Pengendalian Biologi Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp) Pada Tanaman Tomat(Lycopersicum esculentum Mill)

(1)

PENGENDALIAN BIOLOGI NEMATODA PURU AKAR

( Meloidogyne spp. ) PADA TANAMAN TOMAT

( Lycopersicum esculentum Mill )

SKRIPSI

Oleh

JOY W HASUDUNGAN P

040302030/HPT

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGENDALIAN BIOLOGI NEMATODA PURU AKAR

( Meloidogyne spp. ) PADA TANAMAN TOMAT

( Lycopersicum esculentum )

SKRIPSI

Oleh

JOY W HASUDUNGAN P

040302030/HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara Medan

Diketahui Oleh : Komisi Pembimbing

(Dr. Lisnawita, SP MSi) (Alm. Ir.Kasmal Arifin, MSi)

Ketua Anggota

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Skripsi

: Pengendalian biologi nematoda puru akar

(Meloidogyne spp) pada tanaman tomat

(Lycopersicum esculentum Mill)

Nama

: Joy W Hasudungan P

NIM

: 040302030

Departemen

: Ilmu hama dan penyakit tumbuhan

Program studi

: Ilmu hama dan penyakit tumbuhan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

(Dr. Lisnawita, SP MSi) (Alm. Ir.Kasmal Arifin, MSi) Ketua Anggota

Mengetahui

Ir. Marheni, MP Ketua Jurusan


(4)

ABSTRAK

Joy W Hasudungan P, Pengendalian Biologi Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp) pada Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill). Dibawah bimbingan Lisnawita dan Alm. Kasmal Arifin. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kasa Balai Penelitian Tebu dan Tembakau Deli (BPTD) Sampali, Medan. Dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Faktor pertama yaitu nematisida, terdiri dari P0 (100 ml air/polibeg), P1 (100 ml kitin/polibeg), P2 (100 ml ekstrak nimba/polibeg), P3 (100 ml ekstrak serai/polibeg), P4 (100 ml ekstrak Jarak/polibeg), P5 (100 ml ekstrak mahoni/polibeg), P6 (2–4 gr Nematisida berbahan aktif Karbofuran/polibeg). Faktor kedua yaitu varietas tanaman tomat terdiri dari V1 (Varietas Champion), V2 (Varietas Superking), V3 (Varietas Permata), V4 (Varietas Panah Merah), V5 (Varietas Matahari). Parameter pada penelitian ini adalah tingkat keparahan penyakit, berat basah akar, laju pertambahan tinggi tanaman, populasi akhir nematoda, dan produksi tomat. Hasil penelitian menunjukkan tiga nematisida biologi yang memberikan respon baik dalam mengendalikan Meloidogyne spp adalah kitin, nimba dan serai.

Kata kunci : Nematoda, Meloidogyne spp, nematisida biologi, varietas tomat. i


(5)

ABSTRACT

Joy W Hasudungan P, Biological control of root knot nematodes (Meloidogyne spp) on Plants Tomato (Lycopersicum esculentum Mill). By the adviser of Dr. Lisnawita SP, MSi and Ir. Arifin Kasmal MSi. The research was conducted at the home screen and Tobacco Research Institute for Sugar Cane Deli (BPTD) Sampali, Medan. By using a randomized block design (RAK) factorial. The first factor is Nematicide, composed of P0 (100 ml water / polybag), P1 (100 ml chitin / polybag), P2 (100 ml neem extract / polybag), P3 (100 ml extract lemongrass / polybag), P4 (100 ml extract Jatropha / polybag), P5 (100 ml extract mahogany / polybag), P6 (2-4 gr Nematicide contain active Carbofuran / polybag). The second factor is composed of varieties of tomato plants V1 (Variety Champion), V2 (Variety Superking), V3 (Variety Permata), V4 (Variety Red Arrows), V5 (Variety sun). The parameters in this study is the level of disease severity, root fresh weight, plant height accretion rate, the final nematode population, and tomato production. The results showed three Nematicide biology that provides good response in controlling Meloidogyne spp is chitin, neem and lemongrass. Key words: Nematodes, Meloidogyne spp, Nematicide biology, tomato varieties.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Joy W Hasudungan P. Lahir pada tanggal 11 januari 1985 di Tanjung Morawa. Merupakan anak pertama dari enam bersaudara dari Ayah R. Panjaitan dan Ibu R. Siahaan.

Pada tahun 1997 penulis lulus dari SD Negeri 105855 PTPN II, Tanjung Morawa, pada tahun 2000 lulus dari SMP Negeri 1 Tanjung Morawa dan pada tahun 2003 lulus dari SMA Negeri 1 Tanjung Morawa. Pada tahun 2004 diterima di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian USU Medan melalui jalur SPMB.

Selama menjalani perkuliahan penulis pernah mengikuti organisasi dan kegiatan diantaranya, Ketua Umum DPP KAM Perubahan USU, Komisioner KPU FP USU, Pengurus Komisariat GMKI FP USU, ikatan mahasiswa perlindungan tanaman (IMAPTAN), Fungsionaris DPP Himpunan Mahasiswa Deli Serdang (HIMADES). Tim Pemantau Independen (TPI) Ujian Nasional. Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada bulan juni 2008 di kebun bangun PTPN III Kabupaten Simalungun.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan sebaik-baiknya.

Penelitian ini berjudul, ” Pengendalian Biologi Nematoda Puru Akar ( Meloidogyne spp. ) pada Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill )”. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada Kesempatan ini, Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Komisi Pembimbing Dr. Lisnawita, SP MSi selaku ketua dan Ir. Kasmal Arifin, MSi selaku anggota yang telah memberikan saran dan arahannya kepada penulis dalam melaksanakan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, September 2010

Penulis iv


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesa Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 4

Syarat Tumbuh ... 6

Iklim ... 6

Tanah ... 7

Meloidogyne spp ... 8

Gejala Serangan ... 11

Nimba (Azadirachta indica A. Juss) ... 15

Kitin ... 16

Serai (Andropogan nardus L.) ... 18

Jarak (Ricinus communis L.) ... 18

Mahoni (Swietenia spp) ... 20

Pengendalian ... 21

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

Bahan dan Alat ... 24

Metode Penelitian ... 24

Pelaksanaan Penelitian ... 26

Persemaian ... 26

Perbanyakan Meloidogyne spp ... 27

Persiapan Kitin ... 27

Pembuatan Ekstrak ... 28

Aplikasi Perlakuan ... 29

Pemeliharaan Tanaman ... 29 v


(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat Keparahan Penyakit ... 32

Berat Basah Akar ... 36

Laju Pertambahan Tinggi Tanaman ... 39

Populasi Akhir Nematoda ... 42

Produksi Tanaman ... 46

KESIMPULAN DAN SARAN ... 49 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1. Respon pemberian nematisida biologi terhadap

tingkat keparahan penyakit (%) 33 2. Respon pemberian nematisida biologi terhadap

berat basah akar (gr) 36

3. Respon pemberian nematisida biologi terhadap

laju pertambahan tinggi tanaman 39 4. Respon pemberian nematisida biologi terhadap

populasi nematoda 42

5. Respon pemberian nematisida biologi terhadap

produksi tomat 46


(11)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1. Meloidogyne spp 10

2. Akar tanaman terserang nematoda Meloidogyne spp 14 3. Nimba (Azadirachta indica A. Juss) 16

4. Serai (Andropogan nardus L.) 18

5. Jarak (Ricinus communis L.) 19

6. Buah Mahoni (Swietenia spp) 20


(12)

ABSTRAK

Joy W Hasudungan P, Pengendalian Biologi Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp) pada Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill). Dibawah bimbingan Lisnawita dan Alm. Kasmal Arifin. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kasa Balai Penelitian Tebu dan Tembakau Deli (BPTD) Sampali, Medan. Dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Faktor pertama yaitu nematisida, terdiri dari P0 (100 ml air/polibeg), P1 (100 ml kitin/polibeg), P2 (100 ml ekstrak nimba/polibeg), P3 (100 ml ekstrak serai/polibeg), P4 (100 ml ekstrak Jarak/polibeg), P5 (100 ml ekstrak mahoni/polibeg), P6 (2–4 gr Nematisida berbahan aktif Karbofuran/polibeg). Faktor kedua yaitu varietas tanaman tomat terdiri dari V1 (Varietas Champion), V2 (Varietas Superking), V3 (Varietas Permata), V4 (Varietas Panah Merah), V5 (Varietas Matahari). Parameter pada penelitian ini adalah tingkat keparahan penyakit, berat basah akar, laju pertambahan tinggi tanaman, populasi akhir nematoda, dan produksi tomat. Hasil penelitian menunjukkan tiga nematisida biologi yang memberikan respon baik dalam mengendalikan Meloidogyne spp adalah kitin, nimba dan serai.

Kata kunci : Nematoda, Meloidogyne spp, nematisida biologi, varietas tomat. i


(13)

ABSTRACT

Joy W Hasudungan P, Biological control of root knot nematodes (Meloidogyne spp) on Plants Tomato (Lycopersicum esculentum Mill). By the adviser of Dr. Lisnawita SP, MSi and Ir. Arifin Kasmal MSi. The research was conducted at the home screen and Tobacco Research Institute for Sugar Cane Deli (BPTD) Sampali, Medan. By using a randomized block design (RAK) factorial. The first factor is Nematicide, composed of P0 (100 ml water / polybag), P1 (100 ml chitin / polybag), P2 (100 ml neem extract / polybag), P3 (100 ml extract lemongrass / polybag), P4 (100 ml extract Jatropha / polybag), P5 (100 ml extract mahogany / polybag), P6 (2-4 gr Nematicide contain active Carbofuran / polybag). The second factor is composed of varieties of tomato plants V1 (Variety Champion), V2 (Variety Superking), V3 (Variety Permata), V4 (Variety Red Arrows), V5 (Variety sun). The parameters in this study is the level of disease severity, root fresh weight, plant height accretion rate, the final nematode population, and tomato production. The results showed three Nematicide biology that provides good response in controlling Meloidogyne spp is chitin, neem and lemongrass. Key words: Nematodes, Meloidogyne spp, Nematicide biology, tomato varieties.


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tomat merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia. Indonesia dari tahun ke tahun berusaha untuk meningkatkan produksi tomat dengan cara perluasan wilayah budidaya tomat, namun hingga tahun 2004 Indonesia masih mengimpor tomat sebanyak 8.192.280 kg baik dalam bentuk

buah segar maupun dalam bentuk olahan yang berasal dari berbagai negara (BPS, 2004 dalam Redaksi Agromedia, 2007).

Ada beberapa kendala dalam peningkatan produksi tomat baik secara kualitas dan kuantitas yang menyebabkan Indonesia masih mengimpor tomat. Salah satunya adalah gangguan organisme pengganggu tanaman.Beberapa penyakit tanaman yang menginfeksi tomat disebabkan oleh cendawan, bakteri, nematode dan virus.

Salah satu nematoda yang dapat menginfeksi tanaman tomat adalah nematode puru akar (Meloidogyne spp). Selain menyerang tanaman tomat nematode ini juga menginfeksi tanaman mentimun, wortel dan lain-lain (Sherf dan Macnab, 1986).

Perkiraan kerugian tanaman sayuran akibat serangan Meloidogyne di daerah tropik untuk tanaman terung adalah 17–20 %, dan untuk tanaman tomat 18-33 %. Kerugian tanaman secara total yang diakibatkan oleh Meloidogyne sukar ditentukan, hal ini diakibatkan seringnya tanaman mendapat serangan secara bersamaan baik itu oleh jamur, virus, serangga, dan nematoda parasitik lainnya


(15)

Berbagai usaha pengendalian telah dilakukan dalam upaya untuk menekan kerapatan populasi nematoda di lapangan. Salah satunya dengan menggunakan nematisida. Berbagai jenis nematisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan Meloidogyne, seperti Carbofuran, Fenamilos, Furadan dan lain-lain. Keefektifan nematisida tersebut bergantung pada dosis dan cara aplikasi (Marwoto, 1994).

Pengendalian nematoda dengan menggunakan nematisida kimia masih memegang peranan penting. Hal tersebut terjadi karena cara-cara pengendalian lain belum mampu memberikan hasil yang memuaskan. Namun pengendalian nematoda dengan nematisida dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan organisme bukan sasaran. Hal ini disebabkan karena nematisida dapat beracun bagi manusia dan hewan peliharaan. Selain itu nematisida dapat persisten di dalam tanah, menyebabkan pencemaran terhadap air tanah, serta membunuh organisme lain yang bukan sasaran termasuk musuh alami nematoda seperti jamur, bakteri dan mikroorganisme lain. Dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan, pengendalian nematoda diarahkan pada pengendalian secara hayati seperti dengan menggunakan mikroorganisme antagonis (musuh alami), bahan

organik, pergiliran tanaman, dan tanaman yang berkhasiat sebagai pestisida (Mustika, 1992).

Salah satu keunggulan pestisida nabati adalah sifatnya hit and run (pukul

dan lari), yaitu bila diaplikasikan akan membunuh hama pada saat itu juga dan

setelah itu residunya akan cepat menghilang/terurai di alam. Pestisida nabati

mempunyai sifat yang mudah terdegradasi sehingga pestisida nabati harus sering


(16)

tanaman seperti daun, bunga, buah, kulit dan kayunya. Sejauh ini pemakaian

pestisida nabati aman bagi manusia dan hewan dan lingkungan.

(http://gapoktantanimaju.blogspot.com/2009/01/pestisida-nabati.html).

Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan dan dapat digunakan untuk mencegah organisme pengganggu tanaman (OPT). Pestisida nabati dapat berfungsi sebagai penolak (repellent), penarik (attractan), pemandul (antifertilitas) atau pembunuh. Pestisida nabati bersifat mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan (Anonimus, 2008).

Berdasarkan uraian diatas dirasakan perlu dilakukan penelitian mengenai pengendalian nematoda Meloidogyne spp menggunakan kitin, nimba, serai, jarak dan biji mahoni pada tanaman tomat.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kitin, nimba, jarak, serai dan biji mahoni terhadap nematoda puru akar pada tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill).

Hipotesa Penelitian

Kitin, nimba, jarak, serai dan biji mahoni memiliki potensi dalam mengendalikan Meloidogyne spp pada tanaman tomat secara biologi.


(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Tanaman tomat diklasifikasikan ke dalam golongan sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Tubiflorae Famili : Solanaceae Genus : Lycopersicum

Spesies : Solanum licopersicum Mill. (Redaksi Agromedia, 2007).

Tanaman tomat memiliki akar tunggang, akar cabang, serta akar serabut yang berwarna keputih-putihan dan berbau khas. Perakaran tanaman tidak terlalu dalam, menyebar ke semua arah hingga kedalaman rata-rata 30-40 cm, namun dapat mencapai kedalaman hingga 60-70 cm. Akar tanaman tomat berfungsi untuk menopang berdirinya tanaman serta menyerap air dan unsur hara dari dalam tanah. Oleh karena itu tingkat kesuburan tanah di bagian atas sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi buah, serta benih tomat yang dihasilkan (Redaksi Agromedia, 2007).

Batang tanaman tomat bentuknya bulat dan membengkak pada buku-buku. Bagian yang masih muda berambut biasa dan ada yang berkelenjar. Mudah patah, dapat naik bersandar pada turus atau merambat pada tali, namun harus dibantu


(18)

dengan beberapa ikatan. Tanaman tomat dibiarkan melata dan cukup rimbun menutupi tanah. Bercabang banyak sehingga secara keseluruhan berbentuk perdu (Rismunandar, 2001).

Daun tomat berbentuk oval dengan panjang 20-30 cm. Tepi daun bergerigi dan membentuk celah-celah yang menyirip. Diantara daun-daun yang menyirip besar terdapat sirip kecil dan ada pula yan bersirip besar lagi (bipinnatus). Umumnya, daun tomat tumbuh di dekat ujung dahan atau cabang, memiliki warna hijau, dan berbulu (Redaksi Agromedia, 2007).

Bunga tanaman tomat berwarna kuning dan tersusun dalam dompolan dengan jumlah 5-10 bunga per dompolan atau tergantung dari varietasnya. Kuntum bunganya terdiri dari lima helai daun kelopak dan lima helai mahkota. Pada serbuk sari bunga terdapat kantong yang letaknya menjadi satu dan membentuk bumbung yang mengelilingi tangkai kepala putik. Bunga tomat dapat melakukan penyerbukan sendiri karena tipe bunganya berumah satu. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan terjadi penyerbukan silang

(Wiryanta, 2004).

Buah tomat adalah buah buni, selagi masih muda berwarna hijau dan berbulu serta relatif keras, setelah tua berwarna merah muda, merah, atau kuning, cerah dan mengkilat, serta relatif lunak. Bentuk buah tomat beragam: lonjong, oval, pipih, meruncing, dan bulat. Diameter buah tomat antara 2-15 cm, tergantung varietasnya. Jumlah ruang di dalam buah juga bervariasi, ada yang hanya dua seperti pada buah tomat cherry dan tomat roma atau lebih dari dua seperti tomat marmade yang beruang delapan. Pada buah masih terdapat tangkai


(19)

bunga yang berubah fungsi menjadi sebagai tangkai buah serta kelopak bunga yang beralih fungsi menjadi kelopak bunga (Wiryanta, 2004).

Biji tomat berbentuk pipih, berbulu, dan berwarna putih, putih kekuningan atau coklat muda. Panjangnya 3-5 mm dan lebar 2-4 mm. Biji saling melekat, diselimuti daging buah, dan tersusun berkelompok dengan dibatasi daging buah. Jumlah biji setiap buahnya bervariasi, tergantung pada varietas dan lingkungan, maksimum 200 biji per buah. Umumnya biji digunakan untuk bahan perbanyakan

tanaman. Biji mulai tumbuh setelah ditanam 5-10 hari (Redaksi Agromedia, 2007).

Syarat tumbuh Iklim

Tanaman tomat pada fase vegetatif memerlukan curah hujan yang cukup. Sebaliknya, pada fase generatif memerlukan curah hujan yang sedikit. Curah hujan yang tinggi pada fase pemasakan buah dapat menyebabkan daya tumbuh benih rendah. Curah hujan yang ideal selama pertumbuhan tanaman tomat berkisar antara 750-1.250 mm per tahun. Curah hujan tidak menjadi faktor penghambat dalam penangkaran benih tomat di musim kemarau jika kebutuhan air dapat dicukupi dari air irigasi, namun dalam musim yang basah tidak akan terjamin baik hasilnya. iklim yang basah akan membentuk tanaman yang rimbun, tetapi bunganya berkurang, dan didaerah pegunungan akan timbul penyakit daun yang dapat membuat fatal pertumbuhannya. Musim kemarau yang terik dengan angin yang kencang akan menghambat pertumbuhan bunga (mengering dan berguguran). Walaupun tomat tahan terhadap kekeringan, namun tidak berarti tomat dapat tumbuh subur dalam keadaan yang kering tanpa pengairan. Oleh


(20)

karena itu baik di dataran tinggi maupun dataran rendah dalam musim kemarau, tomat memerlukan penyiraman atau pengairan demi kelangsungan hidup dan produksinya (Rismunandar, 2001).

Suhu yang paling ideal untuk perkecambahan benih tomat adalah 25-300C. Sementara itu, suhu ideal untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah 24

-280C. Jika suhu terlalu rendah pertumbuhan tanaman akan terhambat. Demikian juga pertumbuhan dan perkembangan bunga dan buahnya yang kurang sempurna. Kelembaban relatif yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah 80%. Sewaktu musim hujan, kelembaban akan meningkat sehingga resiko terserang bakteri dan cendawan cenderung tinggi. Karena itu, jarak tanamnya perlu diperlebar dan areal pertanamannya perlu dibebaskan dari segala jenis gulma (Wiryanta, 2004).

Tanaman tomat membutuhkan penyinaran penuh sepanjang hari untuk produksi yanng menguntungkan, tetapi sinar matahari yang terik tidak disukai. Daerah yang beriklim sejuklah yang disukainya. Tanaman ini tidak tahan terhadap awan. Daerah yang dengan kondisi demikian tanaman mudah terserang cendawan busuk daun dan sebangsanya. Angin kering dan udara panas juga kurang baik bagi pertumbuhannya dan sering menyebabkan kerontokan bunga (Wiryanta, 2004).

Tanah

Tomat bisa ditanam pada semua jenis tanah, seperti andosol, regosol, latosol, ultisol, dan grumusol. Namun demikian, tanah yang paling ideal dari jenis lempung berpasir yang subur, gembur, memiliki kandungan bahan organik yang tinggi, serta mudah mengikat air (porous). Jenis tanah berkaitan dengan peredaran


(21)

pernapasan akar yang memang rentan tehadap kekurangan oksigen. Kadar oksigen yang mencukupi di sekitar akar bisa meningkatkan produksi buah. Oksigen di sekitar akar bisa juga meningkatkan penyerapan unsur hara fosfat, kalium, dan besi (Redaksi Agromedia, 2007).

Untuk pertumbuhannya yang baik, tanaman tomat membutuhkan tanah yang gembur, kadar keasaman (pH) antara 5-6, tanah sedikit mengandung pasir, dan banyak mengandung humus, serta pengairan yang teratur dan cukup mulai tanam sampai waktu tanaman mulai dapat dipanen (Redaksi Agromedia, 2007).

Meloidogyne spp

Adapun Klasifikasi nematoda Meloidogyne spp menurut (Luc et al, 1995) adalah sebagai berikut :

Filum : Nemathelminthes Kelas : Nematoda

Sub Kelas : Secernenteae Ordo : Thylenchina Famili : Heteroderidae Genus : Meloidogyne Spesies : Meloidogyne spp.

Nematoda termasuk filum hewan, didalamnya termasuk nematoda parasit tanaman dan hewan, serta spesies nematoda yang hidup bebas. Nematoda parasit tanaman merupakan parasit obligat, mengambil nutrisi hanya dari sitoplasma sel tanaman hidup. Memiliki ukuran yang sangat kecil, tetapi menyebabkan


(22)

kehancuran pada tanaman pangan dan hortikultura di seluruh dunia sehingga menyebabkan kerugian milyaran dollar (Williamson & Richard, 1996).

Beberapa nematoda parasit tanaman adalah ektoparasit, hidup di luar inangnya. Spesies jenis ini menyebabkan kerusakan berat pada akar dan dapat menjadi vektor virus yang penting. Spesies lain, ada yang hidup di dalam akar, bersifat endoparasit migratori dan sedentari. Parasit migratori bergerak melalui akar dan menyebabkan nekrosis, sedangkan yang endoparasit sedentari dari famili Heteroderidae menyebabkan kehancuran yang paling banyak di seluruh dunia (Williamson & Richard, 1996).

Kumpulan telur nematoda Meloidogyne dilindungi oleh cairan pekat. Larva stadium kedua akan ke luar dari telur, berbentuk cacing dengan ukuran panjang 0,3-0,5 mm. Larva tersebut bergerak aktif melalui selaput air di antara partikel-partikel tanah dan menyerang akar tanaman dengan cara melukai epidermis ujung akar dengan stilet (alat penusuk dan pengisap pada mulutnya) lalu masuk ke dalam jaringan sampai ke jaringan tengah. Larva tersebut mengisap cairan sel akar. Cairan pencernaan yang dikeluarkan oleh nematoda ini merangsang terjadinya pembelahan sel akar sehingga terjadi pembengkakan. Keadaan ini dibutuhkan untuk perkembangan larva. Nematoda betina berbentuk seperti buah per dengan ukuran panjang 0,5 - 1,2 mm. Nematoda jantan berbentuk cacing memanjang dengan ukuran 1,0 - 2,0 mm. Saat ini telah banyak nematisida untuk pengendalian nematoda Meloidogyne yang dapat digunakan. Pencegahan penyakit ini dengan sterilisasi media tanam, penggunaan benih yang sehat, serta sanitasi lingkungan pertanaman (Luc et al, 1995).


(23)

Terdapat empat spesies nematoda Meloidogyne spp yang mempunyai arti ekonomi penting khususnya dalam budi daya sayuran yaitu Meloidogyne incognita, Meloidogyne arenaria, Meloidogyne javanica, Meloidogyne hapla. Timbulnya puru pada sistem akar merupakan gejala awal yang berasosiasi dengan infeksi Meloidogyne. Pada puru yang terjadi oleh seekor nematoda betina terdapat pembengkakan pada silinder pusatnya, terjadi perubahan bentuk pada unsur jaringan pengangkutan dan bagian nematoda betina yang berbentuk bulat dikelilingi oleh parenkim dan mudah diamati dengan mikroskop perbesaran lemah pada akar yang diberi zat warna (Luc et al, 1995).

.

Gambar 1. Nematoda Meloidogyne spp (Sumber : Foto langsung)

Terdapat suhu optimum untuk stadium yang berbeda pada daur hidup M. javanica. Kisaran suhu optimum untuk populasi Australia antara 25–30 °C dan Kalifornia menunjukkan 32–34 °C. Suhu optimum untuk perkembangan


(24)

nematoda berkaitan dengan budidaya sayuran didaerah tropik, suatu faktor yang menjamin terjadinya infeksi nematoda puru akar secara serius (Luc et al, 1995).

Tekstur dan struktur tanah berkaitan langsung dengan kapasitas kandungan air dan aerasi serta pengaruhnya terhadap kehidupan nematoda, penetasan dan parahnya kerusakan. Tipe dan pH tanah berpengaruh terhadap distribusi nematoda, larva di tanah pasiran mampu bergerak horizontal dan vertikal sejauh 75 cm dalam 9 hari. Efek pH tanah pada puru akar bervariasi, spesies Meloidogyne dapat hidup bereproduksi pada pH berkisar 4.0-8,0 (Luc et al, 1995). Gejala serangan

Mekanisme penyerangan oleh Meloidogyne spp dimulai dengan masuknya nematoda kedalam akar tumbuhan melalui bagian-bagian epidermis yang terletak dekat tudung akar. Nematoda ini mengeluarkan enzim yang dapat menguraikan dinding sel tumbuhan terutama terdiri dari protein, polisakarida seperti pektin sellulase dan hemisellulase serta patin sukrosa dan glikosid menjadi bahan-bahan lain. Meloidogyne spp mengeluarkan enzim sellulase yang dapat menghidrolisis selulosa enzim endopektin metal transeliminase yang dapat menguraikan pektin. Dengan terurainya bahan-bahan penyusun dinding sel ini maka dinding sel akan rusak dan terjadilah luka. Selanjutnya nematode ini bergerak diantara sel-sel atau menembus sel-sel menuju jaringan sel yang terdapat cukupcairan makanan, kemudian menetap dan berkembang biak kemudian nematoda tersebut masih mengeluarkan enzim proteolitik dengan melepaskan IAA ( Asam indol asetat) yang merupakan heteroauksin tritopan yang diduga membantu terbentuknya puru ( Lamberti, 1979)


(25)

Pada akar tanaman yang terserang menjadi bisul bulat atau memanjang dengan besar bervariasi. Di dalam bisul ini terdapat nematoda betina, telur dan juvenil. Bisul akar yang membusuk akan membebaskan nematoda dan telurnya ke dalam tanah kemudian masuk kedalam akar tanaman lain. Ukuran dan bentuk puru tergantung pada spesies, jumlah nematoda didalam jaringan, inang dan umur tanaman. Pada akar-akar tanaman Cucurbutaceae, akar-akarnya bereaksi terhadap kehadiran Meloidogyne dengan membentuk puru besar dan lunak sedangkan pada kebanyakan tanamam sayuran lainnya purunya besar dan keras. Apabila tanaman terinfeksi berat oleh Meloidogyne sistem akar yang normal berkurang sampai pada batas jumlah akar yang berpuru berat dan menyebabkan sistem pengangkutan mengalami disorganisasi secara total. Sistem akar fungsinya benar benar terhambat dalam menyerap dan menyalurkan air maupun unsur hara. Tanaman mudah layu, khususnya dalam keadaan kering dan tanaman sering menjadi kerdil (Luc et al, 1995).

Di dalam akar yang terinfeksi oleh Meloidogyne spp. Diferensiasi secara normal pada xilem dan phloem terganggu. Sel-sel periskel mengganti beberapa pembuluh kayu dan tapis didalam puru akar dan fungsi akar berkurang, oleh karena akar yang terinfeksi mengalami pertumbuhan baru dan pengangkutan dari akar kebagian permukaan atas tanaman makin berkurang (Dropkin, 1992).

Gejala serangan lainnya yang terjadi di bawah tanah antara lain adalah bintil-bintil akar, luka pada akar, nekrosis pada permukaan akar, percabangan yang berlebihan, dan ujung akar yang tidak tumbuh. Setelah Meloidogyne makan pada ujung akar tersebut sering kali berhenti tumbuh, namun demikian akar belum tentu mati (Mustika, 1992).


(26)

Serangan pada tanaman tomat terutama terjadi pada tanah yang bertekstur kasar atau berpasir. Disamping memperlemah tanaman, nematoda ini dapat juga menurunkan produksi. Pada populasi yang tinggi dapat menyebabkan kehilangan hasil sebanyak 25-50% (Rahayu dan Mukidjo, 1977).

Tanaman tomat yang terserang oleh Meloidogyne spp. menimbulkan gall pada akarnya. Ukuran dan bentuk gall tergantung pada spesies nematoda, jumlah nematoda di dalam akar, dan umur tanaman. Serangan berat pada akar menyebabkan pengangkutan air dan unsur hara terhambat, tanaman mudah layu, khususnya dalam keadaan panas dan kering, pertumbuhan tanaman terhambat atau kerdil, dan daun mengalami klorosis akibat defisiensi unsur hara. Infeksi pada akar oleh nematoda pada tanaman stadia generatif menyebabkan produksi bunga dan buah tomat berkurang

(

Toto et al, 2003).

Pada gejala tanaman di atas permukaan tanah menyebabkan tanaman menjadi kerdil, daunnya pucat dan layu, Pada musim panas tanaman yang terserang nematoda akan mengalami kekurangan mineral. Akibat penyakit puru akar ini bunga dan buah akan berkurang atau mutunya menjadi rendah. Tingkat serangan nematoda yang tinggi menyebabkan kerusakan perakaran dan terganggunya penyerapan unsur hara, sehingga pertumbuhan tanaman terhambat dan berat tanaman menjadi kecil (Dadan, 1991).

Serangan nematoda menyebabkan kerusakan pada akar, karena nematoda mengisap sel-sel akar, sehingga pembuluh jaringan terganggu, akibatnya translokasi air dan hara terhambat. Serangan nematoda juga dapat mempengaruhi proses fotosintesa dan transpirasi sehingga pertumbuhan tanaman terhambat,


(27)

warna daun menguning seperti gejala kekurangan hara, dan mudah layu. Karena pertumbuhan terhambat, produktivitas tanaman menurun.

(Melakeberhan et al, 1987).

Serangan nematoda dapat mempengaruhi proses fotosintesa dan transpirasi serta status hara tanaman. Akibatnya pertumbuhan tanaman terhambat, warna daun kuning klorosis dan akhirnya tanaman mati. Selain itu serangan nematoda dapat menyebabkan tanaman lebih mudah terserang patogen atau OPT lainnya seperti jamur, bakteri dan virus. Akibat serangan nematoda dapat menghambat pertumbuhan tanaman, mengurangi produktivitas, dan kualitas produksi. (Melakeberhan et al, 1987).

Gambar 3. Akar tanaman terserang nematoda Meloidogyne spp (Sumber : Foto langsung)

Efek yang terjadi pada tanaman tertentu yang resisten terhadap meloidogyne yaitu nekrosis sel yang terdapat disekitar tempat serangan larva dapat merusak akar-akar tanaman inang dan nematoda mati tanpa menimbulkan kerusakan lain. Perlakuan dengan menggunakan nematisida dapat mengurangi populasi nematoda dan meningkatkan pertumbuhan tanaman, baik pada tanaman inang yang resisten maupun pada yang rentan (Dropkin, 1992).


(28)

Pestisida nabati

Nimba (Azarachta indica A.Juss)

Daun dan biji nimba mengandung berbagai senyawa kimia, misalnya fenol, quinon, alkaloid dan substansi nitrogen lain, asam-asam, dan terpena. Senyawa yang diyakini sebagai bahan bioaktif pestisida nabati adalah nimbin (nimbinen), thionemon, meliantriol, azadirachtin, dan salannin, yang merupakan senyawa kimia dari kelompok terpena. Bungkil atau limbah tanaman nimba diketahui mengandung nitrogen, fosfor, dan kalium. Hasil pengujian menunjukkan bahwa produk nimba efektif untuk mengendalikan nematoda bengkak akar, baik di laboratorium maupun di lapangan. Senyawa azadirachtin dapat menghambat pertumbuhan serangga hama, mengurangi nafsu makan, mengurangi produksi telur dan penetasan, meningkatkan mortalitas, mengaktifkan infertilitas (Kemala dan Mauludi,1993).

Azadirachtin sendiri terdiri sekitar 17 komponen dan komponen yang mana yang paling bertanggung jawab sebagai pestisida atau obat, belum jelas diketahui. Azadirachtin berperan sebagai ecdyson blocker atau zat yang dapat menghambat kerja hormon ecdyson, yaitu suatu hormon yang berfungsi dalam metamorfosis (Ermel, 1995).

Bagian nimba yang mengandung senyawa aktif bersifat sebagai pestisida, terutama pada biji dan daun. Kandungan biji lebih banyak dibandingkan daun, ada 20 senyawa aktif yang terkandung didalamnya, seperti azadirachtim, meliantriol, salamin, nimbin, dan nimbidin (Anonimous, 2008 ).


(29)

Gambar 4. Tanaman nimba Sumber. Foto langsung

Penambahan nimba sebagai bahan organik memberikan suatu pengaruh kuat pada kepadatan populasi nematoda. Akibat ketersediaan azadirach sebuah bahan aktif yang mungkin menghambat penetasan telur atau meningkatkan mortalitas larva atau memperlambat keproduktifan betina. Penurunan yang signifikan pada populasi nematoda berkaitan dengan dekomposisi bahan organik oleh bakteri yang mampu menghasilkan senyawa yang beracun bagi nematoda parasit tanaman. Daun nimba adalah kaya akan tanin yang dapat meracuni nematoda dimana secara biologis bahan aktif yang terdapat dalam ekstrak daun nimba ini memiliki potensi nematisida, yang mudah aktif oleh panas atau degradasi bakteri dalam tanah (Atungwu et al, 2009).

Kitin

Sebagian besar limbah udang berasal dari kulit, kepala, dan ekornya. Fungsi kulit udang tersebut pada hewan golongan invertebrata yaitu sebagai pelindung. Kulit udang mengandung protein (25 % - 40 %), kalsium karbonat (45 % - 50 %), dan kitin (15 % - 20 %), tetapi besarnya kandungan komponen tersebut tergantung pada jenis udangnya. sedangkan kulit kepiting mengandung protein (15,60 % - 23,90 %), kalsium karbonat (53,70 % - 78,40 %), dan khitin


(30)

(18,70 % - 32,20 %), hal ini juga tergantung pada jenis kepiting dan tempat hidupnya (Marganof, 2004).

Kitosan merupakan produk turunan dari polimer kitin, yakni produk limbah dari pengolahan industri perikanan, khususnya udang dan rajungan. Kitin kemudian diproses menjadi kitosan. Limbah kepala udang mencapai 35 % - 50 % dari total berat udang kitosan (Marganof, 2004).

Kitin (poli-N-acetilglucosamin) merupakan nematisida yang efektif terhadap Meloidogyne spp dan Heterodera sp. Kitin bersifat nematisida erat kaitannya dengan aktivitas amonia dan mikroorganisme penghasil enzim kitinase. Hasil proses dekomposisi kitin di dalam tanah menghasilkan zat amonia (NH3). Amonia dan mikroorganisme penghasil enzim kitinase dapat membunuh larva dan

menghambat proses penetasan telur Meloidogyne spp (Grainge dan Ahmed, 1988).

Kitin digunakan untuk mengendalikan nematoda pada tanaman sayuran. Hasil penelitian telah menunjukkan efek nematisida kitin, dimana nematoda keracunan (chitinolytic) yaitu senyawa yang mengubah populasi mikroflora yang menyebabkan perubahan populasi nematoda. Tanaman tomat yang diaplikasikan kitin mengalami perubahan ekologis tanah. Pertumbuhan akar terhambat apabila nematoda tanaman tidak dikendalikan yang mengurangi produksi daun. Sementara protein dan isazofos yang terkandung dalam kitin efektif dalam mengurangi kerusakan akar. Kitin adalah agen pengendali biologis yang efektif

dalam mengurangi jumlah telur dan populasi juvenil nematoda. (Debora et al, 2008)


(31)

Serai (Andropogan nardus L.)

Gambar 5. Tanaman serai (Sumber.Foto langsung)

Serai merupakan tumbuhan menahun dan merupakan jenis rumput-rumputan dengan tinggi antara 50 cm -100 cm. Daun tunggal berjumbai, panjangnya 1 m x lebar 1,5 cm, tepi kasar dan tajam, tulang daun sejajar, permukaan atas dan bawah berambut serta berwarna hijau muda. Serai menghasilkan minyak atsiri yang efektif dalam menekan pertumbuhan nematoda serta aman bagi manusia dan hewan. Serai dapur bersifat nematisida terhadap M. incognita. Komponen utamanya adalah sitral (3,7-dimetil-2,6-oktadienal), sedangkan serai wangi mengandung sitronellal, sitronellol dan geraniol (Bahtiar,1991).

Jarak (Ricinus communis L)

Komposisi bahan kimia tanaman jarak yang bersifat toksik telah dievaluasi oleh beberapa peneliti. Selain minyak jarak pagar terdapat pula bahan kimia yang bersifat unsaponifiable, hydrocarbon/stereo ester, asam lemak bebas dan polar lipid. Bahan yang diketahui bersifat toksik terhadap serangga adalah yang bersifat unsaponifiable yang di dalamnya terdapat sterol dan tripenen alcohol. Asam lemak yang memiliki berat molekul yang tinggi, seperti triaglycerols dan pentacyclic triterpene acids ditengarai berfungsi sebagai antioviposisi dan ovicidal


(32)

pada serangga (Soetopo dan Bambang, 2008).

Gambar 6. Buah Jarak (Sumber. Foto langsung)

Selain itu terdapat pula kandungan curcin yang bersifat phytotoxin (toxalbumin) yang terdapat pada biji dan buah, seperti halnya pada jarak kepyar (Ricinus communis L.). Diduga bijinya mengandung hydrocyanic acid. Penelitian menunjukkan bahwa dari setiap satu ton biji terdapat 34% minyak, 48% pupuk organic dan 18% pestisida nabati. Komposisi kandungan bahan toksik/aktif pestisida nabati diduga bervariasi bergantung pada species, varietas, klon, strainsertalokasi (Deciyanto dan Bambang, 2008).

Daun, batang, dan biji mengandung ricin yang merupakan bahan aktif tanaman ini. Biji jarak mengandung 40 – 60 % minyak, sedangkan minyaknya mengandung 80 – 90 % asam ricinin. Meskipun sudah diambil minyak, ampas biji jarak tidak bisa dipakai langsung untuk pakan ternak karena masih mengandung racun. Sebaliknya, ampas biji jarak akan lebih lebih bermanfaat jika digunakan untu membasmi nematoda tanah karena masih mengandung sifat-sifat pestisida. Ampas biji jarak juga mengandung unsur nitrogen, fosfat, dan kalium yang cukup baik digunakan sebagai pupuk organik


(33)

Mahoni (Swietenia spp)

Selain kayunya buah mahoni juga mengandung senyawa yang mirip dengan BHC (Butane Hexane Chlor) sebesar 0,005 ppm. Senyawa BHC atau nama barunya HCH (Hexa Chlorosiclo Hexana) merupakan insektisida organoklorida yang bersifat racun perut dan racun pernapasan. Pembuatan insektisida dari buah mahoni dengan jalan merendam 150 gram biji mahoni dalam 1 liter air selama 24 jam (Anonimus, 2008).

Gambar 7. Buah mahoni (Sumber.Foto langsung)

Kelopak bunga pohon yang nama daerahnya mahagoni, maoni atau moni ini lepas satu sama lain, bentuknya seperti sendok, dan warnanya hijau. Mahkota silindris, kuning kecoklatan. Benang sari melekat pada mahkota. Kepala sari putih atau kuning kecoklatan. Mahoni baru berbunga setelah berumur 7 tahun. Bentuk buahnya bulat telur, berlekuk lima, warnanya coklat. Biji pipih, warnanya coklat atau hitam. Mahoni mengandung saponin dan flavonoida (Anonimus, 2008).


(34)

Pengendalian

Usaha pengendalian penyakit puru akar masih mengandalkan nematisida dengan cara menaburkannya pada tanah di sekitar perakaran tanaman dan memerlukan biaya yang cukup besar. Untuk mengurangi penggunaan nematisida perlu adanya varietas tahan. Penggunaan varietas tahan mempunyai banyak keuntungan yaitu murah, mengurangi penggunaan pestisida dan pencemaran lingkungan, serta menurunkan sumber inokulum dan laju infeksi. Langkah awal yang penting dilakukan untuk mendapatkan varietas tahan adalah menyediakan sumber genetik dan informasi tentang ketahanannya terhadap Meloidogyne spp. melalui eksplorasi, konservasi, karakterisasi, dan evaluasi plasma nutfah (Sutopo dan Saleh, 1992).

Nematisida jenis karbamat seperti osamil, aldikarb, karbofuran dan lain lain, menghambat aktivitas kolinesterase yang mengakibatkan kegagalan dalam mengatur asetilkolin, yaitu sebagai penyalur syaraf. Hal itu menyebabkan paralisis dan hilangnya persepsi syaraf, tetapi tidak segera menyebabkan kematian, nematoda akan sembuh kembali setelah pestisida dihilangkan. Hal tersebut menghambat makan beberapa jenis, yang mempengaruhi penularan virus, juga menhalang-halangi pertumbuhan nematoda secara normal yang telah berada didalam tanaman (Dropkin, 1992).

Telah tersedia beberapa cara pengendalian nematoda yang efektif, walaupun faktor-faktor tertentu, seperti nilai dan jenis tumbuhan, membatasi aplikasinya pada beberapa kasus. Telah digunakan empat jenis metode pengendalian nematoda yaitu : kultur teknis, pengendalian hayati melalui varietas


(35)

bahan kimia. Di dalam praktik, biasanya digunakan kombinasi beberapa metode tersebut untuk mengendalikan penyakit tumbuhan yang disebakan nematoda (Agrios, 2005).

Banyak ahli pemuliaan di seluruh dunia mencoba mencari gen-gen yang resisten untuk dipadukan dalam satu tanaman di negara masing-masing. Sebagai tambahan, pengkajian yang seksama tentang kisaran inang sedang dilakukan untuk menemukan pergiliran tanaman yang baik. Serasah plastik digunakan untuk memanaskan tanaman guna mengendaliakan nematoda di negara-negara yang mendapat cahaya matahari banyak, teknik tersebut dinamakan solarisasi (Dropkin, 1992).

Bahan organik merupakan bahan penting dalam menciptakan kesuburan tanah baik fisik, kimia, maupun biologi tanah, disamping sebagai sumber energin bagi sebagian besar organisme tanah Sebagai sumber bahan organik, bagian-bagian tanaman dapat langsung diaplikasikan ke dalam tanah dalam bentuk segar atau masih hijau (Toto et al, 2003)

Bahan organik yang bersifat nematisida yang diberikan ke dalam tanah berpengaruh terhadap penekanan perkembangan nematoda. Hasil dekomposisi dari bahan organik yaitu terbentuknya asam lemak seperti asam asetat, asam butirat, dan asam propionat. Asam-asam ini pada konsentrasi tinggi berbaya bagi perkembangan nematoda (Singh dan Sitaramaiah, 1994).

Pemberian bahan organik ke dalam tanah dapat menekan perkembangan nematoda, hal ini diduga akibat dekomposisi bahan organik secara langsung bersifat racun bagi nematoda. Bahan organik juga mempengaruhi lingkungan


(36)

tanah yang menguntungkan bagi populasi mikroorganisme kompetitor, mikroflora parasit telur nematoda (Baliadi, 1997).


(37)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Balai Penelitian Tebu dan Tembakau Deli (BPTTD) Sampali, dengan ketinggian tempat ±25 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai dengan Februari 2010.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah benih tomat varietas Champion, Super King, Panah Merah, Permata dan Matahari, ekstrak : kitin, nimba, serai, biji mahoni dan jarak, nematisida (Karbofuran), nematoda Meloidogyne spp, pupuk NPK mutiara, kertas tissue, polibeg dan air.

Alat yang digunakan adalah corong baerman, blender, cangkul, papan label, pacak, tali plastik, kain muslin, drum, meteran, kamera dan alat tulis.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan dua faktor sebagai berikut :

Faktor I :

1. P0 = 100 ml air / polibeg 2. P1 = 100 ml kitin / polibeg


(38)

4. P3 = 100 ml ekstrak serai / polibeg 5. P4 = 100 ml ekstrak Jarak / polibeg 6. P5 = 100 ml ekstrak mahoni / polibeg

7. P6 = 2 – 4 gr Nematisida berbahan aktif Karbofuran / polibeg Faktor II :

1. V1 = Varietas Champion 2. V2 = Varietas Superking 3. V3 = Varietas Permata 4. V4 = Varietas Panah Merah 5. V5 = Varietas Matahari Kombinasi Perlakuan adalah :

P0V1 P0V2 P0V3 P0V4 P0V5

P1V1 P1V2 P1V3 P1V4 P1V5

P2V1 P2V2 P2V3 P2V4 P2V5

P3V1 P3V2 P3V3 P3V4 P3V5

P4V1 P4V2 P4V3 P4V4 P4V5

P5V1 P5V2 P5V3 P5V4 P5V5

P6V1 P6V2 P6V3 P6V4 P6V5


(39)

Jumlah Ulangan ( r )

( t – 1 ) ( r - 1) ≥15 ( 35 - 1 ) ( r - 1 ) ≥ 15 ( 34 ) ( r – 1 ) ≥ 15 34 r - 34 ≥ 15

34 r ≥ 15 + 34

34 r ≥ 49

r ≥ 1,44

Jadi jumlah Ulangan ( r ) adalah 2

Model linier yang digunakan dalam Rancangan Acak kelompok ini adalah sebagai berikut :

Yij = µ + T i + ∑ ij

Keterangan :

Yij : Response (nilai pengamatan) dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ : Nilai tengah umum

T i : Pengaruh perlakuan ke-i

∑ ij : Pengaruh galat percobaan dan perlakuan ke-i dan ke-j

(Gomez dan Gomez, 1995). Pelaksanaan penelitian a). Persemaian

Biji tomat disortir kemudian disemaikan pada media tanah + pasir + humus steril ( 1 : 1 : 1 ) selama ± 14 hari.


(40)

b.) Perbanyakan Meloidogyne spp

Sumber inokulum diisolasi dari rizosfir tanaman tomat atau perakaran yang diduga terinfeksi oleh nematoda Meloidogyne spp. Setelah itu tanah atau bagian akar tanaman yang diekstraksi dengan metode modifikasi corong Baerman (Southey, 1985). Untuk perbanyakan nematoda dapat dilakukan dengan menginokulasikan juvenil infektif Meloidogyne spp ke tanaman tomat yang telah ditanam pada pot plastik dengan media tanah dan pasir steril ( 2 : 1), lalu dibiarkan selama ± 1 bulan agar nematoda dapat berkembang biak dengan baik. c). Persiapan kitin

Pembuatan kitin berdasarkan metode yang digunakan oleh Prasetyo dan Yusuf (2005) yaitu :

1.1 Demineralisasi

Kulit udang dicuci dengan air mengalir sampai bersih, kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari. Selanjutnya kulit udang dicuci menggunakan air panas sebanyak 2 kali sambil diaduk, kemudian direbus selama 10 menit. Setelah direbus, kulit udang ditiriskan dan dikeringkan. Kulit udang yang sudah kering digiling sampai menjadi serbuk berukuran 40-60 mesh. Setelah itu, serbuk kulit udang dicampur dengan asam klorida (HCL) 1 N dengan perbandingan 10 : 1 (1000 g : 100 ml). Larutan tersebut diaduk secara merata selama 1 jam, lalu dipanaskan pada suhu 900 C selama 1 jam. Residu berupa padatan tersebut dicuci dengan air sampai pH netral. Selanjutnya, residu padatan ini dikeringkan dalam oven pada suhu 80o C selama 24 jam atau dijemur sampai kering.


(41)

1.2 Deproteinasi

Kulit udang yang telah dimineralisasi dicampur dengan larutan NaOH 3,5 % dengan perbandingan pelarut dan kulit udang sebesar 6 : 1 (600 g : 100 ml). Larutan tadi diaduk secara merata selama 1 jam, lalu dipanaskan pada suhu 900 C selama 1 jam. Setelah itu, larutan disaring dan didinginkan. Selanjutnya padatan ini dicuci dengan air sampai pH netral dan dikeringkan pada suhu 80 0 C selama 24 jam atau dijemur sampai kering.

d). Pembuatan ekstrak 2. Nimba

Sebanyak 100 gr daun nimba dicuci kemudian di blender. Bahan tersebut dicampurkan dengan 1 Liter air, dan didiamkan selama 24 jam. Larutan disaring sebelum diaplikasikan ketanaman .

3. Serai

Sebanyak 100 gr daun serai dicuci kemudian di blender. Bahan tersebut dicampurkan dengan 1 Liter air, dan didiamkan selama 24 jam. Larutan disaring sebelum diaplikasikan ketanaman.

4. Jarak

Sebanyak 100 gr buah jarak dicuci kemudian di blender. Bahan tersebut dicampurkan dengan 1 Liter air, dan didiamkan selama 24 jam. Larutan disaring sebelum diaplikasikan ketanaman.

5. Biji Mahoni

Sebanyak 100 gr biji mahoni dicuci kemudian di blender. Bahan tersebut dicampurkan dengan 1 Liter air, dan didiamkan selama 24 jam. Larutan disaring sebelum diaplikasikan ketanaman.


(42)

d). Aplikasi perlakuan

Empat belas hari setelah disemaikan, benih tomat dipindahkan pada pot yang berisi media tanah + pasir + humus ( 1 + 1 + 1 ) steril sebanyak 400 gr/pot. Aplikasi perlakuan dilakukan dengan cara dicampur/diaduk dengan media tanah + pasir + humus steril sampai merata. Kemudian diinfeksikan dengan Meloidogyne spp masing-masing 500 ekor nematoda / pot.

e). Pemeliharaan tanaman

Pemeliharaan tanaman meliputi pemupukan, pengendalian hama, penyiraman dan penyiangan. Penyiraman dilakukan setiap hari sedangkan penyiangan dilakukan apabila kelihatan ada gulma.

f). Pemupukan

Selama penelitian pemupukan dilakukan 1 kali yaitu 1 minggu setelah tanam, dengan menggunakan pupuk NPK (16 : 16 : 16) sebanyak 2 - 4 gram/polybag.

Peubah yang diamati adalah sebagai berikut : 1. Tingkat keparahan penyakit

Tingkat keparahan penyakit dihitung pada akhir percobaan (60 hst) dengan mengamati puru akar yang terdapat pada akar tanaman tomat setelah tanaman dicabut dengan rumus sebagai berikut :

%

100

)

(

5 0

x

N

x

Z

v

x

n

I

n i i

=


(43)

Keterangan :

I = Tingkat keparahan penyakit (%) ni = Jumlah puru pada setiap kategori

vi = Nilai numerik masing-masing kategori serangan

Z = Nilai numerik kategori serangan tertinggi N = Jumlah berkas pembuluh yang diamati

Adapun nilai skala puru akar pada setiap kategori serangan yang digunakan adalah menurut metode Canto-saenz (1985), yaitu dengan menghitung jumlah puru per satu gram akar, selanjutnya di skoring sebagai berikut :

1. Skala 0 : tidak ada puru 2. Skala 1 : terdapat 1-15 puru 3. Skala 2 : terdapat 16-35 puru 4. Skala 3 : terdapat 36-50 puru 5. Skala 4 : terdapat 51-100 puru 6. Skala 5 : lebih dari 100 puru 2. Laju pertambahan tinggi tanaman

Pengukuran laju pertambahan tinggi tanaman dilakukan pada 15, 30, 45, 60 hari setelah tanam, yaitu mengurangi tinggi tanaman pada waktu pengamatan dengan tinggi tanaman selanjutnya.

3. Berat basah akar (Gram)

Berat basah akar dihitung pada saat pencabutan tanaman dan sebelumnya akar dicuci terlebih dahulu dengan air bersih lalu dihitung beratnya dengan timbangan. Berat basah akar dihitung pada 60 hst.


(44)

4. Populasi akhir nematoda

Populasi akhir nematoda dihitung pada akhir penelitian (60 hst) dengan menghitung populasi pada bagian akhir tanaman dan tanah pada kedalaman ± 15 cm. Total populasi dihitung dengan menjumlahkan populasi pada tanah dan akar tanaman.

5. Faktor reproduksi nematoda (Rf)

Faktor reproduksi dihitung dengan membandingkan total populasi akhir nematoda (Pf) dengan populasi awal nematoda (Pi).


(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Tingkat keparahan penyakit (%)

Hasil analisis tingkat keparahan penyakit pada setiap perlakuan dapat dilihat pada tabel 1. Tingkat keparahan penyakit dihitung berdasarkan jumlah puru yang terdapat pada akar tanaman. Tingkat keparahan penyakit pada tanaman tomat yang tidak di aplikasikan dengan nematisida biologi (kontrol) berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan pada tanaman yang tidak mendapat perlakuan (kontrol), Meloidogyne tidak mempunyai penghalang untuk menginfeksi akar tanaman dan memperbanyak diri di dalam jaringan tanaman.

Dari tabel 1. menujukkan pengaplikasian nematisida mempunyai kemampuan untuk menurunkan serangan nematoda puru akar, ini terlihat dari menurunnya rata-rata jumlah puru akar dibandingkan dengan kontrol. Hasil pengamatan kombinasi perlakuan nematisida dengan varietas tanaman tomat menunjukkan jumlah puru yang terbentuk semakin berkurang. Penurunan tersebut diduga akibat adanya kandungan bahan aktif pada kitin, nimba, serai, jarak, biji mahoni, dan nematisida berbahan aktif karbofuran yang bersifat racun terhadap nematoda. Pada nematisida biologi (kitin, nimba, serai, jarak dan biji mahoni) diduga berkaitan dengan hasil dekomposisi yang menghasilkan senyawa-senyawa yang bersifat racun terhadap nematoda Meloidogyne spp. Menurut Singh dan Sitaramaiah (1994) hasil dekomposisi bahan organik berperan penting terhadap perubahan fisik, kimia dan perubahan biotik di dalam tanah yang bersifat toksik bagi nematoda penyebab penyakit tanaman.


(46)

Tabel 1. Respon pemberian nematisida biologi terhadap tingkat keparahan penyakit (%)

Perlakuan Keparahan Penyakit (%)

P0V1 67.92 a

P1V1 23.88 e

P2V1 24.63 e

P3V1 64.08 b

P4V1 50.64 c

P5V1 28.90 d

P6V1 15.89 f

P0V2 64.17 b

P1V2 16.48 f

P2V2 24.98 e

P3V2 59.54 b

P4V2 49.31 c

P5V2 30.56 d

P6V2 14.17 f

P0V3 78.80 a

P1V3 27.74 e

P2V3 24.95 e

P3V3 66.66 b

P4V3 54.87 c

P5V3 32.55 d

P6V3 18.56 e

P0V4 54.07 c

P1V4 16.76 f

P2V4 23.20 e

P3V4 51.49 c

P4V4 52.78 c

P5V4 26.82 e

P6V4 10.61 f

P0V5 44.31 c

P1V5 16.14 f

P2V5 20.18 e

P3V5 38.48 d

P4V5 31.25 d

P5V5 28.43 d

P6V5 9.64 f


(47)

Dari tabel 1. didapat bahwa tingkat keparahan penyakait yang tertinggi terdapat pada perlakuan P0V3 sebesar 78,80% sedangkan yang terendah terdapat pada P6V5 dengan tingkat keparahan 9,64%. Pada perlakuan didapati bahwa kitin (P1) yang terdapat pada P1V5, P1V4 dan P1V5 tidak berbeda nyata dengan nematisida berbahan aktif karbofuran (P6) yang terdapat pada P6V1, P6V2, P6V4, dan P6V5. Hal ini dikarenakan bahan aktif yang terdapat pada nematisida tersebut sama-sama efektif mengendalikan nematoda Meloidogyne sehingga mempengaruhi jumlah puru pada akar tanaman tomat, hal ini sesuai dengan literatur Dropkin (1992), yang menyatakan bahwa nematisida jenis karbamat seperti osamil, aldikarb, karbofuran dan lain-lain, menghambat aktivitas kolinesterase yang mengakibatkan kegagalan dalam mengatur asetilkolin, yaitu sebagai penyalur syaraf, hal itu menyebabkan paralisis dan hilangnya persepsi syaraf. Kemala dan Mauludi (1993) menyatakan bahwa senyawa azadirachtin yang terdapat pada nimba dapat menghambat pertumbuhan serangga, mengurangi nafsu makan, mengurangi produksi telur dan penetasan, meningkatkan mortalitas, mengaktifkan infertilitas (berfungsi sebagai antifertil), dan menolak hama di sekitar pohon nimba. Hal yang sama di kemukakan oleh Atungwu et al, (2009) akibat ketersediaan azadirach sebagai bahan aktif memungkinkan terjadinya penghambatan penetasan telur atau meningkatkan mortalitas larva dan memperlambat keproduktifan betina.

Penurunan yang signifikan pada populasi nematoda berkaitan dengan dekomposisi bahan organik oleh bakteri yang mampu menghasilkan senyawa yang beracun bagi nematoda parasit tanaman. Daun nimba kaya akan tanin yang dapat meracuni nematoda dimana secara biologis bahan aktif yang terdapat dalam


(48)

ekstrak daun nimba ini memiliki potensi nematisida, yang mudah aktif oleh panas atau degradasi bakteri dalam tanah. Ermel (1995) menyatakan Azadirachtin berperan sebagai ecdyson blocker atau zat yang dapat menghambat kerja hormon ecdyson, yaitu suatu hormon yang berfungsi dalam metamorfosis. Selanjutnya Kemala dan Mauludi (1993) menyatakan senyawa yang diyakini sebagai bahan bioaktif nematisida adalah nimbin (nimbinen), thionemon, meliantriol, azadirachtin, dan salannin, yang merupakan senyawa kimia dari kelompok terpena. Bungkil atau limbah tanaman nimba diketahui mengandung nitrogen, fosfor, dan kalium.


(49)

2. Berat Basah Akar (gram)

Hasil analisis pengaruh semua perlakuan terhadap berat basah akar dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Respon pemberian nematisida biologi terhadap berat basah akar (gram).

Perlakuan Berat basah akar (gram)

P0V1 11,49 d

P1V1 17,57 c

P2V1 20,82 b

P3V1 17,38 c

P4V1 17,71 c

P5V1 17,33 c

P6V1 16,06 c

P0V2 12,72 d

P1V2 20,01 b

P2V2 23,05 b

P3V2 18,09 c

P4V2 21,18 b

P5V2 18,78 b

P6V2 15,25 c

P0V3 11,53 d

P1V3 21,12 b

P2V3 27,84 a

P3V3 21,11 b

P4V3 27,50 a

P5V3 21,08 b

P6V3 19,41 b

P0V4 13,64 d

P1V4 20,97 b

P2V4 20,76 b

P3V4 19,82 b

P4V4 15,67c

P5V4 18,92 b

P6V4 17,38 c

P0V5 11,77 d

P1V5 18,68 b

P2V5 21,50 b

P3V5 15,94 c

P4V5 16,17 c

P5V5 22,84 b

P6V5 15,76 c

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 5 % pada Uji Jarak Duncan


(50)

Dari Tabel 2. menunjukkan berat basah akar pada tanaman tomat yang tidak di aplikasikan dengan nematisida biologi (kontrol) berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan pada tanaman yang mendapat perlakuan nematisida, tanaman tomat tersebut dapat mentolerir serangan nematoda. Sedangkan kontrol (P0) pada setiap varietas mengalami serangan nematoda dikarenakan nematoda Meloidogyne tidak mempunyai penghalang untuk menginfeksi akar, sehingga puru yang terbentuk lebih banyak. Akibatnya banyaknya puru, menyebabkan kerusakan akar pada tanaman kontrol lebih besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Serangan Meloidogyne spp pada akar tanaman tomat berpengaruh terhadap berat akar, karena serangan nematoda ini menyebabkan kerusakan akar seperti terbentuknya puru, hal ini sesuai dengan literatur Lamberti (1979) yang menyatakan bahwa mekanisme penyerangan oleh Meloidogyne spp dimulai dengan masuknya nematoda kedalam akar tumbuhan melalui bagian-bagian epidermis yang terletak dekat tudung akar. Nematoda ini mengeluarkan enzim yang dapat menguraikan dinding sel tumbuhan terutama terdiri dari protein, polisakarida seperti pektin sellulase dan hemisellulase serta patin sukrosa dan glikosid menjadi bahan-bahan lain. Meloidogyne spp mengeluarkan enzim sellulase yang dapat menghidrolisis selulosa enzim endopektin metal transeliminase yang dapat menguraikan pektin. Dengan terurainya bahan-bahan penyusun dinding sel ini maka dinding sel akan rusak dan terjadilah luka. Selanjutnya nematoda ini bergerak diantara sel-sel atau menembus sel-sel menuju jaringan sel yang terdapat cukupcairan makanan, kemudian menetap dan


(51)

proteolitik dengan melepaskan IAA ( Asam indol asetat) yang merupakan heteroauksin tritopan yang diduga membantu terbentuknya puru

Pada tanaman yang mendapat perlakuan nematisida, berat basah akarnya cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman control. Hal ini disebabkan pada tanaman yang mendapat perlakuan nematisida biologi mempunyai faktor penghalang bagi Meloidogyne spp. Hal ini sesuai dengan literatur Luc et al (1995), yang menyatakan bahwa apabila tanaman terinfeksi berat oleh Meloidogyne, maka pengangkutan unsur hara dan air dari akar ke bagian atas tanaman menjadi terganggu, sehingga pertumbuhan menjadi terhambat atau kerdil dan pertumbuhan akar baru pun hampir tak terjadi.

Menurut Mustika (1992), setelah nematoda makan pada bagian ujung akar tanaman, ujung-ujung akar tanaman tersebut sering kali berhenti tumbuh, warnanya berubah menjadi coklat. Meskipun demikian akar yang diserang belum tentu mati, bahkan biasanya bercabang, hingga akhirnya pertumbuhan cabang-cabang tanaman ini terhenti.

Supardan (1991) tingkat serangan nematoda yang tinggi menyebabkan kerusakan perakaran dan terganggunya penyerapan unsur hara, sehingga pertumbuhan tanaman terhambat dan berat tanaman menjadi kecil.


(52)

3. Laju Pertambahan Tinggi Tanaman (Cm)

Tabel.3 Respon pemberian nematisida biologi terhadap laju pertambahan tinggi tanaman tomat (Cm)

Perlakuan Laju pertambahan tinggi tanaman (∆)

15 30 45 60

P0V1 8.20 b 21.13 c 22.53 b 19.33 b P1V1 7.33 b 20.20 c 21.60 b 26.13 b P2V1 7.70 b 20.70 c 23.00 b 20.77 b P3V1 9.93 a 20.50 c 22.10 b 18.43 b P4V1 7.90 b 21.30 c 23.13 b 21.50 b P5V1 9.23 a 30.53 a 34.17 a 33.57 a P6V1 7.03 b 31.43 a 33.10 a 31.53 b P0V2 7.63 b 31.47 a 31.63 a 29.20 b P1V2 10.67 a 28.30 b 36.77 a 36.90 a P2V2 8.00 b 32.77 a 30.10 a 32.87 a P3V2 8.70 b 30.00 a 32.20 a 47.87 a P4V2 6.93 c 31.47 a 31.30 a 29.37 b P5V2 7.03 b 32.17 a 30.33 a 34.27 a P6V2 9.57 a 30.20 a 30.43 a 35.23 a P0V3 8.23 b 31.80 a 29.73 a 40.47 a P1V3 10.3 a 30.33 a 33.13 a 31.77 b P2V3 7.90 b 31.63 a 32.57 a 26.47 b P3V3 7.10 b 32.30 a 23.07 b 27.10 b P4V3 10.6 a 28.50 b 36.13 a 29.80 b P5V3 8.00 b 31.87 a 22.03 b 37.20 a P6V3 10.23 a 30.47 a 35.80 a 25.23 b P0V4 7.67 b 32.67 a 24.53 b 25.54 b P1V4 7.67 b 32.53 a 34.07 a 37.17 a P2V4 10.13 a 31.03 a 34.13 a 25.83 b P3V4 7.90 b 33.10 a 27.20 a 34.73 a P4V4 10.63 a 28.83 b 35.53 a 37.50 a P5V4 7.70 b 31.633 a 32.27 a 35.83 a P6V4 8.00 b 31.47 a 14.60 b 11.57 c P0V5 9.77 a 30.27 a 31.27 a 29.47 b P1V5 8.67 b 32.60 a 31.27 a 39.73 a P2V5 9.43 a 30.53 a 23.10 b 20.39 b P3V5 7.50 b 31.50 a 31.43 a 30.10 b P4V5 7.00 b 31.40 a 32.87 a 40.49 a P5V5 9.17 a 32.80 a 33.87 a 27.59 b P6V5 8.30 b 27.30 b 34.50 a 41.83 a Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 5% pada Uji Jarak Duncan


(53)

Hasil analisis perlakuan nematisida dan tanaman tomat terhadap laju pertambahan tinggi tanaman pada 15 hst, 30 hst, 45 hst dan 60 hst menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan nematisida dan varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman.

Dilihat dari rataan tinggi tanaman pada 15 hst tinggi tanaman yang terendah terdapat pada perlakuan P4V2 setinggi 6.93 cm sedangkan tinggi tanaman yang tertinggi adalah P1V2 yaitu 10.67 cm. Sedangkan pada pengamatan 30 hst tinggi tanaman yang terendah adalah pada perlakuan P1V1 yaitu 20.20 cm sedangkan tanaman tertinggi adalah pada perlakuan P2V2 yaitu 32.77 cm. Pada pengamatan 45 hst tinggi tanaman terendah adalah P6V4 yaitu 14.60 cm sedangkan tanaman tertinggi adalah P1V2 yaitu 36.77 cm. Pada pengamatan 60 hst tinggi tanaman terendah terdapat pada perlakuan P6V4 yaitu 11.57 cm sedangkan yang tertinggi adalah 47.87 cm.

Dari tabel.3 tampak bahwa laju pertambahan tinggi tanaman tomat yang tidak mendapat perlakuan (kontrol) berbeda nyata dengan tinggi tanaman yang mendapat perlakuan nematisida dan varietas. Hal ini dikarenakan pada tanaman kontrol nematoda dapat dengan bebas menyerang akar tanaman tomat, menginfeksi dan mengambil nutrisi dari jaringan tanaman. Beberapa jaringan tanaman tomat mengalami kerusakan sehingga terganggunya fungsi fisiologis tumbuhan sehingga yang mengakibatkan tidak optimalnya pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan literatur Luc et al (1995) apabila tanaman terinfeksi berat oleh Meloidogyne sistem akar yang normal berkurang sampai pada batas jumlah akar yang berpuru berat dan menyebabkan sistem pengangkutan mengalami disorganisasi secara total. Sistem akar fungsinya benar benar terhambat dalam


(54)

menyerap dan menyalurkan air maupun unsur hara. Tanaman mudah layu, khususnya dalam keadaan kering dan tanaman sering menjadi kerdil. Supardan (1991) menyatakan bahwa gejala pada bagian tanaman di atas permukaan tanah yaitu tanaman kerdil, daunnya pucat, dan layu pada musim panas, tanaman yang terserang nematoda akan mengalami kekurangan mineral.

Penghambatan laju pertambahan tinggi tanaman pada setiap tanaman perlakuan disebabkan oleh kerusakan jaringan akar. Kerusakan jaringan akar ini menyebabkan berkurangnya konsentrasi zat pengatur tumbuh tanaman seperti auksin, sitokinin dan gibberelin yang banyak terdapat pada ujung rambut akar (Wallace, 1973 ; Singh, 1980). Berkurangnya konsentrasi zat pengatur tumbuh juga dapat terjadi karena nematoda mengeluarkan enzim sellulose, invertase dan pektinase. Patogen ini dapat mendegradasi sel-sel tumbuhan sehingga menyebabkan auksin tidak aktif. Dengan tidak aktifnya auksin dapat menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan akar terhambat yang akhirnya mengkibatkan tanaman menjadi lebih pendek (Deubert dan Rohde, 1971).


(55)

4. Populasi akhir nematoda

Tabel 4. Respon pemberian nematisida biologi terhadap jumlah populasi nematoda Meloidogyne spp.

Perlakuan Populasi nematoda

Tanah akar Total Rf

P0V1 8512,67 b 626,33 b 9139,00 b 22,85 b P1V1 5977,33 c 324,67 e 6302,00 c 15,76 c P2V1 4980,00 d 368,33 d 5348,33 d 13,37 d P3V1 6619,00 c 391,67 d 7010,67 c 17,53 c P4V1 4285,67 e 297,33 f 4583,00 e 11,46 e P5V1 5940,67 c 265,00 f 6205,67 c 15,51 c P6V1 3373,33 f 255,67 g 3629,00 f 9,07 f P0V2 8507,67 b 611,67 b 9119,33 b 22,80 b P1V2 3676,33 f 283,33 f 3959,67 f 9,90 f P2V2 5286,00 d 324,67 e 5610,67 d 14,03 d P3V2 5574,00 d 327,00 e 5901,00 d 14,75 d P4V2 4926,00 d 344,67 e 5270,67 d 13,18 d P5V2 3650,67 f 274,33 f 3925,00 f 9,81 f P6V2 3350,00 f 218,67 g 3568,67 f 8,92 f P0V3 9776,67 a 694,67 a 10471,33 a 26,18 a P1V3 3531,00 g 345,67 e 3876,67 f 9,69 f P2V3 3321,00 f 356,33 d 3677,33 f 9,19 f P3V3 5045,33 d 383,67 d 5429,00 d 13,57 d P4V3 4566,67 e 288,33 f 4855,00 e 12,14 e P5V3 4755,67 d 212,00 h 4967,67 e 12,42 e P6V3 3334,33 f 216,33 g 3550,67 f 8,88 f P0V4 7994,33 b 641,00 b 8635,33 b 21,59 b P1V4 3061,33 f 258,67 f 3320,00 f 8,30 f P2V4 2846,00 f 244,00 g 3090,00 g 7,73 g P3V4 3713,33 e 246,33 g 3959,67 f 9,90 f P4V4 2797,00 g 193,67 h 2990,67 g 7,48 g P5V4 2415,33 g 168,33 i 2583,67 g 6,46 g P6V4 2433,67 g 163,33 i 2597,00 g 6,49 g P0V5 7852,33 b 537, 00 c 8389,33 b 20,97 b P1V5 2521,00 g 194,67 h 2715,67 g 6,79 g P2V5 2284,33 g 176,33 h 2460,67 g 6,15 g P3V5 3702,33 f 211,33 h 3913,67 f 9,78 f P4V5 3114,67 f 164,33 i 3279,00 f 8,20 f P5V5 2467,67 g 172,67 i 2640,33 g 6,60 g P6V5 2169,00 g 157,00 i 2326,00 g 5,82 g Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 5% pada Uji Jarak Duncan


(56)

Jumlah populasi nematoda Meloidogyne spp yang dihitung merupakan jumlah populasi nematoda di akar dan nematoda di dalam tanah, menunjukkan bahwa populasi Meloidogyne spp. pada tanaman yang tidak mendapat perlakuan nematisida (kontrol) berpengaruh nyata terhadap perlakuan lain.

Dari tabel. 4 jumlah populasi nematoda total yang tertinggi terdapat pada perlakuan P0V3 sebanyak 10471,33 sedangkan yang terendah terdapat pada P6V5 sebanyak 2326,00. Populasi nematoda pada tanah yang tertinggi terdapat pada perlakuan P0V3 sebanyak 9776,67 sedangkan yang terendah terdapat pada P6V5 sebanyak 2169,00. Populasi nematoda pada akar yang tertinggi terdapat pada perlakuan P0V3 sebanyak 694,67 sedangkan yang terendah terdapat pada P6V5 sebanyak 157,00 sedangkan faktor reproduksi (Rf) yang tertinggi terdapat pada perlakuan P0V3 sebanyak 26,18 sedangkan yang terendah terdapat pada P6V5 sebanyak 5,82.

Pada penelitian ini nematisida yang digunakan adalah nematisida kimia dan nematisida biologi antara lain kitin, nimbi, serai, jarak, biji mahoni. Rendahnya populasi nematoda pada tanaman yang mendapat perlakuan nematisida biologi dengan tanaman kontrol dikarenakan bahan aktif nematisida biologi ataupun senyawa yang terkandung dalam nematisida biologi. Pestisida biologi adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan dan dapat digunakan untuk mencegah organisme pengganggu tanaman (OPT). Pestisida biologi dapat berfungsi sebagai penolak (repellent), penarik (attractan), pemandul (antifertilitas) atau pembunuh. Hal ini sesuai dengan literatur Pamekas (2007) yang menyatakan bahwa kitosan yang merupakan turunan kitin dapat


(57)

fisik, kitosan membentuk lapisan film yang membungkus permukaan, sedangkan secara kimia kitosan merangsang respon resistensi pada jaringan tanaman dan menjanjikan kemungkinan yang baik untuk pengendalian penyakit tanaman.

Menurut Bahtiar (1991) menyatakan bahwa serai menghasilkan minyak atsiri yang efekektif dalam menekan pertumbuhan nematoda serta aman bagi manusia dan hewan. Serai dapur bersifat nematisida terhadap Meloidogyne incognita. Komponen utamanya adalah sitral (3,7-dimetil-2,6-oktadienal), sedangkan serai wangi mengandung sitronellal,sitronellol dan geraniol.

Dari tabel 4. tampak bahwa perlakuan nematisida kimia efektif mengendalikan jumlah populasi nematoda, begitu juga nematisida yang berasal dari nematisida biologi seperti kitin, nimba, serai, jarak, biji mahoni. Nimba menghasilkan azadirachtin, nimbin (nimbinen), thionemon, meliantriol, dan salannin. Senyawa-senyawa ini dapat menghambat pertumbuhan nematoda, mengurangi nafsu makan, mengurangi produksi telur dan penetasan, meningkatkan mortalitas, mengaktifkan infertilitas. Serai menghasilkan minyak atsiri yang efektif dalam menekan pertumbuhan nematoda serta aman bagi manusia dan hewan. Daun, batang, dan biji jarak mengandung ricin yang merupakan bahan aktif tanaman ini, biji jarak mengandung 40 – 60 % minyak, sedangkan minyaknya mengandung 80 – 90 % asam ricinin. Mahoni menghasilkan HCH (Hexa Chlorosiclo Hexana) merupakan insektisida organoklorida yang bersifat racun perut dan racun pernapasan.

Sebagai tumbuhan organik berpotensi mengendalikan nematoda dikarenakan adanya senyawa-senyawa yang terkandung dalam tumbuhan tersebut, hal ini sesuai dengan literatur Singh dan Sitaramaiah (1994) yang menyatakan


(58)

bahwa bahan organik yang bersifat nematisida yang diberikan ke dalam tanah berpengaruh terhadap penekanan perkembangan nematoda. Hasil dekomposisi dari bahan organik yaitu terbentuknya asam lemak seperti asam asetat, asam butirat, dan asam propionat. Asam-asam ini pada konsentrasi tinggi berbaya bagi perkembangan nematoda.

Hasil analisis pemberian nematisida dan faktor varietas terhadap faktor reproduksi menunjukkan bahwa pada tanaman yang tidak mendapat perlakuan nematisida berbeda nyata terhadap tanaman yang mendapatkan perlakuan nematisida. Tingginya faktor reproduksi pada tanaman yang tidak diapliksi dengan nematisida disebabkan populasi akhir nematoda Meloidogyne pada tanaman yang tidak diaplikasi dengan nematisida lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang diaplikasikan dengan nematisida dan berbanding lurus dengan faktor reproduksi.

Pada tabel 4. faktor reproduksi (Rf) tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan kontrol dan varietas Permata (P0V3) sebesar 26,18 sedangkan terendah terdapat pada kombinasi perlakuan nematisida kimia dan varietas permata (P6V5) sebesar 5,82. Faktor reproduksi tertinggi 26,18 menunjukkan populasi nematoda cukup tinggi yang berarti tingkat ketahanan tanaman tomat sangat rentan terhadap Meloidogyne spp, yang merupakan gambaran dari kemampuan Meloidogyne spp berkembang biak di dalam jaringan akar juga tinggi. Pada penelitian ini, tidak ada perlakuan yang tahan terhadap Meloidogyne spp dimana faktor reproduksi terendah 5,82 ini menunjukkan Meloidogyne spp kurang mampu berkembang biak dengan baik pada tanaman.


(59)

5. Produksi Tanaman Tomat

Tabel 5. Respon pemberian nematisida biologi terhadap produksi tanaman tomat. Perlakuan Produksi tomat (Kg)

P0V1 0,00 b

P1V1 2,10 a

P2V1 0,77 a

P3V1 0,27 a

P4V1 1,45 a

P5V1 1,16 a

P6V1 1,91 a

P0V2 0,36 a

P1V2 1,88 a

P2V2 0,77 a

P3V2 0,80 a

P4V2 1,55 a

P5V2 1,47 a

P6V2 2,02 a

P0V3 0,15 b

P1V3 2,06 a

P2V3 0,58 a

P3V3 0,84 a

P4V3 1,23 a

P5V3 1,34 a

P6V3 1,88 a

P0V4 0,32 a

P1V4 2,05 a

P2V4 0,57 a

P3V4 0,38 a

P4V4 1,58 a

P5V4 1,33 a

P6V4 1,58 a

P0V5 1,46 a

P1V5 2,18 a

P2V5 0,70 a

P3V5 0,35 a

P4V5 1,36 a

P5V5 1,28 a

P6V5 2,03 a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 5% pada Uji Jarak Duncan


(60)

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan kombinasi nematisida dan varietas tanaman tomat berpengaruh terhadap produksi tanaman (Kg), (tabel 5.).

Pada tabel 5 dapat dilihat secara umum tanaman kontrol produksi tomat lebih rendah dibandingkan dengan tanaman tomat yang mendapat perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan kemampuan nematoda Meloidogyne spp untuk menyerang akar tanaman tomat yang mengakibatkan bintil-bintil akar, luka pada akar, nekrosis pada permukaan akar, percabangan yang berlebihan, dan ujung akar yang tidak tumbuh sehingga mengganggu fisiologi tanaman. Hal ini sesuai dengan literatur Melakeberhan et al (1987) yang menyatakan bahwa serangan nematoda dapat mempengaruhi proses fotosintesa dan transpirasi serta status hara tanaman Akibatnya pertumbuhan tanaman terhambat, warna daun kuning klorosis dan akhirnya tanaman mati. Akibat serangan nematoda dapat menghambat pertumbuhan tanaman, mengurangi produktivitas dan kualitas produksi.

Evans (1982) serangan nematoda menyebabkan kerusakan pada akar, karena nematoda mengisap sel-sel akar, sehingga pembuluh jaringan terganggu, akibatnya translokasi air dan hara terhambat. Serangan nematoda juga dapat mempengaruhi proses fotosintesa dan transpirasi sehingga pertumbuhan tanaman terhambat, warna daun menguning seperti gejala kekurangan hara, dan mudah layu. Karena pertumbuhan terhambat, produktivitas tanaman menurun.

Toto et al, (2003) menyatakan bahwa serangan nematoda mengakibatkan tanaman mudah layu, khususnya dalam keadaan panas dan kering, pertumbuhan tanaman terhambat atau kerdil, dan daun mengalami klorosis akibat defisiensi unsur hara. Infeksi pada akar oleh nematoda pada tanaman stadia generatif


(61)

didapati bahwa aplikasi tiap-tiap jenis nematisida berpengaruh terhadap produksi tanaman tomat, dimana aplikasi jenis-jenis nematisida tersebut direspons tanaman berbeda-beda yang berpengaruh pada produktivitas tanaman tomat.

Dari Tabel. 5 terlihat bahwa kitin paling efektif meningkatkan produksi tanaman. Kitosan merupakan produk turunan dari polimer kitin, yakni produk limbah dari pengolahan industri perikanan, khususnya udang dan rajungan. Kitin berfungsi ganda pada tanaman yaitu sebagai pelindung dan meningkatkan resistensi tanaman terhadap patogen. Hal ini sesuai dengan literatur Pamekas (2007) yang menyatakan bahwa kitosan dapat melindungi jaringan melalui dua mekanisme yakni fisik dan kimia. Secara fisik, kitosan membentuk lapisan film yang membungkus permukaan, sedangkan secara kimia kitosan merangsang respon resistensi pada jaringan tanaman dan menjanjikan kemungkinan yang baik untuk pengendalian penyakit tanaman. Debora (2008) menyatakan kitin digunakan untuk mengendalikan nematoda pada tanaman sayuran. Nematoda keracunan akibat chitinolytic yaitu senyawa yang mengubah populasi mikroflora yang menyebabkan perubahan populasi nematoda. Tanaman tomat yang diaplikasikan kitin mengalami perubahan ekologis tanah. Pertumbuhan akar terhambat apabila nematoda tanaman tidak dikendalikan yang mengurangi produksi daun. Sementara protein dan isazofos yang terkandung dalam kitin efektif dalam mengurangi kerusakan akar. Kitin adalah agen pengendali biologis yang efektif dalam mengurangi jumlah telur dan populasi juvenil nematoda.


(62)

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa tiga nematisida biologi paling efektif mengendalikan nematoda Meloidogyne spp pada tanaman tomat adalah kitin, nimba dan serai.

2. Respon pertumbuhan tomat terhadap pemberian berbagai nematisida biologi nyata meningkatkan tinggi tanaman pada pengamatan 15 hst, 30 hst, 45 hst dan pengamatan 60 hst.

3. Populasi akhir nematoda pada tanaman yang tidak diaplikasikan nematisida lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang diinokulasikan dengan nematisida dan berbanding lurus dengan faktor reproduksi.

Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dosis yang tepat pada setiap perlakuan demi keefektifan pengendalian.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

Abbot (1925) In Uenterstenhofer, G., 1976. The Basic Principle Of Crop Protection Fields Trials. Pflanzenkrankhetein-Nachrieten, Bayer, Leverkusen.

Agrios, 2005. Ilmu Penyakit Tumbuhan Edisi Keempat. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Anonimus, 2008. Penggunaan Pestisida Nabati Dalam Bidang Kehutanan .http:// Dishut. Jabarprov.go.id./ data/arsip/piertrum. doc diakses tanggal 30 Oktober 2008.

_________, 2008. Campuran Daun Mimba dan Umbi Gadung Sebagai Pestisida Nabati. Atungwu, AA. Ademolia, I.O.O.Aiyelaagbe. 2009. Evaluation Of Organic

Materials For Inhibition Of Nematode Reproduction In Soybean. African Crop Science Journal, Vol. 17, No. 4, pp. 167 – 173. Diakses dari :http://ajol.info/index.php/acsj/article.

Bahtiar, A.1991. Mempelajari solasi komponen utama minyak sereh wangi (Andropogon nardus Java de Jong) dengan cara penyulingan vakum difraksi. S1 Fateta IPB, Bogor.

Baliadi,Y., 1997. Pengendalian Penyakit Akar Puru yang Disebabkan oleh Nematoda Meloidogyne javanica Pada Tanaman Kedelai Secara Non Kimiawi. Balai Penelitian Tanaman Kacangkacangan dan Umbi-umbian. Hal. 90-102.

Canto Saenz M, de Scurrah MM. 1985. Races of Potato Cyst Nematode In the andian Region and A New System of Classification. Nematologic 23: 340-349.

Dadan, S., 1991. Evaluasi Pengaruh Getah Pepayah Terhadap Meloidogyne spp. Penyebab Puru Akar Pada Tomat Lycopersicum esculentum Mill. http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:lwm:iirc.ipb.ac.id.

Debora C. Ladner, Paul B. Tchounwou and Gary W. Lawrence. 2008. Evaluation of the Effect of Ecologic on Root Knot Nematode, Meloidogyne incognita, and Tomato Plant, Lycopersicon esculenum. Int. J. Environ. Res. Public Health 104-110.


(64)

Deubert, K.H & R.A. Rohde. 1971. Nematodes Enzymes, pp. 73-90. In B.M. Zuckerman., W.F. Mai & R.A. Rohde (eds.) Plant Parasitic Nematodes. Vol. II. Acad Press, New York.

Dropkin, V. H., 1992 Nematologi Tumbuhan Edisi Kedua . Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Evans, K. 1982. Water Use, Calcium Uptake and Tolerance of Cyst Nematode Attack in Potatoes. Potato Research 25 : 71-88.

Gomez, K.A & Arturo A.G, Penterjemahan E. Sjamsudin dan J. Baharsjah, 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian Edisi II. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Ermel, K., 1995. Azadirachtin Content of Neem Seed Kernels From Differnt Regions of the World, in Schmuttere. the Neem Tree. VHC, Federal Republic of Germany.

Grainge, M. And S. Ahmed. 1988. Handbook of plants with pest-control properties. John wiley & Sons. New York-Chichester-Brisbane-Toronto-Singapore. p. 99-153.

http://farmakognocy.blogspot.com/2009/03/jarak-pagar.html. Diakses tanggal 26 juli 2010.

http://gapoktantanimaju.blogspot.com/2009/01/pestisida-nabati.html. Diakses tanggal 26 juli 2010.

http://www.deptan.go.id/teknologi/INFOTEK/2008/InfoTek-no.4-2008. Diakses tanggal 26 juli 2010.

Kemala dan Mauludi. 1993. Potensi dan Sumber Daya dan Permasalahan, Pengembangan Pestisida Botanis di Indonesia, dalam Sitepu, D: P. Wahid M. Soeharjan, S. Rusli, Ellyda, I Mustika dan D Sutopo (Eds): Kumpulan Makalah Seminar Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Botanis, Balitro Bogor.

Lamberti, F and C.E Taylor. 1979. Root Knot Nematodes Biology And Control. Academic Press. London. pp 173-374

Luc, M.R.A. Sikora & J. Bridge. Alih Bahasa Supartoyo, Penyunting Mulyadi, 1995 Nematoda Parasitik Tumbuhan di Indonesia Subtropik dan Tropik. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Marganof., 2004. Potensi Limbah Udang Sebagai Penyerap Logam Berat (Timbal, Kadmium, Dan Tembaga) Di Perairan. Marganof @ yahoo.comhttp://rudyct.topcities.com/pps702_71034/marganof.htm, diakses


(65)

Marwoto, B, 1994. Pengendalian Nematoda Bengkak Akar (Meloidogyne spp) Secara Terpadu Pada Tanaman Tomat. Balai Penelitian Hortikultura Lembang, Bandung. Hal 96-97.

Melakeberhan, H., J.W. Webster, R.C. Brook, J.M.D’Auria and M. Cacckette. 1987. Effect of Meloidogyne incognita on plant nutrient concentration and its influence on plant physiology of bean . J. of Nematol. 19 : 324-330. Mustika, I., 1992. Pengantar Nematologi Tanaman. Balai Penelitian Tanaman

Rempah dan Obat Bogor.

Pamekas, 2007. Potensi Ekstrak Cangkang Kepiting Untuk Mengedalikan Penyakit Tanaman. www.bdpunib.org. Diakses tanggal 07 Agustus 2010. Prasetyo, K.W. dan S. Yusuf, 2005.Mencegah dan Membasmi Rayap Secara

Ramah Lingkungan dan Kimiawai. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Rahayu, B dan A. Mukidjo. 1977. Survai populasi nematoda puru akar (Meloidogyne spp) pada pertanaman solanaceae di daerah Istimewa Yogyakar-ta. Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada. Yogyakarta 10 hal.

Redaksi Agromedia, 2007. Panduan Lengkap Budi Daya Tomat. Agromedia,Jakarta.

Rismunandar, 2001. Tanaman Tomat. Sinar Baru Algensindo, Bandung.

Ronoprawiro, S., 1993. Produksi Sayuran Di Daerah Tropika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Sherf, A. & A. Macnab, 1986. Vegetables Disease and Their Control. John Wiley & lnc, New York. hal 146-147.

Sing, R.S. 1980. Introduction to Principles of Plant Pathology. 2nd ed. Oxford. IBH Publishing Co, New Delhi, Bombay, Calcuta.

Singh, R.S. and K. Sitaramaiah, 1994. The Plant Parasitic Nematodes. International Science Publisher. New York. 340 p.

Soetopo D dan Bambang Heliyanto. 2008 Penelitian tentang kandungan kimia pada plasma nutfah jarak pagar.

Southey, J. F., 1985. Laboratory Methods For Work With Plant and Soil Nematode, Ministry Of Agriculture. Fisheries and Food, London.

Sutopo, L. dan N. Saleh. 1992. Perbaikan ketahanan genetic tanaman terhadap penyakit. Pros. Simp.Pemul. Tan. I. PPTI Komda Jatim. p. 364 378.


(66)

Toto. S., Luciana., Hersanti. 2003. Pengujian ekstrak bawng putih (Allium sativum Linn.) Terhadap penyakit bengkak akar (Meloidogyne spp.) pada tanaman terung (Solanum melongena L.) .http://ditlin .hortikultura.deptan.go.id/tulisan /desmawati.htm. diakses tanggal 30 Oktober 2008.

Wallace, H.R. 1973. Nematodes Ecology and Plant Disease. Edward Arnold Ltd, London

Williams, C.N., J.D. Uzo dan W.J.H. Peregrine, 1993. Produksi Sayuran diDaerah Tropika. Terjemahan S.Ronoprawiro. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Williamson. V.M & Richard. S.H. 1996. Nematode Pathogenesis and Resistance in Plant. The Plant Cell. 8 : 1735-1745.


(1)

(2)

Produksi

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

P0V1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

P1V1 2,29 1,97 2,03 6,29 2,10

P2V1 0,67 0,96 0,67 2,30 0,77

P3V1 0,27 0,19 0,34 0,80 0,27

P4V1 1,45 1,45 1,45 4,35 1,45

P5V1 1,37 1,65 0,45 3,47 1,16

P6V1 1,87 1,98 1,87 5,72 1,91

P0V2 0,61 0,00 0,47 1,08 0,36

P1V2 1,86 1,75 2,04 5,65 1,88

P2V2 0,78 1,08 0,45 2,31 0,77

P3V2 2,11 0,00 0,28 2,39 0,80

P4V2 1,67 1,56 1,42 4,65 1,55

P5V2 1,43 1,23 1,74 4,40 1,47

P6V2 1,83 1,89 2,34 6,06 2,02

P0V3 0,00 0,46 0,00 0,46 0,15

P1V3 2,37 1,76 2,04 6,17 2,06

P2V3 0,34 0,77 0,63 1,74 0,58

P3V3 0,00 1,96 0,56 2,52 0,84

P4V3 0,87 1,34 1,47 3,68 1,23

P5V3 1,36 1,35 1,32 4,03 1,34

P6V3 1,77 1,75 2,11 5,63 1,88

P0V4 0,56 0,00 0,39 0,95 0,32

P1V4 2,02 2,35 1,79 6,16 2,05

P2V4 0,32 0,84 0,54 1,70 0,57

P3V4 0,98 0,17 0,00 1,15 0,38

P4V4 1,98 1,38 1,39 4,75 1,58

P5V4 0,67 1,67 1,65 3,99 1,33

P6V4 1,28 1,67 1,78 4,73 1,58

P0V5 0,00 2,03 2,35 4,38 1,46

P1V5 2,03 2,56 1,96 6,55 2,18

P2V5 0,52 0,93 0,66 2,11 0,70

P3V5 0,57 0,26 0,22 1,05 0,35

P4V5 1,34 1,44 1,30 4,08 1,36

P5V5 1,54 0,98 1,33 3,85 1,28

P6V5 2,03 1,84 2,23 6,10 2,03

Rataan 40,76 43,22 41,27 125,25

Total 1,16 1,23 1,18 1,19

Tabel Dwikasta Total


(3)

P1 6,29 5,65 6,17 6,16 6,55 30,82 6,16

P2 2,30 2,31 1,74 1,70 2,11 10,16 2,03

P3 0,80 2,39 2,52 1,15 1,05 7,91 1,58

P4 4,35 4,65 3,68 4,75 4,08 21,51 4,30

P5 3,47 4,40 4,03 3,99 3,85 19,74 3,95

P6 5,72 6,06 5,63 4,73 6,10 28,24 5,65

Total 22,93 26,54 24,23 23,43 28,12 125,25

Rataan 3,28 3,79 3,46 3,35 4,02 3,58

Tabel Dwikasta Rataan

Perlakuan Ulangan Total Rataan

V1 V2 V3 V4 V5

P0 0,00 0,36 0,15 0,32 1,46 2,29 0,46 P1 2,10 1,88 2,06 2,05 2,18 10,27 2,05 P2 0,77 0,77 0,58 0,57 0,70 3,39 0,68 P3 0,27 0,80 0,84 0,38 0,35 2,64 0,53 P4 1,45 1,55 1,23 1,58 1,36 7,17 1,43 P5 1,16 1,47 1,34 1,33 1,28 6,58 1,32 P6 1,91 2,02 1,88 1,58 2,03 9,41 1,88 Total 7,64 8,85 8,08 7,81 9,37 41,75

Rataan 1,09 1,26 1,15 1,12 1,34 1,19

Data Tranformasi Arcsin Vx

Perlakuan Ulangan Total Rataan


(4)

P0V1 7,60 7,60 7,60 22,81 7,60

P1V1 8,70 8,07 8,19 24,96 8,32

P2V1 4,70 5,62 4,70 15,01 5,00

P3V1 2,98 2,50 3,34 8,82 2,94

P4V1 6,92 6,92 6,92 20,75 6,92

P5V1 6,72 7,38 3,85 17,95 5,98

P6V1 7,86 8,09 7,86 23,81 7,94

P0V2 4,48 7,60 3,93 16,01 5,34

P1V2 7,84 7,60 8,21 23,65 7,88

P2V2 5,07 5,97 3,85 14,88 4,96

P3V2 8,35 7,60 3,03 18,99 6,33

P4V2 7,43 7,17 6,84 21,44 7,15

P5V2 6,87 6,37 7,58 20,82 6,94

P6V2 7,77 7,90 8,80 24,48 8,16

P0V3 7,60 3,89 7,60 19,09 6,36

P1V3 8,86 7,62 8,21 24,69 8,23

P2V3 3,34 5,03 4,55 12,93 4,31

P3V3 7,60 8,05 4,29 19,94 6,65

P4V3 5,35 6,65 6,96 18,96 6,32

P5V3 6,70 6,67 6,60 19,97 6,66

P6V3 7,65 7,60 8,35 23,60 7,87

P0V4 4,29 7,60 3,58 15,47 5,16

P1V4 8,17 8,82 7,69 24,68 8,23

P2V4 3,24 5,26 4,21 12,72 4,24

P3V4 5,68 2,36 6,55 14,59 4,86

P4V4 8,09 6,75 6,77 21,61 7,20

P5V4 4,70 7,43 7,38 19,50 6,50

P6V4 6,50 7,43 7,67 21,59 7,20

P0V5 7,60 8,19 8,82 24,61 8,20

P1V5 8,19 9,21 8,05 25,45 8,48

P2V5 4,14 5,53 4,66 14,33 4,78

P3V5 4,33 2,92 2,69 9,94 3,31

P4V5 6,65 6,89 6,55 20,09 6,70

P5V5 7,13 5,68 6,62 19,43 6,48

P6V5 8,19 7,80 8,59 24,58 8,19

Rataan 227,27 233,77 221,09 682,13

Total 6,49 6,68 6,32 6,50

Tabel Dwikasta Total

Perlakuan Ulangan Total Rataan

V1 V2 V3 V4 V5

P0 22,81 16,01 19,09 15,47 24,61 98,00 19,60 P1 24,96 23,65 24,69 24,68 25,45 123,43 24,69 P2 15,01 14,88 12,93 12,72 14,33 69,87 13,97


(5)

P5 17,95 20,82 19,97 19,50 19,43 97,66 19,53 P6 23,81 24,48 23,60 21,59 24,58 118,05 23,61 Total 134,11 140,26 139,18 130,15 138,42 682,13 Rataan 19,16 20,04 19,88 18,59 19,77 19,49

Tabel Dwikasta Rataan

Perlakuan Ulangan Total Rataan

V1 V2 V3 V4 V5

P0 7,60 5,34 6,36 5,16 8,20 32,67 6,53 P1 8,32 7,88 8,23 8,23 8,48 41,14 8,23 P2 5,00 4,96 4,31 4,24 4,78 23,29 4,66 P3 2,94 6,33 6,65 4,86 3,31 24,09 4,82 P4 6,92 7,15 6,32 7,20 6,70 34,28 6,86 P5 5,98 6,94 6,66 6,50 6,48 32,55 6,51 P6 7,94 8,16 7,87 7,20 8,19 39,35 7,87 Total 44,70 46,75 46,39 43,38 46,14 227,38

Rataan 6,39 6,68 6,63 6,20 6,59 6,50

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT Fhit F0.05

Ulangan 2 2,30 1,15 0,87 tn 3,12

Perlakuan 34 231,42 6,81 5,14 * 1,58

P 6 168,22 28,04 21,15 * 2,23

V 4 3,38 0,85 0,64 tn 2,50

P x V 24 59,81 2,49 1,88 * 1,66

Galat 68 90,12 1,33

Total 104 323,83

* nyata

FK 4431,41 tn tidak

nyata

KK 17,72

Uji Jarak Duncan Faktor P

SY 0,33 -0,46 -0,44 -0,33 0,30 0,40 0,83 0,99

P 1 3 4 5 6 7 8

SSR 0.05 2,81 2,96 3,09 3,13 3,19 3,23 3,27


(6)

Perlakuan P0 P3 P2 P5 P4 P6 P1

Rataan 0,46 0,53 0,68 1,32 1,43 1,88 2,05

a b