PELAKSANAAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

(1)

PELAKSANAAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

ABSTRAK AGUS HERMAWAN

Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan suatu upaya untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran rencana tata ruang wilayah. Pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, dan di Kabupaten Lampung Timur diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Timur Tahun 2011-2031.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang di Kabupaten Lampung Timur dan mengidentifikasi faktor pendukung dan faktor penghambat pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang di Kabupaten Lampung Timur.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapat dari wawancara kepada responden yang telah ditetapkan, sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang di Kabupaten Lampung Timur dilakukan dengan beberapa cara, yaitu pengaturan zonasi dengan cara mengklasifikasikan rencana penggunaan ruang dan fungsi kecamatan, menyiapkan beberapa bentuk pelayanan perizinan selain perizinan yang sudah ada seperti izin pembangunan menara telekomunikasi seluler, izin in gang, izin saluran air hujan, dan izin saluran air limbah, pemberian insentif terhadap kawasan perkotaan, kawasan pertanian, kawasan perkebunan, kawasan pesisir, kawasan wisata, kawasan pusat pengembangan industri olahan hasil perkebunan, dan kawasan strategis, pemberian disinsentif terhadap kawasan rawan bencana, kawasan Taman Nasional Way Kambas dan kawasan pertambangan, dan pengenaan sanksi yang tegas terhadap para pelanggar pemanfaatan ruang. Faktor pendukung pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang yaitu Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Timur, tersedianya dana atau pembiayaan, partisipasi Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait, dan peran masyarakat dalam menyampaikan laporan, keberatan, serta mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Timur. Faktor penghambat pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang yaitu rencana tata ruang wilayah masih bersifat umum, kurangnya sumber


(2)

daya manusia dan pendanaan, kurangnya pemahaman aparatur pemerintah, dan aparatur pemerintah tidak memiliki ketegasan untuk memberikan sanksi.


(3)

THE IMPLEMENTATION OF SPACE UTILIZATION CONTROL IN EAST LAMPUNG REGENCY

ABSTRACT AGUS HERMAWAN

The control of space utilization is an attempt to guard the goals and objectives of regional spatial planning. The implementation of space utilization control are outlined in Act No. 26 year 2007 on Spatial Planning, Government Regulation No. 15 year 2010 on Spatial Planning Implementation, and in East Lampung Regency it is regulated in Regional Regulation No. 4 year 2012 on Spatial Planning of East Lampung region year 2011-2031.

The research problems were formulated as follows: how the works of the implementation of space utilization control in East Lampung Regency are, and what factors supporting and factors hamper its implementation.

The method used in this research was normative juridical and empiric juridical. The data collections were primary and secondary data sources. The primary data were gathered by interviewing specified respondents, while the secondary data were adopted from literary reviews.

The result of the research revealed that there were several ways in the implementation of space utilization control in East Lampung Regency, they were: zoning arrangement by classifying the spatial planning and function of districts, running some forms of licence services other than the existing ones like licences for telecommunication tower building, alley, channel for rainfall and waste, as well as awarding incentives for urban area, agricultural area, horticultural area, coastal area, tourism site, industrial center of horticultural products, and other strategic areas. Besides, applying disincentives to disaster prone area, Way Kambas National Conservation and mining site, and putting a firm sanction towards spatial planning breaker. Factors supporting the implementation of control that space utilization Local Regulation on Spatial Planning District East Lampung, the availability of funds or financing, the participation of relevant regional work units, and the role of the public in reporting, mind, and filed for cancellation of licenses and termination of in appropriate development the Spatial Plan East Lampung Regency. There were several factors which hampered the implementation of space utilization control, amongst were: that the regional spatial planning was still generalized, lack of human resources and funding, lack of understanding from the local autonomy, and that the local autonomy had no firm power to implement the sanctions.


(4)

PELAKSANAAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

Oleh

Agus Hermawan

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2015


(5)

(6)

(7)

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Tegal Yoso, Kecamatan Purbolinggo pada tanggal 08 Agustus 1992. Penulis merupakan anak keenam dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Enob, dan Ibu Awat.

Penulis mengawali pendidikannya di Taman Kanak-Kanak (TK) PGRI 1 Tegal Yoso, Kecamatan Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur, diselesaikan pada tahun 1999, Sekolah Dasar Negeri 01 Tegal Yoso, Kecamatan Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur, diselesaikan pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama Negeri 01 Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur, diselesaikan pada tahun 2008, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Atas Negeri 01 Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur dan diselesaikan pada tahun 2011.

Pada tahun 2011 Penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung, dan menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Hukum Administrasi Negara (HIMA HAN) pada tahun 2014 dan melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Tanjung Qencono, Kecamatan Way Bungur, Kabupaten Lampung Timur pada Januari 2014.


(9)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kupanjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Semesta Alam yang tiada henti-hentinya memberikan rahmat dan hidayah-Nya dalam setiap hembusan nafas dan jejak langkah kita. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Baginda Rasulullah SAW sebagai suri

tauladan di muka bumi ini yang safaatnya selalu dinantikan di yaumil akhir kelak. Dengan segala kerendahan hati kupersembahkan karya sederhana ini sebagai wujud bakti dan

tanggungjawabku kepada:

kedua orangtuaku Bapak Enob, dan Ibu Awat, yang dengan ikhlas telah melahirkan, merawat, mendidik dan mendoakan keberhasilanku yang tidak dapat kubalas dengan apapun

yang ada didunia ini.

kakak-kakak tercinta, Rusmana, Totong Sumantri, Eli Sopian, Marlina, Tati Rohaeni yang selalu berdoa, memotivasi dan merindukan keberhasilanku

kakek-nenek, paman, bibi, sepupu-sepupu, dan keponakan-keponakan tercinta. keluarga besar Purbolinggo dan Jawa Barat

calon pendamping hidup kelak yang masih dirahasiakan Allah SWT.

Serta Almamater Tercinta


(10)

MOTO

“Niscaya Allah akan meninggikan beberapa derajat orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”

(Q.S. Al-Mujadalah ayat 11)

“Barang siapa yang menempuh satu jalan untuk mendapatkan ilmu, maka Allah pasti

memudahkan baginya jalan menuju surga”

(H.R.. Muslim)

“Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu. Orang-orang yang masih terus belajar, akan menjadi pemilik masa depan”

(Mario Teguh)

“Selalu panjatkanlah doa untuk kedua orang tua kita setiap kita menghadap Allah SWT,

karena dengan doa itu kita dapat membalas budi kedua orang tua kita”


(11)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “PELAKSANAAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR”.

Penulis juga menyadari bahwa tanpa bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak penulis tidak akan sampai pada tahap ini. Maka, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H., selaku Ketua Jurusan Hukum Administrasi Negara dan selaku Dosen Pembimbing II, atas semua bimbingan, saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak Satria Prayoga, S.H., M.H., selaku Sekretaris Jurusan Hukum Administrasi Negara yang telah ikut serta membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Nurmayani, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I, atas semua bimbingan, saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.


(12)

5. Ibu Sri Sulastuti, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas I yang telah memberikan saran, kritik dan masukan yang membangun bagi penulis.

6. Bapak Agus Triono, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas II yang telah memberikan saran, kritik dan masukan demi sempurnanya skripsi ini.

7. Bapak Dr Wahyu Sasongko, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis.

8. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

9. Segenap staff dan keluarga besar Fakultas Hukum Universitas Lampung terutama Kiay Zakaria, Kiay Misyok, Kiay Hadi, Kiay Tris dan Ibu Yenti. 10.Bapak Guntur S Napitupulu, S.E., selaku Kepala Bappeda Lampung Timur,

Bapak Fadli Febriyansyah, S.T., selaku Kasubbid Prasarana Wilayah dan Tata Ruang Bappeda Lampung Timur, Ibu Desna Ciliya, S.P., selaku Kasubbid Monitoring dan Evaluasi Bappeda Lampung Timur, dan seluruh staff Kantor Bappeda yang telah membantu, dan meluangkan waktu untuk memberikan informasi sehingga membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11.Bapak dan Ibu sebagai orangtua terbaik di dunia ini yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil, kepercayaan, kesabaran, pengorbanan, kasih sayang dan doa bagi kesuksesan Agus selama ini.

12.Kakak-kakak kandungku Rusmana, Totong Sumantri, Eli Sopian, Marlina, Tati Rohaeni yang selalu memberi semangat bagi kesuksesan Agus.

13.Nenek, paman, bibi, teteh-teteh, aa-aa, amang-amang serta saudara-saudara tercinta yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang tiada henti memberikan semangat dan menantikan kesuksesan Agus.


(13)

14.Sepupu dan keponakan tercinta dan seluruh keluarga besar Bapak Sarhayi (alm)-Ibu Murti (alm) dan Bapak Tamim (alm)-Ibu Empoi.

15.Sahabat terbaikku Arviando Yosua S, Hendra Ari Saputra, Fitra Albajuri, Dika Permadi, Fani Apriyata, Fima Agatha, serta teman-teman yang lainya terimakasih atas segala bentuk persahabatan selama hampir 4 tahun ini, dukungan, bantuan, doa dan semangat dari kalian. Semoga persahabatan kita tetap terjaga.

16.Rekan-rekan ElevenLaw yang hampir 4 tahun selalu bersama Ijal, Arnold, Dion, Fadil, Imam, Arie, Mario, Gilbert, Nico Cahya, Ucupers, Fery, Adi Wahyu, Hendra PS, Fredy, dan rekan lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu terimakasih atas dukungan, canda-tawa dan pertemanannya selama ini.

17.Kawan seperjuangan Abi Zuliansyah, Mbak Dewi Yuliandari, Eka Purnama Sari, Amilya Rahayu, Iis Priyatun, Mardotillah, Beni Yulianto, Aldi Setiawan, Abu Dzar dan Alfien Fahlevi yang selama ini bekerjasama dan saling mendukung dalam penyelesaian skripsi ini.

18.HIMA HAN dan Seluruh Angkatan 2011 Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu terimakasih atas kebersamaannya.

19.Keluarga KKN Desa Tanjung Qencono, Windu, Pariyanto, Jamed, Ijal, Panca, Bintang, Ara, Diasti, Ageta, Alamanda terimakasih atas 40 hari penuh kesan, kekeluargaan dan kebersamaannya.


(14)

20.Bapak Samsul Arifin beserta istri, Bapak Supandi dan Istri, serta semua perangkat desa Tanjung Qencono terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya selama melaksanakan KKN 2014.

21.Kawan yang sudah seperti keluarga, Angga Acma Wijaya, Yudi Apriansyah, Septian Agung Sedayu, Muhajad Eka Putra, Nanang Hendriana, Galieh, Restu, Asdi, Adi, Mex, Candra, Bang Eko, Cakra, Isnaini, Habibah, Triana Sari, Ria Indrasworo, terimakasih atas kebersamaan dan kekompakan yang terjalin selama ini.

22.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan, dan dukungannya. Semoga kebaikan kalian dibalas oleh Allah SWT. 23.Almamater Tercinta.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai tambahan informasi dan wacana bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bandarlampung, April 2015 Penulis


(15)

DAFTAR ISI

COVER LUAR ... i

ABSTRACT ... ii

ABSTRAK ... iii

COVER DALAM ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN ... v

LEMBAR PENGESAHAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

MOTO ... ix

SANWACANA ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup ... 9

1.2.1 Permasalahan ... 9

1.2.2 RuangLingkup ... 9

1.3 Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ... 9

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 9

1.3.2 Kegunaan Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Pengertian Ruang, Tata Ruang, dan Penataan Ruang ... 11

2.2 Asas dan Tujuan Penataan Ruang ... 12

2.3 Klasifikasi Penataan Ruang ... 14

2.4 Tugas dan Wewenang Pemerintah/Pemerintah Daerah Dalam Penataan Ruang ... 16

2.5 Pelaksanaan Penataan Ruang ... 18

2.5.1 Perencanaan Tata Ruang ... 19

2.5.2 Pemanfaatan Ruang ... 24

2.5.3 Pengendalian Pemanfaatan Ruang ... 27

2.5.3.1 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi ... 27


(16)

2.5.3.3 Ketentuan Insentif dan Disinsentif ... 30

2.5.3.4 Ketentuan Sanksi ... 33

III. METODE PENELITIAN ... 34

3.1 Pendekatan Masalah ... 34

3.1.1 Pendekatan Normatif ... 34

3.1.2 Pendekatan Empiris ... 34

3.2 Sumber Data ... 35

3.2.1 Data Primer ... 35

3.2.2 Data Sekunder ... 35

3.3 Prosedur Pengumpulan Data ... 37

3.3.1 Studi Kepustakaan (library Research) ... 37

3.3.2 Studi Lapangan (Field Research) ... 37

3.4 Prosedur Pengolahan Data ... 38

3.5 Analisis Data ... 39

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 40

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur ... 40

4.1.1 Visi Kabupaten Lampung Timur ... 44

4.1.2 Misi Kabupaten Lampung Timur ... 45

4.1.3 Tata Ruang Wilayah ... 46

4.1.4 Pengendalian Pemanfaatan Ruang Sebagai Upaya Mewujudkan Tertib Tata Ruang ... .. 50

4.2 Pelaksanaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Lampung Timur ... 53

4.2.1 Pengaturan Zonasi ... 55

4.2.2 Perizinan ... 66

4.2.2.1 Jenis Perizinan yang terkait dengan Penataan Ruang ... 67

4.2.2.2 Prosedur Perizinan ... 74

4.2.3 Pemberian Insentif dan Disinsentif ... 77

4.2.4 Pengenaan Sanksi ... 83

4.3 Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Lampung Timur ... 96

4.3.1 Faktor Pendukung ... 96

4.3.2 Faktor Penghambat ... 101

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 105

5.1. Kesimpulan ... 105

5.2. Saran ... 107

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Fungsi Kecamatan di Kabupaten Lampung Timur ... 58

Tabel 2. Perubahan Fungsi Kawasan ... 62

Tabel 3. Ketentuan Perubahan Bersyarat ... 63


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram Aspek-Aspek Pengendalian Pemanfaatan Ruang ... 55 Gambar 2. Diagram Kerangka Umum Perangkat Pengendalian Pembangunan . 57


(19)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Berkaitan dengan ketentuan tersebut, dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) dinyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.1 Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas luasnya dalam sisitem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.2

Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah. Tujuan pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, sebagaimana diatur dalam ketentuan tersebut di atas, sesuai dengan tujuan negara yang dinyatakan

1

Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2


(20)

2

dalam alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu

”melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan

untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.”3

Pemerintah daerah otonomi menyelenggarakan sekaligus dua aspek otonomi, yaitu:

1. Otonomi penuh yaitu semua fungsi pemerintahan yang menyangkut baik isi substansi maupun tata cara pelaksanaannya. Urusan disebut sebagai otonomi.

2. Otonomi tidak penuh, daerah hanya menguasai tata cara penyelenggaraan, tetapi tidak menguasai isi pemerintahan. Urusan ini lazim disebut tugas pembantuan.4

Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi.5 Dalam pelaksanaan desentralisasi dilakukan penataan daerah. Penataan daerah ditujukan untuk:6

1. Mewujudkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah. 2. Mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat.

3. Mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik. 4. Meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan.

3

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Op., Cit, alinea keempat.

4

Bagir Manan. Menyongsong Fajar Otonomi Daerah. Yogjakarta: Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum UII. 2001, hlm. 103.

5

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014. Op., Cit, Pasal 1 angka 8.

6Ibid.


(21)

3

5. Meningkatkan daya saing nasional dan daya saing daerah. 6. Memelihara keunikan adat istiadat, tradisi, dan budaya daerah.

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib sebagaimana dimaksud adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar. Urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota salah satunya meliputi penataan ruang. Hubungan fungsi pemerintahan anatara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dilaksanakan melalui sistem otonomi, yang meliputi desentarlisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Hubungan ini bersifat koordinatif administrasi, artinya hakekat fungsi pemerintahan tersebut tidak ada yang saling membawahi, namun demikian fungsi dan peran pemerintahan provinsi juga mengemban pemerintahan pusat sebagai wakil pemerintah pusat di daerah.7

Pemerintah pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah.8Pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah pusat terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah kabupaten/kota dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.9 Pembinaan dan pengawasan secara nasional dikoordinasikan oleh menteri.10

7

Siswanto Sunarno. Hukum Pemerintahan Daerah. Jakarta: Sinar Grafika. 2006. hlm. 5.

8

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Op.,Cit. Pasal 8 ayat (1).

9Ibid.

Pasal 8 ayat (2).

10Ibid.


(22)

4

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten adalah Rencana Tata Ruang Wilayah yang mengatur rencana struktur dan pola tata ruang wilayah kabupaten.11 Permasalahan tata ruang yang paling utama adalah perencanaan ruang yang tidak baik dan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai peruntukannya.12 Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur melalui kebijakan pengaturan penataan ruang telah berupaya mengarahkan agar tercipta ketertiban pemanfaatan ruang, namun kenyataannya di lapangan Perda RTRW tersebut belum dapat mewujudkan ketertiban pemanfaatan ruang. Saat ini di lapangan masih terdapat aktivitas pemanfaatan ruang wilayah yang tidak sesuai wilayah peruntukkan sebagaimana di atur dalam Perda RTRW.

Pencapaian tujuan Perda RTRW untuk mewujudkan pengembangan wilayah yang berbasis agribisnis yang berdaya saing secara berkelanjutan dan merata, seringkali berhadapan dengan kepentingan ekonomi yang mengancam kelestarian lingkungan, sebagai contoh, aktivitas penambangan pasir liar dan ilegal di Kecamatan Pasir Sakti dan kecamatan Labuhan Maringgai yang tidak dilengkapi izin dan tidak sesuai dengan peruntukan, telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang cukup meresahkan masyarakat, aktivitas penambangan pasir liar dan ilegal yang tentunya tidak dilengkapai dengan izin penambangan dapat menimbulkan kerugian bagi pemerintah daerah, karena tidak mendapatkan pendapatan daerah dari aktivitas penambangan tersebut. Selain itu pada kawasan

11

Pasal 1 angka 9 Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 4 Tahun 2012 tentang Rencanna Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Timur Tahun 2011-2031.

12

Muhammad Akib, Charles Jackson dkk. Hukum Penataan Ruang. Bandarlampung: Pusat Kajian Konstitusi dan Peraturan Perundang-Undangan Fakultas Hukum Universitas Lampung. 2013. hlm. 1.


(23)

5

hutan lindung Register 38 yang seharusnya dilindungi keberadaannya sesuai dengan amanat undang-undang, telah berubah fungsi menjadi kawasan permukiman.13 Sukadana sebagai pusat pemerintahan daerah dan pusat kegiatan di Kabupaten Lampung Timur pada kenyataanya kurang sesuai dengan RTRW Kabupaten Lampung Timur karena masih kurangnya sarana dan perasarana yang memadai, kemudaian aktivitas masyarakat terlihat masih sepi karena kurangnya pembangunan pusat-pusat sentra kegiatan di daerah sukadana.14

Pembangunan pada hakikatnya adalah pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki untuk maksud dan tujuan tertentu. Ketersediaan sumberdaya sangat terbatas sehingga diperlukan strategi pengelolaan yang tepat bagi pelestarian lingkungan hidup agar kemampuan serasi dan seimbang untuk mendukung keberlanjutan kehidupan manusia. Memajukan kesejahteraan generasi sekarang melalui pembangunan berkelanjutan dilakukan berdasarkan kebijakan terpadu dan menyeluruh tanpa mengabaikan kebutuhan generasi mendatang. Strategi pengelolaan yang dimaksud yaitu upaya sadar, terencana, dan terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan, dan pengembangan sumberdaya secara bijaksana untuk meningkatkan kualitas hidup.15

13

Lintje Anna Marpaung. Analisis Penyelenggaraan Penataan Ruang dalam Perspektif Pembangunan Berkrlanjutan di Kabupaten Lampung Timur. Volume 9 Nomor 1 Januari 2014.hlm. 17-18.

14

http//Kabupaten Lampung Timur - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.htm. diakses 30 Oktober 2014.

15

Tazrief Landoala, Penataan ruang dalam Konteks Pembangunan Berkelanjutan, dalam

http://jembatan4.blogspot.com/2013/09/ penataan-ruang-dalam-konteks.html, diakses 17 Oktober 2014.


(24)

6

Kebijakan pembangunan berkelanjutan tentu tidak bisa dilepaskan dari instrumen hukum tata ruang. Melalui instrumen tata ruang berbagai kepentingan pembangunan baik antara pusat dan daerah, antardaerah, antarsektor maupun antarpemangku kepentingan dapat dilakukan dengan selaras serasi, seimbang, dan terpadu.16

Permasalahanya bahwa meningkatnya kebutuhan ruang dalam pelaksanaan pembangunan berimplikasi terhadap penggunaan ruang yang tidak sesuai dengan rencana peruntukan. Padahal baik pada tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota telah disusun RTRW. Melalui RTRW ini penggunaan ruang telah dipilah-pilah berdasarkan struktur dan fungsi ruang. Struktur dan fungsi ruang inilah yang seharusnya menjadi dasar dalam penggunaan ruang. Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang ditegaskan bahwa struktur ruang memuat susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Sementara itu, pola ruang memuat distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.17

Kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan peruntukan ruang sebagaimana ditetapkan dalam RTRW menimbulkan berbagai permasalahan lebih lanjut, seperti tumpang tindih penggunaan ruang, alih fungsi lahan, konflik kepentingan

16

Muhammad Akib, Charles Jackson dkk. Op.,Cit.. hlm. 2.


(25)

7

antarsektor (kehutanan, pertambangan, lingkungan, prsarana wilayah dan lain-lain), dan konflik antara pusat dan daerah, konflik antardaerah, serta kemerosotan dan kerusakan lingkungan hidup.18

Ada beberapa kendala yang menyebabkan tidak dipatuhinya rencana tata ruang dalam pembangunan. Pertama, data dan informasi yang digunakan dalam penyusunan RTRW kurang akurat dan belum meliputi analisis pemanfaatan sumberdaya secara komprehensif. Penyusunan RTRW seringkali hanya formalitas untuk memenuhi kewajiban pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, RTRW seringkali dianggap sebagai satu instansi tertentu dan belum menjadi dokumen milik semua instansi karena penyusunanya belum melibatkan berbagai pihak. Permasalahan lain yang terjadi terkait dengan perencanaan tata ruang adalah seringkali perencanaan suatu kegiatan yang menggunakan ruang secara blue print tidak tergambar secara detail di dalam suatu peta rencana yang dapat menyebabkan pelanggaran di dalam pemanfaatan ruang. Kedua, kebutuhan mendesak akan ruang, baik yang disebabkan oleh penggunaan lahan ilegal maupun pemerintah, telah menyebabkan alih fungsi lahan yang tidak terkendali. Ketiga, tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama yang disebabkan oleh arus urbanisasi mengakibatkan pengelolaan ruang kota semakin berat. Selain itu daya dukung lingkungan dan soaial yang menurun, sehingga tidak dapat mengimbangi kebutuhan akibat tekanan penduduk. Keempat, tidak sinkronnya kegiatan antar sektor dan antar daerah. Selain itu, konflik kewenangan terjadi secara hierarki antarinstansi


(26)

8

pemerintahan menjadi kendala dan tantangan dalam penyelenggaraan penataan ruang dan pembangunan.19

Berdasarkan Pasal 1 angka 28 Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Rencanna Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Timur Tahun 2011-2031 bahwa pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah ketentuan-ketentuan yang dibuat atau disusun dalam upaya mengendalikan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten agar sesuai dengan RTRW kabupaten yang berbentuk ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi untuk wilayah kabupaten.20 Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten menjadi acuan pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten. Arahan pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud meliputi:21

1. Ketentuan umum peraturan zonasi. 2. Ketentuan perizinan.

3. Ketentuan insentif dan disinsentif. 4. Ketentuan sanksi.

19

Deddy Koespramoedyo, Keterkaitan Rencana Pembangunan Nasional dengan Penataan Ruang,

hlm. 4, dalam http://bulletin. Penataanruang.net/upload/data artikel /

keterkaitan%20Rencana%20pembangunan%20penataan%20ruangIr.Deddy%20Koespramoedyo, MSc%20edit.pdf, diakses 17 Oktober 2014.

20

Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 4 Tahun 2012. Op., Cit. Pasal 1 angka 28.

21Ibid.


(27)

9

1.2 Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup

1.2.1 Permasalahan

Berdasarkan uraian yang terdapat dalam latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana Pelaksanaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Lampung Timur ?

2. Apa faktor pendukung dan penghambat dalam Pelaksanaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Lampung Timur ?

1.2.2 Ruang Lingkup

Mengingat luasnya kajian ilmu hukum, maka penulis membatasi ruang lingkup penelitian pada bidang Hukum Administrasi Negara mengenai Pelaksanaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang, yaitu dengan melihat literatur-literatur, undang-undang yang terkait dalam pokok pembahasan ini, serta pendapat-pendapat dari para ahli mengenai pokok pembahasan ini.

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan pokok bahasan di atas maka tujuan dalam penelitian ini adalah:


(28)

10

1. Untuk mengetahui secara jelas terkait Pelaksanaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Lampung Timur.

2. Untuk mengetahui adanya faktor pendukung dan penghambat dalam pengendalian pemanfaatan ruang di Kabupaten Lampung Timur.

1.3.2 Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap pendidikan hukum, khususnya dalam hal Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Lampung Timur. 2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat yang berada di Kabupaten Lampung Timur untuk mendukung terhadap Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Daerah Kabupaten Lampung Timur.


(29)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Ruang, Tata Ruang, dan Penataan Ruang

Menurut D.A. Tisnaadmidjaja, yang dimaksud dengan ruang adalah “wujud fisik

wilayah dalam dimensi geografis dan geometris yang merupakan wadah bagi manusia dalam melaksanakan kegiatan kehidupannya dalam suatu kualitas

kehidupan yang layak”.22

Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.23 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.24

Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan tata ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.25 Hal tersebut merupakan ruang lingkup penataan ruang sebagai objek Hukum Administrasi Negara. Jadi, hukum penataan ruang menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 yaitu hukum yang berwujud struktur ruang (ialah sususnan pusat-pusat pemukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan

22

D.A Tiasnaadmidjaja dalam Asep Warlan Yusuf. Pranata Pembangunan. Bandung: Universitas Parahiayang 1997. hlm. 6.

23

Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

24Ibid

Pasal 1 Angka 3.

25Ibid


(30)

12

ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional) dan pola ruang (ialah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya).26

2.2 Asas dan Tujuan Penataan Ruang

Menurut Herman Hermit27 “sebagaimana asas hukum yang paling utama yaitu keadilan, maka arah dan kerangka pemikiran serta pendekatan-pendekatan dalam pengaturan (substansi peraturan perundang-undangan) apa pun, termasuk Undang-Undang Penataan Ruang, wajib dijiwai oleh asas keadilan”.

Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 ditegaskan bahwa penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas:28

1. Keterpaduan.

Keterpaduan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan antara lain, adalah pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

2. Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan.

Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mewujudkan keserasian antara struktur ruang dan pola ruang, keselarasan antara kehidupan manusia dengan lingkungannya,

26

Muhammad Akib, Charles Jackson dkk. Op.,Cit.. hlm. 33.

27

Herman Hermit. Pembahasan Undang-Undang Penataan Ruang. Bandung: Mandar Maju. 2008. hlm. 68.

28


(31)

13

keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antar daerah serta antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.

3. Keberlanjutan.

Keberlanjutan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan menjamin kelestarian dan kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan dengan memperhatikan kepentingan generasi mendatang. 4. Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan.

Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengoptimalkan manfaat ruang dan sumber daya yang terkandung di dalamnya serta menjamin terwujudnya tata ruang yang berkualitas.

5. Keterbukaan.

Keterbukaan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penataan ruang.

6. Kebersamaan dan kemitraan.

Kebersamaan dan kemitraan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. 7. Perlindungan kepentingan umum.

Perlindungan kepentingan umum adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat.

8. Kepastian hukum dan keadilan.

Kepastian hukum dan keadilan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan berlandaskan hukum/ketentuan peraturan


(32)

14

perundang-undangan dan bahwa penataan ruang dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban semua pihak secara adil dengan jaminan kepastian hukum. 9. Akuntabilitas.

Akuntabilitas adalah bahwa penyelenggaraan penataan ruang dapat dipertanggungjawabkan, baik prosesnya, pembiayaannya, maupun hasilnya.

2.3Klasifikasi Penataan Ruang

Klasifikasi penataan ruang ditegaskan dalam Undang-Undang Penataan Ruang bahwa penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan.29 Selanjutnya ditegaskan sebagai berikut:30

1. Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan sistem internal perkotaan.

2. Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri dari kawasan lindung dan kawasan budi daya.

3. Penataan ruang berdasarkan wilayah administrasi terdiri atas penataan ruang wilayah nasional, penataaan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota.

4. Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan perkotaan, dan penataan ruang kawasan perdesaan.

29Ibid

, Pasal 4.

30Ibid


(33)

15

5. Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan strategis nasional, penatan ruang kawasan strategis provinsi, dan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota.

Penyelenggaraan penataan ruang harus memperhatikan hal sebagai berikut:31 1. Kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan

terhadap bencana.

2. Potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan, kondisi ekeonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan.

3. Geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.

Penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota harus dilakukakn secara berjenjang dan komplementer. Komplementer yang dimaksud disini adalah bahwa penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota saling melengkapi satu sama lain, bersinergi, dan dalam penyelenggaraannya tidak terjadi tumpah tindih kewenangan.32

31Ibid,

Pasal 6.

32


(34)

16

2.4 Tugas dan Wewenang Pemerintah/Pemerintah Daerah dalam Penataan Ruang

Tugas negara dalam penyelenggaraan penatan ruang meliputi dua hal, yaitu; (a)

police making, ialah penentuan haluan negara; (b) task executing, yaitu pelaksanaan tugas menurut haluan yang telah ditetapkan oleh negara.33 Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud di atas, negara memberikan kewenangan penyelenggaraan penataan ruang kepada pemerintah dan pemerintah daerah. Penyelenggaraan penataan ruang itu dilakukan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Wewenang pemerintah dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:34

1. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.

2. Pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional.

3. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional.

4. Kerja sama penataan ruang antarnegara dan pemfasilitasan kerja sama penataan ruang antarprovinsi.

Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:35

33

Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: RadjaGrafindo Persada. 2006. hlm. 13.

34


(35)

17

1. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi dan kabupaten/kota.

2. Pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi.

3. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi.

4. Kerja sama penataan ruang antarprovinsi dan pemfasilitasan kerja sama penataan ruang antarkabupaten/kota.

Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:36

1. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis kabupaten/kota. 2. Pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota.

3. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota. 4. Kerja sama penataan ruang antarkabupaten/kota.

Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:37

1. Perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota. 2. Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.

3. Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.

35

Ibid, Pasal 10 ayat (1).

36Ibid,

Pasal 11 ayat (1).

37Ibid,


(36)

18

2.5 Pelaksanaan Penataan Ruang

Kegiatan pembangunan merupakan bagian terpenting dan tidak dapat terpisahkan dari proses penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Indonesia sebagai salah satu negara yang menganut paham Welfare state berkewajiban untuk dapat menyelenggarakan pembangunan dengan memanfaatkan secara optimal berbagai sumber daya yang ada guna memenuhi kebutuhan hidup rakyatnya. Kewajiban negara ini diperkuat dengan dicantumkannya dalam konstitusi negara yakni pada Pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bahwa negara memiliki kekuasaan atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Dengan kata lain, ketentuan ini bermakna bahwa negara dengan berbagai cara dan tanpa alasan apapun dituntut untuk dapat mensejahterakan rakyatnya.38

Dalam proses penyelenggaraan pembangunan yang mensejahterakan tersebut tentunya tidak semudah membalikan telapak tangan atau dapat secara ideal berjalan sebagaimana yang dikehendaki oleh rakyat atau yang termasuk dalam kontitusi negara. Hal ini perlu disadari dan dipahami bahwa kegiatan pembangunan selama ini atau di negara manapun bukan tanpa masalah atau hambatan. Demikian juga yang terjadi di Negara Indonesia yang merupakan negara berkembang dengan pola pemerintahan yang masih inkonsisten. Hadirnya konsep otonomi daerah yang digulirkan sejak tahun 1999 hanya merupakan intuisi sesaat yang terpengaruh oleh euphoria sementara mengenai pola pemerintahan

38


(37)

19

yang dianggap ideal yakni perubahan system pemerintahan dari sentralistik ke desentralistik yang pada kenyataannya dapat dibilang masih ragu-ragu dan belum terbukti keefektifannya.

2.5.1 Perencanaan Tata Ruang

Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Pada Undang-Undang Penataan Ruang, perencanaan rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruaang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi.39 Perencanaan Pembangunan Nasional terbagi atas tiga jenis perencanaan yaitu:40 Rencana Jangka Panjang, Rencana Lima Tahunan, dan Rencana Tahunan.

Pada Pasal 19 Undang-Undang Penataan Ruang menyatakan bahwa Penyusuanan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional harus memeperhatikan:41

1. Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.

2. Perkembangan permasalahan regional dan global, serta hasil pengkajian implikasi penataan ruang nasional.

3. Upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan serta stabilitas ekonomi.

4. Keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan pembangunan daerah.

39

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. Op.,Cit. Pasal 15.

40

B.S . Muljana. Perencanaan Pembangunan Nasional, Proses Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional dengan Fokus Repelita V. Jakarta: UI-Press. 2001. hlm. 4.

41


(38)

20

5. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. 6. Rencana pembangunan jangka panjang nasional. 7. Rencana tata ruang kawasan strategis nasional.

8. Rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.

Rencana Tata Ruang Nasional nantinya akan menjadi acuan terhadap rencana tata ruang provinsi, kabupaten/kota. Adapun Rencana Tata Ruang Provinsi adalah sebagai berikut:42

(1) Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi mengacu pada: a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

b. Pedoman bidang penataan ruang.

c. Rencana pembangunan jangka panjang daerah.

(2) Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi harus memperhatikan:

a. Perkembangan permasalahan nasional dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang provinsi.

b. Upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi provinsi. c. Keselarasan aspirasi pembangunan provinsi dan pembangunan

kabupaten/kota.

d. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. e. Rencana pembangunan jangka panjang daerah. f. Rencana tata ruang wilayah provinsi yang berbatasan. g. Rencana tata ruang kawasan strategis provinsi.

h. Rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.

42Ibid.


(39)

21

Mengenai apa saja yang terdapat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, ditegaskan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, ditegaskan dalam Pasal 23 Undang-Undang Penataan Ruang, sebagai berikut:43

(1) Rencana tata ruang wilayah provinsi memuat:

a. Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah provinsi.

b. Rencana struktur ruang wilayah provinsi yang meliputi sistem perkotaan dalam wilayahnya yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana wilayah provinsi. c. Rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung dan

kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis provinsi. d. Penetapan kawasan strategis provinsi.

e. Arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan.

f. Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

(2) Rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi pedoman untuk: a. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah. b. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah.

c. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam wilayah provinsi.

d. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah kabupaten/kota, serta keserasian antarsektor.

43Ibid.


(40)

22

e. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi. f. Penataan ruang kawasan strategis provinsi.

g. Penataan ruang wilayah kabupaten/kota.

(3) Jangka waktu rencana tata ruang wilayah provinsi adalah 20 (dua puluh) tahun.

(4) Rencana tata ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(5) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial negara dan/atau wilayah provinsi yang ditetapkan dengan undang-undang, rencana tata ruang wilayah provinsi ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(6) Rencana tata ruang wilayah provinsi ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi.

Sedangkan dalam penyususnan Rencana Tata Ruang Kabupaten dan Kota mengacu kepada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi. Rencana Tata Ruang Kabupaten sebagai berikut:44

(1) Rencana tata ruang wilayah kabupaten memuat:

a. Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten.

b. Rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten.

44Ibid.


(41)

23

c. Rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten.

d. Penetapan kawasan strategis kabupaten.

e. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan.

f. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

(2) Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi pedoman untuk: a. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah. b. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah.

c. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten.

d. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor. e. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi.

f. Penataan ruang kawasan strategis kabupaten.

(3) Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan dan administrasi pertanahan.

(4) Jangka waktu rencana tata ruang wilayah kabupaten adalah 20 (dua puluh) tahun.

(5) Rencana tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(6) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan


(42)

24

dan/atau perubahan batas teritorial negara, wilayah provinsi, dan/atau wilayah kabupaten yang ditetapkan dengan undang-undang, rencana tata ruang wilayah kabupaten ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(7) Rencana tata ruang wilayah kabupaten ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten.

Terdapat perbedaan antara Rencana Tata Ruang Wilayah Kota dengan Kabupaten, yang mana di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota pada Pasal 28 Undang-Undang Penataan Ruang ada penambahan sebagai berikut:45

1. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau. 2. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau.

3. Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah.

2.5.2 Pemanfaatan Ruang

Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan

45Ibid.


(43)

25

program beserta pembiayaannya. Ketentuan umum tentang pemanfaatan ruang ditegaskan dalam Pasal 32 Undang-Undang Penataan Ruang sebagai berikut:46 (1) Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan

ruang beserta pembiayaannya.

(2) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan dengan pemanfaatan ruang, baik pemanfaatan ruang secara vertikal maupun pemanfaatan ruang di dalam bumi.

(3) Program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk jabaran dari indikasi program utama yang termuat di dalam rencana tata ruang wilayah.

(4) Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan jangka waktu indikasi program utama pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang.

(5) Pelaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disinkronisasikan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah administratif sekitarnya.

(6) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan standar pelayanan minimal dalam penyediaan sarana dan prasarana.

Mengenai ketentuan apa saja yang harus dilakukan dalam Pemanfaatan Ruang Wilayah Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota dinyatakan sebagai berikut:47

46Ibid.

Pasal 32.

47Ibid.


(44)

26

(1) Dalam pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dilakukan:

a. Perumusan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang wilayah dan rencana tata ruang kawasan strategis.

b. Perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur ruang dan pola ruang wilayah dan kawasan strategis.

c. Pelaksanaan pembangunan sesuai dengan program pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan strategis.

(2) Dalam rangka pelaksanaan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang wilayah dan rencana tata ruang kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan kawasan budi daya yang dikendalikan dan kawasan budi daya yang didorong pengembangannya. (3) Pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c

dilaksanakan melalui pengembangan kawasan secara terpadu.

(4) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan:

a. Standar pelayanan minimal bidang penataan ruang. b. Standar kualitas lingkungan.


(45)

27

2.5.3 Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Adanya Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah jika adanya ketidaksesuaian pemanfaatan ruang.48 Pengendalian pemanfaatan ruang adalah sebagai usaha untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang yang ditetapkan rencana tata ruang. Pada Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dijelaskan bahwa pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. Ketentuan mengenai pengendalian pemanfaatan ruang diatur dalam Pasal 78 ayat (2) Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2012 tentang Rencanan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Timur Tahun 2011-2031 yang menyatakan bahwa arahan pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta ketentuan sanksi.

2.5.3.1 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi

Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata ruang.49 Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) adalah ketentuan yang mengatur tentang klasifikasi zona, pengaturan lebih lanjut mengenai pemanfaatan lahan, dan prosedur pelaksanaan pembangunan. Suatu zona mempunyai aturan yang seragam (guna lahan, intensitas, massa bangunan), namun satu zona dengan zona lainnya bisa berbeda ukuran dan aturan.

48

Muhammad Akib, Charles Jackson dkk. Op.,Cit. hlm. 45.

49

Hasni. Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2010. hlm .194.


(46)

28

1. Tujuan Peraturan Zonasi.

Tujuan dari peraturan zonasi diantaranya adalah:

a. Menjamin bahwa pembangunan yang akan dilaksanakan dapat mencapai standar kualitas lokal minimum (health, safety, and welfare).

b. Melindungi atau menjamin agar pembangunan baru tidak mengganggu penghuni atau pemanfaat ruang yang telah ada.

c. Memelihara nilai property.

d. Memelihara/memantapkan lingkungan dan melestarikan kualitasnya.

e. Menyediakan aturan yang seragam di setiap zona. 2. Manfaat Peraturan Zonasi.

Manfaat dari peraturan zonasi ini adalah:

a. Meminimalkan penggunaan lahan yang tidak sesuai.

b. Meningkatkan pelayanan terhadap fasilitas yang bersifat publik. c. Menjaga keseimbangan kehidupan masyarakat.

d. Mendorong pengembangan ekonomi. 3. Kelebihan dan Kelemahan Peraturan Zonasi.

Adapun yang menjadi kelebihan dari peraturan zonasi adalah adanya

certainty (kepastian), predictability, legitimacy, accountability. Sedangkan kelemahan peraturan zonasi adalah karena tidak ada yang dapat meramalkan keadaan di masa depan secara rinci, sehingga banyak permintaan rezoning (karena itu, amandemen peraturan zonasi menjadi penting).


(47)

29

Pada perkembangan selanjutnya, peraturan zonasi ditujukan untuk beberapa hal sebagai berikut:

1. Mengatur kegiatan yang boleh dan tidak boleh ada pada suatu zona.

2. Menerapkan pemunduran bangunan di atas ketinggian tertentu agar sinar matahari jatuh ke jalan dan trotoar dan sinar serta udara mencapai bagian dalam bangunan.

3. Pembatasan besar bangunan di zona tertentu agar pusat kota menjadi kawasan yang paling intensif pemanfaatan ruangnya.

Peraturan zonasi berfungsi sebagai panduan mengenai ketentuan teknis pemanfaatan ruang dan pelaksanaan pemanfaatan ruang, serta pengendaliannya. Berdasarkan komponen dan cakupan peraturan zonasi, maka fungsi peraturan zonasi adalah:

1. Sebagai perangkat pengendalian pembangunan.

Peraturan zonasi sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang, menyeragamkan arahan peraturan zonasi di seluruh wilayah provinsi untuk peruntukan ruang yang sama, serta sebagai arahan peruntukan ruang yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan dilarang, serta intensitas pemanfaatan ruang yang lengkap akan memuat prosedur pelaksanaan pembangunan sampai ke tata cara pembinaannya.

2. Sebagai pedoman penyusunan rencana operasional.

Peraturan zonasi dapat menjadi jembatan dalam penyusunan rencana tata ruang yang bersifat operasional, karena memuat ketentuan-ketentuan tentang penjabaran rencana yang bersifat makro ke dalam rencana yang bersifat sub makro sampai pada rencana yang rinci.


(48)

30

3. Sebagai panduan teknis pengembangan pemanfaatan lahan.

Indikasi arahan peraturan zonasi mencakup panduan teknis untuk pengembangan pemanfaatan lahan.

2.5.3.2 Ketentuan Perizinan

Ketentuan perizinan diatur oleh pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.50 Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.51 Kemudian yang dimaksud dengan perizinan adalah perizinan yang terkait dengan izin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang. Izin dimaksud adalah izin lokasi/fungsi ruang, amplop ruang, dan kualitas ruang.52

2.5.3.3 Ketentuan Insentif dan Disinsentif

Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun oleh pemerintah daerah. Insentif merupakan

50

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. Op.,Cit,Pasal 37 ayat (1).

51Ibid.

Pasal 37 ayat (2).

52


(49)

31

perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, yang berupa:53

1. Keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham.

2. Pembangunan serta pengadaan infrastruktur. 3. Kemudahan prosedur perizinan.

4. Pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah.

Ketentuan insentif berlaku untuk kawasan yang didorong pertumbuhannya, seperti:54

1. Kawasan perkotaan. 2. Kawasan Pertanian. 3. Kawasan Perkebunan. 4. Kawasan Pesisir. 5. Kawasan Wisata.

6. Kawasan Pusat Pengembangan Industri Olahan Hasil Perkebunan. 7. Kawasan Stategis.

Perangkat disinsentif adalah instrumen pengaturan yang bertujuan membatasi atau mengendalikan kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, seperti:

1. Pengenaan pajak progresif.

53

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Op.,Cit, Pasal 38 Ayat (2).

54


(50)

32

2. Pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.

Disinsentif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, yang berupa:55

1. Pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang.

2. Pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.

Kawasan yang perlu dikendalikan dan dibatasi perkembangannya dan sekaligus disinsentif yang mungkin diterapkan pada kawasan tersebut adalah sebagai berikut:56

1. Kawasan Rawan Bencana.

2. Kawasan Pertanian dan Perkebunan. 3. Taman Nasional Way Kambas. 4. Kawasan Pertambangan.

Insentif dan disinsentif dapat diberikan oleh: a. Pemerintah kepada pemerintah daerah.

b. Pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya. c. Pemerintah kepada masyarakat.

55

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Op.,Cit, Pasal 38 Ayat (3).

56


(51)

33

2.5.3.4 Ketentuan Sanksi

Mengenai pengenaan sanksi diatur dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 yang merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi. Pengenaan sanksi merupakan salah satu upaya pengendalian pemanfaatan ruang, dimaksudkan sebagai perangkat tindakan pembinaan atas pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang tidak memiliki izin dikenai sanksi adminstratif, sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi pidana denda.


(52)

34

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan normatif dan pendekatan empiris.

3.1.1 Pendekatan Normatif

Pendekatan ini dilakukan terhadap norma dan nilai hukum yang terdapat dalam buku-buku, ketentuan perundang-undangan yang telah ada dan yang ada hubungannya dengan masalah yang akan dibahas.

3.1.2 Pendekatan Empiris

Pendekatan ini dilakukan melalui fakta-fakta yang ada atau yang terjadi dalam lapangan (masyarakat) di lokasi penelitian dengan mengumpulkan informasi-informasi tentang kejadian yang ada hubungannya dengan masalah yang akan dibahas. Pada penelitian ini, peneliti melakukan penelitian ke lokasi yaitu di Kabupaten Lampung Timur.


(53)

35

Dipergunakannya pendekatan normatif dan pendekatan empiris karena penelitian ini berdasarkan jenisnya merupakan kombinasi antara penelitian normatif dengan empiris. Sedangkan berdasarkan sifat, bentuk dan tujuannya adalah penelitian desktiptif dan problem identification, yaitu dengan mengidentifikasi masalah yang muncul kemudian dijelaskan berdasarkan peraturan-peraturan atau perundang-undangan yang berlaku serta ditunjang dengan landasan teori yang berhubungan dengan penelitian.

3.2 Sumber Data

Data yang digunakan guna menunjang hasil penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

3.2.1 Data Primer

Merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya. Data primer disebut juga sebagai data asli atau data baru yang memiliki sifat up to date. Dengan demikian, dalam memperoleh data primer dilakukan dengan cara turun langsung ke lapangan untuk mendapatkan data yang diperlukan dan dilakukan dengan wawancara.

3.2.2 Data Sekunder

Merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada, dengan mempelajari buku-buku,


(54)

36

dokumen-dokumen dan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang ada kaitannya dengan permasalahan yang sedang dibahas. Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.

a. Bahan hukum primer yang ada yaitu antara lain meliputi: 1) Pasal 18 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun

1945 Amandemen 1,2,3 dan 4.

2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

4) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara, Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

5) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

6) Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Lampung Tahun 2009-2029.

7) Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 4 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten

Lampung Timur Tahun 2011-2031. b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer seperti buku-buku ilmu hukum, hasil karya ilmiah dari khalangan


(55)

37

hukum, serta bahan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukun yang memberikan petunjuk ataupun penjelasan terhadap bahan primer dan bahan sekunder meliputi kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

3.3Prosedur Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperoleh dalam penelitian ini digunakan dengan cara-cara:

3.3.1 Studi Kepustakaan (library Research)

Dilakukan dengan cara menelaah, membaca buku-buku, mempelajari, mencatat, dan mengutip buku-buku, peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan hal yang dibahas.

3.3.2 Studi Lapangan (Field Research)

Dilakukan dengan cara turun langsung ke lapangan untuk mendapatkan data primer dan dilakukan dengan cara wawancara terbuka. Wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui pembicaraan secara langsung atau lisan untuk mendapatkan jawaban dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan. Wawancara dilakukan terhadap


(56)

38

Kepala Bappeda, Kasubbid Prasarana Wilayah dan Tata Ruang, dan Kasubbid Monitoring dan Evaluasi Bappeda Kabupaten Lampung Timur.

3.4 Prosedur Pengolahan Data

Setelah data terkumpul dengan baik melalui studi kepustakaan dan studi lapangan kemudian data diolah dengan cara mengelompokan kembali data, setelah itu di identifikasi sesuai dengan pokok bahasan. Setelah data yang telah diperoleh, maka penulis melakukan kegiatan-kegiatan antara lain:

1. Editing yaitu data yang diperoleh diolah dengan cara pemilahan data dengan cermat dan selektif sehingga diperoleh data yang relevan dengan pokok masalah.

2. Evaluasi yaitu menentukan nilai terhadap data-data yang telah terkumpul. 3. Klasifikasi data adalah suatu kumpulan data yang diperoleh perlu disusun

dalam bentuk logis dan ringkas, kemudian disempurnakan lagi menurut ciri-ciri data dan kebutuhan penelitian yang diklasifikasikan sesuai jenisnya.

4. Sistematika data yaitu penyusunan data berdasarkan urutan data ditentukan dan sesuai dengan pokok bahasan secara sistematis.

5. Penyusunsan data yaitu melakukan penyusunan data secara sistematis sesuai dengan jenis dan pokok bahasan dengan maksud memudahkan dalam menganalisa data tersebut.


(57)

39

3.5Analisis Data

Dalam menganalisa data yang diperlukan, metode yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif, yaitu dengan mengangkat fakta keadaan, variable, dan fenomena-fenomena yang terjadi selama penelitian dan menyajikan apa adanya. Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian yang bersifat sosial adalah analisis secara deskriptif kualitatif, yaitu proses pengorganisasian dan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satu uraian dasar sehingga dapat dirumuskan sesuai dengan tujuan penelitian. Dengan kata lain analisis deskriptif kualitatif, yaitu tata cara penelitian yang mengasilkan data dalam bentuk uraian kalimat.


(58)

105

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka kesimpulan yang didapat dari penelitian dan pembahasan mengenai pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang adalah sebagai berikut:

1. Pelaksanaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Lampung Timur dilakukan dengan cara:

a. Pengaturan zonasi. b. Perizinan.

c. Pemberian insentif dan disinsentif. d. Pengenaan sanksi.

2. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Pelaksanaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Lampung Timur antara lain adalah:

1. Faktor Pendukung.

a. Faktor internal pemerintah daerah.

1) Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Timur.

2) Tersedianya dana atau pembiayaan. 3) Partisipasi SKPD terkait.


(59)

106

b. Faktor eksternal pemerintah daerah.

1) Adanya komitmen pemerintah pusat dan daerah untuk menciptakan pemerintahan yang baik.

2) Stabilitas daerah bersangkutan.

3) Terjadinya komunikasi dan koordinasi pihak terkait yang berjalan dengan baik.

4) Adanya kesempatan yang diberikan oleh pemerintah provinsi dan Departemen Dalam Negeri dalam mengikuti kegiatan sosialisasi/pelatihan.

5) Peran Masyarakat. 2. Faktor Penghambat.

a. Faktor internal pemerintah daerah.

1) Rencana tata ruang wilayah Kabupaten Lampung Timur baru sebatas menggambarkan fungsi ruang dari suatu kecamatan, fungsi ruang masing-masing desa dalam kecamatan belum diatur dalam Perda RTRW.

2) Kurangnya sumber daya manusia dan pendanaan untuk melaksanakan pengawasan terhadap pemanfaatan ruang secara menyeluruh di wilayah Kabupaten Lampung Timur.

3) Kurangnya pemahaman dari aparatur pemerintah penyelenggara perizinan.

4) Aparatur pemerintah tidak memiliki ketegasan untuk memberikan sanksi kepada para pelanggar dalam pemanfaatan ruang.


(60)

107

b. Faktor eksternal pemerintah daerah.

1) Pesatnya pertumbuhan penduduk Kabupaten Lampung Timur. 2) Adanya oknum-oknum yang mengambil keuntungan dari

pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan peruntukkan.

3) Adanya keinginan untuk mencari keuntungan dengan cepat diantara anggota masyarakat yang mencenderungkan orang bertindak dengan jalan melanggar pemanfaatan ruang.

4) Kurangnya dukungan dari aparat penegak hukum dalam melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang yang diakibatkan oleh kurangnya koordinasi antar instansi.

5.2 Saran

Berdasarkan analisa dan kesimpulan atas permasalahan yang telah dibahas, maka yang menjadi saran penulis adalah:

1. Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur diharapkan dapat segera menyelesaikan penyusunan dan penetapan rencana detail tata ruang kawasan strategis Kabupaten Lampung Timur, karena rencana detail tata ruang sangat diperlukan dalam proses pemberian izin pemanfaatan ruang pada suatu wilayah, dengan tersedianya rencana detail tata ruang maka konsep tata ruang yang baik dan terintegrasi akan mampu mengarahkan kegiatan dan/atau usaha tertentu dalam suatu batasan wilayah.

2. Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur diharapkan dapat membentuk satuan kerja perangkat daerah yang memiliki tugas pokok dan fungsi di bidang penyelenggaraan penataan ruang. Penyelenggaraan penataan ruang yang


(61)

108

sangat kompleks selama ini tidak dapat ditangani secara optimal oleh satuan kerja setingkat bagian atau bidang.

3. Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur harus melaksanakan proses pemberian izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sebab izin merupakan salah satu bentuk instrumen yang pertama dalam konteks pemanfaatan ruang. Izin merupakan salah satu intrumen hukum yang berfungsi mengendalikan perilaku orang atau lembaga (badan usaha) yang bersifat preventif dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

4. Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur harus membuat kawasan untuk pusat pendidikan, karena pendidikan merupakan salah satu kepentingan umum masyarakat yang harus dipenuhi, selain itu pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk membentuk karakter manusia dan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.

5. Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur diharapkan melakukan penguatan pelaksanaan koordinasi melalui Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Kabupaten Lampung Timur, yang keanggotannya melibatkan aparat penegak hukum.

6. Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur harus terus meningkatkan upaya pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat terhadap tata ruang, yang dapat dilaksanakan melalui kegiatan penyuluhan bidang penataan ruang, pemberian ceramah, diskusi, debat publik, pembentukan kelompok masyarakat peduli tata ruang, dan penyediaan unit layanan pengaduan.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Akib, Muhammad, Charles Jackson dkk. Hukum Penataan Ruang.

Bandarlampung: Pusat Kajian Konstitusi dan Peraturan Perundang-Undangan Fakultas Hukum Universitas Lampung. 2013.

Anna Marpaung, Lintje. Analisis Penyelenggaraan Penataan Ruang dalam Perspektif Pembangunan Berkrlanjutan di Kabupaten Lampung Timur. Volume 9 Nomor 1 Januari 2014.

Hasni. Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan tanah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2010.

Hermit, Herman. Pembahasan Undang-Undang Penataan Ruang. Bandung: Mandar Maju. 2008.

HR, Ridwan. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: RadjaGrafindo Persada. 2006. Manan, Bagir. Menyongsong Fajar Otonomi Daerah. Yogjakarta: Pusat Studi

Hukum Fakultas Hukum UII. 2001.

Muljana, B.S. Perencanaan Pembangunan Nasional, Proses Penyusunan

Rencana Pembangunan Nasional dengan Fokus Repelita V. Jakarta:

UI-Press. 2001.

Sunarno, Siswanto. Hukum Pemerintahan Daerah. Jakarta: Sinar Grafika. 2006. Yusuf, Asep Warlan. Pranata Pembangunan. Bandung: Universitas Parahiayang

1997.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Amandemen 1,2,3 dan 4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.


(63)

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara, Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Lampung Tahun 2009 Sampai Dengan 2029.

Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Rencanna Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Timur Tahun 2011-2031.

Sumber Lainnya

Tazrief Landoala, Penataan ruang dalam Konteks Pembangunan Berkelanjutan,

dalam http://jembatan4.blogspot.com/2013/09/ penataan-ruang-dalam-konteks.html.

Deddy Koespramoedyo, Keterkaitan Rencana Pembangunan Nasional dengan

Penataan Ruang, hlm. 4, dalam http://bulletin.

Penataanruang.net/upload/dataartikel/keterkaitan%20Rencana%20pemba ngunan%20penataan%20ruangIr.Deddy%20Koespramoedyo,MSc%20ed it.pdf.

http//Kabupaten Lampung Timur-Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.htm.

http:/www.lampungtimurkab.go.id/mobile/.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka kesimpulan yang didapat dari penelitian dan pembahasan mengenai pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang adalah sebagai berikut:

1. Pelaksanaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Lampung Timur dilakukan dengan cara:

a. Pengaturan zonasi. b. Perizinan.

c. Pemberian insentif dan disinsentif. d. Pengenaan sanksi.

2. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Pelaksanaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Lampung Timur antara lain adalah:

1. Faktor Pendukung.

a. Faktor internal pemerintah daerah.

1) Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Timur.

2) Tersedianya dana atau pembiayaan. 3) Partisipasi SKPD terkait.


(2)

106

b. Faktor eksternal pemerintah daerah.

1) Adanya komitmen pemerintah pusat dan daerah untuk menciptakan pemerintahan yang baik.

2) Stabilitas daerah bersangkutan.

3) Terjadinya komunikasi dan koordinasi pihak terkait yang berjalan dengan baik.

4) Adanya kesempatan yang diberikan oleh pemerintah provinsi dan Departemen Dalam Negeri dalam mengikuti kegiatan sosialisasi/pelatihan.

5) Peran Masyarakat. 2. Faktor Penghambat.

a. Faktor internal pemerintah daerah.

1) Rencana tata ruang wilayah Kabupaten Lampung Timur baru sebatas menggambarkan fungsi ruang dari suatu kecamatan, fungsi ruang masing-masing desa dalam kecamatan belum diatur dalam Perda RTRW.

2) Kurangnya sumber daya manusia dan pendanaan untuk melaksanakan pengawasan terhadap pemanfaatan ruang secara menyeluruh di wilayah Kabupaten Lampung Timur.

3) Kurangnya pemahaman dari aparatur pemerintah penyelenggara perizinan.

4) Aparatur pemerintah tidak memiliki ketegasan untuk memberikan sanksi kepada para pelanggar dalam pemanfaatan ruang.


(3)

b. Faktor eksternal pemerintah daerah.

1) Pesatnya pertumbuhan penduduk Kabupaten Lampung Timur. 2) Adanya oknum-oknum yang mengambil keuntungan dari

pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan peruntukkan.

3) Adanya keinginan untuk mencari keuntungan dengan cepat diantara anggota masyarakat yang mencenderungkan orang bertindak dengan jalan melanggar pemanfaatan ruang.

4) Kurangnya dukungan dari aparat penegak hukum dalam melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang yang diakibatkan oleh kurangnya koordinasi antar instansi.

5.2 Saran

Berdasarkan analisa dan kesimpulan atas permasalahan yang telah dibahas, maka yang menjadi saran penulis adalah:

1. Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur diharapkan dapat segera menyelesaikan penyusunan dan penetapan rencana detail tata ruang kawasan strategis Kabupaten Lampung Timur, karena rencana detail tata ruang sangat diperlukan dalam proses pemberian izin pemanfaatan ruang pada suatu wilayah, dengan tersedianya rencana detail tata ruang maka konsep tata ruang yang baik dan terintegrasi akan mampu mengarahkan kegiatan dan/atau usaha tertentu dalam suatu batasan wilayah.

2. Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur diharapkan dapat membentuk satuan kerja perangkat daerah yang memiliki tugas pokok dan fungsi di bidang penyelenggaraan penataan ruang. Penyelenggaraan penataan ruang yang


(4)

108

sangat kompleks selama ini tidak dapat ditangani secara optimal oleh satuan kerja setingkat bagian atau bidang.

3. Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur harus melaksanakan proses pemberian izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sebab izin merupakan salah satu bentuk instrumen yang pertama dalam konteks pemanfaatan ruang. Izin merupakan salah satu intrumen hukum yang berfungsi mengendalikan perilaku orang atau lembaga (badan usaha) yang bersifat preventif dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

4. Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur harus membuat kawasan untuk pusat pendidikan, karena pendidikan merupakan salah satu kepentingan umum masyarakat yang harus dipenuhi, selain itu pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk membentuk karakter manusia dan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.

5. Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur diharapkan melakukan penguatan pelaksanaan koordinasi melalui Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Kabupaten Lampung Timur, yang keanggotannya melibatkan aparat penegak hukum.

6. Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur harus terus meningkatkan upaya pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat terhadap tata ruang, yang dapat dilaksanakan melalui kegiatan penyuluhan bidang penataan ruang, pemberian ceramah, diskusi, debat publik, pembentukan kelompok masyarakat peduli tata ruang, dan penyediaan unit layanan pengaduan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Akib, Muhammad, Charles Jackson dkk. Hukum Penataan Ruang. Bandarlampung: Pusat Kajian Konstitusi dan Peraturan Perundang-Undangan Fakultas Hukum Universitas Lampung. 2013.

Anna Marpaung, Lintje. Analisis Penyelenggaraan Penataan Ruang dalam Perspektif Pembangunan Berkrlanjutan di Kabupaten Lampung Timur. Volume 9 Nomor 1 Januari 2014.

Hasni. Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan tanah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2010.

Hermit, Herman. Pembahasan Undang-Undang Penataan Ruang. Bandung: Mandar Maju. 2008.

HR, Ridwan. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: RadjaGrafindo Persada. 2006. Manan, Bagir. Menyongsong Fajar Otonomi Daerah. Yogjakarta: Pusat Studi

Hukum Fakultas Hukum UII. 2001.

Muljana, B.S. Perencanaan Pembangunan Nasional, Proses Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional dengan Fokus Repelita V. Jakarta: UI-Press. 2001.

Sunarno, Siswanto. Hukum Pemerintahan Daerah. Jakarta: Sinar Grafika. 2006. Yusuf, Asep Warlan. Pranata Pembangunan. Bandung: Universitas Parahiayang

1997.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Amandemen 1,2,3 dan 4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.


(6)

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara, Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Lampung Tahun 2009 Sampai Dengan 2029.

Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Rencanna Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Timur Tahun 2011-2031.

Sumber Lainnya

Tazrief Landoala, Penataan ruang dalam Konteks Pembangunan Berkelanjutan, dalam http://jembatan4.blogspot.com/2013/09/ penataan-ruang-dalam-konteks.html.

Deddy Koespramoedyo, Keterkaitan Rencana Pembangunan Nasional dengan

Penataan Ruang, hlm. 4, dalam http://bulletin.

Penataanruang.net/upload/dataartikel/keterkaitan%20Rencana%20pemba ngunan%20penataan%20ruangIr.Deddy%20Koespramoedyo,MSc%20ed it.pdf.

http//Kabupaten Lampung Timur-Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.htm.

http:/www.lampungtimurkab.go.id/mobile/.