Hasil Dan Pembahasan T1 672005168 Full text

5 kemudian membiarkan program komputer untuk memperhalus penaksiran tersebut secara iteratif. Metode ini banyak digunakan dan telah tersedia suatu logaritma proses komputer. Setelah dilakukan estimasi parameter model dengan menggunakan piranti lunak komputer, selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap model yang telah didapat. Terdapat enam kriteria dalam evaluasi model Box-Jenkins, yaitu [4] : 1Proses interasi harus konvergen. Prosesnya harus berhenti ketika telah menghasilkan nilai parameter yang memberikan SSE terkecil. 2 Kondisi invertibilitas dan stationeritas harus dipenuhi. Dengan mengaplikasi analisa regresi pada nilai lag deret stasioner maka dapat diperoleh autoregresi karena komponen trendnya sudah dihilangkan. 3 Residual hendaknya bersifat acak, dan terdistribusi normal. Mengindikasikasikan bahwa model yang digunakan sesuai dengan data. Untuk mengujinya digunakan uji statistik Ljung-Box Q. 4 Semua parameter estimasi harus berbeda nyata dari nol. Hal ini dapat dilihat dari nilai P-value yang harus kurang dari 0,05. 5 Berlaku prinsip parsimony. Model ini merupakan model yang memiliki jumlah parameter terkecil. 6 Nilai MSE model terkecil 7 semakin kecil nilai MSE menunjukkan model secara keseluruhan lebih baik.

4. Hasil Dan Pembahasan

Identifikasi pola data dilakukan untuk menentukan jenis data pada deret waktu time series harga dan produksi tembakau di Indonesia dengan metode peramalan ARIMA Box- Jenkins. Data harga tembakau yang akan dianalisis untuk metode peramalan adalah berupa data bulanan dari tahun 1986–2006. Metode peramalan produksi tembakau, data yang akan dianalisis berupa data tahunan dari tahun 1971–2009. Pada Gambar 3 adalah perbandingan data asli dan data hasil peramalan: Gambar 3 Perbandingan Data Asli dan Peramalan Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa data asli dan data peramalan pada tahun 1990 maupun peramalan pada tahun 2000 mengalami perbedaan selisih. Adapun selisih tersebut antara data asli dan peramalan adalah 43,5 dengan perhitungan selisih data asli dan peramalan di rata-rata kemudian di prosentasekan. Harga tembakau yang cenderung menunjukkan ketidakstabilan ini mengakibatkan menurunnya kesejahteraan petani, terlebih jika terjadi gagal panen, harga tembakau akan menurun tajam, yang berakibat pada melemahnya daya beli masyarakat petani tembakau. Selain itu harga tembakau dalam negeri kalah bersaing dengan tembakau dunia, ditunjukkan dengan harga tembakau dunia yang lebih rendah setiap tahunnya dibandingkan harga tembakau dalam negeri. Hal ini mengakibatkan kekhawatiran terhadap impor yang besar. Trend ini merupakan pertumbuhan atau pola perubahan yang mendasari pergerakan time series. Dapat ditunjukkan dengan kecenderungan penurunan atau peningkatan secara 6 perlahan dalam jangka panjang. Pada Gambar 4 berikut adalah bagaimana kerangka pemikirannya: Mulai Tidak Ya Tidak Ya Selesai Gambar 4 Kerangka Pemikiran Dari kerangka pemikiran diatas, maka akan dilakukan peramalan harga dan produksi pada masa akan datang. Indonesia merupakan penghasil tembakau 10 terbesar dunia, sehingga Indonesia merupakan pasar strategis dalam dunia pertembakauan. Identifikasi terhadap plot data time series harga tembakau di Indonesia menunjukkan adanya trend, ketidakstationeran, dan juga unsur siklik. Harga tembakau di Indonesia cenderung tidak stationer karena dipengaruhi oleh banyak hal yang antara lain nilai tukar, harga cengkeh sebagai barang komplementer komoditi tembakau yang cenderung berfluktuasi, penimbunan dan pasokan tembakau dari daerah lain yang harganya cenderung lebih rendah, sehingga mempengaruhi harga tembakau di daerah yang bersangkutan seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 5: Pengujian model dan parameter dari plot ACF dan PACF estimasi Indonesia sebagai produsen tembakau • Ketidakpastian harga • Fluktuasi produksi tembakau • Membuat time series plot • Membuat plot ACFPACF Data sudah stasioner? Cek lagi varians dan mean Diagnostic checking model Rekomendasi kebijakan harga dan produksi tembakau Perolehan model ARIMA terbaik Peramalan harga dan produksi tembakau Indonesia Melihat plot ACF dan PACF yg sudah stasioner 7 Gambar 5 Plot Harga Tembakau Indonesia Selama tahun 1986 sampai 2006, harga tembakau berfluktuasi dengan selisih harga tertinggi dengan harga terendah sebesar Rp 23.650,-. Harga tertinggi dicapai pada bulan September 2005 dengan tingkat harga RP 26.400,- kg, sedangkan harga terendah sebesar Rp 2.750,- pada bulan Januari 1986. Harga rata rata dicapai pada tingkat harga Rp 9.216,03kg. Harga tembakau Indonesia ini sedikit banyak dipengaruhi oleh nilai tukar dan komoditi cengkeh sebagai barang komplementer pada industri rokok. Kenaikan dan penurunan harga tembakau sangat berpengaruh pada margin keuntungan dan penerimaan petani komoditi tembakau. Ketidakstationeran harga tembakau ini terlihat dari sebaran data yang tidak berada disekitar garis lurus atau rata-rata konstan. Uji koefisien autokorelasi untuk data harga tembakau juga menunjukkan adanya sifat ketidakstationeran. Hal ini dapat diketahui dari beda kala pertama dari beberapa beda kala yang masih berbeda nyata dari nol. Hal ini berarti bahwa, tidak ada alasan untuk menyatakan bahwa deret data harga tembakau Indonesia 20 tahun terakhir ini stationer. Uji koefisien autokorelasi menunjukkan data harga tembakau Indonesia memiliki unsur musiman, walaupun tidak terlihat secara jelas karena time lag yang berbeda nyata dari nol tidak mempunyai jarak yang sama. Untuk itu dilakukan tahap identifikasi data menggunakan pola ACF dan PACF yang terlihat pada Gambar 6: Gambar 6 Plot ACF dan PACF Harga 8 Setelah melihat pola ACF diatas, dapat dikatakan bahwa pola ACF memiliki koefisien parameter positif yang dies down turun cepat secara eksponensial dengan nilai ACF yang selalu positif, sedangkan pola PACF terputus pada lag ke 1 dan 2 menunjukkan pola dies down turun cepat secara sinusoidal dengan nilai PACF yang berubah dari positif ke negatif . Pola ACF yang turun lambat mengindikasikan bahwa data belum stasioner dalam mean, untuk itu dilakukan proses differencing pada data untuk mendapatkan data yang stasioner dalam mean yang dapat dilihat pada Gambar 7: Gambar 7 Plot ACF dan PACF Differencing Harga Gambar ACF dan PACF data yang sudah stasioner menunjukkan bahwa pola ACF cenderung cut off lag 1, 2, 3, 4 dan pola PACF cenderung dies down. Berdasarkan petunjuk [3] pada nomor 4, maka dapat dilakukan pendugaan terhadap model menggunakan ARIMA p,d,q SP,D,Q adalah 1,1,0 1,1,0 Produksi tembakau di Indonesia merupakan hasil total produksi dari semua pola pengusahaan, baik itu perkebunan inti rakyat, perkebunan negara maupun perkebunan swasta. Produksi tembakau di Indonesia didominasi oleh hasil produksi perkebunan rakyat yaitu sebesar 91.3, selebihnya produksi tembakau ini dihasilkan oleh perkebunan negara dan swasta. Identifikasi terhadap plot data time series produksi tembakau di Indonesia menunjukkan adanya unsur trend, ketidakstationeran, siklik dan musiman. Produksi tembakau di Indonesia sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang antara lain luas panen yang tiap tahun akibat pengaruh komoditi tembakau sebagai tanaman semusim, curah hujan, pupuk, tenaga kerja dan gagal panen akibat serangan hama dan penyakit. Hal ini mengakibatkan kerugian bagi para petani tembakau, keuntungan yang mereka peroleh tidak sebanding dengan biaya produksinya. Terlebih lagi kebutuhan konsumsi tembakau meningkat setiap tahunnya tidak bisa tertutupi dengan produksi yang dihasilkan. Produksi yang berfluktuasi ini sangat berpengaruh pada tingkat kesejahteraan dan daya beli petani komoditi tembakau, lebih lanjut akan berpengaruh pada penerimaan devisa dan cukai bagi negara. Diperlukan tindakan pemerintah untuk menanggulangi permasalahan tersebut, kebijakan dan pola kemitraan antara petani dan pemerintah sebagai penyedia sarana dan penjamin pemasaran perlu kembali ditingkatkan. 9 Gambar 8 Pola Data Produksi Tembakau di Indonesia Identifikasi terhadap plot data time series produksi tembakau di Indonesia menunjukkan adanya trend peningkatan selama 37 tahun terakhir ini. Selama tahun 1971 sampai 2009, produksi tembakau berfluktuasi dengan selisih produksi tertinggi dengan produksi terendah sebesar 152.274 Ton. Produksi tertinggi dicapai pada tahun 1997 dengan produksi sebesar 209.626 Ton, sedangkan produksi terendah sebesar 57.352 Ton pada tahun 1971. Dengan rata-rata produksi pertahun sebesar 130.958,8 Ton. Setelah produksi terbesar tahun 1997, produksi tembakau Indonesia jatuh pada tahun 1998 menjadi 105,580 ton. Hal ini terjadi diakibatkan pengaruh krisis ekonomi. Uji koefisien autokorelasi mendukung bahwa data produksi tembakau menunjukkan ketidakstationeran seperti yang terlihat pada Gambar 9: Gambar 9 Plot ACF dan PACF Produksi Setelah melihat pola ACF diatas, dapat dikatakan bahwa pola ACF memiliki koefisien parameter positif yang dies down turun cepat secara eksponensial dengan nilai ACF yang selalu positif, sedangkan pola PACF terputus pada lag ke 6 menunjukkan pola dies down turun cepat secara sinusoidal dengan nilai PACF yang berubah dari positif ke negatif. Pola ACF yang turun lambat mengindikasikan bahwa data belum stasioner dalam mean, untuk itu dilakukan proses differencing pada data untuk mendapatkan data yang stasioner dalam mean yang dapat dilihat pada Gambar 10: 10 Gambar 10 Plot ACF dan PACF Differencing Produksi Gambar ACF dan PACF data yang sudah stasioner menunjukkan bahwa pola ACF cenderung cut off lag 0, 2, 8 dan pola PACF cenderung dies down lag 1, 8. Berdasarkan petunjuk [3] pada nomor 3 dan 4 , maka dapat dilakukan pendugaan menggunakan ARIMA p,d,q sP,D,Q adalah 1,1,1 0,1,1 Uji kesesuaian Model Goodness of Fit Test Model ini dibuat oleh Karl Pearson dan Sering disebut Pearson’s Chi-Square yang digunakan untuk Goodness of Fit Test. Ukuran uji kesesuaian model berbasis maximum likehood ML. Diharapkan nilainya rendah sehingga diperoleh nilai P Probability yang tinggi melebihi 0,05. Nilai X 2 =0 dan nilai P=1, mengindikasikan model adalah saturated atau perfect fit dapat dinotasikan dengan: X 2 = N- 1 F ML F ML = trS - 1 -p+q+In| |-|S| ………………………………….. 4 dimana: = matriks kovariansi estimasi populasi S = matriks kovarians sampel N = ukuran sampel p+q = jumlah riteria yang diobservasi Dari hasil output computer menggunakan program R, maka di dapat hasil pada Tabel

1: Tabel 1