PENDAHULUAN Pengembangan sistem pasteurisasi berbasis kombinasi Ultraviolet (UV) dan Medan Pulsa Listrik Tegangan Tinggi (HPEF) untuk susu kambing

1

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang sempurna karena nilai gizinya yang tinggi dibandingkan dengan nilai gizi makanan lain, juga dikenal sebagai bahan pangan yang tidak tahan lama dan mudah rusak perishable food serta sebagai bahan pangan yang berpotensi mengandung bahaya potentially hazardous foodPHF . Komponen penting dalam susu adalah protein, lemak, vitamin, mineral, laktosa, enzim-enzim dan beberapa mikroorganisme Lamport 1980. Kandungan protein dan lemak dalam susu dijadikan sebagai tolok ukur mutu susu, semakin tinggi kandungannya akan memberikan insentif harga yang lebih tinggi pula. Susu merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme, dikarenakan komposisi nutrisinya sangat ideal. Sebagai gambaran, susu pada ambing ternak yang sehat tidak bebas dari mikroorganisme dan mengandung sampai 500 mikroorganismeml, jika ambing sakit jumlah mikroorganisme dapat meningkat menjadi lebih besar yaitu 20 000 mikroorganismeml Buckle et al. 2009. Puting susu juga dapat menyebabkan pencemaran mikroorganisme, karena mikroorganisme dapat tumbuh sedikit agak jauh ke dalam puting yang tidak tertutup dan biasanya dalam kondisi basah. Mikroorganisme terbawa sebagai sumber pencemaran, ketika susu mulai diperah, bagian pertama dari pemerahan biasanya dibuang karena dapat mengandung hingga 50 000 mikroorganismeml. Sumber-sumber pencemaran lain seperti lingkungan kandang lantai, udara, debu dan air, tubuh dan kotoran kambing, pakan, peralatan pemerahan, pekerja, pencemaran selama penyimpanan dan pemasaran. Kandungan mikroorganisme pada susu merupakan fungsi dari waktu. Penanganan susu menentukan jenis mikroorganisme yang terbawa, sedangkan suhu penyimpanan menentukan kecepatan perkembangbiakan mikroorganisme Buckle et al. 2009. Jumlah mikroorganisme dalam susu umumnya sangat tinggi sehingga perlu persyaratan khusus agar layak dikonsumsi. Syarat jumlah maksimal bakteri yang terkandung dalam susu kambing segar untuk kualitas premium, good dan standard berturut- 2 turut adalah 5 x 10 4 ; 5 x 10 4 hingga10 5 dan 10 5 hingga 2 x 10 5 organismeml susu Thai Agricultural Standar TAS 6006 2008. Jaminan keamanan produk pangan susu kambing segar perlu mendapat perhatian khusus terkait dengan kepercayaan masyarakat akan khasiat susu kambing bagi kesehatan jika dikonsumsi dalam keadaan segar. Taufik et al. 2008 mendapatkan hasil bahwa kualitas susu kambing segar memiliki kandungan bakteri Staphylococcus spp, Staphylococcus koagulase positif, Staphylococcus koagulase negatif dan coliform berturut-turut dengan rata-rata 78.7, 37.7, 66 dan 46.3. Adanya bakteri patogen pada susu kambing segar dapat menyebabkan susu menjadi tidak layak untuk dikonsumsi dan membahayakan konsumen. Beberapa bakteri patogen penyebab utama keracunan yang sering ditemukan dalam susu adalah Salmonella sp, Staphylococcus, dan Escherichia coli USFDA 1999. Kejadian luar biasa keracunan karena Salmonella salmonelosis masih terjadi di banyak negara. Survey terhadap susu segar di USA dan di Inggris ditemukan Salmonella berturut-turut sebesar 4.7 dan 0.06 Anon 1998. Masalah keamanan pangan masih merupakan hal yang penting dalam bidang pangan di Indonesia, dan perlu mendapat perhatian khusus dalam program pengawasan pangan. Di Indonesia, penyakit dan kematian yang ditimbulkan melalui makanan hingga saat ini masih tinggi, walaupun prinsip-prinsip pengendalian untuk berbagai penyakit pada umumnya telah diketahui. Pengawasan pangan yang mengandalkan pada uji produk akhir tidak dapat mengimbangi kemajuan yang pesat dalam industri pangan dan tidak dapat menjamin keamanan produk pangan yang beredar di pasaran. Pendekatan tradisional yang selama ini dilakukan dapat dianggap telah gagal untuk mengatasi masalah tersebut. Membantu peternak untuk menjaga kualitas susu segar dan memperpanjang umur simpan susu segar merupakan tantangan dan permasalahan yang harus diselesaikan saat ini. Teknologi penanganan dan pengolahan susu yang aplikatif dan tepat guna, serta mengikuti tata cara pengolahan yang baik dan benar Good Manufacturing Practices dengan mempraktekkan kaidah-kaidah higien dan sanitasi Sanitation Standar Operating Procedures, perlu ditekankan kepada 3 pelaku pengolahan untuk memberikan jaminan keamanan dan kualitas produk olahan asal susu. Kerusakan susu baik secara fisik maupun kimia sangat merugikan. Kualitas susu yang menurun menyebabkan timbulnya masalah dalam hal pengolahan susu untuk menjadi produk lain dan juga tidak layak dikonsumsi secara langsung sebagai susu segar Muchtadi dan Sugiyono 1992. Oleh karena itu, kualitas susu perlu diperhatikan dan terjamin sampai susu tersebut siap dikonsumsi. Kriteria yang sangat berpengaruh terhadap kualitas susu, salah satunya adalah pencemaran mikroorganisme di dalam susu. Menurut UU tentang pangan No.7 tahun 1996, pengertian keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda-benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Sejalan dengan perkembangan industri susu, parameter untuk menentukan kualitas susu tidak lagi didasarkan pada kandungan protein dan lemak saja, akan tetapi mulai tahun 2010 ditambah dengan parameter kandungan mikroorganisme dalam susu hasil wawancara pribadi dengan Abubakar 2009. Oleh karena itu menjadi sangat penting untuk mempertahankan kualitas susu segar ditinjau dari aspek fisik, kimia dan mikrobiologis. Metode termal merupakan cara umum yang dilakukan untuk membunuh mikroorganisme patogen sehingga dihasilkan susu yang aman untuk dikonsumsi. Pemanasan tidak hanya membunuh mikroorganisme berbahaya, tetapi juga mengakibatkan perubahan rasa, adanya rasa masak atau gosong cooked flavor, serta kehilangan sebagian vitamin dan protein Quass 1997. Penurunan kadar vitamin dan protein lysine pada susu karena perlakuan metode termal bila dibandingkan dengan susu segar diperlihatkan pada Tabel 1.1 dan 1.2. Upaya memenuhi permintaan konsumen, diperlukan metode alternatif yang dapat menginaktivasi bakteri patogen tanpa merusak sifat fisik dan kimia susu sehingga memberikan pengaruh minimal terhadap penurunan kualitas dan nutrisi susu, serta organoleptiknya. Salah satu metode alternatif tersebut adalah metode kombinasi non termal Ultra Violet dan High Pulsed Electric Field UV-HPEF. 4 Tabel 1.1 Penurunan kadar vitamin susu karena perlakuan metode termal Vitamin susu Susu segar kadar100 ml Kehilangan HTST Ster UHT LTLT HTST Thiamin 45 μg 10 30 10 6.8 10 Riboflavin 180 μg ns ns ns tad Tad Nicotinic acid 80 μg ns ns ns tad Tad Vitamin B 1 40 μg 10 20 10 tad Tad Vitamin B 12 0.3 μg 10 90 10 10 Pantothenic acid 350 μg ns ns ns tad Tad Biotin 2.0 μg ns ns ns tad Tad Folic acid 5.0 μg 10 50 15 tad Tad Ascorbic acid 2.0 mg 20 90 25 tad Tad Vitamin A 30 μg ns ns ns tad Tad Vitamin D 22 ng ns ns ns tad Tad Vitamin E 86 μg ns ns ns tad Tad β-carotene 17 μg ns ns ns tad Tad Vitamin C tad tad tad tad 10 20 Sumber: Ford dan Thompson 1981 dalam Burton 1988 Ford et al 1969 dalam Fellow 2000 Tabel 1.2 Penurunan kadar protein lysine dalam susu karena perlakuan metode termal Kehilangan lysine Pasteurisasi UHT langsung UHT tidak langsung Sterilisasi 0.7 – 1.1 1.1 1.7 6.2 0.61 – 0.74 0.49 0.86 tad 2.0 4.3 6.5 9.9 1 – 2 3 - 4 3 - 4 6 - 10 tad 3 4 tad 1.9 tad tad 3.3 tad tad 11-13 Sumber: Burton 1988 Keterangan: ns : tidak signifikan tad : tidak ada data HTST : susu mendapatkan proses pemanasan pada suhu 72 o C selama 15 detik Ster : susu mendapatkan proses sterilisasi pada suhu 115 o C selama 30 menit UHT : susu mendapatkan pemanasan pada suhu 138 o C selama 2 detik LTLT : susu mendapatkan proses pasteurisasi pada suhu 63 o C selama 30 menit Penggunaan UV-C diijinkan di beberapa negara untuk aplikasi pada produk makanan, tetapi dapat dengan mudah menyebabkan perubahan warna dan cita rasa 5 yang menyimpang off flavor, jika penggunaan dosis dan lama perlakuan tidak tepat Koutchma et al. 2009. Aplikasi cahaya UV-C dengan efek germisidal saat ini luas digunakan pada disinfeksi udara, sterilisasi bahan pangan cair dan penghambatan mikroorganisme pada permukaan bahan Binstsis et al. 2000. Di industri pangan, iradiasi UV-C telah diaplikasikan pada berbagai proses dan produk seperti disinfeksi udara pada produk daging, sayuran dan air yang akan digunakan pada proses pengolahan bahan pangan, sedangkan penghambatan bakteri di permukaan telah banyak dikembangkan untuk produk segar seperti karkas ayam, ikan, telur dan berbagai bahan pangan cair seperti jus jeruk dan cider Basaran et al. 2004; Duffy et al. 2000; Hadjock et al. 2008; Liltved dan Landfald 2000; Quintero-Ramos et al. 2004. Iradiasi UV-C berhasil diterapkan untuk pasteurisasi pada susu kambing Lodi et al. 1996 yang mampu mereduksi total bakteri antara 50 - 60, dan bakteri coliform 80 - 90, Matak 2004, melakukan perlakuan sebanyak 12 kali sirkulasi melewati lampu UV-C dengan dosis 15.8 +- 1.6 mJcm 2 dengan waktu perlakuan 18 detik menghasilkan rata- rata kadar lemak dan kadar protein berturut-turut sebesar 4.1 ± 0.09 dan 2.9 ± 0.03. Krishnamurthy et al. 2004 pada produk susu sapi yang diinokulasi dengan bakteri S. aureus dengan perlakuan dosis 5.6 Jcm 2 dengan volume, jarak sampel dari UV dan waktu perlakuan berturut-turut sebesar 30 ml, 8 cm dan 180 detik menghasilkan inaktivasi S. aureus sebesar 8.55 log-siklus. Metode HPEF lebih efektif dan unggul dibanding metode termal, karena mampu menghindari kerusakan sifat fisik dan sensori bahan pangan Quass 1997. Beberapa penelitian telah dilakukan dalam pasteurisasi susu oleh Qin et al. 1995, Dunn 1996 dan Fernandez-Molina et al. 1999. Hasil penelitian menunjukkan bahwa HPEF mampu menurunkan sejumlah mikroorganisme sebesar tiga log-siklus dan tidak mempengaruhi sifat fisik dan kimia bahan. Konsumsi energi dari perlakuan HPEF pada jus apel dilaporkan 90 lebih rendah dibanding metode HTST High Temperatur Short Time Qin et al. 1996, pada jus jeruk dan cuka apel sebesar 7 Jml EPRI 1998, biaya proses HPEF sekitar 0.03 –0.07L Ramaswamy et al. 2005. Penelitian ini menjadi penting karena penerapan teknologi UV-HPEF akan sangat membantu dalam menciptakan masyarakat yang sehat karena ketersediaan 6 susu atau produk olahannya yang aman, sehat, utuh dan halal ASUH, meningkatan nilai ekonomis susu serta dapat memperpanjang kesegaran susu. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian adalah mendapatkan produk susu kambing yang ASUH dengan metode kombinasi non termal UV-HPEF. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendapatkan prototipe sistem pasteurisasi metode kombinasi non termal UV- HPEF . 2. Menguji kinerja alat pasteurisasi metode kombinasi non termal UV-HPEF. 3. Menetapkan kondisi optimal proses pasteurisasi metoda kombinasi non termal UV-HPEF terhadap sifat fisik, kimia dan mikrobiologis pada susu kambing. 4. Mendapatkan informasi laju kinetika inaktivasi mikroorganisme patogen yang dipasteurisasi UV-HPEF Escherichia coli ATCC 25922, Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Salmonella enteridis subsp. Typhimurium ATCC 14028. 5. Mengkaji perubahan atau kerusakan morfologi sel bakteri Gram positif S. aureus ATCC 25923 dan bakteri Gram negatif S. Typhimurium ATCC 14028 menggunakan SEM Scanning Eelectron Microscope. Manfaat Penelitian 1. Tersedianya pilihan metode pasteurisasi non termal kombinasi UV seri-HPEF dan model peralatannya. 2. Tersedianya produk susu kambing yang ASUH dan siap dikonsumsi dalam keadaan segar. 3. Memperoleh bukti-bukti ilmiah pengaruh metode pasteurisasi kombinasi non termal UV seri-HPEF sebagai upaya mempertahankan kualitas fisik, kimia dan mikrobiologis pada susu kambing segar. 7 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam lima topik penelitian yaitu sebagai berikut: 1. Merancang unit pasteurisasi metode UV yang memenuhi persyaratan dosis sesuai rekomendasi WHO dan Permenkes No. 701MenkesPerVIII2009 tentang pangan iradiasi serta unit HPEF dengan nilai kuat medan listrik tegangan tinggi 10-100 kVcm Gauri 2009; 20-80 kVcm Barbosa-Canovas et al . 1999; 30-70 kVcm Picart et al. 2002; 20-60 kVcm Fox et al. 2005 dengan durasi waktu mikrosekon hingga milisekon Barbosa-Canovas et al. 1999. 2. Menentukan kondisi optimum pasteurisasi susu kambing segar dengan metode UV sistem sirkulasi dan kontinyu sebagai upaya mempertahankan kualitas fisik, kimia dan mikrobiologis susu kambing segar. 3. Menentukan kondisi optimum pasteurisasi susu kambing segar dengan metode UV seri-HPEF sebagai upaya mempertahankan kualitas fisik, kimia dan mikrobiologis susu kambing segar. 4. Menentukan laju kinetika inaktivasi mikroorganisme patogen E. coli, S. Typhimurium, dan S. aureus dengan metode kombinasi UV seri-HPEF. 5. Melakukan kajian kerusakan mikroorganisme patogen S. Typhimurium, dan S . aureus dengan metode Scanning Electron Microscope SEM. Penelitian tahap pertama, diperoleh unit HPEF sesuai persyaratan yang selanjutnya dikombinasikan dengan teknologi pasteurisasi metode UV. Penelitian kedua, memberikan informasi tentang optimasi aplikasi UV sistem sirkulasi dan sistem kontinyu. Penelitian ketiga, memberikan informasi tentang optimasi aplikasi metode kombinasi non termal UV seri-HPEF pada susu kambing. Penelitian keempat, memberikan informasi laju inaktivasi mikroorganisme patogen E. coli, S. Thyphimurium, dan S. aureus dari perlakuan terbaik yang diperoleh pada penelitian tahap ketiga, serta memberikan informasi kerusakan bakteri patogen Gram negatif S. Thyphimurium dan bakteri Gram positif S. aureus menggunakan metode SEM. 8 Daftar Pustaka Anon. 1998. Surveillance of the microbiological status of raw cows milk on retail sale. Microbiological food safety surveillance. London: Departement of Health. Barbosa-Cánovas GV, Gongora-Nieto MM, Pothakamury UR, Swanson BG. 1999. Preservation of Foods with Pulsed Electric Fields. USA: Acad Pr. Basaran N, Quintero-Ramos A, Moake MM, Churey JJ, Worobo RW. 2004. Influence of apple cultivar son inactivation of different strains of Escherichia coli O157:H7 in apple cider by UV irradiation. J Appl Environ Microbiol 70:6061-6065. Binstsis T, Litopoulou-Tzanetaki E, Robinson R. 2000. Existing and potential applications of ultraviolet light in the food industry a critical review. J Sci Food Agric 80:637-645. Buckle KA, Edwads RA, Fleet GH, Wooton M. 2009. Ilmu Pangan. Hari Purnomo dan Adiono, penerjemah. Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari Food Scince . Burton M. 1988. Ultra High Temperature Processing of Milk and Milk Product. England: Elsevier Appl Sci Publ. Duffy S, Churey JJ, Worobo RW, Schaffner DW. 2000. Analysis and modeling of the variability associated with UV inactivation of Escherichia coli in apple cider. J Food Protect 63:1587-1590. Dunn JE. 1996. Pulsed light and pulsed electric field for foods and eggs. Poult Sci 75:1133-1136. [EPRI]. Electric Power Research Institute. 1998. Pulsed electric field processing in the food industry: A status report on PEF: Report CR-109742. Palo Alto. California: Industrial and Agricultural Technologies and Services. Fellow PJ. 2000. Food Processing Technology Principles and Practice. England: Woodhead Publ. Fernández-Molina JJ, Barkström E, Tortensson P, Barbosa-Cánovas GV, Swanson BG. 1999. Shelf-life extension of raw skim milk by combined heat and pulsed electric fields PEF. Di dalam Barbosa-Cánovas GV dan Lombardo S. The 6 th Conference of Food Engineering., Eds. AIChE, Dallas: hlm 349-355. Ford JE, Thompson SY. 1981. In New Monograph on UHT Milk. Brussels: International Dairy Federation. Ford JE, Porter JWG, Thompson SY, Toothill J dan Edwards-Webb J. 1969. Effects of UHT processing and of subsequent storage on the vitamin content of milk. J Dairy Res 36:447 –454. Fox M, Erik E, Regina L, Remko B. 2005. A new pulsed electric field microreactor: comparison between the laboratory and microtechnology scale. J Royal Soc Chem 5: 943-948. 9 Gauri M. 2009. Non-thermal food processing with pulsed electric field technology. Food safety series. [Maret 2009]. Hadjock C, Mittal GS, Warriner K. 2008. Inactivation of human pathogens and spoilage bacteria on the surface and internalized within fresh produce by using a combination of ultraviolet light and hydrogen peroxide. J Appl Microbiol 104:1014-1024. Koutchma TN, Larry JF, Carmen IM. 2009. Ultraviolet Light In Food Technology: Principles and Application . Boca Raton USA: CRC Pr. Krishnamurthy K, Demirci A, Irudayaraj J. 2004. Milk pasteurization by pulsed UV-light treatment. ASAECSAE Annual International Meeting. Ottawa, Ontario. Canada. 1-4 August 2004. Lamport LM. 1980. Modern Dairy Product. New York: Chemical Publ. Liltved H, Landfald B. 2000. Effects of high intensity light on ultraviolet- irradiated and non-irradiated fish pathogenic bacteria. J Water Res 34:481-486. Lodi R, Brasca M, Mañaspina P, Nicosia P. 1996. Improvement of the microbiological quality of goat milk by UV treatment. J Dairy Sci Abstr. 58:484. Matak KE. 2004. Effects of UV irradiation on the reduction of bacterial pathogens and chemical indicators of milk [Disertasi]. Blacksburg. Virginia: Graduate Faculty of Virginia Polytechnic Institute and State Univ. Muchtadi TR, Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Petunjuk Laboratorium. PAU Pangan dan Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Picart L, Eliane D, Cheftel JC. 2002. Inactivation of Listeria innocua in dairy fluids by pulsed electric fields: influence of electric parameters and food composition. J Innov Food Sci Emerg Technol 3:357-369. Qin BL, Pothakamury UR, Barbosa-Canovas GV, Swanson BG. 1996. Nonthermal pasteurization of liquid foods using high intensity pulsed electric fields. Critic Rev Food Sci Nutr 36:603-627. Qin BL, Pothakamury UR, Vega H, Martin O, Barbosa-Canovas GV, Swanson BG. 1995. Food pasteurization using high-intensity pulsed electric fields. J Food Technol 49:55-60 Quass DW. 1997. Pulsed electric field processing in the food industry. A status report on PEF. Palo Alto CA. Electric Power Research Institute. Quintero-Ramos A, Churey JJ, Hartman P, Barnard J, Worobo RW. 2004. Modeling of Escherichia coli inactivation by UV irradiation a different pH values in apple cider. J Food Protect 67:1153-1156. 10 Ramaswamy R, Jin T, Balasubramaniam VM, Zhang H. 2005. Pulsed Electric Field Processing: Fact Sheet for Food Processors. Department of Food Science and Technology. College of Food, Agricultural, and Environmental Sciences. Ohio State University. [TAS] Thai Agricultural Standar TAS 6006. 2008. Raw Goat Milk. Thailand: National Bureau of Agricultural Commodity and Food Standars. Ministry of Agriculture and Cooperativies. Taufik E, Wirjantoro TI, Kreusukon K, Hildebrandt G. 2008. Microbiological investigation of raw goat milk from commercial dairy goat farms in Bogor, Indonesia. OIE Joint Symposium on Emerging Diseases. Bangkok, Thailand. [USFDA]. United State Food and Drug Administration. 1999. Bad Bug Book: Foodborne Pathogenic Microorganism and Natural Toxic Handbook . http:www.cfsan.fda.gov mowintro.html [8 Mei 2009] 11

II. TINJAUAN PUSTAKA