Pengaruh Lama Inokulasi dan Ukuran Larva Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) untuk Perbanyakan Sturmiopsis inferens Towns. (Diptera: Tachinidae) di Laboratorium

(1)

PENGARUH LAMA INOKULASI DAN UKURAN LARVA Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) UNTUK PERBANYAKAN Sturmiopsis inferens Towns.

(Diptera: Tachinidae) DI LABORATORIUM

SKRIPSI

CITRA MAHARANI 100301020

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015


(2)

PENGARUH LAMA INOKULASI DAN UKURAN LARVA Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) UNTUK PERBANYAKAN Sturmiopsis inferens Towns.

(Diptera: Tachinidae) DI LABORATORIUM

SKRIPSI

CITRA MAHARANI 100301020

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015


(3)

Judul : Pengaruh Lama Inokulasi dan Ukuran Larva Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) untuk Perbanyakan Sturmiopsis inferens Towns. (Diptera: Tachinidae) di Laboratorium.

Nama : Citra Maharani NIM : 100301020

Program Studi : Agroekoteknologi

Minat : Hama Penyakit Tumbuhan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Dra. Maryani Cyccu Tobing, MS. Ir. Syahrial Oemry MS. Ketua Anggota

Mengetahui,

Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, M.Sc. Ketua Program Studi Agroekoteknologi


(4)

ABSTRACT

Citra Maharani. 2015. “The Influence of Inoculation Period and Larvae Size of Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) for Mass Rearing of Sturmiopsis inferens Towns. (Diptera: Tachinidae)in Laboratory”, supervised by Maryani Cyccu Tobing and Syahrial Oemry. The objective of the research was to study the inoculation period and larvae size of Chilo sacchariphagus for mass rearing of Sturmiopsis inferens. The research was conducted in laboratory of Sugarcane Reasearch and Devolopment Sei Semayang Binjai, Medan, North Sumatera from September until October 2014 using a randomized complete design with two factors and three replications. The first factor was inoculation

periods (5, 10, and 15 minutes) and the second factor was larvae sizes of C. sacchariphagus (> 2, 1.5-2, and < 1.5 cm). The results showed that inoculation

period and larvae size significantly effected the percentage of parasititation and total of pupa. The highest of percentage of parasititation (4,63 %) on inoculation period for 5 minutes and larvae size > 2 cm and the lowest (0.71 %) on inoculation period for 10 minutes and larvae size < 1.5 cm, the highest of total of pupal (2.61 pupal) on inoculation period for 5 minutes and larvae size > 2 cm and the lowest (0.71 pupal) on inoculation period for 10 minutes and larvae size < 1.5 cm. Larvae size significantly effected percentage of pupal to become imago and sex ratio. The highest of percentage of pupal to become imago (92.5 %) on larvae size > 2 cm and the lowest (7.5 %) on larvae size < 1.5 cm and sex ratio of with male and female is 1:1.2 on larvae size of C. sacchariphagus

Keywords: inoculation period, larvae size, Sturmiopsis inferens, Chilo sacchariphagus


(5)

ABSTRAK

Citra Maharani. 2015. “Pengaruh Lama Inokulasi dan Ukuran Larva Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) untuk Perbanyakan

Sturmiopsis inferens Towns. (Diptera: Tachinidae) di Laboratorium”, dibimbing oleh Maryani Cyccu Tobing dan Syahrial Oemry. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan lama inokulasi dan ukuran larva Chilo sacchariphagus yang sesuai untuk perbanyakan Sturmiopsis inferens Towns. di laboratorium. Penelitian dilakukan di Laboratorium Riset dan Pengembangan Tebu Sei Semayang Binjai, Medan, Sumatera Utara mulai bulan September hingga Okober 2014. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama yaitu lama inokulasi (5, 10, dan 15 menit) dan faktor kedua yaitu ukuran larva C. sacchariphagus (> 2, 1.5-2, dan < 1.5 cm). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama inokulasi dan ukuran larva inang berpengaruh nyata pada persentase parasititasi dan jumlah pupa. Persentase parasititasi tertinggi (4,63 %) pada lama inokulasi 5 menit dan ukuran larva > 2 cm dan terendah (0,71 %) pada lama inokulasi 10 menit dan ukuran larva < 1,5 cm, jumlah pupa tertinggi (2,61 pupa) pada lama inokulasi 5 menit dan ukuran larva > 2 cm dan terendah (0,71 pupa) pada lama inokulasi 10 menit dan ukuran larva < 1,5 cm. Ukuran larva inang berpengaruh nyata pada persentase pupa menjadi imago dan nisbah kelamin. Persentase pupa menjadi imago tertinggi (92,5 %) pada ukuran larva > 2 cm dan terendah (7,5 %) pada ukuran larva < 1,5 cm, nisbah kelamin jantan betina pada ukuran larva C. sacchariphagus dengan perbandingan yang dihasilkan adalah 1:1,2.

Kata kunci: lama inokulasi, ukuran larva, Sturmiopsis inferens, Chilo sacchariphagus


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Medan, Kecamatan Medan Baru pada tanggal 4 Juni 1993 dari Bapak Darma Sinulingga dan Ibu Wahyuni Simatupang. Penulis

merupakan putri ketiga dari delapan bersaudara.

Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Swasta Azizi Medan, Kecamatan Medan Aksara dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur undangan (PMP). Penulis memilih minat Hama dan Penyakit Tumbuhan (HPT), Program Studi Agroekoteknologi.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Bakrie Sumatera Plantation Tbk. (BSP), Perkebunan Gurach Estate, Kecamatan Kisaran, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara dari tanggal 17 Juli sampai 15 Agustus 2013.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Lama Inokulasi dan Ukuran Larva Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) untuk Perbanyakan Sturmiopsis inferens Towns. (Diptera: Tachinidae) di Laboratorium.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Komisi Pembimbing Prof. Dr. Dra. Maryani Cyccu Tobing, MS selaku Ketua dan Ir. Syahrial Oemry, MS selaku anggota yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir.

Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staf dan karyawan Riset dan Pengembangangan Tebu PTPN II atas perizinan

penelitian dan fasilitas yang diberikan serta segala bantuan dalam kegiatan pelaksanaan penelitian, dan juga staf pengajar dan pegawai di Program Studi Agroekoteknologi, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Juni 2015

Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera ; Crambidae) ... 4

Biologi ... 4

Gejala Serangan ... 6

Pengendalian ... 6

Sturmiopsis inferens Towns. (Diptera ; Tachinidae) ... 7

Biologi ... 7

Perilaku ... 9

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu ... 11

Bahan dan Alat ... 11

Metode Penelitian ... 11

Persipan Penelitian ... 12

Pelaksanaan Penelitian ... 13

Peubah Amatan ... 14

Persentase parasititasi S. inferens pada C. saccharphagus ... 14

Jumlah pupa S. inferens ... 14

Persentase pupa menjadi imago S. inferens ... 14

Nisbah Kelamin Jantan dan Betina S. inferens ... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase parasititasi S. inferens pada C. saccharphagus ... 16

Jumlah pupa S. inferens ... 18

Persentase pupa menjadi imago S. inferens ... 21

Nisbah Kelamin Jantan dan Betina S. inferens ... 22 v


(9)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 24

Saran ... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 25

LAMPIRAN ... 28


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Persentase parasititasi S. inferens pada ukuran larva

C. sacchariphagus ... 16

2. Persentase parasititasi S. inferens pada lama inokulasi dan ukuran larva C. sacchariphagus ... 17 3. Jumlah pupa S. inferens pada ukuran larva C. sacchariphagus ... 18

4. Jumlah pupa S. inferens pada lama inokulasi dan ukuran larva C. sacchariphagus ... 19

5. Persentase pupa S. inferens menjadi imago pada ukuran larva C. sacchariphagus ... 21

6. Nisbah kelamin jantan dan betina S. inferens pada ukuran larva C. sacchariphagus ... 22


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Telur C. sacchariphagus ... 4

2. Larva C. sacchariphagus ... 4

3. Pupa C. sacchariphagus ... 5

4. Imago C. sacchariphagus ... 5

5. Gejala Serangan C. sacchariphagus ... 6

6. Larva S. inferens ... 8

7. Pupa S. inferens ... 8

8. Imago S. inferens ... 9


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Pengamatan Persentase Parasititasi S. inferens pada

C. sacchariphagus (%) ... 28

2. Daftar Sidik Ragam Persentase Parasititasi S. inferens pada C. sacchariphagus ... 28

3. Data Transformasi Persentase Parasititasi S. inferens pada C. sacchariphagus (%) ... 29

4. Daftar Sidik Ragam Persentase Parasititasi S. inferens pada C. sacchariphagus ... 29

5. Data Pengamatan Jumlah Pupa S. inferens (pupa) ... 30

6. Daftar Sidik Ragam Jumlah Pupa S. inferens ... 30

7. Data Transformasi Jumlah Pupa S. inferens (pupa) ... 31

8. Daftar Sidik Ragam Jumlah Pupa S. inferens ... 31

9. Data Pengamatan Persentase Pupa S. inferens Menjadi Imago (%) 32

10. Daftar Sidik Ragam Persentase Pupa S. inferens Menjadi Imago .. 32

11. Data Transformasi Persentase Pupa S.inferens Menjadi Imago(%) 33

12. Daftar Sidik Ragam Persentase Pupa S. inferens Menjadi Imago 33

13. Data Pengamatan Nisbah Kelamin Betina S. inferens ... 34

14. Daftar Sidik Ragam Nisbah Kelamin Betina S. inferens ... 34

15. Data Transformasi Nisbah Kelamin Betina S. inferens ... 35

16. Daftar Sidik Ragam Nisbah Kelamin Betina S. inferens ... 35

17. Data Pengamatan Nisbah Kelamin Jantan S. inferens ... 36

18. Daftar Sidik Ragam Nisbah Kelamin Jantan S. inferens ... 36

17. Data Transformasi Nisbah Kelamin Jantan S. inferens ... 37

18. Daftar Sidik Ragam Nisbah Kelamin Jantan S. inferens ... 37


(13)

19. Bagan Penelitian ... 38 20. Foto Kegiatan Penelitian ... 39 21. Foto Penelitian ... 40


(14)

ABSTRACT

Citra Maharani. 2015. “The Influence of Inoculation Period and Larvae Size of Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) for Mass Rearing of Sturmiopsis inferens Towns. (Diptera: Tachinidae)in Laboratory”, supervised by Maryani Cyccu Tobing and Syahrial Oemry. The objective of the research was to study the inoculation period and larvae size of Chilo sacchariphagus for mass rearing of Sturmiopsis inferens. The research was conducted in laboratory of Sugarcane Reasearch and Devolopment Sei Semayang Binjai, Medan, North Sumatera from September until October 2014 using a randomized complete design with two factors and three replications. The first factor was inoculation

periods (5, 10, and 15 minutes) and the second factor was larvae sizes of C. sacchariphagus (> 2, 1.5-2, and < 1.5 cm). The results showed that inoculation

period and larvae size significantly effected the percentage of parasititation and total of pupa. The highest of percentage of parasititation (4,63 %) on inoculation period for 5 minutes and larvae size > 2 cm and the lowest (0.71 %) on inoculation period for 10 minutes and larvae size < 1.5 cm, the highest of total of pupal (2.61 pupal) on inoculation period for 5 minutes and larvae size > 2 cm and the lowest (0.71 pupal) on inoculation period for 10 minutes and larvae size < 1.5 cm. Larvae size significantly effected percentage of pupal to become imago and sex ratio. The highest of percentage of pupal to become imago (92.5 %) on larvae size > 2 cm and the lowest (7.5 %) on larvae size < 1.5 cm and sex ratio of with male and female is 1:1.2 on larvae size of C. sacchariphagus

Keywords: inoculation period, larvae size, Sturmiopsis inferens, Chilo sacchariphagus


(15)

ABSTRAK

Citra Maharani. 2015. “Pengaruh Lama Inokulasi dan Ukuran Larva Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) untuk Perbanyakan

Sturmiopsis inferens Towns. (Diptera: Tachinidae) di Laboratorium”, dibimbing oleh Maryani Cyccu Tobing dan Syahrial Oemry. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan lama inokulasi dan ukuran larva Chilo sacchariphagus yang sesuai untuk perbanyakan Sturmiopsis inferens Towns. di laboratorium. Penelitian dilakukan di Laboratorium Riset dan Pengembangan Tebu Sei Semayang Binjai, Medan, Sumatera Utara mulai bulan September hingga Okober 2014. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama yaitu lama inokulasi (5, 10, dan 15 menit) dan faktor kedua yaitu ukuran larva C. sacchariphagus (> 2, 1.5-2, dan < 1.5 cm). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama inokulasi dan ukuran larva inang berpengaruh nyata pada persentase parasititasi dan jumlah pupa. Persentase parasititasi tertinggi (4,63 %) pada lama inokulasi 5 menit dan ukuran larva > 2 cm dan terendah (0,71 %) pada lama inokulasi 10 menit dan ukuran larva < 1,5 cm, jumlah pupa tertinggi (2,61 pupa) pada lama inokulasi 5 menit dan ukuran larva > 2 cm dan terendah (0,71 pupa) pada lama inokulasi 10 menit dan ukuran larva < 1,5 cm. Ukuran larva inang berpengaruh nyata pada persentase pupa menjadi imago dan nisbah kelamin. Persentase pupa menjadi imago tertinggi (92,5 %) pada ukuran larva > 2 cm dan terendah (7,5 %) pada ukuran larva < 1,5 cm, nisbah kelamin jantan betina pada ukuran larva C. sacchariphagus dengan perbandingan yang dihasilkan adalah 1:1,2.

Kata kunci: lama inokulasi, ukuran larva, Sturmiopsis inferens, Chilo sacchariphagus


(16)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penghasil gula yang menjadi salah satu sumber karbohidrat. Kebutuhan tanaman tebu terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Namun peningkatan konsumsi gula belum dapat diimbangi oleh produksi gula dalam negeri. Hal tersebut terbukti dari data Kementerian Pertanian yang menyatakan bahwa realisasi produksi gula selama 2013 mencapai 2,54 juta ton dari produksi tebu sebanyak 35,4 juta ton dengan areal 464.644 hektar, dibandingkan pada 2012 produksi gula mencapai 2,59 juta ton dari produksi tebu sebanyak 31,88 juta ton serta luas areal perkebunan 451.191 hektar. Seiring dengan penurunan produksi gula di Indonesia maka perlu adanya upaya untuk memaksimalkan produktivitas tebu (BPTPS, 2014).

Namun, permasalahan hingga kini yang sering dihadapi disebabkan oleh rendahnya produktivitas tebu maupun rendemen gula dapat dilihat dari sisi on farm. Salah satu diantaranya yakni adanya serangan hama, dimana hama penggerek batang bergaris Chilo sacchariphagus (Bojer) yang merupakan salah satu hama penting dan hampir selalu ditemukan di perkebunan tebu khususnya wilayah Sumatera Utara. Gejala serangan pada batang tebu ditandai adanya lubang gerek pada permukaan batang. Setiap adanya 1% kerusakan ruas yang diakibatkan penggerek batang bergaris mampu menurunkan 0,5% bobot tebu (Prabowo et al., 2013).

Menurut Indrawanto et al. (2010) Pengendalian hama C. sacchariphagus umumnya dilakukan dengan penyemprotan insektisida antara lain dengan


(17)

penyemprotan Pestona/Natural BVR, secara hayati, secara mekanis dengan rogesan, dan kultur teknis dengan menggunakan varietas tahan yaitu PS 46, 56, 57 dan M442-51 atau secara terpadu dengan memadukan dua atau lebih cara-cara pengendalian tersebut. Namun pada saat ini pengendalian hayati menjadi pengendalian yang diutamakan dengan secara kimiawi menjadi alternatif terakhir. Menurut Purnomo (2010), pengendalian hayati adalah aksi dari parasitoid, predator, ataupun patogen di dalam usaha untuk memelihara kepadatan populasi organisme lain pada tingkat terendah atau pengendalian hayati adalah manipulasi musuh alami oleh manusia untuk mengendalikan hama.

Pada tahun 1979 ditemukan adanya parasit Tachinidae yang menyerang larva penggerek batang tebu raksasa. Oleh K.M. Harris dari Common wealth

Institute Of Entomology di London, parasit tersebut diidentifikasi sebagai S. inferens Towns (Ramli et al., 2006).

Munculnya parasitoid S. inferens diharapkan mampu memberikan pengaruh yang signifikan dalam pengendalian hayati pada hama penting pada tanaman tebu sehingga dapat meningkatkan produktivitas tebu. Namun dalam perbanyakan parasitoid S. inferens di laboratorium dijumpai beberapa hambatan seperti penyediaan inang utama yaitu P. castaneae dimana populasinya semakin menurun yang berbanding terbalik pada C. sacchariphagus yang semakin meningkat di lapangan. Untuk menjaga ketersedian parasitoid S. inferens maka dilakukan upaya perbanyakan menggunakan C. sacchariphagus sebagai inang alternatif di laboratorium.

Perbanyakan parasitoid S. inferens terus dilakukan oleh Balai Riset dan Pengembangan Tebu PT. Perkebunan Nusantara II, meskipun menggunakan


(18)

C. sacchariphagus yang bukan merupakan inang utama bagi parasitoid S. inferens, hingga saat ini belum dapat diketahui secara pasti tingkat keberhasilan

perbanyakannya di laboratorium. Berdasarkan informasi tersebut, maka perlu

dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat keberhasilan perbanyakan S. inferens dengan menggunakan larva C. sacchariphagus pada ukuran tubuh

inang dengan waktu inokulasi yang berbeda. Tujuan Penelitian

Untuk mendapatkan waktu inokulasi dan ukuran larva C. sacchariphagus yang sesuai serta interaksi keduanya untuk perbanyakan S. inferens di laboratorium.

Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh lama inokulasi dan ukuran larva C. sacchariphagus serta interaksi keduanya untuk perbanyakan S. inferens.

Kegunaan Penelitian

Penelitian berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dan dapat berguna sebagai bahan informasi dalam perbanyakan parasitoid S. inferens.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera ; Crambidae) Biologi

Penggerek batang bergaris memiliki ciri telur berbentuk oval, datar dan mengkilap dengan panjang 0,75 -1,25 mm dengan rata-rata 0,95 mm. masa inkubasi berkisar antara 4- 6 hari. Telur diletakkan secara bersebelahan dengan bentuk berbaris di atas permukaan daun ( Gambar 1) (Trisawa et al., 2013).

Gambar 1. Telur C. Sacchariphagus

Telur menetas biasanya pagi hari. Larva berwarna putih kekuningan, memiliki garis empat garis longitudinal membujur dengan bintik - bintik hitam di bagian pungung (Gambar 2). Larva masuk lewat pelepah dan batang tebu, kadang menyebabkan mati puser periode ulat berlangsung 35 – 54 hari. Larva berganti kulit sebanyak 5 kali dan memiliki 6 instar. Panjang larva di setiap instar berkisar antara 7,81, 13,1, 18,28, 23,28, 28,29 dan 32,86 mm (Trisawa et al., 2013).


(20)

Larva menjelang jadi pupa akan keluar dari liang gerekan dan memilih bagian tanaman yang agak kering kemudian setelah 10-18 jam pupa terbentuk. Garis-garis segmen akan semakin jelas dan setelah 1-2 hari warna pupa berubah dari cokelat menjadi cokelat tua (Gambar 3). Pupa terletak di dekat lubang atau pintu kelur pada tebu bekas gerekan. Masa pupa 6-7 hari (Achadian et al., 2011).

Gambar 3. Pupa C. Sacchariphagus

Ngengat berwarna kekuningan atau kuning kecokelatan, dengan lebar sayap 18-28 pada ngengat jantan dan 27-39 mm pada ngengat betina (Gambar 4). Sayap yang tersembunyi pada betina berwarna putih tetapi pada jantan lebih gelap. Ngengat bersifat nokturnal, bersembunyi pada siang hari. Oviposisi terjadi pada malam hari. Ngengat betina dapat menghasilkan telur sampai empat hari. Umur ngengat jantan adalah 4-8 hari dan ngengat betina adalah 4-9 hari (Achadian et al., 2011).

Gambar 4. Imago Jantan C. Sacchariphagus


(21)

Gejala Serangan

Larva muda yang baru menetas hidup menggerek jaringan dalam daun yang masih menggulung, sehingga apabila gulungan daun terbuka maka akan terlihat luka – luka berupa lubang gerekan yang tidak beraturan pada permukaan daun (Gambar 5). Setelah beberapa hari hidup dalam daun larva kemudian akan keluar dan menuju ke bawah serta menggerek pelepah daun hingga menembus masuk kedalam ruas batang tebu. Apabila ruas-ruas batang tebu tersebut dibelah membujur maka akan terlihat lorong-lorong gerek yang memanjang. gerkan ini terkadang membuat titik tumbuh mati, daun muda layu atau kering, biasanya dalam satu batang terdapat lebih dari 1 larva (Capinera, 2009).

Gambar 5. Gejala serangan C. Sacchariphagus

Serangan dimulai ada saat tanaman berumur 3-4 bulan. Hal ini ditandai dengan adanya bercak-bercak pada helaian daun satu atau dua disertai pula adanya kotoran ulat yang menempel pada bercak-bercak tersebut. Gejala seperti ini menunjukkan ulat telah menyerang tanaman (Achadian et al., 2011).

Pengendalian

Umumnya pengendalian C. sacchariphagus yakni secara kultur teknis yaitu sanitasi lahan, penanaman dengan sistem hamparan, mekanis dengan


(22)

pengutipan ulat – ulat di lapangan, dan memotong bagian tanaman yang terserang dan membakarnya, kemudian secara biologis dengan memanfaatkan musuh alami berupa pelepasan parasit telur Trichogramma spp., dan parasit larva Diatraeophaga striatalis, dan secara kimiawi dengan pemakaian insektisida yang berbahan aktif monocrotophos, methidation (Trisawa et al., 2013).

Pengendalian secara kimia umumnya tidak efektif, mahal dan pada saat ini tidak ada yang direkomendasikan untuk mengendalikan hama penggerek batang tebu. Pengendalian biologi merupakan pilihan yang baik yang menggabungkan

pelestarian lingkungan dan konservasi keanekaragaman hayati (Goebel et al., 2010).

Sturmiopsis inferens Towns. (Diptera ; Tachinidae) Biologi

Siklus hidup dari telur sampai imago Tachinidae membutuhkan sekitar 4 minggu. Telur atau larva diletakkan langsung di larva. Larva dapat diletakkan pada inang sehingga mempermudah memarasitnya. Pada beberapa spesies Tachinidae, telur diletakkan di dekat sumber makanan larva jika tertelan telur akan menetas di dalam sistem pencernaan larva dan kemudian larva menembus dinding usus larvanya. Parasitoid ini membunuh larvanya sercara perlahan sehingga parasitoid mempunyai waktu untuk menjadi pupa sebelum larva mati (Chin dan Haidee, 2010)

Telur lalat S. inferens berukuran kecil dan terdapat di dalam tubuh betina, bentuknya hampir bulat dengan ukuran diameter sekitar 0,15 – 0,17 mm dan berwarna putih (Daniati, 2013).


(23)

Larva instar pertama dan kedua berwarna putih, transparan, tertutup oleh lapisan tipis seperti membran telur, mempunyai 13 segmen, termasuk di bagian kepala (Gambar 6). Larva pada instar pertama mempunyai panjang tubuh sekitar 0,46 mm dan lebar 0,11 mm (Daniati, 2013).

Gambar 6. Larva S. Inferens

Larva instar kedua dan ketiga tidak jauh berbeda kecuali pada warna larva dan ukurannya. Larva instar kedua mempunyai panjang tubuh 4 – 4,5 mm sedangkan pada instar ketiga panjangnya sekitar 7 – 8,3 mm. Larva instar ketiga berwarna krem cerah dan segmen – segmen pada tubuhnya terlihat dengan jelas (Daniati, 2013).

Pupa berwarna coklat cerah pada saat pertama kali terbentuk. Sehari setelah pembentukan pupa berubah warna menjadi coklat gelap (Gambar 7). Panjangnya sekitar 6,2 – 8,1 mm dengan ukuran diameter sekitar 2,9 – 3,4 mm. Pupa berbentuk silindris dan memiliki permukaan yang halus. Pada awal pembentukkan pupa segmen masih terlihat jelas, tetapi setelah satu atau dua hari kemudian perubahan warna menyebabkan segmen – segmen pada pupa menjadi tidak terlihat dengan jelas (Daniati, 2013).


(24)

Gambar 7. Pupa S. inferens

Tachinidae umumnya berukuran kecil, sedang, sampai tergolong besar. Bagian mulut imago bisa untuk menghisap dan menusuk atau untuk menjilat dan menyerap. Biasanya bentuk tubuh imgo betina lebih kecil dari pada lalat jantan (Gambar 8) (Dewi, 2007).

Gambar 8. Imago S. inferens

Di India, daur hidup S. inferens di laboratorium pada suhu 29,50 ˚C berkisar antara 30 – 42 hari, tetapi di Lampung (PT. Gunung Madu Plantations) daur hidup lalat S. inferens adalah sekitar 22 – 32 hari (Daniati, 2013). Lalat dewasa akan muncul dari kokon pada waktu pagi hari yaitu antara jam 06.30-10.00. Lalat dewasa yang baru muncul akan terbang setelah 3-5 menit kemudian (Verly et al., 1973).

Perilaku

Imago betina lalat meletakkan larvanya pada umur 7 hari pada lubang gerekan larvanya yaitu larva penggerek batang tebu. Pada umur 8-18 hari telah banyak larva yang terparasit. Secara umum terdapat kecenderungan bahwa


(25)

semakin tua umur Imago betina lalat S. inferens maka akan semakin turun kemampuan memarasitnya (Daniati, 2013).

Penelitian David et al. (1989) menyatakan bahwa parasitoid S. inferens lebih efektif dalam memarasit inangnya secara alami dibandingkan dengan inokulasi di laboratorium. Larva S. inferens apabila telah menemukan larvanya akan bergerak menuju sela-sela ruas tubuh larva larva dan kemudian masuk kedalam tubuh larva. Waktu yang diperlukan larva S. inferens untuk masuk ke dalam tubuh larva adalah sekitar 15 menit, tergantung pada kondisi larva (Daniati, 2013).

Inang biasanya mati menjelang saat larva parasitoid menjadi pupa. Larva yang keluar dari inangnya akan berubah menjadi pupa dan terdapat dalam lorong gerek dekat dengan lubang keluar (Wirioatmodjo, 1977).

Larva yang memperoleh cukup makanan (tubuh inang) akan dapat menyelesaikan perkembangannya sedangkan yang tidak mendapatkan makanan akan mati. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa persaingan antara larva dalam inangnya hanya didasarkan atas jumlah makanannya (Verly et al., 1973).

Tidak semua larva mati, tetapi dengan adanya fase aktif dari larva dalam usaha pengembangan musuh alami menyebabkan adanya reaksi dari larva untuk melindungi diri saat terjadi pemarasitan. Larva secara aktif mengelak atau menolak serangan parasitoid dengan cara menggeliatkan badannya dan sebagainya (Verly et al., 1973).

Pengamatan di lapangan pada tahun 2000 dan 2001 aktifitas parasitoid hanya mencapai tingkat parasitasi sebesar 23, 3 % dan 21 %. Tingkat aktivitas parasitoid S. inferens tertinggi dilapangan terjadi pada bulan maret sampai dengan 10


(26)

agustus, kemudian terjadi penurunan, hal ini menunjukkan bahwa perbedaan cuaca mempengaruhi aktivitas parasitoid di lapangan (Srikanth et al., 2009)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset dan Pengembangan Tebu PTPN II Sei Semayang Binjai Sumatera Utara mulai bulan September hingga Oktober 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah imago S. inferens, larva C. sacchariphagus instar 3-4, madu, aquades, sogolan tebu, madu murni

dan bahan lainnya yang mendukung penelitian ini.

Alat yang digunakan antara lain pisau bedah, cawan petri, kassa, wadah plastik dengan tinggi 7 cm berdiameter 8 cm, kuas, kapas, kain sungkup, stop watch, kamera dan alat pendukung lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial, dengan dua faktor. Faktor 1: Lama inokulasi parasitoid S.inferens pada larva C. sacchariphagus

M1: 5 menit M2: 10 menit M3: 15 menit

Faktor 2 : Ukuran larva C. sacchariphagus


(27)

P2: larva C. sacchariphagus 1,5 - 2,0 cm (sedang) P3: larva C. sacchariphagus < 1,5 cm (kecil)

Kombinasi perlakuan:

P1R1 P2R1 P3R1

P1R2 P2R2 P3R2

P1R3 P2R3 P3R3

Jumlah perlakuan : 9 (sembilan) Jumlah ulangan : 3 (tiga)

Jumlah unit percobaan : 27 (dua puluh tujuh) Metode Analisis

Model linier yang digunakan:

Yijk= μ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + Eijk ; Dimana:

Yijk : Hasil pengamatan pada ulangan ke-i, perlakuan ke j dan k μ : Rataan nilai tengah

ρi : Efek ulangan ke-i

αj : Efek dari perlakuan lama inokulasi ke j βk : Efek perlakuan ukuran larva ke k

(αβ)jk : Efek interaksi perlakuan lama inokulasi ke j dan perlakuan ukuran larva

ke k

Eijk : Efek error dari ulangan pada taraf ke i dan perlakuan lama inokulasi ke j dan perlakuan ukuran larva ke k

Persiapan Penelitian


(28)

1.Penyediaan larva C. saccharphagus

Larva C. saccharphagus instar 3 - 4 diperoleh dari Perkebunan Tebu Balai Riset dan Pengembangan Tebu Sei Semayang.

2. Perbanyakan parasitoid S. inferens

Dimasukkan imago jantan S. inferens berumur 3 hari dengan imago betina S. inferens berumur 0 hari kedalaam tabung reaksi agar berkopulasi . Setelah berkopulasi imago jantan dipisahkan dari imago betina. Imago betina S. inferens yang telah berkopulasi dipelihara di dalam kotak kassa dan diberi pakan yaitu 2% madu yang dicelupkan pada kapas. Pembedahan terhadap imago betina yang telah kopulasi dilakukan setelah 10 hari kopulasi masing-masing lalat.

3.Penyediaan sogolan tebu

Sogolan tebu diambil dari lapangan kemudian dipotong dengan panjang 5 cm agar tidak melebihi tinggi wadah plastik dimasukkan ke dalam wadah plastik tersebut dengan cara disusun secara vertikal sampai penuh.

Pelaksanaan Penelitian

Sumber sediaan S. inferens dibedah lalu larvanya dikeluarkan dan diletakkan pada cawan berwarna hitam. Larva parasitoiddiinokulasikan ke bagian dorsal inang sebanyak 2 larva/inang dengan menggunakan kuas sesuai dengan masing-masing perlakuan. Setelah diinokulasi, larva C. saccharphagus ditempatkan pada wadah plastik, kemudian didiamkan selama 1 jam untuk memberi waktu agar larva parasitoid dapat memarasit inangnya.

Selanjutnya dipindahkan ke dalam sogolan tebu yang ada di dalam wadah plastik dan diberi selotip serta label sebagai penanda perlakuan dan diletakkan


(29)

pada rak pemeliharaan untuk dipelihara dengan suhu ruang berkisar 20° C, setelah 24 hari kemudian sogolan tebu dibongkar dan diambil pupa parasitoid S. inferens lalu pupa tersebut diletakkan didalam kelambu. Kemudian ditunggu sampai imago S. inferens muncul.

Peubah amatan

1. Persentase parasititasi S. inferens pada C. saccharphagus

Persentase parasititasi S. inferens pada C. saccharphagus dapat diketahui dengan menggunakan rumus:

Ps=

p

s

x 100%

Keterangan:

Ps = Persentase parasititasi S. inferens

P = Jumlah larva C. sacchariphagus yang terparasit S = Total larva C. sacchariphagus

2. Jumlah pupa S. inferens

Pengamatan dilakukan setelah pembongkaran sogolan tebu dengan mengumpulkan pupa C. saccharphagus yang terparasit. Kemudian di hitung jumlah pupa S. inferens.

3. Persentase pupa menjadi imago S. inferens

Jumlah imago S. inferens dihitung setelah keluar dari pupa S. inferens yang dipelihara, dengan menggunakan rumus:

Ps=

p

s

x 100%

Keterangan:

Ps = Persentase pupa menjadi imago S. inferens P = Jumlah pupa yang menjadi imago S. inferens


(30)

S = Total pupa S. inferens

4. Nisbah kelamin jantan dan betina S. inferens

Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah imago S. inferens jantan dan betina. Nisbah kelamin S. inferens dapat diperoleh dengan mengamati imago jantan dan betina dibawah kaca pembesar. Terdapat perbedaan khas antara imago jantan dan jantan. Imago betina mempunyai garis yang lebih jelas seperti pita putih antara mata majemuknya dan warna tubuh yang lebih cerah.


(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Persentase Parasititasi S. inferens pada C. sacchariphagus

Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa ukuran larva C. sacchariphagus berpengaruh nyata terhadap persentase parasititasi pada

S. inferens (Tabel 1).

Tabel 1. Persentase parasitisasi S. inferens pada ukuran larva C. sacchariphagus Ukuran Larva C. saccharipagus (P) Rataan (%) P1 (> 2 cm) 4.37 a

P2 (1.5-2 cm) 3.07 b

P3 (< 1,5 cm) 0.85 c

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5 %.

Tabel 1 menunjukkan bahwa persentase parasititasi tertinggi (4.37 %) terdapat pada perlakuan ukuran larva > 2 cm (P1) yang berbeda nyata pada semua perlakuan sedangkan yang terendah (0.85 %) pada ukuran larva < 2 cm (P3). Hal ini menunjukkan bahwa parasitoid S. inferens lebih sesuai hidup dalam tubuh larva C. sacchariphagus dengan ukuran yang lebih besar dikarenakan ketersediaan makanan bagi larva parasitoid untuk tumbuh dan berkembang. Hasil

ini tidak berbeda dengan penelitian Purnomo (2006) mengenai parasititasi C. flavipes pada larva C. sacchariphagus menyatakan bahwa C. sacchariphagus

yang terparasit C. flavipes hanya larva dengan ukuran besar (> 1.5 cm) sedangkan larva dengan ukuran lebih kecil tingkat terparasitnya lebih rendah. Lebih lanjut,


(32)

pada penelitian Siregar et al. (2015) mengenai parasitoid C. flavipe pada larva C. sacchariphagus menyatakan bahwa nutrisi yang tersedia dalam tubuh larva C. sacchariphagus berukuran lebih besar dapat memenuhi kebutuhan larva C. flavipes sehingga larva tersebut dapat melanjutkan siklus hidupnya. Namun tingkat parasititasi S. inferens terhadap inang C. sacchariphagus masih sangat rendah. Scheibelreiter (1980) terhadap serangan hama penggerek batang di Ghana tahun 1970-1978 menyatakan bahwa tingkat parasitasi S. parasitica tergolong sangat rendah, hanya dibawah 10 % dalam memarasit inang Chilo sp, maka upaya dalam memperbanyak parasitoid sebagai agent pengendalian hayati belum tercapai.

Hasil analisi sidik ragam menunjukan bahwa interaksi perlakuan lama inokulasi dan ukuran larva C. sacchariphagus berpengaruh nyata terhadap persentase parasititasi S. inferens (Tabel 2).

Tabel 2. Persentase parasititasi S. inferens pada lama inokulasi dan ukuran larva C. sacchariphagus.

Lama Inokulasi dan Ukuran Larva

C. sacchariphagus (MxP) Rataan (%)

M1P1 (5 menit ukuran > 2 cm) 4.63 a

M1P2 (5 menit ukuran 1.5-2 cm) 2.21 bc

M1P3 (5 menit ukuran < 1.5 cm) 0.71 c

M2P1 (10 menit ukuran > 2 cm) 4.13 a

M2P2 (10 menit ukuran 1.5-2 cm) 4.13 a

M2P3 (10 menit ukuran < 1.5 cm) 0.71 c

M3P1 (15 menit ukuran > 2 cm) 4.36 a

M3P2 (15 menit ukuran 1.5-2 cm) 2.87 b

M3P3 (15 menit ukuran < 1.5 cm) 1.13 c

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5 %.

Tabel 2 menunjukkan bahwa persentase parasititasi tertinggi (4.63 %) terdapat pada perlakuan lama inokulasi 5 menit dan ukuran larva > 2 cm (M1P1) 17


(33)

yang berbeda nyata pada M1P2, M1P3, M2P3, M3P2 dan M3P3 sedangkan yang terendah (0.71 %) pada lama inokulasi 5 dan 10 menit dan ukuran larva < 1.5 (M1P3) dan (M2P3) berbeda nyata pada M1P1, M2P1, M2P2, M3P1 dan M3P2. Hal ini disebabkan tingkat parasititasi S. inferens dapat dipengaruhi oleh ruang dan jumlah makanan yang tersedia dalam tubuh inang C. sacchariphagus untuk keberlangsungan hidupnya. Sesuai dengan penelitian Tampubolon et al. (2014) mengenai parasitoid Cotesia flavipes Cam terhadap Chilo sacchariphagus Boj menyatakan bahwa hasil analisis protein dimana kandungan protein pada larva C. sacchariphagus > 2,0 cm lebih tinggi yaitu 1,86 % jika dibandingkan dengan kandungan protein pada larva C. sacchariphagus < 1,5 cm yaitu 0,67 %. Pada saat inokulasi, kecepatan sangat berpengaruh pada keberhasilan parasititasi dimana semakin cepat peletakan larva larva semakin tinggi kemampuan memarasit. Waktu optimal yang dibutuhkan untuk inolukasi adalah 12 detik/larva namun pada perlakuan waktu inokulasi 5 menit terjadi penurunan menjadi 10 detik/larva dibandingkan dengan perlakuan waktu inokulasi lainnya yang mengalami penambahan lebih dari 12 detik/larva. Hasil penelitian Wirioatmodjo (1997) terhadap parasitoid D. striatalis pada larva C. auricilius diperoleh bahwa keberhasilan parasititasi tergantung pada waktu proses peletakan larva ke tubuh inangnya. Lama rata-rata peletakan larva adalah 12 detik. Semakin cepat waktu proses peletakan larva semakin tinggi kemampuan memarasit.

2. Jumlah Pupa S. inferens

Hasil analisi sidik ragam menunjukan bahwa ukuran larva C. sacchariphagus berpengaruh nyata terhadap jumlah pupa S. inferens (Tabel 3).

Tabel 3. Jumlah pupa S. inferens pada ukuran larva C. sacchariphagus

Ukuran Larva C.saccharipagus (P) Rataan (pupa) 17


(34)

P1 (> 2 cm) 2.47 a

P2 (1.5-2 cm) 1.80 b

P3 (< 1.5 cm) 0.77 c

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5 %.

Tabel 3 menunjukan bahwa jumlah pupa tertinggi (2.47 pupa) terdapat pada perlakuan ukuran larva > 2 cm (P1) yang berbeda nyata pada semua perlakuan sedangkan yang terendah (0.77 pupa) pada ukuran < 1.5 cm (P3). Hal ini menunjukan bahwa jumlah pupa yang terbentuk tergantung pada kemampuan memarasit larva S. inferens pada inang C. sacchariphagus, dimana semakin tinggi kemampuan memarasit terhadap inangnya maka pupa yang dihasilkan semakin besar jumlahnya. Sesuai dengan penelitian Foerster & Doetzer (2002) terhadap parasitoid Peleteria robusta (Diptera : Tachnidae) pada larva Mythmina sequax (Lepidoptera : Noctuidae) dinyatakan bahwa semakin tinggi daya parasitasi semakin tinggi pula pupa yang terbentuk, karena untuk dapat membentuk pupa seekor larva dapat memperoleh pakan untuk tumbuh dan berkembang. Lebih lanjut, pada penelitian Utami (2001) terhadap parasitoid Eriborus argenteopilosus pada larva Helicoverpa amigera menyatakan bahwa perkembangan parasitoid akan lebih baik jika sesuai pada inangnya yang berukuran besar karna sumber makanan yang tersedia lebih banyak. Meskipun jumlah pupa yang dihasilkan masih sangat rendah, S. inferns masih dapat dijadikan sebagai agent pengendalian hayati pada C. sacchariphagus. Hasil penelitian Nagarkatti dan Rao (1975)

menyatakan bahwa parasitoid S. parasitica ternyata berhasil memarasit inang C. Sacchariphagus, C. auricillus, C. partellus, C. infuscatellus. sehingga berpotensial sebagai agent pengendalian hayati dalam mengendalikan penggerek batang di daerah tropis.


(35)

Hasil analisi sidik ragam menunjukan bahwa interaksi perlakuan lama inokulasi dan ukuran larva C. sacchariphagus berpengaruh nyata terhadap jumlah pupa S. inferens (Tabel 4).

Tabel 4. Jumlah pupa S. inferens pada lama inokulasi dan ukuran larva C. sacchariphagus.

Lama Inokulasi dan Ukuran Larva

C. sacchariphagus (MxP) Rataan (pupa)

M1P1 (5 menit ukuran > 2 cm) 2.61 a

M1P2 (5 menit ukuran 1.5-2 cm) 1.38 bc

M1P3 (5 menit ukuran < 1.5 cm) 0.71 c

M2P1 (10 menit ukuran > 2 cm) 2.34 a

M2P2 (10 menit ukuran 1.5-2 cm) 2.34 a

M2P3 (10 menit ukuran < 1.5cm) 0.71 c

M3P1 (15 menit ukuran > 2 cm) 2.46 a

M3P2 (15 menit ukuran 1.5-2 cm) 1.68 b

M3P3 (15 menit ukuran < 1.5 cm) 0.88 c

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5 %.

Tabel 4 menunjukan bahwa jumlah pupa tertinggi (2.61 pupa) terdapat pada perlakuan lama inokulasi 5 menit dan ukuran larva > 2 cm (M1P1) yang berbeda nyata pada M1P2, M1P3, M2P3, M3P2 dan M3P3 sedangkan yang terendah (0.71 pupa) pada lama inokulasi 5 dan 10 menit dengan ukuran larva < 1.5 (M1P3) dan (M2P3) berbeda nyata pada M1P1, M2P1, M2P2, M3P1 dan M3P2. Jumlah pupa yang terbentuk bergantung pada kemampuan parasitoid S. inferens memarasit larva C. sacchariphagus, jumlah pupa dihasilkan setelah inang terparasit oleh larva parasitoid pada 20 hari setelah inokulasi. Keberhasilan parasitoid memarasit inangnya bergantung pada kondisi tubuh inang yang sesuai bagi larva parasitoid. Hasil penelitian Verly et al. (1973) diperoleh bahwa larva yang memperoleh pakan yang cukup dapat menyelesaikan perkembangannya, sedangkan yang tidak mendapatkan pakan akan mati. Waktu optimal untuk inokulasi adalah 12 detik/larva, dimana pada perlakuan inokulasi 5 menit terdapat penurunan waktu 20


(36)

inokulasi yakni 10 detik/larva yang mempengaruhi keberhasilan parasititasi. Hasil

penelitian Sagala et al. (2014) terhadap parasitoid S. inferens pada larva P. castaneae menyatakan bahwa standard waktu yang optimal untuk inokulasi

adalah 12 detik/larva dimana semakin lama waktu inokulasi akan mempengaruhi kegagalan parasititasi yaitu pada waktu inokulasi larva S. inferens tidak aktif lagi untuk memarasit inangnya.

3. Persentase Pupa S. inferens Menjadi Imago

Hasil analisi sidik ragam menunjukan bahwa ukuran larva C.sacchariphagus berpengaruh nyata terhadap persentase pupa S. inferens menjadi imago (Tabel 5).

Tabel 5. Persentase pupa S. inferens menjadi imago pada ukuran larva C. sacchariphagus

Ukuran Larva C.saccharipagus (P) Rataan (%)

P1 (> 2 cm) 92.5 a

P2 (1.5-2 cm) 83.06 b

P3 (< 1,5 cm) 7.5 c

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5 %.

Table 5 menunjukan bahwa persentase pupa S. inferens menjadi imago tertinggi (92,5 %) terdapat pada perlakuan ukuran larva > 2 cm (P1) berbeda nyata pada semua perlakuan sedangkan yang terendah (7,5 %) pada ukuran > 1,5 cm (P3). Hal ini menunjukan bahwa munculnya imago dari pupa dipengaruhi oleh kondisi larva parasitoid di dalam tubuh inang untuk berkembang menjadi imago. Sesuai penelitian Silitonga (2014) mengenai parasitoid Xanthocampoplex sp. terhadap Chilo sacchariphagus menyatakan bahwa keberhasilan munculnya imago keluar dari pupa ditentukan kondisi larva parasitoid dalam larva inang yang mampu menyediakan makanan untuk berkembang dan berhasil menjadi imago. Lebih lanjut, Ganesha dan Rajablee (1997) menyatakan bahwa pada C. sacchariphagus


(37)

berukuran besar dapat menyediakan jumlah makanan yang lebih besar dibandingkan berukuran kecil. Pada kondisi yang sesuai, maka parasitoid dapat melanjutkan siklus hidupnya hingga berlangsung sampai 20 hari pada saat pemeliharaan hingga muncul menjadi imago. Verly et al. (1973) menyatakan bahwa keberhasilan larva menjadi pupa umumnya berlangsung 20 hari setelah inokulasi dan melanjutkan hidup ke stadia imago.

Nisbah Kelamin Jantan dan Betina S. inferens

Hasil analisi sidik ragam menunjukan bahwa ukuran larva C. sacchariphagus berpengaruh nyata terhadap nisbah kelamin jantan dan betina

S. inferens (Tabel 6).

Tabel 6. Nisbah kelamin jantan dan betina S. inferens pada ukuran larva C. sacchariphagus

Ukuran Larva C. sacchariphagus

Jumlah Parasitoid

S. inferens (ekor) Nisbah Kelamin Jantan Betina Jantan Betina

P1 (> 2 cm) 2.01 a 1.50 a 1.34 1

P2 (1.5-2 cm) 1.43 ab 1.23 ab 1.16 1

P3 (< 1.5 cm) 0.71 b 0.71 b 1 1

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5 %.

Table 6 menunjukan bahwa jumlah S. inferens betina tertinggi (1.50 ekor) terdapat pada perlakuan ukuran larva > 2 cm (P1) yang berbeda nyata pada P3 namun berbeda tidak nyata pada P2 dan terendah (0.71 ekor) pada ukuran larva < 1.5 cm (P3) sedangkan jumlah S. inferens jantan tertinggi (2.10 ekor) pada ukuran larva > 2 cm (P1) dan terendah (0,71 ekor) pada ukuran larva < 1.5 cm (P3). Pada imago parasitoid jantan dihasilkan lebih tinggi dibandingkan imago parasitoid betina. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor lingkungan salah satunya adalah suhu. Suhu dapat mempengaruhi munculnya kelamin jantan dan betina. Hasil 22


(38)

penelitian Budianto et al. (2014) mengenai parasitoid Cotesia flavipes pada larva Chilo sacchariphagus dan Chilo auricillus menyatakan bahwa suhu sangat mempengaruhi ketahanan parasitoid, pada parasitoid jantan lebih rentan terhadap suhu ekstrim rendah maupun tinggi sehingga kemunculan imago parasitoid jantan lebih lama. Namun pada penelitian ini suhu yang diberikan adalah 20 ºC yang relatif stabil sehingga merangsang munculnya kelamin jantan lebih banyak dibandingkan betina.

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa jumlah parasitoid jantan yang muncul lebih tinggi dibandingkan betina. Nisbah kelamin S. inferens yang diperoleh yaitu total parasitoid jantan 37 ekor (54.64%) dan total betina 31 ekor (45.36%) sehingga diperoleh nisbah jantan dan betina 1,2 : 1. Hasil pengamatan terhadap nisbah kelamin S. inferens pada penelitian ini tidak berbeda dengan penelitian Saragih et al. (2006) mengenai parasitoid S. inferens pada larva P. castanae menyatakan bahwa perbandingan imago jantan dan imago betina menggunakan inang P. castanae pada parasitoid S. inferens yakni 1,13 : 1 yang menunjukkan bahwa lalat jantan lebih banyak dari pada lalat betina.


(39)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Persentase parasititasi tertinggi (4,37 %) pada ukuran larva C. sacchariphagus > 2 cm (P1) dan terendah (0,85 %) pada ukuran larva <

1,5 cm (P3).

2. Persentase parasititasi tertinggi (4,63 %) pada interaksi lama inokulasi 5 menit dan ukuran larva C .sacchariphagus > 2 cm (M1P1) dan terendah (0,71 %) pada 5 menit dan 10 menit dengan ukuran larva < 1,5 cm.

3. Jumlah pupa tertinggi (2,47 pupa) pada ukuran larva C. sacchariphagus > 2 cm (P1) dan yang terendah (0,77 pupa) pada ukuran larva < 1,5 cm (P3). 4. Jumlah pupa tertinggi (2,61 pupa) pada interaksi lama inokulasi 5 menit dan

ukuran larva C. sacchariphagus > 2 cm (M1P1) dan terendah (0,71 pupa) pada 5 menit dan 10 menit dengan ukuran larva < 1,5 cm.

5. Persentase pupa S. inferens menjadi imago tertinggi (92,5 %) pada ukuran larva C. sacchariphagus > 2 cm (P1) dan terendah (7,5 %) pada ukuran larva < 1.5 cm (P3).

6. Nisbah kelamin jantan dan betina pada ukuran larva C.sacchariphagus dihasilkan 1,2 : 1.

Saran

Perbanyakan parasitoid S.inferens sebaiknya menggunakan inang C. sacchariphagus dengan ukuran larva yang besar (> 2 cm).


(40)

DAFTAR PUSTAKA

Achadian, E.M, A. Kristini, R.C. Margarey, N. Sallam, P. Samson, F.R. Goebel, dan K. Lonie. 2011. Hama dan Penyakit Tebu. P3GI. Pasuruan. hlm 36. BPTPS. 2014. Teknologi Percepatan Pembibitan Tebu dengan Bud chip.

Budianto. S, M. C. Tobing dan Hasanuddin. 2014. Parasititasi Cotesia flavipes Cam. (Hymenoptera: Braconidae) terhadap Larva Chilo auricillus Dugd (Lepidoptera : Crambidae) dan Chilo sacchariphagus Boj (Lepidoptera: Crambidae) dan di Laboratorium. J. Agroekoteknologi. 2(3):989-993. Capinera, J. L. 2009. Life Cycle of Diatrae saccharalis (fabricius) (Insecta:

Lepidoptera: Pyralidae). Entomology dan Nematology Departement. University of Florida.

Chin, D &B. Haeidee. 2010. Biological Control. Northen Teroritory of Australia. Darw.

Daniati, C. 2013. Lalat Sturmiopsis, Sahabat Petani.

David. H, S. Easwaramoorthy, N.K. Kurup, M. Shanmugasundaram & G. Santhalakshmi. 1989. A Simplified Mass Culturing Technique for Sturmiopsis inferens Tns. Journal of Biological Control. 3(1):1-3.

Dewi, D, I. 2007. Lalat dan Kehidupannya. Balaba 1(4): 18.

Foerster, L. A. &A. K. Doetzer. 2002. Host Instar Preference of Peleteria robusta (Wiedman) (Diptera : Tachinidae) and Development in Relation to Temperature. Neotrop. Entomol. 31(3):405-409.

Ganeshan S & A Rajabalee, 1997. Parasitoids of the Sugarcane Spotted Borer, Chilo sacchariphagus (Lepidoptera:Pyralldae), In Mauritius. Proc. S. Afr.Sug. Technol. Ass. 71: 87-90.

Goebel, F.R, Roux, M. Marquier, J. Frandon, H. Do thi Khanh & E. Tabone. 2010. Biocontrol of Chilo sacchariphagus (Lepidoptera:Crambidae) a key pest of sugarcane: lessons from the past and future prospect. Proc. S. Afr. Sug. Technol. Ass. 28(3):127-132.


(41)

Indrawanto, C., Purwono, Siswanto, M. Syakir dan W. Rumini. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Tebu. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. ESKA Media. Jakarta.

Prabowo, H., N. Asbani, dan Supriyadi. 2013. Penggerek Batang Bergaris (Chilosacchariphagus Bojer) Hama Penting Tanaman Tebu. Infotek Perkebunan. 5(5):19.

Purnomo. 2006. Parasitisasi Dan Kapasitas Reproduksi Cotesia flavires Cameron (Hymenoptera: Braconidae) Pada Inang dan Instar Yang Berbeda di Laboratorium. J. HPT. Trop. 6(2):87-91

Purnomo, H. 2010. Pengantar Pengendalian Hayati. C.V Andi.Yogyakarta.

Ramli, S. Harahap, C. P dan Boedijono. 2006. Perkawinan S. inferens Town, Lalat Parasit dari P. castaneae Hbn. PTPN IX, Medan.

Saragih, R., C.P. Harahap dan Boedijono. 2006. Perkawinan S. inferens Town Lalat Parasit dari P. castanae Hubner. PTPN IX. Medan

Sagala, T. F., M. C. Tobing dan Lisnawita. 2014. Pengaruh Lamanya Inokulasi Parasitoid Sturmiopsis inferens Towns. (Diptera ; Tachinidae) terhadap Jumlah Inang Phragmatocia castaneae Huber (Lepidoptera ; Cossidae) di Laboratorium. J. Agroekoteknologi. 3(1):97-102.

Scheibelreiter, G.K. 1980. Sugarcane stem borers (Lep : Noctunidae and Pyralidae) in Ghana. Journal of Applied Entomology. 89(1):87-99.

Silitonga, L., M. C. Tobing dan L. Lubis. 2014. Pengaruh Umur dan Waktu Inokulasi Parasitoid Xanthocampoplex sp. (Hymenoptera : Ichnneumonidae) terhadap Jumlah Larva Chilo sacchariphagus Boj (Lepidoptera : Crambidae) di Laboratorium. J. Agroekoteknologi. 3(1):87-96

Siregar, P.M. S.F. Sitepu dan Hasanuddin. 2015. Parasititasi dan Kapasitas Reproduksi Cotesia flavipes Cam (Hymenoptera ; Braconidae) pada Beberapa Jumlah dan Ukuran Larva Chilo sachariphagus Boj (Lepidoptera; Crambidae) di Laboratorium. J. Agroekoteknologi. 3(2):606-612.

Srikanth. J, K.P. Salin, N.K. Kurup & K. Subadra Bai. 2009. Assessment of The Tachinid Sturmiopsis inferens as a Natural and Applied Biological Control Agent of Sugarcane Shoot Borer (Chilo infuscatellus) in Southern India.

J. Sug. Techol. 11(1):51-59.

Nagarkatti, S dan V.P. Rao. 1975. Biology of and Rearing technique for Sturmiopsis parasitica (Curr.) (Diptera, Tachinidae), a Parasite of Graminaceous Borers in Africa. Bulletin of Entomological Research. 65(1):165-170.

Tampubolon, A., Marheni., dan D. Bakti. 2014. Pengaruh Nisbah Kelamin Parasitoid

Cotesia flavipes Cam (Hymenoptera : Braconidae) dan Ukuran Panjang Inang


(42)

Chilo sacchariphagus Boj (Lepidoptera : Crambidae) terhadap Fekunditas yang Dihasilkan di Laboratorium. J. Agroekoteknologi. 3(1):71-78.

Trisawa, I. M., S.Wulandari, dan E. Damanik. 2013. Penggerek Batang Bergaris (Chilo saccharipagus Bojer) Hama Penting Tanaman Tebu. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. 5(5):18-19.

Utami, S. 2001. Tanaman Brokoli (Brassica oleraceae Var Indi) Pakan Larva Helicoverpa armigera (Hubner) (Lepidoptera : Noctuidae) Meningkatkan Keberhasilan Hidup Parasitoid Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera : Ichneumonidae). Skripsi. IPB. Bogor.

Wirioatmodjo, B. 1977. Biologi Lalat Jatiroto, Diatraeophaga striatalis Townsend, dan Penerapannya dalam Pengendalian Penggerek Berkilat, Chilo auricilius Dudgeon. IPB. Bogor.

Verly, G. C., G.N. Grdanwell & M.P. Hassel. 1973. Insect Population Ecology and Analitical Approach Black Well. Publisher Oxford, London. p. 209.


(43)

Lampiran 1. Data Pengamatan Persentase Parasititasi S. inferens Pada C. sacchariphagus (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

M1P1 20.00 26.66 16.66 63.32 21.11

M1P2 6.66 10.00 0.00 16.66 5.55

M1P3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

M2P1 20.00 16.66 13.33 49.99 16.66

M2P2 16.66 20.00 13.33 49.99 16.66

M2P3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

M3P1 26.66 16.66 13.33 56.65 18.88

M3P2 6.66 10.00 6.66 23.32 7.77

M3P3 0.00 0.00 3.33 3.33 1.11

Total 96.64 99.98 66.64 263.26 9.75

Lampiran 2. Daftar Sidik Ragam Persentase Parasititasi S. inferens Pada C. sacchariphagus

SK Db JK KT F Hit. F 0.05 Ket

Ulangan 2 74.92 37.46 3.25 3.59 tn

Perlakuan 8 1782.82 222.85 19.34 2.55 *

M 2 25.53 12.76 1.11 3.59 tn

P 2 1543.35 771.67 66.98 3.59 *

MxP 4 213.94 53.49 4.64 2.96 *

Galat 16 184.34 11.52

Total 26 2042.07 78.54

KK = 34.81 % Keterangan: * = nyata tn = tidak nyata


(44)

Lampiran 3. Data Transformasi Persentase Parasititasi S. inferens Pada C. sacchariphagus (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

M1P1 4.53 5.21 4.14 13.88 4.63

M1P2 2.68 3.24 0.71 6.63 2.21

M1P3 0.71 0.71 0.71 2.13 0.71

M2P1 4.53 4.14 3.72 12.39 4.13

M2P2 4.14 4.53 3.72 12.39 4.13

M2P3 0.71 0.71 0.71 2.13 0.71

M3P1 5.21 4.14 3.72 13.07 4.36

M3P2 2.68 3.24 2.68 8.60 2.87

M3P3 0.71 0.71 1.96 3.38 1.13

Total 25.90 26.63 22.07 74.60 2.76

Lampiran 4. Daftar Sidik Ragam Persentase Parasititasi S. inferens Pada C. sacchariphagus

SK db JK KT F Hit. F 0.05 Ket

Blok 2 1.33 0.67 1.82 3.59 tn

Perlakuan 8 63.52 7.94 21.63 2.55 *

M 2 1.02 0.51 1.39 3.59 tn

P 2 57.09 28.55 77.77 3.59 *

MxP 4 5.41 1.35 3.69 2.96 *

Galat 16 5.87 0.37

Total 26 70.73 2.72

KK = 21.93 % Keterangan: * = nyata tn = tidak nyata


(45)

Lampiran 5. Data Pengamatan Jumlah Pupa S. inferens (pupa)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

M1P1 6.00 8.00 5.00 19.00 6.33

M1P2 2.00 3.00 0.00 5.00 1.67

M1P3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

M2P1 6.00 5.00 4.00 15.00 5.00

M2P2 5.00 6.00 4.00 15.00 5.00

M2P3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

M3P1 8.00 5.00 4.00 17.00 5.67

M3P2 2.00 3.00 2.00 7.00 2.33

M3P3 0.00 0.00 1.00 1.00 0.33

Total 29.00 30.00 20.00 79.00 2.93

Lampiran 6. Daftar Sidik Ragam Jumlah Pupa S. inferens

SK Db JK KT F Hit. F 0.05 Ket

Ulangan 2 6.74 3.37 3.25 3.59 tn

Perlakuan 8 160.52 20.06 19.35 2.55 *

M 2 2.30 1.15 1.11 3.59 tn

P 2 138.96 69.48 67.00 3.59 *

MxP 4 19.26 4.81 4.64 2.96 *

Galat 16 16.59 1.04

Total 26 183.85 7.07

KK = 34.80 % Keterangan: * = nyata tn = tidak nyata


(46)

Lampiran 7. Data Transformasi Jumlah Pupa S. inferens (pupa)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

M1P1 2.55 2.92 2.35 7.82 2.61

M1P2 1.58 1.87 0.71 4.16 1.39

M1P3 0.71 0.71 0.71 2.13 0.71

M2P1 2.55 2.35 2.12 7.02 2.34

M2P2 2.35 2.55 2.12 7.02 2.34

M2P3 0.71 0.71 0.71 2.13 0.71

M3P1 2.92 2.35 2.12 7.39 2.46

M3P2 1.58 1.87 1.58 5.03 1.68

M3P3 0.71 0.71 1.22 2.64 0.88

Total 15.66 16.04 13.64 45.34 1.68

Lampiran 8. Daftar Sidik Ragam Jumlah Pupa S. inferens

SK db JK KT F Hit. F 0.05 Ket

Blok 2 0.37 0.18 2.31 3.59 tn

Perlakuan 8 14.85 1.86 23.20 2.55 *

M 2 0.24 0.12 1.48 3.59 tn

P 2 13.26 6.63 82.84 3.59 *

MxP 4 1.36 0.34 4.25 2.96 *

Galat 16 1.28 0.08

Total 26 16.50 0.63

KK = 16.85 % Keterangan: * = nyata tn = tidak nyata


(47)

Lampiran 9. Data Pengamatan Persentase Pupa S.inferens Menjadi Imago (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

M1P1 100.00 100.00 100.00 300.00 100.00

M1P2 100.00 100.00 0.00 200.00 66.67

M1P3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

M2P1 100.00 100.00 100.00 300.00 100.00 M2P2 100.00 100.00 100.00 300.00 100.00

M2P3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

M3P1 100.00 100.00 100.00 300.00 100.00 M3P2 100.00 100.00 100.00 300.00 100.00

M3P3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Total 600.00 600.00 500.00 1700.00 62.96

Lampiran 10. Daftar Sidik Ragam Persentase Pupa S.inferens Menjadi Imago

SK Db JK KT F Hit. F 0.05 Ket

Ulangan 2 740.74 370.37 1.00 3.59 tn

Perlakuan 8 56296.30 7037.04 19.00 2.55 *

M 2 740.74 370.37 1.00 3.59 tn

P 2 54074.07 27037.04 73.00 3.59 *

MxP 4 1481.48 370.37 1.00 2.96 tn

Galat 16 5925.93 370.37

Total 26 62962.96 2421.65

KK = 30.57 % Keterangan: * = nyata tn = tidak nyata


(48)

Lampiran 11. Data Transformasi Persentase Pupa S.inferens Menjadi Imago (%)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3

M1P1 92.50 92.50 92.50 277.50 92.50

M1P2 92.50 92.50 7.50 192.50 64.17

M1P3 7.50 7.50 7.50 22.50 7.50

M2P1 92.50 92.50 92.50 277.50 92.50

M2P2 92.50 92.50 92.50 277.50 92.50

M2P3 7.50 7.50 7.50 22.50 7.50

M3P1 92.50 92.50 92.50 277.50 92.50

M3P2 92.50 92.50 92.50 277.50 92.50

M3P3 7.50 7.50 7.50 22.50 7.50

Total 577.50 577.50 492.50 1647.50 61.02

Lampiran 12. Daftar Sidik Ragam Persentase Pupa S.inferens Menjadi Imago

SK db JK KT F Hit. F 0.05 Ket

Blok 2 535.19 267.59 1.00 3.59 tn

Perlakuan 8 40674.07 5084.26 19.00 2.55 *

M 2 535.19 267.59 1.00 3.59 tn

P 2 39068.52 19534.26 73.00 3.59 *

MxP 4 1070.37 267.59 1.00 2.96 tn

Galat 16 4281.48 267.59

Total 26 45490.74 1749.64

KK = 26.81 % Keterangan: * = nyata tn = tidak nyata


(49)

Lampiran 13. Data Pengamatan Nisbah Kelamin Betina S. inferens

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

M1P1 2.00 2.00 2.00 6.00 2.00

M1P2 0.00 1.00 0.00 1.00 0.33

M1P3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

M2P1 2.00 1.00 2.00 5.00 1.67

M2P2 2.00 3.00 0.00 5.00 1.67

M2P3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

M3P1 2.00 1.00 2.00 5.00 1.67

M3P2 1.00 3.00 1.00 5.00 1.67

M3P3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Total 9.00 11.00 7.00 27.00 1.00

Lampiran 14. Daftar Sidik Ragam Nisbah Kelamin Betina S. inferens

SK Db JK KT F Hit. F 0.05 Ket

Ulangan 2 0.89 0.44 0.84 3.59 tn

Perlakuan 8 18.67 2.33 4.42 2.55 *

M 2 0.67 0.33 0.63 3.59 tn

P 2 14.89 7.44 14.11 3.59 *

MxP 4 3.11 0.78 1.47 2.96 tn

Galat 16 8.44 0.53

Total 26 28.00 1.08

KK = 27.00 % Keterangan: * = nyata tn = tidak nyata


(50)

Lampiran 15. Data Transformasi Nisbah Kelamin Betina S. inferens

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

M1P1 1.58 1.58 1.58 4.74 1.58

M1P2 0.71 1.22 0.71 2.64 0.88

M1P3 0.71 0.71 0.71 2.13 0.71

M2P1 1.58 1.22 1.58 4.38 1.46

M2P2 1.58 1.87 0.71 4.16 1.39

M2P3 0.71 0.71 0.71 2.13 0.71

M3P1 1.58 1.22 1.58 4.38 1.46

M3P2 1.22 1.87 1.22 4.31 1.44

M3P3 0.71 0.71 0.71 2.13 0.71

Total 10.38 11.11 9.51 31.00 1.15

Lampiran 16. Daftar Sidik Ragam Nisbah Kelamin Betina S. inferens

SK db JK KT F Hit. F 0.05 Ket

Blok 2 0.14 0.07 0.94 3.59 tn

Perlakuan 8 3.51 0.44 5.78 2.55 *

M 2 0.11 0.06 0.75 3.59 tn

P 2 2.91 1.45 19.17 3.59 *

MxP 4 0.48 0.12 1.59 2.96 tn

Galat 16 1.21 0.08

Total 26 4.86 0.19

KK = 23.99 % Keterangan: * = nyata tn = tidak nyata


(51)

Lampiran 17. Data Pengamatan Nisbah Kelamin Jantan S. inferens

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

M1P1 4.00 6.00 3.00 13.00 4.33

M1P2 2.00 2.00 0.00 4.00 1.33

M1P3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

M2P1 4.00 4.00 2.00 10.00 3.33

M2P2 3.00 3.00 4.00 10.00 3.33

M2P3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

M3P1 6.00 2.00 2.00 10.00 3.33

M3P2 1.00 0.00 1.00 2.00 0.67

M3P3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Total 20.00 17.00 12.00 49.00 1.81

Lampiran 18. Daftar Sidik Ragam Nisbah Kelamin Jantan S. inferens

SK Db JK KT F Hit. F 0.05 Ket

Ulangan 2 3.63 1.81 1.58 3.59 tn

Perlakuan 8 74.07 9.26 8.06 2.55 *

M 2 3.63 1.81 1.58 3.59 tn

P 2 60.52 30.26 26.35 3.59 *

MxP 4 9.93 2.48 2.16 2.96 tn

Galat 16 18.37 1.15

Total 26 96.07 3.70

KK = 59.04 % Keterangan: * = nyata tn = tidak nyata


(52)

Lampiran 19. Data Transformasi Nisbah Kelamin Jantan S. inferens

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

M1P1 2.12 2.55 1.87 6.54 2.18

M1P2 1.58 1.58 0.71 3.87 1.29

M1P3 0.71 0.71 0.71 2.13 0.71

M2P1 2.12 2.12 1.58 5.82 1.94

M2P2 1.87 1.87 2.12 5.86 1.95

M2P3 0.71 0.71 0.71 2.13 0.71

M3P1 2.55 1.58 1.58 5.71 1.90

M3P2 1.22 0.71 1.22 3.15 1.05

M3P3 0.71 0.71 0.71 2.13 0.71

Total 13.59 12.54 11.21 37.34 1.38

Lampiran 20. Daftar Sidik Ragam Nisbah Kelamin Jantan S. inferens

SK db JK KT F Hit. F 0.05 Ket

Blok 2 0.32 0.16 1.73 3.59 tn

Perlakuan 8 9.06 1.13 12.39 2.55 *

M 2 0.44 0.22 2.43 3.59 tn

P 2 7.61 3.81 41.65 3.59 *

MxP 4 1.01 0.25 2.75 2.96 tn

Galat 16 1.46 0.09

Total 26 10.84 0.42

KK = 21.86 % Keterangan: * = nyata tn = tidak nyata


(53)

Lampiran 21. Bagan Penelitian

M1P1

M2P1

M3P2

M1P2

M2P3

M3P1

M2P2 M1P3 M3P3

M2P3

M1P3 M1P1

M1P2

M1P3 M1P1

M2P1

M2P2 M2P2

M2P3 M2P1

M3P1

M1P2

M3P2 M3P2

M3P3

M3P1 M3P3


(54)

Lampiran 22. Foto Kegiatan Penelitian

Gambar. Inokulasi S. inferens pada Gambar. Pembongkaran Sogolan C. saccharipagus

Gambar. Pemeliharaan Pupa S. inferens


(55)

Lampiran 23. Foto Penelitian


(1)

Lampiran 15. Data Transformasi Nisbah Kelamin Betina S. inferens

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

M1P1 1.58 1.58 1.58 4.74 1.58

M1P2 0.71 1.22 0.71 2.64 0.88

M1P3 0.71 0.71 0.71 2.13 0.71

M2P1 1.58 1.22 1.58 4.38 1.46

M2P2 1.58 1.87 0.71 4.16 1.39

M2P3 0.71 0.71 0.71 2.13 0.71

M3P1 1.58 1.22 1.58 4.38 1.46

M3P2 1.22 1.87 1.22 4.31 1.44

M3P3 0.71 0.71 0.71 2.13 0.71

Total 10.38 11.11 9.51 31.00 1.15

Lampiran 16. Daftar Sidik Ragam Nisbah Kelamin Betina S. inferens

SK db JK KT F Hit. F 0.05 Ket

Blok 2 0.14 0.07 0.94 3.59 tn

Perlakuan 8 3.51 0.44 5.78 2.55 *

M 2 0.11 0.06 0.75 3.59 tn

P 2 2.91 1.45 19.17 3.59 *

MxP 4 0.48 0.12 1.59 2.96 tn

Galat 16 1.21 0.08

Total 26 4.86 0.19

KK = 23.99 % Keterangan: * = nyata tn = tidak nyata


(2)

Lampiran 17. Data Pengamatan Nisbah Kelamin Jantan S. inferens

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

M1P1 4.00 6.00 3.00 13.00 4.33

M1P2 2.00 2.00 0.00 4.00 1.33

M1P3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

M2P1 4.00 4.00 2.00 10.00 3.33

M2P2 3.00 3.00 4.00 10.00 3.33

M2P3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

M3P1 6.00 2.00 2.00 10.00 3.33

M3P2 1.00 0.00 1.00 2.00 0.67

M3P3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Total 20.00 17.00 12.00 49.00 1.81 Lampiran 18. Daftar Sidik Ragam Nisbah Kelamin Jantan S. inferens

SK Db JK KT F Hit. F 0.05 Ket

Ulangan 2 3.63 1.81 1.58 3.59 tn

Perlakuan 8 74.07 9.26 8.06 2.55 *

M 2 3.63 1.81 1.58 3.59 tn

P 2 60.52 30.26 26.35 3.59 *

MxP 4 9.93 2.48 2.16 2.96 tn

Galat 16 18.37 1.15

Total 26 96.07 3.70

KK = 59.04 % Keterangan: * = nyata tn = tidak nyata


(3)

Lampiran 19. Data Transformasi Nisbah Kelamin Jantan S. inferens

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

M1P1 2.12 2.55 1.87 6.54 2.18

M1P2 1.58 1.58 0.71 3.87 1.29

M1P3 0.71 0.71 0.71 2.13 0.71

M2P1 2.12 2.12 1.58 5.82 1.94

M2P2 1.87 1.87 2.12 5.86 1.95

M2P3 0.71 0.71 0.71 2.13 0.71

M3P1 2.55 1.58 1.58 5.71 1.90

M3P2 1.22 0.71 1.22 3.15 1.05

M3P3 0.71 0.71 0.71 2.13 0.71

Total 13.59 12.54 11.21 37.34 1.38

Lampiran 20. Daftar Sidik Ragam Nisbah Kelamin Jantan S. inferens

SK db JK KT F Hit. F 0.05 Ket

Blok 2 0.32 0.16 1.73 3.59 tn

Perlakuan 8 9.06 1.13 12.39 2.55 *

M 2 0.44 0.22 2.43 3.59 tn

P 2 7.61 3.81 41.65 3.59 *

MxP 4 1.01 0.25 2.75 2.96 tn

Galat 16 1.46 0.09

Total 26 10.84 0.42

KK = 21.86 % Keterangan: * = nyata tn = tidak nyata


(4)

Lampiran 21. Bagan Penelitian M1P1

M2P1 M3P2

M1P2

M2P3

M3P1

M2P2 M1P3 M3P3

M2P3

M1P3 M1P1

M1P2

M1P3 M1P1

M2P1

M2P2 M2P2

M2P3 M2P1

M3P1

M1P2

M3P2 M3P2

M3P3

M3P1 M3P3


(5)

Lampiran 22. Foto Kegiatan Penelitian

Gambar. Inokulasi S. inferens pada Gambar. Pembongkaran Sogolan C. saccharipagus


(6)

Lampiran 23. Foto Penelitian


Dokumen yang terkait

Pengaruh Umur Imago dan Metode Parasitisasi Terhadap Keefektifan Parasitoid Cotesia flavipes Cam. (Hymenoptera:Braconidae) Pada Larva Chilo sacchariphagus Boj.(Lepidoptera:Crambidae) Di Laboratorium

2 55 86

Pengaruh Nisbah Kelamin Parasitoid Cotesia flavipes Cam. (Hymenoptera : Braconidae) dan Ukuran Inang Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera : Crambidae) Terhadap Fekunditas Cotesia flavipes Cam. di Laboratorium

2 64 82

Pengaruh Umur Parasitoid Xanthocampoplex sp. (Hymenoptera : Ichneumonidae) dan Waktu Inokulasi Terhadap Jumlah Larva Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) di Laboratorium

3 58 80

Uji Daya Parasitoid Cotesia flavipes Cam.(Hymenoptera: Braconidae) Pada Larva Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) dan Chilo auricilius Dudg. (Lepidoptera: Crambidae) di Laboratorium

4 72 70

Pengaruh Lama Perkawinan dan Umur Imago Jantan Sturmiopsis inferens Towns. Terhadap Jumlah Tempayak Yang Dihasilkan Di Laboratorium

2 48 54

Preferensi Sturmiopsis inferens Town. (Diptera: Tachinidae) Terhadap Beberapa Larva Serangga Di Laboratorium

5 58 71

Parasitisasi Dan Kapasitas Reproduksi Cotesia flavipes Cam. (Hymenoptera: Braconidae) Pada Beberapa Jumlah Dan Ukuran Larva Chilo sacchariphagus Boj. (Penggerek Tebu Bergaris) (Lepidoptera: Crambidae) di Laboratorium

0 9 67

Pengaruh Lama Inokulasi dan Ukuran Larva Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) untuk Perbanyakan Sturmiopsis inferens Towns. (Diptera: Tachinidae) di Laboratorium

0 0 13

PENGARUH LAMA INOKULASI DAN UKURAN LARVA Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) UNTUK PERBANYAKAN Sturmiopsis inferens Towns. (Diptera: Tachinidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI CITRA MAHARANI 100301020

0 0 13

Uji Daya Parasitoid Cotesia flavipes Cam.(Hymenoptera: Braconidae) Pada Larva Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) dan Chilo auricilius Dudg. (Lepidoptera: Crambidae) di Laboratorium

0 0 13