Komponen Sitotoksik dari Daun Binahong (Anredera. cordifolia) lBerbasis Analisis Larva Udang

KOMPONEN SITOTOKSIK DARI DAUN BINAHONG
(Anredera cordifolia) BERBASIS ANALISIS LARVA UDANG

DEWI LARASATI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Komponen Sitotoksik
dari Daun Binahong (Anredera cordifolia) Berbasis Analisis Larva Udang adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, April 2013
Dewi Larasati
NIM G44104005

ABSTRAK
DEWI LARASATI. Komponen Sitotoksik dari Daun Binahong (Anredera
cordifolia) Berbasis Analisis Larva Udang. Dibimbing oleh GUSTINI
SYAHBIRIN dan PURWANTININGSIH SUGITA.
Telah dilakukan fraksionasi dan identifikasi komponen sitotoksik dari daun
binahong (Anredera cordifolia) berbasis analisis larva udang. Serbuk kering-udara
daun binahong dimaserasi dengan pelarut etanol. Selanjutnya, ekstrak kasar etanol
dipartisi dengan n-heksana, diklorometana, dan n-butanol. Uji toksisitas dengan
larva udang menunjukkan bahwa ekstrak n-butanol paling toksik dengan nilai
konsentrasi mematikan 50% (LC50)= 494 μg/mL. Pemisahan ekstrak n-butanol
dengan menggunakan kromatografi kolom memakai eluen n-heksana-kloroformmetanol secara gradien menghasilkan 5 fraksi. Fraksi 4 paling toksik dengan nilai
LC50= 23.4 μg/mL, dan memberikan noda tunggal dalam kromatografi lapis tipis
dengan eluen kloroform-metanol (7:3). Hasil uji fitokimia dan analisis spektrum
inframerah transformasi Fourier menunjukkan bahwa fraksi aktif mengandung
gugus karboksil, cincin aromatik, dan ester. Analisis kromatografi gasspektrometri massa mendapatkan komponen dominan adalah bis-2-etilheksil-1,2benzenadikarboksilat (79.29%), bersama dengan asam oleat (5.30%) dan asam

palmitat (4.78%).
.
Kata kunci: Anredera cordifolia, binahong, larva udang, sitotoksik

ABSTRACT
DEWI LARASATI. Cytotoxic Components from Binahong Leaves (Anredera
cordifolia) Based on Artemia salina Leach Analysis. Supervised by GUSTINI
SYAHBIRIN and PURWANTININGSIH SUGITA.
Fractionation and identification of cytotoxic components from binahong
(Anredera cordifolia) leaves based on Artemia salina Leach analysis have been
carried out. Air-dried binahong leaves were macerated in ethanol as solvent. The
ethanol crude extract was further partitioned with n-hexane, dichloromethane, and
n-butanol. Toxicity test with A. salina showed that the n-butanol extract was the
most toxic with 50% lethal concentration (LC50) of 494μg/mL. Fractionation of
the n-butanol extract by using column chromatography and gradient elution with
n-hexane-chloroform-methanol resulted 5 fractions. Fraction 4 was the most toxic
with LC50= 23.4μg/mL, and gave single spot in thin layer chromatography with
chloroform-methanol (7:3) as eluent. Phytochemistry test results and analysis of
Fourier transform infrared spectrum showed that the active components of the
fraction had carboxyl, aromatic ring, and ester groups. Gas chromatography-mass

spectrometry analysis obtained bis-2-ethylhexyl-1,2-benzenedicarboxylate as the
main component (79.29%), along with oleic acid (5.30%) and palmitic acid
(4.78%).
Key words: Anredera cordifolia, Artemia salina, binahong, cytotoxic

KOMPONEN SITOTOKSIK DARI DAUN BINAHONG
(Anredera cordifolia) BERBASIS ANALISIS LARVA UDANG

DEWI LARASATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2013

Judul Skripsi :Komponen Sitotoksik dari Daun Binahong (Anredera. cordifolia)
lBerbasis Analisis Larva Udang
Nama
:Dewi Larasati
NIM
:G44104005

Disetujui oleh

Dr Gustini Syahbirin, MS
Pembimbing I

Prof Dr Purwantiningsih Sugita, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

ProfDr Ir Tun Tedja Irawadi, MS

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat dan hidayah-Nya, penulisan karya ilmiah yang berjudul
“Komponen Sitotoksik dari Daun Binahong (Anredera cordifolia) Berbasis
Analisis Larva Udang” dapat diselesaikan dengan baik.
Selama penyusunan karya ilmiah ini penulis banyak mendapat bantuan,
dorongan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada Dr Gustini Syahbirin, MS selaku pembimbing I
dan Prof Dr Purwantiningsih Sugita, MS selaku pembimbing II atas bimbingan
dan pengarahan dalam penyusunan karya ilmiah ini, Bapak Sabur selaku
penanggung jawab Laboratorium Penelitian Kimia Organik serta seluruh keluarga
besar laboratorium atas bantuan dan kerjasamanya, keluarga tercinta yang telah
member dukungan moral dan materi.
Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
dari pembaca. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis
pada khususnya dan pembaca pada umumnya.


Bogor, April 2013
Dewi Larasati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Penentuan Kadar Air
Ekstraksi Daun Binahong
Uji Toksisitas Terhadap Larva Udang
Uji Fitokimia
Penentuan Eluen
Pemisahan Komponen Sitotoksik dengan Kromatografi Kolom
Pencirian Fraksi Teraktif dengan FTIR dan GC-MS
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen Ekstrak

Toksisitas Ekstrak
Fitokimia Ekstrak n-Butanol
Fraksi Ekstrak n-Butanol
Spektrum FTIR Fraksi 4
Komponen Sitotoksik Fraksi 4 Berdasarkan Analisis GC-MS
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
1
2
2
2
3

4
4
4
5
5
5
6
6
8
9
11
12
13
27

DAFTAR TABEL
1 Fitokimia ekstrak n-butanol
2 Rendemen fraksi binahong dari kromatografi kolom
3 Senyawa dominan dalam fraksi 4 ekstrak n-butanol berdasarkan GC-MS


6
8
9

DAFTAR GAMBAR
1 Profil kromatogram ekstrak n-butanol daun binahong
2 Profil kromatogram noda tunggal fraksi-fraksi hasil kromatografi kolom
3 Nilai LC50 fraksi-fraksi hasil kromatografi kolom
4 Spektrum FTIR fraksi 4 daun binahong
5 Struktur bis-2-etilheksil-1,2-benzenadikarboksilat (a), asam oleat (b),
asam palmitat (c)
7 Spektrum massa bis-2-etilheksil-1,2-benzenadikarboksilat
8 Fragmentasi bis-2-etilheksil-1,2-benzenadikarboksilat

7
7
8
9
dan
10

10
10

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Hasil identifikasi Anredera cordifolia

13
Bagan alir penelitain
14
Kadar air daun binahong kering dan table probit
15
Rendemen ekstrak dan fraksi ekstrak n-butanol daun binahong
16
Hasil uji toksisitas BSLT ekstrak n-heksana daun binahong
17
Hasil uji toksisitas BSLT ekstrak diklorometana daun binahong
18
Hasil uji toksisitas BSLT ekstrak n-butanol daun binahong
19
Kromatogram lapis tipis pada berbagai eluen (deteksi denganl ampu UV 254
nm)
20
Hasil uji toksisitas BSLT fraksi 1 hasil kromatografi kolom
21
Hasil uji toksisitas BSLT fraksi 2 hasil kromatografi kolom
22
Hasil uji toksisitas BSLT fraksi 3 hasil kromatografi kolom
23
Hasil uji toksisitas BSLT fraksi 4 hasil kromatografi kolom
24
Hasil uji toksisitas BSLT fraksi 5 hasil kromatografi kolom
25
Kromatogram GC-MS dan dugaan senyawa dalam fraksi 4 berdasarkan
library index MS
26

PENDAHULUAN
Anredera merupakan salah satu genus dalam famili Basselaceae. Genus ini
memiliki beberapa spesies yang berkhasiat mengobati berbagai penyakit.
Anredera diffusa dipakai sebagai penyembuh luka di Peru, A. baselloides dan A.
leptostachys memiliki khasiat sebagai antiradang dan analgesik di Amerika (Duke
et al. 2009). Spesies A. cordifolia yang diteliti di Afrika oleh Tshikalange et al.
(2005) bersifat antibakteri pada dosis 60 μg/mL. Bahkan pada penelitian lanjutan,
tanaman ini positif sebagai anti-HIV pada dosis 50 mg/mL (Tshikalange et al.
2008). Spesies A. cordifolia terkenal dan tumbuh menyebar di Asia, dikenal di
Cina dengan nama San Chi atau Teng San Chi dan di Indonesia dengan nama
binahong.
Ekstrak metanol daun binahong memiliki sifat antioksidan dengan nilai
konsentrasi penghambatan 50% (IC50) 53.11 μg/mL terhadap radikal 1,1-difenil2-pikrilhidrazil (DPPH) (Djamil et al. 2012). Ekstrak etanol dengan konsentrasi
2% dapat menyembuhkan luka pada kulit marmut lebih baik daripada povidon
iodin 10% (Miladiyah dan Prabowo 2012). Puryanto (2009) juga menyatakan
bahwa ekstrak etanol daun binahong dalam bentuk gel bersifat antiradang dan
dapat menyembuhkan luka bakar pada punggung kelinci. Masyarakat Bogor lazim
menggunakan tanaman ini untuk menyembuhkan diabetes, muntah darah, rematik,
obat luka, radang usus, seriawan, asam urat, dan jerawat (Manoi 2009).
Khasiat tanaman binahong disebabkan oleh aktivitas senyawa minor
metabolit sekunder sitotoksik pada tanaman tersebut. Namun, komponen
sitotoksik tersebut belum banyak diteliti. Hasil penelitian pendahuluan
Rachmawati (2007) menyatakan bahwa tanaman binahong mengandung alkaloid,
triterpenoid, dan saponin. Astuti (2011) melaporkan kandungan saponin sebesar
28.14% di dalam ekstrak n-butanol daun binahong kering.
Salah satu metode penapisan awal yang sering digunakan untuk menguji
potensi sitotoksik adalah uji letalitas larva udang (BSLT). Parameter yang
digunakan pada metode BSLT adalah kematian larva Artemia salina Leach.
Pengujian BSLT dilakukan pada ekstrak daun binahong hasil partisi dan
fraksionasi dengan kromatografi kolom. Fraksi teraktif diidentifikasi dengan
menggunakan spektrofotometer inframerah transformasi Fourier (FTIR) untuk
menentukan gugus fungsi dalam senyawa aktif dan kromatografi gas-spektrometri
massa (GC-MS) untuk menentukan komponen sitotoksik tersebut.

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah daun binahong dari Perkebunan IPBBiofarmaka Bogor yang sudah diidentifikasi oleh Herbarium Bogoriensis,
Balitbang Biologi-LIPI, Bogor (Lampiran 1), metanol, etanol, diklorometana,
kloroform, etilasetat, n-butanol, dimetilsulfoksida (DMSO), n-heksana, pereaksi

2

untuk uji fitokimia, silika gel 60 Merck, larva udang A. salina Leach, dan pelat
kromatografi lapis tipis (KLT) silika gel G60F254.
Alat-alat yang digunakan adalah kromatografi kolom, multiwell, corong
pisah, lampu ultraviolet (UV), oven, bejana kromatografi, spektrofotometer FTIR
Perkin Elmer di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan GCMS (Shimadzu-QP-505A) di Laboratorium Forensik Mabes POLRI Jakarta.

Penentuan Kadar Air
Cawan porselen dikeringkan di dalam oven 105 oC selama 30 menit,
selanjutnya didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Sebanyak 2 g sampel
dimasukkan ke dalam cawan tersebut dan dikeringkan dalam oven 105 oC selama
5 jam sampai diperoleh bobot konstan. Kemudian cawan didinginkan dalam
eksikator selama 15 menit dan ditimbang. Penetapan kadar air dilakukan
berdasarkan bobot kering sampel sebanyak 5 kali ulangan.

Ekstraksi Daun Binahong
Daun binahong diekstraksi dengan cara maserasi dalam pelarut etanol 80%
berair dengan nisbah 1:1.5. Ekstrak dipekatkan dengan penguap putar, kemudian
dipartisi berturut-turut antara etil asetat dan akuades, n-heksana dan metanol 90%
berair, diklorometana dan metanol 50% berair, dan terakhir lapisan air dipartisi
dengan n-butanol (Lampiran 2). Ekstrak dipekatkan, dihitung rendemen masingmasing dengan persamaan sebagai berikut:

Uji Toksisitas terhadap Larva Udang
Penetasan Telur Artemia salina
Telur A. salina yang sudah siap ditetaskan ditimbang sebanyak 0.5 g,
kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala berisi 250 mL air laut yang sudah
disaring dan diaerasi. Telur dibiarkan dalam air laut yang diaerasi selama 48 jam
di bawah pencahayaan lampu hingga menetas sempurna. Telur yang telah menetas
menjadi larva digunakan untuk uji toksisitas.
Uji Toksisitas
Larutan stok ekstrak n-heksana, ekstrak diklorometana, dan ekstrak nbutanol daun binahong dibuat dalam konsentrasi 8000 g/mL kemudian
diencerkan menjadi 0, 200, 1000, 2000, 3000, dan 4000 g/mL. Apabila ekstrak
tidak larut dalam air laut, maka ditambahkan DMSO. Ke dalam multiwell

3
dimasukkan 500 μL air laut, 10 ekor larva udang, dan 500 μL ekstrak sampai
volume total 1 mL. Ulangan dilakukan 4 kali. Multiwell ditutup dengan kertas
aluminium dan diinkubasi selama 24 jam. Nilai konsentrasi mematikan 50%
(LC50) ditentukan dengan menggunakan kurva hubungan konsentrasi ekstrak
(sumbu x) dengan % probit (sumbu y). Tabel probit dapat dilihat pada Lampiran 3.
Ekstrak yang paling sitotoksik (memiliki LC50 paling rendah) diuji fitokimia dan
difraksionasi lebih lanjut.

Uji Fitokimia (Harborne 1987)
Uji Alkaloid
Ekstrak ditimbang 0.01 g, dilarutkan dengan 10 mL kloroform dan beberapa
tetes NH4OH, kemudian disaring kedalam tabung reaksi tertutup. Ekstrak
kloroform dalam tabung dikocok dengan 10 tetes H2SO4 2 M dan lapisan asamnya
dipisahkan ke dalam tabung reaksi lain. Lapisan asam ini diteteskan pada lempeng
tetes dan ditambahkan pereaksi Mayer, Wagner, dan Dragendrof yang berturutturut akan menimbulkan endapan putih, cokelat, dan merah jingga jika terkandung
alkaloid.
Uji Saponin dan Flavonoid
Ekstrak sebanyak 0.01 g dimasukkan ke dalam gelas piala 50 mL, kemudian
ditambahkan 50 mL air panas dan dididihkan selama 5 menit. Setelah itu, larutan
disaring dan filtratnya digunakan untuk pengujian. Uji saponin dilakukan dengan
mengocok 10 mL filtrat di dalam tabung reaksi tertutup selama 10 detik, lalu
dibiarkan selama 10 menit. Adanya saponin ditunjukkan dengan terbentuknya
buih yang stabil. Sebanyak 10 mL filtrat yang lain ditambahkan 0.5 g serbuk
magnesium, 2 mL alkohol klorhidrat (campuran HCl 37% dan etanol 95% dengan
volume yang sama), dan 20 mL amil alkohol, lalu dikocok kuat-kuat.
Terbentuknya warna merah, kuning, dan jingga pada lapisan amil alkohol
menunjukkan adanya flavonoid
Uji Steroid dan Terpenoid
Ekstrak dilarutkan sebanyak 0.01 g dalam 25 mL etanol panas (50 oC).
Larutan kemudian disaring ke dalam pinggan porselen dan diuapkan. Residu
ditambahkan dengan eter, dipindahkan ke dalam tabung reaksi, lalu diuji dengan 3
tetes anhidrida asam asetat dan 1 tetes H2SO4 pekat (uji Liebermann-Buchard).
Warna merah atau ungu menunjukkan kandungan triterpenoid, sedangkan warna
hijau dan biru menunjukkan adanya steroid.
Uji Polifenol
Ekstrak sebanyak 0.01 g dimasukkan ke dalam gelas piala 100 mL,
kemudian ditambahkan 100 mL air panas dan dididihkan selama 5 menit.
Campuran disaring, lalu ke dalam sebagian filtrat ditambahkan larutan FeCl3 1%.
Warna hitam kehijauan menunjukkan adanya polifenol.

4

Penentuan Eluen
Ekstrak teraktif daun binahong ditotolkan pada pelat KLT silika gel G60F254
dari Merck. Setelah kering, segera dielusi dalam bejana kromatografi yang telah
dijenuhkan oleh uap eluen pengembang. Eluen yang digunakan ialah n-heksana,
diklorometana, kloroform, etil asetat, etanol, dan metanol. Noda yang dihasilkan
dari setiap proses elusi diamati di bawah lampu UV pada panjang gelombang 254
nm. Eluen yang baik ialah yang menghasilkan noda terbanyak dengan
keterpisahan yang baik.

Pemisahan Komponen Sitotoksik dengan Kromatografi Kolom
Bubur fase diam dibuat dengan mencampurkan silika gel 60 Merck dengan
eluen n-heksana dengan nisbah 1:10. Bubur silika sebanyak 60 g dimasukkan ke
dalam kolom hingga mencapai ¾ tinggi kolom. Elusi dilakukan dengan
menggunakan eluen yang semakin meningkat kepolarannya, mulai dari n-heksana,
n-heksana-kloroform (8:2, 6:4, 4:6, dan 2:8), kloroform, kloroform-metanol (9:1,
8:2, 7:3, 6:4, 5:5, 4:6, 3:7, 2:8, 1:9), dan metanol.
Eluen dibiarkan turun dengan laju alir eluat 2 mL/menit. Sampel sebanyak 1
g dimasukkan setelah laju alir konstan yang menunjukkan bahwa fase diam sudah
terkemas dengan baik. Eluat ditampung dalam vial kecil setiap 5 menit. Noda
yang teramati dihitung nilai Rf-nya sebagai berikut:

Eluat yang memiliki nilai Rf yang sama digabung menjadi 1 fraksi. Fraksifraksi yang diperoleh diuji kembali toksisitasnya untuk menentukan fraksi teraktif,
yaitu yang memiliki LC50 terkecil. Fraksi ini diidentifikasi dengan menggunakan
spektrofotometer FTIR dan GC-MS. Prosedur uji toksisitas fraksi seperti
dijelaskan sebelumnya, tetapi larutan stok dibuat dengan konsentrasi 2000 g/mL
dan diencerkan menjadi 0, 50, 100, 200, 500, dan 1000 g/mL.

Pencirian Fraksi Teraktif dengan FTIR dan GC-MS
Fraksi teraktif diukur dengan spektrofotometer FTIR (Spectrum One Perkin
Elmer) untuk menentukan gugus fungsi yang terkandung. Fraksi teraktif juga
dianalisis dengan GC-MS (Shimadzu-QP-505A) dengan menggunakan kolom
DB-5 MS (0.25 mm × 30 m) dan gas pembawa helium dengan laju alir 42
mL/menit. Suhu injektor 80 oC dan suhu detektor 250 oC, sedangkan suhu kolom
terprogram, diawali dengan 80 oC ditahan selama 5 menit kemudian diubah
perlahan-lahan dengan laju kenaikan suhu 5 oC/menit hingga mencapai 250 oC
(konstan hingga menit ke-45). Kondisi spektrometer massanya adalah energi
ionisasi 70 eV, modus ionisasi serangan elektron (EI), split ratio 25.0, dan area
deteksi 40–500 m/z. Setiap puncak yang muncul dalam kromatogram ion total
diidentifikasi bobot molekul dan pola fragmentasinya dan dibandingkan dengan
spektrum massa dalam library index WiNley MS 2008.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen Ekstrak
Rendemen ekstrak dihitung berdasarkan bobot kering sampel. Kadar air
daun binahong sebesar 9.01% (Lampiran 3), merupakan air yang terikat secara
fisis dan dapat dihilangkan dengan pemanasan pada suhu 100–105 oC (Harjadi
1986).
Metode maserasi digunakan karena kandungan senyawa pada daun
binahong belum diketahui ketahanannya terhadap panas. Pelarut etanol dipilih
karena dapat mengekstraksi senyawa polar dan nonpolar dengan baik (Harborne
1987). Selain itu, etanol aman digunakan untuk mengekstraksi bahan alam karena
tidak memiliki sifat toksik. Ekstrak etanol dipartisi cair-cair dengan akuades dan
etil asetat. Ekstrak etil asetat dipekatkan dan dipartisi cair-cair berturut-turut
dengan n-heksana, diklorometana, dan n-butanol berdasarkan tingkat kepolaran.
Komponen yang terekstraksi adalah yang berpolaritas sesuai dengan
pelarutnya (Markham 1988). Pelarut nonpolar (n-heksana) dapat mengekstraksi
senyawa hidrokarbon, terpena, dan lemak. Pelarut semipolar seperti
diklorometana mampu mengekstraksi senyawa fenol dan terpenoid, sedangkan
pelarut polar (n-butanol) mampu mengekstraksi senyawa alkaloid kuaterner, ester
asam lemak, komponen fenolik, dan tanin (Harborne 1987). Lampiran 4
menunjukkan rendemen ekstrak tanaman binahong. Rendemen paling tinggi
diperoleh dari ekstrak n-butanol (27.40%), sedangkan rendemen ekstrak nheksana paling rendah, sebesar 16.59%. Berdasarkan hasil ekstraksi pendahuluan,
dapat disimpulkan bahwa daun binahong memiliki lebih banyak senyawa polar
dibandingkan dengan senyawa nonpolar.

Toksisitas Ekstrak
Toksisitas ekstrak daun binahong diuji dengan menggunakan larva udang A.
salina Leach. Kematian larva udang disebabkan oleh senyawa toksik pada media
hidup larva. Larva udang yang ditetaskan selama 48 jam memiliki dinding yang
lunak sehingga senyawa asing dalam air laut dengan mudah diserap dan langsung
memengaruhi kehidupan larva.
Ekstrak n-heksana, diklorometana, dan n-butanol memberikan nilai LC50
kurang dari 1000 μg/mL (Lampiran 5−7). Menurut Musa (2012), ekstrak bahan
alam dapat dikatakan toksik dan dapat dikembangkan sebagai pengobatan jika
memiliki nilai LC50 kurang dari 1000 μg/mL. Oleh karena itu, ketiga ekstrak daun
binahong bersifat toksik. Ekstrak diklorometana memiliki nilai LC50 paling besar
(993 μg/mL), kemudian berturut-turut ekstrak n-heksana (583 μg/mL), dan
ekstrak n-butanol (494 μg/mL). Berdasarkan hasil ini, ekstrak n-butanol daun
binahong memiliki daya sitotoksik yang diprediksi lebih tinggi daripada kedua
ekstrak lainnya.
Senyawa paling sitotoksik pada daun binahong bersifat polar karena larut
dalam n-butanol. Sebelumnya, ekstrak n-butanol pada daun binahong juga
dilaporkan paling aktif bersifat antimikrob dengan penghambatan pada Candida

6
albicans sebesar 250–1000 μg/mL (Sarjana 2012). Efek toksik terhadap larva
udang merupakan indikasi awal dari efek farmakologi bahan tersebut terhadap
mikrob, bakteri, atau sel kanker.

Fitokimia Ekstrak n-Butanol
Penapisan fitokimia lazim digunakan untuk mensurvei tumbuhan agar
mendapatkan kandungan bioaktif yang berguna untuk pengobatan. Tabel 1
menunjukkan bahwa ekstrak n-butanol mengandung golongan senyawa alkaloid,
saponin, triterpenoid, dan polifenol. Senyawa yang paling banyak terkandung
adalah saponin karena menunjukkan busa yang banyak dan stabil selama 10
menit. Hal ini didukung oleh penelitian Astuti (2011) yang melaporkan bahwa
daun binahong yang diekstraksi menggunakan n-butanol mengandung saponin
sebesar 28.14%. Sarjana (2012) juga membuktikan bahwa ekstrak n-butanol daun
binahong memiliki kandungan triterpenoid dan saponin. Hasil uji negatif
ditunjukkan pada uji steroid dan flavonoid, mengindikasikan bahwa ekstrak nbutanol tidak mengandung golongan senyawa tersebut atau kandungannya dalam
ekstrak n-butanol sangat kecil sehingga tidak terdeteksi.
Tabel 1 Fitokimia ekstrak n-butanol
Golongan senyawa
metabolit sekunder
Alkaloid
Saponin
Triterpenoid
Steroid
Polifenol
Flavonoid

Ekstrak
n-butanol
+
++
+
+
-

Keterangan: (-) tidak terdeteksi, (+) terdeteksi,
semakin banyak (+), intensitas hasil meningkat.

Fraksi Ekstrak n-Butanol
Deteksi pendahuluan dengan KLT menunjukkan bahwa eluen tunggal
metanol dan etanol memiliki keterpisahan yang lebih baik daripada pelarut
lainnya. Namun, noda pada eluen etanol berekor dan memanjang karena tidak
adanya interaksi yang seimbang antara bahan uji, fase diam, dan fase gerak
(Lampiran 8). Keterpisahan komponen yang baik menurut Sarjana (2012) dan
Astuti (2011) diperoleh dengan menggunakan campuran kloroform, metanol, dan
air. Elusi ekstrak dengan air tidak memisahkan noda, berekor, dan memerlukan
waktu elusi yang lama, maka penelitian ini menggunakan campuran kloroform
dan metanol. Pola keterpisahan yang baik didapatkan dengan eluen kloroformmetanol (7:3), dan menghasilkan 5 noda (Gambar 1).

7

1
2

Rf
→ 0.81
→ 0.75

3

→ 0.38

4
5

→ 0.19
→ 0.06

Gambar 1 Profil kromatogram ekstrak n-butanol daun binahong
Silika gel lebih polar dibandingkan dengan eluen kloroform-metanol (7:3),
maka noda yang lebih bersifat polar akan memiliki nilai Rf yang lebih kecil. Noda
5 memiliki nilai Rf yang sangat kecil dan diperkirakan adalah tanin. Noda 1 dan 2
memiliki nilai Rf yang besar dan diperkirakan bersifat semipolar.
Pemisahan dengan kromatografi kolom menggunakan elusi gradien dengan
kepolaran eluen n-heksana-kloroform-metanol yang semakin meningkat
(Lampiran 8). Eluat dengan noda tunggal pada nilai Rf yang sama dalam eluen
terbaik digabungkan dan menghasilkan 5 fraksi dengan kepolaran yang berbeda
(Gambar 2). Noda terdeteksi dengan lampu UV 254 nm yang menunjukkan bahwa
senyawa-senyawa yang terkandung memiliki sedikitnya 2 ikatan rangkap
terkonjugasi atau hidrokarbon aromatik.

1

2

3

4

5

Gambar 2 Profil kromatogram noda tunggal fraksi-fraksi hasil kromatografi
kolom
Rendemen terbesar dimiliki oleh fraksi 5 (Tabel 2). Fraksi 5, yaitu noda 5
pada uji pemisahan pendahuluan dengan KLT adalah senyawa yang bersifat polar
berdasarkan nilai Rf-nya yang paling kecil dalam eluen nonpolar kloroformmetanol (7:3). Diduga senyawa ini adalah tanin karena fraksi 5 berwarna kuning
kecokelatan. Kelima fraksi hasil kromatografi kolom diuji toksisitasnya terhadap
larva udang A. salina Leach.

8

Tabel 2 Rendemen fraksi binahong dari kromatografi kolom
Fraksi
1
2
3
4
5

Rendemen (%b/b)
17.58
4.73
7.47
5.82
21.98

Data mortalitas larva udang hasil uji BSLT diolah menggunakan metode
analisis probit pada tingkat 50% kematian (LC50) dengan asumsi selang
kepercayaan 95% yang dirumuskan oleh Finney (1971). Koefisien korelasi (r2)
kelima fraksi n-butanol lebih besar dari 0.99 (Lampiran 9–13), maka ketelitiannya
tergolong sangat baik. Fraksi 4 memiliki LC50 paling kecil, yaitu 23.4 μg/mL
(Gambar 3) dan termasuk dalam kategori toksik. Moshi et al. (2010) menyatakan
bahwa suatu fraksi pemisahan lanjutan bersifat toksik apabila memberikan nilai
LC50 10–30 μg/mL.

Gambar 3 Nilai LC50 fraksi-fraksi hasil kromatografi kolom
Sifat toksik fraksi dalam uji dengan larva udang A. salina berpotensi
dikembangkan sebagai antibakteri, antijamur, dan bahan obat (Ogugu et al. 2012).
Fraksi 4 memiliki nilai Rf 0.19, dan Gambar 3 secara umum memperlihatkan
bahwa senyawa yang lebih polar bersifat lebih sitotoksik.

Spektrum FTIR Fraksi 4
Spektrum FTIR (Gambar 4) memberikan informasi jenis dan gugus fungsi
yang terdapat dalam fraksi 4. Serapan kuat pada bilangan gelombang 3434.23 cm-1
berasal dari vibrasi ulur OH. Ulur C-H aromatik memberikan serapan kuat pada
2950.35 cm-1. Serapan sedang di 2839.91 cm-1 ditimbulkan oleh ulur –CH2 dan
serapan kuat di 1651.87 cm-1 merupakan hasil vibrasi ulur C=O dari asam karboksilat
atau ester. Pita serapan lemah di 2106.99 cm-1 berasal dari vibrasi ulur C=C
takterkonjugasi yang didukung oleh serapan lemah pada bilangan gelombang 666.78
cm-1 yang merupakan ciri cincin aromatik. Ulur C-O ester memberikan serapan kuat
di 1017.99 cm-1. Analisis spektrum FTIR fraksi 4 mengindikasikan bahwa senyawa
di dalamnya mengandung gugus karboksil, cincin aromatik, dan ester.

9

Gambar 4 Spektrum FTIR fraksi 4 daun binahong

Komponen Sitotoksik Fraksi 4 Berdasarkan Analisis GC-MS

Kromatogram GC-MS fraksi 4 diberikan pada Lampiran 14. Puncak yang
paling luas diperoleh pada waktu retensi 23.73 menit dengan bobot molekul 390
g/mol dan area 79.29%. Kemiripan mencapai 91% dengan spektrum massa
senyawa bis-2-etilheksil-1,2-benzenadikarboksilat. Puncak dominan kedua dan
ketiga (area berturut-turut 5.30% dan 4.78%) diidentifikasi sebagai asam oleat dan
asam palmitat (Tabel 3).
Tabel 3 Senyawa dominan dalam fraksi 4 ekstrak n-butanol berdasarkan GCMS
Waktu
retensi
(menit)
16.45
18.84
23.73

Area puncak Nama senyawa dari
(%)
library index MS
4.78
5.30
79.29

Asam palmitat
Asam oleat
Bis-2-etilheksil-1,2benzenadikarboksilat

Kemiripan dengan
library indexMS (%)
96
95
891%
6%

Komponen sitotoksik memiliki sifat toksik terhadap sel, dan berkorelasi
positif dengan toksisitas terhadap bakteri, mikrob, atau jamur, bahkan terhadap sel
kanker. Sudhasrikesavan dan Selvam (2012) mengidentifikasi bis-2-etilheksil-1,2benzenadikarboksilat sebagai komponen aktif dalam tumbuhan laut yang bersifat
sitotoksik menghambat proliferasi sel kanker HEP-2 sebesar 16.5 μg/mL. Torane
et al. (2012) mengisolasi senyawa yang sama dari ekstrak metanol Sargassum
wightii dan memberikan hasil positif sebagai antimikrob dan antiradang. Sastri
dan Rao (1995) juga menyatakan bahwa senyawa ini memiliki sifat antibakteri.
Pertumbuhan bakteri Escherichia coli dapat dihambat oleh senyawa ini (Swantara
2011).

10

Asam oleat juga memiliki sifat sitotoksik. Kajian terhadap aktivitas antikanker
dari turunan asam oleat telah dilakukan oleh Ho et al. (2009). Sementara Moura
(2006) menunjukkan bahwa asam palmitat memiliki aktivitas sebagai inhibitor mutasi
pada sel Saccharomyces cerevisae. Asam palmitat juga toksik terhadap mikrob
(Swantara 2011). Struktur ketiga komponen sitotoksik dalam fraksi 4 daun
binahong tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Struktur bis-2-etilheksil-1,2-benzenadikarboksilat (a), asam oleat (b),
dan asam palmitat (c).

Spektrum massa bis-2-etilheksil-1,2-benzenadikarboksilat (Gambar 6) tidak
menunjukkan puncak ion molekul dengan m/z 390. Senyawa diester aromatik tidak
stabil sehingga yang muncul ialah fragmen monoester karboksilat dan
dikarboksilat berturut-turut pada m/z 279 dan 167. Fragmen dengan m/z 149
menjadi puncak dasar. Fragmen ini khas pada semua ester asam ftalat (Sani dan
Pateh 2009). Gambar 7 menunjukkan pola fragmentasi bis-2-etilheksil-1,2benzenadikarboksilat selengkapnya.

Gambar 6 Spektrum massa bis-2-etilheksil-1,2-benzenadikarboksilat

Gambar 7 Fragmentasi bis-etilheksil-1,2-benzenadikarboksilat

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Fraksi teraktif daun binahong ialah fraksi n-butanol dari ekstrak etanol.
Fraksionasi lebih lanjut menghasilkan 5 fraksi dengan fraksi 4 memiliki LC50
paling kecil, yaitu 23.4 μg/mL dengan nilai Rf 0.19 pada eluen kloroform-metanol
7:3. Analisis spektrum FTIR menunjukkan bahwa fraksi teraktif mengandung
gugus karboksil, cincin aromatik, dan ester. Analisis kromatogram gas-spektrum
massa menunjukkan bahwa komponen dominan dalam fraksi tersebut adalah bis2-etilheksil-1,2-benzenadikarboksilat (79.29%), bersama dengan asam oleat
(5.30%), dan asam palmitat (4.78%).

Saran
Fraksi teraktif perlu diuji lebih lanjut pada sel kanker yang lebih spesifik
dan dicirikan strukturnya dengan resonans magnetik inti.

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2007. Official Methods of
AOAC International. Rev ke-2. Vol ke-1. Maryland (US): AOAC
International.
Astuti SM. 2011. Determination of saponin compound from Anredera cordifolia
(Ten) Steenis plant (Binahong) to potential treatment for several disease. J
Agric Sci. 3(4):224-232.
Djamil R, Wahyudi PS, Wahono S, Hanafi M. 2012. Antioxidant activity of
flavonoid from Anredera cordifolia (Ten) Steenis leaves. Int J Pharm.
3(9):241-243.
Duke JA, Godwin MJB, Ottesen AR. 2009. Duke’s Handbook of Medicinal Plants
of Latin America. New York (US): CRC Pr.
Finney DJ. 1971. Probit Analysis. Ed ke-2. Cambridge (US): Cambridge
University Pr.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Padmawinata K, penerjemah. Bandung
(ID): ITB Pr. Terjemahan dari: Phytochemical Method.
Harjadi W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta (ID): Gramedia.
Ho CL, Wang EIC, Su YC. 2009. Essential oil compositions and bioactive of the
various parts of Cinnamomun camphora Sieb. Yar.Linalool Litera quarterly
Fujuta. J Forest Res. 31(2):77-96.
Manoi F. 2009. Binahong (Anredera cordifolia) sebagai obat. Warta Litbang
Tanaman Industri. 15(1): 3-5.
Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung (ID): ITB Pr.
Miladiyah I, Prabowo BR. 2012. Ethanolic extract of Anredera cordifolia (Ten.)
Steenis leaves improved wound healing in guinea pigs. Med Chem Res.
31:4-10.

12

Moura V. 2006. In vivo wound healing activity of oleanolic acid derived from the
acid hydrolysis of Anredera diffusa. J Nat Prod. 69:978-979.
Moshi MJ, Innocent E, Magadula JJ, Otieno DF, Wersheit A, Mbabazi PK, Nondo
RSD. 2010. Brine shrimp toxicity of some plants used as traditional
medicines in Kugera Region, north western Tanzania. Environ Sci.
2(3):150-156.
Musa AA. 2012. Cytotoxicity activity and phytochemical screening of
Cochlspermum tinctonium Perr Ex A. rich rhizome using Artemia salina test.
J Pharm Sci. 2(7):155-159.
Ogugu SE, Kehinde AJ, James BI, Paul DK. 2012. Assessment of cytotoxic
effects of methanol extract of Calliandra portoricensis using brine shrimp
(Artemia salina) lethalitiy bioassay. J Biosyst Biotechnol. 1(2):257-260.
Puryanto K. 2009. Uji aktivitas gel ekstrak etanol daun binahong (Anredera
cordifolia) sebagai penyembuh luka bakar pada kulit punggung kelinci
[skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Muhamadiyah Surakarta.
Rachmawati S. 2007. Studi makroskopi, mikroskopi, dan skrining fitokimia daun
binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) [skripsi]. Surabaya (ID):
Universitas Airlangga.
Sani UM, Pateh UU. 2009. Isolation of 1,2-benzenedicarboxylic acid bis (2ethylhexyl) ester from methanol extract of the variety minor seeds of
Ricinnus communis Linn. (Euphorbiaceae). J Pharm Sci. 8(2):107-114.
Sarjana M. 2012. Isolasi dan identifikasi senyawa triterpenoid aktif sebagai
antimikroba dari ekstrak metanol daun binahong (Anredera cordifolia
(Ten.)Steenis) [skripsi]. Surabaya (ID): Universitas Airlangga.
Sastri V, Rao GRK. 1995. Dioctyl phthalate and antibacterial compound from the
marine brown alga Sargassum wightii. J Phys. 7:185-186.
Sudhasrikesavan S, Selvam MM. 2012. Actinomycetes from marine sediment:
screening for cytotoxicity, identification, and analysis of bioactive
constituents by gas chromatography-mass spectrometry. Int J Biosci. 68-71.
Swantara IMD. 2011. Kajian senyawa antioksidan pada rumput laut dari pantai
sekitar Bali [skripsi]. Bukit Jimbaran (ID): Universitas Udayana.
Torane RC, Kamble GS, Devare S, Phalgune U, Deshpande N. 2012. Isolation
and characterization of 1,2-benzenedicarboxylic acid, bis-2-ethylhexyl esterdioctyl pthalate, a bioactive compound from Ehreda Laevis. J Pharm Res.
5(6):3251-3252.
Tshikalange TE, Meyer JJM, Hussein AA. 2005. Antimicrobial activity, toxicity,
and the isolation of a bioactive compound from plants used to treat sexually
transmitted diseases. J Ethnopharmacol. 96:515-519.
Tshikalange, TE. 2007. In vitro anti-HIV-1 properties of ethnobotanically selected
South African plants used in the treatment of sexually transmitted diseases.
J Ethnopharmacol. 96:515-519.

13

Lampiran 1 Hasil identifikasi Anredera cordifolia

14

Lampiran 2 Bagan alir penelitian
Daun binahong
v kering
Diekstraksi dengan 150 mL etanol
Disaring dan dipekatkan
Ekstrak kasar (7.62 g)
Dipartisi dengan etil asetat
dan akuades
Dipekatkan
Lapisan akuades

Lapisan etil asetat

Dipartisi dengan n-heksana
dan metanol 90%

Dipartisi dengan n-butanol
Lapisan akuades

Dipekatkan

Dipekatkan

Ekstrak n-butanol (1.90 g)

Ekstrak n-heksana (1.15 g)

Lapisan metanol 90%
Dipartisi CH2Cl2
dan metanol 50%
Dipekatkan
Ekstrak CH2Cl2 (1.73 g)

Lapisan metanol 50%

Uji toksisitas BSLT
Ekstrak teraktif
Uji fitokimia
Penentuan fraksi (KLT), mencari eluen terbaik
Pemisahan dengan kromatografi kolom
Perbandingan daya sitotoksik 5 fraksi
Fraksi teraktif

Uji fitokimia, analisis komponen
dengan FTIR dan GC-MS

15

Lampiran 3 Kadar air daun binahong kering dan tabel probit
A) Kadar air daun binahong
Bobot
Bobot
Ulangan
kosong (g)
daun binahong (g)
1
44.67
2.12
2
63.40
2.16
3
45.51
2.02
4
62.51
2.01
5
62.08
2.01

Bobot setelah
di oven (g)
46.60
65.36
47.35
64.34
63.91
Rerata

Kadar
air (%)
8.96
9.26
8.91
8.96
8.96
9.01

Contoh perhitungan:

= 8.96%

B) Tabel Probit
%
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
99>

0
3.72
4.16
4.48
4.75
5.00
5.25
5.52
5.84
6.28
7.33

1
2.67
3.77
4.19
4.50
4.77
5.03
5.28
5.55
5.88
6.23
7.37

2
2.95
3.82
4.23
4.53
4.80
5.05
5.31
5.58
5.92
6.41
7.41

3
3.12
3.87
4.26
4.56
4.82
5.08
5.33
5.61
5.95
6.48
7.46

Probit
4
5
3.25 3.36
3.92 3.96
4.29 4.33
4.59 4.61
4.85 4.87
5.10 5.13
5.36 5.39
5.64 5.67
5.99 6.04
6.55 6.64
7.51 7.58

6
3.45
4.01
4.36
4.64
4.90
5.15
5.41
5.71
6.08
6.75
7.65

7
3.52
4.05
4.39
4.67
4.92
5.18
5.44
5.74
6.13
6.88
7.75

8
3.59
4.08
4.42
4.69
4.95
5.20
5.47
5.77
6.18
7.05
7.88

9
3.66
4.12
4.45
4.72
4.97
5.23
5.50
5.81
6.23
7.33
8.09

16
Lampiran 4 Rendemen ekstrak dan fraksi ekstrak n-butanol
a) Rendemen ekstrak daun binahong
Bobot
Kadar
Ekstrak
contoh
air
awal (g)
(g)
Etanol
101.50
0.09
n-Heksana
7.62
0.09
Diklorometana
7.62
0.09
n-Butanol

7.62

0.09

Bobot
ekstrak
hasil (g)
7.62
1.15
1.73
1.90

Rendemen
(%)
8.37
16.59
24.95
27.40

Warna
ekstrak
pekat
Hijau tua
Hijau tua
Hijau
kecokelatan
Kuning
kecokelatan

Contohperhitungan:

= 8.37%

b) Rendemen fraksi dari hasil kolom ekstrak n-butanol
Bobotcontoh Kadar
Bobot
Rendemen
Fraksi
awal
air
ekstrak
(%)
(g)
(g)
hasil (g)
1
101.5
0.09
0.16
17.58
2
101.5
0.09
0.04
4.73
3
101.5
0.09
0.07
7.47
4
101.5
0.09
0.05
5.82
5
101.5
0.09
0.18
21.98
Contoh Perhitungan Rendemen:

= 17.58%

Warna ekstrak
pekat
Hijau hitam
Hijau
Hijau kuning
Cokelat
Kuning cokelat

17

Lampiran 5 Hasil uji toksisitas BSLT ekstrak n-heksana daun binahong
Konsentrasi
(μg/mL)
0

100

500

1000

1500

2000

Jumlah
larva awal
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10

Contoh perhitungan LC50:
y = 1.4066x + 1.1101
5 = 1.4066x + 1.1101
x = 2.7655
LC50 = 102.7655
LC50 = 583μg/mL

Jumlah
larva mati
0
0
0
0
1
2
1
2
4
4
5
4
7
6
6
6
7
7
8
7
8
8
8
7

Rerata %Kematian
0

0

1.50

15

4.25

42.50

6.25

62.50

7.25

72.50

7.75

77.50

6
5
4
2.00

y = 1.4066x + 1.1101
r² = 0.9953
3.00
log konsentrasi

4.00

18

Lampiran 6 Hasil uji toksisitas BSLT ekstrak diklorometana daun binahong
Konsentrasi
(μg/mL)
0

100

500

1000

1500

2000

Jumlah
larva
awal
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10

Contoh perhitungan LC50:
y = 0.7551x + 2.737
5 = 0.7551x + 2.737
x = 2.99695
LC50 = 102.9969
LC50 = 993μg/mL

Jumlah
larva
mati
0
0
0
0
2
2
3
2
5
4
3
4
5
4
6
5
6
7
5
4
6
6
6
6

Rerata

%Kematian

0

0

2.25

22.5

4

40

5

50

5.50

55

6

60

6
5
y = 0,7551x + 2,737
r² = 0,9980

4
2

3
log konsentrasi

4

19

Lampiran 7 Hasil uji toksisitas BSLT ekstrak n-butanol daun binahong
Konsentrasi
(μg/mL)
0

100

500

1000

1500

2000

Jumlah
larva
awal
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10

Contoh perhitungan LC50:
y = 1.019x + 2.2549
5 = 1.019x + 2.2549
x = 2.6939
LC50 = 102.6939
LC50 = 494μg/mL

Jumlah
larva
mati
0
0
0
0
3
2
2
3
4
5
6
4
6
7
6
5
8
7
6
7
8
7
8
7

Rerata

%Kematia
n

0

0

2.50

25

4.75

47.5

6

60

7

70

7.50

75

6
5
4
2

y = 1,019x + 2,2549
r² = 0,9896
3
4
log konsentrasi

20

Lampiran 8 Kromatogram lapis tipis pada berbagai eluen (deteksi dengan lampu
UV 254 nm)
a) Eluen etanol (a) dan metanol (b)

(a)

(b)

b) Eluen metanol (c), n-heksana (d), etil asetat (e), dan kloroform (f)

(c)

(d)

(e)

(f)

c) Eluen kloroform-metanol berbagai nisbah

K:m (3:7)
K:m K:m (4:6)
K:m K:m (5:5)
K:m K:m (6:4)
K:m K:m (7:3) K:m (8:2)

(4:6)

(5:5)

(6:4)

(7:3)

21

Lampiran 9 Hasil uji toksisitas BSLT fraksi 1 hasil kromatografi kolom
Konsentrasi
(μg/mL)
0

25

50

100

250

500

Jumlah
larva
awal
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10

Contoh perhitungan LC50:
y = 0.6097x + 3.7369
5 = 0.6097x + 3.7369
x = 2.0717
LC50 = 102.0717
LC50 = 118μg/mL

Jumlah
larva
mati
0
0
0
0
4
3
3
4
4
3
5
4
6
5
4
4
6
6
5
6
6
7
6
7

Rerata

%Kematian

0

0

3.50

35

4

40

4.75

47.5

5.75

57.5

6.50

65

y = 0,6097x + 3,7369
r² = 0,9974

5.6
5.4
5.2
5
4.8
4.6
4.4
0

1

2

log konsentrasi

3

22
Lampiran 10 Hasil uji toksisitas BSLT fraksi 2 hasil kromatografi kolom
Konsentrasi
(μg/mL)
0

25

50

100

250

500

Jumlah
larva
awal
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10

Contoh perhitungan LC50:
y = 0.803x + 3.1728
5 = 0.803x + 3.1728
x = 2.2755
LC50 = 102.2755
LC50 = 189μg/mL

Jumlah
larva
mati
0
0
0
0
3
2
2
2
3
3
4
3
4
4
5
4
5
5
5
6
6
6
6
7
8

Rerata

%Kematian

0

0

2.25

22.50

3.25

32.50

4.25

42.50

5.25

52.50

6.25

62.50

y = 0,803x + 3,1728
r² = 0,9945

6
4
2
0
0

1

2

log konsentrasi

3

23

Lampiran 11 Hasil uji toksisitas BSLT fraksi 3 hasil kromatografi kolom
Jumlah
larva
mati
0
0
0
0
4
3
4
4
6
5
6
5
7
6
7
8
9
9
9
8
9
10
9
10

Konsentrasi
Jumlah
(μg/mL)
larva awal
0

25

50

100

250

500

10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10

Contoh perhitungan LC50:
y = 1.502x + 2.5699
5 = 1.502x + 2.5699
x = 1.6179
LC50 = 101.6179
LC50 = 41.5μg/mL

Rerata

%Kematian

0

0

3.75

37.50

5.5

55

7

70

8.75

87.50

9.50

95

y = 1,502x + 2,5699
r² = 0,9985

8
6
4
2
0
0

1

2

log konsentrasi

3

24
Lampiran 12 Hasil uji toksisitas BSLT fraksi 4 hasil kromatografi kolom
Jumlah
Konsentrasi
Jumlah
%Kematia
larva
Rerata
(μg/mL)
larva awal
n
mati
0
10
0
0
0
10
0
10
0
10
0
25
10
5
4.75
47.50
10
5
10
4
10
5
50
10
8
7.25
72.50
10
7
10
7
10
7
100
10
9
8.50
85
10
8
10
8
10
9
250
10
10
9.50
95
10
9
10
9
10
10
500
10
9
9.75
97.50
10
10
10
10
10
10
Contoh perhitungan LC50:
y = 1.5807x + 2.8353
5 = 1.5807x + 2.8353
x = 1.3695
LC50 = 101.3695
LC50 = 23.4μg/mL

8
6
4
2
0

y = 1,5807x + 2,8353
r² = 0,9921
0

1

2

log konsentrasi

3

25
Lampiran 13 Hasil uji toksisitas BSLT fraksi 5 hasil kromatografi kolom
Jumlah
larva
mati
0
0
0
0
2
3
3
3
4
4
4
4
5
5
6
5
7
6
7
7
8
8
7
8

Konsentrasi
Jumlah
(μg/mL)
larva awal
0

25

50

100

250

500

10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10

Contoh perhitungan LC50:
y = 1.035x + 2.988
5 = 1.035x + 2.988
x = 1.94396
LC50 = 101.94396
LC50 = 87.9 ppm

Rerata

%Kematian

0

0

2.75

27.50

4

40

5.25

52.50

6.75

67.50

7.75

77.50

y = 1,035x + 2,988
r² = 0,9993

8
6
4
2
0
0

1

2

log konsentrasi

3

26

Lampiran 14 Kromatogram GC-MS dan dugaan senyawa dalam fraksi 4
berdasarkan library index MS

Puncak
1
2
3
4
5
6

Waktu retensi
(menit)
3.48
6.51
15.99
16.45
18.84
23.73

7
8
9

29.31
30.88
34.65

10

37.37

Kemungkinan senyawa
Siklobutanol
Asam pentanoat
Asam heksadekanoat
Asam palmitat
Asam oleat
Bis-2-etilheksil-1,2benzenadikarboksilat
Benzenamina
Asam propanadioat
3,3-Etilenadioksi-1,2,3trihidro-2-okso-1-benzil
alkohol
Disilana

Kemiripan dengan
library index MS (%)
59
43
97
96
95
91
41
38
43

27

27

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 19 Maret 1989 sebagai anak
pertama dari 6 bersaudara dari pasangan Ir Marsono dan Tasilah Maesitoh.
Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cilegon dan pada tahun yang
sama diterima di Program Keahlian D3 Analisis Kimia, Direktorat Program
Diploma, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun
yang sama penulis melanjutkan ke jenjang S1 Ahli Jenis Kimia di IPB.
Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif mengikuti program sosial
mengajar anak-anak kurang mampu di bawah naungan “Die Burke Germany”
pada tahun 2009–2011. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum
Kromatografi II dan Spektroskopi II (D3 Analisis Kimia) pada tahun ajaran
2011/2012 serta Kimia Farmasi, Analisis Komponen dan Uji Aktivitas,
Keselamatan Kerja Laboratorium dan Pengetahuan Bahan pada tahun ajaran
2012/2013. Di tahun 2010, penulis melakukan praktik lapangan kerja di
Laboratoriun Quality Control, Balai Besar Kimia dan Kemasan. Tahun 2010–
2011, penulis pernah bekerja sebagai Quality Control di PT Boehringer Ingelheim
Indonesia, dan tahun 2009 magang kerja di PT Krakatau Steel.

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS INFUS DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia) SEBAGAI HAND SANITIZER TERHADAP Staphylococcus aureus

12 89 17

Penganrh Salep Ekstrak I)aun Binahong (Anredera cordifulia (Tenore) Steenis) terhadap Pembentukan Jaringan Granulasi pada Luka Bakar Tikus Sprngue dawley (Studi Pendahuluan Lama Paparan Luka Bakar 30 Detik dengan Plat Besi

1 19 89

Uji aktivitas ekstrak Etanol 70% daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) terhadap penurunan kadar asam urat dalam darah tikus putih jantan yang diinduksi dengan Kafeina

1 42 73

Pengaruh pemberian salep ekstrak daun Binahong (anredera cordifolia (tenore) steenis) terhadap re-epitelisasi pada luka bakar tikus sprague dawley : studi pendahuluan lama paparan luka bakar 30 detik dengan plat besi

0 20 70

UJI EFEKTIVITAS LARVASIDA EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) TERHADAP LARVA Aedes aegypti INSTAR III

5 23 63

UJI ANTIDIABETIK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Uji Antidiabetik Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus) Yang Diinduksi Aloksan.

0 3 19

UJI ANTIDIABETIK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Uji Antidiabetik Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus) Yang Diinduksi Aloksan.

0 3 14

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN, KADAR GLUKOSA DAN ORGANOLEPTIK MINUMAN INSTAN DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia) Aktivitas Antioksidan, Kadar Glukosa Dan Organoleptik Minuman Instan Daun Binahong (Anredera cordifolia) Dengan Variasi Pemanis Alami.

0 2 17

UJI EFEKTIVITAS LARVASIDA EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia) PADA KEMATIAN LARVA Aedes aegypti - STIKES Insan Cendekia Medika Repository

0 0 6

AKTIVITAS PENGHAMBATAN TIROSINASE DARI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Tenore) Steen)

0 1 49