1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pembelian impulsif atau keputusan pembelian yang tidak direncanakan merupakan bahasan yang menarik banyak peneliti selama lima puluh tahun
belakangan ini. Menurut Rook 1987, perilaku pembelian impulsif didasarkan pada stimulan yang mendadak, diikuti oleh ketertarikan, kesenangan dan tidak
dapat menolak dorongan untuk membeli. Sejalan dengan pengertian tersebut, pembelian impulsif menjadi permasalahan dengan konsekuensi negatif yang segan
untuk diselesaikan seperti masalah purna penjualan, pengembalian barang, masalah keuangan, frustasi, ketidakpuasan dengan produk, dan kesalahan lainnya
terkait dengan pembelian.
Tahapan-tahapan pembelian konvensional akan menjadi bahasan yang semakin luas dan mungkin memiliki implikasi yang signifikan bagi pemasar.
Dapat diasumsikan bahwa tidak akan ada tahapan sebelum pembelian yang relevan pada perilaku pembelian impulsif Bayley dan Nancarrow, 1998. Para
pemasar dapat mengambil sejumlah langkah untuk meningkatkan kemungkinan bahwa konsumen akan melakukan pembelian impulsif pada saat kondisi tertentu
Banerjee dan Saha, 2012. Konsumen relatif merasa memiliki dorongan kuat untuk membeli, bersedia
untuk menghabiskan lebih banyak, dan benar-benar menghabiskan lebih banyak
uang dalam situasi pembelian tidak terduga Kathleen dan Ronald, 2007. Tidak ada kesatuan antara perilaku konsumen yang tidak direncanakan dan stimulan
yang mendorong pembelian impulsif Regina et al., 2011. Ketika persaingan pasar yang tinggi dan semua jenis perusahaan menerapkan promosi dalam
kegiatan mereka, stimulasi pada pembelian impulsif di pasar barang konsumen dapat menjadi keunggulan kompetitif yang kuat Wahida, 2011.
Pembelian impulsif biasanya memperlihatkan kedua stimulus yaitu eksternal dan internal. Stimulus yang berasal dari luar seperti toko dan produk
dapat menggunakan keunggulannya untuk mendorong pembelian impulsif. Tidak sekedar bagaimana produk dibuat dan tersedia di toko, namun fokusnya adalah
lebih kepada lingkungan toko dan pengetahuan akan produk yang dipahami oleh konsumen. Maka pelayan toko dituntut mempunyai pengetahuan yang luas
tentang produk yang dijual untuk dapat meyakinkan dan menggerakan dorongan pembelian pada konsumen. Kemudian stimulus yang berasal dari dalam yaitu
kebutuhan hedonik dan emosi seseorang. Kebutuhan hedonik melihat sesuatu pada kesukaan atau kesenangan pada sebuah produk. Kebutuhan hedonik juga
biasa dihubungkan dengan emosi atau fantasi yang berasal dari mengkonsumsi sebuah produk.
Para pemasar atau pelaku bisnis saat ini cenderung mengeksploitasi stimulus yang berkaitan dengan keinginan dasar konsumen. Pembelian impulsif
dapat dihubungkan dengan nilai yang tinggi dan tingginya keterlibatan produk Holman dan Solomon, 1991 dalam Aruna dan Santhi 2015. Namun pembelian
impusif tidak serta merta berhubungan dengan tinggi atau rendahnya nilai sebuah
produk, melainkan bagaimana seorang konsumen merasa terpenuhi atau belum akan sebuah produk Gutierrez, 2004.
Konsumen yang membeli secara impulsif saat ini tersebar luas, baik pada populasi maupun seluruh kategori produk. Studi perilaku pembelian impulsif ini
telah menarik perhatian peneliti akademik karena tampaknya ada kontradiksi antara apa yang orang katakan dan apa yang orang lakukan, khususnya pada
kalangan anak muda. Anak muda sangat terhubung melalui media sosial, namun tidak ada satu ukuran yang cocok untuk semua dalam proses pendekatan.
Seorang pemilik toko retail berpengalaman mendapat tantangan berat, tetapi juga menikmati pendapatan yang perlu diperhatikan seperti margin keuntungan yang
layak Pentecost dan Andrews, 2010. Pada tahun 2025 mendatang, struktur usia angkatan kerja di Indonesia
menikmati apa yang dinamakan bonus demografi. Bonus demografi adalah suatu wilayah yang usia produktifnya lebih banyak dibandingkan dengan usia non
produktif. Dikatakan bonus karena tidak terjadi terus menerus melainkan hanya terjadi sekali dalam beratus-
ratus tahun. “Sekali dan tidak bertahan lama” Azhari, 2013 dalam Merari dan Suyasa 2015. Pengelompokan usia antar generasi
menurut Acar 2014 dalam Merari dan Suyasa 2015 adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1 Pembagian usia Baby Boomers, Gen X, Gen Y dan Gen Z
Kelahiran Generasi
1928 – 1945
Traditionalist
1946 – 1964
Baby Boomers
1965 – 1976
Generasi X
1977 – 1998
Generasi Y
1999 – 2012
Generasi Z
Sumber: Acar 2014 Diperkirakan struktur usia produktif dibandingkan non produktif penduduk
Indonesia adalah sebagai berikut:
Tabel 1.2 Struktur usia non produktif dan produktif tahun 2025
Jumlah penduduk dalam ribuan Usia Produktif
15-64 193.484,4
67,9
Non Produktif
0-14 69.996,5
24,6 64+
21.348,1 7,5
Sumber: BPS 2013 Dari 193 juta usia produktif tersebut terbagi atas usia kelahiran 1961-2010
yang kemudian dapat dikelompokan menjadi Baby Boomers, gen X, gen Y dan gen Z dengan proporsi jumlah penduduk sebagai berikut:
Tabel 1.3 Perbandingan proporsi antar generasi tahun 2025
Generasi Usia
Jumlah Ribuan Persentase
Baby Boomers 61-64
12.347,7 6,38
Generasi X 50-59
32.703,50 16,90
Generasi Y 30-49
81.056,90 41,89
Generasi Z 15-29
67.376,30 34,82
Sumber: BPS 2013
Secara statistik generasi Y memiliki persentase terbesar dalam jumlah penduduk. Dapat diimplikasikan generasi Y memiliki potensi yang sangat
besar sebagai konsumen bagi para pemasar. Oleh sebab itu pemasar terus mencari cara pendekatan yang terbaik, mengelola dan memelihara, serta
menggunakan vasiasi terbaik dan melakukan penetrasi pasar pada segmen konsumen generasi Y tersebut. Diharapkan penelitian ini akan memberikan
pemahaman yang lebih baik perihal perilaku pembelian impulsif yang berkaitan dengan profil sosial-ekonomi dan familiaritas merek. Untuk lebih
lanjutnya melalui penelitian ini para pemasar dapat mempunyai pengaruh atas perkembangan strategi pemasaran yang sukses pada masing-masing
perusahaan.
1.2. Rumusan Masalah