17 170.04 Total 8.49 616.66 691.46 690.40 2006.99

Rataan 2.12 154.16 172.86 172.60 125.44

Tabel Transformasi Dwikasta Rataan

P/R R1 R2 R3 R4 Total Rataan

P1 0.71 0.71 7.16 6.85 15.43 3.86

P2 0.71 58.87 61.23 61.65 182.46 45.62

P3 0.71 76.99 83.69 83.00 244.39 61.10


(5)

Total 2.83 205.55 230.49 230.13 669.00

Rataan 0.71 51.39 57.62 57.53 41.81

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT Fhit 0.05 0.01

Perlakuan 15 60160.0 4010.7

P 3 24577.1 8192.4 15991.88 ** 3.20 2.44

R 3 27340.7 9113.6 17790.13 ** 3.20 2.44

P X R 9 8242.3 915.8 1787.70 ** 2.49 2.03

Galat 17 8.71 0.51

Total 32 60168.7

** sangat nyata

FK 83916.9 * nyata

KK 0.01 tn tidak nyata

Uji Jarak Duncan Faktor P

SY

0.31

2.23

43.94

54.98

59.37

P

2

3

4

5

SSR 0,05

2.98

3.13

3.22

3.28

LSR 0,05

0.92

0.97

1.00

1.02

Perlakuan

P1

P2

P4

P3

Rataan

3.15

44.91

55.97

60.39

Uji Jarak Duncan Faktor R

SY

0.31

-0.92

49.71

55.83

55.90

P

2

3

4

5


(6)

LSR 0,05

0.92

0.97

1.00

1.02

Perlakuan

R0

R2

R4

R3

Rataan

0.00

50.68

56.83

56.91

A


Dokumen yang terkait

Pengaruh Lama Inokulasi dan Ukuran Larva Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) untuk Perbanyakan Sturmiopsis inferens Towns. (Diptera: Tachinidae) di Laboratorium

3 43 55

Preferensi Sturmiopsis inferens Town. (Diptera: Tachinidae) Terhadap Beberapa Larva Serangga Di Laboratorium

5 58 71

Pengaruh Lamanya Inokulasi Sturmiopsis inferens Town (Diptera: Tachinidae) terhadap Jumlah Inang Phragmatoecia Castaneae Hubner (Lepidoptera: Cossidae) di Laboratorium

1 35 53

Pengaruh Lamanya Inokulasi Sturmiopsis inferens Town (Diptera: Tachinidae) terhadap Jumlah Inang Phragmatoecia Castaneae Hubner (Lepidoptera: Cossidae) di Laboratorium

0 2 53

Cover Pengaruh Lamanya Inokulasi Sturmiopsis inferens Town (Diptera: Tachinidae) terhadap Jumlah Inang Phragmatoecia Castaneae Hubner (Lepidoptera: Cossidae) di Laboratorium

0 0 13

Abstract Pengaruh Lamanya Inokulasi Sturmiopsis inferens Town (Diptera: Tachinidae) terhadap Jumlah Inang Phragmatoecia Castaneae Hubner (Lepidoptera: Cossidae) di Laboratorium

0 0 2

Reference Pengaruh Lamanya Inokulasi Sturmiopsis inferens Town (Diptera: Tachinidae) terhadap Jumlah Inang Phragmatoecia Castaneae Hubner (Lepidoptera: Cossidae) di Laboratorium

0 1 3

Appendix Pengaruh Lamanya Inokulasi Sturmiopsis inferens Town (Diptera: Tachinidae) terhadap Jumlah Inang Phragmatoecia Castaneae Hubner (Lepidoptera: Cossidae) di Laboratorium

0 1 11

Pengaruh Lama Inokulasi dan Ukuran Larva Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) untuk Perbanyakan Sturmiopsis inferens Towns. (Diptera: Tachinidae) di Laboratorium

0 0 13

PENGARUH LAMA INOKULASI DAN UKURAN LARVA Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) UNTUK PERBANYAKAN Sturmiopsis inferens Towns. (Diptera: Tachinidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI CITRA MAHARANI 100301020

0 0 13