Pengaruh Aplikasi Starter Solution Pada Tiga Genotipe Cabai (Capsicum Annuum L.) Terhadap Pertumbuhan Tanaman serta Kejadian Penyakit Penting Cabai
PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA
GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP
PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT
PENTING CABAI
Triyani Dumaria
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
ABSTRAK
TRIYANI DUMARIA. Pengaruh Aplikasi Starter Solution pada Tiga
Genotipe Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Pertumbuhan Tanaman serta
Kejadian Penyakit Penting Cabai. Dibimbing oleh SRI HENDRASTUTI
HIDAYAT dan MUHAMAD SYUKUR.
Permasalahan budidaya tanaman cabai dapat terjadi mulai dari fase benih
sampai fase pembentukan buah. Beberapa masalah penting yang dapat merugikan
komoditas ini antara lain kualitas benih, gangguan hama dan penyakit tanaman,
dan teknik budi daya yang kurang tepat. Untuk menanggulangi masalah penyakit
tersebut di atas dapat dilakukan langkah-langkah pengendalian, misalnya dengan
memperhatikan kesuburan tanah melalui aplikasi pupuk dan menggunakan
beberapa genotipe cabai yang resisten. Salah satu metode pemupukan selain
pupuk organik adalah aplikasi starter solution atau larutan pupuk pemula. Tujuan
penelitian ini adalah mengamati karakter agronomi dan kejadian penyakit utama
pada tiga genotipe tanaman cabai (Kopay, IPB C10, dan IPB C5) yang diberi
perlakuan starter solution dengan konsentrasi yang berbeda (0 g/l, 15 g/l, dan 30
g/l). Dalam penelitian ini digunakan rancangan petak terbagi (split plot design)
rancangan acak kelompok dengan starter solution sebagai petak utama dan
genotipe cabai sebagai anak petak. Tiga taraf petak utama yaitu konsentrasi 0 g/l,
15 g/l, dan 30 g/l. Tiga taraf anak petak yaitu genotipe IPB C5 dan IPB C10, serta
varietas Kopay. Terdapat sembilan kombinasi perlakuan, masing-masing
perlakuan terdiri dari tiga kelompok, sehingga terdapat 27 satuan percobaan.
Masing-masing satuan percobaan terdiri dari 20 tanaman, dengan jumlah
keseluruhan adalah 540 tanaman uji. Konsentrasi starter solution selama enam
minggu pengamatan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap beberapa
komponen fase vegetatif tanaman yang mencakup jumlah daun dan tinggi
tanaman, tetapi berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang dan waktu antesis.
Walaupun demikian perlakuan starter solution dengan konsentrasi 15 g/l dan 30
g/l dapat meningkatkan komponen fase vegetatif tanaman. Dapat disimpulkan
bahwa dua genotipe (IPB C5 dan IPB C10) dan satu varietas (Kopay) cabai yang
digunakan memiliki karakter agronomi yang berbeda berdasarkan pengukuran
jumlah daun, jumlah cabang, dan tinggi tanaman. Potensi produksi genotipe IPB
C5 lebih tinggi dibandingkan genotipe IPB C10 dan varietas Kopay. Konsentrasi
starter solution tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kejadian
penyakit. Perkembangan penyakit sangat ditentukan oleh genotipe cabai. Genotipe
IPB C5 lebih banyak terinfeksi oleh Colletotrichum spp. dan Erwinia carotovora,
sementara genotipe Kopay lebih banyak terinfeksi oleh CMV dan ChiVMV.
Kejadian penyakit antraknosa, CMV dan TMV pada genotipe IPB C10 cenderung
lebih rendah dibandingkan kedua genotipe yang lain.
PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA
GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP
PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT
PENTING CABAI
Triyani Dumaria
A34053864
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
HALAMAN PENGESAHAN
Judul
: PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA
TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.)
TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA
KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI
Nama
: Triyani Dumaria
NIM
: A34053864
Menyetujui
Pembimbing I,
Pembimbing II,
(Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, MSc)
(Dr. Muhamad Syukur, SP, MSi)
NIP: 19610708 198603 2 001
NIP: 19720102 200003 1 001
Mengetahui:
Ketua Departemen,
(Dr. Ir. Dadang, MSc)
NIP : 19640204 199002 1 002
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
TRIYANI DUMARIA, selaku penulis penelitian ini, dilahirkan pada
tanggal 15 Agustus 1986 di Jakarta. Penulis adalah anak ketiga dari tiga
bersaudara, yang merupakan anak dari pasangan Purba Tagor Pardosi dan
Tiodorlina Saragih.
Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat sekolah menengah umum di
SMU Negeri 98 Jakarta pada tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan studi di
Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 dan mendaftarkan diri sebagai
mahasiswa di Departemen Proteksi Tanaman pada tahun 2006.
PRAKATA
Puji syukur atas berkat dan kasih karunia Tuhan Yesus Kristus yang
senantiasa diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir
yang berjudul Pengaruh Aplikasi Starter Solution pada Tiga Genotipe Cabai
(Capsicum annuum L.) terhadap Pertumbuhan Tanaman serta Kejadian Penyakit
Penting Cabai. Penulisan ini bertujuan untuk mengamati karakter agronomi dan
kejadian penyakit penting pada dua genotipe dan satu varietas tanaman cabai yang
diberi perlakuan starter solution dengan konsentrasi yang berbeda dan diharapkan
sebagai rekomendasi bagi para petani dalam budidaya tanaman cabai.
Terimakasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat,
M.Sc dan Dr. Muhamad Syukur, SP, M.Si atas bimbingan dan arahan yang
diberikan mulai dari penyusunan, perencanaan, dan pelaksanaan penelitian hingga
selesai penulisan. Terimakasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Widodo, M.Sc
atas masukan dan saran selama penelitian, serta ijin pemakaian lahan penanaman
cabai di Cibatok.
Penghargaan penulis sampaikan kepada kedua orangtua dan kakak yang
telah mengasuh, membimbing, mendukung, dan mendoakan selama penulis menempuh studi.
Rasa terima kasih juga ditujukan kepada Bapak Usnadi, Bapak Wahyu,
dan para petani yang sudah membantu di lahan; teknisi Laboratorium Virologi dan
Laboratorium Pemuliaan Tanaman; teman-teman penulis yaitu Bontor Irvan,
Mira, Huda, Wiwin, Lulu, Apri, Juning Tyas, Sri Maria, dan mbak Nana atas
dukungan dan bantuan yang diberikan.
Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih banyak
kekurangan untuk itu berbagai kritik dan saran sangat diharapkan untuk
penyempurnaannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Bogor, 15 Februari 2010
Triyani Dumaria
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
viii
PENDAHULUAN ..................................................................................
1
Latar Belakang ...............................................................................
1
Tujuan Penelitian ...........................................................................
3
Hipotesis Penelitian ........................................................................
3
Manfaat Penelitian .........................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
4
Asal Usul dan Botani Tanaman Cabai ...........................................
4
Syarat Tumbuh Tanaman Cabai .....................................................
4
Budidaya Tanaman Cabai ..............................................................
5
Penyakit Penting pada Tanaman Cabai ..........................................
8
Pengendalian Penyakit Tanaman Cabai .........................................
10
BAHAN DAN METODE .......................................................................
9
Tempat dan Waktu .........................................................................
12
Bahan dan Alat ...............................................................................
12
Metode Penelitian ..........................................................................
Penyemaian Benih Cabai .........................................................
Persiapan Lahan .......................................................................
Pembuatan Starter Solution .....................................................
Penanaman Bibit ke Lahan ......................................................
Pemanenan ...............................................................................
Pengamatan ..............................................................................
Rancangan Percobaan dan Analisis Data .................................
13
13
13
13
14
14
15
16
HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................
17
KESIMPULAN .......................................................................................
33
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
34
LAMPIRAN ............................................................................................
36
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
Pengaruh starter solution terhadap jumlah daun tanaman cabai …......
17
2.
Pengaruh genotipe cabai terhadap jumlah daun tanaman cabai ….......
18
3.
Pengaruh starter solution terhadap jumlah cabang tanaman cabai …..
20
4.
Pengaruh genotipe cabai terhadap jumlah cabang tanaman cabai …...
21
5.
Pengaruh starter solution terhadap tinggi tanaman cabai …................
22
6.
Pengaruh genotipe cabai terhadap tinggi tanaman cabai …..................
23
7.
Pengaruh starter solution terhadap waktu antesis tanaman cabai …....
25
8.
Pengaruh genotipe cabai terhadap waktu antesis tanaman cabai …......
25
9.
Kejadian penyakit pada masing-masing genotipe cabai dengan
pemberian dosis starter solution terhadap infeksi virus …...................
26
10. Pengaruh starter solution terhadap infeksi virus pada tanaman cabai .
27
11. Pengaruh genotipe cabai terhadap infeksi virus …...............................
27
12. Pengaruh starter solution terhadap persentase jumlah buah terinfeksi
Colletotrichum spp. …..........................................................................
28
13. Pengaruh genotipe cabai terhadap persentase jumlah buah terinfeksi
Colletotrichum spp. …..........................................................................
28
14. Pengaruh starter solution terhadap persentase jumlah buah terinfeksi
E. carotovora …....................................................................................
29
15. Pengaruh genotipe cabai terhadap persentase jumlah buah terinfeksi
E.carotovora …......................................................................................
29
16. Pengaruh starter solution terhadap jumlah buah cabai ….....................
30
17. Pengaruh genotipe cabai terhadap jumlah buah cabai …......................
30
18. Pengaruh starter solution terhadap bobot buah cabai ….......................
31
19. Pengaruh genotipe cabai terhadap bobot buah cabai ….........................
31
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Busuk buah akibat infeksi Colletotrichum spp. (A); Gejala layu
bakteri (B); Gejala khas ChiVMV (C, D); Bercak nekrotik akibat
infeksi TMV (E); Bercak nekrotik akibat infeksi CMV (F) ... ..........
10
2.
Persiapan lahan dan bibit yang baru ditanam ... ................................
14
3. Laju pertambahan jumlah daun dengan perlakuan starter solution
selama 6 minggu pengamatan ... .......................................................
18
4.
Laju pertambahan jumlah daun pada tiga genotipe cabai selama 6
minggu pengamatan ………………………………….....................
19
Laju pertambahan jumlah cabang dengan perlakuan starter
solution selama 6 minggu pengamatan ……………………............
20
Laju pertambahan jumlah cabang pada tiga genotipe cabai selama
6 minggu pengamatan …………………………………..................
21
7. Laju pertambahan tinggi tanaman dengan perlakuan starter solution
selama 6 minggu pengamatan ... .......................................................
23
5.
6.
8.
9.
Laju pertambahan tinggi tanaman pada tiga genotipe cabai selama
6 minggu pengamatan ………………………………......................
24
Gejala buah yang terinfeksi dan konidia Colletotrichum spp. …….
27
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah daun selama enam minggu pengamatan …….........
36
2. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah daun saat 1 MST .................................................. ..
36
3.
Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah daun saat 2 MST .................................................. ..
36
Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah daun saat 3 MST .................................................. ..
36
Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah daun saat 4 MST .................................................. ..
37
6. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah daun saat 5 MST ................................................. ...
37
7. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah daun saat 6 MST .................................................. ..
37
4.
5.
8.
Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah cabang selama enam minggu pengamatan …….....
37
9. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah cabang 1 MST ..................................................... ...
38
10. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah cabang 2 MST ..................................................... ...
38
11. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah cabang 3 MST ...................................................... ..
38
12. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah cabang 4 MST ...................................................... ..
38
13. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah cabang 5 MST ...................................................... ..
39
14. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah cabang 6 MST ………………………………….....
39
15. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap tinggi tanaman selama enam minggu pengamatan .......... ..
39
16. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap tinggi tanaman saat 1 MST .............................................. ..
39
17. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap tinggi tanaman saat 2 MST .............................................. ..
40
18. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap tinggi tanaman saat 3 MST .............................................. ..
40
PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA
GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP
PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT
PENTING CABAI
Triyani Dumaria
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
ABSTRAK
TRIYANI DUMARIA. Pengaruh Aplikasi Starter Solution pada Tiga
Genotipe Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Pertumbuhan Tanaman serta
Kejadian Penyakit Penting Cabai. Dibimbing oleh SRI HENDRASTUTI
HIDAYAT dan MUHAMAD SYUKUR.
Permasalahan budidaya tanaman cabai dapat terjadi mulai dari fase benih
sampai fase pembentukan buah. Beberapa masalah penting yang dapat merugikan
komoditas ini antara lain kualitas benih, gangguan hama dan penyakit tanaman,
dan teknik budi daya yang kurang tepat. Untuk menanggulangi masalah penyakit
tersebut di atas dapat dilakukan langkah-langkah pengendalian, misalnya dengan
memperhatikan kesuburan tanah melalui aplikasi pupuk dan menggunakan
beberapa genotipe cabai yang resisten. Salah satu metode pemupukan selain
pupuk organik adalah aplikasi starter solution atau larutan pupuk pemula. Tujuan
penelitian ini adalah mengamati karakter agronomi dan kejadian penyakit utama
pada tiga genotipe tanaman cabai (Kopay, IPB C10, dan IPB C5) yang diberi
perlakuan starter solution dengan konsentrasi yang berbeda (0 g/l, 15 g/l, dan 30
g/l). Dalam penelitian ini digunakan rancangan petak terbagi (split plot design)
rancangan acak kelompok dengan starter solution sebagai petak utama dan
genotipe cabai sebagai anak petak. Tiga taraf petak utama yaitu konsentrasi 0 g/l,
15 g/l, dan 30 g/l. Tiga taraf anak petak yaitu genotipe IPB C5 dan IPB C10, serta
varietas Kopay. Terdapat sembilan kombinasi perlakuan, masing-masing
perlakuan terdiri dari tiga kelompok, sehingga terdapat 27 satuan percobaan.
Masing-masing satuan percobaan terdiri dari 20 tanaman, dengan jumlah
keseluruhan adalah 540 tanaman uji. Konsentrasi starter solution selama enam
minggu pengamatan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap beberapa
komponen fase vegetatif tanaman yang mencakup jumlah daun dan tinggi
tanaman, tetapi berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang dan waktu antesis.
Walaupun demikian perlakuan starter solution dengan konsentrasi 15 g/l dan 30
g/l dapat meningkatkan komponen fase vegetatif tanaman. Dapat disimpulkan
bahwa dua genotipe (IPB C5 dan IPB C10) dan satu varietas (Kopay) cabai yang
digunakan memiliki karakter agronomi yang berbeda berdasarkan pengukuran
jumlah daun, jumlah cabang, dan tinggi tanaman. Potensi produksi genotipe IPB
C5 lebih tinggi dibandingkan genotipe IPB C10 dan varietas Kopay. Konsentrasi
starter solution tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kejadian
penyakit. Perkembangan penyakit sangat ditentukan oleh genotipe cabai. Genotipe
IPB C5 lebih banyak terinfeksi oleh Colletotrichum spp. dan Erwinia carotovora,
sementara genotipe Kopay lebih banyak terinfeksi oleh CMV dan ChiVMV.
Kejadian penyakit antraknosa, CMV dan TMV pada genotipe IPB C10 cenderung
lebih rendah dibandingkan kedua genotipe yang lain.
PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA
GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP
PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT
PENTING CABAI
Triyani Dumaria
A34053864
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
HALAMAN PENGESAHAN
Judul
: PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA
TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.)
TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA
KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI
Nama
: Triyani Dumaria
NIM
: A34053864
Menyetujui
Pembimbing I,
Pembimbing II,
(Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, MSc)
(Dr. Muhamad Syukur, SP, MSi)
NIP: 19610708 198603 2 001
NIP: 19720102 200003 1 001
Mengetahui:
Ketua Departemen,
(Dr. Ir. Dadang, MSc)
NIP : 19640204 199002 1 002
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
TRIYANI DUMARIA, selaku penulis penelitian ini, dilahirkan pada
tanggal 15 Agustus 1986 di Jakarta. Penulis adalah anak ketiga dari tiga
bersaudara, yang merupakan anak dari pasangan Purba Tagor Pardosi dan
Tiodorlina Saragih.
Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat sekolah menengah umum di
SMU Negeri 98 Jakarta pada tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan studi di
Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 dan mendaftarkan diri sebagai
mahasiswa di Departemen Proteksi Tanaman pada tahun 2006.
PRAKATA
Puji syukur atas berkat dan kasih karunia Tuhan Yesus Kristus yang
senantiasa diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir
yang berjudul Pengaruh Aplikasi Starter Solution pada Tiga Genotipe Cabai
(Capsicum annuum L.) terhadap Pertumbuhan Tanaman serta Kejadian Penyakit
Penting Cabai. Penulisan ini bertujuan untuk mengamati karakter agronomi dan
kejadian penyakit penting pada dua genotipe dan satu varietas tanaman cabai yang
diberi perlakuan starter solution dengan konsentrasi yang berbeda dan diharapkan
sebagai rekomendasi bagi para petani dalam budidaya tanaman cabai.
Terimakasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat,
M.Sc dan Dr. Muhamad Syukur, SP, M.Si atas bimbingan dan arahan yang
diberikan mulai dari penyusunan, perencanaan, dan pelaksanaan penelitian hingga
selesai penulisan. Terimakasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Widodo, M.Sc
atas masukan dan saran selama penelitian, serta ijin pemakaian lahan penanaman
cabai di Cibatok.
Penghargaan penulis sampaikan kepada kedua orangtua dan kakak yang
telah mengasuh, membimbing, mendukung, dan mendoakan selama penulis menempuh studi.
Rasa terima kasih juga ditujukan kepada Bapak Usnadi, Bapak Wahyu,
dan para petani yang sudah membantu di lahan; teknisi Laboratorium Virologi dan
Laboratorium Pemuliaan Tanaman; teman-teman penulis yaitu Bontor Irvan,
Mira, Huda, Wiwin, Lulu, Apri, Juning Tyas, Sri Maria, dan mbak Nana atas
dukungan dan bantuan yang diberikan.
Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih banyak
kekurangan untuk itu berbagai kritik dan saran sangat diharapkan untuk
penyempurnaannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Bogor, 15 Februari 2010
Triyani Dumaria
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
viii
PENDAHULUAN ..................................................................................
1
Latar Belakang ...............................................................................
1
Tujuan Penelitian ...........................................................................
3
Hipotesis Penelitian ........................................................................
3
Manfaat Penelitian .........................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
4
Asal Usul dan Botani Tanaman Cabai ...........................................
4
Syarat Tumbuh Tanaman Cabai .....................................................
4
Budidaya Tanaman Cabai ..............................................................
5
Penyakit Penting pada Tanaman Cabai ..........................................
8
Pengendalian Penyakit Tanaman Cabai .........................................
10
BAHAN DAN METODE .......................................................................
9
Tempat dan Waktu .........................................................................
12
Bahan dan Alat ...............................................................................
12
Metode Penelitian ..........................................................................
Penyemaian Benih Cabai .........................................................
Persiapan Lahan .......................................................................
Pembuatan Starter Solution .....................................................
Penanaman Bibit ke Lahan ......................................................
Pemanenan ...............................................................................
Pengamatan ..............................................................................
Rancangan Percobaan dan Analisis Data .................................
13
13
13
13
14
14
15
16
HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................
17
KESIMPULAN .......................................................................................
33
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
34
LAMPIRAN ............................................................................................
36
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
Pengaruh starter solution terhadap jumlah daun tanaman cabai …......
17
2.
Pengaruh genotipe cabai terhadap jumlah daun tanaman cabai ….......
18
3.
Pengaruh starter solution terhadap jumlah cabang tanaman cabai …..
20
4.
Pengaruh genotipe cabai terhadap jumlah cabang tanaman cabai …...
21
5.
Pengaruh starter solution terhadap tinggi tanaman cabai …................
22
6.
Pengaruh genotipe cabai terhadap tinggi tanaman cabai …..................
23
7.
Pengaruh starter solution terhadap waktu antesis tanaman cabai …....
25
8.
Pengaruh genotipe cabai terhadap waktu antesis tanaman cabai …......
25
9.
Kejadian penyakit pada masing-masing genotipe cabai dengan
pemberian dosis starter solution terhadap infeksi virus …...................
26
10. Pengaruh starter solution terhadap infeksi virus pada tanaman cabai .
27
11. Pengaruh genotipe cabai terhadap infeksi virus …...............................
27
12. Pengaruh starter solution terhadap persentase jumlah buah terinfeksi
Colletotrichum spp. …..........................................................................
28
13. Pengaruh genotipe cabai terhadap persentase jumlah buah terinfeksi
Colletotrichum spp. …..........................................................................
28
14. Pengaruh starter solution terhadap persentase jumlah buah terinfeksi
E. carotovora …....................................................................................
29
15. Pengaruh genotipe cabai terhadap persentase jumlah buah terinfeksi
E.carotovora …......................................................................................
29
16. Pengaruh starter solution terhadap jumlah buah cabai ….....................
30
17. Pengaruh genotipe cabai terhadap jumlah buah cabai …......................
30
18. Pengaruh starter solution terhadap bobot buah cabai ….......................
31
19. Pengaruh genotipe cabai terhadap bobot buah cabai ….........................
31
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Busuk buah akibat infeksi Colletotrichum spp. (A); Gejala layu
bakteri (B); Gejala khas ChiVMV (C, D); Bercak nekrotik akibat
infeksi TMV (E); Bercak nekrotik akibat infeksi CMV (F) ... ..........
10
2.
Persiapan lahan dan bibit yang baru ditanam ... ................................
14
3. Laju pertambahan jumlah daun dengan perlakuan starter solution
selama 6 minggu pengamatan ... .......................................................
18
4.
Laju pertambahan jumlah daun pada tiga genotipe cabai selama 6
minggu pengamatan ………………………………….....................
19
Laju pertambahan jumlah cabang dengan perlakuan starter
solution selama 6 minggu pengamatan ……………………............
20
Laju pertambahan jumlah cabang pada tiga genotipe cabai selama
6 minggu pengamatan …………………………………..................
21
7. Laju pertambahan tinggi tanaman dengan perlakuan starter solution
selama 6 minggu pengamatan ... .......................................................
23
5.
6.
8.
9.
Laju pertambahan tinggi tanaman pada tiga genotipe cabai selama
6 minggu pengamatan ………………………………......................
24
Gejala buah yang terinfeksi dan konidia Colletotrichum spp. …….
27
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah daun selama enam minggu pengamatan …….........
36
2. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah daun saat 1 MST .................................................. ..
36
3.
Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah daun saat 2 MST .................................................. ..
36
Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah daun saat 3 MST .................................................. ..
36
Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah daun saat 4 MST .................................................. ..
37
6. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah daun saat 5 MST ................................................. ...
37
7. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah daun saat 6 MST .................................................. ..
37
4.
5.
8.
Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah cabang selama enam minggu pengamatan …….....
37
9. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah cabang 1 MST ..................................................... ...
38
10. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah cabang 2 MST ..................................................... ...
38
11. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah cabang 3 MST ...................................................... ..
38
12. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah cabang 4 MST ...................................................... ..
38
13. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah cabang 5 MST ...................................................... ..
39
14. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah cabang 6 MST ………………………………….....
39
15. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap tinggi tanaman selama enam minggu pengamatan .......... ..
39
16. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap tinggi tanaman saat 1 MST .............................................. ..
39
17. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap tinggi tanaman saat 2 MST .............................................. ..
40
18. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap tinggi tanaman saat 3 MST .............................................. ..
40
ix
19. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap tinggi tanaman saat 4 MST .............................................. ...
40
20. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap tinggi tanaman saat 5 MST ............................................... ..
40
21. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap tinggi tanaman saat 6 MST …………………………….....
41
22. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap tinggi tanaman saat 7 MST .............................................. ...
41
23. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap tinggi tanaman saat 8 MST .............................................. ...
41
24. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap waktu antesis ..................................................................... ..
41
25. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap infeksi CMV ..................................................................... ..
42
26. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap infeksi ChiVMV ……………………………………….....
42
27. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap infeksi TMV ………………………………………...........
42
28. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap infeksi Colletotrichum spp. ............................................... ..
42
29. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap infeksi Erwinia cartovora ................................................. ..
43
30. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah buah per tanaman .................................................. ..
43
31. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap bobot buah per tanaman ................................................... ...
43
32. Karakteristik cabai yang digunakan ................................................ ..
44
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae),
dengan nama ilmiah Capsicum spp. Diperkirakan terdapat 20 spesies anggota
genus Capsicum yang sebagian besar tumbuh di tempat asalnya, di Benua
Amerika. Jenis cabai yang umum dibudidayakan secara komersial dan berkembang di Indonesia terdiri atas dua spesies utama, yaitu cabai besar
(C. annuum) dan cabai kecil (C. frustescens). Jenis cabai besar yang banyak
ditanam di Indonesia terdiri atas cabai merah, cabai keriting, dan cabai paprika
(Setiadi 2008).
Permasalahan budidaya tanaman cabai dapat terjadi mulai dari fase benih
sampai fase pembentukan buah. Beberapa masalah penting yang dapat merugikan
komoditas ini antara lain kualitas benih, gangguan hama dan penyakit tanaman,
dan teknik budi daya yang kurang tepat. Penyakit tanaman merupakan salah satu
bentuk kerugian yang berpengaruh langsung pada hasil tanaman, karena dapat
menurunkan jumlah dan mutu produksi cabai.
Beberapa penyakit penting yang berpengaruh terhadap produksi cabai
adalah layu bakteri (Ralstonia solanacearum), busuk bakteri pada buah (Erwinia
carotovora), belang dan mosaik pada daun (Chilli veinal mottle virus, Cucumber
mosaic virus, Tobacco mosaic virus), dan antraknosa pada buah (Colletotrichum
spp.) (Prajnanta 2007).
Layu bakteri lebih banyak ditemukan pada tanaman cabai di dataran
rendah dibandingkan di dataran tinggi. Gejala pada tanaman ditandai dengan kelayuan pada beberapa daun muda atau menguningnya daun tua sebelah bawah.
Pada tingkat permulaan sering terjadi kelayuan sebagian, terutama pada bagian
daun. Bagian yang tidak layu dapat berkembang terus sehingga daun menjadi
tidak simetris (Semangun 2006). Bakteri E. carotovora merupakan penyebab
busuk buah yang penting pada cabai. Gejala yang disebabkan oleh bakteri ini
mula-mula terjadi cedera yang meluas dengan cepat, menjadi bercak lunak, akhirnya busuk basah yang umumnya menimbulkan bau tidak enak (Semangun 2006).
2
Penyakit penting tanaman cabai juga terdapat di bagian daun yang ditandai
dengan gejala daun mengecil, keriting, dan mosaik. Gejala tersebut disebabkan
oleh kelompok virus, diantaranya Chilli veinal mottle virus (ChiVMV), Cucumber
mosaic virus (CMV), dan Tobacco mosaic virus (TMV). Penyebaran penyakit tersebut dibantu oleh serangga penular (vektor) seperti kutu daun. Tanaman cabai
yang terserang virus sering kali mampu bertahan hidup, tetapi sedikit menghasilkan buah (Prajnanta 1999). Penyakit penting lainnya adalah busuk buah cabai,
sering disebut penyakit antraknosa atau “patek”. Antraknosa merupakan penyakit
penting saat tanaman berada pada fase pembuahan. Penyakit ini disebabkan oleh
cendawan Colletotrichum spp. Infeksi patogen dapat terjadi saat buah masih hijau,
sampai buah cukup masak. Gejala awal ditandai dengan bercak-bercak kecil pada
buah, kemudian bercak meluas dan cekung, ditandai dengan lingkaran konsentris
(Jones 1997).
Untuk menanggulangi masalah penyakit tersebut di atas dapat dilakukan
langkah-langkah pencegahan, misalnya dengan memperhatikan kesuburan tanah
melalui aplikasi pupuk dan menggunakan beberapa varietas cabai yang resisten.
Kegiatan pemuliaan tanaman berusaha untuk merakit varietas yang resisten
terhadap penyakit utama cabai. Contohnya genotipe C-15 yang merupakan penggaluran dari 0209-4 asal Asia Vegetable Research Development Centre
(AVRDC). Dilaporkan bahwa genotipe C-15 memiliki ketahanan yang tinggi terhadap antraknosa (Syukur et al 2007). Berdasarkan respon terhadap CMV dan
ChiVMV diketahui bahwa tetua IPB C14 dan IPB C10 memiliki respon terhadap
CMV dan ChiVMV sehingga dapat digunakan sebagai tetua donor karakter ketahanan dalam perakitan varietas cabai tahan CMV dan ChiVMV (Riyanto 2007).
Selain itu, aplikasi pupuk dengan kadar tinggi dapat digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan awal dan hasil produksi tanaman. Salah satu metode pemupukan
selain pupuk organik adalah aplikasi starter solution atau larutan pupuk formula.
Larutan pupuk formula dapat menyediakan nutrisi bagi tanaman muda sebelum
sistem perakarannya terbentuk sempurna dan membantu menyediakan unsur hara
yang digunakan tanaman untuk pertumbuhan serta dapat meningkatkan hasil
panen tanaman (AVRDC 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2007) menunjukkan bahwa aplikasi starter solution dapat meningkatkan tinggi tanaman,
3
jumlah dan bobot buah tanaman cabai yang dihasilkan. Dilaporkan juga
bahwa aplikasi starter solution dapat menurunkan serangan layu bakteri sampai
16%. Potensi starter solution sebagai komponen pemicu pertumbuhan dan
ketahanan tanaman terhadap penyakit perlu diteliti lebih lanjut.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari karakter agronomi dan kejadian
penyakit penting pada tiga genotipe cabai (IPB C10, IPB C5 dan Kopay) yang
diberi perlakuan starter solution dengan konsentrasi yang berbeda (0 g/l, 15 g/l,
dan 30 g/l).
Hipotesis
Hipotesis penelitian ini yaitu (1) semakin tinggi konsentrasi starter
solution akan meningkatkan jumlah daun, jumlah cabang, tinggi tanaman, jumlah
buah dan bobot buah saat panen, serta mempercepat waktu antesis; (2) semakin
tinggi konsentrasi starter solution akan meningkatkan ketahanan tanaman cabai
terhadap penyakit.
Manfaat
Aplikasi starter solution yang tepat pada tanaman cabai diharapkan dapat
menjadi rekomendasi bagi para petani, khususnya petani cabai, dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen.
TINJAUAN PUSTAKA
Asal Usul dan Botani Tanaman Cabai
Tanaman cabai menurut sejarahnya berasal dari Ancon dan Huaca Prieta
di Peru. Dalam perkembangan selanjutnya, cabai menyebar ke daerah tropis
Benua Amerika bagian tengah dan selatan, bahkan sampai ke Meksiko. Kapan
masuknya cabai ke Indonesia belum ditemukan keterangan yang pasti. Sampai
saat ini tanaman cabai merupakan salah satu jenis sayuran yang telah sangat membudaya di kalangan petani. Sentra produksi cabai tidak hanya di Pulau Jawa, tetapi
juga mulai dikembangkan di luar Pulau Jawa (Prajnanta 2007).
Cabai termasuk tanaman semusim, berbentuk perdu atau setengah perdu,
mempunyai sistem perakaran agak menyebar, batang utama tumbuh tegak dan
pangkalnya berkayu. Daun tumbuh secara tunggal dengan bentuk sangat bervariasi, yaitu lancip sampai bulat telur dan ujungnya runcing. Bentuk bunga cabai
besar, umumnya tunggal, yang keluar dari ketiak-ketiak daun. Daun bunga berwarna putih atau ungu, dan mempunyai lima benang sari serta satu buah putik.
Penyerbukan dapat berlangsung secara silang ataupun menyerbuk sendiri, dan
buah yang terbentuk umumnya tunggal. Struktur buah cabai secara umum, terdiri
atas kulit, daging buah, dan di dalamnya terdapat sebuah plasenta (tempat biji menempel secara tersusun). Cabai kecil termasuk tanaman perdu dan berbunga
majemuk dan dapat tumbuh dua sampai tiga tahun. Tiap tandan bunga terdiri atas
banyak bunga, dan ukuran buah yang berbentuk kecil, tersusun secara berkelompok (Prajnanta 2007).
Syarat Tumbuh Tanaman Cabai
Ketinggian suatu daerah menentukan jenis cabai yang akan ditanam. Cabai
ditanam mulai dari ketinggian permukaan laut hingga 13.000 m, peka terhadap
bunga es dan memerlukan cuaca panas dan periode pertumbuhan panjang untuk
menjadi produktif. Suhu siang rata-rata 20-25oC, pertumbuhan tanaman meningkat ketika suhu malam tidak melebihi 20oC (Rubatzky 1999).
Air sangat penting bagi tanaman cabai. Fungsi air adalah sebagai pelarut
unsur hara yang terdapat di dalam tanah, sebagai media pengangkut unsur hara ke
5
organ tanaman, serta pengisi cairan tubuh tanaman (Prajnanta 2007). Keberadaan
air harus sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tanaman. Lahan pertanaman yang
mengalami kekurangan air akan menyebabkan aerasi udara dalam tanah menjadi
terganggu dan suplai oksigen dalam tanah tidak lancar. Sebaliknya bila lahan pertanaman mengalami kelebihan air maka tanah menjadi sangat lembab. Oleh
karena itu kandungan air dalam tanah harus diperhatikan dengan mempertimbangkan lokasi penanamannya. Bila di lahan sawah, sebaiknya cabai ditanam pada
akhir musim hujan. Sebaliknya bila di lahan tegal, sebaiknya cabai ditanam pada
akhir musim kemarau (Setiadi 2008).
Tanah merupakan tempat tumbuh tanaman. Oleh karena itu, tanah harus
subur dan kaya akan bahan organik. Derajat kemasaman (pH) tanah yang sesuai
untuk budi daya cabai berkisar antara 5.5-6.8 dengan pH optimum 6.0-6.5. Derajat
kemasaman tanah merupakan faktor penting yang harus dipahami sebelum
dilakukan teknis budi daya (Prajnanta 2007). Tanah yang memenuhi syarat ialah
tanah yang menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Sementara
itu, kandungan bahan baku diperoleh dari udara dan air. Oleh karena itu tanah
harus diolah dahulu agar sirkulasi udara dan peresapan air dalam tanah menjadi
lancar meskipun unsur hara sudah ada dalam tanah. Bila unsur hara tidak tersedia
dalam jumlah yang cukup maka diperlukan bahan tambahan berupa pupuk, baik
berupa pupuk alam atau organik maupun pupuk buatan atau anorganik. Oleh
karena hanya sebagai bahan tambahan maka pemberian pupuk melalui tanah harus
disesuaikan dengan kondisi kandungan hara dalam tanah. Pemberian pupuk tanpa
dosis akan berdampak negatif pada tanah dan tanaman (Setiadi 2008).
Budidaya Tanaman Cabai
Budidaya tanaman cabai diawali dengan penyiapan lahan, kemudian
disusul dengan penyiapan benih atau pembibitan. Proses penyiapan lahan dimulai
dari pembukaan lahan sampai pengolahan tanah. Pembukaan lahan merupakan
pembersihan lahan dari segala macam gulma dan akar-akar pertanaman sebelumnya. Tujuannya adalah untuk memudahkan perakaran tanaman berkembang dan
menghilangkan tumbuhan inang bagi hama dan penyakit yang mungkin ada
(Prajnanta 2007). Dua minggu setelah pembersihan lahan, tanah sudah dapat
6
diolah. Tahapan pengolahan lahan bertujuan mengubah struktur tanah yang padat
dan keras menjadi struktur tanah yang gembur, sesuai perkembangan akar tanaman cabai, menstabilkan peredaran air, udara, dan suhu di dalam tanah. Untuk menjadikan struktur tanah yang gembur diperlukan beberapa proses, yaitu pembajakan, pengeringan, dan akhirnya pembuatan bedengan kasar. Sebelum tanah
dibajak, tanah digenangi sehari semalam agar tanah menjadi lunak dan tidak
melekat pada mata bajak bila dilakukan pembajakan. Untuk tanaman cabai, kedalaman bajakan berkisar 15-20 cm jika dilakukan pada lahan bekas pertanaman
palawija. Setelah pembajakan, lahan digenangi. Selanjutnya secara bertahap lahan
dikeringkan selama 5-7 hari. Bongkahan atau gumpalan tanah yang mengalami
proses dari basah ke kering dan sebaliknya akan membentuk struktur tanah yang
gembur. Tanah yang gembur sudah dapat dibentuk menjadi bedengan-bedengan
kasar. Bedengan ini bertujuan sebagai tempat penanaman cabai. Ukuran bedengan
yang sesuai yaitu panjang 10-12 m, lebar 110-120 cm, tinggi 30-40 cm saat
musim kemarau dan 50-70 cm di musim hujan, lebar parit 50-55 cm di musim
kemarau dan 60-70 cm saat musim hujan. Panjang bedengan tidak lebih dari 12 m
supaya memudahkan pemeliharaan tanaman. Lebar bedengan dibuat 110-120 cm
karena digunakan untuk dua baris tanaman. Tinggi dan lebar parit disesuaikan
dengan musim. Saat musim hujan bedengan lebih tinggi supaya perakaran tanaman tidak terendam air dalam waktu yang lama dan pembuangan airnya lancar. Air
yang berlebihan akan menyulitkan akar untuk bernapas (Prajnanta 2007).
Bersamaan dengan terbentuknya bedengan kasar, dilakukan penyiapan
benih dan pembibitan di persemaian. Benih cabai disemai satu per satu dalam tray
semai. Sebelum benih cabai disemai, tray semai diisi dengan media campuran
tanah dan pupuk kandang yang sudah halus. Tanah yang digunakan harus kering.
Tujuan pemberian pupuk kandang pada media semai adalah untuk menyediakan
unsur hara, baik unsur makro (N, P, dan K) serta unsur mikro (Cu, Cl, B, Mo, Mn,
dan Zn). Pupuk kandang juga dapat memperbaiki struktur tanah sehingga tanah
men-jadi gembur. Benih cabai dimasukkan satu per satu, kemudian ditutup
dengan tanah tipis. Semua tray semai yang telah diisi benih cabai diatur rapi, dan
segera dilindungi dengan menggunakan atap dari plastik bening yang ditopang
7
bilah bambu. Selama bibit dipersemaian, kegiatan rutin pemeliharaan adalah
penyiraman 1-2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari (Prajnanta 2007).
Sebelum melakukan pindah tanam, bedengan ditutup dengan mulsa plastik
dan dibuatkan lubang tanam. Jarak tanam untuk tanaman cabai adalah 50-60 cm x
60-70 cm. Untuk membuat lubang tanam menggunakan kaleng bekas yang sudah
dilubangi dan diisi arang panas. Penggunaan alat ini dilakukan dengan cara
menempelkan ujung bawah kaleng sesuai jarak tanam yang telah ditetapkan
(Setiadi 2008).
Waktu pindah tanam yang baik adalah pagi hari atau saat udara sejuk,
tidak terlalu panas dan bibit cabai telah berumur 18-21 hari setelah penyemaian
atau sudah mempunyai 3-4 helai daun. Bibit cabai yang siap dipindahtanamkan
disiram secukupnya. Sebagian tanah pada lubang tanam dibuang kira-kira seukuran media semai. Kemudian, bibit dimasukkan bersamaan dengan media semainya.
Bibit cabai yang telah ditanam segera disiram sampai tanahnya cukup basah
(Prajnanta 2007).
Kegiatan pokok pemeliharaan tanaman meliputi pemasangan ajir,
penyiraman, perempelan tunas dan cabang, dan pemupukan tambahan (susulan).
Untuk menopang pertumbuhan tanaman agar kuat dan kokoh serta tidak rebah
perlu dipasang ajir dari bilah bambu. Fase awal pertumbuhan atau saat tanaman
cabai masih menyesuaikan diri terhadap lingkungan membutuhkan penyiraman
secara rutin tiap hari, terutama di musim kemarau. Perempelan berguna dalam merangsang pertumbuhan tunas-tunas dan percabangan di atasnya yang lebih banyak
dan produktif menghasilkan buah yang lebat (Rukmana 1996). Tanaman cabai
tetap perlu diberi pupuk tambahan agar pertumbuhannya menjadi subur. Jenis
pupuk yang digunakan pada fase pertumbuhan vegetatif aktif adalah pupuk daun
yang kandungan nitrogennya tinggi, misalnya Gandasil D. Gandasil D adalah
pupuk daun lengkap dengan komposisi Nitrogen 20% (N total), Fosfor 15%
(P2O5), Kalium 15% (K2O), dan magnesium 1% (MgSO4). Pupuk tersebut dapat
digunakan sebagai starter solution. Starter solution merupakan campuran antara
pupuk yang mudah larut dengan menggunakan air (pupuk kocor) diaplikasikan
pada tanaman saat fase vegetatif. Kandungan dalam pupuk kocor ini mudah larut
dalam air dan cepat diserap oleh tanaman. Studi yang dilakukan di AVRDC telah
8
menunjukkan bahwa penggunaan suplemen NPK cair sebagai starter solution
untuk pertumbuhan vegetatif dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman famili
Solanaceae (AVRDC 2004). Pupuk starter solution memberikan nutrisi penting
untuk tanaman pada fase vegetatif sebelum terbentuknya sistem perakaran yang
kuat (AVRDC 2004).
Penyakit Penting pada Tanaman Cabai
Penyakit utama tanaman cabai dapat disebabkan oleh virus, bakteri, dan
cendawan. Diantara penyakit utama tanaman cabai yang sering dilaporkan adalah
antraknosa pada buah (Collectrotichum spp.), layu bakteri pada batang (Ralstonia
solanacearum), busuk bakteri pada buah (Erwinia carotovora), mosaik pada daun
(Chilli veinal mottle virus, Cucumber mottle virus, dan Tobacco mosaic virus)
(Semangun 2007).
Penyakit antraknosa dapat timbul pada daun muda, batang, dan buah.
Terjadi infeksi laten, dimana cendawan masuk ke dalam beberapa sel kulit dan
tidak berkembang terus. Cendawan baru akan berkembang dan membentuk bercak
setelah buah matang (Semangun 2006). Infeksi pada buah ditandai dengan adanya
bercak kecil, bulat cekung dengan diameter 30 mm. Bagian tengah bercak
menjadi
kecokelatan
sementara
jaringan
di
bawah
bercak
dikelilingi dengan bintik-bintik kehitaman yang kemudian menyatu, pada akhirnya menyebabkan busuk pada buah (Gambar 1A). Serangan berat akan
menyebabkan buah cabai mengerut dan mengering. Colletotrichum memiliki
jangkauan terluas di antara tanaman inang famili Solanaceae (Cerkauskas 2004a).
Gejala layu bakteri dimulai pada daun termuda saat siang hari. Tanaman
dapat segar kembali pada malam hari di bawah suhu yang lebih dingin. Beberapa
hari kemudian mulai menunjukkan gejala layu permanen (Cerkauskas 2004c).
Pada bagian yang menjadi layu daging daun di antara tulang-tulang daun atau tepi
daun menguning dan mengering (Gambar 1B). Akhirnya seluruh daun layu, dan
tanaman mati. Kalau tanaman yang terinfeksi R. solanacearum dicabut, tampak
bahwa sebagian atau seluruh akarnya berwarna cokelat dan busuk (Semangun
2006.
9
Erwinia carotovora menyebabkan busuk lunak, nekrosis, dan kelayuan.
Gejala yang disebabkan oleh bakteri ini yaitu mula-mula terjadi cedera yang
meluas dengan cepat, menjadi bercak lunak, akhirnya busuk basah yang umumnya
berbau tidak enak (Semangun 2006). Serangan berat dapat menyebabkan buah
rontok.
Gejala umum penyakit yang disebabkan oleh ChiVMV adalah daun
mengecil, keriting, dan mosaik (Gambar 1C). Tanaman terinfeksi mempunyai
daun-daun muda yang tulang-tulang daunnya lebih pucat daripada biasa (veinclearing), sering bentuknya melengkung. Gejala khas ChiVMV adalah adanya
belang berwarna hijau kegelapan di sekitar tulang daun (Gambar 1F). Tanaman
muda yang terinfeksi virus ini dapat mengalami kekerdilan. Banyak bunga yang
berguguran dan abnormalitas pada buah yang dihasilkan. Gejala seperti itu dapat
menyebabkan kehilangan hasil yang sangat berarti. Penyebaran ChiVMV dibantu
oleh kutu daun Myzus persicae. Seekor kutu daun yang terinfeksi virus dari
tanaman sakit dapat menularkan virus dengan cepat (Cerkauskas 2004d).
Infeksi CMV menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman. Daun
dapat mengkerut dan munculnya bercak nekrotik yang meluas, akibatnya daun
mudah bergugu
GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP
PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT
PENTING CABAI
Triyani Dumaria
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
ABSTRAK
TRIYANI DUMARIA. Pengaruh Aplikasi Starter Solution pada Tiga
Genotipe Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Pertumbuhan Tanaman serta
Kejadian Penyakit Penting Cabai. Dibimbing oleh SRI HENDRASTUTI
HIDAYAT dan MUHAMAD SYUKUR.
Permasalahan budidaya tanaman cabai dapat terjadi mulai dari fase benih
sampai fase pembentukan buah. Beberapa masalah penting yang dapat merugikan
komoditas ini antara lain kualitas benih, gangguan hama dan penyakit tanaman,
dan teknik budi daya yang kurang tepat. Untuk menanggulangi masalah penyakit
tersebut di atas dapat dilakukan langkah-langkah pengendalian, misalnya dengan
memperhatikan kesuburan tanah melalui aplikasi pupuk dan menggunakan
beberapa genotipe cabai yang resisten. Salah satu metode pemupukan selain
pupuk organik adalah aplikasi starter solution atau larutan pupuk pemula. Tujuan
penelitian ini adalah mengamati karakter agronomi dan kejadian penyakit utama
pada tiga genotipe tanaman cabai (Kopay, IPB C10, dan IPB C5) yang diberi
perlakuan starter solution dengan konsentrasi yang berbeda (0 g/l, 15 g/l, dan 30
g/l). Dalam penelitian ini digunakan rancangan petak terbagi (split plot design)
rancangan acak kelompok dengan starter solution sebagai petak utama dan
genotipe cabai sebagai anak petak. Tiga taraf petak utama yaitu konsentrasi 0 g/l,
15 g/l, dan 30 g/l. Tiga taraf anak petak yaitu genotipe IPB C5 dan IPB C10, serta
varietas Kopay. Terdapat sembilan kombinasi perlakuan, masing-masing
perlakuan terdiri dari tiga kelompok, sehingga terdapat 27 satuan percobaan.
Masing-masing satuan percobaan terdiri dari 20 tanaman, dengan jumlah
keseluruhan adalah 540 tanaman uji. Konsentrasi starter solution selama enam
minggu pengamatan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap beberapa
komponen fase vegetatif tanaman yang mencakup jumlah daun dan tinggi
tanaman, tetapi berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang dan waktu antesis.
Walaupun demikian perlakuan starter solution dengan konsentrasi 15 g/l dan 30
g/l dapat meningkatkan komponen fase vegetatif tanaman. Dapat disimpulkan
bahwa dua genotipe (IPB C5 dan IPB C10) dan satu varietas (Kopay) cabai yang
digunakan memiliki karakter agronomi yang berbeda berdasarkan pengukuran
jumlah daun, jumlah cabang, dan tinggi tanaman. Potensi produksi genotipe IPB
C5 lebih tinggi dibandingkan genotipe IPB C10 dan varietas Kopay. Konsentrasi
starter solution tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kejadian
penyakit. Perkembangan penyakit sangat ditentukan oleh genotipe cabai. Genotipe
IPB C5 lebih banyak terinfeksi oleh Colletotrichum spp. dan Erwinia carotovora,
sementara genotipe Kopay lebih banyak terinfeksi oleh CMV dan ChiVMV.
Kejadian penyakit antraknosa, CMV dan TMV pada genotipe IPB C10 cenderung
lebih rendah dibandingkan kedua genotipe yang lain.
PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA
GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP
PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT
PENTING CABAI
Triyani Dumaria
A34053864
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
HALAMAN PENGESAHAN
Judul
: PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA
TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.)
TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA
KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI
Nama
: Triyani Dumaria
NIM
: A34053864
Menyetujui
Pembimbing I,
Pembimbing II,
(Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, MSc)
(Dr. Muhamad Syukur, SP, MSi)
NIP: 19610708 198603 2 001
NIP: 19720102 200003 1 001
Mengetahui:
Ketua Departemen,
(Dr. Ir. Dadang, MSc)
NIP : 19640204 199002 1 002
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
TRIYANI DUMARIA, selaku penulis penelitian ini, dilahirkan pada
tanggal 15 Agustus 1986 di Jakarta. Penulis adalah anak ketiga dari tiga
bersaudara, yang merupakan anak dari pasangan Purba Tagor Pardosi dan
Tiodorlina Saragih.
Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat sekolah menengah umum di
SMU Negeri 98 Jakarta pada tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan studi di
Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 dan mendaftarkan diri sebagai
mahasiswa di Departemen Proteksi Tanaman pada tahun 2006.
PRAKATA
Puji syukur atas berkat dan kasih karunia Tuhan Yesus Kristus yang
senantiasa diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir
yang berjudul Pengaruh Aplikasi Starter Solution pada Tiga Genotipe Cabai
(Capsicum annuum L.) terhadap Pertumbuhan Tanaman serta Kejadian Penyakit
Penting Cabai. Penulisan ini bertujuan untuk mengamati karakter agronomi dan
kejadian penyakit penting pada dua genotipe dan satu varietas tanaman cabai yang
diberi perlakuan starter solution dengan konsentrasi yang berbeda dan diharapkan
sebagai rekomendasi bagi para petani dalam budidaya tanaman cabai.
Terimakasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat,
M.Sc dan Dr. Muhamad Syukur, SP, M.Si atas bimbingan dan arahan yang
diberikan mulai dari penyusunan, perencanaan, dan pelaksanaan penelitian hingga
selesai penulisan. Terimakasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Widodo, M.Sc
atas masukan dan saran selama penelitian, serta ijin pemakaian lahan penanaman
cabai di Cibatok.
Penghargaan penulis sampaikan kepada kedua orangtua dan kakak yang
telah mengasuh, membimbing, mendukung, dan mendoakan selama penulis menempuh studi.
Rasa terima kasih juga ditujukan kepada Bapak Usnadi, Bapak Wahyu,
dan para petani yang sudah membantu di lahan; teknisi Laboratorium Virologi dan
Laboratorium Pemuliaan Tanaman; teman-teman penulis yaitu Bontor Irvan,
Mira, Huda, Wiwin, Lulu, Apri, Juning Tyas, Sri Maria, dan mbak Nana atas
dukungan dan bantuan yang diberikan.
Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih banyak
kekurangan untuk itu berbagai kritik dan saran sangat diharapkan untuk
penyempurnaannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Bogor, 15 Februari 2010
Triyani Dumaria
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
viii
PENDAHULUAN ..................................................................................
1
Latar Belakang ...............................................................................
1
Tujuan Penelitian ...........................................................................
3
Hipotesis Penelitian ........................................................................
3
Manfaat Penelitian .........................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
4
Asal Usul dan Botani Tanaman Cabai ...........................................
4
Syarat Tumbuh Tanaman Cabai .....................................................
4
Budidaya Tanaman Cabai ..............................................................
5
Penyakit Penting pada Tanaman Cabai ..........................................
8
Pengendalian Penyakit Tanaman Cabai .........................................
10
BAHAN DAN METODE .......................................................................
9
Tempat dan Waktu .........................................................................
12
Bahan dan Alat ...............................................................................
12
Metode Penelitian ..........................................................................
Penyemaian Benih Cabai .........................................................
Persiapan Lahan .......................................................................
Pembuatan Starter Solution .....................................................
Penanaman Bibit ke Lahan ......................................................
Pemanenan ...............................................................................
Pengamatan ..............................................................................
Rancangan Percobaan dan Analisis Data .................................
13
13
13
13
14
14
15
16
HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................
17
KESIMPULAN .......................................................................................
33
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
34
LAMPIRAN ............................................................................................
36
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
Pengaruh starter solution terhadap jumlah daun tanaman cabai …......
17
2.
Pengaruh genotipe cabai terhadap jumlah daun tanaman cabai ….......
18
3.
Pengaruh starter solution terhadap jumlah cabang tanaman cabai …..
20
4.
Pengaruh genotipe cabai terhadap jumlah cabang tanaman cabai …...
21
5.
Pengaruh starter solution terhadap tinggi tanaman cabai …................
22
6.
Pengaruh genotipe cabai terhadap tinggi tanaman cabai …..................
23
7.
Pengaruh starter solution terhadap waktu antesis tanaman cabai …....
25
8.
Pengaruh genotipe cabai terhadap waktu antesis tanaman cabai …......
25
9.
Kejadian penyakit pada masing-masing genotipe cabai dengan
pemberian dosis starter solution terhadap infeksi virus …...................
26
10. Pengaruh starter solution terhadap infeksi virus pada tanaman cabai .
27
11. Pengaruh genotipe cabai terhadap infeksi virus …...............................
27
12. Pengaruh starter solution terhadap persentase jumlah buah terinfeksi
Colletotrichum spp. …..........................................................................
28
13. Pengaruh genotipe cabai terhadap persentase jumlah buah terinfeksi
Colletotrichum spp. …..........................................................................
28
14. Pengaruh starter solution terhadap persentase jumlah buah terinfeksi
E. carotovora …....................................................................................
29
15. Pengaruh genotipe cabai terhadap persentase jumlah buah terinfeksi
E.carotovora …......................................................................................
29
16. Pengaruh starter solution terhadap jumlah buah cabai ….....................
30
17. Pengaruh genotipe cabai terhadap jumlah buah cabai …......................
30
18. Pengaruh starter solution terhadap bobot buah cabai ….......................
31
19. Pengaruh genotipe cabai terhadap bobot buah cabai ….........................
31
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Busuk buah akibat infeksi Colletotrichum spp. (A); Gejala layu
bakteri (B); Gejala khas ChiVMV (C, D); Bercak nekrotik akibat
infeksi TMV (E); Bercak nekrotik akibat infeksi CMV (F) ... ..........
10
2.
Persiapan lahan dan bibit yang baru ditanam ... ................................
14
3. Laju pertambahan jumlah daun dengan perlakuan starter solution
selama 6 minggu pengamatan ... .......................................................
18
4.
Laju pertambahan jumlah daun pada tiga genotipe cabai selama 6
minggu pengamatan ………………………………….....................
19
Laju pertambahan jumlah cabang dengan perlakuan starter
solution selama 6 minggu pengamatan ……………………............
20
Laju pertambahan jumlah cabang pada tiga genotipe cabai selama
6 minggu pengamatan …………………………………..................
21
7. Laju pertambahan tinggi tanaman dengan perlakuan starter solution
selama 6 minggu pengamatan ... .......................................................
23
5.
6.
8.
9.
Laju pertambahan tinggi tanaman pada tiga genotipe cabai selama
6 minggu pengamatan ………………………………......................
24
Gejala buah yang terinfeksi dan konidia Colletotrichum spp. …….
27
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah daun selama enam minggu pengamatan …….........
36
2. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah daun saat 1 MST .................................................. ..
36
3.
Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah daun saat 2 MST .................................................. ..
36
Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah daun saat 3 MST .................................................. ..
36
Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah daun saat 4 MST .................................................. ..
37
6. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah daun saat 5 MST ................................................. ...
37
7. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah daun saat 6 MST .................................................. ..
37
4.
5.
8.
Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah cabang selama enam minggu pengamatan …….....
37
9. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah cabang 1 MST ..................................................... ...
38
10. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah cabang 2 MST ..................................................... ...
38
11. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah cabang 3 MST ...................................................... ..
38
12. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah cabang 4 MST ...................................................... ..
38
13. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah cabang 5 MST ...................................................... ..
39
14. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah cabang 6 MST ………………………………….....
39
15. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap tinggi tanaman selama enam minggu pengamatan .......... ..
39
16. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap tinggi tanaman saat 1 MST .............................................. ..
39
17. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap tinggi tanaman saat 2 MST .............................................. ..
40
18. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap tinggi tanaman saat 3 MST .............................................. ..
40
PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA
GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP
PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT
PENTING CABAI
Triyani Dumaria
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
ABSTRAK
TRIYANI DUMARIA. Pengaruh Aplikasi Starter Solution pada Tiga
Genotipe Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Pertumbuhan Tanaman serta
Kejadian Penyakit Penting Cabai. Dibimbing oleh SRI HENDRASTUTI
HIDAYAT dan MUHAMAD SYUKUR.
Permasalahan budidaya tanaman cabai dapat terjadi mulai dari fase benih
sampai fase pembentukan buah. Beberapa masalah penting yang dapat merugikan
komoditas ini antara lain kualitas benih, gangguan hama dan penyakit tanaman,
dan teknik budi daya yang kurang tepat. Untuk menanggulangi masalah penyakit
tersebut di atas dapat dilakukan langkah-langkah pengendalian, misalnya dengan
memperhatikan kesuburan tanah melalui aplikasi pupuk dan menggunakan
beberapa genotipe cabai yang resisten. Salah satu metode pemupukan selain
pupuk organik adalah aplikasi starter solution atau larutan pupuk pemula. Tujuan
penelitian ini adalah mengamati karakter agronomi dan kejadian penyakit utama
pada tiga genotipe tanaman cabai (Kopay, IPB C10, dan IPB C5) yang diberi
perlakuan starter solution dengan konsentrasi yang berbeda (0 g/l, 15 g/l, dan 30
g/l). Dalam penelitian ini digunakan rancangan petak terbagi (split plot design)
rancangan acak kelompok dengan starter solution sebagai petak utama dan
genotipe cabai sebagai anak petak. Tiga taraf petak utama yaitu konsentrasi 0 g/l,
15 g/l, dan 30 g/l. Tiga taraf anak petak yaitu genotipe IPB C5 dan IPB C10, serta
varietas Kopay. Terdapat sembilan kombinasi perlakuan, masing-masing
perlakuan terdiri dari tiga kelompok, sehingga terdapat 27 satuan percobaan.
Masing-masing satuan percobaan terdiri dari 20 tanaman, dengan jumlah
keseluruhan adalah 540 tanaman uji. Konsentrasi starter solution selama enam
minggu pengamatan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap beberapa
komponen fase vegetatif tanaman yang mencakup jumlah daun dan tinggi
tanaman, tetapi berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang dan waktu antesis.
Walaupun demikian perlakuan starter solution dengan konsentrasi 15 g/l dan 30
g/l dapat meningkatkan komponen fase vegetatif tanaman. Dapat disimpulkan
bahwa dua genotipe (IPB C5 dan IPB C10) dan satu varietas (Kopay) cabai yang
digunakan memiliki karakter agronomi yang berbeda berdasarkan pengukuran
jumlah daun, jumlah cabang, dan tinggi tanaman. Potensi produksi genotipe IPB
C5 lebih tinggi dibandingkan genotipe IPB C10 dan varietas Kopay. Konsentrasi
starter solution tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kejadian
penyakit. Perkembangan penyakit sangat ditentukan oleh genotipe cabai. Genotipe
IPB C5 lebih banyak terinfeksi oleh Colletotrichum spp. dan Erwinia carotovora,
sementara genotipe Kopay lebih banyak terinfeksi oleh CMV dan ChiVMV.
Kejadian penyakit antraknosa, CMV dan TMV pada genotipe IPB C10 cenderung
lebih rendah dibandingkan kedua genotipe yang lain.
PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA
GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP
PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT
PENTING CABAI
Triyani Dumaria
A34053864
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
HALAMAN PENGESAHAN
Judul
: PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA
TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.)
TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA
KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI
Nama
: Triyani Dumaria
NIM
: A34053864
Menyetujui
Pembimbing I,
Pembimbing II,
(Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, MSc)
(Dr. Muhamad Syukur, SP, MSi)
NIP: 19610708 198603 2 001
NIP: 19720102 200003 1 001
Mengetahui:
Ketua Departemen,
(Dr. Ir. Dadang, MSc)
NIP : 19640204 199002 1 002
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
TRIYANI DUMARIA, selaku penulis penelitian ini, dilahirkan pada
tanggal 15 Agustus 1986 di Jakarta. Penulis adalah anak ketiga dari tiga
bersaudara, yang merupakan anak dari pasangan Purba Tagor Pardosi dan
Tiodorlina Saragih.
Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat sekolah menengah umum di
SMU Negeri 98 Jakarta pada tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan studi di
Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 dan mendaftarkan diri sebagai
mahasiswa di Departemen Proteksi Tanaman pada tahun 2006.
PRAKATA
Puji syukur atas berkat dan kasih karunia Tuhan Yesus Kristus yang
senantiasa diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir
yang berjudul Pengaruh Aplikasi Starter Solution pada Tiga Genotipe Cabai
(Capsicum annuum L.) terhadap Pertumbuhan Tanaman serta Kejadian Penyakit
Penting Cabai. Penulisan ini bertujuan untuk mengamati karakter agronomi dan
kejadian penyakit penting pada dua genotipe dan satu varietas tanaman cabai yang
diberi perlakuan starter solution dengan konsentrasi yang berbeda dan diharapkan
sebagai rekomendasi bagi para petani dalam budidaya tanaman cabai.
Terimakasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat,
M.Sc dan Dr. Muhamad Syukur, SP, M.Si atas bimbingan dan arahan yang
diberikan mulai dari penyusunan, perencanaan, dan pelaksanaan penelitian hingga
selesai penulisan. Terimakasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Widodo, M.Sc
atas masukan dan saran selama penelitian, serta ijin pemakaian lahan penanaman
cabai di Cibatok.
Penghargaan penulis sampaikan kepada kedua orangtua dan kakak yang
telah mengasuh, membimbing, mendukung, dan mendoakan selama penulis menempuh studi.
Rasa terima kasih juga ditujukan kepada Bapak Usnadi, Bapak Wahyu,
dan para petani yang sudah membantu di lahan; teknisi Laboratorium Virologi dan
Laboratorium Pemuliaan Tanaman; teman-teman penulis yaitu Bontor Irvan,
Mira, Huda, Wiwin, Lulu, Apri, Juning Tyas, Sri Maria, dan mbak Nana atas
dukungan dan bantuan yang diberikan.
Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih banyak
kekurangan untuk itu berbagai kritik dan saran sangat diharapkan untuk
penyempurnaannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Bogor, 15 Februari 2010
Triyani Dumaria
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
viii
PENDAHULUAN ..................................................................................
1
Latar Belakang ...............................................................................
1
Tujuan Penelitian ...........................................................................
3
Hipotesis Penelitian ........................................................................
3
Manfaat Penelitian .........................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
4
Asal Usul dan Botani Tanaman Cabai ...........................................
4
Syarat Tumbuh Tanaman Cabai .....................................................
4
Budidaya Tanaman Cabai ..............................................................
5
Penyakit Penting pada Tanaman Cabai ..........................................
8
Pengendalian Penyakit Tanaman Cabai .........................................
10
BAHAN DAN METODE .......................................................................
9
Tempat dan Waktu .........................................................................
12
Bahan dan Alat ...............................................................................
12
Metode Penelitian ..........................................................................
Penyemaian Benih Cabai .........................................................
Persiapan Lahan .......................................................................
Pembuatan Starter Solution .....................................................
Penanaman Bibit ke Lahan ......................................................
Pemanenan ...............................................................................
Pengamatan ..............................................................................
Rancangan Percobaan dan Analisis Data .................................
13
13
13
13
14
14
15
16
HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................
17
KESIMPULAN .......................................................................................
33
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
34
LAMPIRAN ............................................................................................
36
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
Pengaruh starter solution terhadap jumlah daun tanaman cabai …......
17
2.
Pengaruh genotipe cabai terhadap jumlah daun tanaman cabai ….......
18
3.
Pengaruh starter solution terhadap jumlah cabang tanaman cabai …..
20
4.
Pengaruh genotipe cabai terhadap jumlah cabang tanaman cabai …...
21
5.
Pengaruh starter solution terhadap tinggi tanaman cabai …................
22
6.
Pengaruh genotipe cabai terhadap tinggi tanaman cabai …..................
23
7.
Pengaruh starter solution terhadap waktu antesis tanaman cabai …....
25
8.
Pengaruh genotipe cabai terhadap waktu antesis tanaman cabai …......
25
9.
Kejadian penyakit pada masing-masing genotipe cabai dengan
pemberian dosis starter solution terhadap infeksi virus …...................
26
10. Pengaruh starter solution terhadap infeksi virus pada tanaman cabai .
27
11. Pengaruh genotipe cabai terhadap infeksi virus …...............................
27
12. Pengaruh starter solution terhadap persentase jumlah buah terinfeksi
Colletotrichum spp. …..........................................................................
28
13. Pengaruh genotipe cabai terhadap persentase jumlah buah terinfeksi
Colletotrichum spp. …..........................................................................
28
14. Pengaruh starter solution terhadap persentase jumlah buah terinfeksi
E. carotovora …....................................................................................
29
15. Pengaruh genotipe cabai terhadap persentase jumlah buah terinfeksi
E.carotovora …......................................................................................
29
16. Pengaruh starter solution terhadap jumlah buah cabai ….....................
30
17. Pengaruh genotipe cabai terhadap jumlah buah cabai …......................
30
18. Pengaruh starter solution terhadap bobot buah cabai ….......................
31
19. Pengaruh genotipe cabai terhadap bobot buah cabai ….........................
31
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Busuk buah akibat infeksi Colletotrichum spp. (A); Gejala layu
bakteri (B); Gejala khas ChiVMV (C, D); Bercak nekrotik akibat
infeksi TMV (E); Bercak nekrotik akibat infeksi CMV (F) ... ..........
10
2.
Persiapan lahan dan bibit yang baru ditanam ... ................................
14
3. Laju pertambahan jumlah daun dengan perlakuan starter solution
selama 6 minggu pengamatan ... .......................................................
18
4.
Laju pertambahan jumlah daun pada tiga genotipe cabai selama 6
minggu pengamatan ………………………………….....................
19
Laju pertambahan jumlah cabang dengan perlakuan starter
solution selama 6 minggu pengamatan ……………………............
20
Laju pertambahan jumlah cabang pada tiga genotipe cabai selama
6 minggu pengamatan …………………………………..................
21
7. Laju pertambahan tinggi tanaman dengan perlakuan starter solution
selama 6 minggu pengamatan ... .......................................................
23
5.
6.
8.
9.
Laju pertambahan tinggi tanaman pada tiga genotipe cabai selama
6 minggu pengamatan ………………………………......................
24
Gejala buah yang terinfeksi dan konidia Colletotrichum spp. …….
27
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah daun selama enam minggu pengamatan …….........
36
2. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah daun saat 1 MST .................................................. ..
36
3.
Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah daun saat 2 MST .................................................. ..
36
Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah daun saat 3 MST .................................................. ..
36
Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah daun saat 4 MST .................................................. ..
37
6. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah daun saat 5 MST ................................................. ...
37
7. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah daun saat 6 MST .................................................. ..
37
4.
5.
8.
Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah cabang selama enam minggu pengamatan …….....
37
9. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah cabang 1 MST ..................................................... ...
38
10. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah cabang 2 MST ..................................................... ...
38
11. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah cabang 3 MST ...................................................... ..
38
12. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah cabang 4 MST ...................................................... ..
38
13. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah cabang 5 MST ...................................................... ..
39
14. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah cabang 6 MST ………………………………….....
39
15. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap tinggi tanaman selama enam minggu pengamatan .......... ..
39
16. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap tinggi tanaman saat 1 MST .............................................. ..
39
17. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap tinggi tanaman saat 2 MST .............................................. ..
40
18. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap tinggi tanaman saat 3 MST .............................................. ..
40
ix
19. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap tinggi tanaman saat 4 MST .............................................. ...
40
20. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap tinggi tanaman saat 5 MST ............................................... ..
40
21. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap tinggi tanaman saat 6 MST …………………………….....
41
22. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap tinggi tanaman saat 7 MST .............................................. ...
41
23. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap tinggi tanaman saat 8 MST .............................................. ...
41
24. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap waktu antesis ..................................................................... ..
41
25. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap infeksi CMV ..................................................................... ..
42
26. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap infeksi ChiVMV ……………………………………….....
42
27. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap infeksi TMV ………………………………………...........
42
28. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap infeksi Colletotrichum spp. ............................................... ..
42
29. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap infeksi Erwinia cartovora ................................................. ..
43
30. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap jumlah buah per tanaman .................................................. ..
43
31. Hasil analisis ragam pengaruh starter solution dan genotipe cabai
terhadap bobot buah per tanaman ................................................... ...
43
32. Karakteristik cabai yang digunakan ................................................ ..
44
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae),
dengan nama ilmiah Capsicum spp. Diperkirakan terdapat 20 spesies anggota
genus Capsicum yang sebagian besar tumbuh di tempat asalnya, di Benua
Amerika. Jenis cabai yang umum dibudidayakan secara komersial dan berkembang di Indonesia terdiri atas dua spesies utama, yaitu cabai besar
(C. annuum) dan cabai kecil (C. frustescens). Jenis cabai besar yang banyak
ditanam di Indonesia terdiri atas cabai merah, cabai keriting, dan cabai paprika
(Setiadi 2008).
Permasalahan budidaya tanaman cabai dapat terjadi mulai dari fase benih
sampai fase pembentukan buah. Beberapa masalah penting yang dapat merugikan
komoditas ini antara lain kualitas benih, gangguan hama dan penyakit tanaman,
dan teknik budi daya yang kurang tepat. Penyakit tanaman merupakan salah satu
bentuk kerugian yang berpengaruh langsung pada hasil tanaman, karena dapat
menurunkan jumlah dan mutu produksi cabai.
Beberapa penyakit penting yang berpengaruh terhadap produksi cabai
adalah layu bakteri (Ralstonia solanacearum), busuk bakteri pada buah (Erwinia
carotovora), belang dan mosaik pada daun (Chilli veinal mottle virus, Cucumber
mosaic virus, Tobacco mosaic virus), dan antraknosa pada buah (Colletotrichum
spp.) (Prajnanta 2007).
Layu bakteri lebih banyak ditemukan pada tanaman cabai di dataran
rendah dibandingkan di dataran tinggi. Gejala pada tanaman ditandai dengan kelayuan pada beberapa daun muda atau menguningnya daun tua sebelah bawah.
Pada tingkat permulaan sering terjadi kelayuan sebagian, terutama pada bagian
daun. Bagian yang tidak layu dapat berkembang terus sehingga daun menjadi
tidak simetris (Semangun 2006). Bakteri E. carotovora merupakan penyebab
busuk buah yang penting pada cabai. Gejala yang disebabkan oleh bakteri ini
mula-mula terjadi cedera yang meluas dengan cepat, menjadi bercak lunak, akhirnya busuk basah yang umumnya menimbulkan bau tidak enak (Semangun 2006).
2
Penyakit penting tanaman cabai juga terdapat di bagian daun yang ditandai
dengan gejala daun mengecil, keriting, dan mosaik. Gejala tersebut disebabkan
oleh kelompok virus, diantaranya Chilli veinal mottle virus (ChiVMV), Cucumber
mosaic virus (CMV), dan Tobacco mosaic virus (TMV). Penyebaran penyakit tersebut dibantu oleh serangga penular (vektor) seperti kutu daun. Tanaman cabai
yang terserang virus sering kali mampu bertahan hidup, tetapi sedikit menghasilkan buah (Prajnanta 1999). Penyakit penting lainnya adalah busuk buah cabai,
sering disebut penyakit antraknosa atau “patek”. Antraknosa merupakan penyakit
penting saat tanaman berada pada fase pembuahan. Penyakit ini disebabkan oleh
cendawan Colletotrichum spp. Infeksi patogen dapat terjadi saat buah masih hijau,
sampai buah cukup masak. Gejala awal ditandai dengan bercak-bercak kecil pada
buah, kemudian bercak meluas dan cekung, ditandai dengan lingkaran konsentris
(Jones 1997).
Untuk menanggulangi masalah penyakit tersebut di atas dapat dilakukan
langkah-langkah pencegahan, misalnya dengan memperhatikan kesuburan tanah
melalui aplikasi pupuk dan menggunakan beberapa varietas cabai yang resisten.
Kegiatan pemuliaan tanaman berusaha untuk merakit varietas yang resisten
terhadap penyakit utama cabai. Contohnya genotipe C-15 yang merupakan penggaluran dari 0209-4 asal Asia Vegetable Research Development Centre
(AVRDC). Dilaporkan bahwa genotipe C-15 memiliki ketahanan yang tinggi terhadap antraknosa (Syukur et al 2007). Berdasarkan respon terhadap CMV dan
ChiVMV diketahui bahwa tetua IPB C14 dan IPB C10 memiliki respon terhadap
CMV dan ChiVMV sehingga dapat digunakan sebagai tetua donor karakter ketahanan dalam perakitan varietas cabai tahan CMV dan ChiVMV (Riyanto 2007).
Selain itu, aplikasi pupuk dengan kadar tinggi dapat digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan awal dan hasil produksi tanaman. Salah satu metode pemupukan
selain pupuk organik adalah aplikasi starter solution atau larutan pupuk formula.
Larutan pupuk formula dapat menyediakan nutrisi bagi tanaman muda sebelum
sistem perakarannya terbentuk sempurna dan membantu menyediakan unsur hara
yang digunakan tanaman untuk pertumbuhan serta dapat meningkatkan hasil
panen tanaman (AVRDC 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2007) menunjukkan bahwa aplikasi starter solution dapat meningkatkan tinggi tanaman,
3
jumlah dan bobot buah tanaman cabai yang dihasilkan. Dilaporkan juga
bahwa aplikasi starter solution dapat menurunkan serangan layu bakteri sampai
16%. Potensi starter solution sebagai komponen pemicu pertumbuhan dan
ketahanan tanaman terhadap penyakit perlu diteliti lebih lanjut.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari karakter agronomi dan kejadian
penyakit penting pada tiga genotipe cabai (IPB C10, IPB C5 dan Kopay) yang
diberi perlakuan starter solution dengan konsentrasi yang berbeda (0 g/l, 15 g/l,
dan 30 g/l).
Hipotesis
Hipotesis penelitian ini yaitu (1) semakin tinggi konsentrasi starter
solution akan meningkatkan jumlah daun, jumlah cabang, tinggi tanaman, jumlah
buah dan bobot buah saat panen, serta mempercepat waktu antesis; (2) semakin
tinggi konsentrasi starter solution akan meningkatkan ketahanan tanaman cabai
terhadap penyakit.
Manfaat
Aplikasi starter solution yang tepat pada tanaman cabai diharapkan dapat
menjadi rekomendasi bagi para petani, khususnya petani cabai, dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen.
TINJAUAN PUSTAKA
Asal Usul dan Botani Tanaman Cabai
Tanaman cabai menurut sejarahnya berasal dari Ancon dan Huaca Prieta
di Peru. Dalam perkembangan selanjutnya, cabai menyebar ke daerah tropis
Benua Amerika bagian tengah dan selatan, bahkan sampai ke Meksiko. Kapan
masuknya cabai ke Indonesia belum ditemukan keterangan yang pasti. Sampai
saat ini tanaman cabai merupakan salah satu jenis sayuran yang telah sangat membudaya di kalangan petani. Sentra produksi cabai tidak hanya di Pulau Jawa, tetapi
juga mulai dikembangkan di luar Pulau Jawa (Prajnanta 2007).
Cabai termasuk tanaman semusim, berbentuk perdu atau setengah perdu,
mempunyai sistem perakaran agak menyebar, batang utama tumbuh tegak dan
pangkalnya berkayu. Daun tumbuh secara tunggal dengan bentuk sangat bervariasi, yaitu lancip sampai bulat telur dan ujungnya runcing. Bentuk bunga cabai
besar, umumnya tunggal, yang keluar dari ketiak-ketiak daun. Daun bunga berwarna putih atau ungu, dan mempunyai lima benang sari serta satu buah putik.
Penyerbukan dapat berlangsung secara silang ataupun menyerbuk sendiri, dan
buah yang terbentuk umumnya tunggal. Struktur buah cabai secara umum, terdiri
atas kulit, daging buah, dan di dalamnya terdapat sebuah plasenta (tempat biji menempel secara tersusun). Cabai kecil termasuk tanaman perdu dan berbunga
majemuk dan dapat tumbuh dua sampai tiga tahun. Tiap tandan bunga terdiri atas
banyak bunga, dan ukuran buah yang berbentuk kecil, tersusun secara berkelompok (Prajnanta 2007).
Syarat Tumbuh Tanaman Cabai
Ketinggian suatu daerah menentukan jenis cabai yang akan ditanam. Cabai
ditanam mulai dari ketinggian permukaan laut hingga 13.000 m, peka terhadap
bunga es dan memerlukan cuaca panas dan periode pertumbuhan panjang untuk
menjadi produktif. Suhu siang rata-rata 20-25oC, pertumbuhan tanaman meningkat ketika suhu malam tidak melebihi 20oC (Rubatzky 1999).
Air sangat penting bagi tanaman cabai. Fungsi air adalah sebagai pelarut
unsur hara yang terdapat di dalam tanah, sebagai media pengangkut unsur hara ke
5
organ tanaman, serta pengisi cairan tubuh tanaman (Prajnanta 2007). Keberadaan
air harus sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tanaman. Lahan pertanaman yang
mengalami kekurangan air akan menyebabkan aerasi udara dalam tanah menjadi
terganggu dan suplai oksigen dalam tanah tidak lancar. Sebaliknya bila lahan pertanaman mengalami kelebihan air maka tanah menjadi sangat lembab. Oleh
karena itu kandungan air dalam tanah harus diperhatikan dengan mempertimbangkan lokasi penanamannya. Bila di lahan sawah, sebaiknya cabai ditanam pada
akhir musim hujan. Sebaliknya bila di lahan tegal, sebaiknya cabai ditanam pada
akhir musim kemarau (Setiadi 2008).
Tanah merupakan tempat tumbuh tanaman. Oleh karena itu, tanah harus
subur dan kaya akan bahan organik. Derajat kemasaman (pH) tanah yang sesuai
untuk budi daya cabai berkisar antara 5.5-6.8 dengan pH optimum 6.0-6.5. Derajat
kemasaman tanah merupakan faktor penting yang harus dipahami sebelum
dilakukan teknis budi daya (Prajnanta 2007). Tanah yang memenuhi syarat ialah
tanah yang menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Sementara
itu, kandungan bahan baku diperoleh dari udara dan air. Oleh karena itu tanah
harus diolah dahulu agar sirkulasi udara dan peresapan air dalam tanah menjadi
lancar meskipun unsur hara sudah ada dalam tanah. Bila unsur hara tidak tersedia
dalam jumlah yang cukup maka diperlukan bahan tambahan berupa pupuk, baik
berupa pupuk alam atau organik maupun pupuk buatan atau anorganik. Oleh
karena hanya sebagai bahan tambahan maka pemberian pupuk melalui tanah harus
disesuaikan dengan kondisi kandungan hara dalam tanah. Pemberian pupuk tanpa
dosis akan berdampak negatif pada tanah dan tanaman (Setiadi 2008).
Budidaya Tanaman Cabai
Budidaya tanaman cabai diawali dengan penyiapan lahan, kemudian
disusul dengan penyiapan benih atau pembibitan. Proses penyiapan lahan dimulai
dari pembukaan lahan sampai pengolahan tanah. Pembukaan lahan merupakan
pembersihan lahan dari segala macam gulma dan akar-akar pertanaman sebelumnya. Tujuannya adalah untuk memudahkan perakaran tanaman berkembang dan
menghilangkan tumbuhan inang bagi hama dan penyakit yang mungkin ada
(Prajnanta 2007). Dua minggu setelah pembersihan lahan, tanah sudah dapat
6
diolah. Tahapan pengolahan lahan bertujuan mengubah struktur tanah yang padat
dan keras menjadi struktur tanah yang gembur, sesuai perkembangan akar tanaman cabai, menstabilkan peredaran air, udara, dan suhu di dalam tanah. Untuk menjadikan struktur tanah yang gembur diperlukan beberapa proses, yaitu pembajakan, pengeringan, dan akhirnya pembuatan bedengan kasar. Sebelum tanah
dibajak, tanah digenangi sehari semalam agar tanah menjadi lunak dan tidak
melekat pada mata bajak bila dilakukan pembajakan. Untuk tanaman cabai, kedalaman bajakan berkisar 15-20 cm jika dilakukan pada lahan bekas pertanaman
palawija. Setelah pembajakan, lahan digenangi. Selanjutnya secara bertahap lahan
dikeringkan selama 5-7 hari. Bongkahan atau gumpalan tanah yang mengalami
proses dari basah ke kering dan sebaliknya akan membentuk struktur tanah yang
gembur. Tanah yang gembur sudah dapat dibentuk menjadi bedengan-bedengan
kasar. Bedengan ini bertujuan sebagai tempat penanaman cabai. Ukuran bedengan
yang sesuai yaitu panjang 10-12 m, lebar 110-120 cm, tinggi 30-40 cm saat
musim kemarau dan 50-70 cm di musim hujan, lebar parit 50-55 cm di musim
kemarau dan 60-70 cm saat musim hujan. Panjang bedengan tidak lebih dari 12 m
supaya memudahkan pemeliharaan tanaman. Lebar bedengan dibuat 110-120 cm
karena digunakan untuk dua baris tanaman. Tinggi dan lebar parit disesuaikan
dengan musim. Saat musim hujan bedengan lebih tinggi supaya perakaran tanaman tidak terendam air dalam waktu yang lama dan pembuangan airnya lancar. Air
yang berlebihan akan menyulitkan akar untuk bernapas (Prajnanta 2007).
Bersamaan dengan terbentuknya bedengan kasar, dilakukan penyiapan
benih dan pembibitan di persemaian. Benih cabai disemai satu per satu dalam tray
semai. Sebelum benih cabai disemai, tray semai diisi dengan media campuran
tanah dan pupuk kandang yang sudah halus. Tanah yang digunakan harus kering.
Tujuan pemberian pupuk kandang pada media semai adalah untuk menyediakan
unsur hara, baik unsur makro (N, P, dan K) serta unsur mikro (Cu, Cl, B, Mo, Mn,
dan Zn). Pupuk kandang juga dapat memperbaiki struktur tanah sehingga tanah
men-jadi gembur. Benih cabai dimasukkan satu per satu, kemudian ditutup
dengan tanah tipis. Semua tray semai yang telah diisi benih cabai diatur rapi, dan
segera dilindungi dengan menggunakan atap dari plastik bening yang ditopang
7
bilah bambu. Selama bibit dipersemaian, kegiatan rutin pemeliharaan adalah
penyiraman 1-2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari (Prajnanta 2007).
Sebelum melakukan pindah tanam, bedengan ditutup dengan mulsa plastik
dan dibuatkan lubang tanam. Jarak tanam untuk tanaman cabai adalah 50-60 cm x
60-70 cm. Untuk membuat lubang tanam menggunakan kaleng bekas yang sudah
dilubangi dan diisi arang panas. Penggunaan alat ini dilakukan dengan cara
menempelkan ujung bawah kaleng sesuai jarak tanam yang telah ditetapkan
(Setiadi 2008).
Waktu pindah tanam yang baik adalah pagi hari atau saat udara sejuk,
tidak terlalu panas dan bibit cabai telah berumur 18-21 hari setelah penyemaian
atau sudah mempunyai 3-4 helai daun. Bibit cabai yang siap dipindahtanamkan
disiram secukupnya. Sebagian tanah pada lubang tanam dibuang kira-kira seukuran media semai. Kemudian, bibit dimasukkan bersamaan dengan media semainya.
Bibit cabai yang telah ditanam segera disiram sampai tanahnya cukup basah
(Prajnanta 2007).
Kegiatan pokok pemeliharaan tanaman meliputi pemasangan ajir,
penyiraman, perempelan tunas dan cabang, dan pemupukan tambahan (susulan).
Untuk menopang pertumbuhan tanaman agar kuat dan kokoh serta tidak rebah
perlu dipasang ajir dari bilah bambu. Fase awal pertumbuhan atau saat tanaman
cabai masih menyesuaikan diri terhadap lingkungan membutuhkan penyiraman
secara rutin tiap hari, terutama di musim kemarau. Perempelan berguna dalam merangsang pertumbuhan tunas-tunas dan percabangan di atasnya yang lebih banyak
dan produktif menghasilkan buah yang lebat (Rukmana 1996). Tanaman cabai
tetap perlu diberi pupuk tambahan agar pertumbuhannya menjadi subur. Jenis
pupuk yang digunakan pada fase pertumbuhan vegetatif aktif adalah pupuk daun
yang kandungan nitrogennya tinggi, misalnya Gandasil D. Gandasil D adalah
pupuk daun lengkap dengan komposisi Nitrogen 20% (N total), Fosfor 15%
(P2O5), Kalium 15% (K2O), dan magnesium 1% (MgSO4). Pupuk tersebut dapat
digunakan sebagai starter solution. Starter solution merupakan campuran antara
pupuk yang mudah larut dengan menggunakan air (pupuk kocor) diaplikasikan
pada tanaman saat fase vegetatif. Kandungan dalam pupuk kocor ini mudah larut
dalam air dan cepat diserap oleh tanaman. Studi yang dilakukan di AVRDC telah
8
menunjukkan bahwa penggunaan suplemen NPK cair sebagai starter solution
untuk pertumbuhan vegetatif dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman famili
Solanaceae (AVRDC 2004). Pupuk starter solution memberikan nutrisi penting
untuk tanaman pada fase vegetatif sebelum terbentuknya sistem perakaran yang
kuat (AVRDC 2004).
Penyakit Penting pada Tanaman Cabai
Penyakit utama tanaman cabai dapat disebabkan oleh virus, bakteri, dan
cendawan. Diantara penyakit utama tanaman cabai yang sering dilaporkan adalah
antraknosa pada buah (Collectrotichum spp.), layu bakteri pada batang (Ralstonia
solanacearum), busuk bakteri pada buah (Erwinia carotovora), mosaik pada daun
(Chilli veinal mottle virus, Cucumber mottle virus, dan Tobacco mosaic virus)
(Semangun 2007).
Penyakit antraknosa dapat timbul pada daun muda, batang, dan buah.
Terjadi infeksi laten, dimana cendawan masuk ke dalam beberapa sel kulit dan
tidak berkembang terus. Cendawan baru akan berkembang dan membentuk bercak
setelah buah matang (Semangun 2006). Infeksi pada buah ditandai dengan adanya
bercak kecil, bulat cekung dengan diameter 30 mm. Bagian tengah bercak
menjadi
kecokelatan
sementara
jaringan
di
bawah
bercak
dikelilingi dengan bintik-bintik kehitaman yang kemudian menyatu, pada akhirnya menyebabkan busuk pada buah (Gambar 1A). Serangan berat akan
menyebabkan buah cabai mengerut dan mengering. Colletotrichum memiliki
jangkauan terluas di antara tanaman inang famili Solanaceae (Cerkauskas 2004a).
Gejala layu bakteri dimulai pada daun termuda saat siang hari. Tanaman
dapat segar kembali pada malam hari di bawah suhu yang lebih dingin. Beberapa
hari kemudian mulai menunjukkan gejala layu permanen (Cerkauskas 2004c).
Pada bagian yang menjadi layu daging daun di antara tulang-tulang daun atau tepi
daun menguning dan mengering (Gambar 1B). Akhirnya seluruh daun layu, dan
tanaman mati. Kalau tanaman yang terinfeksi R. solanacearum dicabut, tampak
bahwa sebagian atau seluruh akarnya berwarna cokelat dan busuk (Semangun
2006.
9
Erwinia carotovora menyebabkan busuk lunak, nekrosis, dan kelayuan.
Gejala yang disebabkan oleh bakteri ini yaitu mula-mula terjadi cedera yang
meluas dengan cepat, menjadi bercak lunak, akhirnya busuk basah yang umumnya
berbau tidak enak (Semangun 2006). Serangan berat dapat menyebabkan buah
rontok.
Gejala umum penyakit yang disebabkan oleh ChiVMV adalah daun
mengecil, keriting, dan mosaik (Gambar 1C). Tanaman terinfeksi mempunyai
daun-daun muda yang tulang-tulang daunnya lebih pucat daripada biasa (veinclearing), sering bentuknya melengkung. Gejala khas ChiVMV adalah adanya
belang berwarna hijau kegelapan di sekitar tulang daun (Gambar 1F). Tanaman
muda yang terinfeksi virus ini dapat mengalami kekerdilan. Banyak bunga yang
berguguran dan abnormalitas pada buah yang dihasilkan. Gejala seperti itu dapat
menyebabkan kehilangan hasil yang sangat berarti. Penyebaran ChiVMV dibantu
oleh kutu daun Myzus persicae. Seekor kutu daun yang terinfeksi virus dari
tanaman sakit dapat menularkan virus dengan cepat (Cerkauskas 2004d).
Infeksi CMV menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman. Daun
dapat mengkerut dan munculnya bercak nekrotik yang meluas, akibatnya daun
mudah bergugu