Pengelolaan Risiko Kredit untuk Meningkatkan Peran BPR sebagai LKM pada BPR X di Cirebon

(1)

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

MEI JUWITA PANJAITAN

PENGELOLAAN RISIKO KREDIT UNTUK

MENINGKATKAN PERAN BPR SEBAGAI LKM


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengelolaan Risiko Kredit untuk Meningkatkan Peran BPR sebagai LKM pada BPR X di Cirebon adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Mei Juwita Panjaitan


(4)

RINGKASAN

MEI JUWITA PANJAITAN. Pengelolaan Risiko Kredit untuk Meningkatkan Peran BPR sebagai LKM pada BPR X di Cirebon. Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI

Perkembangan jumlah UMKM di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Selama tahun 2006-2011 jumlah UMKM tumbuh sebesar 12,62 persen dengan pangsa sebesar 99,99% (Depkop 2013). Hal ini berarti bahwa 99,99% dari pelaku usaha di Indonesia menjadikan UMKM sebagai wujud kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia. Kondisi seperti ini yang menyebabkan terjadinya permintaan kredit dan kenaikan penawaran kredit. Bagi UMKM kredit merupakan salah satu sumber modal untuk menunjang usahanya. Di sisi lain, lembaga keuangan melihat bahwa perkembangan UMKM merupakan sebuah peluang untuk memperoleh keuntungan dari bunga kredit yang ditawarkan.

BPR X Cirebon merupakan salah satu LKM yang berbentuk PD (Perusahaan Daerah) dan beroperasi di Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon. Kemampuan BPR X Cirebon dalam mengelola kredit bermasalah cukup baik. Hal ini terlihat dari perkembangan nilai NPL (Non Performing Loan) netonya selama periode 2009-2012 yaitu berturut-turut sebesar 2,61 persen, 2,88 persen, 2,05 persen, dan 1,82 persen. Nilai tersebut berada di bawah 5 persen dan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan BI. Di sisi lain banyak LKM dan BPR lainnya yang memiliki nilai NPL neto di atas 5 persen, sehingga sebagian dari LKM mengalami kebangkrutan dan beberapa BPR yang ditutup oleh BI, karena tingkat kesehatan bank yang buruk. Salah satu penyebabnya adalah ketidakmampuan untuk mengelola risiko kreditnya. Tujuan penelitian ini adalah : 1) menguraikan faktor yang membuat BPR X Cirebon mampu mempertahankan nilai NPL di bawah 5 persen, 2) menganalisis risiko kredit BPR X Cirebon dengan perhitungan kuantitatif Value at Risk (VaR), 3) menganalisis pengelolaan risiko kredit yang dilakukan BPR X Cirebon.

Penelitian dilaksanakan di Kantor BPR X Cirebon yang berlokasi di Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengumpulan data dan wawancara langsung dengan pihak manajemen dan debitur BPR X Cirebon. Data sekunder diperoleh melalui data historis BPR X Cirebon, studi pustaka, dan publikasi elektronik. Analisis data secara kualitatif dilakukan secara deskriptif sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan metode Value at Risk

(VaR) dengan credit metrics.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyebab BPR X Cirebon memiliki nilai NPL di bawah 5 persen adalah karena memiliki kinerja keuangan yang sehat yang diperoleh dari kemampuan BPR X Cirebon dalam mengelola kecukupan modal untuk menutupi risiko, kemampuan mengelola aktiva produktif, kemampuan memperoleh laba, kemampuan manajemen, dan kemampuan mengelola kredit. Pengelolalan usaha ini mencakup pengelolaan kredit bermasalah sehingga BPR X Cirebon dapat mengendalikan risiko kredit walaupun penyaluran kredit kepada UMKM meningkat setiap tahunnya.


(5)

Berdasarkan perhitungan VaR dengan credit metric, nilai kerugian maksimum yang dihadapi BPR X Cirebon per Desember 2012 pada tingkat keyakinan 95 persen adalah sebesar 11,62 persen dari total baki debet kredit UMKM dengan plafon mikro di BPR X Cirebon (skenario 1). Pada tingkat keyakinan 99 persen, BPR X Cirebon kemungkinan mengalami kerugian maksimum sebesar 16,44 persen dari total baki debet kredit UMKM dengan plafon mikro (skenario 1). Hasil perhitungan dengan beberapa skenario menunjukkan bahwa nilai VaR akan berubah apabila terjadi perubahan tingkat suku bunga, perubahan peluang atau probabilitas kolektibilitas debitur, dan perubahan nilai baki debet tiap kolektibilitas. Semakin kecil nilai VaR maka akan semakin baik.

Pengelolaan risiko kredit yang dilakukan oleh BPR X Cirebon tidak hanya tindakan untuk menyelamatkan keuangan instansi tetapi juga tindakan untuk menyelamatkan usaha debitur. Hal ini terlihat dari pemberian kredit hingga pemantauan debitur, pihak BPR X Cirebon juga memberikan pembinaan kepada debitur agar mengembangkan usahanya. Pengelolaan risiko kredit yang dilakukan BPR X Cirebon dilakukan untuk meningkatkan peran BPR X Cirebon sebagai LKM untuk membantu dan mengembangkan UMKM. Hal ini karena dengan pengelolaan risiko kredit yang dilakukan BPR X Cirebon mampu membuat faktor CAMEL BPR X Cirebon berada dalam kondisi sehat sehingga menjadi modal untuk kegiatan operasional selanjutnya terutama dalam peningkatan pembiayaan modal kerja UMKM.


(6)

ABSTRAK

MEI JUWITA PANJAITAN. Pengelolaan Risiko Kredit untuk Meningkatkan Peran BPR sebagai LKM pada BPR X di Cirebon. Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI

BPR X Cirebon merupakan salah satu LKM yang memberikan bantuan permodalan kepada UMKM di Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon. Tujuan penelitian ini adalah (1) menguraikan faktor yang membuat BPR X Cirebon mampu mempertahankan nilai NPL di bawah 5 persen, (2) menganalisis risiko kredit BPR X Cirebon dengan perhitungan kuantitatif Value at Risk (VaR), (3) menganalisis pengelolaan risiko kredit yang dilakukan BPR X Cirebon. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyebab BPR X Cirebon memiliki nilai NPL di bawah 5 persen adalah karena memiliki kinerja keuangan yang sehat yang diperoleh dari kemampuan BPR X Cirebon dalam mengelola risiko kredit. Hasil perhitungan VaR menunjukkan kemungkinan kerugian terbesar yang dihadapi BPR X Cirebon pada tahun 2012 dengan tingkat keyakinan 95% adalah sebesar 11,62% dari total baki debetnya. Pada tingkat keyakinan 99%, kemungkinan BPR X Cirebon mengalami kerugian maksimum sebesar 16,44% dari total baki debetnya. Pengelolaan risiko kredit sangat penting untuk mengurangi kerugian akibat kredit bermasalah. Apabila kredit bermasalah dapat dikendalikan maka BPR X Cirebon dapat meningkatkan perannya untuk memberikan pembiayaan kepada UMKM.

Kata kunci: Risiko Kredit, BPR, NPL, Value at Risk, Pengelolaan Risiko Kredit

ABSTRACT

MEI JUWITA PANJAITAN. Credit Risk Management to Increase The Role of BPR as MFI at BPR X in Cirebon. Supervised by ANNA FARIYANTI

BPR X Cirebon is one of MFI (Microfinance Institutions) which provides capital assistance to SMEs in Astanajapura Subdistrict, Cirebon Regency. The purpose of this study are (1) to outline the factors that make BPR X Cirebon was able to maintain the value of NPL below 5 percent, (2) to analyze the credit risk value of BPR X Cirebon with quantitative calculation of Value at Risk (VaR), and (3) to analyze the credit risk management of BPR X Cirebon. The results of this study show that the BPR X Cirebon’s NPL value was below 5 percent is caused by a good financial performance was resulted from the BPR X Cirebon’s ability in managing credit risk. VaR calculation results indicate the possibility of loss which is faced by BPR X Cirebon in 2012 with a 95% confidence level is 11.62% of the outstanding total. At the 99% confidence level, the possibility of BPR X Cirebon’s maximum loss is 16.44% of the outstanding total. Credit risk management is important to reduce losses from performing loans. If the non-performing loans can be controlled, BPR X Cirebon can enhance its role to provide funding for SMEs.


(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

PENGELOLAAN RISIKO KREDIT UNTUK

MENINGKATKAN PERAN BPR SEBAGAI LKM

PADA BPR X DI CIREBON

MEI JUWITA PANJAITAN

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(8)

(9)

Judul Skripsi : Pengelolaan Risiko Kredit untuk Meningkatkan Peran BPR sebagai LKM pada BPR X di Cirebon

Nama : Mei Juwita Panjaitan NIM : H34060320

Disetujui oleh

Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen


(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2012 ini adalah pengelolaan risiko kredit, dengan judul Pengelolaan Risiko Kredit untuk Meningkatkan Peran BPR sebagai LKM pada BPR X di Cirebon.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi selaku pembimbing akademik dan skripsi atas bimbingan dan kesabarannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen penguji dan Anita Primaswari Widhiani, SP. MS atas sarannya dalam teknis penulisan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Benny dari BPR X Cirebon beserta staf BPR X Cirebon, serta Bapak Deni S beserta staf Unit Kredit Bank Mandiri Cirebon, Ibu Adyani dari Bank Indonesia, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, dan seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013


(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA 6

Permasalahan Usaha Mikro dan LKM 6

Permasalahan Usaha Mikro 6

Permasalahan LKM 7

Pemahaman Kredit Perbankan 9

Jenis Kredit 9

Faktor -Faktor Penyaluran Kredit 10

Kredit Bermasalah 10

Kegiatan Usaha BPR 11

Penelitian Terdahulu 14

KERANGKA PEMIKIRAN 15

Kerangka Pemikiran Teoritis 15

Teori Keseimbangan Pasar Kredit 15

Konsep Risiko Kredit 17

Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit 19

Kolektibilitas Kredit 19

Indikator Kinerja Keuangan 20

Pengelolaan Risiko Kredit 23

Value at Risk 24

Kerangka Pemikiran Operasional 24

METODE 27

Lokasi dan Waktu Penelitian 27

Data dan Instrumensasi 27


(12)

Metode Pengolahan Data 28

Analisis Deskriptif 28

Analisis VaR dengan Credit Metric 28

Definisi Operasional 31

HASIL DAN PEMBAHASAN 32

Gambaran Umum BPR X Cirebon 32

Profil Usaha BPR X Cirebon 32

Struktur Organisasi BPR X Cirebon 34

Profil Kredit BPR X Cirebon 39

Ikhtisar Keuangan BPR X Cirebon 46

Penyebab Kredit Bermasalah pada BPR X Cirebon 47

Peran BPR X Cirebon sebagai LKM 55

Faktor yang Membuat NPL BPR X Cirebon di bawah 5 persen dan Nilai

Risiko Kredit BPR X Cirebon 58

Key Performance Indicators BPR X Cirebon 58

Perhitungan Value at Risk Kredit UMKM Plafon Mikro BPR X Cirebon 61

Pengelolaan Risiko Kredit BPR X Cirebon 67

Analisis Kelayakan Calon Debitur BPR X Cirebon 68

Pemantauan Debitur BPR X Cirebon 70

Penyelesaian Kredit Bermasalah BPR X Cirebon 70 Penyelamatan Kredit Bermasalah BPR X Cirebon 71 Implikasi Pengelolaan Risiko Kredit terhadap Peningkatan Peran

BPR X Cirebon sebagai LKM 71

KESIMPULAN DAN SARAN 72

Kesimpulan 72

Saran 72

DAFTAR PUSTAKA 73

LAMPIRAN 76


(13)

DAFTAR TABEL

1. Jumlah unit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan Usaha Besar tahun 2006 dan tahun 2011 di Indonesia 1 2. Kegiatan usaha perbankan Indonesia tahun 2009 -2012 2 3. Penyaluran kredit UMKM Bank Persero dan BPR tahun

2011-2012 3

4. Kegiatan usaha BPR Konvensional Jawa Barat tahun 2009 -2012 3 5. Nilai Kredit dan NPL netto BPR X Cirebon tahun 2009-2012 4 6. Komposisi kredit berdasarkan jenis penggunaanya tahun 2012 39 7. Komposisi kredit berdasarkan plafon kredit tahun 2012 41 8. Kolektibilitas kredit usaha mikro tahun 2012 41 9. Kredit berdasarkan jangka waktu pengembalian tahun 2012 42 10.Kolektibilitas kredit mikro modal kerja jangka pendek tahun 2012 43 11.Kolektibilitas kredit mikro modal kerja jangka menengah tahun

2012 43

12.Kredit berdasarkan sektor ekonomi tahun 2012 45 13.Kolektibilitas kredit mikro sektor perdagangan dan jasa tahun

2012 45

14.Kolektibilitas kredit mikro sektor pertanian tahun 2012 45 15.Ikhtisar Keuangan BPR X Cirebon selama tahun 2009-2012

(dalam jutaan rupiah) 46

16.Karakteristik individu debitur bermasalah BPR X Cirebon 48 17.Karakteristik usaha debitur bermasalah BPR X Cirebon 51 18.Karakteristik kredit debitur bermasalah BPR X Cirebon 52 19.Penyaluran kredit BPR Konvensional Kabupaten Cirebon tahun

2010-2012 55

20.Key Performance Indicators BPR X Cirebon tahun 2009-2012 58

21.Baki debet kredit mikro UMKM tiap kolektibilitas tahun 2012 62

22.Matriks unconditional BPR X Cirebon 62

23.Nilai VaR total BPR X Cirebon pada skenario 1 (dalam Rp) 63 24.Nilai VaR total BPR X Cirebon pada skenario 2 (dalam Rp) 65 25.Nilai VaR total BPR X Cirebon pada skenario 3 (dalam Rp) 66 26.Nilai VaR total BPR X Cirebon pada skenario 4 (dalam Rp) 67


(14)

DAFTAR GAMBAR

1 Permintaan dan penawaran kredit 15

2 Penurunan kredit akibat menurunnya permintaan 16

3 Penurunan kredit akibat menurunnya penawaran 16

4 Kerangka risiko kredit 17

5 Kerangka pemikiran operasional 26

6 Matriks unconditional debitur 29

7 Struktur organisasi BPR X Cirebon 34

8 Komposisi kredit menurut jenis penggunaanya 39

9 Persentase alasan penunggakan debitur BPR X Cirebon 54 10 Perkembangan penyaluran kredit BPR X Cirebon periode 2009-2012 56 11 Perkembangan jumlah debitur BPR X Cirebon periode 2009- 2012 57 12 Tingkat kesejahteraan penduduk kecamatan Astanajapura tahun 2010 57

DAFTAR LAMPIRAN

1. Matriks Transisi Bulanan BPR X Cirebon 76

2. Perhitungan Nilai VaR BPR X Cirebon pada skenario 1 78 3. Perhitungan Nilai VaR BPR X Cirebon pada skenario 2 79 4. Perhitungan Nilai VaR BPR X Cirebon pada skenario 3 80 5. Perhitungan Nilai VaR BPR X Cirebon pada skenario 4 81 6. Perhitungan Nilai VaR BPR X Cirebon pada skenario 4 82 7. Perhitungan Nilai VaR BPR X Cirebon pada skenario 4 83


(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan jumlah UMKM di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang tercantum pada Departemen Koperasi dan UMKM Indonesia menunjukkan bahwa sejak tahun 2006-2011 jumlah UMKM tumbuh sebesar 12,62 persen (Tabel 1). Jumlah unit UMKM lebih besar daripada jumlah unit usaha besar dengan pangsa UMKM sebesar 99,99 persen. Hal ini berarti bahwa 99,99 persen dari pelaku usaha di Indonesia menjadikan UMKM sebagai wujud kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia dan sisanya adalah usaha besar.

Tabel 1 Jumlah unit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan Usaha Besar tahun 2006 dan tahun 2011 di Indonesia

Indikator

Tahun 2006 Tahun 2011 Perkembangan

Tahun 2006-2011 Jumlah

(unit)

Pangsa (%)

Jumlah (unit)

Pangsa (%)

Jumlah

(unit) (%)

Unit Usaha 49.026.380 55.211.396 6.185.016 12,62

a.UMKM 49.021.803 99,99 55.206.444 99,99 6.184.641 12,62

Usaha Mikro 48.512.438 98,95 54.559.969 99 6.047.531 12,47

Usaha Kecil 472.602 0,96 602.195 1,09 129.593 27,42

Usaha Menengah

36.763 0,07 44.280 0,08 7.517 20,45

b.Usaha Besar 4.577 0,01 4.952 0,01 375 8,19

Sumber: Depkop Indonesia (2012)

Perkembangan UMKM menyebabkan dua kondisi terhadap kredit yaitu kenaikan permintaan kredit dan kenaikan penawaran kredit yang dapat dilihat dari meningkatnya penyaluran kredit perbankan (Tabel 2). Hal ini terjadi karena bagi UMKM kredit merupakan salah satu sumber modal yang sangat penting untuk menunjang usahanya. Di sisi lain, organisasi bisnis di bidang keuangan melihat bahwa perkembangan UMKM merupakan sebuah peluang untuk memperoleh keuntungan dari bunga kredit yang ditawarkan.

Hasil penelitian Bank Indonesia sampai dengan Desember 2010 terhadap UMKM menunjukkan bahwa baru 10 lembaga keuangan Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat serta 6 lembaga keuangan non bank yang melakukan pembiayaan terhadap UMKM.1 Namun faktanya selama ini sumber permodalan di Indonesia tetap didominasi oleh penyaluran kredit perbankan.

Bank Indonesia membagi perbankan menjadi dua yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa penyaluran kredit perbankan meningkat setiap tahunnya selama tahun 2009 hingga tahun 2012. Hal tersebut terjadi di bank umum maupun BPR. Peningkatan juga terjadi 1

Kementrian Koordinator Perekonomian. Febuari 2011. Tinjauan Ekonomi dan Keuangan. Edisi 2. Hlm 12


(16)

2

pada sumber dana, jumlah aset, dan jumlah kantor dari bank umum maupun BPR. Namun peningkatan tidak terjadi pada jumlah bank, baik bank umum maupun BPR karena bank tersebut dilikuidasi oleh Bank Indonesia atau melakukan merger. Tabel 2 Kegiatan usaha perbankan Indonesia tahun 2009 -2012

Indikator 2009 2010 2011 2012

Penyaluran Kredit (miliar Rp)

Bank Umum 737.385 926.782 1.151.392 1.350.606

Bank Perkreditan Rakyat 28.001 33.844 41.099 49.818 SBI dan SBIS (miliar Rp) 212.116 139.316 117.983 81.158 Sumber Dana (miliar Rp)

Bank Umum 2.180.934 2.563.562 3.093.848 3.542.518 Bank Perkreditan Rakyat 30.367 37.034 45.462 55.289 Jumlah Aset (miliar Rp)

Bank Umum 2.534.106 3.008.853 3.652.832 4.262.587 Bank Perkreditan Rakyat 37.554 45.742 55.799 67.397 Jumlah Bank (unit)

Bank Umum 121 122 120 120

Bank Perkreditan Rakyat 1.733 1.706 1.669 1.653

Jumlah Kantor (unit)

Bank Umum 12.837 13.837 14.797 16.625

Bank Perkreditan Rakyat 3.644 3.910 4.172 4.425

Sumber : Bank Indonesia (2013)

Perbankan merupakan salah satu organisasi bisnis keuangan yang merupakan sumber permodalan bagi UMKM. Hal ini dapat dilihat dari pergerakan penyaluran kredit UMKM yang semakin cepat di lingkup perbankan. Walaupun demikian kondisi tersebut belum banyak berpengaruh terhadap peningkatan aksesibilitas pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam memperoleh fasilitas kredit.2 Masih banyak pelaku usaha terutama usaha mikro yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari perbankan.

Lembaga keuangan yang sedang diberdayakan pemerintah agar lebih mudah diakses oleh UMKM adalah Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Kementerian Dalam Negeri mengatakan bahwa hingga kini jumlah LKM aktif mencapai 61.384 unit yang tersebar di 198 kabupaten, 1.192 kecamatan, dan 10.733 desa.3 Bank Indonesia mengkategorikan Lembaga Keuangan Mikro menjadi dua kategori yaitu LKM yang berwujud bank dan nonbank. Adapun Lembaga Keuangan Mikro dibentuk yaitu untuk memudahkan pelaku UMKM dalam mengakses modal kerja.

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa perkembangan kredit UMKM meningkat setiap tahunnya baik pada Bank Persero (BTN, BNI, BRI, dan Bank Mandiri) maupun BPR. Walaupun demikian, nilai NPL BPR lebih kecil daripada nilai NPL Bank Persero. Selain itu, trend penyaluran kredit UMKM Bank Persero berbeda 2

Yudi A. 8 Juli 2011.Akselerasi Kredit UMKM. Harian Kontan. 8 (kolom 1-2)

3

Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia [LPPI]. Latar Belakang dan Peran PKPKM ke depan. http://www.lppi.or.id/index.php/module/Pages/sub/80. [15 Agustus 2012]


(17)

3 dengan BPR. Bank Persero lebih banyak menyalurkan kredit usaha kecil, sedangkan BPR lebih banyak menyalurkan kredit usaha mikro. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan BPR memang lebih fokus untuk melayani pengusaha mikro.

Tabel 3 Penyaluran kredit UMKM Bank Persero dan BPR tahun 2011-2012

Indikator 2011 2012

Penyaluran Kredit UMKM (miliar Rp)

Bank Persero 222.645 242.861

Kredit Usaha Mikro 58.287 66.555

Kredit Usaha Kecil 86.113 98.136

Kredit Usaha Menengah 78.245 78.169

Bank Perkreditan Rakyat (miliar Rp) 20.509 23.797

Kredit Usaha Mikro 14.292 15.551

Kredit Usaha Kecil 3.795 4.838

Kredit Usaha Menengah 2.422 3.407

NPL (%)

Bank Persero 9,019 9,093

Bank Perkreditan Rakyat 5,22 4,75

Sumber: Bank Indonesia (2013)

Bank Perkreditan Rakyat adalah salah satu Lembaga Keuangan Mikro yang berwujud bank. Menurut Bank Indonesia, BPR adalah salah satu jenis bank yang dikenal melayani golongan pengusaha mikro, kecil dan menengah dengan lokasi yang pada umumnya dekat dengan sentra UMKM. Walaupun jumlah BPR di Indonesia tidak sebanyak jumlah BRI Unit yang lebih dulu berkembang dan menyebar pada pertengahan tahun 1970, BPR yang kejelasan keberadaan baru diakui pada tahun 1988 mengalami kemajuan dalam kegiatan usahanya (Bank Indonesia 2011).

Selama periode tahun 2009-2012, jumlah BPR di Indonesia mengalami penurunan (Tabel 2). Hal tersebut juga terjadi pada jumlah BPR di Jawa Barat. Walaupun demikian, penurunan jumlah BPR di Jawa Barat tidak menurunkan indikator kegiatan usaha BPR yang lain. Jumlah nasabah, jumlah debitur, kredit yang diberikan dan total aset BPR justru meningkat setiap tahunnya selama periode 2009-2012 (Tabel 4).

Tabel 4 Kegiatan usaha BPR Konvensional Jawa Barat tahun 2009 -2012

Indikator 2009 2010 2011 2012

Jumlah BPR (unit) 398 376 325 307

Jumlah Nasabah 2.102.188 2.299.967 2.571.555 2.610.016

Jumlah Debitur 623.668 721.911 824.622 748.225

Kredit yang diberikan

(Miliar Rp) 4.813 5.868 6.999 7.865

Total Aset ( Miliar Rp) 7.061 8.511 9.771 11.293


(18)

4

Penurunan jumlah BPR di Jawa Barat disebabkan oleh likuidasi yang dilakukan Bank Indonesia (Bank Indonesia 2011). Hal ini terjadi karena BPR tersebut memiliki kinerja keuangan yang tidak sehat akibat ketidakmampuan mengelola asetnya terutama mengelola kredit bermasalah. BPR X Cirebon merupakan salah satu LKM yang berbentuk PD (Perusahaan Daerah) dan beroperasi di Kecamatan Astanajapura yang berada di Kabupaten Cirebon. BPR X Cirebon memiliki kinerja keuangan yang sehat apabila dilihat dari rasio NPL nettonya yang berada di bawah 5 % dari tahun 2009 hingga tahun 2012 (Tabel 5).

Nilai NPL netto yang kecil diperoleh apabila lembaga keuangan tersebut memiliki kemampuan untuk mengelola kredit bermasalah dengan baik (DKBU Bank Indonesia 2011). Kinerja BPR X Cirebon dalam mengelola risiko dapat dicontoh oleh BPR maupun LKM lainnya, mengingat peran BPR terhadap perekonomian pedesaan dan meningkatkan perannya sebagai Lembaga Keuangan Mikro. Oleh karena itu, penelitian tentang ”Pengelolaan Risiko Kredit untuk Meningkatakan Peran BPR sebagai LKM pada BPR X di Cirebon” dilakukan. Hal tersebut diharapkan dapat menjadi gambaran untuk meningkatkan peran LKM baik yang berbentuk bank maupun nonbank dalam memajukan UMKM saat mendatang.

Perumusan Masalah

BPR X Cirebon merupakan perusahaan daerah (PD) yang berada di Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon. BPR X Cirebon di bawah kendali Pemerintah Daerah setempat dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. BPR X Cirebon berkomitmen untuk mengembangkan perekonomian pedesaan dengan cara menyalurkan modal kepada UMKM setempat dalam bentuk kredit dan melayani 11 desa dengan jumlah penduduk 82.144 orang pada tahun 2011 (Bappeda Cirebon 2012). BPR X Cirebon telah menyalurkan kredit tersebut ke berbagai sektor ekonomi antara lain sektor pertanian, perdagangan, jasa, industri dan kredit lainnya.

Kemampuan BPR X Cirebon dalam mengelola kredit bermasalah cukup baik. Hal ini jika dilihat dari perkembangan nilai NPL (Non Performing Loan) selama periode 2009-2012. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai NPL BPR X Cirebon selama 4 tahun terakhir berada di bawah 5 persen. Sesuai ketentuan Bank Indonesia bahwa salah satu penilaian kesehatan suatu bank adalah nilai NPL yang harus berada di bawah 5 persen. Angka ini menunjukkan berapa persen kredit yang bermasalah dari keseluruhan kredit yang disalurkan ke masyarakat. Semakin kecil NPL netto maka akan semakin baik (Bank Indonesia 2011).

Tabel 5 Nilai Kredit dan NPL netto BPR X Cirebon tahun 2009-2012

Tahun Nilai Kredit disalurkan (Ribuan Rp) NPL netto (%)

2009 14.226.650 2,61

2010 16.128.723 2,88

2011 20.102.819 2,05

2012 21.385.154 1,82


(19)

5 Di sisi lain banyak LKM dan BPR lainnya yang memiliki nilai NPL di atas 5 persen, sehingga sebagian dari LKM mengalami kebangkrutan dan beberapa BPR yang ditutup oleh Bank Indonesia karena tingkat kesehatan bank yang buruk. Salah satu penyebabnya adalah ketidakmapuan lembaga keuangan tersebut untuk mengelola risiko kredit untuk UMKM. Kondisi seperti menjadi salah satu faktor penyebab persepsi perbankan terhadap tingkat risiko UMKM masih tinggi sehingga menjadi kendala dalam penyaluran kredit.

Bagi BPR X Cirebon, pengelolaan risiko kredit perlu dilakukan untuk mengurangi kerugian yang mungkin akan terjadi akibat adanya kredit bermasalah. Pengelolaan risiko kredit sangat penting dilakukan agar risiko kredit tidak menjadi semakin besar sehingga mengganggu kegiatan operasional BPR X Cirebon. Dengan demikian BPR X Cirebon akan lebih fokus untuk melakukan pembiayaan kepada usaha produktif skala mikro dan kecil.

Berdasarkan pemaparan diatas, rumusan permasalahan dari penelitian ini adalah:

1. Mengapa BPR X Cirebon mampu mempertahankan nilai NPL dibawah 5 persen selama 4 tahun terakhir ? Bagaimana risiko kredit yang mungkin terjadi di BPR X Cirebon dengan perhitungan kuantitatif Value at Risk

(VaR)?

2. Bagaimana pengelolaan risiko kredit yang dilakukan BPR X Cirebon dalam upaya optimalisasi peran BPR X Cirebon terhadap UMKM ?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menguraikan faktor yang membuat BPR X Cirebon mampu mempertahankan nilai NPL di bawah 5 persen

2. Menganalisis risiko kredit yang mungkin terjadi di BPR X Cirebon dengan perhitungan kuantitatif Value at Risk (VaR).

3. Menganalisis pengelolaan risiko kredit yang dilakukan BPR X Cirebon untuk optimalisasi perannya terhadap UMKM.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki beberapa kegunaan, antara lain : 1. Bagi BPR dan Lembaga Keuangan Lainnya

Manfaat bagi BPR X Cirebon yaitu sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam strategi pengelolaan risiko kredit ke depan serta menjadi bahan masukan bagi BPR dan Lembaga Keuangan Mikro lainnya terkait informasi dan gambaran tentang pengelolaan risiko untuk optimalisasi perannya terhadap UMKM.

2. Bagi Peneliti

Menambah wawasan peneliti mengenai pengelolaan risiko kredit yang dilakukan BPR dan bermanfaat bagi pihak lain dan sebagai pertimbangan untuk penelitian berikutnya.


(20)

6

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji pengelolaan risiko kredit yang dilakukan oleh BPR X Cirebon agar meningkatkan perannya dalam membantu UMKM dalam bentuk permodalan. Data yang digunakan adalah laporan per Desember tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 untuk laporan kinerja BPR X Cirebon, laporan profil kredit BPR X Cirebon Desember 2012 baik berdasarkan sektor usaha maupun jenis usaha, laporan kolektibilitas debitur BPR X Cirebon sejak bulan Januari 2012 hingga Desember 2012. Data tersebut digunakan untuk mengidentifikasi kredit bermasalah pada produk kredit UMKM BPR X Cirebon. Kredit bermasalah yang dimaksud adalah produk kredit UMKM yang memiliki kolektibilitas kurang lancar, diragukan, dan macet. Data juga digunakan untuk menguraikan pengelolaan kredit yang selama ini dilakukan oleh BPR X Cirebon

TINJAUAN PUSTAKA

Permasalahan Usaha Mikro dan LKM Permasalahan Usaha Mikro

Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 Pasal 1 dan Pasal 6 tentang UMKM, usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Dalam Ismawan (2002) dijelaskan bahwa rata-rata kebutuhan dana untuk usaha mikro adalah Rp. 1 juta per unit usaha sementara untuk usaha kecil sebesar Rp. 50 juta, dan usaha menengah membutuhkan Rp 1,5 Milyar.

Masalah mendasar yang dialami UMKM secara garis besar mencakup:

pertama, masih sulitnya akses UMKM pada pasar atas produk-produk yang

dihasilkannya, kedua, masih lemahnya pengembangan dan penguatan usaha, serta

ketiga, keterbatasan akses terhadap sumber-sumber pembiyaan dari

lembaga-lembaga keuangan formal khususnya dari perbankan (Wijono 2005).

Apabila diklasifikasikan masalah-masalah yang dialami oleh usaha mikro adalah (Ahlam 2005):

1. Masalah Internal, meliputi masalah permodalan, administrasi keuangan usaha, dan kaderisasi. Masalah permodalan merupakan masalah utama yang dialami UMKM terutama pengusaha mikro karena mereka tidak dapat memenuhi modalnya sendiri. Disisi lain untuk mendapatkan modal bank dan lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena tidak dapat memenuhi persyaratan teknis. Kondisi seperti ini menyebabkan usaha mikro sulit berkembang. Masalah administrasi keuangan atau manajemen keuangan merupakan masalah mendasar pada usaha mikro yang kurang mendapat perhatian. Hal ini menyebabkan usaha kecil sulit untuk menetapkan biaya produksi dan harga pokok, sulit menyusun laporan keuangan dan laporan penunjangnya sehingga usaha mikro sulit untuk akses kepada bank dan lembaga keuangan lainnya. Kaderisasi merupakan masalah dimana tidak ada generasi penerus yang mengelola usaha mikro dan kecil milik keluarganya.


(21)

7 Hal ini dikarenakan setelah mencapai pendidikan tinggi mereka lebih memilih bekerja di perusahaan besar.

2. Masalah Eksternal, meliputi iklim usaha, penguasaan teknologi, sarana dan prasarana.

Permasalahan Lembaga Keuangan Mikro

Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) tidaklah mudah. Lembaga Keuangan Mikro seperti LKM milik pemerintah, LKM proyek, maupun LKM-LSM menghadapi persoalan mengenai keberlanjutan aktivitas mereka. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan menjaga keberlanjutan kegiatan mereka. Ketidakmampuan tersebut terjadi karena ketergantungan terhadap dukungan dari pemerintah dan pemberi modal, hanya merupakan proyek yang memang didesain untuk sementara waktu saja, ketiadaan sistem keuangan mikro yang memadai, dan ketidakmampuan beradaptasi dengan situasi pasar keuangan mikro yang ada.

Ketidakberlanjutan (unsustainable) lembaga keuangan yang terjadi pada lembaga keuangan setelah program selesai terbentuk terjadi merupakan kelemahan yang sering dialami lembaga keuangan. Martowijoyo (2002) mengungkapkan bahwa lemahnya lembaga keuangan dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu rendahnya tingkat pelunasan kredit, rendahnya moral aparat pelaksana, dan rendahnya tingkat mobilisasi dana dari masyarakat

Menurut Salam (2003) permasalahan Lembaga Keuangan Mikro disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Adapun secara sistematis dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Faktor Internal

a. Permodalan dan Sumber Pendanaan

LKM umumnya memiliki modal yang relatif kecil dan sulit untuk menambah modal apabila diperlukan, karena beberapa hal seperti kurangnya kesadaran pemilik mengenai pentingnya permodalan dalam rangka mendukung perkembangan usaha maupun untuk menutup resiko kerugian serta kemampuan finansial pemilik yang sangat terbatas. LKM juga menghadapi kesulitan akses dana ke perbankan atau sumber-sumber lainnya untuk memenuhi kebutuhan dana dalam rangka pengembangan usaha maupun penanggulangan kesulitan likuiditas akibat mismatch. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan memenuhi persyaratan yang umumnya ditetapkan oleh kreditor seperti jaminan fisik tambahan, tingkat kesehatan, kejelasan status hukum dan lemahnya posisi tawar-menawar

(bargaining position) LKM terhadap lembaga keuangan berskala besar.

b. Sumber Daya Manusia (SDM)

LKM rata-rata memiliki SDM yang rendah produktifitasnya karena tingkat pendidikan yang rendah, tidak adanya standar dalam sistem rekruitmen, jenjang karir yang tidak jelas, sistem penggajian dan bonus yang tidak memadai, serta kurangnya upaya peningkatan kemampuan melalui kegiatan pelatihan dan pendidikan. Hal-hal tersebut menyebabkan kualitas SDM LKM tidak memadai dan tidak mampu bersaing dengan lembaga keuangan lainnya sehingga mengakibatkan tingginya biaya operasional dan rendahnya tingkat keuntungan, dan juga pelaksanaan operasional yang tidak efisien. Sistem penggajian dan bonus yang tidak memadai, juga mengakibatkan kurangnya motivasi bekerja dan kurangnya profesionalisme.


(22)

8

c. Inovasi dibidang pemasaran

Sebagian besar LKM tidak mampu mengembangkan produk-produk baru yang inovatif yang mampu meningkatkan daya saing dengan lembaga keuangan berskala besar dan dengan LKM lainnya. Hal ini disebabkan karena umumnya LKM memiliki kualitas SDM yang rendah, dana yang terbatas untuk membiayai kegiatan riset dan pengembangan pasar, serta tidak memiliki strategi untuk mengatasi hambatan tersebut.

d. Teknologi Informasi

Sebagian besar LKM belum memiliki perangkat teknologi informasi untuk mendukung kegiatan operasionalnya. Sementara itu, terdapat LKM yang telah memiliki perangkat komputer namun tidak mampu memanfaatkannya secara optimal karena keterbatasan kemampuan SDM. Keterbatasan teknologi informasi ini menyebabkan LKM tidak memiliki kemampuan akses terhadap informasi baik yang berasal dari intern lembaga maupun dari ekstern, sehingga LKM tidak mampu menyediakan informasi yang cepat, lengkap, dan akurat, khususnya dalam proses penyusunan perencanaan maupun pengambilan keputusan. Keterbatasan ini juga dipengaruhi oleh lemahnya jaringan bisnis LKM sehingga tidak terjadi sinergi untuk menciptakan sistem dan prosedur yang baik bagi anggota-anggota jaringan tersebut.

e. Sistem dan prosedur

Sistem dan prosedur selain masalah teknologi informasi LKM juga menghadapi masalah yang berkaitan dengan belum adanya sistem dan prosedur yang mapan sehingga operasionalisasi lembaga sering sangat tergantung dari satu atau beberapa orang pelaksananya. Sistem dan prosedur ini meliputi aspek-aspek penghimpunan dana, pemberian kredit, akuntansi, dan aspek-aspek lainnya. Seringkali ditemukan LKM tidak memiliki sistem prosedur operasional yang jelas.

2. Faktor Eksternal a. Persaingan

Persaingan yang dihadapi oleh LKM berasal dari sesama LKM maupun dengan bank umum yang memiliki unit ysaha kecil atau cabang di daerah pedesaan. Bank-bank ini memiliki status yang jelas, jaringan luas, berteknologi tinggi, mempunyai bagian riset, dan pengembangan dengan jumlah modal yang besar.

b. Tingkat Kepercayaan Masyarakat

Likuidasi beberapa bank umum diikuti dengan likuidasi/pembekuan kegiatan usaha beberapa BPR, menyebabkan tingkat kepercayaan masyarakat menurun tajam. Hal ini ditunjukkan dengan penarikan dana dalam jumlah besar (rush) disamping tidak adanya lembaga penjaminan simpanan (LPS) yang melindungi kekayaan nasabah yang dititipkan kepada LKM

c. Jaringan

Lemahnya bahkan tiadanya jaringan merupakan satu kelemahan besar yang dihadapi LKM. Lemahnya jaringan berarti bahwa jaringan ada


(23)

9 namun tidak memberikan arti dan perubahan yang lebih baik kepada anggota-anggota jaringan tersebut.

Pemahaman Kredit Perbankan Jenis Kredit

Bank Indonesia (2009) mengklasifikasikan kredit berdasarkan plafon kredit yang dibagi menjadi empat, yaitu:

1. Kredit usaha mikro, yaitu kredit yang memiliki plafon kredit sampai dengan Rp. 50 juta.

2. Kredit usaha kecil, yaitu kredit yang memiliki plafon kredit Rp. 50 juta sampai dengan Rp. 500 juta.

3. Kredit usaha menengah, yaitu kredit yang memiliki plafon kredit Rp. 500 juta sampai dengan Rp. 5 milyar.

4. Kredit usaha besar, yaitu kredit yang memiliki plafon kredit lebih dari Rp. 5 milyar.

Kasmir (2004) mengklasifikasikan jenis-jenis kredit yang disalurkan oleh bank dapat dilihat dari berbagai segi, yaitu:

1. Segi Kegunaan

Dari segi kegunaan kredit meliputi Kredit Investasi yaitu kredit yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek atau pabrik baru di mana pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lebih lama dan biasanya kegunaan kredit ini adalah untuk kegiatan utama suatu perusahaan dan Kredit Modal Kerja yaitu kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya.

2. Segi Tujuan Kredit

Dari segi tujuan kredit terbagi menjadi : (1) Kredit Produktif yaitu kredit yang digunakan untuk menghasilkan barang atau jasa; (2) Kredit Konsumtif yaitu kredit yang digunakan untuk dikonsumsi atau dipakai secara pribadi; (3) Kredit Perdagangan yaitu kredit yang digunakan untuk kegiatan perdagangan dan biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. 3. Segi Jangka Waktu

1. Kredit Jangka Pendek , yaitu kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari satu tahun atau paling lama satu tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja.

2. Kredit Jangka Menengah , yaitu kredit yang memiliki jangka waktu berkisar antara satu tahun sampai dengan tiga tahun.

3. Kredit Jangka Panjang, yaitu kredit yang memiliki jangka waktu di atas tiga tahun atau lima tahun.

4. Segi Jaminan

Maksud dari segi jaminan adalah setiap pemberian suatu fasilitas kredit harus dilindungi dengan suatu barang atau surat-surat berharga minimal senilai kredit yang diberikan. Jenis kredit dilihat dari segi jaminan yaitu:

1. Kredit dengan jaminan, yaitu kredit yang menggunakan jaminan dalam bentuk barang berwujud atau tidak berwujud.


(24)

10

2. Kredit tanpa jaminan, yaitu kredit yang diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter, serta loyalitas calon debitur selama berhubungan dengan kreditur (bank) bersangkutan.

3. Kredit dengan jaminan orang atau perusahaan. 4. Kredit dengan jaminan asuransi.

Faktor-Faktor Penyaluran Kredit

Menurut Agung et al (2001) dari Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia, hasil survey perbankan menunjukkan bahwa faktor-faktor penyaluran kredit (L) atau penawaran kredit dipengaruhi oleh resiko kredit (R), modal bank (K), jumlah agunan (A), kondisi keuangan debitur (CF), kebijakan moneter (MP), dan adverse selection. Hubungan tersebut dapat diperlihatkan dalam persamaan sebagai berikut:

L = f (R, K, A, CF, MP)

Adapun penjelasan dari persamaan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Resiko kredit (R) mengandung asymetric information dan moral hazard.

Asymetic information merupakan faktor yang harus dihadapi oleh perbankan,

karena bank tidak mengetahui kondisi yang sebenarnya terjadi pada perusahaan dalam melakukan aplikasi kredit. Kondisi ini akan menimbulkan terjadinya moral hazard, dengan pihak peminjam karena tidak memiliki kemampuan yang baik dalam mengembalikan pinjaman yang diberikan oleh bank. Resiko kredit ini memiliki hubungan negatif, ketika resiko kredit meningkat maka akan menurunkan penawaran kredit.

2. Modal bank (K) memiliki pengaruh positif tehadap penawaran kredit. Hal ini disebabkan oleh kondisi likuiditas bank ditentukan oleh kemampuan bank untuk menyalurkan kredit dan kredit merupakan bagian dari aset bank. 3. Agunan (A) merupakan suatu bentuk komitmen dari debitur berupa suatu penjamin aset yang dimilikinya kepada pihak bank dalam menyalurkan kredit. Agunan memiliki hubungan negatif dengan penawaran kredit.

4. Kondisi keuangan debitur (CF) memiliki hubungan dengan output yang dihasilkan dan kualitas pengembalian kredit.

5. Kebijakan moneter (MP) merupakan instrumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam bentuk kebijakan pasar terbuka (OPT), kebijakan cadangan wajib minimum dan penentuan tingkat diskonto

Kredit Bermasalah

Kredit bermasalah adalah semua kredit yang memiliki risiko tinggi karena debitur telah gagal/menghadapi masalah dalam memenuhi kewajiban yang telah ditentukan (Djumhana 2000). Kemacetan kredit pada umumnya disebabkan oleh kesulitan–kesulitan keuangan, baik yang disebabkan oleh faktor internal (manajemen) maupun faktor eksternal.

Menurut Dendawijaya (2005), kredit tidak bermasalah dapat berubah menjadi kredit bermasalah karena beberapa faktor, yaitu:

1. Faktor eksternal

a. Keadaan ekonomi secara makro.

b. Kenaikan kurs US $ terhadap Rupiah yang menaikkan harga pokok produk atau jasa.


(25)

11 d. Peraturan atau kebijakan pemerintah.

2. Faktor internal perusahaan (debitur bank)

a. Kesalahan manajemen dalam perusahaan nasabah. b. Kesulitan keuangan dalam mengembangkan usaha. c. Kesalahan dalam produksi.

d. Kesalahan dalam strategi pemasaran.

e. Sengketa antar pemilik atau antar pemilik dengan direksi. 3. Faktor internal bank yang memberikan kredit

a. Mark up yang dilakukan dengan sengaja.

b. Studi kelayakan yang dibuat supaya proyek sangat layak. c. Kolusi antar staf bank dan nasabah.

d. Kurang ketatnya monitoring kredit atau supervisi bank.

e. Surat sakti dari pemilik atau adanya korupsi kolusi dan nepotisme dengan elit politik.

f. Kesalahan dalam memilih sektor industri nasabah.

Angka kredit bemasalah yang tinggi tidak hanya akan merugikan pihak bank, tetapi juga menimbulkan kerugian para pemilik dana yang sebagian besar merupakan anggota masyarakat. Menurut Kasmir (2004), kemacetan suatu fasilitas kredit disebabkan oleh dua faktor, yaitu:

1. Adanya unsur kesengajaan, artinya nasabah sengaja tidak mau membayar kewajibannya kepada bank sehingga kredit yang diberikan dengan sendirinya macet.

2. Adanya ketidaksengajaan, artinya nasabah memiliki kemauan untuk membayar tetapi tidak mampu dikarenakan usaha yang dibiayai terkena musibah.

Kegiatan Usaha Bank Perkreditan Rakyat

Berlandaskan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 disebutkan dalam UU tersebut bahwa bank terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, sedangkan BPR adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau dalam bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Bank Perkreditan Rakyat merupakan lembaga keuangan formal yang ditujukan untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat ekonomi lemah khususnya UMKM. BPR berperan mempertahankan dan menopang aktivitas UMKM melalui bantuan permodalan.

Adapun tujuan pendirian BPR, yaitu : (Irmayanto et al 2004)

1. Diarahkan untuk memenuhi kebutuhan jasa pelayanan perbankan bagi masyarakat pedesaan


(26)

12

2. Menunjang pertumbuhan dan modernisasi ekonomi pedesaan sehingga para petani, nelayan dan para pedagang kecil di desa dapat terhindar dari lintah darat, pengijon dan pelepas uang

3. Melayani kebutuhan modal dengan prosedur pemberian kredit yang mudah dan sesederhana mungkin sebab yang dilayani adalah orang-orang relatif rendah pendidikannya

4. Ikut serta memobilisasi modal untuk keperluan pembangunan dan turut membantu rakyat dalam berhemat dan menabung dengan menyediakan tempat yang dekat, aman, dan mudah untuk menyimpan uang bagi penabung kecil

Fungsi BPR tidak hanya sekedar menyalurkan kredit kepada para pengusaha mikro, kecil dan menengah, tetapi juga menerima simpanan dari masyarakat. Manurung dan Rahardja (2004) merinci fungsi BPR sebagai berikut :

1. Memberi pelayanan perbankan kepada masyarakat yang sulit atau tidak memiliki akses ke bank umum

2. Membantu pemerintah mendidik masyarakat dalam memahami pola nasional agar akselarasi pembangunan di sektor pedesaan dapat lebih dipercepat

3. Menciptakan pemerataan kesempatan berusaha terutama bagi masyarakat pedesaan

4. Mendidik dan mempercepat pemahaman masyarakat terhadap pemanfaatan lembaga keuangan formal sehingga terhindar dari jeratan rentenir

Undang-Undang RI No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No 10 Tahun 1998 menjelaskan kegiatan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan bagi BPR. Kegiatan usaha yang diperkenankan bagi BPR secara umum adalah sebagai berikut :

1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu 2. Memberikan kredit dalam bentuk Kredit Modal Kerja, Kredit Investasi,

maupun Kredit Konsumsi.

3. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah 4. Menempatkan dananya dalam bentuk SBI, deposito berjangka, sertifikat

deposito, dan atau tabungan pada bentuk lain

Kegiatan atau usaha yang dilarang bagi BPR adalah sebagai berikut :

1. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran 2. Melakukan kegiatan usaha dalam bentuk valuta asing

3. Melakukan usaha perasuransian 4. Melakukan penyertaan modal

5. Melakukan usaha lain di luar kegiatan yang ditetapkan di atas

Untuk meningkatkan kinerja BPR melakukan kegiatan manajemen karena manajemen dalam sebuah organisaai merupakan kegiatan yang sangat penting terutama untuk pengelolaan operasional. Adapun kegiatan manajemen BPR yang tercantum dari pedoman pembentukan BPR terdiri dari dua yaitu:

1. Manajemen Umum, diarahkan untuk melihat kualitas manajemen organisasi suatu bank yang meliputi :


(27)

13 a. Strategi/sasaran

Kebijaksanaan umum yang tercermin dalam rencana kerja satu tahun dan strategi pencapaiannya.Rencana tersebut harus mencerminkan kondisi ekonomi suatu daerah di mana bank berlokasi, sasaran dan strategi untuk merealisasikan kelancaran pelaksanaan tugas.

b. Struktur

Pembagian fungsi dan tugas yang mencerminkan seluruh kegiatan BPR. Termasuk dalam unsur ini adalah batas tugas dan wewenang yang menjamin kelancaran pelaksanaan tugas.

c. Sistem

Keseluruhan sistem operasional yang digunakan dalam pelaksanaan tugas masing-masing satuan kerja operasional seperti sistem akuntansi, sistem penghimpunan dan penanaman dana, serta sistem pengamanan terhadap dokumen-dokumen penting maupun sistem pengawasan yang berkaitan.

d. Kepemimpinan

Gaya dan semangat kepemimpinan yang dominan dalam pengelolaan BPR. Termasuk didalamnya adalah kemampuan manajerial direksi dalam mengelola sumber daya (human, capital, technology) yang dimiliki oleh BPR.

2. Manajemen Risiko, diarahkan untuk meminimumkan risiko yang dihadapi oleh BPR dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian yang meliputi : a. Risiko Likuiditas; meliputi penilaian terhadap kemampuan manajemen

dalam mengendalikan risiko yang dihadapi BPR dalam menyediakan alat-alat likuid untuk dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya serta kemampuan memenuhi permintaan kredit yang diajukan tanpa terjadi penangguhan.

b. Risiko Kredit; meliputi penilaian terhadap kemampuan manajemen dalam mengendalikan risiko keuangan yang mungkin timbul karena debitur cidera janji atau gagal memenuhi kewajibannya kepada BPR. c. Risiko Operasional; meliputi penilaian terhadap kemampuan

manajemen dalam mengendalikan risiko yang timbul akibat BPR tidak konsisten mengikuti aturan-aturan yang berlaku.

d. Risiko Hukum; meliputi penilaian terhadap kemampuan manajemen dalam mengendalikan risiko yang timbul akibat BPR kurang memperhatikan persyaratan-persyaratan hukum yang memadai dalam penyelenggaraan kegiatan BPR.

e. Risiko Pemilik dan Pengurus; meliputi penilaian terhadap kemampuan manajemen dalam mengendalikan risiko yang timbul bagi BPR karena sikap, karakter atau pandangan pemilik pengurus yang selalu berupaya mencari peluang untuk memanfaatkan BPR untuk kepentingan pribadi. Arsitektur Perbankan Indonesia (API) sangat mengakui keberadaan BPR. Hal ini karena BPR memiliki kedudukan penting dalam penanggulangan kemiskinan, hal ini karena cakupan BPR adalah fokus pada usaha mikro dan kecil.


(28)

14

Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan Rahminta (2009) tentang Risiko Kredit diPD BPR BKK Pati Kota Kantor Kas Margoyoso menunjukkan bahwa Kredit bermasalah yang terjadi mencapai 26,53% dari total kredit yang disalurkan ke debitur. Nilai tersebut melebihi ketentuan BI yaitu 5%. Dengan demikian, pengelolaan risiko kredit perlu dilakukan agar kredit bermasalah dapat dikurangi. Kredit bermasalah yang terjadi di PD BPR BKK Pati Kota Kantor Kas Margoyoso disebabkan oleh pemasaran kredit yang kurang teliti, monitoring yang kurang ketat dan inflasi. Pengelolaan risiko yang digunakan adalah prinsip 5 C, melakukan monitoring, reconditioning, rescheduling, restructuring, dan penjualan agunan.

Yuliana (2011) melakukan penelitian tentang Analisis Manajemen Risiko PT ABC Finance. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT ABC Finance terjadi peningkatan nilai NPL yaitu sebesar 1,15 persen pada tahun 2008 menjadi 7,40 persen pada tahun 2010. Oleh karena itu pengelolaan risiko dilakukan agar nilai NPL tidak menjadi semakin meningkat.

Kebijakan yang dilakukan PT ABC Finance untuk mengurangi risiko kredit adalah kebijakan dalam menentukan jumlah kredit yang diberikan, jangka waktu pengembalian, bunga kredit dan persentase down payment yang bervariasi. Faktor yang mempenagurhi risiko kredit berasal dari internal debitur dan internal perusahaan.

Rachman (2011)melakukan penelitian tentang Analisis Manajemen Risiko Kredit Bermasalah Pada Produk Kredit Masyarakat Desa Di Bank X Bogor. Dalam penelitiannya dijelaskan bahwa Risiko kredit adalah masalah yang harus mendapat perhatian khusus dari Bank X karena rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) Kredit Masyarakat Desa komersil Bank X Bogor pada Bulan Desember 2010 adalah 1,94persen. Meskipun terjadi penurunan NPL, tetapi hal tersebut perlu diwaspadai untuk menghindari risiko yang lebih besar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik debitur adalah karakter yang dimiliki peminjam yang mampu mempengaruhi peminjam tersebut dalam pembayaran kreditnya. Karakteristik debitur digolongkan berdasarkan karakteristik individu debitur dan karakteristik usaha debitur. Faktor-faktor yang menyebabkan permasalahan bahkan kegagalan dalam pengembalian kredit adalah faktor internal dan faktor eksternal.

Penelitian terhadap BPR X Cirebon memiliki persamaan dengan penelitian yang lainnya yaitu menggunakan perhitungan VaR untuk menilai tingkat kerugian maksimum yang mungkin dialami oleh lembaga keuangan bersangkutan. Perbedaannya adalah perhitungan yang dilakukan terhadap BPR X Cirebon menggunakan beberapa skenario untuk melihat dampak perubahan nilai VaR akibat perubahan suku bunga kredit, probabilitas debitur, dan baki debet kredit tiap kolektibilitas. Hal ini dilakukan agar BPR X Cirebon antisipasi terhadap kebijakan untuk mengurangi risiko. Penelitian terhadap BPR X Cirebon juga menganalisis penyebab kecilnya nilai NPL BPR X Cirebon dilihat dari kinerja keuangan BPR X Cirebon.


(29)

15

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis dimaksudkan untuk memberi gambaran atau batasan-batasan tentang teori yang akan dipakai sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan. Variabel-variabel yang akan diteliti pada penelitian Pengelolaan Risiko Kredit untuk Meningkatkan Peran BPR sebagai LKM pada BPR X di Cirebon terdiri dari Teori Keseimbangan Pasar Kredit, Konsep Risiko Kredit, Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit, Kolektibilitas Kredit, Indikator Kinerja Keuangan Bank, Konsep Value at Risk , dan Pengelolaan Risiko Kredit. Konsep

Value at Risk dengan metode Credit Metric digunakan untuk menilai kerugian

maksimum yang dialami BPR X Cirebon akibat adanya risiko kredit pada tingkat keyakinan tertentu.

Teori Keseimbangan Pasar Kredit

Keseimbangan kredit terbentuk dariperpotongan antara kurva penawaran kredit (S0) dan permintaan kredit (D0). Keseimbangan tersebut menghasilkan tingkat suku bunga sebesar r0 dan kuantitas sebesar L0.

Suku Bunga

S0

D0

Kuantitas Kredit Gambar 1 Permintaan dan Penawaran Kredit

Sumber : Lipsey (1995)

Berdasarkan Gambar 1, penurunan penawaran kredit akan mengakibatkan pergeseran S0 ke kiri atas, dan sebaliknya jika terjadi peningkatan. Sementara bila terjadi penurunaan permintaan kredit akan mengakibatkan pergerseran D0 ke kiri bawah, dan juga sebaliknya. Menurut Keynes turunnya kredit yang disalurkan oleh perbankan dapat disebabkan oleh turunnya permintaan kredit dan turunnya penawaran kredit (Lipsey 1995).

a. Penurunan Kredit Akibat Turunnya Permintaan

Pergeseran permintaan kredit akibat lemahnya perekonomian akan menyebabkan kredit permintaan dari kredit yaitu D0 menurun menjadi D1, dengan asumsi penawaran yang tetap (Gambar 2). Hal tersebut akan mengakibatkan terjadinya penurunan pada tingkat suku bunga menjadi r1. Jika perubahan kredit didorong oleh faktor-faktor struktural mikroekonomi maka penurunan kurva permintaan kredit juga diikuti oleh semakin menajamnya kemiringan dari kurva permintaan yang mengakibatkan

L0 r0


(30)

16

menurunnya sensitivitas perubahan suku bunga terhadap permintaan kredit. Kondisi tersebut ditunjukkan oleh kurva D2.

Suku Bunga

S0

Kuantitas Kredit Gambar 2 Penurunan kredit akibat menurunnya permintaan

Sumber: Agung et al (2001)

b. Penurunan Kredit Akibat Turunnya Penawaran

Di sisi penawaran, penurunan kredit disebabkan oleh turunnya kemauan bank untuk memberikan pinjaman pada tingkat suku bunga yang berlaku. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan menurunnya keinginan untuk memberikan kredit dapat bersumber dari faktor internal bank maupun faktor eksternal.

Faktor internal yaitu mengenai permasalahan seperti rendahnya kualitas dari jumlah aset yang dimiliki oleh perbankan, tingginya tingkat NPL dan turunnya modal yang dimiliki oleh bank akibat menurunnya tingkat keuntungan. Sisi eksternal permasalahan terjadi akibat lemahnya kondisi keuangan perusahaan serta bank tidak mengetahui secara pasti mengenai kondisi dari satu perusahaan serta kemampuannya untuk membayar pinjaman.

Suku Bunga

S2 S1

Kuantitas Kredit Gambar 3 Penurunan kredit akibat menurunnya penawaran

Sumber: Agung et al (2001)

Penurunan jumlah kredit akibat perubahan faktor penawaran dapat dilihat dengan bergesernya kurva penawaran ke kiri atas dari S0 menjadi S1

D0 D1 D2

L r0

L1 r1

S0

D L

r2

L2 r1


(31)

17 (Gambar 3). Implikasi dari pergeseran ini adalah kenaikan tingkat suku bunga dan penurunan jumlah penyaluran kredit.

Ketidakinginan bank untuk menyalurkan kredit tidak diikuti dengan perubahan tingkat suku bunga. Hal ini menyebabkan kurva penawaran bergeser ke kiri dan dan berubah menjadi vertikal (S2), dan kurva penawaran menjadi tidak sensitif terhadap perubahan tingkat suku bunga. Efek seperti ini disebut sebagai Non Price Credit Rationing.

Non Price Credit Rationing dapat dipahami sebagai akibat

memburuknya resiko kredit dunia usaha dan karena persoalan informasi yang membuat bank tidak dapat membedakan kualitas debitur. Persoalan ini lebih buruk lagi ketika ada pergantian manajemen didalam perbankan dengan orang baru karena hubungan bank dengan nasabah jangka panjang pergantian manajemen bank menyebabkan kurang mengertinya kondisi nasabah. Akibatnya, bank cenderung lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit dan tingkat suku bunga bukan hal utama dalam menyalurkan kredit, karena bank berpendapat bahwa hanya nasabah yang kualitas rendah yang bersedia membayar tingkat suku bunga pinjaman yang tinggi (adverse

selection problem).

Konsep Risiko Kredit

Bank akan menghadapi suatu risiko ketika menyalurkan kreditnya yang disebut risiko kredit. Risiko kredit merupakan risiko yang paling rentan dihadapi oleh bank maupun lembaga keuangan lainnya yang memberikan jasa kredit. Risiko kredit yang paling berperan pada bank adalah risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan pihak debitur memenuhi kewajibannya baik berupa kewajiban bunga maupun angsuran pokok pinjamannyaseperti tertuang dalam kesepakatan, atau menurunkan kualitas debitur sehingga persepsi tentang kemungkinan gagal bayar semakin tinggi.

Definisi lain menurut Bessis (1998), risiko kredit merupakan kerugian yang disebabkan terjadinya gagal bayar dari debitur atau karena terjadinya penurunan kualitas kredit debitur. Pada saat terjadinya penurunan kualitas kredit, meskipun belum gagal bayar, sudah mencerminkan adanya kenaikan risiko kredit. Hal tersebut mencerminkan membesarnya peluang terjadi gagal bayar akibat turunya kualitas kredit.

Gambar 4 Kerangka risiko kredit

Sumber : Sutoyo (1994) Ambang batas kriteria

kesehatan tidak dipenuhi

Pelanggaran kontrak

Penurunan kinerja nasabah

Potensi pelanggaran kontrak

Kelemahan kontrak kredit

Penurunan peringkat nasabah

Potensi gagal bayar

Kesulitan keuangan nasabah

Gagal bayar


(1)

79

Lampiran 3 Perhitungan VaR Skenario 2

Kondisi : Ketika BPR X Cirebon menaikan suku bunga Baki Debet Kredit Mikro UMKM

Kolektibilitas Nilai Baki Debet Persentase Lancar 7,604,041,000 93.90% K. Lancar 208,407,000 2.57% Diragukan 148,800,000 1.84% Macet 136,466,000 1.69% Total Baki Debet 8,097,714,000

Nilai baki Debet dengan Bunga

Kolektibilitas Tahun1 Baki debet PV FV Total Value Outstanding

Lancar 24% 7,604,041,000 1,824,969,840.00 1,471,749,870.97 3,296,719,710.97 KL 24% 208,407,000 50,017,680.00 40,336,838.71 90,354,518.71 D 24% 148,800,000 35,712,000.00 28,800,000.00 64,512,000.00 M 24% 136,466,000 32,751,840.00 26,412,774.19 59,164,614.19 Kolektibilitas Lancar

Kolektibilitas Probabilitas/ Peluang Total value outstandingBobot nilai per rating selisih nilai baki debet Ragam Lancar 0.9996 3,296,719,711 3,295,368,548 (1,557,722) 2,425,504,859,808 K. Lancar 0.0322 90,354,519 2,908,886 (3,207,922,915) 331,302,446,206,640,000 Diragukan 0.0000 64,512,000 - (3,233,765,433)

-Macet 0.0000 59,164,614 - (3,239,112,819) -Total Weighted PV 3,298,277,433

Variance/total ragam 331,304,871,711,500,000 Dev. Standar/ volatilitas 575,590,889.18 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 946,762,761.71 Z Score 1 % 2.326

VaR 1 % 1,339,024,641.37

Kolektibilitas Kurang Lancar

Kolektibilitas Probabilitas/ Peluang Total value outstandingBobot nilai per rating selisih nilai baki debet Ragam Lancar 0.0004 3,296,719,711 1,351,163 3,205,135,832 4,210,354,828,796,340 K. Lancar 0.9634 90,354,519 87,044,948 (1,229,360) 1,455,968,683,876 Diragukan 0.0408 64,512,000 2,631,361 (27,071,879) 29,893,496,766,109 Macet 0.0094 59,164,614 556,407 (32,419,265) 9,884,094,628,299

Total Weighted PV 91,583,879

Variance/total ragam 4,251,588,388,874,620 Dev. Standar/ volatilitas 65,204,205.30 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 107,251,373.58 Z Score 1 % 2.326

VaR 1 % 151,687,664.38

Kolektibilitas Diragukan

Kolektibilitas Probabilitas/ Peluang Total value outstandingBobot nilai per rating selisih nilai baki debet Ragam Lancar 0.0000 3,296,719,711 - 3,243,593,361 -K. Lancar 0.0044 90,354,519 400,685 37,228,169 6,146,060,186,207 Diragukan 0.7677 64,512,000 49,522,877 11,385,650 99,513,280,680,413 Macet 0.0541 59,164,614 3,202,788 6,038,265 1,973,742,022,031

Total Weighted PV 53,126,350

Variance/total ragam 107,633,082,888,651 Dev. Standar/ volatilitas 10,374,636.52 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 17,064,758.51 Z Score 1 % 2.326

VaR 1 % 24,135,013.61

Kolektibilitas Macet

Kolektibilitas Probabilitas/ Peluang Total value outstandingBobot nilai per rating selisih nilai baki debet Ragam Lancar 0.0000 3,296,719,711 - 3,234,745,797 -K. Lancar 0.0000 90,354,519 - 28,380,605 -Diragukan 0.1018 64,512,000 6,568,495 2,538,086 655,900,557,793

Macet 0.9365 59,164,614 55,405,419 (2,809,300) 7,390,713,935,754 Total Weighted PV 61,973,914

Variance/total ragam 8,046,614,493,546 Dev. Standar/ volatilitas 2,836,655.51 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 4,665,883.11 Z Score 1 % 2.326

VaR 1 % 6,599,047.52

Value at Risk Kredit Mikro UMKM Z Score 5% 1,075,744,776.91

Z Score 1 % 1,521,446,366.88

al Baki Debet Kredit Mikro UMKM 8,097,714,000

VaR (%) dari Baki Debet

Persentase Z Score 5% 13.28%


(2)

80

Lampiran 4 Perhitungan VaR Skenario 3

Kondisi : Jika peluang perpindahan tiap kolektibilitas sama dengan 1 Baki Debet Kredit Mikro UMKM

Kolektibilitas Nilai Baki Debet Persentase

Lancar 7,604,041,000 93.90%

K. Lancar 208,407,000 2.57% Diragukan 148,800,000 1.84%

Macet 136,466,000 1.69%

Total Bak 8,097,714,000 Nilai baki Debet dengan Bunga

Kolektibil Tahun1 Baki debet PV FV Total Value Outstanding

Lancar 21% 7,604,041,000 1,596,848,610.00 1,287,781,137.10 2,884,629,747.10 KL 21% 208,407,000 43,765,470.00 35,294,733.87 79,060,203.87 D 21% 148,800,000 31,248,000.00 25,200,000.00 56,448,000.00 M 21% 136,466,000 28,657,860.00 23,111,177.42 51,769,037.42 Kolektibilitas Lancar

KolektibilProbabilitas/ Peluang Total value outstanding Bobot nilai per ratingselisih nilai baki debet Ragam

Lancar 1.0000 2,884,629,747 2,884,629,747 (187,277,241) 35,072,765,105,313,800 K. Lancar 1.0000 79,060,204 79,060,204 (2,992,846,785) 8,957,131,875,588,530,000 Diragukan 1.0000 56,448,000 56,448,000 (3,015,458,988) 9,092,992,910,644,530,000 Macet 1.0000 51,769,037 51,769,037 (3,020,137,951) 9,121,233,242,875,630,000

Total Weighted PV 3,071,906,988

Variance/total ragam 27,206,430,794,214,000,000 Dev. Standar/ volatilitas 5,215,978,411.98 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 8,579,521,009.04 Z Score 1 % 2.326

VaR 1 % 12,134,180,289.75

Kolektibilitas Kurang Lancar

KolektibilProbabilitas/ Peluang Total value outstanding Bobot nilai per ratingselisih nilai baki debet Ragam

Lancar 1.0000 2,884,629,747 2,884,629,747 (187,277,241) 35,072,765,105,313,800 K. Lancar 1.0000 79,060,204 79,060,204 (2,992,846,785) 8,957,131,875,588,530,000 Diragukan 1.0000 56,448,000 56,448,000 (3,015,458,988) 9,092,992,910,644,530,000 Macet 1.0000 51,769,037 51,769,037 (3,020,137,951) 9,121,233,242,875,630,000

Total Weighted PV 3,071,906,988

Variance/total ragam 27,206,430,794,214,000,000 Dev. Standar/ volatilitas 5,215,978,411.98 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 8,579,521,009.04 Z Score 1 % 2.326

VaR 1 % 12,134,180,289.75

Kolektibilitas Diragukan

KolektibilProbabilitas/ Peluang Total value outstanding Bobot nilai per ratingselisih nilai baki debet Ragam

Lancar 1.0000 2,884,629,747 2,884,629,747 (187,277,241) 35,072,765,105,313,800 K. Lancar 1.0000 79,060,204 79,060,204 (2,992,846,785) 8,957,131,875,588,530,000 Diragukan 1.0000 56,448,000 56,448,000 (3,015,458,988) 9,092,992,910,644,530,000 Macet 1.0000 51,769,037 51,769,037 (3,020,137,951) 9,121,233,242,875,630,000

Total Weighted PV 3,071,906,988

Variance/total ragam 27,206,430,794,214,000,000 Dev. Standar/ volatilitas 5,215,978,411.98 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 8,579,521,009.04 Z Score 1 % 2.326

VaR 1 % 12,134,180,289.75

Kolektibilitas Macet

KolektibilProbabilitas/ Peluang Total value outstanding Bobot nilai per ratingselisih nilai baki debet Ragam

Lancar 1.0000 2,884,629,747 2,884,629,747 (187,277,241) 35,072,765,105,313,800 K. Lancar 1.0000 79,060,204 79,060,204 (2,992,846,785) 8,957,131,875,588,530,000 Diragukan 1.0000 56,448,000 56,448,000 (3,015,458,988) 9,092,992,910,644,530,000 Macet 1.0000 51,769,037 51,769,037 (3,020,137,951) 9,121,233,242,875,630,000

Total Weighted PV 3,071,906,988

Variance/total ragam 27,206,430,794,214,000,000 Dev. Standar/ volatilitas 5,215,978,411.98 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 8,579,521,009.04 Z Score 1 % 2.326

VaR 1 % 12,134,180,289.75

Total Value at Risk Kredit MikZ Score 5% 34,318,084,036.17

Z Score 1 % 48,536,721,158.99

Total Baki Debet Kredit Mikro UMKM 8,097,714,000


(3)

81

Lampiran 5 Perhitungan VaR Skenario 4

Kondisi: Jika seluruh nilai Baki Debet Kredit meningkat 50% Baki Debet Kredit Mikro UMKM

KolektibilitasNilai Baki Debet Persentase Lancar 11,406,061,500 93.90% K. Lancar 312,610,500 2.57% Diragukan 223,200,000 1.84% Macet 204,699,000 1.69%

Total Bak 12,146,571,000

Nilai baki Debet dengan Bunga

Kolektibil Tahun1 Baki debet PV FV Total Value Outstanding Lancar 21% 11,406,061,500 2,395,272,915.00 1,931,671,705.65 4,326,944,620.65 KL 21% 312,610,500 65,648,205.00 52,942,100.81 118,590,305.81 D 21% 223,200,000 46,872,000.00 37,800,000.00 84,672,000.00 M 21% 204,699,000 42,986,790.00 34,666,766.13 77,653,556.13 Kolektibilitas Lancar

KolektibilProbabilitas/ PeluanTotal value outstandingBobot nilai per ratingselisih nilai baki debet Ragam

Lancar 0.9996 4,326,944,621 4,325,171,219 (2,044,511) 4,178,311,106,157 K. Lancar 0.0322 118,590,306 3,817,913 (4,210,398,826) 570,720,229,598,157,000 Diragukan 0.0000 84,672,000 - (4,244,317,131) -Macet 0.0000 77,653,556 - (4,251,335,575)

-Total Weighted PV 4,328,989,131

Variance/total ragam 570,724,407,909,263,000 Dev. Standar/ volatilitas 755,463,042.05 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 1,242,626,124.75 Z Score 1 % 2.326

VaR 1 % 1,757,469,841.80

Kolektibilitas Kurang Lancar

KolektibilProbabilitas/ PeluanTotal value outstandingBobot nilai per ratingselisih nilai baki debet Ragam

Lancar 0.0004 4,326,944,621 1,773,402 4,206,740,779 7,252,994,060,543,690 K. Lancar 0.9634 118,590,306 114,246,494 (1,613,535) 2,508,133,553,083 Diragukan 0.0408 84,672,000 3,453,661 (35,531,841) 51,496,219,038,493 Macet 0.0094 77,653,556 730,284 (42,550,285) 17,026,897,387,031

Total Weighted PV 120,203,841

Variance/total ragam 7,324,025,310,522,300 Dev. Standar/ volatilitas 85,580,519.46 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 140,767,427.83 Z Score 1 % 2.326

VaR 1 % 199,090,059.50

Kolektibilitas Diragukan

KolektibilProbabilitas/ PeluanTotal value outstandingBobot nilai per ratingselisih nilai baki debet Ragam

Lancar 0.0000 4,326,944,621 - 4,257,216,287 -K. Lancar 0.0044 118,590,306 525,899 48,861,972 10,587,548,992,646 Diragukan 0.7677 84,672,000 64,998,776 14,943,666 171,427,174,922,117 Macet 0.0541 77,653,556 4,203,659 7,925,222 3,400,079,030,139

Total Weighted PV 69,728,334

Variance/total ragam 185,414,802,944,903 Dev. Standar/ volatilitas 13,616,710.43 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 22,397,495.54 Z Score 1 % 2.326

VaR 1 % 31,677,205.36

Kolektibilitas Macet

KolektibilProbabilitas/ PeluanTotal value outstandingBobot nilai per ratingselisih nilai baki debet Ragam

Lancar 0.0000 4,326,944,621 - 4,245,603,859 -K. Lancar 0.0000 118,590,306 - 37,249,544 -Diragukan 0.1018 84,672,000 8,621,149 3,331,238 1,129,891,195,260 Macet 0.9365 77,653,556 72,719,613 (3,687,206) 12,731,659,553,388

Total Weighted PV 81,340,762

Variance/total ragam 13,861,550,748,648 Dev. Standar/ volatilitas 3,723,110.36 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 6,123,971.58 Z Score 1 % 2.326

VaR 1 % 8,661,249.87

Total Value at Risk Kredit MZ Score 5% 1,411,915,019.69

Z Score 1 % 1,996,898,356.53

Total Baki Debet Kredit Mikro UMKM 12,146,571,000

VaR (%) dari Baki Debet

Persentase Z Score 5% 11.62%


(4)

82

Lampiran 6 Perhitungan VaR Skenario 4

redit pada kolektibiltas Lancar yang meningkat 50%

t Kredit Mikro UMKM

Kolektibilitas Nilai Baki Debet Persentase Lancar 11,406,061,500 95.85% K. Lancar 208,407,000 1.75% Diragukan 148,800,000 1.25% Macet 136,466,000 1.15% otal Baki De 11,899,734,500

i Debet dengan Bunga

Kolektibilitas Tahun1 Baki debet PV FV Total Value Outstanding

Lancar 21% 11,406,061,500 2,395,272,915.00 1,931,671,705.65 4,326,944,620.65 KL 21% 208,407,000 43,765,470.00 35,294,733.87 79,060,203.87 D 21% 148,800,000 31,248,000.00 25,200,000.00 56,448,000.00 M 21% 136,466,000 28,657,860.00 23,111,177.42 51,769,037.42 ektibilitas Lancar

KolektibilitasProbabilitas/ Peluang Total value outstandingBobot nilai per ratingselisih nilai baki debe Ragam Lancar 0.9996 4,326,944,621 4,325,171,219 (771,873) 595,544,103,088 K. Lancar 0.0322 79,060,204 2,545,275 (4,248,656,290) 581,138,960,770,846,000 Diragukan 0.0000 56,448,000 - (4,271,268,494)

-Macet 0.0000 51,769,037 - (4,275,947,456) -Total Weighted PV 4,327,716,494

Variance/total ragam 581,139,556,314,949,000 Dev. Standar/ volatilitas 762,325,098.84 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 1,253,913,203.74 Z Score 1 % 2.326

VaR 1 % 1,773,433,373.00

bilitas Kurang Lancar

KolektibilitasProbabilitas/ Peluang Total value outstandingBobot nilai per ratingselisih nilai baki debe Ragam Lancar 0.0004 4,326,944,621 1,773,402 4,246,217,593 7,389,759,584,806,350 K. Lancar 0.9634 79,060,204 76,164,329 (1,666,824) 2,676,537,142,852 Diragukan 0.0408 56,448,000 2,302,441 (24,279,028) 24,043,767,143,089 Macet 0.0094 51,769,037 486,856 (28,957,991) 7,886,193,303,749

Total Weighted PV 80,727,028

Variance/total ragam 7,424,366,082,396,040 Dev. Standar/ volatilitas 86,164,761.26 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 141,728,420.07 Z Score 1 % 2.326

VaR 1 % 200,449,209.17

tibilitas Diragukan

KolektibilitasProbabilitas/ Peluang Total value outstandingBobot nilai per ratingselisih nilai baki debe Ragam Lancar 0.0000 4,326,944,621 - 4,280,459,065 -K. Lancar 0.0044 79,060,204 350,600 32,574,648 4,705,577,330,065 Diragukan 0.7677 56,448,000 43,332,517 9,962,444 76,189,855,520,941 Macet 0.0541 51,769,037 2,802,439 5,283,481 1,511,146,235,618

Total Weighted PV 46,485,556

Variance/total ragam 82,406,579,086,623 Dev. Standar/ volatilitas 9,077,806.95 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 14,931,663.69 Z Score 1 % 2.326

VaR 1 % 21,118,136.91

olektibilitas Macet

KolektibilitasProbabilitas/ Peluang Total value outstandingBobot nilai per ratingselisih nilai baki debe Ragam Lancar 0.0000 4,326,944,621 - 4,272,717,446 -K. Lancar 0.0000 79,060,204 - 24,833,029 -Diragukan 0.1018 56,448,000 5,747,433 2,220,825 502,173,864,560

Macet 0.9365 51,769,037 48,479,742 (2,458,137) 5,658,515,357,061 Total Weighted PV 54,227,175

Variance/total ragam 6,160,689,221,621 Dev. Standar/ volatilitas 2,482,073.57 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 4,082,647.72 Z Score 1 % 2.326

VaR 1 % 5,774,166.58

Risk Kredit Mikro UMKM Z Score 5% 1,414,655,935.22

Z Score 1 % 2,000,774,885.66

ebet Kredit Mikro UMKM 11,899,734,500


(5)

83

Lampiran 7 Perhitungan VaR Skenario 4

Kondisi: Jika hanya nilai Baki Debet Kredit pada kolektibiltas Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet yang meningkat 50% Baki Debet Kredit Mikro UMKM

Kolektibilitas Nilai Baki Debet Persentase

Lancar 7,604,041,000 91.13%

K. Lancar 312,610,500 3.75% Diragukan 223,200,000 2.67%

Macet 204,699,000 2.45%

Total Bak 8,344,550,500 Nilai baki Debet dengan Bunga

Kolektibil Tahun1 Baki debet PV FV Total Value Outstanding

Lancar 21% 7,604,041,000 1,596,848,610.00 1,287,781,137.10 2,884,629,747.10 KL 21% 312,610,500 65,648,205.00 52,942,100.81 118,590,305.81 D 21% 223,200,000 46,872,000.00 37,800,000.00 84,672,000.00 M 21% 204,699,000 42,986,790.00 34,666,766.13 77,653,556.13 Kolektibilitas Lancar

KolektibilProbabilitas/ Peluang Total value outstandingBobot nilai per ratingselisih nilai baki debet Ragam

Lancar 0.9996 2,884,629,747 2,883,447,479 (2,635,645) 6,943,776,004,870 K. Lancar 0.0322 118,590,306 3,817,913 (2,768,675,086) 246,786,148,629,889,000 Diragukan 0.0000 84,672,000 - (2,802,593,392) -Macet 0.0000 77,653,556 - (2,809,611,836)

-Total Weighted PV 2,887,265,392

Variance/total ragam 246,793,092,405,894,000 Dev. Standar/ volatilitas 496,782,741.65 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 817,134,894.42 Z Score 1 % 2.326

VaR 1 % 1,155,689,474.91

Kolektibilitas Kurang Lancar

KolektibilProbabilitas/ Peluang Total value outstandingBobot nilai per ratingselisih nilai baki debet Ragam

Lancar 0.0004 2,884,629,747 1,182,268 2,765,017,040 3,133,440,431,667,660 K. Lancar 0.9634 118,590,306 114,246,494 (1,022,401) 1,007,016,438,958 Diragukan 0.0408 84,672,000 3,453,661 (34,940,707) 49,797,013,962,224 Macet 0.0094 77,653,556 730,284 (41,959,151) 16,557,088,014,661

Total Weighted PV 119,612,707

Variance/total ragam 3,200,801,550,083,500 Dev. Standar/ volatilitas 56,575,626.82 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 93,058,624.97 Z Score 1 % 2.326

VaR 1 % 131,614,589.18

Kolektibilitas Diragukan

KolektibilProbabilitas/ Peluang Total value outstandingBobot nilai per ratingselisih nilai baki debet Ragam

Lancar 0.0000 2,884,629,747 - 2,814,901,413 -K. Lancar 0.0044 118,590,306 525,899 48,861,972 10,587,548,992,646 Diragukan 0.7677 84,672,000 64,998,776 14,943,666 171,427,174,922,117 Macet 0.0541 77,653,556 4,203,659 7,925,222 3,400,079,030,139

Total Weighted PV 69,728,334

Variance/total ragam 185,414,802,944,903 Dev. Standar/ volatilitas 13,616,710.43 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 22,397,495.54 Z Score 1 % 2.326

VaR 1 % 31,677,205.36

Kolektibilitas Macet

KolektibilProbabilitas/ Peluang Total value outstandingBobot nilai per ratingselisih nilai baki debet Ragam

Lancar 0.0000 2,884,629,747 - 2,803,288,985 -K. Lancar 0.0000 118,590,306 - 37,249,544 -Diragukan 0.1018 84,672,000 8,621,149 3,331,238 1,129,891,195,260 Macet 0.9365 77,653,556 72,719,613 (3,687,206) 12,731,659,553,388

Total Weighted PV 81,340,762

Variance/total ragam 13,861,550,748,648 Dev. Standar/ volatilitas 3,723,110.36 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 6,123,971.58 Z Score 1 % 2.326

VaR 1 % 8,661,249.87

Total Value at Risk Kredit MikZ Score 5% 938,714,986.51

Z Score 1 % 1,327,642,519.31

Total Baki Debet Kredit Mikro UMKM 8,344,550,500

VaR (%) dari Baki Debet

Persentase Z Score 5% 11.25%


(6)

84

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, DKI Jakarta pada tanggal 25 Mei 1988.

Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Rasman

Panjaitan dan Ibu Timoria Rusyana Simatupang.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Guntur Kota Cirebon

pada tahun 2000 kemudian dilanjutkan dengan pendidikan menengah pertama di

SMPN 5 Cirebon pada tahun 2003. Pendidikan menengah atas diselesaikan di

SMAN 1 Cirebon pada tahun 2006. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor

melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), Departemen Agribisnis,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada tahun 2006.

Selama masa perkuliahan, penulis pernah aktif dalam Program Kreativitas

Mahasiswa (PKM) tahun 2008. Selain itu, penulis juga pernah berpartisipasi

dalam kepanitiaan tingkat IPB pada kegiatan

Economic Contest

tahun 2008

sebagai anggota divisi sponsorship. Penulis pernah bekerja sebagai pengajar

matematika di bimbingan belajar

Mathmagic Club

pada tahun 2009. Penulis juga

pernah berpartisipasi di Bank Mandiri sebagai staf bagian kredit pada tahun 2011

dan berpartisipasi pada pameran

Indo Green Forestry

sebagai asisten Departemen