Amandemen UUD 1945

Amandemen UUD 1945
Konstitusi suatu negara pada hakekatnya merupakan hukum dasar tertinggi yang memuat
hal-hal mengenai penyelenggaraan negara, karenanya suatu konstitusi harus memiliki sifat yang
lebih stabil dari pada produk hukum lainnya. Terlebih lagi jika jiwa dan semangat pelaksanaan
penyelenggaraan negara juga diatur dalam konstitusi sehingga perubahan suatu konstitusi dapat
membawa perubahan yang besar terhadap sistem penyelenggaraan negara. Bisa jadi suatu negara
yang demokratis berubah menjadi otoriter karena terjadi perubahan dalam konstitusinya.
Adakalanya keinginan rakyat untuk mengadakan perubahan konstitusi merupakan suatu
hal yang tidak dapat dihindari. Hal ini terjadi apabila mekanisme penyelenggaraan negara yang
diatur dalam konstitusi yang berlaku dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan aspirasi rakyat.
Oleh karena itu, konstitusi biasanya juga mengandung ketentuan mengenai perubahan konstitusi
itu sendiri, yang kemudian prosedurnya dibuat sedemikian rupa sehingga perubahan yang terjadi
adalah benar-benar aspirasi rakyat dan bukan berdasarkan keinginan semena-mena dan bersifat
sementara atau pun keinginan dari sekelompok orang belaka.
Pada dasarnya ada dua macam sistem yang lazim digunakan dalam
praktek ketatanegaraan di dunia dalam hal perubahan konstitusi. Sistem
yang pertama adalah bahwa apabila suatu konstitusi diubah, maka yang
akan

berlaku


adalah

konstitusi

yang

berlaku

secara

keseluruhan

(penggantian konstitusi). Sistem ini dianut oleh hampir semua negara di
dunia. Sistem yang kedua ialah bahwa apabila suatu konstitusi diubah, maka
konstitusi yang asli tetap berlaku. Perubahan terhadap konstitusi tersebut
merupakan amandemen dari konstitusi yang asli tadi. Dengan perkataan
lain,

amandemen


tersebut

merupakan

atau

menjadi

bagian

dari

konstitusinya. Sistem ini dianut oleh Amerika Serikat.
Menurut C.F Strong ada empat macam prosedur perubahan kosntitusi:[7]
1. Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan legislatif, akan tetap
yang dilaksanakan menurut pembatasan-pembatasan tertentu. Perubahan ini terjadi
melalui tiga macam kemungkinan.
a. Pertama, untuk mengubah konstitusi, sidang pemegang kekuasaan legislatif harus
dihadiri oleh sekurang-kurangnya sejumlah anggota tertentu (kuorum) yang
ditentukan secara pasti


b. Kedua, untuk mengubah konstitusi maka lembaga perwakilan rakyat harus
dibubarkan terlebih dahulu dan kemudian diselenggarakan pemilihan umum.
Lembaga perwakilan rakyat harus diperbaharui inilah yang kemudian
melaksanakan wewenangnya untuk mengubah konstitusi.
c. Ketiga, adalah cara yang terjadi dan berlaku dalam sistem majelis dua kamar.
Untuk mengubah konstitusi, kedua kamar lembaga perwakilan rakyat harus
mengadakan sidang gabungan. Sidang gabungan inilah, dengan syarat-syarat
seperti dalam cara pertama, yang berwenang mengubah kosntitusi.
2. Perubahan konstitusi yang dilakukan rakyat melalui suatu referendum. Apabila ada
kehendak untuk mengubah kosntitusi maka lembaga negara yang diberi wewenang untuk
itu mengajukan usul perubahan kepada rakyat melalui suatu referendum atau plebisit.
Usul perubahan konstitusi yang dimaksud disiapkan lebih dulu oleh badan yang diberi
wewenang untuk itu. Dalam referendum atau plebisit ini rakyat menyampaikan
pendapatnya dengan jalan menerima atau menolak usul perubahan yang telah
disampaikan kepada mereka. Penentuan diterima atau ditolaknya suatu usul perubahan
diatur dalam konstitusi.
3. Perubahan konstitusi yang berlaku pada negara serikat yang dilakukan oleh sejumlah
negara bagian. Perubahan konstitusi pada negara serikat harus dilakukan dengan
persetujuan sebagian terbesar negara-negara tersebut. Hal ini dilakukan karena konstitusi

dalam negara serikat dianggap sebagai perjanjian antara negara-negara bagian. Usul
perubahan konstitusi mungkin diajukan oleh negara serikat, dalam hal ini adalah lembaga
perwakilannya, akan tetapi kata akhir berada pada negara-negara bagian. Disamping itu,
usul perubahan dapat pula berasal dari negara-negara bagian.
4. Perubahan konstitusi yang dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan oleh suatu
lemabag negara khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan. Cara ini dapat
dijalankan baik pada Negara kesatuan ataupun negara serikat. Apabila ada kehendak
untuk mengubah konstitusi, maka sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dibentuklah
suatu lembaga negara khusus yang tugas serta wewenangnya hanya mengubah konstitusi.
Usul perubahan dapat berasal dari pemegang kekuasaan perundang-undangan dan dapat
pula berasal dari pemegang kekuasaan perundang-undangan dan dapat pula berasal dari

lembaga negara khusus tersebut. Apabila lembaga negara khusus dimaksud telah
melaksanakan tugas serta wewenang sampai selesai,dengan sendirinya lembaga itu bubar.
Hans Kelsen mengatakan bahwa kosntitusi asli dari suatu negara adalah karya pendiri
negara tersebut. Dan ada beberapa cara perubahan konstitusi menurut Kelsen yaitu :[8]
1.

Perubahan yang dilakukan diluar kompetensi organ legislatif biasa yang
dilembagakan oleh konstitusi tersebut, dan dilimpahkan kepada sebuah konstituante,

yaitu suatu organ khusus yang hanya kompeten untuk mengadakan perubahanperubahan konstitusi

2.

Dalam sebuah negara federal, suatu perubahan konstitusi bisa jadi
harus disetujui oleh dewan perwakilan rakyat dari sejumlah negara
anggota tertentu.

Miriam Budiarjo mengemukakan adanya empat macam prosedur perubahan konstitusi,
yaitu :[9]
1.

Sidang badan legislatif ditambah beberapa syarat misalnya
ketentuan kuorum dan jumlah minimum anggota badan legislatif
untuk menerima perubahan.

2.
3.

Referendum atau plebisit, contoh : Swiss dan Australia

negara-negara

bagian

dalam

suatu

negara

federal

harus

menyetujui, Contoh : Amerika Serikat
4. musyawarah khusus (special convention), contoh : beberapa negara Amerika Latin
Dengan demikian apa yang dikemukakan Miriam Budiarjo pada dasarnya sama dengan
yang dikemukakan oleh Hans Kelsen.
Di Indonesia, perubahan konstitusi telah terjadi beberapa kali dalam sejarah
ketatanegaraan Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Sejak Proklamasi

hingga sekarang telah berlaku tiga macam Undang-undang Dasar dalam delapan periode yaitu :
1. Periode 18 Agustus 1945 – 27 desember 1949
2. Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950
3. Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
4. Periode 5 Juli 1959 – 19 Oktober
5. Periode 19 Oktober 1999 – 18 Agustus 2000
6. Periode 18 Agustus 2000 – 9 November 2001

7. Periode 9 November 2001 – 10 Agustus 2002
8. Periode 10 Agustus 2002 – sampai sekarang
Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) ditetapkan dan disahkan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD 1945 terdiri dari :
1. Pembukaan (4 alinea) yang pada alinea ke-4tercantum dasar negara yaitu Pancasila;
2. Batang Tubuh (isi) yang meliputi :
a. 16 Bab;
b. 37 Pasal
c. 4 aturan peralihan;
d. 2 Aturan Tambahan.
3. Penjelasan
UUD 1945 digantikan oleh Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS) pada

27 Desember 1949, pada 17 Agustus 1950 Konstitusi RIS digantikan oleh Undangundang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950).
Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali di Indonesia
hingga saat ini.
Hingga tanggal 10 Agustus 2002, UUD 1945 telah empat kali diamandemen oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Perubahan UUD 1945 dilakukan pada :
1.

Perubahan I diadakan pada tanggal 19 Oktober 1999;
Pada amandemen ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 9 pasal yaitu: Pasal 5 ayat
(1), 7, 9 ayat (1) dan (2), 13 ayat (2) dan (3),14 ayat (1) dan (2), 15, 17 ayat (2) dan (3),
20 ayat (1), (2), (3) dan (4), 21 ayat (1).
Beberapa perubahan yang penting adalah :
a.

Pasal 5 ayat (1) berbunyi : Presiden memegang kekuasaan membentuk undangundang dengan persetujuan DPR;
Diubah menjadi : Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada
DPR.

b.


Pasal 7 berbunyi :

Presiden dan wakil presiden
memegang jabatannya selama masa lima

tahun,

dan

sesudahnya

dapat

dipilih

kembali;
Diubah menjadi : Preseiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima
tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan
yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.

c.

Pasal 14 berbunyi :

Presiden memberi grasi, amnesty,
abolisi dan rehabilitasi

Diubah menjadi :
(1) Presiden memberi grasi dan rehabili dengan memperhatikan
pertimbangan Mahkamah Agung;
(2) Presiden memberi Amnesti dan Abolisi dengan memperhatikan
pertimbangan DPR.
d.

Pasal

20

ayat


1

:

Tiap-tiap

Undang-udang

menhendaki persetujuan DPR;
Diubah menjadi : DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-undang.
2.

Perubahan II diadakan pada tanggal 18 Agustus 2000;
Pada amandemen II ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 24 pasal yaitu: Pasal 18
ayat (1) s/d (7), 18A ayar (1) dan (2), 18B ayat (1) dan (2), 19 ayat (1) s/d (3), 20 ayat (5),
20A ayat (1) s/d (4), 22A, SSB, 25A, 26 ayat (2) dan (3), 27 ayat (3), 28A, 28B ayat (1)
dan (2), 28D ayat (1) s/d (4), 28E ayat (1) s/d (3), 28F, 28G ayat (1) dan (2), 28H ayat (1)
s/d (4), 28I ayat (1) s/d (5), 28J ayat (1) dan (2), 30 ayat (1) s/d (5), 36A, 36B, 36C.
Beberapa perubahan yang penting adalah :
e. Pasal 20 berbunyi : Tiap-tiap Undang-undang menghendaki persetujuan DPR;
Diubah menjadi : Pasal 20A; DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran,
dan fungsi pengawasan.
f.

Pasal 26 ayat (2) berbunyi : Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan
Negara ditetapkan dengan Undang-undang
Diubah menjadi : Penduduk ialah warga Negara Indonesia dan orang asing yang
bertempat tinggal di Indonesia

g. Pasal 28 memuat 3 hak asasi manusia diperluas menjadi 13 hak asasi manusia.
3.

Perubahan III diadakan pada tanggal 9 November 2001;
Pada amandemen III ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 19 pasal yaitu: Pasal 1
ayat (2) dan (3), 3 ayat (1) s/d (3), 6 ayat (1) s/d (3), 6A ayat (1), (2), (3) dan (5), 7A, 7B
ayat (1) s/d (7), 7C, 8 ayat (1) s/d (3), 11 ayat (2) dan (3), 17 ayat (4), 22C ayat (1) s/d
(4), 22D ayat (1) s/d (4), 22E ayat (1) s/d (3), 23F ayat (1) dan (2), 23G ayat (1) dan (2),
24 ayat (1) dan (2), 24A ayat (1) s/d (5), 24B ayat (1) s/d (4), 24C ayat (1) s/d (6).
Beberapa perubahan yang penting adalah :
g. Pasal 1 ayat (2) berbunyi : Kedaulatan adalah ditanag rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh MPR
Diubah menjadi : Kedaulatan berada di tanagn rakyat dan dilaksanakan menurut
UUD
h. Ditambah Pasal 6A : Presiden dan wakil Presiden dipilih dalam satu
pasangan secara langsung oleh rakyat
i. Pasal 8 ayat (1) berbunyi : Presiden ialah orang Indonesai asli;
Diubah menjadi : Calon Presiden dan wakil Presiden harus warga negara
Indonesia sejak kelahirannya
j. Pasal 24 tentang kekuasaan kehakiman ditambah:
1.

Pasal 24B: Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang
mengusulkan pengangkatan hakim agung

2.

Pasal 24C : mahkamah Konstitusi berwenang mengadili
pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final untuk menguji undang-undang terhadap UUD (dan
menurut amandemen IV) UUD 1945, Komisi dan Konstitusi
ditetapkan dengan ketentuan MPR bertugas mengkaji ulang
keempat amandemen UUD 1945 pada tahun 2003

4. Perubahan IV diadakan pada tanggal 10 Agustus 2002
Pada amandemen IV ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 17 pasal yaitu: pasalpasal : 2 ayat (1), 6A ayat (4), 8 ayat (3), 11 ayat (1), 16 23B, 23D, 24 ayat (3), 31 ayat

(1) s/d (5), 32 ayat (1) dan (2), 33 ayat (4) dan (5), 34 ayat (1) s/d (4), 37 ayat (1) s/d (5),
Aturan Peralihan Pasal I s/d III, aturan Tambahan pasal I dan II.
Beberapa perubahan yang penting adalah :
k. Pasal 2 ayat (1) berbunyi : MPR terdiri atas anggota-anggota dan golongangolongan menurut aturan yang ditetapkan dengan
Undang-undang;
Diubah menjadi : MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui
Pemilihan Umum dan diatur lebih lanjut dengan undangundang.
l. Bab IV pasal 16 tetang Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dihapus.
Diubah menjadi : Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang
bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan
kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam
Undang-undang
m.

Pasal 29 ayat (1) berbunyi : Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal ini tetap tidak berubah (walaupun pernah diusulkan penambahan 7 kata :
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya)

n. Aturan Peralihan Pasal III : Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada
17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh
Mahkamah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa amandemen I,II,III dan IV terhadap UUD
1945, maka sejak 10 Agustus 2002 Ketatanegaraan Republik Indonesia telah mengalami
perubahan sebagai berikut :
a.

Pasal 1 ayat (2):
MPR bukan lagi pemegang kedaulatan (kekuasaan tertinggi) di Indonesia, melainkan
rakyat Indonesia yang memegang kedaulatan, MPR bukan Lembaga tertinggi Negara
lagi.
MPR, DPR, dan Presiden yang bertanggung jawab kepada rakyat melalui Pemilihan
Umum. Presiden dan Wakil Presiden yang melangar hukum tidak akan terpilih dalam
pemilihan umum yang akan datang.

b. Pasal 2 ayat (1):

MPR terdiri dari :
1. Dewan Perwakilan Rakyat (House of Representatives : di Amerika Serikat)
2. Dewan Perwakilan Daerah (Senate : di Amerika Serikat)
MPR merupakan lembaga yang memiliki dua badan (Bicameral) seperti di
Amerika Serikat;
Anggota DPR dipilih dalam pemilihan umum oleh seluruh rakyat, sedangkan
DPD dipilih oleh rakyat di daerah (Provinsi) masing-masing. Dengan
ditetapkannya DPR dan DPD sebagai anggota MPR, maka utusan golongan
termasuk TNI/POLRI dihapuskan dari MPR.
bukan lagi pemegang kedaulatan (kekuasaan tertinggi) di Indonesia, melainkan
rakat Indonesia yang memegang kedaulatan, MPR bukan Lembaga
c.

Pasal 5 ayat (1):
Presiden bukan lagi pembentuk undang-undang, tetapi berkedudukan sebagai Kepala
Negara dan Kepala Pemerintahan (Lembaga Eksekutif, Pemerintahan/Pelaksana
Undang-undang)

d. Pasal 6 ayat (1) dan 6A:
Presiden Indonesia tidak harus orang Indonesia asli, tetapi calon Presiden dan Wakil
Presiden harus warga Negara Indonesia sejak kelahirannya. Presdien dan Wakil
Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat (bukan secara tidak langsung oleh MPR,
sedangkan DPR dipilih rakyat)
e.

Pasal 7:
Presiden dan Wakil Presiden hanya dapat memegang jabatan selama paling lama 2 x 5
tahun : 10 tahun (dahulu Presiden memegang jabatan selama lebih dari 30 tahun,
bahkan seumur hidup).

f.

Pasal 14:
Presiden memberi :
1.

Grasi dan Rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan
Mahkamah Agung