2
1.1 Latar Belakang
Globalisasi sebagai
sebuah tatanan
masyarakat terus
menggelinding tanpa bisa dicegah sebab mampu melintasi batas, transnasional dan transinternasional. Globalisasi berlangsung di semua
bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan. Salah satu faktor pendukungnya adalah
teknologi informasi dan komunikasi. Perkembangan teknologi begitu cepat sehingga segala informasi dengan berbagai bentuk dan
kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia dalam hitungan detik. Oleh karena itu, kehadiran globalisasi adalah sesuatu yang riil dan tak
bisa dihindari. Sudah bisa dipastikan bahwa globalisasi membawa pengaruh besar bagi kehidupan suatu negara, termasuk negara
Indonesia kompasiana.com tanggal 24 Februari 2012. Dunia pendidikan merupakan salah satu bidang yang terkena
dampak dari globalisasi. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Admadi Setyaningsih 2005 menjelaskan bahwa bila dikaitkan dalam bidang
pendidikan, globalisasi berarti terintegrasinya pendidikan nasional ke dalam pendidikan dunia. Permasalahan globalisasi dalam bidang
pendidikan terutama menyangkut output pendidikan. Seperti diketahui, di era globalisasi dewasa ini telah terjadi pergeseran paradigma tentang
keunggulan suatu negara, dari keunggulan komparatif
comparative advantage
kepada keunggulan kompetitif
competitive advantage
. Keunggulan komparatif bertumpu pada kekayaan sumber daya alam.
3
Sementara itu, keunggulan kompetitif bertumpu pada pemilikan sumber daya manusia SDM yang berkualitas.
SDM yang
berkualitas sangat
menentukan majunya
pembangunan sebuah negara. Sesuai dengan Laporan
Human Development Report
2013 dari
United Nation Development Program
UNDP atau Organisasi Program Pembanggunan milik PBB,
Human Development Index
HDI atau Indeks Pembangunan Manusia IPM Indonesia berada di posisi 121 dari 187 negara di dunia. HDI sendiri
adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. Dari
data ini dapat disimpulkan bahwa peningkatan kualitas SDM di Indonesia saat ini merupakan hal yang sangat utama. Hal ini sejalan
dengan pendapat yang dikemukakan oleh kepala BKKBN bahwa isu yang menjadi problem kependudukan antara lain jumlah penduduk
Indonesia sangat besar, diperkirakan mencapai 240 juta jiwa. Dengan laju pertumbuhan penduduk LPP mencapai 1,49 persen per tahun.
Setiap tahunnya penduduk Indonesia bertambah empat hingga lima juta jiwa. Itu berarti setiap hari lahir 10.000 bayi. Lebih lanjut dinyatakan
bahwa jika jumlah penduduk yang besar tidak diimbangi dengan kulitas yang tinggi, maka hal tersebut dapat menjadi sebuah petaka bagi negara
tersebut sumber: antaranews.com. Bertolak dari fakta di atas, dapat disimpulkan bahwa
peningkatan kulitas SDM adalah tugas utama yang harus dikerjakan oleh pemerintah saat ini. Peningkatan kualitas SDM dapat dilakukan
4
melalui berbagai cara, salah satu diantaranya yakni peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Kualitas pendidikan di Indonesia dewasa ini cukup memprihatinkan. Admadi Setiyaningsih 2005 menyatakan bahwa
beberapa faktor utama yang menyebabkan terpuruknya pendidikan di Indonesia adalah dana pendidikan yang relatif masih kecil, sarana dan
pra sarana pendidikan yang tidak memadai, kurikulum yang kurang menunjang peningkatan mutu karena masih terlalu sentralistis, tidak
realistis terhadap kondisi nyata siswa dan sarat beban, “kesemrawutan” sistem administrasi dan manajemen pendidikan, campur tangan
birokrasi pemerintah secara berlebihan, serta rendahnya mutu guru. Rendahnya kualitas pendidikan berdampak terhadap prestasi
belajar. Salah satu fenomena rendahnya prestasi belajar dapat dilihat dari hasil Ujian Nasional UN. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Mendikbud Mohammad Nuh saat mengumumkan hasil akhir Ujian Nasional 2013 untuk tingkat SMA dan sederajat di Jakarta, Kamis
2352013, mengatakan, tingkat kelulusan Ujian Nasional UN Sekolah Menengah Atas SMA dan sederajat tahun 2013 mengalami
penurunan, dibandingkan tahun 2012. Tahun 2013 persentase kelulusan UN SMA adalah 99,48, sedangkan pada 2012 persentase kelulusan
UN SMA adalah 99,5, dan persentase kelulusan UN SMA pada 2011 sebesar 99,51 persen. Berarti persentase kelulusan tahun 2013 turun
0,02 dari tahun sebelumnya yang mencapai 99,5 persen Purwanti, 2013 dalam sindonews.com.
5
Sementara itu, terkait dengan prestasi belajar siswa di SMA Kristen YPKPM Ambon pada lima tahun terakhir berhasil menyaingi
sekolah-sekolah negeri yang dianggap unggul. Pada tahun ajaran 20092010 SMA YPKPM Ambon berhasil masuk dalam peringkat 10
besar dalam hal prestasi akademik untuk tingkat Kota Madya. Dalam bidang Sains, tahun 2010 siswa SMA Kristen YPKPM Ambon
mengungguli siswa dari SMA lain, yaitu juara lomba Olimpiade Sains Astronomi dan berhasil mewakili Provinsi Maluku ke tingkat Nasional
yang akhirnya meraih peringkat 10 besar. Kemudian, tahun 2011 berhasil mewakili Provinsi Maluku untuk lomba Karya Ilmiah Remaja
di Universitas Negeri Malang, dan berhasil meraih juara II Tingkat Nasional.
Fenomena di atas memperlihatkan sisi positif yang dicapai dari kerja keras guru dalam pengelolaan pembelajaran di kelas untuk secara
kontinyu meningkatkan prestasi belajar siswa di kelas. Namun, sangat disayangkan bahwa di tengah gemilangnya prestasi belajar yang diraih
siswa, kurang mendapat perhatian serius dari pemerintah. Dalam hal ini oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku. Selain itu,
pemerintah juga masih belum membuat pendampingan dan umpan balik terhadap keberlanjutan prestasi yang diraih oleh siswa secara
memadai. Dengan kata lain, ada masalah yang muncul terkait dengan kemampuan guru untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu
pendidikan di SMA Kristen YPKPM melalui prestasi belajar yang dicapai siswa sangat terbatas.
6
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum, ditemukan bahwa pada tahun ajaran
20122013 terdapat lima orang siswa SMA Kristen YPKPM Ambon tidak lulus dalam menghadapi UAN. Ketidaklulusan ini disebabkan
oleh hampir semua mata pelajaran yang diujikan dalam UAN tidak tuntas atau tidak mencukupi standart yang ditentukan secara nasional.
Selain itu, masih berdasarkan hasil wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum, data lain yang sangat menghawatirkan,
yang ditemukan penulis, yakni adanya ketidaktuntasan sejumlah siswa pada hampir semua mata pelajaran di semester I tahun ajaran
20132014. Adanya ketidaktuntasan karena sebagian besar siswa tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal KKM.
Kriteria Ketuntasan Minimal KKM adalah kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan. KKM
harus ditetapkan di awal tahun pelajaran oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran MGMP di satuan
pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik hampir sama. Pertimbangan pendidikan atau forum
MGMP secara akademis menjadi pertimbangan utama penetapan KKM yang memiliki berbagai berfungsi, salah satu diantaranya yakni
sebagai acuan bagi guru mata pelaajaran untuk menilai kompetensi peserta didik sesuai dengan Kompetensi Dasar KD atau Standar
Kompetensi SK suatu mata pelajaran. Berikut ini adalah data empiris
7
yang penulis temukan di lapangan sehubungan dengan ketidaktuntasan siswa pada setiap mata pelajaran berdasarkan standar KKM.
Dari Tabel 1.1 di atas terlihat jelas bahwa ketidaktuntasan siswa kelas X terlihat pada semua mata pelajaran dengan jumlah terbesar
ada pada mata pelajaran kimia yakni 167 siswa dari 327 siswa karena tidak mencapai KKM 60. Untuk kelas XI IA ketidaktuntasan ada pada
14 mata pelajaran dari 17 mata pelajaran yang diajarkan dengan jumlah terbesar pada mata pelajaran KBA yang berjumlah 28 siswa.
Ketidaktuntasan kelas XI IS ada pada 7 mata pelajaran dengan jumlah terbesar juga pada mata pelajaran KBA. Ketidaktuntasan Kelas XII IA
8
ada pada 5 mata pelajaran KBA dengan jumlah terbesar 2 siswa, sedangkan ketidaktuntasan kelas XII IS ada pada 4 mata pelajaran
dengan jumlah terbesar pada mata pelajaran KBA dengan jumlah 8 siswa. Jumlah siswa yang tidak tuntas ini akan terlihat lebih jelas pada
tabel berikut ini. Tabel 1.2
Jumlah Ketidaktuntasan Siswa Pada Masing-masing Kelas
Kelas Jumlah Siswa
Tuntas Tidak Tuntas
X 327
102 31.19 225 68.80
XI 232
112 48.49 120 51.51
XII 238
180 75.33 58 24.27
Jumlah 797
394 49 403 51
Dari Tabel 1.2 di atas, dapat penulis simpulkan bahwa pada semester I tahun ajaran 20132014 terdapat 51 siswa yang mengalami
ketidaktuntasan dalam proses belajar. Jumlah 51 merupakan satu jumlah yang sangat besar. Dengan demikian penulis dapat
menyimpulkan bahwa pada saat ini prestasi belajar siswa di SMA YPKPM mengalami penurunan dan perlu mendapat perhatian yang
serius dari para guru selaku penyelenggara pendidikan. Oleh sebab itu prestasi belajar perlu mendapat perhatian penting dari pemerintah,
secara khusus sekolah sebagai pihak penyelenggara. Nurhidayati 2006 dalam penelitiannya menyatakan bahwa prestasi belajar
merupakan hal yang penting untuk diperhatikan saat ini. Hal ini disebabkan oleh prestasi belajar merupakan gambaran kemampuan
yang dimiliki siswa, setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
9
Pengalaman belajar yang diperoleh siswa akan membentuk pola pikir kognitif yang kemudian akan memberikan pengaruh terhadap perilaku
siswa dalam kehidupan masyarakat. Sementara itu, Nurwati 2009 berpendapat bahwa prestasi belajar merupakan hal yang sangat penting
diperhatikan oleh setiap orang yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan, baik itu guru di sekolah terlibat langsung maupun orang
tua di rumah secara tidak langsung. Situasi ini disebabkan oleh adanya prestasi belajar yang diraih peserta didik dari aktivitas belajar
baik berupa pengetahuan maupun keterampilan masih belum memuaskan ada yang baik dan ada yang masih kurang baik. Pada
akhirnya prestasi belajar tersebut dapat memengaruhi sikap dan tingkah laku peserta didik.
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat penulis simpulkan bahwa prestasi belajar memiliki dampak atau manfaat bagi peserta
didik. Prestasi akademik sudah sejak lama menjadi kajian yang menarik dalam berbagai penelitian, terutama dalam penelitian bidang psikologi
pendidikan. Ini dikarenakan prestasi akademik merupakan salah satu tolok ukur dari keberhasilan siswa dalam dunia akademik. Prestasi
akademik, baik pada tingkat dasar maupun lanjutan merupakan masalah yang selalu dianggap penting dalam dunia pendidikan Latipah, 2010.
Kemudian, Susanto 2013 mengemukakan bahwa fungsi utama prestasi belajar antara lain: 1 sebagai indikator kualitas dan kualitas
pengetahuan yang telah dikuasai anak didik, 2 sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu, 3 sebagai bahan informasi dalam inovasi
10
pendidikan, 4 sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan, 5 dijadikan indikator terhadap daya serap kecerdasan
anak didik. Selain itu, prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan
kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai anak didik. Jika dilihat dari beberapa fungsi, fungsi prestasi tidak hanya sebagai indikator
keberhasilan dalam bidang studi tertentu, tetapi juga sebagai indikator kualitas institusi pendidikan. Di samping itu, prestasi belajar juga
berguna sebagai umpan balik bagi guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar sehingga dapat menentukan apakah perlu mengadakan
diagnosis, bimbingan atau penempatan anak didik. Kegunaan prestasi belajar banyak ragamnya, bergantung kepada ahli dan versinya masing-
masing. Namun diantaranya adalah sebagai umpan balik bagi pendidik dalam mengajar, untuk keperluan diagnosa, untuk keperluan bimbingan
dan penyuluhan, seleksi, penempatan, isi kurikulum maupun dalam menentukan kebijaksanaan sekolah Kasabonline, 15 April 2012.
Berdasarkan fenomena di atas, maka menurut hemat penulis, prestasi belajar merupakan hal yang penting untuk diteliti. Prestasi
belajar merupakan faktor penting untuk menentukan tingkat pengetahuan siswa. Dengan mengetahui tingkat pengetahuan siswa,
maka guru dapat mengukur sejauh mana pencapaian dari sasaran belajar dimana belajar adalah sebuah proses dari yang tidak tahu
menjadi tahu. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Irwanto 1997 bahwa belajar merupakan proses perubahan dari belum
11
mampu menjadi mampu dan terjadi dalam jangka waktu tertentu. Selain itu, dampak positif dari meneliti tentang prestasi belajar adalah
untuk mengetahui tentang hasil yang dicapai seseorang dalam penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang dikembangkan dalam
pelajaran. Lebih lanjut, dengan meneliti tentang prestasi belajar, dapat
mengidentifikasi bahwa prestasi merupakan hasil usaha yang dilakukan dan menghasilkan perubahan yang dinyatakan dalam bentuk
pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang diperoleh, sehingga akan membentuk kepribadian siswa, memperluas kepribadian siswa,
dan memperluas wawasan kehidupan serta meningkatkan kemampuan siswa. Selain itu dalam penelitian yang dilakukan oleh Rasmi Prasad
2013 menyatakan bahwa prestasi belajar merupakan salah satu indikator keberhasilan siswa sehingga perlu untuk diteliti. Karena
dengan mengetahui prestasi belajar, maka guru dapat mengetahui tingkat keberhasilan proses belajar mengajar yang dijalankan.
Prestasi belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Walgito 2004, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
siswa terdiri dari: kesehatan fisik, kelelahan, motivasi, minat, konsentrasi,
natural curiosity, self confidence
,
self control, intelegensi,
ingatan, tempat, peralatan belajar, suasana, waktu belajar, kedisiplinan, dukungan sosial, dan pergaulan.
Dukungan sosial teman sebaya merupakan salah satu faktor yang turut mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar siswa. Ini
12
berarti bahwa dukungan sosial teman sebaya merupakan salah satu faktor yang penting untuk diteliti dalam hubungannya dengan prestasi
belajar siswa. Pada suatu kesempatan, Mead, dkk dalam Solomon, 2004 telah jauh meneliti dukungan teman sebaya dan menyatakan
bahwa dukungan teman sebaya merupakan sistem memberi dan menerima bantuan yang dibangun berdasar prinsip-prinsip kunci yang
meliputi rasa hormat, berbagi tanggung jawab, dan persetujuan yang sama mengenai apa itu menolong. Melalui sistem ini individu merasa
tertolong dan dapat saling berbagi dalam setiap hal, termasuk hal yang berkaitan dengan pendidikan misalnya membahas tugas atau materi
pelajaran yang diwujudkan melalui prestasi belajar. Sementara itu, Scholte van Aken 2006 menyatakan bahwa anak dalam
pertumbuhannya juga membutuhkan adanya keberadaan teman yang bisa menjadi tempat berbagi.
Ada berbagai penelitian yang menemukan bahwa teman sebaya memiliki peran yang besar dalam perkembangan anak usia remaja.
Lebih lanjut dinyatakan bahwa fungsi teman sebaya salah satunya yakni menolong dalam memberikan masuk berkaitan dengan pelajaran
di sekolah.Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurwati 2009 menyatakan bahwa dengan adanya dukungan sosial yang diberikan
oleh teman sebaya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini berarti adanya hubungan yang positif signifikan dukungan sosial teman
sebaya dan prestasi belajar siswa. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Solomon 2004, Davidson, dkk 2005,
13
Rensi Sugiarti 2010, Puspitasari, dkk 2010, Wulansari 2010, Fitriana 2011, Sinthia 2011, serta penelitian yang dilakukan oleh
Wren, dkk 2012. Adanya hubungan yang positif signifikan ini disebabkan oleh,
pertama, siswa memiliki komunitas untuk belajar bersama dalam memecahkan setiap persoalan sehubungan dengan mata pelajaran yang
diajarkan, serta siswa merasa nyaman karena ada individu-individu yang seusia, yang dapat memberikan masukan ketika mengalami
permasalahan sehubungan dengan mata pelajaran yang diajarkan di kelas, yang semuanya memberikan pengaruh besar terhadap prestasi
belajar siswa. Kedua, dukungan sosial yang diberikan oleh teman sebaya merupakan hal yang sangat penting dan mendukung
perkembangan individu, terutama sehubungan dengan peningkatan prestasi belajar. Hal ini disebabkan oleh adanya keterbukaan dan
kebersamaan yang terjalin di antara rekan sebaya sehingga meningkatkan kemampuan dari dalam diri untuk mencapai hasil yang
maksimal dalam proses belajar. Selain dukungan sosial teman sebaya, kontrol diri
Self Control
juga merupakan faktor yang turut mempengaruhi prestasi belajar siswa. Peserta didik perlu memiliki kontrol diri dengan melakukan latihan
yang memperkuat diri sendiri agar selalu terbiasa patuh dan mempertinggi daya kontrol diri. Kontrol diri yang muncul dari
kesadaran diri sendiri akan lebih memacu dan tahan lama dibandingkan dengan kontrol diri yang timbul karena adanya pengawasan dari orang
14
lain. Kontrol diri secara empiris merupakan disiplin diri dari seseorang yang dibina melalui latihan, pendidikan, dan penanaman kebiasaan
yang harus dimulai sejak dalam lingkungan keluarga, mulai pada masa kanak-kanak dan terus tumbuh berkembang sehingga menjadi disiplin
yang semakin kuat. Kontrol diri yang kurang dimiliki oleh remaja menyebabkan tingkah laku yang tidak dapat diterima oleh masyarakat,
dapat menjadi perilaku menyimpang
behavior disorder
. Perilaku menyimpang pada remaja merupakan perilaku yang kacau yang
menyebabkan remaja terlihat gugup
nervous
dan perilakunya tidak terkontrol
uncontrol
. Perilaku
menyimpang pada
remaja mengakibatkan munculnya tindakan tidak terkontrol yang mengarah
pada tindakan kejahatan Tella dkk, 2009. Menurut penelitian tentang kontrol diri yang dilakukan oleh
Ajzen dkk dalam Jawahar, 2001 menyebutkan bahwa orang dengan kontrol diri yang tinggi cakap dalam memecahkan isyarat-isyarat dalam
lingkungan sosialnya dan juga pandai dalam menyelaraskan tingkah lakunya agar sesuai dengan konteks sosialnya. Sebaliknya, perilaku
dengan kontrol diri yang rendah merefleksikan perasaan dan sikap mereka tanpa menghargai situasi atau konsekuensi interpersonal akibat
perilakunya tersebut. Menurut Skinner dalam Alwisol, 2004, kontrol diri
self control
dapat dijalankan dengan jalan menganalisis tingkah laku berdasarkan hubungan sebab dan akibat, dimana sebab-sebab itu
sendiri bersifat dapat dikendalikan, karena tingkah laku yang dihasilkan itu bersifat teratur dan berubah-ubah, dan tujuan kita ialah
15
mengendalikannya.
Self control
ini paling baik dengan menemukan hubungan-hubungan yang taat asas antara masukan-masukan ke dalam
individu dengan tingkah laku yang keluar atau tingkah laku yang nampak dari individu. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Trope dkk
2000 tentang penggunaan
self-control
secara aktif untuk mengatasi godaangangguan mengemukakan hasil penelitiannya yaitu individu
dengan kontrol diri yang tinggi mampu mengatasi permasalahan- permasalahan yang berhubungan dengan pekerjaan.
Kontrol diri yang tinggi memberikan pengaruh positif terhadap prestasi belajar individu. Hal ini terlihat jelas dalam penelitian yang
dilakukan oleh Chan Lam 2010 dalam penelitian menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan kontrol diri dengan
prestasi belajar siswa. Hasil penelitian ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Marcal 2006, Zhu, Au, Yates 2011, Duckworth,
Quinn, Tsukayama 2011, Chalacew Lakshmi 2012. Adanya hubungan yang positif signifikan ini disebabkan oleh kemampuan
mengontrol diri sebagai suatu kemampuan menyusun, membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang mengarahkan
individu ke arah konsekuensi positif. Sehubungan dengan prestasi belajar, lebih lanjut dilejaskan bahwa siswa dengan kontrol diri yang
tinggi mampu mengendalikan diri dari berbagai macam godaan seperti menyontek, melakukan tindak kekerasan di sekolah, terlibat dalam
pergaulan bebas yang pada akhirnya akan memengaruhi prestasi
16
belajarnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kontrol diri memberikan pengaruh yang positif signifikan terhadap prestasi belajar.
Hal lain yang menarik untuk diteliti adalah jenis kelamin, yang dapat dijadikan variabel untuk mendapatkan hasil yang beragam dalam
penelitian ini. Beberapa penelitian tentang pengaruh jenis kelamin juga pernah diteliti sebelumnya seperti, Wasonga, dkk 2003 juga
melakukan penelitian tentang prestasi belajar siswa SMA di perkotaan, dan menemukan bahwa jenis kelamin berpengaruh pada prestasi
belajar. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Zahroh 2008. Namun hasil penelitian yang berbeda dikemukakan oleh
Naderi, dkk, 2008, Reese dkk 2009, Noya 2011, Heong dkk.2011, serta penelitian yang dilakukan oleh Pambudiono,
Zubaidah, dan Mahanal 2012 yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan prestasi belajar siswa ditinjau dari jenis kelamin.
Berdasarkan beberapa penelitian tentang jenis kelamin tersebut, penulis berkeinginan untuk meneliti kembali tentang jenis kelamin dalam
kaitannya dengan prestasi belajar. Hal ini dikarenakan bahwa jika ditinjau kembali, jenis kelamin selalu memberi kontribusi terhadap
pencapaian prestasi. Kontribusi jenis kelamin dapat berbeda satu dengan yang lainnya dan juga dapat mempengaruhi prestasi seseorang.
Atas dasar fenomena dan hasil penelitian yang ada, maka penulis ingin melakukan penelitian lebih lanjut dengan rumusan
masalah sebagai berikut:
17
1.2 Rumusan Masalah